• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Konsumsi Starbucks dalam Perspektif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pola Konsumsi Starbucks dalam Perspektif"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Ini Disusun untuk Pemenuhan Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Stratifikasi Sosial

Pola Konsumsi Starbucks dalam Perspektif Interaksionisme Simbolik: Implikasi

pada Stratifikasi Sosial menurut Peter Blau

Disusun Oleh:

Eveline Ramadhini, 1306384914

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya, manusia memiliki naluri alamiah untuk memenuhi kebutuhannya, seperti sandang, pangan dan papan. Namun dapat kita lihat juga bahwa dalam pemenuhan unsur-unsur tersebut terdapat faktor lain untuk memenuhi yang bukan hanya sekedar kebutuhan, melainkan sebagai gaya hidup (life style) yang biasanya dilakukan oleh masyarakat kelas menengah ke atas (Wulandari, tanpa tahun). Dengan kata lain, pola konsumsi tersebut diberlakukan dengan tujuan-tujuan tertentu yang berlaku sebagai perilaku sosial di dalam masyarakat secara umum. Salah satu pola konsumsi yang berkaitan dengan gaya hidup kelas menengah ke atas adalah Gerai Kopi Starbucks. Awal mula berdirinya Starbucks di Amerika sebagai pembuat kopi berkualitas yang dikembangkan oleh Howard Schultz. Starbucks dibentuk dengan menggunakan strategi pengembangan konsep secara agresif untuk pasar luar negeri dengan melakukan ekspansi global, termasuk di Indonesia (Andreani, 2008: 19-20).

Di Indonesia, Starbucks mulai ada sejak 17 Mei 2002, muncul di kota-kota besar di Indonesia seperti Bandung, Surabaya, Bali, dan beberapa kota besar lainnya. Visi utama bagi Starbucks ialah menciptakan suatu lingkungan yang inklusif terhadap perbedaaan individu yang ada. Selain itu, Starbuck juga mengutamakan pelayanan demi kenyamanan pelanggan dan menjadikan Starbucks sebagai ”rumah ketiga” bagi pelanggan setelah rumah dan tempat kerja. Pemegang hak tunggal untuk memasarkan Starbucks di Indonesia adalah PT Sari Coffee Indonesia dan jumlah gerai kopi Starbucks di Indonesia sudah mencapai 152 gerai di 10 kota besar Indonesia (bisnis.tempo.co).

Logo yang dibawa oleh Starbucks pada dasarnya memiliki pengaruh terhadap persepsi khalayak luas. Logo tersebut memiliki implikasi terhadap pelanggan Starbucks (Veronika, 2011). Simbol yang dibawa dapat berpengaruh besar terhadap pola konsumsi Starbucks yang nantinya dapat dianalisis menggunakan teori Stratifikasi sosial menurut Peter Blau, serta menggunakan perspektif interaksionisme simbolik untuk melihat pola konsumsi tersebut sebagai simbol yang akan berimplikasi pada struktur di dalam masyarakat. Perpustakaan Pusat UI merupakan tempat yang sangat strategis untuk pemasaran kopi Starbucks, khususnya bagi kalangan mahasiswa. Maka dari itu menarik untuk membahas ini karena belum ada penelitian yang menganalisis dan menjelaskan implikasi sosiologis dari simbol Starbucks.

1.2. Pertanyaan Penelitian

(3)

2. Bagaimana implikasi terhadap teori Stratifikasi sosial menurut Peter Blau?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan pola konsumsi Starbucks dalam perspektif interaksionisme simbolik 2. Untuk menganalisa implikasi terhadap teori Stratifikasi sosial menurut pandangan Peter Bla

BAB II

KERANGKA TEORITIK

2.1. Teori Stratifikasi Peter Blau

Peter Blau merupakan salah satu pendukung teori pertukaran yang pada dasarnya berfokus dalam menjabarkn tentang struktur sosial yang mengatur hubungan antara individu dengan kelompok. Dengan kata lain, Blau berpengang pada teori makro berbasiskan teori mikro. Dalam bukunya Exchange and Power in Social Life (1964) mengatakan bahwa tujuan mempelajari interaksi sosial adalah meletakkan pemahaman struktur yang terus berubah dan social force yang berkembang secara dinamis (Blau dalam Ritzer, 2008: 458). Menurut Blau, teori pertukaran mengarahkan perilaku manusia untuk mendasari hubungan antar individu atau antar kelompok. Maka, terdapat empat tahapnya yaitu (1) Transaksi pertukaran antar orang (2) Diferensiasi status dan kekuasaan, (3) Legitimasi daan organisasi, (4) Oposisi dan perubahan. Dalam teori ini, ikatan yang dibangun oleh individu terdapat timbal balik berupa imbalan yang berupa (1) imbalan yang bersifat intrinsik seperti cinta, kasih sayang, kehormatan, prestise dan (2) imbalan yang bersifat ekstrinsik seperti uang, makanan. Artinya interaksi sosial dilakukan oleh individu terhadap kelompok sosial untuk mendapatkan imbalan yang lebih.

(4)

Blau mengatakan bahwa norma dapat menggiring ke level pertukaran antara individu dan kelompok, tetapi konsep nilai dapat menggiring ke level masyarakat pada skala terbesar pada analisis hubungan antar kelompok. Konsensus yang berkaitan dengan nilai sosial dapat menjadi dasar bagi meluasnya transaksi sosial dalam berlangsungnya struktur sosial di luar usia manusia. Fakta sosial juga merupakan unsur yang amat penting bagi studi analisis Blau yang menggunakan unit analisis berupa kelompok, organisasi, kolektivitas, masyarakat, norma dan nilai—dalam artian ada pada skala besar. Dengan kata lain, Blau berfokus pada proses sosial dalam level makro yang berkaitan dengan fenomena struktural (Blau dalam Ritzer, 2008: 462-463).

2.2. Perspektif Interaksionisme Simbolik

Salah satu penganut perspektif interaksionisme simbolik yang paling berpengaruh ialah George Herbert Mead. Dalam bukunya Mind, Self and Society dapat dilihat bahwa gagasannya secara garis besar mengarah pada psikologi sosial tradisional—dengan kata lain diawali dari penjelasan tingkah laku kelompok sosial secara makro untuk melihat perilaku individu. Hal tersebut akan berdampak lebih jauh lagi pada perilaku sosial (Mead dalam Ritzer, 2008: 378-379). Menurut Mead, perilaku individu tidak mungkin ada sebelum adanya kelompok sosial. Terdapat kelompok sosial terlebih dahulu, baru dapat menghasilkan perkembangan mental dan perbuatan individu.

Mead mengidentifikasi empat tahap dasar dalam perbuatan manusia, yaitu (1) Impuls, merupakan tahap pertama yang melibatkan reaksi dan stimulasi atas kebutuhan untuk berbuat sesuatu, contohnya rasa lapar, (2) Persepsi, merupakan tahap yang melibatkan stimulus secara inderawi yang di dalamnya terdapat citra mental yang diciptakan (mental imagery), (3) Manipulasi, merupakan tahap dimana diambil suatu tindakan yang terkait dengan objek yang dimaksud. Contohnya, manusia yang lapar tidak langsung memakannya, melainkan dicicipi terlebih dahulu apakah enak atau tidak, (4)

Konsumasi, yaitu pertimbangan akan suatu respon yang akan dilakukan atau dengan kata lain mengambil tindakan yang akan memuaskan impuls yang sudah tercipta. Perbuatan pada dasarnya berbeda dengan perbuatan sosial. Perbuatan sosial cenderung melibatkan dua orang atau lebih, sedangkan perbuatan bersifat individu.

(5)

signifikan. Fungsi simbol-simbol signifikan adalah dapat membentuk pikiran dan proses mental dalam diri individu yang menjadi pemikiran sentral bagi Mead yang mencakup (1) Pikiran, (2) Diri, (3) Masyarakat. Pikiran lebih ditekankan sebagai suatu proses percakapan batin seseorang dengan dirinya-sendiri. Pikiran muncul dan juga berkembang pada proses sosial di dalam masyarakat. Sedangkan konsep Diri menekankan pada kemampuan individu yang khas untuk menjadi objek sekaligus subjek. Diri pada dasarnya mengalami proses sosial di mana terjadi komunikasi antar manusia yang mencakup pengalaman sosial di dalamnya. Hal ini dapat memungkinkan individu untuk mempertimbangkan sikap orang lain terhadap dirinya, sehingga individu dapat memodifikasi perbuatan sosialnya sesuai dengan proses sosial yang ada dan berlaku (Mead dalam Ritzer, 2008: 385-386).

Masyarakat merupakan proses sosial yang terus-menerus berlangsung dan notabene mendahului pikiran dan diri.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Peneliti menggunakan banyak studi literatur untuk menganalisa lebih kompeherensif lagi mengenai konsumsi Starbucks yang pada dasarnya sudah banyak diteliti oleh banyak pihak untuk memperkuat asumsi peneliti dengan menjabarkan bukti-bukti yang telah ditemukan sebelumnya. Selain itu, penelitian yang digunakan menggunakan metode penelitian kualitatif untuk menjelaskan secara deskriptif dan analitik mengenai kasus yang akan diteliti berupa Gerai Starbucks. Penelitian kualitatif digunakan karena merupakan metode yang paling kompeherensif untuk mengetahui faktor-faktor tertentu yang terjadi dalam pola konsumsi Starbucks itu sendiri. Selain itu, 3.2. Subjek Penelitian

Penelitian ini subjeknya adalah Mahasiswa Universitas Indonesia yang mengkonsumsi minuman khususnya kopi di Starbucks. Mahasiswa UI dipilih sebagai subjek penelitian karena menarik untuk dilihat dari pola konsumsinya yang dapat dibilang taraf gaya hidupnya cukup tinggi, maka dari itu penting untuk melihat bagaimana pola konsumsinya yang nantinya akan berhubungan dengan gaya hidup melalui simbol-simbol tertentu yang notabene merupakan konsumsi yang ’mewah’ bagi sebagian besar persepsi mahasiswa.

(6)

Penelitian ini berlokasi di Gerai Starbucks Perpustakaan Universitas Indonesia. Lokasi ini dipilih karena kebanyakan pengkonsumsi kopi di Starbucks adalah mahasiswa itu sendiri karena masih berada dalam wilayah kampus, sehingga jaraknya terjangkau.

BAB IV

TEMUAN DATA

3.1. Studi Literatur

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Putri Wulandari tentang Pengaruh Gaya Hidup terhadap Perilaku Pembelian pada Cafe Starbucks Coffee menjelaskan bahwa perilaku pembelian responden Starbucks sebagian besar memiliki kepercayaan diri yang tinggi karena menggambarkan tingkat sosial (Wulandari, tanpa tahun; hal. 8). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner terhadap responden. Penelitian ini pada dasarnya dapat menjelaskan mengenai kondisi psikologis pelanggan Starbucks serta menggambarkan tingkat sosial, namun belum menjelaskan faktor-faktor penyebab konsumsi tersebut sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Penelitian yang dilakukan oleh Elly Herlyana (2005) tentang Fenomena Coffee Shop sebagai Gejala Gaya Hidup Baru Kaum Muda menjelaskan bahwa gaya hidup kaum muda masa kini memiliki gejala coffee shop yang disebabkan oleh banyak faktor, seperti faktor psikologis dan sosial. Pada segi faktor psikologis, simbol status merupakan hal yang penting bagi remaja sebagai wujud eksistensi dirinya di dalam masyarakat. Sedang pada segi faktor sosial yang mencakup pengaruh sosial dan konformitas merupakan faktor penting yang mempengaruhi gaya hidup remaja. Penelitian ini menggunakan data sekunder atau studi literatur. Penelitian ini sudah dapat menjelaskan gejala umum konsumsi kaum muda terhadap fenomena gerai kopi, namun belum dilakukan studi kualitatif dengan studi kasus gerai kopi tertentu.

(7)

Gambar 1.1. Perubahan Logo Starbucks. Sumber: Penelitian oleh Rosita Veronika (2012)

Penelitian yang dilakukan oleh Cakra Rahmat Aditia mengenai Pengaruh Promosi Penjualan terhadap Loyalitas Pelanggan: Studi pada Starbucks Coffee. menggunakan pendekatan kuantitatif bersifat eksplanatif. Hasil penelitian ini adalah sebagain besar responden memiliki persepsi yang baik dan sangat baik terhadap promosi penjualan di Starbucks. Terbukti bahwa promosi penjualan juga memiliki pengaruh terhadap pembentukan loyalitas pelanggan Starbucks. Penelitian ini dapat menjelaskan studi kasus pelanggan Starbucks dengan baik, namun penelitian mesti dilakukan lebih lanjut untuk melihat implikasi sosiologis terhadap masyarakat.

3.2. Hasil Wawancara

(8)

Peneliti juga menemukan data berdasarkan wawancara kedua yang hendak melihat perspektif berdasarkan penyuka kopi yang tidak mengkonsumsi kopi Starbucks. Hasil wawancara menunjukkan bahwa informan berasal dari kalangan menengah dengan latar belakang pekerjaan orangtua sebagai PNS (guru) dan mahasiswa jalur reguler. Informan mengatakan bahwa ia sering meminum kopi, tapi sangat jarang minum di Starbucks. Kalaupun pernah, itu karena diajak oleh temannya. Selain itu, ada alasan tertentu juga tidak minum kopi di Starbucks. Alasannya antara lain adalah harga kopinya terlalu mahal jika dibandingkan dengan kopi pinggiran atau kopi warung; ada ketimpangan yang luas antara kopi Starbucks dengan kopi warung. Selain itu, terlalu menjual kemewahan sehingga identik dengan orang-orang kalangan menengah ke atas. Informan berpandangan bahwa banyak anak sekolah yang bolos sekolah hanya untuk pergi ke Starbucks. Menurut informan, interpretasi terhadap Logo dan branding Starbucks terlihat dari kata ”Star” yang bermakna bintang; simbol tersebut sudah menunjuk ke kalangan atas atau sosialita.

BAB V

ANALISIS

4.1. Pola Konsumsi Starbucks dalam Perspektif Interaksionisme Simbolik

Dalam perspektif interaksionisme simbolik, pola konsumsi oleh mahasiswa dapat dilihat sebagai simbol bagi perilaku sosial yang dipengaruhi dari kelompok sosial terlebih dahulu, sehingga terjadi perkembangan mental dan perbuatan bagi individu ketika mengkonsumsi produk dari Starbucks. Pola itu terjadi secara umum dan telah menjadi gejala konsumsi bagi kaum muda, khususnya kalangan mahasiswa menengah ke atas. Empat tahap perbuatan yang diidentifikasi oleh Mead yakni impuls, persepsi, manipulasi dan konsumasi. Keempat tahap tersebut dalam konteks penelitian pola konsumsi Starbucks sampai pada tahap keempat yaitu konsumasi, yakni dengan mengambil tindakan untuk memuaskan suatu impuls yang sudah tercipta. Namun peneliti hendak menambahkan sebagai analisis bahwa konsumasi tersebut dilakukan bukan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan atas impuls, tetapi lebih daripada itu; berupa kebutuhan akan pengakuan (recognition) terhadap masyarakat umum atas eksistensi dirinya melalui simbol konsumsi kopi Starbucks.

(9)

tersebut dapat dilakukan di sosial media, seperti instgram, path, facebook dan lain sebagainya. Aktivitas di media sosial tersebut juga dapat dikategorikan sebagai gesture fisik maupun gesture vokal —hanya saja ini dilakukan di media sosial, bukan di dunia nyata. Gesture tersebut semakin membuat signifikan simbol-simbol yang ada. Dalam konsep Mead, dalam membentuk proses mental seseorang dapat mencakup tiga hal, yaitu pikiran, diri dan masyarakat. Hal yang menarik dalam konteks pengkonsumsian Starbucks oleh mahasiswa, terjadi pada konsep pikiran, diri dan masyarakat, dimana individu memodifikasi perbuatan sosialnya sesuai dengan proses sosial yang berlaku, yakni proses berupa tren di kalangan anak muda untuk ’nongkrong’ di kedai kopi dan prestise yang didapatkannya dari konsumsi kopi dengan produk kopi yang ’tidak biasa’ tersebut.

4.2. Implikasi pada Stratifikasi Sosial menurut Peter Blau

Stratifikasi sosial dapat dilihat implikasinya dengan menganalisis menggunakan teori pertukaran yang nantinya akan berpengaruh pada struktur sosial di dalam masyarakat. Jika teori pertukaran di konteks konsumsi Starbucks, pelanggan yang mengkonsumsi kopi Starbucks pada dasarnya diinginkan suatu imbalan yang diharapkan, khususnya imbalan yang bersifat ekstrinsik. Imbalan ekstrinsik yang dimaksud berupa prestise dari produk dari kemewahan (branding), lalu juga kenikmatan dari cita rasa kopi yang diharapkan. Dari situ, individu dapat mengalami social force yang membuat individu ’harus’ mengkonsumsi kopi Starbucks untuk eksistensi dirinya atau pengakuan (recognize) dari masyarakat luas. Sehingga seringkali berdampak pada perilaku yang mementingkan gaya hidup (life style) yang hedonisme.

Gaya hidup hedonisme ini dapat melebarkan kesenjangan yang terjadi di masyarakat, dengan ketimpangan harga yang sangat jauh antara kopi Starbucks dengan kopi warung/kopi pinggiran. Dari data yang ditemukan, kisaran kopi Starbucks berharga Rp. 48.000 sampai Rp. 50.000, sedangkan kopi warung/kopi pinggiran harganya Rp. 3.000 sampai Rp. 5.000 rupiah. Dari harga tersebut dapat dilihat bahwa terjadi ketimpangan yang sangat jauh antara kopi Starbucks dengan kopi pinggiran, yang implikasinya dapat memperlebar kesenjangan sosial dan tidak menutup kemungkinan bahwa akan terbentuk stratifikasi sosial, di mana orang yang minum kopi di Starbucks berada di strata atas, sedangkan orang yang tidak meminum kopi di Starbucks atau hanya di pinggiran berada di strata bawah karena dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke bawah.

BAB VI

(10)

5.1. Kesimpulan

Dalam perspektif interaksionisme simbolik, pola konsumsi oleh mahasiswa dapat dilihat sebagai simbol bagi perilaku sosial yang dipengaruhi dari kelompok sosial. Pola itu terjadi secara umum dan telah menjadi gejala konsumsi atau tren bagi kaum muda, khususnya kalangan mahasiswa menengah ke atas. Konsumsi tersebut dilakukan bukan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan atas impuls, tetapi lebih daripada itu; berupa kebutuhan akan pengakuan (recognition) terhadap masyarakat umum atas eksistensi dirinya melalui simbol konsumsi kopi Starbucks. Simbol yang dimaksud terlihat dari branding/logo yang dimiliki oleh Starbucks adalah karena kemewahan yang didapatkan dengan harga yang cenderung mahal sehingga ada perasaan prestise bagi individu yang diaplikasikannya dalam kehidupan masyarakat secara umum. Manifestasi simbol tersebut dapat dilakukan di sosial media, seperti instagram, path, facebook dan lain sebagainya.

Pola konsumsi Starbucks dapat berimplikasi secara sosiologis terhadap stratifikasi sosial. Jika teori pertukaran di konteks konsumsi Starbucks, pelanggan yang mengkonsumsi kopi Starbucks pada dasarnya diinginkan suatu imbalan yang diharapkan, khususnya imbalan yang bersifat ekstrinsik berupa a) prestise terhadap produk Starbucks dan b) kenikmatan cita rasa kopi. Gaya hidup hedonisme ini dapat melebarkan kesenjangan yang terjadi di masyarakat, dengan ketimpangan harga yang sangat jauh antara kopi Starbucks dengan kopi warung/kopi pinggiran. Hal ini dapat memperlebar kesenjangan sosial dan tidak menutup kemungkinan bahwa akan terbentuk stratifikasi sosial, di mana orang yang minum kopi di Starbucks berada di strata atas, sedangkan yang minum kopi di pinggiran ada di strata bawah.

5.2. Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti merekomendasikan cara untuk meminimalisir kesenjangan sosial yang terjadi dengan mengajak masyarakat umum untuk lebih mencintai produk Indonesia dengan membuat gerakan atau komunitas anti-hedonisme dengan kampanye agar kaum muda tidak terbawa arus tren untuk ’nongkrong’ di tempat atau kafe untuk sekedar prestise yang akan berimplikasi lebih jauh terhadap pembentukan stratifikasi masyarakat secara tidak langsung.

(11)

Andreano, Fransisca. 2008. Kiat-Kiat Ekspansi Global Starbucks. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol 3 No. 1, April, 19-25.

Herlyana, Elly. Fenomena Coffee Shop sebagai Gejala Gaya Hidup Baru Kaum Muda. Jurnal Thaqafiyyat, Vol. 13, No. 1, Juni 2012.

Pratama, Yuliansyah Agung. September 2013. Analisis Green Brand Awareness Starbucks (Studi Persepsi Green Marketing). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Universitas Indonesia.

Rakhmat, Cakra Aditia. 2011. Pengaruh Promosi Penjualan terhadap Loyalitas Pelanggan: Studi pada Starbucks Coffee. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Universitas Indonesia.

Sitohang, Rosita Veronika. 2012. Pengaruh Persepsi Khalayak tentang Logo Baru Starbucks 2011 pada Pembentukan Brand Image Product: Studi Kasus Konsumen Starbucks Perpustakaan Pusat UI. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Universitas Indonesia.

Ritzer, George dan Douglas C. Goodman. 2008. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Teori Sosial Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana.

Wulandari, Putri. Tanpa tahun. Life Style on Purchasing Behaviour on Starbucks Coffee. Faculty of Economic: Gunadarma University.

LAMPIRAN

1.1. Transkrip Wawancara Wawancara 1

Pewawancara : Eveline Ramadhini

Tema : Pandangan Bukan Pengkonsumsi Starbucks terhadap Produk Starbucks

Nara sumber

Nama : Muarif Ambari (Mahasiswa Sosiologi, 2013)

Waktu wawancara

Hari/tanggal : Jumat, 2 Desember 2015

Jam : 10.50 WIB

Durasi : 8 menit

(12)

No Pertanyaan Jawaban Coding 1 Sudah suka mengopi sejak kapan? Sejak SD setiap pagi, sudah

menjadi kebiasaan dari orang tua.

Rutinitas minum kopi.

2 Produk kopi yang dikonsumsi Kopi ABC, dan Kopi Luwak yang sasetan renceng.

Terlalu mahal. kemewahan fasilitas lebih diunggulkan. Lagian di sana Cuma

5 Pernah ngopi di Starbucks? Pernah sekali, itu juga karena diajak teman. Sudah enam bulan gak kesana.

Kunjungan ke Starbucks

6 Menurut anda, siapa yang biasanya ngopi di Starbucks?

7 Bagaimana kualitas rasa kopinya menurut anda?

9 Tahu promo apa saja yang dilakukan oleh Starbucks?

Promonya emang banyak, kadang ada hadiah tumblr, ada juga sampel kopi gratis, biar kita ngopi gitu di sana.

Promosi Starbuck yang diketahui oleh informan

(13)

Starbucks yang mengupload fotonya di instagram?

kan kaum sosialita kan, yang suka foto di instagram dll. Ya itu sih wajar kali ya, biar bisa eksis.

pengkonsumsi Starbucks di media sosial

11 Pandangan perbandingan antara kopi Starbucks dengan kopi pinggiran?

Coba bandingin aja sama kopi pinggiran jalan. Timpang banget kan itu, dari harganya sama kualitasnya. Kan banyak juga peniruan

12 Harapan terhadap gerai kopi di Indonesia?

Mungkin pemerintah juga bisa ngasih modal ke

Tema : Pandangan Pengkonsumsi Starbucks terhadap Produk Starbucks

Nara sumber

Nama : Nadila Saraya (Mahasiswa ADM Niaga, 2012- Jalur Paralel)

Waktu wawancara

Hari/tanggal : Jumat, 4 Desember 2015

(14)

Durasi : 10 menit

Tempat wawancara : FISIP Universitas Indonesia

No Pertanyaan Jawaban Coding

1 Suka minum starbucks ya kak? Ya

-2 Seberapa sering minum di Starbucks? Sebulan sekali sih paling Tingkat keseringan minum

3 Biasanya sama siapa saja kalo minum di sana?

4 Kalo boleh tau, kenapa yaa kak minum di Starbucks?

Soalnya tempatnya nyaman, tempat nongkrong yang paling PW tuh di starbucks sih. Kalo di tempat lain agak kurang gitu.

Alasan minum di Starbucks

5 Kalo dari rasanya kira-kira gimana tuh menurut kakak?

7 Biasanya berapa lama kalo nongkrong di saama

(15)

medsos ngga? pad, di instaagram sama path agak jarang. Tapi sesekali pernah diupload, buat momen aja gitu sama temen.

sosial

10 Kalo dibandingin antara Starbucks ama gerai kopi lainnya, misalnya kayak Coffee toffee gimana kak?

Gue sih lebih ke starbucks, ya. soalnya kaalo kaya Coffe

11 Kopi yang dipesan biasanyaa apa? Aku biasanya cappucino javachip. Harganya 48.000-50.000. kalo ada duit biasanya gue beli makan juga.

Harga kopi

12 Pekerjaan orang tua apa kak kalo boleh tahu?

Mama aku kerja pegawai BUMN, papa aku sih udah pensiun sekarang wiraswasta aaja

(16)

Gambar

Gambar 1.1. Perubahan Logo Starbucks. Sumber: Penelitian oleh Rosita Veronika (2012)
Gambar 1.2. Sumber: internet

Referensi

Dokumen terkait

Jokowi yang menghidupkan Pesta Jakarta di malam hari pergantian tahun pun kehilangan senyuman.. Dia yang begitu bangga dengan pesta warga Jakarta itu, dibuat

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Primary School Teacher Development Project) IBRD : Loan-Ind..

Pada hari ini, Kamis tanggal Dua Puluh bulan Juli tahun Dua Ribu Tujuh Belas, kami Kelompok Kerja (POKJA) Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan

[r]

Saya tidak sedang menerima beasiswa dari instansi/ perusahaan manapun pada saat pengajuan beasiswa ini. Apabila saya tidak benar dalam pengisian formulir ini saya

sendiri.Kepercayaan pada diri sendiri dapat terjadi interaksi dengan lingkungannya, karena kepercayaan diri dapat memberikan dorongan dan bimbingan yang positif. Oleh

Bagian Akuntansi dan Pelaporan merupakan organisasi sektor publik yang berada di dalam lingkup Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang mengelola keuangan

# 1) Pada Desember 2009, 70% petani akan peduli tentang ancaman kawasan dan arti penting pelestarian hutan Ulu Masen dan Blang Raweu (meningkat dari 58%) dan 70% petani akan