• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Penduduk Provinsi Sulawesi Utara Hasil SUPAS 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Profil Penduduk Provinsi Sulawesi Utara Hasil SUPAS 2015"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

PROFIL PENDUDUK PROVINSI SULAWESI UTARA

HASIL SUPAS 2015

I S B N :

No. Publikasi : 71521.1621

Katalog BPS : 2101014.71

Ukuran Buku : A4 / 21 X 29 CM

Jumlah Halaman : xi + 95 Halaman

Naskah : Bidang Sosial

Penyunting : Bidang Sosial & Seksi Diseminasi dan Layanan Statistik

Gambar kulit : Seksi Diseminasi dan Layanan Statistik

(5)

KATA PENGANTAR

Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) merupakan survei kependudukan yang dilaksanakan dintara dua sensus. Sebelum SUPAS 2015, kegiatan survei ini telah empat kali dilaksanakan yaitu pada tahun 1976, 1985, 1995, dan 2005. Tujuan dilaksanakannya SUPAS2015 diantaranya adalah untuk dapat memperkirakan jumlah, distribusi, dan komposisi penduduk, untuk menyediakan data karakteristik kependudukan dan untuk penghitungan parameter demografi, sebagai koreksi terhadap hasil proyeksi penduduk 2010-2035, dan sebagai bahan perencanaan serta evaluasi program pembangunan.

Pada pelaksanaan SUPAS sebelumnya, data yang dikumpulkan mencakup: keterangan pokok penduduk, kelahiran, kematian, perpindahan penduduk, ketenagakerjaan, perumahan dan keadaan tempat tinggal. Dalam SUPAS2015 cakupan datanya ditambah dengan disabilitas, mobilitas keluar internasional, urbanisasi dan perubahan iklim. Pelaksanaan lapangan SUPAS2015 berlangsung dari tanggal 1-31 Mei 2015.

Publikasi Profil Penduduk Sulawesi Utara memberikan gambaran keseluruhan keadaaan kependudukan di Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan Hasil SUPAS2015. Publikasi ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi berbagai pihak pelaku kebijakan dalam menetapkan langkah ke depan.

Dalam publikasi ini, desain infografis pada pemisah bab menggunakan www.magic.piktochart.com. Selain itu ada beberapa icon yang diambil dari www.flaticon.com yang didesign oleh eucalpy, freepik, becris,dan ocha.

Akhirnya diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut memberikan sumbangsih dan terima kasih atas gambar-gambar yang sangat membantu dalam penyusunan publikasi ini . Kami berharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Manado, November 2016 Kepala Badan Pusat Statistik

Provinsi Sulawesi Utara,

Moh. Edy Mahmud, SSi.MP

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Tabel ... iii

Daftar Gambar ... iv

BAB 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 2

1.2 Tujuan Laporan 3

1.3 Sumber Data 3

BAB 2 Kependudukan Sulawesi Utara 5

2.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk 7

2.2 Sebaran dan Komposisi Penduduk 8

BAB 3 Fertilitas dan Keluarga Berencana 21

3.1 Fertilitas 23

3.2 Kondisi Program Keluarga Berencana Sulawesi Utara 28

BAB 4 Mobilitas Penduduk 33

4.1 Migrasi Risen 35

4.2 Komuter 40

BAB 5 Kesulitan Fungsional 45

5.1 Penyandang Disabilitas: Siapa dan Berapa Besar Jumlahnya 47

5.2 Kesulitan Melihat 49

5.3 Kesulitan Berjalan atau Naik Tangga 52

5.4 Kesulitan Mendengar 54

(7)

BAB 6 Pendidikan 59

6.1 Partisipasi sekolah 61

6.2 Kemampuan Berbahasa Indonesia 63

6.3 Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan 64

6.4 Disparitas Antar Wilayah 65

BAB 7 Ketenagakerjaan 67

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Sulawesi Utara Menurut Kabupaten/Kota, tahun 2010 dan 2015

8

Tabel 2.2.1 Kepadatan Penduduk Provinsi Sulawesi Utara menurut Kabupaten/Kota, tahun 2010 dan 2015

10

Tabel 2.2.2 Persentase Penduduk Provinsi Sulawesi Utara menurut Kabupaten/Kota dan Kelompok Usia Produktif/Nonproduktif, tahun 2010 dan 2015

13

Tabel 2.2.3 Dependency Ratio menurut Kabupaten/Kota, tahun 2010 dan 2015 15

Tabel 2.2.4 Sex Ratio Sulawesi Utara Menurut Kabupaten/Kota, tahun 2010 dan 2015

18

Tabel 2.2.5 Persentase Penduduk Sulawesi Utara Usia 10-49 tahun Menurut Status Perkawinan dan Jenis Kelamin, tahun 2015

19

Tabel 3.1.1 Rata-rata Umur Perkawinan Pertama menurut Kabupaten/Kota, tahun 2015

25

Tabel 3.2.1 Contraseptive Prevalency Rate (CPR) menurut Kabupaten/Kota, tahun 2015

29

Tabel 3.2.2 Persentase Perempuan Usia Subur Pernah Kawin berumur 15-49 tahun yang Menggunakan Alat/Cara KB menurut jenis Alat/Cara KB dan Klasifikasi Wilayah, tahun 2015

30

Tabel 3.2.3 Persentase Perempuan Usia Subur yang Pernah Kawin dan Tidak Menggunakan Alat/Cara KB menurut Karakteristik, tahun 2015

(9)

Tabel 4.1.3 Penduduk 5 tahun ke atas yang Melakukan Migrasi Risen Masuk menurut Kelompok Umur, 2015

40

Tabel 4.2.1 Migrasi Komuter menurut Kabupaten/Kota, tahun 2015 41

Tabel 4.2.2 Karakteristik Penduduk 5 tahun ke atas, yang Melakukan Komuter, 2015

43

Tabel 5.1.1 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Kelompok Umur dan Tiga Disabilitas Terbesar, 2015

48

Tabel 5.2.1 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan MelihatMenurut Kabupaten/kota danJenis Kelamin, 2015

51

Tabel 5.2.2. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan MelihatMenurut Pendidikan yang Ditamatkan, Daerah tempat Tinggal dan Jenis Kelamin, 2015

52

Tabel 5.3.1 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan Berjalan atau Naik Tangga Menurut Kabupaten/kota danJenis Kelamin, 2015

53

Tabel 5.3.2 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan Berjalan atau Naik Tangga Menurut Pendidikan yang Ditamatkan, Daerah tempat Tinggal

54

Tabel 5.4.1 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan Mendengar Menurut Kabupaten/kota danJenis Kelamin, 2015

56

Tabel 5.4.2 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Mendengar Menurut Pendidikan yang Ditamatkan, Daerah tempat Tinggal dan Jenis Kelamin, 2015

57

Tabel 6.1.1 Penduduk Usia Sekolah tahun 2000, 2010, dan 2015 61

Tabel 6.1.2 Persentase Penduduk Berumur 7-24 Tahun yang Masih Sekolah Menurut Kabupaten/kota dan Kelompok Umur, 2015

62

Tabel 6.2.1 Persentase Penduduk 5 Tahun ke Atas yang Mampu Berbahasa Indonesia Menurut Kabupaten/kota, 2010 dan 2015

64

(10)

Tabel 6.3.1 Proporsi Penduduk 5 tahun keatas yang Pernah Sekolah menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Daerah Tempat Tinggal, 2015

65

Tabel 7.1.1 Proporsi Penduduk Sulawesi Utara Menurut daerah Tempat Tingga, 2010-2015

70

Tabel 7.2.1 Persentase Penduduk 15 tahun ke Atas yang Bekerja MenurutLapangan Usaha Terbesar dan Jenis Kelamin, 2015

72

Tabel 7.2.2 Persentase Penduduk 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Terbesar dan Pendidikan yang ditamatkan, 2015

72

Tabel 7.4.1 Penduduk 15 Tahun ke Atas Menurut Kabupaten/kota, 2015 74

Tabel 8.1.1 Jumlah Rumah Tangga Menurut Fasilitas Perumahan dan Daerah Tempat tinggal, 2015

80

Tabel 8.2.1 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Penerangan Listrik (PLN) Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2015

81

Tabel 8.3.1 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Sumber Air Minum Bersih Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2015

81

Tabel 8.4.1 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Jamban Sendiri Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2015

82

Tabel 8.5.1 Persentase Rumah Tangga menurut Luas Lantai per Kapita

Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2015

83

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Persentase Penduduk Sulawesi Utara Menurut Kabupaten/Kota, tahun 2015

9

Gambar 2 Piramida Penduduk Sulawesi Utara, tahun 2015 12

Gambar 3 Persentase Penduduk Lanjut Usia (60 tahun ke atas) Provinsi Sulawesi Utara, tahun 2010 dan 2015

16

Gambar 4 Persentase Penduduk Lanjut Usia (60 tahun ke atas) menurut Kabupaten/Kota, tahun 2015

17

Gambar 5 Persentase Perempuan Sulawesi Utara Pernah Kawin dan Berumur 15 – 49 tahun yang Umur Perkawinan Pertamanya di bawah 21 tahun, tahun 2015

24

Gambar 6 Persentase Perempuan Sulawesi Utara Pernah Kawin dan Berumur 15 – 49 tahun yang Usia Persalinan Pertamanya di bawah 21 tahun, tahun 2015

27

Gambar 7 Contraseptive Prevalency Rate (CPR) menurut Klasifikasi Wilayah, tahun 2015

28

Gambar 8 Persentase Penduduk Bermigrasi Risen Masuk Sulawesi Utara menurut Tempat Tinggal 5 Tahun yang Lalu, tahun 2015

36

Gambar 9 Persentase Penduduk Bermigrasi Risen Keluar Sulawesi Utara menurut Tempat Tinggal Saat ini, tahun 2015

37

Gambar 10 Persentase Penduduk Bermigrasi Risen Keluar Manado menurut Tempat Tinggal Saat ini, tahun 2015

38

Gambar 11 Persentase Penduduk yang 5 Tahun yang Lalu Bertempat Tingal di Luar Sulawesi Utara Menurut Klasifikasi Wilayah, tahun 2015

42

Gambar 12 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Disabilitas, 2015

48

(12)

Gambar 13 Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Disabilitas Terbesar Menurut Kabupaten, 2015

49

Gambar 14 Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan Mrlihat Menurut Kabupaten/Kota, 2015

50

Gambar 15 Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan Berjalan atau Naik Tangga menurut Kabupaten/Kota, 2015

52

Gambar 16 Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan Mendengarmenurut Kabupaten/Kota, 2015

55

Gambar 17 Persentase Penduduk 19-24 Tahun yang Masih Sekolah Menurut Kabupaten/kota, 2015

63

Gambar 18 Persentase Penduduk 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Kabupaten/kota dan Jenis Kelamin, 2015

70

Gambar 19 Penduduk 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha, 2015

71

Gambar 20 Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, 2015

73

Gambar 21 Penduduk Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja di Tiga lapangan Usaha Terbesar Menurut Kabupaten/kota, 2015

75

Gambar 22 Persentase Rumah Tangga yang Merasakan Suhu Udara yang Lebih panas Selama Lima Tahun Terakhir Menurut Daerah Tempat Tinggal

87

Gambar 23 Persentase Rumah Tangga yang Merasakan Musim Hujan yang Tidak Menentu Selama Lima Tahun Terakhir Menurut Daerah Tempat Tinggal

88

Gambar 24 Persentase Rumah Tangga yang Merasakan Kelangkaan Air Bersih Selama Lima Tahun Terakhir Menurut Daerah Tempat Tinggal

89

Gambar 25 Persentase Rumah Tangga yang Pernah Mendengar Tentang Perubahan Iklim Menurut Daerah Tempat Tinggal

89

(13)

Gambar 26 Persentase Rumah Tangga yang Mengetahui bahwa Suhu Udara yang Lebih Panas atau Musim Hujan yang Tidak Menentu atau Kelangkaan air yang Bersih Merupakan Akibat dari Perubahan Iklim menurut Kabupaten/kota

90

Gambar 27 Persentase Rumah Tangga yang Merasakan Suhu Udara yang Lebih panas Selama Lima Tahun Terakhir dan Rumah Tangga yang

Melakukan Upaya Menurut Daerah Tempat Tinggal

91

Gambar 28 Persentase Rumah Tangga yang Merasakan Musim Hujan yang Tidak Menentu Selama Lima Tahun Terakhir dan Rumah Tangga yang Melakukan Upaya Menurut Daerah Tempat Tinggal

92

Gambar 29 Persentase Rumah Tangga yang Merasakan Kelangkaan Air Bersih Selama Lima Tahun Terakhir dan Rumah Tangga Biasa

Memanfaatkan Air Bekas untuk Keperluan Lain

93

Gambar 30 Persentase Rumah Tangga yang Menanam/Memelihara Tanaman Tahunan di Pekarangan Rumah Menurut Daerah Tempat Tinggal

94

Gambar 31 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Sumur Resapan

Menurut Daerah Tempat Tinggal

95

(14)
(15)

PENDAHULUAN

(16)

BAB I

Pendahulan

Publikasi ini menyajikan analisis profil kependudukan provinsi Sulawesi Utara menggunakan hasil dari Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 sebagai sumber utama.

Istilah profil menunjukkan bahwa isu yang dianalisis cukup luas tidak hanya terbatas pada komponen-komponen pertumbuhan penduduk, tetapi mencakup juga profil pendidikan, ketenagakerjaan, tempat tinggal dan perubahan iklim penduduk Sulawesi Utara. Selain itu, istilah profil juga mengindikasikan bahwa ulasan atau diskusi lebih bersifat deskriptif daripada analisis. Pada bab ini disajikan latar belakang, sumber data, tujuan, dan sistematika laporan.

1.1Latar Belakang

Isu kependudukan adalah isu yang sangat strategis dan bersifat lintas sektor. Oleh karena itu, pengintegrasian berbagai aspek kependudukan ke dalam perencanaan pembangunan dan bagaimana pembangunan kependudukan itu sendiri akan dicapai, akan menjadi pekerjaan besar yang harus diwujudkan. Hal ini disebabkan penduduk merupakan komponen utama dari pembangunan. Sebagai komponen utama penduduk dijadikan sebagai basis dari perencanaan pembangunan. Sebagai obyek pembangunan, kesejahteraan penduduk merupakan ukuran dari keberhasilan pembangunan. Sehingga penduduk harus dikontrol kualitas dan kuantitasnya sehingga outputnya pun berkualitas.

Dalam realitas sosial profil penduduk selalu mengalami perubahan sejalan dengan perjalanan waktu. Perubahan profil terjadi karena perubahan komponen penduduk yaitu kelahiran, kematian dan migrasi. Perubahan masing-masing komponen penduduk tersebut terjadi akibat interaksi berbagai variabel sosial ekonomi melalui jaringan saling pengaruh yang kompleks akibatnya perubahan profil kependudukan atau tepatnya perubahan perilaku kependudukan harus selalu ditafsirkan secara kontekstual, artinya suatu tingkat perubahan yang sama dalam dua masyarakat yang berbeda sangat mungkin terjadi melalui jalur perubahan yang berbeda.

Sifat profil penduduk yang senantiasa berubah, menyebabkan suatu analisis profil kependudukan menjadi penting apalagi dengan tersedianya data kependudukan yang baru seperti SUPAS 2015. Alasan lain yang menyebabkan analisis semacam ini menjadi penting adalah berbagai macam informasi tentang kependudukan sangat berguna bagi berbagai pihak di dalam masyarakat. Bagi pemerintah informasi tentang kependudukan sangat membantu di dalam

(17)

menyusun perencanaan baik untuk pendidikan, perpajakan, kesejahteraan, pertanian, pembuatan jalan-jalan atau bidang-bidang lainnya. Bagi sektor swasta informasi tentang kependudukan juga tidak kalah pentingnya. Para pengusaha industri dapat menggunakan informasi tentang kependudukan untuk perencanaan produksi dan pemasaran.

1.2. Tujuan Laporan

Secara umum laporan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran wajah atau profil penduduk Sulawesi Utara, perkembangannya antar waktu terkait jenis kelamin, daerah tempat tinggal, atau strata sosial-demografi lainnya. Secara khusus laporan ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan mendasar seperti :

• Berapa jumlah penduduk Sulawesi Utara?

• Bagaimana persebarannya antar wilayah?

• Bagaimana komposisinya menurut jenis kelamin dan umur?

• Bagaimana “kualitas” penduduk dilihat dari tingkat pendidikan?

• Bagaimana partisipasi penduduk dalam kegiatan produktif?

• Bagaimana kondisi tempat tinggal mereka? dan

• Bagaimana kondisi iklim tempat tinggal mereka?

Jawaban yang cermat mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut diharapkan dapat berguna sebagai bahan evaluasi dan perencanaan berbagai bidang pembangunan.

1.3 Sumber Data

Seperti disinggung sebelumnya publikasi ini menggunakan data Supas 2015 sebagai sumber data utama, Supas 2015 dirancang untuk mengisi kekosongan data kependudukan antar Sensus Penduduk (SP) yang dilakukan hanya sekali dalam sepuluh tahun. Itulah sebabnya data Supas boleh dikatakan merupakan sumber data kependudukan yang terpenting setelah SP.

Tahapan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data Supas 2015 telah selesai. Tahapan berikutnya sesuai dengan jadwal, adalah kegiatan diseminasi data melalui berbagai media cetak maupun elektronik. Publikasi ini merupakan salah satu bentuk diseminasi data Supas 2015 sejalan dengan upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber data tersebut untuk keperluan perencanaan dan evaluasi program pembangunan yang relevan.

Sampel Supas 2015 relatif besar yaitu lebih dari 652.000 rumah tangga sedangkan untuk provinsi Sulawesi Utara mencakup 12.000 rumahtangga. Dengan sampel sebesar itu akan dapat

(18)

diperoleh angka perkiraan sampai dengan daerah kabupaten/kota. Walaupun demikian perlu dicatat bahwa data survei, betapapun besar sampelnya, selalu mengandung resiko kesalahan sampel (sampling errors). Sejauh menyangkut kasus-kasus yang bersifat umum atau heterogen dalam suatu populasi seperti penduduk, pendidikan, ketenagakerjaan, atau perumahan masalah kesalahan sampel tidak perlu dihawatirkan. Sebaliknya, bagi kasus-kasus yang bersifat langka

“Homogen” atau cenderung mengelompok pada strata tertentu seperti agama atau migrasi, maka

masalah kesalahan sampel dapat menjadi serius.

Selain Supas 2015 sumber data lainnya yang digunakan adalah data Sensus Penduduk 2010. Penggunaan sumber data tersebut memungkinkan melihat perkembangan keadaan antar waktu.

(19)

(20)
(21)

BAB 2

Kependudukan Sulawesi Utara

2.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk

Seperti diketahui bersama bahwa hampir semua rencana pembangunan perlu ditunjang dengan data jumlah penduduk, persebaran dan susunannya menurut kelompok umur penduduk yang relevan dengan rencana tersebut. Oleh sebab itu untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional, dalam menangani permasalahan penduduk pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah penduduk tapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusianya.

Jumlah penduduk suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh kelahiran, kematian, dan migrasi penduduk. Jumlah kelahiran dan migrasi masuk yang tinggi, serta jumlah kematian dan jumlah migrasi keluar yang rendah menyebabkan semakin tingginya jumlah penduduk. Begitu juga sebaliknya, jumlah kelahiran dan migrasi masuk yang rendah, serta jumlah kematian yang tinggi dan jumlah migrasi keluar yang tinggi menyebabkan semakin rendah pula jumlah penduduknya.

Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan hasil SUPAS2015 sebesar 2,409 juta jiwa. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun 2010. Jumlah penduduk berdasarkan Sensus Penduduk 2010 sebesar 2,271 juta jiwa. Hal itu berarti selama kurun waktu 5 tahun terdapat penambahan jumlah penduduk sebanyak 139,325 ribu jiwa.

Laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Utara mencapai angka 1,198 pada tahun 2015 jika dibandingkan dengan 2010. Sedangkan jika dilihat menurut Kabupaten/Kota, laju pertumbuhan penduduk terjadi variasi. Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro merupakan wilayah yang mempunyai laju pertumbuhan penduduk terrendah, hanya sebesar 0,536. Sebaliknya, wilayah di Sulawesi Utara yang memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi adalah Kota Kotamobagu, yaitu sebesar 2,109.

(22)

Tabel 2.1.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Sulawesi Utara Menurut Kabupaten/Kota, tahun 2010 dan 2015

Kabupaten Kota

Jumlah Penduduk Laju

Pertumbuhan

2010 2015 2010 - 2015

(1) (2) (3) (4)

[7101] Bolaang Mongondow 213.484 232.968 1,762

[7102] Minahasa 310.384 328.700 1,153

[7103] Kepulauan Sangihe 126.100 129.560 0,543

[7104] Kepulauan Talaud 83.434 88.689 1,229

[7105] Minahasa Selatan 195.553 204.832 0,931

[7106] Minahasa Utara 188.904 197.861 0,931

[7107] Bolaang Mongondow Utara 70.693 76.264 1,529

[7108] Siau Tagulandang Biaro 63.801 65.529 0,536 [7109] Minahasa Tenggara 100.443 104.465 0,788

[7110] Bolaang Mongondow Selatan 57.001 62.162 1,749

[7111] Bolaang Mongondow Timur 63.654 68.622 1,514

[7171] Manado 410.481 425.420 0,718

[7172] Bitung 187.652 205.379 1,822

[7173] Tomohon 91.553 100.193 1,820

[7174] Kotamobagu 107.459 119.277 2,109

[7100] Sulawesi Utara 2.270.596 2.409.921 1,198

Sumber : SP2010 dan SUPAS2015

2.2 Sebaran dan Komposisi Penduduk

Seperti diketahui bersama bahwa hampir semua rencana pembangunan perlu ditunjang dengan data jumlah penduduk, persebaran dan susunannya menurut kelompok umur penduduk

yang relevan dengan rencana tersebut. Program-program pemerintah juga akan berbeda-beda, didasarkan kepada jumlah penduduk di masing-masing daerah yang disebut dengan istilah distribusi penduduk.

(23)

Gambar 1. Persentase Penduduk Sulawesi Utara Menurut Kabupaten/Kota, tahun 2015

Sumber : SUPAS2015

(24)

Tabel 2.2.1.Kepadatan Penduduk Provinsi Sulawesi Utara menurut Kabupaten/Kota, 2010 dan 2015

Kabupaten/Kota

Kepadatan per Km2 Luas

2010 2015 %

(1) (2) (3) (4)

[7101] Bolaang Mongondow 70,61 77,05 20,06

[7102] Minahasa 261,12 276,53 7,89

[7103] Kepulauan Sangihe 212,19 218,01 3,94

[7104] Kepulauan Talaud 80,63 85,71 6,87

[7105] Minahasa Selatan 131,26 137,49 9,89

[7106] Minahasa Utara 191,73 200,83 6,54

[7107] Bolaang Mongondow Utara 36,50 39,38 12,85 [7108] Siau Tagulandang Biaro 224,12 230,19 1,89

[7109] Minahasa Tenggara 141,72 147,39 4,70

[7110] Bolaang Mongondow Selatan 31,74 34,61 11,92

[7111] Bolaang Mongondow Timur 70,92 76,46 5,96

[7171] Manado 2.509,82 2.601,16 1,09

[7172] Bitung 563,93 617,20 2,21

[7173] Tomohon 622,34 681,08 0,98

[7174] Kotamobagu 221,24 245,57 3,22

[7100] Sulawesi Utara 150,68 159,93 100,00

Sumber : SP2010 dan SUPAS2015

Seperti yang diketahui bersama bahwa imbas kegagalan pemerataan pembangunan kependudukan berujung pada berbagai masalah seperti kepadatan, kemiskinan urban, masalah lingkungan, tuntutan infrastruktur, kesehatan, pengendalian angka kelahiran, dan sebagainya. Sementara itu, di sisi lain program transmigrasi yang digalakkan pada zaman orde baru sudah dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah kependudukan. Praktis program BKKBN menjadi tumpuan untuk menjawab tantangan kependudukan kedepannya.

Dari distribusi penduduk Sulawesi Utara menurut wilayah terlihat bahwa masih terjadi ketimpangan. Ketimpangan tersebut lebih kentara jika dilihat dari kepadatan penduduk menurut

(25)

Kabupaten/Kota. Wilayah yang paling padat penduduknya adalah Kota Manado, yaitu dengan kepadatan penduduk 2.601,16 penduduk per km2. Angka tersebut berarti terdapat sekitar 2,6 ribu

penduduk disetiap km2. Dapat dibayangkan bahwa luas wilayah Kota Manado yang hanya 1,09

persen total wilayah Sulawesi Utara dihuni oleh 17,65 persen penduduk Sulawesi Utara. Jika angka kepadatan penduduk Kota Manado dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang lain, terlihat sangat tinggi perbedaannya. Jika dibandingkan dengan Kota Tomohon yang merupakan wilayah terpadat ke dua, perbedaannya sangat besar. Kepadatan penduduk Kota Tomohon kurang dari sepertiga kepadatan penduduk Kota Manado. Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan mempunyai kepadatan yang terendah, hanya sekitar 34 hingga 35 penduduk per km2.

Dari proyeksi penduduk yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Sulawesi Utara terus mengalami peningkatan. Tetapi penambahan jumlah penduduk di Sulawesi

Utara relatif lebih tidak seberbahaya penambahan jumlah penduduk di daerah “Jawa”. Jika

dibandingkan dengan daerah Jawa Timur, kepadatan penduduk Sulawesi Utara jauh lebih kecil. Kepadatan penduduk Jawa Timur adalah 812,71 penduduk per km2. Hal tersebut mengindikasikan

bahwa “ruang” belum menjadi masalah di Sulawesi Utara ini. Tetapi harus tetap direncanakan

kedepannya.

Jika penduduk Sulawesi Utara di breakdown berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, kemudian dibentuk diagram batang, maka akan terbentuk diagram yang disebut piramida penduduk. Piramida penduduk mencerminkan karakteristik kependudukan di suatu daerah. Dilihat dari bentuknya, Sulawesi Utara termasuk ke dalam piramida penduduk muda. Piramida tersebut mencerminkan bahwa di Sulawesi Utara terdapat angka kelahiran yang tinggi dan angka kematian yang rendah. hal itu menyebabkan penduduk berumur muda menjadi lebih banyak.

(26)

Gambar 2. Piramida Penduduk Sulawesi Utara, tahun 2015

Sumber : SUPAS2015

Issue kependudukan lainnya yang laris dibahas saat ini adalah mengenai Bonus Demografi. Bonus Demografi adalah suatu kondisi dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak. Dari definisi tersebut, untuk mengetahui kondisi bonus demografi perlu dilihat jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur produktif dan non produktif.

Penduduk dengan usia produktif adalah penduduk yang berusia 15 – 64 tahun. Penduduk usia produktif tersebut dianggap dapat berkarya dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Sedangkan usia non produktif adalah penduduk berusia 0 – 14 tahun (penduduk non produkstif muda) dan penduduk berusia 65 tahun ke atas (penduduk non produktif tua). Penduduk non produktif tersebut dianggap tidak mampu bekerja atau berkarya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau keluarganya.

150.000 100.000 50.000 0 50.000 100.000 150.000

(27)

Tabel 2.2.2. Persentase Penduduk Provinsi Sulawesi Utara menurut Kabupaten/Kota dan Kelompok Usia Produktif/Nonproduktif, tahun 2010 dan 2015

Kabupaten/Kota Sumber : SP2010 dan SUPAS2015

Pada tahun 2015, terdapat 68,18 persen penduduk produktif di Sulawesi Utara. Angka tersebut melebihi angka penduduk non produktif, sebesar 31,82 persen. Dibandingkan tahun 2010, persentase penduduk usia produktif di Sulawesi Utara mengalami kenaikan 1,62 persen. Kenaikan tersebut secara statistik dinilai tidak signifikan mengalami kenaikan.

Kota Manado memiliki persentase penduduk tertinggi jika dibandingkan dengan wilayah lain di Sulawesi Utara. Persentase penduduk usia produktif Kota Manado sebesar 70,71 persen. Jumlah penduduk usia produktif yang banyak merupakan keuntungan pemerintah Kota Manado yang harus dimanfaatkan. Sebaliknya, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro merupakan

(28)

wilayah yang memiliki persentase penduduk usia non produktif tua (65 tahun ke atas) paling banyak.

Jumlah penduduk berdasarkan usia produktif dan non produktif di atas membentuk indikator yang bernama dependency ratio atau angka ketergantungan. Bonus Demografi sendiri terjadi jika dependency ratio suatu daerah 50 persen ke atas. Secara umum, windows opportunity

yang disebabkan oleh bonus demografi di Sulawesi Utara mulai terjadi pada tahun 2010.

Dependency ratio Sulawesi Utara pada tahun 2010 mencapai 50,24. Pada tahun 2015 angka tersebut mengalami penurunan, yaitu tinggal 46,66. hal tersebut mempertegas bahwa Sulawesi Utara masih berada pada windows opportunity. Jika dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Minahasa Tenggara dan Bolaang Mongondow Selatan belum masuk pada masa Bonus Demografi. Dependency ratio ketiga kabupaten tersebut berturut-turut adalah 58,44, 52,18, dan 55,33.

Periode bonus demografi tidak selamanya ada. Akan tetapi, meskipun nantinya periode tersebut berakhir bukan berarti pula berakhirnya kesempatan untuk melakukan proses pembangunan kependudukan. Bonus demografi hanyalah sekedar kesempatan. Pembangunan kependudukan tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya walaupun bonus demografi sudah berlalu. Kedepannya banyak tantangan yang perlu diantisipasi di bidang kependudukan ini. Aging Population merupakan salah satu permasalahannya. Pemerintah Sulawesi Utara perlu untuk memberikan pelatihan keterampilan kepada penduduk usia tua (65 tahun ke atas) agar mereka tetap dapat berkarya dan produktif.

(29)

Tabel 2.2.3. Dependency Ratio menurut Kabupaten/Kota, tahun 2010 dan 2015

Kabupaten/Kota

Dependency Ratio

2010 2015

(1) (2) (3)

[7101] Bolaang Mongondow 55,46 49,97

[7102] Minahasa 49,64 45,56

[7103] Kepulauan Sangihe 47,57 42,41

[7104] Kepulauan Talaud 54,02 49,50

[7105] Minahasa Selatan 54,10 48,13

[7106] Minahasa Utara 50,81 47,52

[7107] Bolaang Mongondow Utara 58,77 58,44

[7108] Siau Tagulandang Biaro 50,14 43,42

[7109] Minahasa Tenggara 57,53 52,18

[7110] Bolaang Mongondow Selatan 61,43 55,33

[7111] Bolaang Mongondow Timur 51,20 47,98

[7171] Manado 43,20 41,42

[7172] Bitung 49,75 46,88

[7173] Tomohon 47,89 44,24

[7174] Kotamobagu 47,71 48,47

[7100] Sulawesi Utara 50,24 46,66

Sumber : SP2010 dan SUPAS2015

Aging population disebabkan oleh semakin meningkatnya Angka Harapan hidup. Detailnya,

aging population terjadi ketika persentase penduduk lanjut usia, atau penduduk yang berumur 60 tahun ke atas mencapai 10 persen. Pada tahun 2010, persentase penduduk lanjut usia Sulawesi Utara sebesar 8,45 persen. Persentase tersebut berubah menjadi 9,67 persen pada tahun 2015. Dari tren yang terlihat pada gambar 4 berikut ini, menunjukkan adanya kemungkinan dalam waktu dekat bahwa Sulawesi Utara akan mengalami aging population.

(30)

Gambar 3. Persentase Penduduk Lanjut Usia (60 tahun ke atas) Provinsi Sulawesi Utara, tahun 2010 dan 2015

Sumber : SUPAS2015

Diamati berdasarkan Kabupaten/Kota, terdapat 7 Kabupaten/Kota yang sudah mengalami

agingpopulation di tahun 2015 ini, yaitu Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Minahasa, Minahasa Selatan, Tomohon, Kepulauan Sangihe, Minahasa Tenggara, dan Kepulauan Talaud. Kepulauan Siau Tagulandang Biaro memiliki persentase penduduk lanjut usia yang terbesar di Sulawesi Utara, yaitu sebesar 13,28 persen. Angka Harapan Hidup yang semakin bertambah memang berakibat meningkatnya jumlah populasi penduduk lanjut usia. Ditambah lagi, penduduk usia muda yang menuntut ilmu kemudian tidak kembali lagi ke Kepulauan Siau Tagulandang Biaro juga dapat menambah persentase penduduk lansia di Kabupaten ini. Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan merupakan wilayah yang memiliki persentase penduduk lansianya paling rendah, yaitu sebesar 6,19 persen.

8,45

9,67

2010 2015

(31)

Gambar 4. Persentase Penduduk Lanjut Usia (60 tahun ke atas) menurut Kabupaten/Kota, tahun 2015

Sumber : SUPAS2015

Secara umum, jumlah penduduk laki-laki di Provinsi Utara lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Hal tersebut terlihat dari sex ratio Provinsi Sulawesi Utara sebesar 104,26. Artinya, diantara 100 penduduk perempuan terdapat 104 sampai dengan 105 penduduk laki-laki. Pola pikir beberapa penduduk Sulawesi Utara untuk meneruskan nama marga dimungkinkan menjadi faktor pendorong sex ratio Sulawesi Utara di atas 100. Biasanya nama marga seorang anak mengikuti nama marga bapaknya/ayahnya. Jika dibandingkan dengan data Sensus Penduduk Tahun 2010, sex ratio Sulawesi Utara tahun 2015 tidak ada perbedaan yang signifikan. Sex ratio Sulawesi Utara tahun 2010 sebesar 104,43. Interpretasinya sama dengan tahun 2015, yaitu terdapat 104 sampai dengan 105 laki-laki diantara 100 perempuan.

(32)

Tabel 2.2.4. Sex Ratio Sulawesi Utara Menurut Kabupaten/Kota, tahun 2010 dan 2015

Kabupaten Kota

Sex Ratio

2010 2015

(1) (2) (3)

[7101] Bolaang Mongondow 108,47 107,86

[7102] Minahasa 104,92 104,62

[7103] Kepulauan Sangihe 102,47 102,18

[7104] Kepulauan Talaud 104,67 105,24

[7105] Minahasa Selatan 106,92 106,71

[7106] Minahasa Utara 103,60 103,35

[7107] Bolaang Mongondow Utara 105,25 105,15

[7108] Siau Tagulandang Biaro 97,73 98,15

[7109] Minahasa Tenggara 107,58 108,45

[7110] Bolaang Mongondow Selatan 109,69 109,89

[7111] Bolaang Mongondow Timur 109,70 112,97

[7171] Manado 101,03 100,24

[7172] Bitung 104,75 104,35

[7173] Tomohon 101,77 101,52

[7174] Kotamobagu 104,15 103,71

[7100] Sulawesi Utara 104,43 104,26

Sumber : SP2010 dan SUPAS2015

Di tahun 2015, hampir semua Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara mempunyai sex ratio lebih dari 100. Sex ratio tertinggi berada di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, yaitu 112,97. Sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, yaitu sebesar 98,15. Kabupaten tersebut merupakan satu-satunya kabupaten di Sulawesi Utara yang memiliki nilai sex ratio di bawah 100. Di sana, penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Dari 100 penduduk perempuan di Siau Tagulandang Biaro terdapat 98 sampai dengan 99 penduduk laki-laki.

(33)

Tabel 2.2.5. Persentase Penduduk Sulawesi Utara Usia 10-49 tahun Menurut Status Perkawinan dan Jenis Kelamin, tahun 2015

Kelompok

Sumber : SUPAS2015

Jika dilihat dari status perkawinannya, ada penduduk perempuan yang berumur 10 – 14 tahun berstatus kawin / hidup bersama, meskipun persentasenya sangat sedikit, yaitu hanya 0,08 persen. Persentase penduduk perempuan yang berstatus kawin / hidup bersama lebih banyak dibandingkan laki-laki pada kelompok umur “10-14”, “15-19”, “20-24”, “25-29”, “30-34”, “35-39”. Kemudian persentase penduduk laki-laki menjadi lebih besar dibandingkan perempuan pada

kelompok umur “40-44” dan “45-49”. Hal itu berarti, ada kecenderungan penduduk perempuan menikah lebih muda dibandingkan dengan laki-laki. Pada kelompok umur “40-44” dan “45-49” persentase penduduk perempuan yang berstatus kawin / hidup bersama lebih kecil dibandingkan penduduk laki-laki karena diantara penduduk perempuan tersebut sudah berpindah status menjadi cerai hidup / pisah dan cerai mati.

Dari data SUPAS2015 juga ditemukan fakta bahwa persentase perempuan umur 10-49 tahun yang berstatus cerai, baik cerai hidup maupun cerai mati, lebih besar dibandingkan dengan

(34)

penduduk laki-laki di semua kelompok umur. Fakta tersebut sekaligus juga dapat sebagai indikasi bahwa perempuan lebih retan terhadap perceraian. Persentase penduduk wanita yang berstatus cerai terbanyak berada pada kelompok umur 45-49, yaitu sebesar 6,11 persen. Persentase penduduk yang berstatus cerai mati semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur.

Sebaliknya, penduduk laki-laki dapat dikatakan lebih tahan untuk hidup “single” dibandingkan dengan perempuan. Hal itu dapat dibuktikan dengan lebih besarnya persentase penduduk laki-laki dibandingkan perempuan di semua kelompok umur. Perbedaan persentase yang paling banyak terdapat pada kelompok umur “20-24” tahun. Pada kelompok umur tersebut persentase penduduk laki-laki yang belum kawin sebanyak 76,09 persen. sedangkan perempuan sebanyak 46,66 persen.

(35)
(36)

FERTILITAS DAN KELUARGA BERENCANA

(37)

BAB 3

Fertilitas dan Keluarga Berencana

3.1 Fertilitas

Salah satu masalah kependudukan di Indonesia pada umumnya dan Sulawesi utara pada khususnya adalah pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol dan distribusinya yang tidak merata. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali menjadi faktor penghambat pembangunan. Pertumbuhan penduduk tersebut diikuti oleh masalah yang lebih spesifik yaitu fertilitas dan mortalitas. Fertilitas merupakan komponen pertumbuhan penduduk yang bersifat menambah jumlah penduduk. Oleh karena itu, untuk menghindari ledakan penduduk, perlu dilakukan pengendalian penduduk dengan menekan angka fertilitas.

Usia perkawinan pertama seorang wanita berpengaruh terhadap resiko melahirkan. Semakin muda usia perkawinan pertama, semakin besar resiko yang dihadapi selama masa kehamilan/melahirkan, baik keselamatan ibu maupun anak, karena belum matangnya rahim wanita muda untuk proses berkembangnya janin atau karena belum siapnya mental menghadapi masa kehamilan/kelahiran. Menurut Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), usia pernikahan pertama bagi seseorang idealnya adalah 21-25 tahun.

Hasil SUPAS2015 menunjukkan terdapat sekitar 56,62 persen perempuan pernah kawin berumur 15 – 49 tahun yang menikah pada usia di bawah 21 tahun di Sulawesi Utara tahun 2015. Perkawinan di bawah 21 tahun secara kesehatan reproduksi bisa dikatakan masih terlalu muda, secara mental sosial belum siap dan secara ekonomi juga biasanya belum mapan. Semakin muda usia kawin pertama yang dilakukan seseorang, maka akan semakin lama pula masa reproduksinya. Hal ini berpengaruh pada tingkat fertilitas wanita dan penduduk secara umumnya. Semakin lama masa reproduksi wanita, maka kemungkinan wanita tersebut melahirkan banyak anak akan semakin besar. Dalam persoalan makro, hal ini akan menyebabkan meningkatnya tingkat pertumbuhan penduduk suatu daerah. Angka 56,62 persen tersebut sangat besar. Perlu usaha ekstra keras untuk menurunkannya. Penyuluhan tentang penundaan usia perkawinan di perdesaan-perdesaan harus dilakukan oleh BKKBN daerah setempat. Wilayah perdesaan lebih diutamakan karena merupakan kantong pernikahan usia dini (di bawah 21 tahun). Disebut kantong pernikahan usia dini karena persentase perempuan pernah kawin yang menikah di usia kurang dari 21 tahun lebih banyak dibandingkan wilayah perkotaan. Di perkotaan, persentasenya sebesar 50,83 persen. Sedangkan di perdesaan sebesar 62,01 persen.

(38)

Gambar 5. Persentase Perempuan Sulawesi Utara Pernah Kawin dan Berumur 15 – 49 tahun yang Umur Perkawinan Pertamanya di bawah 21 tahun, tahun 2015

Sumber : SUPAS2015

Persentase yang besar terlihat ketika dibreakdown berdasarkan Kabupaten/Kota. Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan merupakan wilayah yang 72,93 persen penduduk perempuan pernah kawin berumur 15 - 49 tahunnya menikah pada usia kurang dari 21 tahun. Sedikit lebih banyak dibandingkan Kabupaten Bolaang Mongondow yang mempunyai persentase terbanyak ke dua di Sulawesi Utara, yaitu 69,55 persen. Terdapat range sekitar 25 persen. Range tersebut cukup menandakan adanya jurang yang cukup besar terhadap pemerataan pembangunan kependudukan. Kota Manado merupakan wilayah yang persentasenya paling sedikit. Di sana hanya ada 47,10 persen perempuan pernah kawin berusia 15 – 49 tahun yang menikah pada usia kurang dari 21 tahun.

(39)

Tabel 3.1.1. Rata-rata Umur Perkawinan Pertama menurut Kabupaten/Kota, tahun 2015

[7101] Bolaang Mongondow 19,30 20,43

[7102] Minahasa 20,52 21,68

[7103] Kepulauan Sangihe 21,53 22,86

[7104] Kepulauan Talaud 20,74 22,10

[7105] Minahasa Selatan 20,12 21,27

[7106] Minahasa Utara 20,62 21,66

[7107] Bolaang Mongondow Utara 20,51 21,74

[7108] Siau Tagulandang Biaro 21,07 21,92

[7109] Minahasa Tenggara 20,25 21,44

[7110] Bolaang Mongondow Selatan 19,06 20,49 [7111] Bolaang Mongondow Timur 19,62 20,85

[7171] Manado 21,33 22,39

[7172] Bitung 20,97 22,16

[7173] Tomohon 21,43 22,32

[7174] Kotamobagu 20,57 21,86

[7100] Sulawesi Utara 20,59 21,73

Sumber : SUPAS2015

Data sebelumnya menyebutkan bahwa lebih dari setengah penduduk perempuan pernah kawin berumur 15 – 49 tahun yang menikah di bawah umur 21 tahun. Kemudian, terlihat juga bahwa rata-rata Umur Perkawinan Pertama perempuan pernah kawin berumur 15 – 49 tahun di Sulawesi Utara menunjukkan angka 20,59 tahun. Hal itu berarti rata-rata penduduk penduduk perempuan menikah pada umur 20 hingga 21 tahun, tetapi lebih banyak menikah pada umur 21 tahun. Rata-rata umur perkawinan pertama tertinggi berada di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Hal itu merupakan hal yang menarik mengingat Kabupaten tersebut merupakan wilayah kepulauan. Sedangkan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan merupakan wilayah yang memiliki rata-rata

(40)

umur perkawinan pertama yang terendah. Di Bolaang Mongondow Selatan, rata-rata wanita menikah pada usia 19 tahun.

Setelah menunda usia perkawinan, untuk mengendalikan pertambahan penduduk perlu juga dilakukan perencanaan usia kehamilan. Hamil di usia muda (kurang dari 21 tahun) memiliki resiko yang lebih tinggi pada kesehatan. Pada usia dibawah 21 tahun , organ reproduksi yang dimiliki masih belum siap dan beresiko mengalami kondisi kesehatan yang buruk saat hamil. Selain itu kondisi sel telur belum sempurna dikhawatirkan akan menggangu perkembangan janin. Beberapa kondisi yang dikhawatirkan adalah berat badan bayi yang rendah saat lahir. Hal yang paling dikhawatirkan adalah kematian ibu yang tingi dikarenakan terjadinya pendarahan dan infeksi. Para praktisi kesehatan menyatakan bahwa usia 21-35 tahun memiliki resiko gangguan kesehatan pada ibu hamil paling rendah. Selain itu apabila dilihat dari perkembangan kematangan, wanita pada kelompok umur ini telah memiliki kematangan reproduksi dan emosional.

Rata-rata usia persalinan di Sulawesi Utara sebesar 21,73. Artinya rata-rata perempuan usia 15 – 49 tahun yang telah hamil, melahirkan di usia 21 hingga 22 tahun, tetapi lebih banyak yang melahirkan di usia 22 tahun. Umur perempuan di Sulawesi Utara untuk melahirkan seorang bayi, sudah ideal. Namun, masih ada beberapa wilayah di Sulawesi utara yang memiliki rata-rata persalinan pertama di bawah 21 tahun, yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow dan Bolaang Mongondow Selatan.

Rata-rata persalinan pertama di Sulawesi Utara memang sudah dianggap ideal, tetapi masih ada 45,17 persen perempuan yang pernah hamil berusia 15 – 49 tahun yang sudah melahirkan pada umur di bawah 21 tahun. Wilayah dengan persentase tertinggi adalah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Di sana ada 59,16 persen perempuan yang sudah melahirkan pada umur di bawah 21 tahun. Berbagai macam penyuluhan terkait pengaturan usia kehamilan mutlak sangat diperlukan, terutama di area perdesaan.

(41)

Gambar 6. Persentase Perempuan Sulawesi Utara Pernah Kawin dan Berumur 15 – 49 tahun yang Usia Persalinan Pertamanya di bawah 21 tahun, tahun 2015

Sumber : SUPAS2015

Kabupaten Kepulauan Sangihe memiliki persentase penduduk perempuan yang melahirkan di bawah usia 21 tahun paling rendah. Wilayah kepulauan memiliki persentase di bawah angka provinsi. Berarti, wilayah kepulauan bukan penyumbang besarnya persentase provinsi. Penyumbang terbesar merupakan daerah daratan, tetapi jaraknya jauh dari ibukota provinsi, yaitu Bolaang Mongondow Selatan. Kota Manado juga memiliki persentase penduduk perempuan yang melahirkan di bawah usia 21 tahun relatif kecil jika dibandingkan wilayah lainnya. Persentase di Kota Manado sebesar 36,07 persen.

(42)

3.2. Kondisi Program Keluarga Berencana Sulawesi Utara

Salah satu cara menekan angka fertilitas di Sulawesi Utara ini adalah dengan cara merencanakan jumlah anak. Perencanaan jumlah anak dapat dilakukan dengan menggunakan alat/cara KB. Tujuan program keluarga berencana oleh pemerintah adalah agar keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada pertumbuhan yang seimbang. Perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan kelahiran bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya.

Gambar 7. Contraseptive Prevalency Rate (CPR) menurut Klasifikasi Wilayah, tahun 2015

Sumber : SUPAS2015

Contraceptive Prevalency Rate (CPR) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Angka Pemakaian Kontrasepsi di Sulawesi Utara cukup tinggi. Sebanyak 65,44 persen pasangan usia subur di Sulawesi utara memakai/menggunakan alat/cara KB, baik cara modern maupun cara tradisional. Cara modern yang dimaksud adalah sterilisasi wanita, sterilisasi pria, IUD/AKB/Spiral, Suntikan, Implant, Pil, Kondom, dan metode modern lainnya. Sedangkan cara tradisional yang dimaksud seperti metode menyusui, pantang berkala, senggama terputus, dan metode tradisional lainnya.

Di Sulawesi Utara, persentase pasangan usia subur di daerah perdesaan yang menggunakan kontrasepsi lebih banyak jika dibandingkan daerah perkotaan. Di daerah perdesaan sekitar 69,08 persen, sedangkan diperkotaan hanya sekitar 61,52 persen. Hal tersebut mungkin terjadi karena penduduk perkotaan cenderung lebih tinggi tingkat pendidikannya sehingga

Kota Desa Kota+Desa

61,52

69,08

65,44

(43)

pengetahuan tentang efek samping alat KB lebih baik. Pada akhirnya akan lebih selektif dalam memilih alat KB yang akan digunakan.

Jika diamati menurut Kabupaten/Kota, CPR tertinggi adalah Kabupaten Minahasa. Kemudian wilayah dengan CPR tertinggi kedua adalah Kabupaten Minahasa Tenggara. Berturut-turut CPR kedua wilayah tersebut adalah 72,67 persen dan 71,98 persen. Sedangkan 2 wilayah dengan CPR terendah adalah Kota Bitung dan Kabupaten Kepulauan Talaud. CPR kedua wilayah tersebut berturut-turut adalah 57,74 persen dan 57,82 persen.

Sudah disebutkan diatas bahwa Kabupaten Kepulauan Sangihe memiliki indikator fertilitas yang relatif lebih baik dibandingkan wilayah lain, seperti rata-rata usia perkawinan pertama dan persentase wanita yang menikah dini. Tetapi jika dilihat dari CPR-nya, terlihat kontradiktif. CPR Kabupaten Kepulauan Sangihe hanya sebesar 61,78 persen.

Tabel 3.2.1. Contraseptive Prevalency Rate (CPR) menurut Kabupaten/Kota, tahun 2015

Kabupaten/Kota Alat/cara KB

Modern Tradisional

(1) (2) (3)

[7101] Bolaang Mongondow 70,26 0,70

[7102] Minahasa 71,02 1,65

[7103] Kepulauan Sangihe 61,28 0,50

[7104] Kepulauan Talaud 57,14 0,68

[7105] Minahasa Selatan 68,45 0,77

[7106] Minahasa Utara 64,90 1,13

[7107] Bolaang Mongondow Utara 66,97 0,74

[7108] Siau Tagulandang Biaro 67,05 0,59

[7109] Minahasa Tenggara 71,02 0,96

[7110] Bolaang Mongondow Selatan 69,49 0,61

[7111] Bolaang Mongondow Timur 64,90 0,08

[7171] Manado 57,39 2,09

[7172] Bitung 57,27 0,47

[7173] Tomohon 62,09 0,63

[7174] Kotamobagu 63,63 0,26

[7100] Sulawesi Utara 64,40 1,04

Sumber : SUPAS2015

(44)

Perempuan Usia Subur yang pernah Kawin di Sulawesi Utara lebih memilih cara suntik sebagai alat/cara KB-nya yaitu sebanyak 47,01 persen. Pilihan kedua pengguna alat/cara KB di Sulawesi utara adalah Pil KB yaitu sebanyak 23,41 persen. Alat/cara KB MOW, MOP dan Kondom hanya sedikit digunakan oleh pasangan usia subur Sulawesi Utara. Di Sulawesi Utara, juga masih ada 1,59 persen pasangan usia subur yang menggunakan alat / cara KB tradisional. Kebanyakan pengguna alat/cara KB tradisional ini menggunakan cara pantang berkala.

Tabel 3.2.2. Persentase Perempuan Usia Subur Pernah Kawin berumur 15-49 tahun yang Menggunakan Alat/Cara KB menurut jenis Alat/Cara KB dan Klasifikasi Wilayah, tahun

2015

Metode Tradisional Lainnya 0,52 0,36 0,43

Jumlah 100,00 100,00 100,00

Sumber : SUPAS2015

Persentase perempuan usia subur yang menggunakan alat/cara KB modern di perdesaan lebih banyak dibandingkan dengan perkotaan. Pengguna alat/cara KB Modern di perdesaan sebesar 98,94 persen, di perkotaan sebesar 97,77 persen. Perbedaannya tidak terlalu besar. Sebaliknya, perempuan yang menggunakan alat/cara KB tradisional di perkotaan persentasenya lebih besar dibandingkan perdesaan. Persentase di perkotaan sebesar 2,23 persen, di perdesaan sebesar 1,06 persen.

(45)

Tabel 3.2.3. Persentase Perempuan Usia Subur yang Pernah Kawin dan Tidak Menggunakan Alat/Cara KB menurut Karakteristik, tahun 2015

Karakteristik

Alasan Tidak Menggunakan Alat/Cara KB

Alasan

Sumber : SUPAS2015

Data SUPAS2015 juga menunjukkan 64,18 persen penduduk perempuan pernah kawin yang berusia antara 15 – 49 tahun yang tidak menggunakan alat/cara KB, mempunyai alasan fertilitas. Alasan fertilitas yang dimaksud antara lain jarang bertemu dengan pasangannya, menopause, tidak dapat hamil, baru saja melahirkan, menyusui, kepercayaan, dan ingin punya anak lagi. 13,89 persennya beralasan karena sudah cerai/pisah dengan pasangannya.Ada juga yang beralasan karena faktor alat/cara KB nya, yaitu sebesar 15,67 persen. Faktor alat/cara KB yang dimaksud antara lain karena takut efek samping, alasan kesehatan, tidak nyaman, takut menjadi kurus/gemuk, alat/cara KB yang dipilih terlalu mahal.

Dari berbagai karakteristik yang ada, alasan fertilitas merupakan alasan utama perempuan Sulawesi utara untuk tidak memakai KB. Baik di kelompok anak masih hidup, kelompok umur, maupun wilayah perkotaan dan perdesaan. Akan tetapi, jika alasan fertilitas ini di breakdown lagi,

(46)

maka akan muncul beberapa fakta menarik. 48 persen perempuan tidak ber-KB yang mempunyai kurang dari 3 anak masih hidup beralasan masih ingin punya anak lagi. Semakin bertambah jumlah anak, persentase tersebut semakin kecil. Persentase perempuan di wilayah perdesaan lebih banyak yang beralasan masih ingin punya anak lagi dibandingkan perkotaan. Semakin bertambahnya umur perempuan Sulawesi Utara yang tidak memakai KB, maka semakin kecil persentase alasan ingin punya anak lagi. Hal itu menandakan semakin bertambahnya umur, maka semakin kecil keinginan untuk punya anak lagi. Sebaliknya, persentase yang mempunyai alasan karena menopause semakin banyak seiring bertambahnya umur perempuan.

(47)
(48)

MOBILITAS PENDUDUK

(49)

BAB 4

Mobilitas Penduduk

4.1 Migrasi Risen

Migrasi Risen menangkap perbedaan tempat tinggal sekarang dengan tempat tinggal lima tahun yang lalu dari seseorang. Migrasi risen lebih menggambarkan fenomena perpindahan terkini, sehingga banyak studi atau penelitian yang menggunakan jenis ukuran migrasi ini.

Tabel 4.1.1. Jumlah dan Angka Migrasi Masuk, Keluar, Neto Risen menurut Kabupaten/Kota, tahun 2015

Kabupaten/Kota Jumlah Migran Risen Angka Migrasi Risen

Masuk Keluar Neto Masuk Keluar Neto

Sumber : SUPAS2015

(50)

Angka migrasi risen neto Sulawesi Utara menunjukkan angka negatif, tepatnya -1,04. Ada pengurangan sekitar 1 setiap 1000 penduduk, atau lebih banyak penduduk yang bermigrasi risen keluar dibandingkan migrasi risen masuk. Migrasi risen masuk sebesar 15,19. Hal tersebut berarti bahwa dari 1000 penduduk Sulawesi utara terdapat 15 penduduk yang berasal dari provinsi lain 5 tahun yang lalu, atau dengan kata lain, penduduk tersebut pernah tinggal di provinsi lain 5 tahun yang lalu. Penduduk tersebut belum bisa disebut sebagai penduduk pendatang. Karena ada juga penduduk asli Sulawesi Utara yang memang 5 tahun yang lalu bekerja/sekolah di provinsi lain, atau merantau. Sebaliknya, migrasi risen keluar sebesar 16,23. Artinya, 5 tahun yang lalu bertempat tinggal di Sulawesi Utara, tetapi saat ini sudah di luar Sulawesi Utara.

Gambar 8. Persentase Penduduk Bermigrasi Risen Masuk Sulawesi Utara menurut Tempat Tinggal 5 Tahun yang Lalu, tahun 2015

Sumber : SUPAS2015

Penduduk yang bermigrasi risen masuk Sulawesi Utara sebagian besar berasal dari provinsi-provinsi di pulau Sulawesi, yaitu sebesar 37,08 persen. Persentase terbesar kedua adalah pulau Jawa, sebesar 26,39 persen. Ada juga penduduk yang tempat tinggal 5 tahun lalunya di pulau Maluku/Papua, Kalimantan, Sumatera, Bali/Nusa Tenggara, dan bahkan Luar negeri.

(51)

Gambar 9. Persentase Penduduk Bermigrasi Risen Keluar Sulawesi Utara menurut Tempat Tinggal Saat ini, tahun 2015

Sumber : SUPAS2015

Provinsi-provinsi di Pulau Sulawesi (selain Sulawesi Utara) merupakan tempat tujuan yang mempunyai persentase penduduk yang bermigrasi risen keluar terbesar, yaitu sebesar 38,36 persen. Tempat tujuan terbanyak kedua adalah Maluku dan Papua, sebesar 24,34 persen. Selanjutnya adalah Jawa, bali dan Nusa Tenggara, Sumatera, dan Kalimantan berturut-turut memiliki persentase 19,71 persen, 7,90 persen, 6,28 persen, dan 3,42 persen.

Ada 6 Kabupaten/Kota yang memiliki angka migrasi risen neto negatif, yaitu Bolaang Mongondow, Kepulauan Sangihe, Minahasa Selatan, Bolaang Mongondow Utara, Manado, dan Kotamobagu. Hal tersebut merupakan faktor pengurang jumlah penduduk jika kelahiran di kabupaten/kota tidak lebih banyak dibanding pengurangan penduduk akibat migrasi. Kota Manado memiliki angka migrasi risen neto negative terbesar, angkanya mencapai -37,16. Berarti jumlah penduduk Manado berkurang 37 setiap 1000 orang.

(52)

Gambar 10. Persentase Penduduk Bermigrasi Risen Keluar Manado menurut Tempat Tinggal Saat ini, tahun 2015

Sumber : SUPAS2015

Angka migrasi neto Kota Manado yang negatif juga mengindikasikan adanya migrasi keluar yang lebih banyak dibandingkan dengan migrasi masuk. Berdasarkan data SUPAS2015, 66,66 persen penduduk Manado yang 5 tahun lalu tinggal di Manado pada tahun 2015 sudah tinggal di daerah luar provinsi Sulawesi Utara. 10, 42 persennya pindah ke Minahasa, dan 7,08 persennya pindah ke Minahasa Utara. Perpindahan penduduk dari Manado ke Minahasa dan Minahasa Utara ini juga merupakan salah satu alasan positifnya angka migrasi risen neto di kedua kabupaten tersebut.

Diantara penduduk yang ber-migrasi risen masuk di Sulawesi Utara, 51,81 persennya merupakan laki-laki dan 48,19 persennya perempuan. Penduduk yang berstatus kawin/hidup bersama memiliki persentase yang paling banyak jika dilihat dari status perkawinan penduduk yang melakukan migrasi risen masuk. Sedangkan jika dilihat berdasarkan ijazah tertinggi, penduduk yang mempunyai ijazah SMA/sederajat lah yang memiliki persentase terbanyak.

(53)

Tabel 4.1.2. Karakteristik Penduduk 5 tahun ke atas, yang Melakukan Migrasi Risen Masuk, 2015

Karakteristik Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

Status Perkawinan

Belum Kawin

Kawin / Hidup Bersama

Cerai Hidup / Pisah / Cerai Mati

Hubungan dengan Kepala Rumah Tangga

Kepala Rumah Tangga Istri / Suami / Pasangan

Anak Kandung / Tiri / Adopsi / Menantu Cucu

Sumber : SUPAS2015

(54)

Tabel 4.1.3 menunjukkan persentase penduduk migran risen masuk berdasarkan kelompok umur. Terlihat bahwa semakin tua penduduk, maka semakin kecil juga persentasenya. Persentase tertinggi berada pada kelompok umur 20 – 24 tahun, yaitu sebanyak 20,32 persen.

Tabel 4.1.3. Penduduk 5 tahun ke atas yang Melakukan Migrasi Risen Masuk menurut Kelompok Umur, 2015

Kelompok Umur Persentase

5 - 9 10,18 Sulawesi Utara berusia 5 tahun ke atas melakukan migrasi komuter. Artinya penduduk tersebut mempunyai kegiatan lain seperti bekerja, sekolah, ataupun kursus di luar kabupaten/kota tempat tinggalnya.

(55)

Tabel 4.2.1. Migrasi Komuter menurut Kabupaten/Kota, tahun 2015

Kabupaten/Kota Migrasi

Komuter

(1) (2)

[7101] Bolaang Mongondow 1,15

[7102] Minahasa 5,44

[7103] Kepulauan Sangihe 0,00

[7104] Kepulauan Talaud 0,00

[7105] Minahasa Selatan 0,06

[7106] Minahasa Utara 7,40

[7107] Bolaang Mongondow Utara 0,10

[7108] Siau Tagulandang Biaro 0,00

[7109] Minahasa Tenggara 0,14

[7110] Bolaang Mongondow Selatan 0,28 [7111] Bolaang Mongondow Timur 1,64

[7171] Manado 0,79

[7172] Bitung 1,02

[7173] Tomohon 4,09

[7174] Kotamobagu 4,66

[7100] Sulawesi Utara 2,17

Sumber : SUPAS2015

Penduduk Kabupaten Minahasa Utara terpantau yang paling banyak mempunyai aktifitas bekerja/sekolah/kursus di luar kota. Sebanyak 7,4 persen penduduknya bermigrasi komuter. Penduduk Kabupaten Minahasa Utara yang melakukan komuter paling banyak bertujuan ke Kota Manado, sebesar 75,78 persen. Ada juga yang melakukan komuter ke Kota Bitung (17,11 persen), Kabupaten Minahasa (2,96 persen), Kabupaten Boloaang Mongondow (2,93 persen), Kabupaten Minahasa Selatan (0,88 persen), dan Kota Tomohon (0,37 persen). Kota Manado yang merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Utara memiliki sedikit penduduk yang melakukan komuter karena umumnya Kota Manado merupakan tujuan komuter dari berbagai daerah.

(56)

Pelaku komuter paling banyak kedua setelah Kabupaten Minahasa Utara adalah Kabupaten Minahasa. 5,44 persen penduduk Minahasa melakukan migrasi komuter. Lebih dari ¾ penduduk Minahasa yang melakukan komuter menjadikan Kota Manado sebagai tujuannya. 79,0 persen penduduk Minahasa yang melakukan komuter bekerja/sekolah/ kursus di Kota Manado. Hal itu terjadi karena jarak antara Manado dan Minahasa yang relatif dekat. Perjalanan Minahasa – Manado dapat ditempuh dalam waktu 1 jam perjalanan saja.

Gambar 11. Persentase Penduduk yang 5 Tahun yang Lalu Bertempat Tingal di Luar Sulawesi Utara Menurut Klasifikasi Wilayah, tahun 2015

Sumber : SUPAS2015

Jika dilihat dari tipologi wilayah perkotaan dan perdesaan, penduduk perkotaan lebih banyak yang melakukan komuter dibandingkan penduduk perdesaan. Sebanyak 2,94 persen penduduk perkotaan melakukan migrasi komuter. Sedangkan di perdesaan, 1,43 penduduknya yang melakukan migrasi komuter. Hal itu dirasa sangat wajar karena kebanyakan penduduk perdesaan merupakan petani yang lahannya berada tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Kota Desa Kota+Desa

2,94

1,43

2,17

(57)

Tabel 4.2.2. Karakteristik Penduduk 5 tahun ke atas, yang Melakukan Komuter, 2015

Karakteristik Persentase (%)

Jenis Kelamin

Sumber : SUPAS2015

Berdasarkan jenis kelamin, penduduk yang melakukan komuter di Sulawesi Utara di dominasi oleh laki-laki, yaitu sebesar 66,25 persen. sedangkan wanita yang melakukan komuter hanya 33,75 persen. 3/4 penduduk yang komuter mempunyai tujuan bekerja, sedangkan sisanya bertujuan untuk sekolah. Di Sulawesi Utara ini tidak ada penduduk yang melakukan komuter dengan tujuan untuk kursus di kabupaten/kota lain.

(58)

- Halaman ini sengaja dikosongkan -

(59)
(60)
(61)

Bab 5

Kesulitan Fungsional

Pengertian penyandang disabilitas yang dalam percakapan sehari-hari disebut sebagai orang cacat, sering dianggap sebagai warga masyarakat yang tidak produktif, tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sehingga hak-haknya pun diabaikan. “Disabilitas” adalah sebuah konsep yang menjelaskan hasil dari interaksi di antara individu-individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau mental/intelektual dengan sikap dan lingkungan yang menjadi penghambat kemampuan mereka berpartisipasi di masyarakat secara penuh dan sama dengan orang-orang lainnya.

Pengakuan ini secara tidak langsung menyatakan bahwa persoalan hambatan berpartisipasi harus menjadi tanggung jawab masyarakat dan negara juga. Sikap masyarakat dan kebijakan pemerintah yang mengakomodasi prinsip HAM non-diskriminasi, kesetaraan serta

kesempatan yang sama dan mengakui adanya keterbatasan yang dapat diatasi jika diupayakan aksesibilitas fisik dan non-fisik merupakan faktor penting dalam mengatasi kondisi yang disebut

“disabilitas”. Peningkatan kesadaran masyarakat dan tanggung jawab negara untuk mengatasi

disabilitas menjadi tugas penting dari komunitas bangsa-bangsa di dunia sehingga setiap orang, terlepas dari jenis dan keparahan kecacatan (impairment) yang dimiliki mampu menikmati hak-hak mereka yang paling hakiki.

Pada bab ini dimaksudkan untuk memotret situasi umum yang dihadapi oleh penyandang disabilitas di Provinsi Sulawesi Utara.

5.1 Penyandang Disabilitas: Siapa dan Berapa Besar Jumlahnya

Gambar 12 menunjukkan dari 8 (delapan) jenis kesulitan, tiga terbesar kesulitan yang dialami penduduk 10 tahun ke atas menurut jenisnya yaitu kesulitan melihat (15,17 persen), berjalan atau naik tangga (3,99 persen) dan mendengar (3,35 persen). Sedangkan kesulitan mengurus diri sendiri yang paling sedikit dialami yaitu hanya sebesar 1,03 persen.

Dilihat berdasarkan kelompok umur pada tabel 5.1.1, maka kejadian disabilitas paling banyak terjadi pada kelompok umur tua (60 tahun ke atas). Persentase penduduk 60 tahun yang mengalami kesulitan melihat sebesar 44,83 persen, kesulitan berjalan atau naik tangga sebesar 59,83 persen dan kesulitan mendengar sebesar 70,02 persen.

(62)

Semakin lanjut usia seseorang maka semakin lemah kondisi tubuh sehingga kondisi organ tubuh juga ikut melemah dan lebih rentan mengalami gangguan.

Gambar 12.Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Disabilitas Menurut Jenis Disabilitas, 2015

Sumber: SUPAS 2015

Tabel 5.1.1. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Kelompok Umur dan Tiga Disabilitas Terbesar, 2015

Kelompok Umur

Tiga Disabilitas Terbesar

Melihat Berjalan atau Naik Tangga Mendengar

10-14 0,83 1,84 0,64

Total 100,00 100,00 100,00

Sumber: SUPAS 2015 Gangguan Perilaku dan atau Emosional Mengingat atau Berkonsentrasi Mendengar Berjalan atau Naik Tangga Melihat

(63)

Gambar 13. Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Disabilitas Terbesar Menurut Kabupaten, 2015

Sumber: SUPAS 2015

Pada gambar 13 terlihat, dua kabupaten di daerah kepulauan (Kepulauan Sitaro dan Kepulauan Sangihe) berturut-turut menempati posisi teratas kabupaten dengan persentase penduduk 10 tahun ke atas yang mengalami disabilitas terbesar yaitu 31,92 persen dan 31,00 persen diikuti Kabupaten Minahasa Utara sebesar 27,47 persen. Hanya dua kabupaten/kota dengan persentase cukup rendah di bawah 10 persen yaitu Kota Kotamobagu (5,68 persen) dan Bolaang Mongondow Selatan (7,10 persen).

5.2 Kesulitan Melihat

Kesulitan melihat merupakan kesulitan yang paling banyak dialami oleh penduduk. Tiga kabupaten/kotadengan persentase terbesar berturut-turut yaitu Kabupaten Kep. Sangihe (19,06 persen), Kabupaten Kep. Sitaro (19,03 persen) dan Kabupaten Minahasa Utara (16,38 persen). Sementara itu hanya 2 (dua) kabupaten/kota dengan persentase cukup rendah di bawah 5 (lima) persen yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (3,38 persen) dan Kota Kotamobagu (2,84 persen).

(64)

Gambar 14. Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan Melihat Menurut Kabupaten/Kota, 2015

Sumber: SUPAS 2015

Jika dilihat menurut jenis kelamin, persentase penduduk perempuan yang mengalami disabilitas penglihatan lebih tinggi dibanding penduduk laki-laki yaitu 11,25 persen berbanding 8,46 persen. Hal yang sama terjadi juga di kabupaten/kota, persentase penduduk perempuan yang mengalami kesulitan melihat lebih tinggi dibanding penduduk laki-laki. Perempuan di Kabupaten Sangihe, menempati urutan pertama yang mengalami disabilitas yaitu sebesar 22,29 persen sedangkan Kota Kotamobagu berada di urutan terakhir yaitu sebesar 3,39 persen. Untuk penduduk laki-laki, Kabupaten Sitaro menempati urutan teratas dengan persentase sebesar 16,01 persen sedangkan Kota Kotamobagu menempati posisi akhir dengan persentase sebesar 2,31 persen.

Menurut jenis kelamin, juga terlihat bahwa hanya ada dua kabupaten/kota dengan persentase penduduk disabilitas cukup rendah di bawah 5 (lima) persen yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan dan Kota Kotamobagu.

2,84

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00

(65)

Tabel 5.2.1. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan Melihat Menurut Kabupaten/kota danJenis Kelamin, 2015

Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan

Bolaang Mongondow 7,14 8,83

Minahasa 6,48 8,32

Kep. Sangihe 15,87 22,29

Kep. Talaud 10,81 14,75

Minahasa Selatan 10,62 14,90

Minahasa Utara 14,50 18,33

Bolaang Mongondow Utara 11,00 14,19

Kep. Sitaro 16,01 21,97

Minahasa Tenggara 11,46 13,24

Bolaang Mongondow Selatan 3,01 3,80

Bolaang Mongondow Timur 5,75 8,02

Kota Manado 6,48 8,56

Kota Bitung 6,16 7,99

Kota Tomohon 5,64 9,62

Kota Kotamobagu 2,31 3,39

Sulawesi Utara 8,46 11,25

Sumber: SUPAS 2015

Menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan, penduduk di perkotaan yang mengalami disabilitas mayoritas berpendidikan tamat SMA dengan persentase sebesar 32,44 persen (laki-laki) dan 29,56 persen (perempuan)sedangkan di perdesaan mayoritas beperndidikan SD dengan persentase 33,86 persen (laki-laki) dan 33,32 persen (perempuan).

Gambar

Gambar 1. Persentase Penduduk Sulawesi Utara Menurut Kabupaten/Kota, tahun 2015
Gambar 2. Piramida Penduduk Sulawesi Utara, tahun 2015
Tabel 2.2.2. Persentase Penduduk Provinsi Sulawesi Utara menurut Kabupaten/Kota dan
Gambar 4. Persentase Penduduk Lanjut Usia (60 tahun ke atas) menurut Kabupaten/Kota,  tahun 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selama dasawarsa terakhir ini kondisi iklim tidak menentu, khususnya saat jumlah dan distribusi curah hujan yang turun pada awal musim kemarau berlebihan sehingga lahan sawah

ANGGOTA RUMAH TANGGA (ART) adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu rumah tangga, baik yang sedang berada di rumah pada waktu pendaftaran maupun yang

Jika dilihat dari jarak ke penampungan terakhir, maka persentase rumah tangga yang tinggal di rumah dengan jarak ke penampungan terakhir dari 0 – 10 m pada tahun 2011 di Kabupaten

Data pemanfaatan POD/WOD menurut karakteristik rumah tangga tersaji pada Tabel 3.150 Persentase rumah tangga yang memanfaatkan POD/WOD lebih banyak di perkotaan

Tabel 3.8.1.8 Persentase Jenis Pelayanan Posyandu/Poskesdes yang Diterima RT dalam 3 Bulan Terakhir menurut Karakteristik Rumahtangga di Provinsi Sulawesi Utara, Riskesdas

Dampak dari fenomena musim yang tidak menentu yang dialami masyarakat Desa Nenas secara langsung pada diatas merupakan dampak dari curah hujan yang tinggi dan

Pemerintah Kabupaten dapat membuat kebijakan untuk menambah pagu RASKIN bagi rumah tangga yang dianggap miskin dan tidak termasuk dalam data RTS-PM untuk program RASKIN 2015 dari

Gambar 3.19 menjelaskan, berdasarkan kajian yang dilakukan Pokja AMPL kabupaten Bolaang Mongondow dengan jumlah responden 1600 rumah tangga, yang tersebar di 40