• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kombinasi Kina-Klindamisin 3 Hari pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kombinasi Kina-Klindamisin 3 Hari pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Kombinasi Kina-Klindamisin 3 Hari

pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi

Lambok Siahaan

Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Nias Selatan mulai bulan Agustus sampai dengan Desember tahun 2006. Pemberian Kombinasi Kina-Klindamisin selama 3 hari diberikan pada penderita malaria falciparum, setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan apusan darah. Pada akhir penelitian, 2 orang dikeluarkan karena tidak bersedia ikut pemeriksaan ulangan. Sehingga jumlah sampel diakhir penelitian adalah 31 orang. Tidak dijumpai adanya Kegagalan Pengobatan baik Kegagalan Pengobatan Dini ataupun Kegagalan Pengobatan Kasep. Hal ini dikarenakan terjadi penurunan Kepadatan Parasit sejak H1 dan tidak lagi dijumpai pada H28. Efek samping yang muncul lebih ringan, sehingga mengurangi ketidakpatuhan dalam menyelesaikan pengobatan.

Kata kunci: malaria falciparum tanpa komplikasi, kombinasi kina-klindamisin, kepadatan parasit, efek samping obat, efikasi

Abstract: The research was conducted in South of Nias, Nias Island, from August to December 2006. Blood examination was done to the patients and then all of them were given Quinine-Clindamycin combination for 3 days. At the end of the research, 2 persons were excluded from the study because of reject to continue the follow up. So there were only 31 persons who finished the research. There were no treatment failure. The parasite density was declined from D1 and did not appear again in D28. There were minimun side effect of the drugs that made patients’s compliance to complete the treatment.

Keywords: uncomplicated falciparum malaria, quinine-clindamycin combination, parasite density, side effect, efficacy

PENDAHULUAN

Resistensi antimalaria, terutama klorokuin telah banyak dilaporkan walau penyebarannya tidak merata, namun semua propinsi telah melaporkan kasus resistensi obat tersebut, termasuk Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan secara

in vivo pada tahun 2001, dijumpai kasus resistensi terhadap klorokuin di Siabu Kabupaten Mandailing Natal sebesar 47,5% dan Sulfadoksin-Pirimetamin sebesar 50%.1

Begitu pula penelitian yang dilakukan di Kabupaten Langkat, telah dijumpai resistensi klorokuin.2

Penggunaan obat secara kombinasi dapat mengurangi cepatnya perkembangan resistensi serta meningkatkan efek obat secara sinergis

dan aditif. Selain kombinasi berbasiskan Artemisinin, WHO juga menganjurkan penggunaan kombinasi antimalaria lainya, terutama obat antimalaria yang sudah cukup dikenal masyarakat dan masih memiliki efikasi yang baik di daerah tersebut.3

Kina merupakan obat antimalaria yang sudah lama dikenal masyarakat, mudah diperoleh dan relatif murah serta masih memiliki efikasi yang tinggi di Indonesia, walau di beberapa negara sudah pernah dilaporkan penurunan efikasinya. Penggunaan Kina secara monoterapi, minimal 5 - 7 hari, menyebabkan efek samping yang tidak menyenangkan, sehingga dapat menyebabkan ketidakpatuhan penderita dalam menyelesaikan

(2)

antimalaria secara monoterapi tidak disarankan lagi.4

Klindamisin, antibiotik yang juga bersifat

skizontosida darah, merupakan salah satu pilihan pasangan untuk Kina. Kombinasi Kina dan Klindamisin dapat mengurangi frekuensi dan durasi pengobatan tanpa mengurangi efikasinya, sehingga mengurangi ketidakpatuhan penderita. Klindamisin cukup

tersedia di banyak tempat, juga relatif lebih murah bila dibandingkan dengan derivat artemisinin, serta relatif lebih aman bagi anak-anak dan ibu hamil.3

Penelitian ini dilakukan untuk menguji efikasi kombinasi Kina-Klindamisin yang diberikan selama 3 hari pada malaria falciparum tanpa komplikasi, serta mengamati efek samping obat yang muncul.

BAHAN DAN CARA

Penelitian ini dilakukan secara uji klinis terbuka dan dilaksanakan di Kabupaten Nias Selatan mulai bulan Agustus sampai dengan Desember 2006. Populasi penelitian adalah penduduk yang bertempat tinggal di tempat penelitian. Populasi terjangkau adalah pasien dengan keluhan demam atau riwayat demam satu minggu terakhir. Diagnosa malaria ditentukan dengan pemeriksaan apusan darah (mikroskopis).

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan apusan darah. Sebelum pemeriksaan dilakukan, peneliti memberi penjelasan tentang apa yang akan dilakukan sambil menanyakan kesediaan pasien untuk ikut dalam penelitian. Kesediaan pasien untuk ikut penelitian ditandai dengan penandatanganan

informed consent.

Anamnesa pribadi meliputi identitas pasien, keluhan penyakit saat ini, riwayat penyakit-penyakit kronik terdahulu, riwayat penyakit malaria dan riwayat penggunaan obat antimalaria.

Pemeriksaan fisik diagnostik yang dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi

dan auskultasi untuk mendapatkan tanda objektif mengenai kondisi pasien dan dikaitkan dengan kebutuhan pada penelitian.

Pemeriksaan apusan darah meliputi pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis.

Darah diambil pada ujung jari penderita yang ditusuk dengan menggunakan lancet steril setelah terlebih dahulu dibersihkan dengan memakai kapas alkohol. Darah tetes pertama dibuang dan selanjutnya diletakkan pada dua

object glass, masing-masing di bagian tengahnya sebanyak ± 2 tetes. Untuk apusan darah tebal tetesan darah tersebut diaduk dengan menggunakan ujung object glass yang lain. Sementara itu untuk apusan darah tipis diratakan dengan menggunakan tepi sisi object glass dengan cara mendorong dari satu arah ke arah yang berlawanan. Kemudian dikeringkan pada suhu kamar. Setelah kering, apusan darah tipis di-fiksasi dengan metanol sebelum diberi pewarnaan, sementara apusan darah tebal langsung diberi pewarnaan. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan Giemsa 10% selama 10-15 menit, lalu dibilas dengan air kran yang mengalir. Setelah kering, siap untuk diperiksa dengan pembesaran mikroskop sebesar 1000x, untuk melihat ada tidaknya

Plasmodium falciparum serta menghitung kepadatannya.5

Sampel diperoleh melalui beberapa cara, yaitu sampel datang untuk berobat di pos pemeriksaan atau pemeriksaan dilakukan di rumah. Sampel yang memenuhi kriteria, akan diberikan pengobatan dengan Kina Sulfat 10 mg/kgBB/kali, tiga kali sehari selama 3 hari dan Klindamisin Hidroklorida 15 mg/kgBB/kali, tiga kali sehari selama 3 hari.6

Pengamatan lanjutan dilakukan pada hari pertama (H1), hari ke-2 (H2), hari ke-3 (H3), hari 7 (H7), hari 14 (H14) dan hari ke-28 (Hke-28) setelah pengobatan. Pengamatan dilakukan dengan cara mendatangi penderita ke rumah. Hal yang diamati antara lain gejala dan tanda klinis malaria, kepadatan parasit dan efek samping obat serta komplikasi malaria ataupun keadaan klinis lain yang dianggap penting. Penilaian pasien dilakukan sesuai dengan kriteria WHO.7

HASIL PENELITIAN

Dari 33 orang yang mengikuti dari awal penelitian ini, 2 orang dikeluarkan karena tidak bersedia lagi mengikuti pemeriksaan darah pada H14. Sehingga jumlah sampel yang mengikuti penelitian sampai pada H28 adalah 31 orang (Gambar 1).

(3)

Gambar 1. Alur pemeriksaan

Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok umur yang terbanyak ikut dalam penelitian ini adalah kelompok umur 35-44 tahun. Sementara itu, lebih banyak perempuan yang menderita malaria daripada laki-laki.

Tabel 1. Karakteristik penderita malaria

Pengobatan Kombinasi Kina ( n=31) Kelompok Umur a.15-24 tahun 2 (6,5%) b.25-34 tahun 5 (16,1%) c.35-44 tahun 11 (35,5%) d.45-54 tahun 9 (29%) e.> 55 tahun 4 (12,9%) Jenis Kelamin a.Laki-laki 6 (19,4%) b.Perempuan 25 (80,6%) Karakteristik

Tabel 2 menunjukkan bahwa gejala klinis yang paling banyak muncul adalah pusing (48,4%) dan demam (41,9%). Pada pemeriksaan tanda klinis, yang dijumpai hanyalah kenaikan suhu tubuh pada 80,7% penderita malaria, tanpa ada pembesaran limfa pada semua penderita malaria. Tabel 2. Gejala klinis dan tanda klinis

Pengobatan Kombinasi Kina ( n=31) Gejala Klinis a. Demam 13 (41,9%) b. Menggigil 3 (9,7%) c. Pusing 15 (48,4%) d. Badan Pegal 9 (29%) e. Lemas 1 (3,2%) f. Gangguan Pencernaan 3 (9,7%) Tanda Klinis

a.Kenaikan Suhu Tubuh 25 (80,7%)

b.Pembesaran Limfa 0 (0%)

Karakteristik

Tabel 3 menunjukkan bahwa penurunan kepadatan parasit mulai terjadi pada H1 dan

semakin menghilang pada H2. Sejak dari H3 tidak lagi dijumpai adanya parasit pada apusan darah, sampai dengan H28.

Tabel 3. Kepadatan parasit

Mean SD H0 496,77 413,51 H1 67,1 89,08 H2 9,03 28,68 H3 0 -H7 0 -H14 0 -H28 0

-Hari Pengamatan Kepadatan Parasit (/mm3)

Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan bahwa efek samping yang paling banyak muncul pada pemberian kombinasi Kina-Klindamisin adalah telinga berdengung, pusing dan gangguan pencernaan. Telinga berdengung paling banyak muncul pada H3 (45,8%) dan masih terus dirasakan oleh 6,4% penderita sampai pada H7. Namun efek samping tersebut tidak lagi dirasakan pada H14.

Tabel 4. Efek samping obat

Pengobatan Kombinasi Kina ( n=31)

Telinga Berdengung 24 (77,4%)

Pusing 13 (41,9%)

Gangguan Pencernaan 10 (32,3%)

Efek Samping Obat

Tabel 5. Telinga berdengung

Telinga Berdengung ( n=24)

Muncul pada H1 4 (16,7%) Muncul pada H2 9 (37,5%) Muncul pada H3 11 (45,8%) Tetap ada pada H7 2 (8,3%) Tetap ada pada H14 0 (0%)

Waktu Muncul

DISKUSI

Peluang terjadinya penyakit malaria sangat ditentukan oleh seberapa besar penderita kontak dengan vektor pembawa penyakit, yang lebih banyak beraktivitas pada malam hari. Pada penelitian ini, kasus malaria terbanyak dijumpai pada kelompok umur 35-44 tahun, yang tentunya sangat berhubungan dengan aktivitas pada malam hari atau pekerjaan yang berpeluang untuk kontak dengan vektor. Sementara itu, tingginya kasus malaria pada perempuan lebih dimungkinkan Periksa Darah

Pasien Malaria

Awal Penelitian: Kombinasi Kina-Klindamisin 3 Hari

33 orang

Akhir Penelitian: Kombinasi Kina-Klindamisin 3 Hari

31orang

Plasmodium falciparum

(4)

karena komposisi penduduk yang memang lebih banyak perempuan dibandingkan dengan laki-laki.8

Gejala klinis yang dijumpai umumnya adalah demam, menggigil, badan pegal, pusing, gangguan pencernaan dan lemas. Demam sebagai salah satu gejala klasik malaria, tidak selalu harus ada pada penderita malaria, terutama di daerah endemis malaria. Sementara itu tanda klinis yang ada hanyalah kenaikan suhu tubuh, tanpa ada pembesaran limfa. Hal ini dapat saja terjadi oleh karena perbedaan sistem imunitas tubuh.9

Kepadatan parasit mulai menurun pada H1, menghilang pada H3 dan tidak dijumpai lagi pada H28. Hal ini juga diikuti dengan menghilangnya gejala klinis mulai pada H2 dan tidak dijumpai lagi sampai pada H28. Penurunan kepadatan parasit bersifat individual dan bergantung pada sistem imunitas tubuh. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai Kegagalan Pengobatan, baik Kegagalan Pengobatan Dini ataupun Kegagalan Pengobatan Kasep. Hasil ini juga menunjukkan bahwa efikasi pemberian kombinasi Kina dan Klindamisin pada penderita malaria masih cukup baik.

Pusing dan gangguan pencernaan, sulit dibedakan kemunculannya sebagai akibat penyakit malaria atau sebagai efek samping obat, terutama bila keluhan tersebut sudah ada sejak awal pengobatan dan tetap ada selama pengobatan. Efek samping obat seperti Telinga Berdengung (Tinnitus) dan Gangguan Pencernaan, lebih dominan diakibatkan oleh Kina. Hal yang sama didapatkan juga dalam penelitian yang dilakukan Parola dan Meztger.10,11

Tinnitus paling banyak muncul pada H3 dan semakin mengganggu terutama pada H4. Penggunaan Kina dalam waktu yang lama, akan menimbulkan efek samping yang semakin mengganggu.3,4,12

Efek samping yang berkepanjangan akan menyebabkan ketidak-patuhan penderita dalam menyelesaikan pengobatan. Ketidakpatuhan penderita dalam menyelesaikan pengobatan karena efek samping obat, banyak dijumpai pada pemberian kina selama 5 hari atau lebih, seperti yang banyak dijumpai pada penelitian kina.13,14

Pada on treatment analysis (tidak mengikutkan sampel drop out dalam analisa), didapatkan efikasi kombinasi

Kina-Klindamisin yang sangat baik yaitu 100%. Sementara pada intention to treat analysis

(tetap mengikutkan sampel drop out), efikasi masih tetap baik, yaitu sebesar 94%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Metzger dkk di daerah endemis malaria di Afrika, dengan efikasi sebesar 92%10

, Ramharter dkk sebesar 94%15

dan 97% pada penelitian yang dilakukan oleh Vailant dkk.16

KESIMPULAN

Kombinasi Kina-Klindamisin mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam menurunkan kepadatan parasit. Pemberian kombinasi Kina-Klindamisin selama 3 hari lebih ekonomis dan efek samping yang muncul lebih ringan, sehingga semakin meningkatkan kepatuhan penderita dalam menyelesaikan pengobatan.

Jika dibandingkan dengan kombinasi derivat artemisinin, kombinasi kina merupakan alternatif yang cukup baik, mengingat derivat artemisinin masih sangat langka dan mahal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ginting Y, Tarigan MB, Zein U,

Pandjaitan B, 2001: The Comparison of Resistance of Chloroquine and Pyrimethamine - sulfadoxine in Uncomplicated Malaria falciparum in Siabu District, Mandailing Natal Regency Sumatera Utara Province, Kongres Bersama PETRI, Yogyakarta.

2. Khairina NA, Siahaan L, Zein U, Resistensi Plasmodium vivax terhadap Klorokuin di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Sumatera Utara, 2003.

3. World Health Organization, 2006, Guidelines For The Treatment of Malaria, Geneva

4. Tracy JW, Webster LT, 1996, Drugs Used In The Chemotherapy Of Protozoal Infections. In: Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics, McGraw-Hill, Ninth Edition: 965-983.

5. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia, Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2006.

(5)

6. Lell B, Kremsner PG, 2002, Clindamycin as an Antimalarial Drug: Review of Clinical Trials, Antimicrobial Agents and Chemotherapy, Vol. 46, No. 8 : 2315– 2320.

7. World Health Organization, 2003, Assessment and Monitoring of Antimalarial Drug Efficacy for the Treatment of Uncomplicated Falciparum Malaria. World Health Organization. Geneva: 10-12, 50-51, 55-56, 60-65. 8. Hakim L, Laporan Akhir Pendampingan

Penanggulangan Malaria Kabupaten Nias Selatan Propinsi Sumatera Utara, Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006.

9. Harijanto PN, Gejala Klinik Malaria, Dalam: Harijanto PN (editor) Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis Dan Penanganan, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000, Hal: 151-160.

10. Metzger W, Mordmuller B, Graninger W, Bienzle U, Kremner PG, 1995, High Efficacy of Short-Term Quinine-Antibiotic Combinations for Treating Adult Malaria Patients in an Area in Which Malaria is Hyperendemic, Antimicrobial Agents and Chemotherapy, Vol. 39, No. 1 : 245–246.

11. Parola P, Ranque S, Badiaga S, Niang M, Blin O, Charbit JJ, Delmont J, Brouqui P, 2001, Controlled Trial of 3-Day Quinine-Clindamycin Treatment versus 7-Day Quinine Treatment for Adult Travelers with Uncomplicated Falciparum Malaria Imported from the Tropics, Antimicrobial Agents and Chemotherapy, Vol. 45, No. 3 : 932–935.

12. Katzung BG, 1998, Chloramphenicol, Tetracyclines, Macrolides, Clindamycin & Streptogramins ; Antiprotozoal Drugs In : Basic & Clinical Pharmacology, Lange Medical Books, Seventh Edition : 748-751; 838-853.

13. Jouan LMV, Jullien E, Tetanye A, Tran E, Rey, Treluyer JMM, Tod G, Pons, 2005, Quinine Pharmacokinetics and Pharmacodynamics in Children with

Malaria Caused by Plasmodium

falciparum, Antimicrobial Agents and Chemotherapy, Vol. 49, No.9 : 3658– 3662.

14. Rogier C, Brau R, Tall A, Cisse B, Trape JF, 1996, Reducing the oral

quinine-quinidine-cinchonin (Quinimax) treatment of uncomplicated malaria to

three days does not increase the recurrence of attacks among children living in a highly endemic area of Senegal, Trans R Soc Trop Med Hyg, 90(2): 175-8. 15. Ramharter M, Oyakhirome S,

Klouwenberg PK, Adegnika AA, Agnandji ST, Missinou MA, Matsiegui PB, Mordmuller B, Borrmann S, Kun JF, Lell B, Krishna S, Graninger W, Issifou S, Kremsner PG, 2005, Artesunate-Clindamycin versus Quinine-Artesunate-Clindamycin in the Treatment of Plasmodium falciparum Malaria: A Randomized Controlled Trial, Clinical Infectious Diseases, Volume 40 : 1777 – 1784.

16. Vaillant M, Millet P, Luty A, Tshopamba P, Lekoulou F, Mayombo J, Georges AJ, Deloron P, 1997, Therapeutic efficacy of clindamycin in combination with quinine for treating uncomplicated malaria in a village dispensary in gabon, Tropical Medicine & International Health, Volume 2, Number 9 : 917-919.

Referensi

Dokumen terkait

The construction of new factory enables AALI to has the production capacity of 1,555 tons per hour.. Additionally, the

Memecahkan masalah dalam perluasan jangkauan pemasaran produk-produk yang ada pada Toko Batik Lamongan dengan menggunakan sistem transaksi online ( E-Commerce ). Digunakannya

Animal biotechnology development is strongly related to the historical context of animal production in a country and the receiving environment, particularly social environment of

Berdasarkan gambar 6.16 dapat dilihat bahwa penderita demam tifoid yang mempunyai komplikasi tertingi keadaan sewaktu pulangnya adalah PBJ dengan proporsi 66,7%, dan yang

Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan program komputer yaitu uji chi square dan fisher exact yaitu untuk mengetahui hubungan antara karakteristik (umur, jumlah

Pada UKM berbasis industri kreatif (batik dan handicraft ), segala aspek yang berasal dari faktor eksternal meliputi aspek kebijakan pemerintah, aspek sosial budaya dan

Sampai dengan penyusunan makalah ini, penulis telah berhasil mempublikasikan beberapa paper hasil analisis dengan metoda PSHA, seperti peta percepatan maksimum di batuan dasar

berdasarkan pada morfologi koloni dan spora yang terbentuk, sedangkan 2 isolat lainnya merupakan hifa steril sehingga identitasnya hanya dapat diketahui melalui teknik PCR