• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Dan Ma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "I. PENDAHULUAN Latar Belakang Dan Ma"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tanaman jeruk siam (Citrus nobilis var. microcarpa) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang menjadi komoditi unggulan di Pontianak Kalimantan Barat. Buah Jeruk siam telah terkenal secara luas dan diakui memiliki rasa yang khas, berkulit tipis, manis dengan sedikit rasa asam serta memiliki kandungan vitamin C yang sangat berguna untuk kesehatan. Selain dapat dimakan langsung buah jeruk siam juga dapat digunakan dalam industri obat-obatan dan minuman segar. Sentra tanaman jeruk siam Provinsi Kalimantan Barat berada di wilayah Kabupaten Sambas. Tanaman jeruk berkembang pesat disepanjang bagian barat aliran sungai Sambas Besar yaitu diwilayah Selakau, Pemangkat, Tebas dan Sambas, Kabupaten Sambas. Kecamatan tebas merupakan sentra produksi jeruk karena memiliki areal tanam yang luas dibandingkan dengan Kecamatan lainnya yaitu 6.400 ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Pontianak, 2001)

Produksi buah jeruk siam tahun 1991 mencapai 266.362 ton dengan luas areal sekitar 18.512 ha. Hal ini tidak bertahan lama karena produksi jeruk terus menurun dan tercatat pada tahun 2010 hasil produksi 145,643 ton, dengan luas areal 7,321 ha. Menurunnya produksi dan areal tanaman jeruk diakibatkan karena adanya konversi lahan dan penyakit yang menyerang tanaman jeruk di Kabupaten Sambas (Biro Pusat Statistik, 2011).

Penyakit yang menyerang tanaman jeruk diantaranya disebabkan oleh serangan jamur. Jamur yang menyerang tanaman jeruk menyebabkan penyakit diploidia pada batang, busuk akar, antraknosa pada batang dan ranting, serta kudis, bercak daun, melanosa, embun tepung, embun jalaga pada daun dan buah. Gejala serangan penyakit mulai terlihat pada beberapa tingkatan umur yaitu umur 0 sampai 8 bulan setelah okulasi, umur 8 bulan sampai 4 tahun tanaman sebelum berbuah, dan tanaman setelah berbuah sampai panen. Serangan penyakit ini dapat menimbulkan kerugian terutama mengurangi kuantitas dan kualitas buah jeruk.

(2)

jeruk. Serangan penyakit ini merupakan salah satu penyebab matinya tanaman jeruk di Kabupaten Sambas dan menimbulkan kerugian yang besar karena tanaman ini mencapai umur produktif setelah dipelihara selama bertahun-tahun dengan biaya investasi yang besar (Semangun, 2000).

Intensitas serangan penyakit pada daun tanaman jeruk yang disebabkan oleh jamur mencapai 25-75%, serangan bersifat merata dan termasuk kedalam katagori serangan berat (Ningsih, 2010). Serangan berat pada daun dapat menganggu fungsi daun sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis, karena jamur ini menghambat proses pembentukan zat gula atau karbohidrat sehingga kesuburan tanaman akan berkurang dan produksi buah akan terganggu (Pracaya, 2000).

Menurut Salamiah dkk, (2008) jamur patogen Botryodiploidia theobromae pada batang tanaman jeruk penyebab penyakit diploidia. Jamur Elsinoe sp ditemukan pada organ yang menunjukkan gejala penyakit kudis pada tanaman jeruk (Timmer dkk, 1996).

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai jamur dari organ yang sakit pada tanaman jeruk siam di Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.

1.2 Perumusan Masalah

Jeruk siam merupakan tanaman holtikultura yang menjadi komoditi unggulan di Kalimantan Barat. Salah satu penyebab turunnya produksi jeruk siam di Kalimantan Barat yaitu adanya serangan penyakit yang menyerang organ akar, batang, daun dan buah tanaman jeruk. Data mengenai jenis-jenis jamur pada organ tanaman yang sakit sangat diperlukan untuk proses pengendalian penyakit. Permasalahannya adalah jenis jamur apa yang terdapat pada organ sakit tanaman jeruk (Citus nobilis) di Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas ?

1.3 Tujuan Penelitian

(3)

pada tanaman jeruk siam (Citrus nobilis) pada beberapa tingkatan umur tanaman jeruk siam (Citrus nobilis) Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas ?

1.4 Manfaat Penelitian

(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diskripsi Tanaman Jeruk Siam (C. nobilis)

Tanaman jeruk merupakan buah tahunan yang berasal dari Asia. Sejak ratusan tahun yang lalu, jeruk tumbuh di Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan (Prihatman, 2000).

Gambar 2.1 Pohon Jeruk Siam (Citrus nobilis var. microcarpa) Sumber : koleksi pribadi

Klasifikasi tanaman jeruk siam menurut Stennis, (1975) :

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Geraniales

Famili : Rutaceae Genus : Citrus

Spesies : Citrus nobilis

(5)

A

B

Gambar 2.2 A. Bunga Jeruk Siam, B. Daun jeruk siam Sumber : koleksi pribadi

Helaian daun berbentuk bulat telur sampai lanset, ujung daun tumpul, pangkal daun meruncing, tepi daun bergerigi, susunan pertulangan daun menyirip dengan panjang daun 3,5-8 cm. Batang dengan daun dihubungkan oleh tangkai dengan panjang sekitar 1,3 cm (Gambar 2.2B). Bunga sempurna dengan diameter 1,5-2,5 cm, mahkota berwarna putih (Gambar 2.2A), berjumlah 4-5 dan saling lepas, kelopak bunga berjumlah 4-5 saling berlekatan atau tidak berlekatan, daun keluar dari ketiak daun atau pucuk ranting yang masih muda, berbau harum dan banyak mengandung nektar dan madu (Soelarso, 1996; Stennis, 1975).

Gambar 2.3 Buah Jeruk Siam Sumber : koleksi pribadi

(6)

2.1.1 Syarat Tumbuh Tanaman Jeruk Syarat tumbuh yang harus diperhatikan diantaranya suhu optimum 25-30ºC , curah hujan 1.900-2.400 mm / pertahun dengan rata-rata 2-4 bulan basah dan 3-5 bulan kering, kecepatan angin yang lebih dari 40-48% akan merontokkan bunga dan buah. Daerah yang intensitas dan kecepatan anginnya tinggi tanaman penahan angin lebih baik ditanam berderet tegak lurus dengan arah angin. Jeruk memerlukan 5-6, 6-7 atau 9 bulan penghujan. Bulan penghujan diperlukan untuk perkembangan bunga dan buah agar tanahnya tetap lembab. Di Indonesia tanaman ini sangat memerlukan air yang cukup terutama di bulan Juli-Agustus. Temperatur optimal antara 25-30ºC namun ada yang masih dapat tumbuh normal pada 38ºC. Jeruk siam memerlukan temperatur 20ºC. Semua jenis jeruk tidak menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari. Kelembaban optimum untuk pertumbuhan tanaman ini sekitar 70-80% (Triyono, 2010).

2.2 Jamur

Jamur adalah mikroorganisme eukariota, memiliki spora, dan tidak mempunyai klorofil, mempunyai dinding sel yang berisi khitin, selulosa, atau keduanya (Shivas dan Beasley, 2005). Sebagian besar jamur yang telah diketahui bersifat saprofit, hidup pada bahan organik, yaitu membantu pelapukan. Beberapa diantaranya sekitar 8000 spesies jamur menyebabkan penyakit pada tumbuhan yang dapat menyerang satu atau banyak jenis tumbuhan.

(7)

2.2.1 Stuktur Morfologi Jamur

Hifa merupakan bagian penting dari tubuh buah jamur. Hifa adalah suatu struktur jamur berbentuk tabung menyerupai seuntai benang panjang yang terbentuk dari pertumbuhan spora dan konidia (Gambar 2.4). Kumpulan hifa bercabang-cabang tesebut membentuk suatu jala yang umumnya berwarna putih, dan disebut sebagai miselium. Hifa berisi protoplasma yang dikelilingi oleh suatu dinding yang kuat (Davidson dkk, 1996).

Gambar 2.4 Pembentukkan Hifa Senositik dan Hifa Monositik Sumber : Gandjar dkk, (2006)

Berdasarkan penelitian Trinci dan Cutter., (1986) morfologi hifa secara mikroskopis dapat dibedakan menjadi hifa aseptat (senositik) dan hifa septat (monositik).

Gambar 2.5 Perbedaan Antara Hifa Senositik dan Hifa Monositik Sumber : Purnomo, (2006)

(8)

Beberapa jamur memodifikasi hifa sesuai dengan fungsinya. Hifapodium dan apresorium digunakan untuk melekat pada substrat; hifa penetrasi untuk menembus ke dalam jaringan inang; haustorium untuk menyerap nutrisi dari sel hidup; sklerotium, klamidospora, dan gemma untuk mempertahankan diri (Gunawan dkk, 2004).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengamati morfologi koloni suatu jamur yaitu (Saidin, 2008) :

1. Warna permukaan koloni; Mencakup miselium vegetatif dan konidia

2. Pigmentasi miselium; pigmen-pigmen yang dihasilkan oleh jamur adalah metabolit sekunder

3. Waktu dan diameter koloni; waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan dan diameter maksimum koloni pada setiap spesies jamur sangat berbeda-beda, ada yang cepat, lambat dan sangat lambat. Ukuran ada yang besar, kecil dan sedang. Waktu pertumbuhan dan diameter koloni dipengaruhi oleh komposisi medium yang digunakan.

4. Bentuk tepi koloni, meliputi tepi koloni yang rata, berlobus, berlekuk, tidak beraturan dan meruncing (Gambar 2.6.a)

5. Bentuk koloni yaitu bulat, oval, irregular, berserabut seperti benang (Gambar 2.6.b)

6. Tekstur permukaan koloni yaitu seperti kapas, licin, padat dan kasar

(a) (b)

Gambar 2.6 (a) Bentuk tepi koloni jamur (b) Bentuk koloni jamur (Sumber : Hendrix dalam Saidin, 2008)

(9)

spesies jamur. Pengamatan morfologi sel jamur dapat dilakukan dengan membuat preparat jamur. Preparat tersebut digunakan untuk melihat bentuk dan warna bagian tubuh jamur seperti miselium, rhizoid, sel kaki, sporangiofor, sporangium, spora, konidia, vesikel (Saryono dkk, 2002; Yunasfi, 2002).

2.1.2 Sistematika Jamur

Jamur terdiri atas lima filum yaitu Chitridomycota, Zygomycota, Ascomycota, Basidiomycota dan Deuteromycota (Alexopoulus, dkk).

Ciri-ciri organisme yang dikelompokkan ke dalam dunia jamur adalah eukariotik, tidak memiliki klorofil, tumbuh sebagai hifa, memiliki dinding sel yang mengandung khitin, glukan dan selulosa, bersifat heterotrof, menyerap nutrien melalui dinding selnya dan mengeksekresikan enzim-enzim ekstraseluler ke lingkungan, serta melakukan reproduksi seksual dan aseksual (Trinci dan Cutter, 1986; Gandjar dkk, 2006).

Sistematika fungi pada saat ini didasarkan pada morfologi dan pola perkembangan dari struktur reproduksi seksual yang dihubungkan dengan struktur biokimia dan molekulnya. Alexopoulus dkk, (1996); Gandjar dkk, (2006); Monoharachary dkk, (2005) membagi jamur dalam kelompok sebagai berikut: 1. Filum Chitridiomycota

(10)

2. Filum Zygomycota

Struktur somatik dengan zygospora berdinding tebal, seksual, miselium senositik, mempunyai rhizoid, dinding sel mengandung kitin dan sitosan. Memiliki dua kelas yaitu Zygomycetes dan Phycomycetes. Zygomycetes dengan ordo Mucorales, Thomophtorales, Opagales, Ekxellales. Zygomycetes bersifat kosmopolitan dapat menggunakan substrat dengan spektrum yang luas. Kelas Phycomycetes dengan ordo Mucorales dan Moniliales. Contoh Glomales sp, Absidia spinosa, Rhizopus oligosporus, Mucor, Zygohynchus, Oospora, Geotrchium, Aspergilus, Penicillium, Monila, Trichothecium, Hormodendrum, Cladosporium dan Alternaria.

3. Filum Ascomycota

Miselium yang bersepta dan askokarp (tubuh buah seksual yang menghasilkan askus) dengan bentuk multiseluler. Dinding sel disusun oleh selulosa dan glukan. Kelasnya yaitu Hemiascomycetes dengan ordonya Sacharomycetales dan Taphrinales. Kelas Plectomycetes dengan ordo Eurotiales, Erysiphales. Kelas Pyrenomycetes. Kelas Discomycetes dengan ordo Leotiales, Pezizales, Tuberales dan kelas Loculoasmycetes. Contoh jamur pada filum ini yaitu Saccharomyces cerevisiae, Candida sp, Taphrina deformans, Eurotium, Monascus, Aspergilus, Nectria, Acremonium, Cylindrocarpon, Fusarium Claviceps, Meliola jasminicola.

4. Filum Basidiomycota

(11)

ditemukan pada kayu atau bahan organik di sekitar hutan. Contohnya Boletus, Pleurotus, Volvariella, Agaricus, Ganoderma, Puccinia graminis (jamur karat).

5. Filum Deuteromycota

Kelompok ini disebut jamur imperfect atau jamur aseksual. Ciri stuktur somatiknya miselium bersepta, haploid bentuk yeast, reproduksi aseksual dengan konidia, miselium steril atau pertunasan. Konidianya terspesialisasi, tidak motil dan spora aseksual. Klasifikasi ditentukan berdasarkan tipe konidioma, bentuk dan sekat pada konidia, proses perkembangan dalam pembentukan konidia. Kelasnya yaitu Agonomycetes, Coelomycetes, dan Hyphomycetes.

2.1.3 Reproduksi

Jamur akan membentuk struktur-struktur khusus untuk melakukan reproduksi supaya spesiesnya menyebar dan tidak punah. Secara alamiah jamur bereproduksi dengan dua cara, yaitu

1. Reproduksi Seksual

Reproduksi seksual dengan peleburan nukleus dari dua sel induknya yang kompatibel. Tipe spora seksual pada jamur antara lain yaitu askospora, basidiospora, zigospora dan oospora. Askospora adalah spora bersel satu yang terbentuk dalam kantong yang disebut askus (Gambar 2.7). Askospora terdapat pada kelompok Ascomycota.

(12)

Basidiospora, adalah spora bersel satu yang terbentuk di atas struktur berbentuk gada yang disebut basidium (Gambar 2.8). Basidiospora terdapat pada

kelompok Basidiomycota.

Gambar 2.8 Bentuk basidium dan basidiospora

Sumber : Gunawan dkk, 2004; Gandjar dan Sjamsuridzal, 2006

Zigospora adalah spora besar berdinding tebal yang terbentuk dari fusi dua gametangia pada kelompok Zigomycota. Oospora adalah sel telur yang dibuahi, membentuk dinding tebal dan mengalami periode istirahat. Oospora akan menjadi induvidu baru setelah periode istirahat. Oospora terbentuk didalam struktur betina khusus yang disebut oogonium (Pelczar dan Chan, 1986; Hamid dan Purnomo, 2010).

2. Reproduksi aseksual

Reproduksi cara aseksual membentuk karpus yang didalamnya mengandung hifa-hifa fertil yang menghasilkan spora atau konidia. Tipe korpus aseksual yang diketahui adalah acervulus, pycnidia, sporodochium, dan synnema. Acervulus merupakan karpus aseksual mirip cawan, pycnidium karpus aseksual berbentuk bulat mirip kendi dan mempunyai lubang dibagian atas, sporodochim karpus aseksual mirip bantal-bantalan. Spora aseksual pada jamur memiliki beberapa 6 tipe yaitu (Gandjar dan Sjamsuridzal, 2006; Hamid dan Purnomo, 2010)

a. Konidiospora (konidia)

(13)

ginjal), staurospora (seperti bintang) dan helicospora (seperti gulungan) (Gambar 2.9). Permukaan konidia ada yang halus, kasar dan ada yang mempunyai tonjol-tonjolan mencolok atau seperti duri. Sel aseksual tunggal yang terbentuk langsung dari sel pada hifa atau sel hifa sendiri yang menghasilkan konidia disebut sel konidiogenos. Hifa fertil yang bercabang atau tunggal yang menghasilkan konidia disebut konidiofor (Gandjar, 2006; Gilman, 1945)

Gambar 2.9 Tipe Spora Aseksual (Konidia dan spora) Berdasarkan Bentuk Sumber : Gandjar dkk, (2006)

b. Sporangiospora (sporangia)

(14)

c. Zoospora

Spora yang dapat melakukan pergerakan karena memiliki flagel, yang dibentuk secara aseksual.

d. Oidium dan Artospora (Gambar 2.10 a dan b)

Spora bersel satu yang terbentuk karena terputusnya sel-sel hifa e. Klamidospora (Gambar 2.10 c)

Spora bersel satu yang berdinding tebal, sangat resisten terhadap keadaan buruk (untuk pertahanan diri), terbentuk dari sel-sel hifa somatik dan disebut juga gemma dimana protoplasnya berubah menjadi cadangan makanan.

f. Blastospora

Merupakan tunas-tunas yang dihasilkan dari proses membelah diri jamur yang bersel satu (Gambar 2.9 10)

c.

d. a. b.

Gambar 2.10 Oidiospora, artospora, klamidospora dan blastospora Sumber : Gunawan dkk, (2004)

2.3 Penyakit Tumbuhan

Penyakit merupakan suatu keadaan dimana bagian tumbuhan tertentu tidak dapat menjalankan fungsi fisiologis dengan sebaik-baiknya akibat suatu penyebab yang menganggu secara terus menerus dalam waktu yang lama. Fungsi fisiologi tersebut mencakup pembelahan sel, diferensiasi, dan penyerapan air dan hara dari tanah, translokasi air dan hara ke seluruh bagian tumbuhan, fotosintesis dan reproduksi. Penyakit dapat disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, dan nematoda (Agrios, 1996; Pernezny dkk, 2008).

(15)

tubuh tumbuhan melalui luka, lubang alami seperti stomata, hidotoda atau kadang langsung menembus permukaan tumbuhan yang utuh. Bagian tumbuhan tertutup seluruhnya oleh lapisan pelindung kecuali bulu akar dan bagian bunga tertentu. Lapisan pelindung tersebut berupa lapisan epidermis dengan kutikula pada bagian daun dan pucuk batang. Sedangkan, lapisan periderm dan kulit gabus pada bagian berkayu. Patogen tidak dapat menembus lapisan pelindung tersebut sehingga lebih banyak masuk ke badan tumbuhan melalui luka, misalnya Botryodiploidia theobromae dan Ustulina deusta (Semangun, 2006).

Patogen yang masuk ke dalam tubuh tumbuhan dapat menyebabkan penyakit dengan cara sebagai berikut :

1. Melemahkan inang dengan cara menyerap makanan secara terus-menerus dari sel-sel inang untuk kebutuhannya.

2. Mengganggu metabolisme sel inang dengan toksin, enzim, atau zat pengatur tumbuh yang disekresinya

3. Menghambat transportasi makanan, hara mineral dan air melalui jaringan pengangkut

4. Mengkonsumsi kandungan sel inang setelah terjadi kontak

2.3.1 Gejala Penyakit Tumbuhan

Gejala adalah perubahan-perubahan yang ditunjukkan oleh tumbuhan, sebagai akibat dari adanya penyebab penyakit. Gejala penyakit pada tumbuhan dapat disebabkan oleh jamur, bakteri, virus dan nematoda. Jamur menyebabkan gejala lokal atau sistemik pada inangnya. Gejala lokal dapat berupa perubahan warna, tekstur, bentuk, atau penampilan lain secara terlokalisasi pada jaringan yang sakit yang disebut belur (lesi). Gejala sistemik terdapat pada seluruh badan tumbuhan, misalnya layu, kerdil, perubahan warna daun. Gejala dapat dibagi menjadi tiga tipe pokok, yaitu (Semangun, 2006):

(16)

2. Gejala hipoplastik adalah gejala yang disebabkan karena terhambat atau terhentinya pertumbuhan sel, contohnya kerdil dan perubahan simetri.

3. Gejala hiperplastik adalah gejala yang disebabkan karena pertumbuhan sel yang lebih dari biasa, contohnya mengulung atau mengeriting dan bintil-bintil. Menurut Semangun, (2006) tanda-tanda umum serangan penyakit yaitu terlihatnya jamur secara makroskopis pada organ tumbuhan memegang peranan penting, karena tanda tersebut sangat diperlukan untuk mendiagnosis patogen yang menyerang tanaman. Tanda-tanda tersebut berupa:

a. Miselium. Jamur tertentu membentuk miselium pada daun, ranting, batang, akar dan buah. Miselium jamur yang terlihat dapat berwarna putih, hitam, merah, coklat, dan lainnya tergantung spesies jamur itu sendiri.

b. Karat. Luka kecil pada daun dan batang, biasanya bewarna karat.

c. Tepung atau lebih dikenal embun tepung menyerang daun, batang, buah. Adanya lapisan putih bertepung yang terdiri atas miselium dan spora jamur. d. Jamur hitam atau lebih dikenal penyakit jalaga. Jamur membentuk lapisan

miselium hitam merata seperti lapisan jelaga pada permukaan daun.

e. Hangus merupakan tumbuhan yang sakit sering berwarna hitam, seperti berisi tepung arang, yang terdiri atas spora jamur.

f. Sklerotium merupakan jamur yang membentuk gumpalan miselium yang disebut sklerotium dengan bermacam-macam bentuk.

2.3.2 Mekanisme Serangan Penyakit yang Disebabkan oleh Jamur

(17)

Pemencaran jamur patogen pada tanaman dapat terjadi secara pasif yang diperantarai oleh udara, air, serangga, dan hewan-hewan tertentu serta manusia. Awal terjadinya infeksi disebabkan oleh spora jamur yang dibawa oleh udara dari tanah yang terinfeksi. Sprora tersebut kemudian berkecambah dan membentuk apresorium yang melekat erat pada permukaan tubuh tumbuhan. Apresorium dalam jumlah kecil berkecambah dari buluh perkecambahan dan membentuk hifa infeksi berbentuk tonjolan kecil yang memiliki kekuatan menembus kutikula (Agrios, 1996; Brown,2003).

Hifa infeksi yang telah menembus kutikula, kemudian bertemu dengan dinding luar sel epidermis yang terdiri atas selulosa. Jamur mempunyai enzim yang dapat menguraikan selulosa, sehingga selulosa mengalami hidratasi dan mengalami pembengkakan. Hifa infeksi membentuk saluran kecil didalam bengkakan ini dan masuk ke dalam ruang sel, selanjutnya hifa membesar di dalam dinding sel. (Semangun, 2006).

Beberapa jamur patogenik tumbuhan menggunakan kekuatan mekanik dalam pembentukkan tubuh buah pada jaringan di bawah permukaan tumbuhan. Hifa-hifa sporofor dan juga tubuh buahnya, seperti piknidium (pycnidia) dan peritesium, mendorong keluar lapisan epidermis sehingga menyebabkan dinding sel dan kutikula membesar serta menimbulkan bengkak seperti melepuh dan akhirnya pecah (Agrios, 1996).

2.4 Penyakit Tanaman Jeruk siam yang Disebabkan oleh Jamur

Tanaman jeruk siam yang diusahakan oleh masyarakat tidak luput dari serangan penyakit. Penyakit penting tanaman jeruk yang disebabkan oleh jamur yaitu diploidia, busuk akar, antraknosa, embun tepung, melanose, embun jelaga, dam kudis (Roesmiyanto, 1990).

2.4.1 Busuk Akar

(18)

Pembusukan berwarna coklat pada buah dapat menurunkan produksi buah dalam persentase yang tinggi (Tarnowski dkk, 2007).

Pembusukan akar terjadi pada saat tanah basah atau banjir menyebabkan populasi patogen berkembang pada bulu-bulu akar. Selama musim hujan, sporangia melepaskan oospora yang ditarik ke akar-akar yang luka atau zona pemanjangan akar. Patogen bisa bertahan dalam waktu yang lama pada tumpukan akar sebagai oospores. Pembusukan akar terjadi ketika batang terinfeksi melalui luka atau pecahan pada kulit kayu (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Gejala Serangan Penyakit Busuk Akar pada Batang Tanaman Jeruk Sumber : Major Disease of Citrus in Asia

Pembusukan pada buah terjadi di musim hujan ketika sporangia dipercikkan oleh air hujan ke buah yang berada di dekat tanah. Luka pembusukan pada buah berupa warna coklat dan kasar. Buah yang pertama kali terinfeksi adalah buah yang berada paling dekat dengan tanah. Spora pada buah awal yang terinfeksi, akan menginfeksi buah baru dan pada akhirnya seluruh pohon bisa terinfeksi (Tarnowski dkk, 2007).

(19)

Serangan yang parah bisa menyebabkan tanaman mati. Penyakit ini dapat meluas ke akar tanaman jeruk yang lain sehingga menjadi busuk dan mengeluarkan bau. Pohon-pohon yang terinfeksi bisa memperlihatkan dedaunan hijau pucat dengan lapisan kuning, pengguguran, dan kematian ( Dwiastuti dkk, 2004; Semangun, 2000; Tarnowski, 2007).

2.4.2 Diploidia

Diploidia merupakan penyakit yang menyerang batang, dan menjadi penyebab utama gugurnya buah jeruk. Spora jamur diproduksi pada tempat khusus yang disebut piknidium, spora disebarkan melalui udara ke permukaan batang. Infeksi pada buah ditularkan melalui air yang membawa spora dari batang sakit ke buah. Serangan spora jamur terjadi selama musim panas dan hujan (Brown, 2003). Gejala penyakit diplodia pada tanaman jeruk siam dibagi menjadi dua macam yaitu diploidia basah dan diploidia kering.

Gejala diploidia basah, serangan ini ditandai dengan keluarnya blendok (gom) yang bewarna kuning emas dari batang atau cabang-cabang yang besar (Gambar 2.12). Setelah beberapa lama kulit kayu yang sakit mengelupas dan luka menjadi sembuh, tetapi serangan penyakit berkembang terus sehingga kulit memperlihatkan luka-luka tidak teratur. Semakin lama jamur makin masuk ke dalam kulit kayu, hingga mencapai bagian xilem. Jamur berkembang diantara floem dan xilem, serta merusak kambium.

(20)

Kayu yang terserang berwarna hijau biru sampai hitam. Tanaman jeruk pada saat di pesemaian sering mengalami infeksi pada tempelan (okulasi) baru. Jamur masuk melalui luka irisan, membunuh ”mata tempel” dan menyebabkan batang bawah banyak membentuk blendok. Seringkali gejala penyakit diploidia ini tampak pada saat tanaman jeruk berumur 4 tahun ke atas, sehingga menyebabkan tanaman mati karena penyakit ini (Semangun, 2000).

Serangan diploidia kering lebih berbahaya dari pada serangan diploidia basah karena gejala awal sulit diketahui. Kulit mengering, dan jika dipotong, kulit dan kayu di bawahnya bewarna hitam kehijauan. Kulit yang sakit membentuk celah-celah kecil, dari dalamnya keluar massa spora yang semula berwarna putih, tetapi akhirnya berwarna hitam. Bagian yang sakit umumnya meluas dengan cepat, sehingga dalam waktu yang pendek cabang-cabang yang besar sudah dilingkari oleh spora. Infeksi dapat diketahui ketika daun telah menguning, sehingga batang atau cabang yang sakit telah mati (Semangun, 2000).

2.4.3 Antraknosa

(21)

tekstur permukaan buah tidak rata. Semakin lama kulit buah tampak coklat kehitam-hitaman dan melembut kemudian akhirnya membusuk.

Gambar 2.13 A. Penyakit Antraknosa pada Ranting Tanaman Jeruk B. Penyakit Antraknosa Lapisan Kulit Buah Tanaman Jeruk. Sumber : Brown, (2003)

Lesi antraknosa berasosiasi dengan kulit buah yang tidak luka, pada awalnya berwarna perak keabu-abuan dan meninggalkan bekas, sehingga menyebabkan tekstur permukaan buah tidak rata. Semakin lama kulit buah tampak coklat kehitam-hitaman dan melembut kemudian akhirnya membusuk. Bercak dapat berkembang keseluruh bagian yang tampak pada buah, dan menyebabkan luka. Penyebaran penyakit dapat melalui air hujan, air pengairan dan udara (angin)

(Brown, 2003; Syafrill, 2006)

2.4.4 Melanosa

Melanosa disebabkan oleh jamur Diaporthe citri. Gejala-gejala nyata melanose tampak pada daun, pucuk batang, dan buah. Gejala penyakit melanosa pada daun dimulai dari bintik-bintik kecil cekung yang berwarna coklat tua sampai hitam (Gambar 2.14A). Setelah jaringan daun menua, bintik-bintik itu menjadi bercak-bercak yang menonjol, dan klorosis/warna kuning daun menghilang seiring berkembangnya penyakit (Tarnowski dkk, 2007). Area yang terinfeksi pada daun dapat tersebar atau terkumpul pada lapisan kutikula daun, tergantung pada pengangkutan spora oleh air sebelum terjadi infeksi (Timmer dan Kucharek, 2008).

(22)

Gambar 2.14 Serangan Penyakit Melanosa pada Daun dan Buah Tanaman Jeruk Sumber : Timmer dan Kucharek, (2008)

Penyakit ini memproduksi bercak (cela) yang dangkal pada buah sehingga menurunkan nilai jual buah tersebut (Timmer dan Kucharek, 2008). Serangan melanose pada buah cendrung membentuk pola seperti tetesan air yang sangat kecil dan pola seperti bagian yang terpisah-pisah (Gambar 2.14B).

. Gejala ringan menghasilkan noda yang tersebar pada kulit buah. Buah yang terinfeksi pada saat belum matang menghasilkan bercak yang lebih banyak sehingga permukaan kulit pecah dan mengakibatkan terjadinya melanose. Melanose mulai menginfeksi pada saat kelopak bunga mulai jatuh (Timmer dan Kucharek, 2008).

2.4.5 Embun Jalaga

Penyakit ini disebabkan oleh jamur dari ordo Capnodiales yang menyerang daun dan buah jeruk (Wibowo dan Marsusi, 2003; Semangun, 2000; Dwiastuti dkk, 2004). Permukaan daun yang terserang akan tampak lapisan hitam yang disebabkan oleh jamur embun jelaga (Gambar 2.15A). Jamur ini bersifat saprofit pada embun yang dihasilkan oleh daun dan pucuk yang masih muda.

Lapisan hitam yang disebabkan oleh jamur jalaga ini dapat mengurangi asimilasi dan transpirasi. Saat musim kering lapisan ini mudah terkelupas dan disebarkan oleh angin. Buah yang tertutup lapisan hitam ini, biasanya ukurannya lebih kecil dan terlambat matang (Gambar 2.15 B) (Dwiastuti dkk, 2004; Semangun, 2000).

(23)

Gambar 2.15 Penyakit Embun Jalaga Pada Tanaman Jeruk Sumber: koleksi pribadi

2.4.6 Embun tepung

Penyakit embun tepung disebabkan oleh jamur dari ordo Erysiphales. Gejala serangan embun tepung mulai tampak saat tanaman jeruk berumur 4-8 bulan setelah masa tanam.

Gambar 2.16 Serangan Penyakit Embun Tepung Pada Tanaman Jeruk Sumber : Major Disease of citrus in Asia

Gejala jelas tampak pada daun-daun muda dan tunas. Gejala mudah dikenal karena adanya lapisan putih yaitu miselium jamur (Gambar 2.16). Serangan jamur terutama terletak di sisi atas helai daun, sedangkan di bagian bawah helai daun berwarna lebih tua dan kebasah-basahan. Daun yang terserang penyakit ini mengalami perubahan atau mengering tetapi tidak gugur. Daun yang terserang berat menjadi pucat dan rontok (Semangun, 2000).

2.4.7 Kudis

(24)

berwarna kuning pada daun, buah, dan ranting-ranting muda. Semakin lama kutil-kutil ini akan berubah warna menjadi coklat kelabu dan mengeras (Semangun, 2000).

Gambar 2.17 Serangan Penyakit Kudis Pada Daun Dan Buah Tanaman Jeruk Siam. Sumber : Major Disease of Citrus in Asia

Tahap awal dari infeksi kudis meliputi pertumbuhan kerucut daun yang terbentuk dengan baik pada satu sisi daun dengan penurunan kerucut daun yang berhubungan pada sisi sebaliknya. Luka-luka ini bisa terjadi secara tunggal atau dalam kelompok yang tidak beraturan. Puncak dari pertumbuhan kutil ini biasanya permukaan daun ditutupi dengan jaringan yang berbintil yang mempunyai variasi warna dari pucat ke hitam. Titik yang terinfeksi seringkali tumbuh bersama dan menutupi area yang besar dengan pertumbuhan seperti bintil dan gabus (Gambar 2.17A).

Dahan-dahan dan dedaunan yang terinfeksi berat menjadi berubah bentuk dan kerdil. Ketika buah yang sangat muda terinfeksi, pertumbuhan buah tidak sempurna, dengan pertumbuhan yang berkutil atau menonjol (Gambar 2.17B). Penyebaran penyakit dalam jarak jauh terjadi melalui peralatan (Ferguson, 2002; Tarnowski dkk, 2007).

(25)

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama 5 (lima) bulan yaitu Juli 2011 sampai dengan Oktober 2011, yang meliputi persiapan, pengumpulan data dan penyusunan tugas akhir. Pengambilan sampel jamur pada organ tanaman jeruk yang memperlihatkan gejala sakit dilakukan di kebun jeruk milik petani di Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Luas kebun jeruk untuk pengambilan sampel adalah 6.400 Ha. Isolasi dan identifikasi jamur patogen dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura Pontianak.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan di lapangan yaitu gunting tanaman, parang, kamera digital, plastik transparan, cooler box, batu es, hygrometer, luxmeter.

Alat yang digunakan di laboratorium yaitu jarum ose, kapas, bunsen, timbangan, allumunium foil, rak tabung, tabung reaksi, cawan petri, erlenmeyer, inkubator, mikroskop binokuler merek Nikon eclipse E200, mikroskop binokuler merek Olympus CX 21, jarum pentul, gelas piala, hot plate, clean page, magnetik stirer, penggaris, gelas benda, gelas penutup, cutter (pisau bedah), soiltester, meteran, kertas saring dan autoklaf.

Bahan yang digunakan adalah akuades, alkohol 70%, lactofenol, Methilene Blue, media Potato Dextrose Agar (PDA), media Czapek’s Yeast Agar (CYA), khlorampenicol 10 mg dan organ (batang, daun dan buah) tanaman jeruk siam yang menunjukan gejala terserang penyakit

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Pengambilan Sampel

(26)

dimasukkan ke dalam plastik transparan, dan diberi label keterangan gejala serangan penyakit selanjutnya plastik disimpan dalam cooler box (Shivas dan Beasley, 2005).

Sampel penyakit tanaman jeruk yang akan diteliti sebanyak 5 sampel pada setiap umur tanaman yaitu :

a. Jeruk batang (JC) mulai tanam, 0 – 4 bulan

b. Saat okulasi tanaman sampai siap tanam, umur 4 - 8 bulan c. Tanaman sebelum berbuah, umur 8 bulan – 4 tahun d. Tanaman berbuah sampai panen.

Organ tanaman jeruk yang sakit diteliti berdasarkan gejala dan tanda khusus serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Gejala dapat dikenali dengan adanya perubahan penampilan tanaman atau bagian tanaman yang dapat dilihat karena serangan suatu penyakit (Tabel 3.1) (Shivas, 2005; Dwiastuti, 2004).

Tabel 3.1 Beberapa Gejala Umum Serangan Jamur Patogen pada Tanaman Jeruk

Nama Penyakit Gejala

Diploidia Batang / cabang yang terserang mengeluarkan blendok kuning keemasan. Stadia lanjut kulit tanaman mengelupas, (diploidia basah). Kulit batang atau cabang yang terserang mengelupas dan mengering (diploidia kering)

Busuk akar Terdapat blendok atau cairan basah pada permukaan kulit batang, membusuk, kulit mengelupas dan jatuh. Serangan parah maka pangkal batang dikelilingi blendok dan mati. Antraknosa Daun gugur sebagian, kematian ranting dan cabang, dan

bahkan kematian seluruh bagian tanaman.

Melanosa Daun mengalami clorosis, bercak-bercak hitam pada buah. Embun jalaga Buah dan daun tertutup lapisan hitam.

Embun tepung Permukaan helai daun dan batang tampak seperti tepung berwarna putih.

Kudis Areal sakit menjadi kasar, dangkal, menyerupai kerak

3.3.2 Pengukuran Faktor Lingkungan

(27)

3.3.3 Sterilisasi Alat

Peralatan yang berhubungan dengan isolasi dan identifikasi jamur patogen terutama peralatan kaca yang tahan panas perlu disterilisasi terlebih dahulu dengan autoklaf pada tekanan 2 atm, suhu 1210 C dan waktu 15 menit, dengan

tujuan untuk mengurangi kontaminasi dari peralatan (Gunawan dkk., 2004).

3.3.4 Pembuatan Media PDA dan CYA

Pembuatan media PDA 1000 ml yaitu 200 gr kentang yang telah dikupas dan dipotong-potong dadu, direbus dalam 500 ml air hingga menjadi lunak. Air rebusan kentang disaring dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan agar-agar 20 gr, gula 20 gr dan kloramfenikol 10 mg, sambil diaduk dan dipanaskan hingga mendidih. Tambahkan akuades hingga volume mencapai 1000 ml (Gunawan dkk., 2004).

Pembuatan media CYA 1000 ml yaitu sukrosa 30 gr, ekstrak ragi (yeast) 5 gr dan agar 15 gr dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditambahkan akuades 750 ml kemudian dipanaskan hingga mendidih di atas hot plate dan ditambahkan 1 gr K2HPO4 dan 10 ml Czapek’s pekat, media tersebut diambahkan kloramfenikol 10

mg kemudian ditambah akuades hingga 1000 ml sampai mendidih. Media CYA dimasukan dalam erlenmeyer (Gunawan dkk., 2004).

Media PDA dan CYA dalam Erlenmeyer ditutup rapat kemudian disterilisasi dengan outoklaf pada suhu 121ºC pada tekanan 2 atm selama 15 menit.

3.3.5 Isolasi Jamur

Jsolasi jamur dari jaringan tanaman sakit dilakukan dengan metode tanam lansung pada beberapa bagian tanaman berikut ini, yaitu:

1. Akar

(28)

2. Batang

Jamur patogen diisolasi dari batang atau cabang tanaman, dengan cara memotong atau membelah batang tanaman yang menunjukkan gejala sakit. Kemudian dibuat potongan-potongan kecil dari luar kedalam. Potongan tanaman ini direndam ke dalam larutan alkohol 70% atau larutan Clorox selama 15 detik dan dibilas dengan akuades sebanyak tiga kali. Potongan tanaman tersebut diletakkan pada media PDA dalam cawan petri (Salamiah dkk, 2008; Agrios, 1996).

3. Daun

Jamur diisolasi dari daun yang menunjukkan gejala sakit dengan cara membuat beberapa potongan segi empat berukuran 5-10 mm, sehingga potongan tersebut terdiri atas potongan jaringan sehat dan sakit. Potongan tersebut kemudian disterilisasi dengan larutan Clorox, selanjutnya dibilas dengan akuades steril. Potongan jaringan daun tersebut selanjutnya dipindahkan ke cawan petri yang berisi media PDA dengan menggunakan pinset steril (Shivas dan Beasley, 2005; Agrios, 1996).

4. Buah

Buah yang menunjukkan gejala adanya penyakit, dibersihkan dengan akuades. Jamur diisolasi dari jaringan kulit buah dengan cara memotong bagian steril yang berbatasan antara jaringan sehat dan jaringan yang sakit. Potongan jaringan tersebut selanjutnya dipindahkan ke cawan petri yang berisi media PDA, menggunakan pinset steril (Umayah dan Purwantara, 2006)

Medium jamur yang akan digunakan terlebih dahulu ditambahkan larutan asam laktat 25% untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Jamur yang telah diisolasi selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang dengan posisi terbalik untuk mencegah kondensasi uap air pada permukaan agar-agar, di inkubasi selama 3 sampai 7 hari (Shivas dan Beasley, 2005; Agrios, 1996)

3.3.6 Pemurnian Biakan jamur

(29)

media CYA dan PDA baru (Alexopoulos dkk, 1996). Biakan koloni jamur yang telah murni dan tumbuh dengan baik selanjutnya dipilih dan ditanam kembali dalam tabung reaksi berisi agar miring CYA dan PDA sebanyak 3 (tiga) ulangan. Biakan jamur yang telah murni kemudian diamati secara makroskopis dan mikroskopis untuk proses identifikasi. Pemeliharaan biakan murni dilakukan dengan cara diinkubasi di lemari pendingin pada suhu 4°C (Nakagiri, 2005).

3.3.6 Identifikasi Jamur

Identifikasi mengacu pada buku Raper dan Fennel, (1963); Bessey, (1979); Samson dkk, (1995); Alexopoulos dkk, (1996). Identifikasi jamur dilakukan dengan mengamati beberapa karakter morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis.

Karakter makroskopis yang diamati meliputi; warna koloni, tekstur koloni, bentuk koloni, dan bentuk tepi koloni. Pengamatan secara mikroskopis meliputi; struktur hifa, stuktur organ reproduksi, ada tidaknya stolon, rhizoid, dan sel kaki.

Tabel 3.2. Karakter Makroskopis dan mikroskopis yang diamati untuk identifikasi jamur (Samson dkk, 1995)

No Karakter yang diamati Keterangan

Secara makroskopis

1 Warna koloni Putih, hijau, hitam, coklat, merah dll 2 Bentuk koloni Bulat, bulat telur, tidak beraturan dan

berserabut seperti benang

3 Tekstur koloni Seperti kapas, licin, padat dan kasar 4 Bentuk tepi koloni Rata, berlobus, berlekuk, tidak

beraturan dan meruncing 5 Warna balik koloni Hijau, hitam, coklat dll Secara mikroskopis

6 Struktur hifa Bersekat atau tidak bersekat 7 Struktur reproduksi aseksual

(30)

e. konidiofor

Penelitian akan dilaksanakan dari bulan Juli 2011 sampai dengan Oktober 2011 dengan perencanaan sebagai berikut :

3 Pengumpulan dan pengolahandata x x x

(31)

Gambar

Gambar 2.1 Pohon Jeruk Siam (Citrus nobilis var. microcarpa)Sumber : koleksi pribadi
Gambar 2.3 Buah Jeruk Siam                                                 Sumber : koleksi pribadi
Gambar 2.4 Pembentukkan Hifa Senositik dan Hifa Monositik  Sumber : Gandjar dkk, (2006)
Gambar 2.8 Bentuk basidium dan basidiospora                     Sumber : Gunawan dkk, 2004; Gandjar dan Sjamsuridzal, 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jamur adalah salah satu organisme penyebab penyakit yang menyerang hampir semua bagian tumbuhan, mulai dari akar, batang, ranting, daun, bunga, hingga buahnya. Penyebaran

Kanker batang dan bercak daun hanyalah dua dari 21 penyakit paling berbahaya yang terdata menyerang durian: akar, batang, daun, dan buah.. Angka ini belum termasuk

Menentukan jenis-jenis jaringan penyusun organ vegetatif (akar, batang, daun) dan organ generatif (bunga, buah, biji). Menjelaskan perbedaan anatomi tumbuhan monokotil dengan

Kumpulan tepung putih pada daun, tunas dan buah muda merupakan masa konidia jamur Oidium tingitanium yang menyerang bagian daun jeruk menyebabkan serangan patogen jamur

Pada gambar 3.3 merupakan topologi mekanisme serangan, komputer penyerang akan menyerang jaringan umrah dari luar, dengan mengirimkan paket DOS dalam jumlah besar,

Giberelin merupakan hormon pertumbuhan yang terdapat pada organ-organ tanaman yaitu pada akar, batang, tunas, daun, tunas bunga, bintil akar, buah dan  jaringan

Di Indonesia selain jeruk yang digunakan untuk buah meja atau untuk dikonsumsi juga ada beberapa jenis jeruk yang dimanfaatkan untuk bahan sayuran, obat-obatan

Pengembangan usahatani jeruk siam di Desa Pupuan, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar yang dimulai pada tahun 1996, didasarkan atas pertimbangan bahwa buah jeruk