BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Asuransi kesehatan merupakan suatu alat sosial untuk menggalang
kegotongroyongan atau solidaritas masyarakat dalam bidang pelayanan kesehatan
(dalam arti luas). Meskipun secara kultural, asuransi kesehatan bukanlah budaya
bangsa Indonesia dan bukan juga budaya bangsa-bangsa lain, akan tetapi akar atau
elemen asuransi kesehatan sebagai alat gotong royong sudah merupakan peradaban
manusia di dunia, barangkali sejak manusia mendiami planet ini. Dalam bentuk
tradisional, seluruh masyarakat bahu-membahu memberikan pertolongan
semampunya untuk membantu anggota masyarakat yang sakit.
Perkembangan pelayanan kesehatan modern dalam bentuk rumah sakit tidak lepas
dari semangat kegotongroyongan ini. Pelayanan rumah sakit pada awalnya murni
sebagai ekspresi kegotongroyongan dengan memberikan pelayanan atau perawatan
tanpa tuntutan imbalan, murni karitas atau sedekah. Akan tetapi karena longgarnya
koherensi sosial dalam kehidupan modern dan tuntutan pendanaan yang realistik
maka pelayanan rumah sakit berkembang menjadi komoditas. Namun peran rumah
sakit sebagai pelayanan karitas, dalam artian sempit maupun luas seperti yang
disediakan oleh pemerintah, sampai saat ini dan tampaknya akan terus tetap ada.
Bentuk solidaritas sosial dalam kemasan modern, disebut asuransi kesehatan, juga
dan penyelenggaraan asuransi kesehatan yang penuh pasang surut dan tidak lepas dari
praktek penyelenggaraan yang tidak jujur dan korup atau bahkan penipuan, maka
masih banyak orang yang alergi dengan istilah asuransi.
Egoisme sektoral yang tumbuh subur di negeri ini juga menimbulkan berbagai
sikap tentang asuransi. Ada pihak yang merasa “memiliki” asuransi atau menganggap
asuransi “dimiliki” sektor tertentu dan karenanya menganggap dirinya yang paling
berhak mengatur atau tidak mau menggunakan istilah asuransi karena milik orang
lain. Sikap pertentanganini di tahun 70-an juga tumbuh subur di Amerika dalam
rangka ‘perebutan’ lahan pengaturan dan menghindari pengaturan oleh pihak tertentu.
Asuransi kesehatan dapat dibedakan dalam dua bentuk besar yaitu asuransi kesehatan
yang bersifat komersial dan yang bersifat sosial.
Asuransi kesehatan komersial bertujuan memberikan perlindungan kepada
penduduk atas dasar commerce dengan ciri hubungan transaksi yang bersifat sukarela,
sebagaimana layaknya sebuah transaksi dagang. Bentuk asuransi kesehatan komersial
mencakup produk Askes sukarela dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
(JPKM), sedangkan asuransi kesehatan sosial bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada penduduk atas dasar penegakkan keadilan sosial sehingga sifat
kepesertaanya wajib. Asuransi kesehatan sosial berkembang untuk menghindari
kegagalan pasar (market failure) dari sistem asuransi kesehatan komersial untuk
memberikan jaminan kepada penduduk secara luas dan dengan harga terjangkau.
Bentuk asuransi kesehatan sosial mencakup Askes pegawai negeri, asuransi Jasa
Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJSI), yang semuanya belum
menerapkan prinsip-prinsip asuransi kesehatan sosial secara konsisten. Dalam
implementasinya kedua jenis asuransi tersebut dapat diselenggarakan dengan
memberikan penggantian biaya kesehatan dalam bentuk uang ataupun dengan
memberikan pelayanan kesehatan (benefit in kind).
Di Indonesia terdapat dua jenis asuransi kesehatan, yaitu asuransi kesehatan
kolektif (kelompok) dan asuransi kesehatan individu. Asuransi individu biasanya
diperuntukkan bagi pribadi atau keluarga, sementara asuransi kolektif seperti terdapat
di banyak perusahaan yang telah memberikan perlindungan kesehatan terhadap
pegawainya. Premi asuransi individu yang harus dibayarkan relatif lebih tinggi dari
asuransi kesehatan kolektif. Hal itu terjadi karena asuransi kesehatan kolektif jumlah
individu atau peserta yang ikut lebih besar sehingga risiko terjadinya klaim dapat
dibagi rata oleh seluruh individu di dalam kelompok. Semakin besar jumlah
kelompok atau anggota di dalam satu institusi atau perusahan, akan semakin rendah
pula premi yang harus dibayarkan (Kementerian Kesehatan RI.2011)
Masalah Moral hazard pada awalnya merupakan fenomena yang ditemukan pada
bisnis asuransi namun dalam perkembangannya tidak hanya ditemukan di dunia
asuransi tetapi juga di segala bidang kehidupan termasuk bidang kesehatan. Merujuk
kepada definisi Moral hazard yang dikemukakan oleh Manning (1996) yang dikutip
Dreher (2004) pengertian moral hazard dibedakan atas moral hazard langsung dan
moral hazard tidak langsung. Moral hazard langsung terjadi pada kasus dimana
sementara moral hazard tidak langsung terjadi ketika sistem dari asuransi yang
menyebabkan timbulnya moral hazard secara langsung.
Menurut Cagatay (2000) dalam desertasinya yang berjudul Moral hazard and
Adverse Selection in the Economics of Health Care : The University of Texas at
Austin, dikatakan telah terjadi peningkatan marginal cost untuk pelayanan kesehatan
di Amerika yang diindikasikan sebagai fenomena moral hazard effect (MHE) akibat
penggunaan asuransi yang dimanipulasi sehingga merugikan negara. Untuk
mempelajari Moral Hazard Effect (MHE) Cagatay menggunakan 5 modul untuk
menghitung data dan mengestimasi kebutuhan akan pelayanan dan survey interview
penggunaan asuransi yang digunakan pada tahun 1993.
Tingginya moral hazard menyebabkan asuransi kesehatan yang
memberikan penggantian uang semakin terbatas pada kondisi tertentu dimana
pemberian jaminan dalam bentuk pelayanan sulit diterapkan. Sering sekali kebijakan
makro yang dilakukan pemerintah terjebak pada pemenuhan demand bukan pada
pemenuhan needs, akibatnya subsidi diberikan kepada yang meminta pelayanan
bukan kepada yang membutuhkan pelayanan. kesalahan kebijakan makro pada
akhirnya mengimbas kepada kebijakan kesehatan yang tidak sesuai dengan falsafah
dasar keadilan sosial. Faktor manajemen dan moral hazard merupakan dua faktor
penting yang harus dipertimbangkan dalam menyelenggarakan jaminan. Perlu
disadari bahwa asuransi kesehatan yang tradisional yang memberikan penggantian
biaya (reimbursement) akan mengundang moral hazard yang tinggi meskipun hanya
moral hazard menjadi lebih mudah dilokalisir dari pada memberikan jaminan
komprehensif oleh karenanya manajemen jaminan terbatas ini akan jauh lebih mudah
dan lebih terkendali. (Thabrani, 2001).
Menurut Dahlan (2013) yang dikutip dari Pauly (2008), ada beberapa hal yang
menyebabkan pasien peserta asuransi kesehatan melakukan moral hazard
diantaranya:
a. Semakin materialitis dan hedonistis (sesukanya)
b. Semakin memahami hak-haknya
c. Semakin litigious (gemar menuntut)
d. Semakin melihat dokter bukan sebagai partnership, melainkan sebagai orang
bayaran
e. Semakin menerima konsep Hak Azasi Manusia (HAM) sebagia acuan bagi
kebijakan sosial dan hukum.
f. Semakin tingginya penghargaan terhadap prinsip konsumerisme (misalnya“he
who pays the piper calls the tune)
g. Tarap pendidikan yang berbeda-beda
h. Banyaknya akses informasi yang kadang membingungkan
i. Perubahangaya hidup (lifestylechange)
j. Keinginan dan harapan yang berbeda-beda /Demand and expectation different
Menurut Notoatmojo (2012) yang dikutip dari Green (1980), perilaku manusia
a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan,
misalnya puskesmas, rumah sakit, obat-obatan, dan sebagainya.
c. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain.
Perilaku kesehatan menurut Notoadmojo (2012) adalah suatu respon
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.
Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu
perilaku pemelihara kesehatan,perilaku pencari/pengguna sistem atau fasilitas
kesehatan dan perilaku kesehatan lingkungan.
Program jaminan kesehatan BPJS I yang baru saja dimulai pada tanggal 1 Januari
2014 sesuai UU No.40/2004/pasal 19, BPJS ini diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Menurut UU No. 40/pasal 22
disebutkan memiliki manfaat komprehensif dengan penggunaan iur untuk pelayanan
yang berpotensi Moral Hazard (PT ASKES 2014).
Fenomena yang sama juga dijumpai di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan ada
beberapa pasien rawat jalan peserta BPJS I non PBI tidak melakukan pemeriksaan
kesehatan secara teratur (tidak kontrol), datang dengan keluhan yang sama (tidak
namanya, meminta tambahan hari/pengobatan yang tidak perlu, kurang memahami
tentang asuransi kesehatan BPJS. Menurut keterangan pihak verifikasi pasien, loket
pendaftaran dan beberapa SMF poli pasien rawat jalan, presentasi kejadian tersebut
bekisar 45% setiap bulannya.
1.2. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya determinan
moral hazard pasien rawat jalan peserta asuransi BPJS I non PBI di rumah sakit
umum pusat H. Adam Malik Medan dalam memenuhi kebutuhan akan pelayanan
kesehatan.
1. 3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa determinan Moral hazard
pasien rawat jalan peserta asuransi BPJS I non PBI di rumah sakit umum pusat H.
Adam Malik Medan dalam memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan.
1.4.Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini ada pengaruh karakteristik yang meliputi :
umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin dan pengetahuan terhadap terjadinya
moral hazard yang dilakukan pasien-pasien rawat jalan peserta asuransi BPJS I non
1.5. Manfaat Penelitian
a. Hasil penulisan ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan
masyarakat khususnya di bidang ilmu perilaku kesehatan yang berbasis asuransi
kesehatan.
b. Mengetahui determinan yang menjadi penyebab utama terjadinya moral hazard
pada pasien rawat jalan peserta BPJS I non PBI di RSUP. H. Adam Malik Medan.
c. Agar pelayanan kesehatan khususnya yang berbasis asuransi kesehatan berjalan
efektif, efisien, kendali biaya,kendali mutu dan tepat sasaran.
d. Memberi pemecahan masalah bagaimana mengatasi perilaku moral hazard yang
dilakukan pasien rawat jalan peserta BPJS I non PBI di RSUP H. Adam Malik
Medan.
e. Mendukung terlaksananya program asuransi kesehatan BPJS I di RSUPH. Adam