• Tidak ada hasil yang ditemukan

teori bahasa kognitif menurut para ahli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "teori bahasa kognitif menurut para ahli"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Memasuki abad ke-19, beberapa ahli psikologi mengadakan penelitian ekspeimental tentang teori belajar. Walaupun pada waktu itu para ahli menggunakan binatang sebagai objek penelitiannya. Penggunaaan binatang sebagai objek penelitian didasarkan pada pemikiran bahwa apabila binatang yang kecerdasanya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen teori belajar, maka sudah dapat dipastikan bahwa eksperimen itu pun dapat berlaku pada manusia.

Atkinson, 1997 & Gredler Margaret Bell, 1986 memaparkan tentang teori belajar yang secara umum dapat dikelompokkan dalam empat aliran, yaitu: teori belajar behaviouristic, teori belajar kognitif, teori belajar humanistic, dan teori belajar sibernetik.1

Teori belajar kognitif meupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.2

Sementara terkait penerapannya dalam proses pembelajaran bahasa, seorang ahli menyimpulkan:

"ةغللا تايوتحم نم كلذ ادع ام تلمهاو بييكارتلاب تممتها اّهنمأ"

3

1 Sudarman Danim, Khairil, psikologi pendidikan (alam persfektif baru), (Bandung: Alfabeta, 2010), h.27 2 Margaret Bell, Et Al, Belajar dan membelajarkan, seri pustaka Teknologi Pendidikan No: 11 (Jakarta: Universitas Terbuka Bekerjasama dengan Rajawali, 1991)

3

،نمحر نب دشار ،ةيمبرعلا ةغللا ىف ةيملماكتلا تايرظنلا

(2)

BAB II A. Pengertian Teori Kognitif

Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap praktik belajar yang dilaksanakan di sekolah adalah aliran psikologi kognitif. Aliran ini telah memberikan kontribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses belajar. Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan respon yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Oleh karena itu, menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya.4

Meskipun pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, tidak berarti psikologi kognitif anti terhadap aliran behaviorisme. Hanya, menurut para ahli psikologi kognitif, aliran behaviorisme itu tidak lengkap sebagai sebuah teori psikologi, sebab tidak memperhatikan proses kejiwaan yang berdimensi ranah cipta seperti berpikir, mempertimbangkan pilihan dan mengambil keputusan. Selain itu, aliran behaviorisme juga tidak mau tahu urusan ranah rasa.

Menurut perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa. Secara lahiriah, seorang anak yang sedang belajar

(3)

membaca dan menulis, misalnya, tentu menggunakan perangkat jasmaniah (dalam hal ini mulut dan tangan) untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, perilaku mengucapkan kata-kata dan menggoreskan pena yang dilakukan anak tersebut bukan semata-mata respons atas stimulus (rangsangan) yang ada, melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.5

Pandangan kognitivisme ini membawa kepada sebuah pemahaman bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan, yakni belajar. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu, proses pembelajaran juga sangat berkaitan erat dengan pembentukan dan penggunaan kemampuan berpikir. Peserta didik akan lebih mudah mencerna konsep dan ilmu pengetahuan apabila di dalam dirinya sudah ada struktur dan strata intelektual, sehingga ketika ia berhadapan dengan bahan atau materi pembelajaran, ia mudah menempatkan, merangkai dan menyusun alur logis, menguraikan dan mengobjeksinya.

B. Teori kognitif menurut para ahli beserta aplikasinya

Beberapa teori belajar berdasarkan aliran kognitif ini antara lain teori gestalt, teori medan, teori perkembangan Piaget, teori belajar bermakna Ausubel, teori penemuan Bruner dan teori kognitif Bandura.

1) Teori Gestalt

Psikologi kognitif muncul dipengaruhi oleh psikologi gestalt, dengan tokoh-tokohnya seperti Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Para tokoh gestalt ini belum merasa puas dengan penemuan-penemuan para ahli sebelumnya yang menyatakan bahwa belajar sebagai proses stimulus dan respons serta manusia bersifat mekanistik. Penelitian-penelitian yang dilakukan

(4)

oleh para tokoh gestalt lebih menekankan pada persepsi. Menurut mereka, manusia bukanlah sekedar makhluk yang hanya bisa bereaksi jika ada stimulus yang mempengaruhinya. Tetapi lebih dari itu, manusia adalah makhluk individu yang utuh antara rohani dan jasmaninya. Pada saat manusia bereaksi dengan lingkungannya, manusia tidak sekedar merespons, tetapi juga melibatkan unsur subyektivitasnya yang antara masing-masing individu dapat berlainan.6

Menurut teori gestalt, belajar adalah proses mengembangkan insight

(wawasan, pengertian/pengetahuan). Insight ini adalah pemahaman terhadap hubungan antarbagian di dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori behavioristik yanng menganggap belajar atau tingkah laku itu bersifat mekanistis sehingga mengabaikan atau mengingkari pernanan insight, teori gestalt justru menganggap bahwa insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku. Hal ini sesuai dengan hukum yang terkenal dari teori gestalt yaitu hukum

pragnanz. Pragnanz ini lebih kurang berarti teratur, seimbang, dan harmonis. Belajar adalah mencari dan mendapatkan pragnanz, menemukan keteraturan, keharmonisan dari sesuatu. Untuk menemukan pragnanz diperlukan adanya pemahaman (insight).

Menurut Ernest Hilgard, ada enam ciri dari belajar pemahaman (insight), yaitu: (1) pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar, (2) pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu, (3) pemahaman tergantung kepada pengaturan situasi, (4) pemahaman didahului oleh usaha coba-coba, (5) belajar dengan pemahaman dapat diulangi, dan (6) suatu pemahaman dapat diaplikasikan bagi pemahaman situasi lain (Sukmadinata, 2007: 171).

2) Teori Medan (field theory)

Teori medan (field theory) merupakan salah satu teori yang termasuk rumpun kognitif. Teori medan ini dikembangkan oleh Kurt Lewin. Sama seperti

(5)

teori gestalt yang menekankan keseluruhan dan keterpaduan. Menurut teori medan, individu selalu berada dalam suatu medan atau ruang hidup (life space), yang digambarkan oleh Kurt Lewin sebagai berikut:

Dalam medan hidup ini ada sesuatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi untuk mencapainya selalu saja ada barier atau hambatan. Individu memiliki satu atau sejumlah dorongan dan berusaha mengatasi hambatan untuk mencapai tujuan tersebut. Apabila individu tersebut telah berhasil mencapai tujuan, maka masuk ke dalam medan atau lapangan psikologis baru yang di dalamnya berisi tujuan baru dengan hambatan-hambatan baru pula. Demikian seterusnya individu keluar dari suatu medan dan masuk ke dalam medan psikologis berikutnya.7

Kaitannya dengan proses belajar, dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa teori medan menganggap belajar sebagai proses pemecahan masalah. Menurut Lewin8, beberapa hal yang berkaitan dengan proses pemecahan

masalah dalam belajar adalah:

a) Belajar adalah perubahan struktur kognitif. Setiap orang akan dapat memecahkan masalah jika ia bisa mengubah struktur kognitif. Permasalahan yang sering dijadikan contoh adalah sebagai berikut:

7 Sukmadinata, Nana Syaodih, 2007, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Cet. IV, Bandung: Remaja Rosdakarya

(6)

Orang yang melihat sembilan buah titik tersebut sebagai sebuah bujur sangkar akan sangat sulit memecahkan persoalan tersebut. Agar sembilan buah titik dapat dilewati dengan 4 buah tarikan garis, maka harus mengubah struktur kognitif bahwa kesembilan buah titik itu bukan sebuah bujur sangkar.

b) Pentingnya motivasi. Motivasi adalah faktor yang dapat mendorong setiap individu untuk berperilaku. Motivasi ini dapat berasal dari dalam (intern) dan dari luar (ektern).

3) Teori Perkembangan Piaget

رصأ امك

Piaget

أ شني ىّذ لما ّم لمعتلا و ه ي

م قيقحلا ّملمعتلا ن

م أ ىلع

ىفف ةرثاففنتملا تافمولعملل ّمففلعتملا ّمففيظنت اللخ نفم ،ىوارتلاو لمأتملا

هففليلحتو هففظحلي اففم ّمففّهف ىف هلمك كلذ نم ةدافتاسلاو .اهريغ وأ ةئيبلا

.هريسفتة

9

Kaitannya dengan perkembangan kognitif, seorang pakar terkemuka dalam disiplin psikologi kognitif dan psikologi anak, Jean Piaget mengemukakan tahap-ahap yang harus dilalui seorang anak dalam mencapai tingkatan perkembangan proses berpikir formal. Teori ini tidak hanya diterima secara luas dalam bidang psikologi tetapi juga sangat besar pengaruhnya di bidang pendidikan.10 Keempat tahapan itu adalah:

a) Tahap sensori-motor dari lahir hingga 2 tahun. Anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek. Seorang anak

9

،ّميهاربإ نب زيزعلا دبع روتكدلا

ّةييييبرعلا ّةييغللاو ّةييسفنلاو ّةيوغللا تايرظنلا

ماففملا ةففعماج ،

:دممحم 1999

(7)

sedikit demi sedikit mengembangkan kemampuannya untuk membedakan dirinya dengan bena-benda lain.

b) Tahap pra-operasional dari 2 hingga 7 tahun. Anak mulai memiliki kecakapan motorik. Pada masa ini anak menjadi pusat tunggal yang mencolok dari suatu obyek. Misalnya seorang anak melihat benda cair yang sama banyak tetapi yang sat berada dalam gelas panjang dan satu lagi berada di cawan datar, dia akan mengatakan bahwa air di gelas lebih banyak dari pada air di cawan datar.

c) Tahap operasional konkret dari 7 hingga 11 tahun. Anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret. Anak sudah dapat membedakan benda yang sama dalam kondisi yang berbeda.

d) Tahap operasional formal setelah usia 11 tahun. Pada masa ini anak mulai memasuki dunia “kemungkinan” dari dunia yang sebenarnya atau anak mengalami perkembangan penalaran abstrak.11

Kecepatan perkembangan setiap individu melalui urutan setiap tahap tersebut berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari tahap tersebut. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yang memungkinkan orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks.12 Hal ini berarti bahwa perkembangan kognitif seseorang

merupakan suatu proses genetik. Artinya, perkembangan kognitif merupakan proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dari perkembangan sistem syaraf. Semakin bertambah umur seseorang, maka semakin kompleks susunan sel syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuannya (Muhaimin, 2002: 199).

Berdasarkan hal tersebut, Jean Piaget berpandangan bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi

11 (http://id.wikipedia.org). Diakses pada tanggal 20 Desember 2015

(8)

pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subyek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna; sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara, setelah itu dilupakan.13

Kaitannya dengan proses belajar, Piaget membagi proses belajar menjadi tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak peserta didik. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif dalam situasi yang baru. Sedangkan equilibrasi adalah proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Apabila seseorang menerima informasi atau pengalaman baru, informasi tersebut akan dimodifikasi sesuai dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur kognitif yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka hal ini disebut akomodasi.14

Uraian tersebut di atas memberi sebuah pemahaman bahwa inti dari pemikiran Piaget tentang proses belajar seseorang adalah mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya.15

4) Teori Belajar Bermakna Ausubel

Menurut David P. Ausubel, secara umum kelemahan teori belajar adalah menekankan pada belajar asosiasi atau menghafal, dimana materi asosiasi dihafal secara arbitrase. Padahal, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang

13 Op.Cit, hal.122

14 Muhaimin, et.al., 2002, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Cet. II, Bandung: Remaja Rosda Karya

(9)

bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki dalam struktur kognitifnya.

Ausubel memisahkan antara belajar bermakna dengan belajar menghafal. Ketika seorang peserta didik melakukan belajar dengan menghafal, maka ia akan berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Hal ini berbeda dengan belajar bermakna, dimana dalam belajar bermakna ini terdapat dua komponen penting, yaitu bahan yang dipelajari, dan struktur kognitif yang ada pada individu. Struktur kognitif ini adalah jumlah, kualitas, kejelasan dan pengorganisasian dari pengetahuan yang sekarang dikuasai oleh individu.

Agar tercipta belajar bermakna, maka bahan yang dipelajari harus bermakna: istilah yang mempunyai makna, konsep-konsep yang bermakna, atau hubungan antara dua hal atau lebih yang mempunyai makna. Selain itu, bahan pelajaran hendaknya dihubungkan dengan struktur kognitifnya secara substansial dan dengan beraturan. Substansial berarti bahan yang dihubungkan sejenis atau sama substansinya dengan yang ada pada struktur kognitif. Beraturan berarti mengikuti aturan yang sesuai dengan sifat bahan tersebut.16

Selaras dengan uraian tersebut, menurut Reilly dan Lewis, belajar memerlukan persyaratan tertentu, yaitu (1) isi pembelajaran dipilih berdasarkan potensi yang bermakna dan diatur sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik serta tingkat pengalaman masa lalu yang pernah dialaminya; dan (2) diciptakan situasi belajar yang lebih bermakna. Dalam hal ini, faktor motivasi memegang peranan penting karena peserta didik tidak akan mengasimilasikan isi pembelajaran yang diberikan atau yang diperoleh apabila peserta didik tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana cara melakukan kegiatan belajar

(10)

Lebih lanjut, karakteristik dari teori belajar bermakna adalah pengaturan kemajuan belajar (advance organizers). Pengaturan kemajuan belajar ini merupakan kerangka dalam bentuk abstrak dari apa yang harus dipelajari dan hubungannya dengan apa yang ada pada struktur kognitif yang dimiliki peserta didik. Apabila dirancang dengan baik, advance organizers akan mempermudah peserta didik mempelajari isi pembelajaran karena kegiatannya sudah diarahkan. Hubungan dengan apa yang telah dipelajari dan adanya abstrak atau ringkasan mengenai apa yang dipelajari menyebabkan isi pembelajaran yang baru bukan dipelajari secara hafalan, melainkan sebagai kelanjutan yang merupakan kesatuan.17

Singkatnya, inti dari teori David P. Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna, yaitu suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.18

5) Teori Penemuan Bruner

Salah satu teori belajar kognitif yang sangat berpengaruh adalah teori Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Menurut Bruner, belajar akan lebih bermakna bagi peserta didik jika mereka memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi yang dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, peserta didik harus aktif di

17 Lok.cit, hal 202

(11)

mana mereka harus mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci dari pada hanya sekedar menerima penjelasan dari guru. Oleh karena itu guru harus memunculkan masalah yang mendorong peserta didik untuk melakukan kegiatan penemuan.19

Selain ide tentang belajar penemuan (discovery learning), Bruner juga berbicara tentang adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Bruner menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Pertama,

tahap enaktif, dimana individu melakukan aktifitas dalam upaya memahami lingkungannya. Kedua, tahap ekonit, dimana individu melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Ketiga, tahap simbolik, dimana individu mempunyai gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika berpikirnya. Komunikasi dalam hal ini dilakukan dengan pertolongan sistem symbol.

Lebih lanjut, Bruner juga menyatakan bahwa pembelajaran sesuatu tidak perlu menunggu sampai seseorang mencapai suatu tahap perkembangan tertentu. Apabila bahan pembelajaran yang diberikan diatur dengan baik, seseorang dapat belajar meskipun umurnya belum memadai. Seseorang dapat belajar apapun asalkan materi pembelajaran disusun berdasarkan urutan isi dimulai dari yang sederhana dan sesuai dengan karakteristik perkembangan kognitifnya. Artinya, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menata strategi pembelajarannya sesuai dengan isi bahan yang akan dipelajari dan tingkat perkembangannya.20

6) Teori Kognitif Bandura

19 Ibid, hal 33

(12)

Albert Bandura mengatakan bahwa belajar itu lebih dari sekedar perubahan perilaku. Belajar adalah pencapaian pengetahuan dan perilaku yang didasari oleh pengetahuannya tersebut (teori kognitif sosial). Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami. Hal ini berbeda dengan situasi di laboratorium atau pada lingkungan sosial yang banyak memerlukan pengamatan tentang pola perilaku beserta konsekuensinya pada situasi alami.21 Menurut Bandura, sebagian besar manusia belajar melalui

pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Seorang belajar dengan mengamati tingkah laku orang lain (model), hasil pengamatan itu kemudian dimantapkan dengan cara menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang-ulang kembali. Melalui jalan pengulangan ini akan memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku yang dipelajarinya.

Bandura juga menyatakan bahwa perilaku seseorang dan lingkungan itu dapat dimodifikasi. Buku tidak berpengaruh pada seseorang, kecuali ada orang yang menulisnya dan orang yang memilih untuk membaca. Oleh karena itu, hadiah atau hukuman tidak akan banyak bermakna, kecuali diikuti oleh lahirnya perilaku yang diharapkan. Diperolehnya perilaku yang kompleks bukan hanya disebabkan oleh hubungan dua arah antara pribadi dan lingkungan, melainkan hubungan tiga arah antara perilaku – lingkungan – peristiwa batiniah (reciprocal determinism/ determinasi timbal balik). Contoh: seorang yang telah berlatih, akan timbul perasaan percaya diri. Perilakunya menimbulkan reaksi baru, yang pada akhirnya reaksi ini mempengaruhi kepercayaan dirinya yang kemudian menimbulkan perilaku berikutnya dan dapat melukiskan perilaku yang baru itu, meskipun dia tidak melakukannya.22

21 Djaali, 2007, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara

(13)

C. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif

Setiap teori belajar tidak akan pernah sempurna, demikian pula dengan teori belajar kognitif. Di samping memiliki kelebihan – kelebihannya ada pula kelemahan – kelemahannya.

1. Kelebihan Teori Belajar Kognitif

a . Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.

Dengan teori belajar kognitif siswa dituntut untuk lebih kreatif karena mereka tidak hanya merespon dan menerima rangsangan saja, tapi memproses informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat menemukan ide-ide dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan membuat siswa lebih mandiri contohnya pada saat siswa mengerjakan soal siswa bisa mengerjakan sendiri karena pada saat belajar siswa menggunakan fikiranya sendiri untuk mengasah daya ingatnya, tanpa bergantung dengan orang lain.

b. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah

Teori belajar kognitif membantu siswa memahami bahan ajar lebih mudah karena siswa sebagai peserta didik merupakan peserta aktif didalam proses pembelajaran yang berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan informasi dalam ingatannya. Serta Menekankan pada pola pikir peserta didik sehingga bahan ajar yang ada lebih mudah dipahami.

2. Kelemahan Teori Belajar kognitif

 Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.

(14)

 Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.23

D. Pandangan teori kognitivisme terhadap belajar mengajar dan pembelajaran

Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis ataumental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan,menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentangpengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena adavariabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Dari beberapa teori belajarkognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teoridiatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, makadisisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan.Sebagai misal,

Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori belajarBermakna Ausubel memandang bahwa justru ada bahaya jika siswa yang kurang mahirdalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karenasiswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala

(15)

sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendakditerima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna. Daripoin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajarkognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak sertamerta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebihuntuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antarakarakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.24

E. Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran Bahasa

Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi persepsual, dan prosese intelektual. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristic. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agara belajar lebih bermakana bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu. 2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan

baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.

3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.

(16)

4. Untuk menarik minat dan menigkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi beru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.

5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.

6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar makna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.

7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal dan sebagainya.

(17)

Dari pemahaman di atas, maka langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh masing-masing tokoh tersebut berbeda. Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

a. Langkah-langkah pembelajaran bahasa menurut Piaget:

1. Menentukan tujuan pembelajaran. 2. Memilih materi pelajaran.

3. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif.

4. Menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut, misalnya penelitian, memecahkan masalah, diskusi, stimulasi, dan sebagainya.

5. Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreatifitas dan cara berpikir siswa.

6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

b. Langkah-langkah pembelajaran bahasa menurut Bruner :

1. Menentukan tujuan pembelajaran.

2. Melakukan identifikasi karakteristtik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).

3. Memilih materi pelajaran.

4. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh ke generalisasi).

5. Mengembangakan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

(18)

7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

c. Langkah-langkah pembelajaran bahasa menurut Ausubel :

1. Menentukan tujuan pembelajaran.

2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya).

3. Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.

4. Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari siswa.

5. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut , dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.

6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.25

(19)

BAB III PENUTUP

Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa;

a. Proses kognitif adalah proses untuk memperoleh pengetahuan di dalam kehidupan yang dipeoleh melalui pengalaman. Yang berkenaan dengan pengalaman disini adalah pengalaman indrawi, dimana proses kognitif melibatkan berbagai indra kita; yakni penglihatan, penciuman, perabaan, pengecapan, dan pendengaran. Tentunya disamping kesadaran dan perasaan. Dan hasil proses kognitif adalah kognisi.

(20)

Kajian Pustaka

،ّميهاربإ نب زيزعلا دبع روتكدلا

ّةغللاو ّةييسفنلاو ّةيوغللا تايرظنلا

ّةييبرعلا

:دممحم ماملا ةعماج ، 1999

،نمحر نب دشار ،ةيمبرعلا ةغللا ىف ةيملماكتلا تايرظنلا

،دوعسلا كلملا ةعماج

1994

Sudarman Danim, Khairil, psikologi pendidikan (alam persfektif baru), (Bandung: Alfabeta, 2010),

Trianto, 2007, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik; Konsep, Landasan Teoritis – Praktis dan Implementasinya, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher

Sukmadinata, Nana Syaodih, 2007, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Cet. IV, Bandung: Remaja Rosdakarya

Djaali, 2007, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara

Baharudin & Wahyuni, Esa Nur, 2007, Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: Ar-Ruz Media,

Sanjaya, Wina, 2006, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana

Muhaimin, et.al., 2002, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Cet. II, Bandung: Remaja Rosda Karya

Margaret Bell, Et Al, Belajar dan membelajarkan, seri pustaka Teknologi Pendidikan No: 11 (Jakarta: Universitas Terbuka Bekerjasama dengan Rajawali, 1991)

(21)

(http://www.e-psikologi.com). Diakses pada tanggal 20 Desember 2015

(http://id.wikipedia.org). Diakses pada tanggal 20 Desember 2015

http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/24/teori-belajar-kognitivisme/Diakses pada tanggal 20 Desember 2015

Referensi

Dokumen terkait

Analisis BI pada Fasilkom Unsri menggunakan business intelligence roadmap meliputi fase justification , planning , dan business analysis mengusulkan solusi BI

Keterlibatan seoraang ayah dalam memberikan pengasuhan dan berinteraksi dengan anaknya akan memberikan pengaruh yang besar pada diri sang anak, hal ini akan terjadi

Inabah , yakni kembali kepada Allah dengan bertobat dari dosa besar maupun dosa kecil yang diikuti dengan melakukan berbagai shalat sunnah dengan penuh

Sebaliknya jika tunjangan tersebut tidak menambah gaji bruto karyawan atau dalam bentuk kenikmatan atau natllfa (tidak merupakan Obyek PPh Pasal 211Pasal 26), maka biaya

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah yang menjelaskan tentang aktifitas perusahaan dan pekerja manual material handling yang mengangkut beban secara berlebih jika

Dari hasil penelitian ini diharapkan penggunaan limbah pasir terak tanur tinggi dapat bekerja seperti jika limbah ini dijadikan sebagai bahan tambah pada beton segar yaitu

Tenaga Kerja Asing ke Tenaga Kerja Indonesia  Melakukan uji bahasa  Memantau penggunaan dua bahasa pada seluruh tanda- tanda pekerjaan dan Pedoman atau prosedur kerja

Tujuan pelaksanaan jum’at berinfaq ini didasarkan pada rasa kepedulian sosial kita kepada sesama, rasa kebersamaan kita juga kepada sesama teman, karena