• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang menyebabkan

meningkatnya keperluan akan tersedianya tanah dan atau bangunan. Mengingat

pentingnya tanah dan atau bangunan tersebut dalam kehidupan, maka sudah

sewajarnya jika orang pribadi atau badan hukum yang mendapatkan nilai ekonomis

serta manfaat dari tanah dan atau bangunan karena adanya perolehan hak atas tanah

dan atau bangunan dikenakan pajak oleh Negara.

Dalam Negara Republik Indonesia Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar

1945 ini merupakan dasar hukum secara konstitusional dari sistem pemungutan pajak

di Indonesia. Semua pajak yang diberlakukan di Indonesia harus berdasarkan

undang-undang, sehingga pemungutan pajak di Indonesia mempunyai dasar hukum yang

menjamin keadilan dan kepastian hukumnya, karena semua pajak ditetapkan oleh

Dewan Perwakilan Rakyat disahkan oleh Presiden Republik Indonesia.

Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh

yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan yang berlaku dengan tidak

(2)

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara

untuk menyelenggarakan pemerintahan.1

Seiring dengan perkembangan zaman, pajak telah menjadi primadona sebagai

sektor yang memberikan penerimaan terbesar bagi Negara serta merupakan salah satu

sumber dana utama dalam melakukan pembangunan termasuk di Negara Indonesia

tercinta ini. Hal ini dapat dilihat dari anggaran penerimaan dan belanja Negara

(APBN) setiap tahunnya.

Besarnya penerimaan yang diberikan oleh pajak sebagai sumber dana dalam

pembangunan nasional, maka tentunya perlu lebih digali lagi potensi pajak yang ada

dalam masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi perekonomian serta

perkembangan bangsa ini.

Salah satu sumber potensi pajak yang patut digali sesuai situasi dan kondisi

perekonomian serta perkembangan pembangunan bangsa sekarang ini adalah jenis

Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).2

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya disebut BPHTB)

adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah atau bangunan yaitu

perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan

atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

1 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Elementer Konsep Dasar Perpajakan Indonesia, Edisi I, Cet. I (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), hal. 32.

(3)

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan salah

satu pajak obyektif atau pajak kebendaan dimana pajak terutang didasarkan

pertama-tama pada apa yang menjadi obyek pajak baru kemudian memperhatikan siapa yang

menjadi subjek pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya

disebut BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan ha katas tanah atau

bangunan yaitu perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya ha

katas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton3 mengatakan bahwa Obyek dari Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah perolehan hak atas tanah

dan atau bangunan yang dapat berupa tanah (termasuk tanaman di atasnya), tanah dan

bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan terjadi karena adanya peralihan

hak yang meliputi peristiwa hukum dan perbuatan hukum yang terjadi antara orang

atau badan hukum sebagai subyek hukum oleh Undang-Undang dan perturan hukum

yang berlaku diberikan kewenangan untuk memiliki hak atas tanah dan bangunan.

Agar menjamin kepastian hukum terjadinya peralihan hak atas tanah dan

bangunan, maka transaksi tersebut dilakukan dihadapan Notaris sebagai pejabat

umum yang berwenang membuat akta otentik. Menurut Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris adalah pejabat umum yang

3

(4)

berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam undang-undang ini.4

Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memberikan penjelasan

mengenai akta peralihan hak serta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi para

pihak, diantaranya yaitu menunjukkan asli surat pembayaran pajak yang terutang

karenanya yakni Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau

Bangunan.

Penyetoran Pajak BPHTB itu merupakan kewenangan dari wajib pajak bukan

Notaris, akan tetapi Notaris dapat menyetorkan pajak BPHTB sebagai orang yang

dipercaya oleh nasabahnya. Notaris sebagai pejabat secara tidak langsung

mengurangi beban tugas fiskus untuk mebantu menghitung besarnya pajak BPHTB

yang terutang, serta dapat pula membantu wajib pajak untuk menghitung dan

menyetorkan pajak yang terutang.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris

sebagai pejabat umum tidak mempunyai wewenang untuk menyetorkan pajak

BPHTB. Yang menjadi kewenangan Notaris dalam menjalankan profesinya adalah :

1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian

dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, smeuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

2. Notaris berwenang pula :

4

(5)

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan dengan mendaftar dalam

buku khusus.

c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

d. Melakukan pengesahan kecocokan dan fotokopi dengan surat aslinya

e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta

f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan

g. Membuat akta risalah lelang5

Pada kasus Putusan Nomor 2601/Pid.B/2003/pn.Mdn, bahwa pihak pembeli

dan penjual meminta Notaris tersebut untuk membayar pajak penghasilan dan pajak

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Pihak Pembeli dan Penjual telah

menitipkan pembayaran pajak penghasilan dan pajak BPHTB tersebut kepada Notaris

dengan menyerahkan 1 lembar cek No. C.114577 dari Bank M dengan nominal Rp.

660.000.000,-. Bahwa pembeli dan penjual sepakat untuk menitipkan pembayaran

BPHTB dan PPh kepada Notaris karena Notaris tersebut menyatakan

kesanggupannya untuk mengurus sertifikat tersebut. Maka seluruh biaya-biaya untuk

setoran BPHTB yang merupakan tanggungan pembeli dan setoran PPh yang

merupakan tanggungan penjual dan pengurusan di BPN diserahkan kepada Notaris

tersebut. Setelah cek diterima oleh Notaris, keesokan harinya Notaris tersebut

mencairkan cek tersebut ke Bank MDS Medan, akan tetapi setelah cek dicairkan

terdakwa tidak membayarkan pajak-pajak yang berhubungan dengan proses peralihan

/ balik nama sertifikat, akan tetapi terdakwa meminta anak buahnya menurunkan

5

(6)

/mengecilkan nilai BPHTB dan PPH, selanjutnya anak buahnya membuat Surat

Setoran BPHTB, SSP Final dan SPPT PBB Fiktif.

Penyetoran pajak BPHTB itu merupakan kewenangan dari wajib pajak bukan

Notaris, akan tetapi pada kasus ini wajib pajak menitipkan pembayaran pajak PPH

dan BPHTB kepada notaris tersebut untuk disetorkan, namun dalam hal ini Notaris

tersebut tidak menyetorkan pajak PPH dan BPHTB yang dititipkan oleh wajib pajak

tersebut.

Tindakan notaris disini selaku pejabat umum telah melanggar kode etik

notaris karena tidak membayarkan pajak yang dititipkan oleh nasabahny, yang

kemudian pada akhirnya notaris tersebut melakukan tindakan penggelapan pajak

dengan menerbitkan Surat Setoran BPHTB Fiktif, SSP Final Fiktif dan SPPT PBB

Fiktif. Perbuatan Notaris tersebut diduga telah melakukan pelanggaran berat dan telah

melakukan tindakan yang menyimpang dari kode etik notaris dan telah melanggar

sumpah jabatan notaris dimana notaris berjanji akan menjalankan tugasnya dengan

jujur, seksama dan tidak berpihak serta akan mentaati dengan seteliti-telitinya semua

peraturan –peraturan jabatan notaris yang sedang berlaku atau yang akan diadakan

dan merahasiakan serapat-rapatnya isi akta-akta selaras dengan ketentuan-ketentuan.6

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya

disingkat UUJN) dan Kode Etik Profesi dalam menjalankan jabatannya Notaris

diminta selalu berpedoman pada Kode Etik Profesi. Kode Etik dipahami sebagai

norma dan peraturan mengenai etika baik yang tertulis maupun tidak tertulis dari

6

(7)

suatu profesi yang dinyatakan oleh organisasi profesi yang fungsinya sebagai

pengingat berperilaku bagi para anggota organisasi profesi.

Organisasi Profesi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI) telah

membentuk Kode Etik Profesi yaitu Kode Etik INI. Kode Etik INI bagi para Notaris

hanya sampai pada tatanan sanksi moral dan administratif.7 Notaris dalam melakukan

tugas jabatannya harus penuh tanggung jawab dengan menghayati keseluruhan

martabat jabatannya dan dengan keterampilannya melayani kepentingan masyarakat

yang meminta jasanya dengan selalu mengindahkan ketentuan undang-undang, etika,

ketertiban umum dan berbahasa Indonesia yang baik.

Notaris selaku pejabat umum dituntut untuk selalu bekerja secara professional

dengan menguasai seluk beluk profesinya menjalankan tugasnya, Notaris harus

menyadari kewajibannya bekerja mandiri, jujur, tidak memihak dan penuh rasa

tanggung jawab serta secara professional.8

Notaris sebagai pejabat umum yang tugasnya melayani masyarakat

diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan hukum nasional

dituntut untuk memiliki moral yang tinggi. Nilai moral merupakan kekuatan yang

mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena itu Notaris dituntut untuk

memiliki nilai moral yang kuat.

7

Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa Datang, Jakarta, PT. Gramedia, 2008, hal 93-94

8

(8)

Dengan adanya moral yang tinggi tersebut Notaris tidak akan

menyalahgunakan wewenang yang ada padanya, Notaris akan dapat menjaga

martabatnya sebagai seorang pejabat umum yang ikut melaksanakan kewibawaan

pemerintah.

Moralitas akan tercapai apabila kita menaati hukum lahiriah bukan lantaran

hal itu membawa akibat yang menguntungkan kita atau lantaran takut pada kuasa

sang pemberi hukum melainkan kita sendiri menyadari bahwa hukum itu merupakan

kewajiban kita.9 Frans Magnis Suseno mengemukakan 5 (lima) criteria moral yang

mendasari kepribadian profesional hukum, yaitu sebagai berikut :

1. Kejujuran, kejujuran merupakan dasar utama. Tanpa kejujuran maka

professional hukum mengingkari misi profesinya. Seorang Notaris harus jujur tidak hanya pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Notaris harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak member janji-janji agar klien tetap memakai jasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang Notaris.

2. Autentik, autentik artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan

keasliannya, kepribadian yang sebenarnya dan tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat.

3. Bertanggung jawab, Seorang Notaris harus bertanggung jawab dalam

melaksanakan tugasnya, bertindak secara professional tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara Cuma-Cuma.

4. Kemandirian moral, artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah

mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri dan menyesesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama

5. Keberanian moral, artinya kesediaan terhadap suatu hati nurani yang

menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik, menolak segala bentuk korupsi, menolak segala bentuk jalan belakang yang tidak sah.

Dengan keberadaan tersebut sudah seharusnya kinerja profesi Notaris tersebut

diawasi dan dipantau agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan. Menurut Pasal

9

(9)

1 ayat (1) Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman

Republik Indonesia Nomor KMA/006/SKB/1987 dan Nomor M.04.PR.08.05 tahun

1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris,

menyebutkan bahwa :

“Pengawasan adalah kegiatan administrasi yang bersifat preventif dan represif oleh Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman yang bertujuan untuk menjaga agar para Notaris dalam menjalankan profesinya tidak mengabaikan keluhuran martabat atau tugas jabatannya, tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku, tidak melanggar sumpah jabatan dan tidak

melanggar norma kode etik profesinya.10

Pengawasan terhadap Notaris adalah sangat penting, mengingat bahwa

Notaris dalam menjalankan suatu fungsi sosial yang sangat penting, karena tugas

Notaris mengatur secara tertulis dan otentik hubungan - hubungan hukum antara para

pihak secara mufakat meminta jasa-jasa Notaris.

Tujuan dari pengawasan agar para Notaris ketika menjalankan tugas

jabatannya memenuhi semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas

jabatannya, demi untuk pengamanan dari kepentingan masyarakat, karena Notaris

diangkat bukan untuk kepentingan diri Notaris sendiri tapi untuk kepentingan

masyarakat yang dilayaninya.11

10

Liliana Tedjosaputra, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003, hal. 86

11

(10)

Pada dasarnya yang mempunyai wewenang12 melakukan pengawasan dan

pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang

dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris. Majelis

Pengawas berjumlah 9 (Sembilan) orang, terdiri atas unsur :

a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang

b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang

c. Ahli/Akademis sebanyak 3 (tiga) orang

Oleh karena itu apabila dalam suatu daerah tidak terdapat unsur instansi

pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka keanggotaan dalam

Majelis Pengawas dapat diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.

Pengawasan terhadap Notaris tidak hanya dalam pelaksanaan jabatan Notaris

akan tetapi perilaku Notaris juga harus diawasi Majelis Pengawas, misalnya

melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan norma agama, norma

kesusilaan dan norma adat dan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan

martabat Notaris. Apabila Notaris terbukti melakukan hal-hal tersebut maka dapat

dijadikan dasar untuk memberhentikan Notaris dari jabatannya oleh Menteri

berdasarkan laporan dari Majelis Pengawas.

12

(11)

Oleh karena itu tujuan dalam penelitian ini, peneliti ingin menyumbangkan

pemikiran-pemikiran dalam bidang hukum khususnya mengenai perbuatan notaris

dalam jabatannya.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam proposal ini adalah :

1. Bagaimana tanggung jawab notaris yang menerima penitipan pembayaran

BPHTB, dan Notaris tersebut tidak menyetorkan pajak BPHTB yang dititipkan

kepadanya?

2. Bagaimana akibat hukum apabila seorang Notaris tidak membayarkan BPHTB

yang dititipkan kepadanya?

3. Bagaimana kewenangan hukum Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam

pengawasan Notaris?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris yang menerima penitipan pembayaran

BPHTB dan tidak menyetorkan pajak BPHTB yang dititipkan terhadapnya

2. Untuk mengetahui akibat hukum apabila seorang Notaris tidak membayarkan

BPHTB yang dititipkan kepadanya

3. Untuk mengetahui kewenangan hukum Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam

(12)

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran

bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya

mengenai perbuatan notaris dalam jabatannya

2. Secara Praktis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang

akurat terhadap permasalahan yang diteliti.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik Perpustakaan Pusat maupun yang

ada di sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan

judul mengenai Analisis Hukum atas Pebuatan Oknum Notaris yang menerima

penitipan pembayaran BPHTB (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No.

2601/Pid.B/2003/PN.Mdn), memang pernah ada penelitian yang pernah dilakukan

oleh :

1. Serli Dwi Warmi (077011063), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera

Utara, dengan judul “Analisis yuridis atas perbuatan notaris yang menimbulkan

delik-delik pidana”. Adapun permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimana keabsahan sebuah akta yang dibuat oleh notaris yang

(13)

b. Bagaimana faktor penyebab timbulnya perbuatan notaris yang menimbulkan

delik-delik pidana?

c. Bagaimana kebijakan hukum pidana dalam upaya mengatasi perbutan notaris

yang menimbulkan delik-delik pidana dalam jabatannya?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan suatu teori yang melandasi dari pada suatu

penelitian. Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti

“perenungan”yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas.13

Jadi teori adalah seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep

yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga

menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh sutau

variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel

tersebut.14

Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan

penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan

13

Soetandyo Wignjosoebroto dalam Salman Otje dan Susanto Anton, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali (Bandung :PT. Refika Aditama,2004), halaman 21,menyebutkan bahwa teori adalah suatu konstruksi di alam cita atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai di alam pengalaman.

14

(14)

dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya

teori ini merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang

dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.15

Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans Kelsen

tentang tanggung jawab hukum.

Hans Kelsen mengemukakan :

“ Satu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Biasanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya

sendiri.”16

Seseorang dikatakan secara hukum bertanggungjawab untuk suatu perbuatan

tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang

berlawanan. Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara

tanggung jawab Notaris yang berkaitan dengan kewenangan Notaris berdasarkan

UUJN. Penyetoran pajak BPHTB itu merupakan kewenangan dari wajib pajak bukan

Notaris, namun dalam hal ini Notaris dapat menyetorkan pajak BPHTB apabila

nasabahnya menitipkan pembayaran BPHTB tersebut kepada Notaris. Jadi Notaris

disini sebagai orang yang dipercaya oleh nasabahnya untuk menyetorkan pajak

BPHTB. Jadi dalam hal ini penyetoran pajak BPHTB bukan merupakan kewenangan

daripada Notaris melainkan kewenangan dari wajib pajak itu sendiri.

15

M.Solly Lubis (I) Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80

16

(15)

Keberadaan Notaris senantiasa diperlukan masyarakat yang memerlukan

jasanya di bidang hukum. Notaris sebagai pejabat umum harus dapat selalu mengikuti

perkembangan hukum sehingga dalam memberikan jasanya kepada masyarakat,

Notaris dapat membantu memberikan jalan keluar yang dibenarkan oleh hukum

kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya.

Pembayaran BPHTB yang dititipkan oleh wajib pajak kepada Notaris untuk

disetor tidak disetorkan oleh Notaris maka perbuatan yang dilakukan oleh Notaris

tersebut dapat dikatakan telah melanggar kode etik profesi dan tindak pidana

penggelapan pajak BPHTB. Notaris tersebut dalam menjalankan tugasnya sebagai

pejabat umum tidak berpegang pada kode etik Notaris dalam undang-undang Jabatan

Notaris.

Lembaga notariat merupakan salah satu lembaga yang diperlukan masyarakat

untuk menjaga tegaknya hukum, sehingga dapat menciptakan ketertiban, keamanan

dan kepastian hukum di tengah masyarakat. Notaris dalam menjalankan jabatannya

tidak bisa berbuat sesuka hatinya, tetapi harus memperhatikan peraturan yang berlaku

baginya. Notaris harus berpegang pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode

Etik Notaris yang merupakan peraturan yang berlaku bagi profesinya.

Profesi notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang

menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani

kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik

hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa

(16)

Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang

memiliki unsur-unsur sebagi berikut :

1. Memiliki integritas moral yang mantap

2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri

3. Sadar akan batas-batas kewenangannya.

4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.17

Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya harus

memperhatikan dan tunduk pada UUJN dan Kode Etik Notaris yang merupakan

peraturan yang berlaku bagi pedoman moral dan profesi notaris.

Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab Notaris sebagai pejabat

umum dalam menjalankan jabatannya dapat dikaji dari teori kekuasaan Negara.

Dalam teori kekuasaan Negara dapat terlihat kedudukan notaris sebagai pejabat

umum dalam struktur kekuasaan Negara. Sebagai bentuk menjalankan kekuasaan

Negara maka yang diterima oleh Notaris dalam kedudukan sebagai jabatan karena

menjalankan jabatannya maka Notaris memakai lambang Negara Burung Garuda.

Dengan kedudukan diatas, maka dapat dikatakan bahwa Notaris menjalankan

sebagian kekuasaan Negara dalam bidang hukum perdata yaitu untuk melayani

kepentingan masyarakat.

Tugas profesi notaris tidak hanya berhubungan dengan standar profesi dan

etika profesi yang keduanya merupakan petunjuk umum saja, melainkan hubungan

17

(17)

positif akan berkesempatan besar untuk tampil mengambil alih perannya guna

mencegah terjadinya penyimpangan dari tugas profesinya.18 Profesi dengan etika

merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan, seseorang melaksanakan profesi dengan

mengabaikan etika profesinya akan menumbuhkan dampak yang tidak baik bagi

profesi tersebut.

Hal ini lebih tegas diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UUJN yaitu tentang Sumpah

Jabatan Notaris bagian yang ke-3 (tiga) “ Notaris akan menjaga sikap, tingkah laku

dan akan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan,

martabat dan tanggung jawab sebagai notaris19. Artinya Notaris dalam menjalankan

tugasnya wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya karena martabat yang

dijunjungnya itu menyangkut kewibawaan pemerintah, disamping juga martabat

secara pribadi yaitu moral notaris itu sendiri dalam kehidupan pribadinya.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi

dan realitas.20 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.

18

E.Y. Kanter, Etika Profesi Hukum, Storia Grafika, 2001, Jakarta, hal 19.

19

Hadi Setia Tunggal, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jabatan Notaris dilengkapi Putusan Mahkamah Konstitusi & AD, ART, dan Kode Etik Notaris, Harvarindo, Jakarta, 2006, hal.36

20

(18)

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian

atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

Konsep merupakan “alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain,

seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep

merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep

adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang

berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis. 21 Dalam kerangka

konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan

dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.22

Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan

suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang

belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan

definisi-definisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit di dalam proses penelitian.23

Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu

penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya

sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan

suatu konsep sebenarnya adalah definisi dari apa yang perlu diamati, konsep

21

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

22

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Pustaka Singkat, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1995, hal.7.

23

(19)

menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan

empiris.24

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu

didefenisikan bebrapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi untuk dapat

menjawab permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut :

Kerangka konsepsi sehubungan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh

peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta oetentik, menjamin kepastian

tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan

kutipan akta.25

b. Jabatan adalah kedudukan seseorang didalam menjalankan suatu profesi yang

sesuai dengan keahliannya. Dalam tesis ini jabatan dimaksudkan dalam

kedudukan seorang Notaris yang memiliki wewenang dan keahliannya dalam

membuat akta otentik

c. Hukum Pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antar

pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak.

Dengan kata lain Hukum Pajak menerangkan tentang siapa-siapa yang menjadi

24

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal.21

25

(20)

wajib pajak (subjek pajak) dan apa yang menjadi kewajiban mereka kepada

pemerintah, hak-hak pemerintah, objek-objek apa yang dikenakan pajak,

timbulnya dan hapusnya utang pajak, cara penagihan, cara mengajukan

keberatan, dan sebagainya.26

d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang

dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

e. Penitipan terjadi apabila sesorang menerima suatu barang dari orang lain dengan

syarat bahwa dia kana menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud

semula27. Dalam tesis ini penitipan dimaksudkan adalah bahwa notaris menerima

pajak BPHTB yang diberikan oleh wajib pajak (pembeli) untuk disetorkan.

f. Perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat (dilakukan) atau tingkah laku.28 Kata

“Perbuatan” dalam tesis ini, diartikan sebagai sesuatuyang diperbuat atau

dilakukan Notaris dalam pembayaran BPHTB yang dititipkan terhadapnya.

Perbuatan dalam hal ini merupakan suatu tindakan atas sesuatu yang diperbuat

Notaris baik secara sengaja maupun khilaf dengan maksud dan tujuan untuk

menguntungkan dirinya dan merugikan pihak lain.

g. Pembayaran adalah proses, pembuatan dan cara membayar

h. Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Dalam

tesis ini tanggung jawab dimaksudkan adalah tindakan Notaris sebagai pejabat

26

Rochmat Soemitro dalam Marihot Pahala Siahaan,Hukum Pajak Elementer, Konsep Dasar Perpajakan Indonesia, Edisi I, Cet. I (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), hal. 72.

27

Lihat Pasal 1694 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

28

(21)

yang menerima penitipan pembayaran BPHTB dari wajib pajak (pembeli), wajib

bertanggung jawab untuk membayarkan pajak BPHTB tersebut.

i. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang bertujuan mencegah terjadinya

kesalahan dan penyimpangan.

j. Pengawasan kuratif adalah pengawasan yang bertujuan menyembuhkan atau

memperbaiki fungsi social atau dapat mencegah agar yang bersangkutan mampu

mengatasi masalah-masalah social yang dihadapi dan mampu mengembangkan

dirinya.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode

pendekatan penelitian yuridis normatif. Penelitian dilakukan berdasarkan pendekatan

yuridis normatif, disebabkan penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner

yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau

ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.

Meliputi penelitian terhadap azas-azas hukum, yaitu penelitian terhadap hukum

positif yang tertulis atau penelitian terhadap kaedah hukum yang hidup dalam

masyarakat, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat

teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas, serta ditambah

(22)

2. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah preskriptif yaitu suatu penelitian yang

bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan

menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat dikaitkan

dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan “Analisis Hukum atas Perbuatan Notaris yang

menerima Penitipan Pembayaran BPHTB (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan

No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

3. Metode Pengumpulan data

Penelitian ini mempergunakan metode pendekatan preskriptif dengan

pendekatan terhadap peraturan perundang-perundangan yang terkait dengan

pembayaran BPHTB dimulai analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal

yang menjadi permasalahan diatas, dengan mengingat permasalahan yang diteliti

berdasarkan pada peraturan-peraturan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan

satu dengan peraturan lain serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek.

Dalam penelitian hukum normatif data yang diperlukan adalah data skunder. Adapun

data skunder dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya

(23)

Undang-undang 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Putusan Pengadilan

Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan Hukum Primer seperti

hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum serta penelitian

lainnya yang relevan dengan penelitian ini

c. Bahan Hukum Tersier

Berupa kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan

jurnal-jurnal hukum serta laporan ilmiah.

4. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya

serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini

diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara

yaitu:

a. Studi Dokumen, digunakan untuk memperoleh data skunder dengan membaca,

mempelajari meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang

berkaitan dengan materi penelitian.29

b. Pedoman Wawancara, untuk melakukan wawancara dengan nara sumber yang

berkaitan masalah dalam penelitian ini, digunakan pedoman wawancara yang

29

(24)

telah dipersiapkan terlebih dahulu dan selanjutnya wawancara dilakukan

terhadap narasumber yang dianggap layak mengetahui dan memahami tentang

masalah yang diteliti yakni:

1) Majelis Pengawas Daerah Kota Medan

2) Notaris Kota Medan

5. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara

kualitatif 30 yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan

menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan

maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Karena

penelitian ini normatif, dilakukan interpretasi dan konstruksi hukum dengan menarik

kesimpulan menggunakan cara deduktif menjawab permasalahan dalam penelitian ini

30

Referensi

Dokumen terkait

The objective of the research was to examine the effect of education level, income, land tenure, knowledge, and information input on the society’s behaviour in managing the

Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan/atau KPU Kabupaten/Kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/ Kota dalam

pasien kanker paru bukan sel kecil dengan kemoterapi. Untuk mengetahui perbedaan nilai faal Hemostasis darah pada pasien kanker. paru bukan sel kecil sebelum dan

Berdasarkan tabel 4.2 hasil penelitian yang telah dilakukan pada mahasiswa tingkat akhir D IV Bidan pendidi k di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta bahwa

Menjadi suatu keharusan juga bagi perusahaan dalam melakukan training dan development karena merujuk pada aturan yang mengatur ketenagakerjaan, perusahaan diwajibkan

Berdasarkan hasil dari pelaksanaan program Tha Prink: Pengolahan limbah tusuk sate yang telah dilaksanakan di desa Bendungan kecamatan Kudu kabupaten Jombang, dapat

Simpanan Berdasarkan Provinsi 13 Deposits by Province 13.. 3 Lembaga Penjamin Simpanan / Indonesia Deposit Insurance

Berdasarkan tabel 4.3 hasil analisis hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan keberhasilan pelaksanaan discharge planning perawat pada pasien pasca pembedahan