1) Latar Belakang
Pondasi adalah suatu bagian struktur yang tertanam di bawah permukaan
tanah (substructure). Keberadaan pondasi pada suatu bangunan berfungsi untuk
menyalurkan beban yang berasal dari struktur di atasnya menuju tanah. Ada beberapa jenis pondasi yang dapat digunakan pada suatu bangunan tergantung dari kondisi tanah tempat bangunan akan berdiri.
Jenis pondasi menurut kondisi pelapisan tanah tempat pondasi bertumpu terbagi menjadi dua, yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Dikatakan pondasi dangkal apabila keberadaan tanah keras berada pada kondisi yang dangkal. Sedangkan pondasi dalam dikatakan apabila kondisi tanah keras berada pada kondisi yang dalam. Baik pondasi dalam maupun pondasi dangkal perlu sebuah pengendalian yang baik agar pada pelaksanaannya tidak mengganggu pada pekerjaan struktur diatasnya.
Pada proyek Parahyangan Residence ini, pondasi yang digunakan untuk
meneruskan beban bangunan setinggi 31 lantai adalah pondasi rakit (Raft
Foundation). Pondasi rakit yang termasuk ke dalam jenis pondasi dangkal dipilih
karena berdasarkan data ilmiah, hasil CBR menunjukan bahwa perkerasan tanah berada pada nilai yang lebih besar dari 80 persen. Nilai CBR tersebut menjadi
alasan bahwa pondasi yang dapat digunakan pada proyek ini adalah raft
foundation.
Raft foundation ini termasuk salah satu jenis beton massa (mass concrete).
Pengecoran langsung dengan volume yang begitu besar mengakibatkan terjadinya kenaikan temperatur selama beton mengalami pengerasan sampai pada temperature tertentu sebagai reaksi dari pelepasan hidarasi semen. Temperatur yang tinggi atau diluar batas tertentu dapat mengahasilkan keretakan yang akan
berdampak pada penurunan kualitas kekuatan beton yang dihasilkan.
Pengendalian khusus terhadap temperatur diperlukan untuk menghindari keretakatan tersebut.
Perlunya suatu metode pengendalian secara khusus menjadi penyebab
pekerjaan raft foundation ini menjadi salah satu pekerjaan yang kompleks dan
Pengendalian adalah usaha yang sistematis untuk menentukan standar yang sesuai dengan sasaran perencanaan, merancang sistem informasi, membandingkan pelaksanaan dengan standar, menganalisa kemungkinan adanya penyimpangan antara pelaksanaan dan standar, kemudian mengambil tindakan pembetulan yang diperlukan agar sumber daya digunakan secara efektif dalam rangka mencapai sasaran. (R.J Mockler, 1972)
Metode-metode yang direncanakan guna mengendalikan mutu produksi pondasi diharapkan mampu menjadi awal mula berdirinya suatu bangunan apartemen yang besar, aman, dan nyaman bagi penggunanya. Metode
pengendalian yang digunakan pada pekerjan raft foundation ini tentunya harus
direncakan secara teknis dan disesuaikan dengan kondisi lapangan yang ada.
2) Tujuan
Tujuan dari disusunnya Laporan Tugas Akhir mengenai STUDI
PENGENDALIAN TEMPERATUR MASS CONCRETE PEKERJAAN RAFT
FOUNDATION PROYEK PEMBANGUNAN APARTEMEN PARAHYANGAN
RESIDENCES, JALAN CIUMBULEUIT BANDUNG ini adalah sebagai berikut :
a) mengkaji pengaruh dan perilaku temperatur beton pada pekerjaan raft
foundation
b) mengetahui batasan kenaikan temperatur yang disyaratkan pada mass
concrete pekerjaan raft foundation
c) menganalisa hasil temperatur mass concrete perkiraan dengan temperatur
di lapangan.
3) Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Batasan masalah yang diambil pada penulisan laporan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
a) Proyek yang ditinjau adalah proyek Parahyangan Residence, Ciumbuleuit
No.125, Bandung, dengan ruang lingkup pekerjaan yang dikaji adalah
Pondasi Rakit (Raft Foundation)
b) Pembahasan yang dilakukan dengan cara studi literatur tanpa melakukan
c) jenis semen yang digunakan pada pekerjaan beton adalah semen tipe I yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lainnya (SNI 7656:2012)
d) Pengendalian mutu pada mass concrete ditinjau berdasarkan kenaikan
temperatur yang terjadi
e) Metode pengambilan data yaitu dari lapangan dan studi kepustakaan untuk
mencari referensi secara teori serta analisa terhadap data yang didapatkan.
4) Tinjauan Pustaka
a.) Pondasi Rakit (Raft Foundation)
Pondasi rakit (raft foundation) adalah gabungan pondasi yang melindungi
seluruh area di bawah struktur atas (upperstructure) dalam mendukung kolom dan
dinding. Raft foundation secara umum biasanya langsung bertumpu pada tanah
atau batuan, tapi dapat pula didukung oleh pile (Shart Chandra Gupta, 1997).
b.) Beton
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip-batuan (Jack C. McCormac, 2001). Beton memiliki kuat tekan yang tinggi dan kuat tarik yang sangat rendah, oleh karena itu beton biasa dikombinasikan dengan tulangan baja yang kuat terhadap tarik.
Beton merupakan salah satu material yang hampir selalu digunakan pada konstruksi bangunan, baik secara struktural maupun arsitektural. Selain mampu menahan beban – beban yang ada pada bangunan tersebut, beton juga merupakan material konstruksi yang mudah dibentuk sesuai kebutuhan, tentunya sesuai perencanaan yang tepat.
Beton Normal
Beton normal adalah beton yang menggunakan agregat alami yang pecah
dan memiliki bobot isi sebesar 2200 – 2500 kg/m3 (SNI 03-2834-1993).
Pengendalian mutu yang dilakukan terhadap beton normal terbagi menjadi dua yaitu :
2.) Pengujian di laboratorium, berupa uji kuat tekan dan uji kuat tarik.
Sebagai bahan konstruksi, beton memiliki beberapa kelemahan dan kekurangan. Keunggulan yang dimiliki beton antara lain :
1.) Harganya relatif murah jika dibandingkan dengan bahan konstruksi
lainnya.
2.) Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi
3.) Biaya pemeliharaan dan perawatan lebih murah daripada yang lain.
Sedangkan kekurangan dari beton antara lain :
1.) Memiliki nilai kuat tarik yang rendah
2.) Beton yang telah dibentuk sulit untuk diubah
3.) Berat
4.) Limbah beton tidak dapat dipakai kembali.
Beton segar adalah campuran beton yang telah selesai diaduk sampai beberapa saat, karakteristiknya tidak berubah (masih plastis dan belum terjadi pengikatan (SNI 03-4807-1998). Beton segar yang baik adalah beton yang
memiliki workability yang baik dan tidak terjadi segregasi maupun bleeding.
(Teknologi beton, 2007).
Beton Integral
Beton integral adalah beton normal yang diberi zat tambahan dengan tujuan untuk menghasilkan beton yang kedap air. Zat tambah yang dicampurkan berfungsi untuk memperkecil penetrasi air ke dalam beton. Zat yang dapat
digunakan dalam pencampuran beton integral (waterproofing) salah satunya yaitu
fly ash.
c.) Beton Massa (Mass Concrete)
Beton massa umumnya digunakan pada konstruksi bendungan, namun
konstruksi dengan volume beton yang besar dapat digolongkan kedalam beton
massa (mass concrete). Berdasarkan ACI 207, mass concrete adalah pengecoran
beton dengan volume yang cukup besar sehingga membutuhkan pengendalian thermal akibat dari hidrasi semen serta perubahan volume beton untuk
Mass concrete terdiri dari campuran semen, agregat, air, serta dapat
ditambahkan juga pozzolan dan bahan admixture. Proporsi campuran mass
concrete akan menghasilkan beton dengan memperhatikan nilai yang ekonomis,
memiliki workability yang baik, kestabilan volume, bebas dari keretakan
(cracking), kenaikan temperatur yang rendah, durabilitas yang baik, serta
kemampuan permeabilitas yang rendah. (ACI 207.1R.5).
Beton dengan ketebalan lebih dari atau sama dengan 1 meter membutuhkan perhatian khusus dalam pengendalian temperatur, hal ini menjadi perhatian utama karena apabila terjadi perubahan temperatur yang terlalu besar antara inti, permukaan dan dasar akan mengakibatkan tegangan internal beton. Tegangan internal ini akan mengakibatkan retak pada beton yang melebihi kuat tarik beton. Temperatur puncak pada awal umur beton yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan terjadinya DEF (Delay Ettringite Formation) dan tidak
tercapainya kekuatan beton massa.
d.) Hidrasi Semen
Hidrasi semen adalah suatu proses yang menghasilkan panas akibat dari pencampuran semen dengan air. Besarnya panas yang dihasilkan tergantung
kepada daya hantar panas (thermal conductivity) dan volume yang ada. Semakin
besar volume beton maka semakin besar panas yang dihasilkan, namun semakin lambat pula beton tersebut melepaskan panas. Hal tersebut dikarenakan beton
memiliki sifat “Poor Thermal Conductivity”. Rendahnya kemampuan beton dalam
melepaskan panas, maka pada mass concrete akan selalu terjadi perbedaan
temperatur antara bagian permukaan beton dan bagian dalam beton. Perbedaan temperatur ini terjadi akibat dari bagian permukaan beton yang lebih mudah melepaskan panas daripada bagian dalam beton.
Beton akan mengalami pembebanan dari berat sendiri dan beban luar saat beton mulai mengeras. Suatu hubungan tegangan dan regangan merupakan suatu fungsi dari waktu pembebanan yang terjadi. Fungsi dari waktu pembebanan akan menghasilkan sifat-sifat beton akibat dari panas hidrasi. Sifat sifat tersebut diantaranya sebagai berikut :
Rangkak
Angan Rangkak beton (creep) adalah besar regang Susut
Pada dasarnya susut dibagi atas dua bagian, yaitu susut plastis dan susut pengeringan. Susut plastis adalah susut yang terjadi beberapa jam setelah beton segera dicor kedalam acuan. Susut pengeringan adalah susut yang terjadi setelah beton mencapai bentuk akhir dan proses hidrasi semen telah selesai. Susut biasanya dinyatakan dengan regangan susut (εsh) yang nilainya sangat bervariasi dan sangat bergantung pada bahan yang digunakan sebagai campuran beton dan perawatan beton itu sendiri.
1. Pemilihan bahan dasar susunan (semen, bahan campuran, ukuran
susunan butir dan isi zat-zat mineral dari agregat).
2. Proporsi kadar air dan perbandingan air semen.
3. Suhu dan derajat kebasahan sewaktu pengeringan beton.
4. Kelembaban nisbi selama penyimpanan.
5. Ukuran dari anggota struktur, khususnya tebal dan perbandingan volume
terhadap permukaan.
6. Umur pada waktu pembebenan.
7. Nilai slump.
Susut
Susut adalah berkurangnya volume elemen beton jika terjadi kehilangan uap air akibat dari penguapan. Susut terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Susut plastis, terjadi setelah beton segar dicor ke dalam acuan.
2. Susut pengeringan, terjadi setelah beton mencapai bentuk akhir dan
proses hidrasi semen telah selesai.
Susut biasanya dinyatakan dengan regangan susut (εsh) yang nilainya
bervariasi, tergantung pada bahan yang digunakan sebagi campuran beton dan perawatan beton.
Kenaikan temperatur
Menurut James Nelson, peningkatan suhu pada beton massa terjadi pada 1 – 3 hari pertama setelah pengecoran. Faktor yang mempegaruhi peningkatan temperatur semen portland antara lain:
a. Rasio Air Semen
Rasio air semen (fas) sangat mempengaruhi pada kecepatan hidrasi semen saat beton masih dalam kondisi segar atau belum mengeras. Fas yang rendah akan mempercepat proses hidrasi, sebaliknya fas yang tinggi akan memperlambat proses hidrasi beton. Rasio air-semen yang rendah dapat menghasilkan produk hidrasi yang lebih padat dan kekuatan yang lebih tinggi.
b. Semen
Semen memiliki panas hidrasi dan kecepatan reaksi (reactive velocity
coefficient) yang berbeda, tergantung jenis semen dan komposisi semen. Jumlah
pemakaian semen dan tipe semen berperan penting dalam peningkatan suhu beton massa. Jenis semen portland yang digunakan untuk konstruksi beton massa.
c. Gradasi agregat kasar
Secara teoritis, semakin besar ukuran maksimum agregat, semen kurang dibutuhkan dalam penggunaan beton dalam suatu volume tertentu untuk mencapai kualitas yang diinginkan. Namun, untuk mencapai efisiensi semen terbesar ada ukuran maksimum optimal untuk setiap tingkat kekuatan tekan, dapat dilihat dari gambar 4.1.
Penggunaan ukuran maksimum tergantung dari kekuatan desain,
batching plant, pencampuran, pengankutan, penempatan dan
mengkonsolidasikan beton. Partikel agregat besar yang bentuknya tidak beraturan cenderung mengakibatkan retak karena perubahan diferensial volume. Keretakan akibat perubahan diferensial volume dapat dibatasi dengan
penggunaan penulangan, jika suatu struktur massive tidak menggunakan
Gambar 4.1. Pengaruh dari ukuran agregat dan kandungan semen terhadap kekuatan tekan dalam satu tahun
(Sumber : ACI Committee 207, 1996)
d. Geometri
Pada pengecoran dengan volume besar, permukaan beton rentan terhadap retak thermal karena perbedaan suhu yang tinggi antara lapisan permukaan beton dengan lapisan inti.
e. Coarse Aggregate Coefficient of Thermal Expansion (CTE)
Coefficient of Thermal Expansion dari agregat kasar adalah pengaruh
utama CTE terhadap beton. Pengurangan tegangan akibat suhu didapatkan menggunakan agregat kasar dengan CTE yang rendah.
f. Supplementary Cementicious Materials (SCMs)
SCMs seperti fly ash dan slag dapat mengurangi panas hidrasi. Fly
ash adalah abu atau debu dari pembakaran batubara, fly ash sebagai pozzolan
jika memiliki kadar karbon rendah dan kehalusan sama dengan semen. Fly ash
menghasilkan 15-50 % panas yang dihasilkan Portland Cement dengan
jumlah yang sama. SCMs sejenis Silica Fume tidak berpengaruh terhadap
penurunan panas hidrasi.
g. Suhu Pengecoran (initial temperature)
Suhu bahan dapat mempengaruhi suhu beton saat pengecoran. Pengecoran pada suhu rendah mengurangi tegangan yang terjadi akibat perubahan temperature, karena suhu pengecoran yang rendah mempengaruhi peningkatan suhu beton menjadi lebih lambat. Apabila suhu beton pada waktu pengecoran
sudah tinggi, maka kenaikan suhu beton menjadi cepat dan peak temperature
yang dicapai menjadi tinggi.
Gambar 4.2. Temperature rise of concrete members containing 375 lbs of cement per cubic yard for different placing temperature
(Sumber : ACI Committee 207, 2002) e.) Retak (cracking)
Keretakan (cracking) dapat terjadi pada saat sebelum setting maupun
setelah setting. Keretakan yang terjadi pada mass concrete bisa disebabkan oleh
penyusutan volume beton dan dapat juga disebabkan oleh kenaikan temperatur.
Plastic Crack
Plastic crack terjadi akibat hilangnya air pada campuran beton sehingga
panas dan berangin. Plastic crack dapat terlihat sebelum beton mengeras. Pola yang terbentuk tidak bersambung (terputus-putus) dan biasanya tidak menembus
pada keseluruhan tebal beton. Plastic crack dipengaruhi oleh rasio w/c pada
campuran beton. Rasio w/c yang baik untuk mass concrete menurut ACI berada
pada range 0,25-0,45.
Thermal Crack
Retak thermal diakibatkan oleh perubahan temperatur yang berasal dari
panas hidrasi dalam beberapa jam setelah pengecoran. Panas hidrasi merambat dari bagian inti beton menuju permukaan, sehingga terjadi perbedaan temperatur antara bagian dalam dan luar beton. Perbedaan temperatur tersebut mengakibatkan terjadinya tekanan ke permukaan. Tekanan tersebut yang menjadi penyebab
terjadinya thermal crack, delay ettringite dan kerusakan lainnya, sehingga
dibutuhkan suatu pengendalian sebagai tindakan pencegahan.
Terjadinya retak thermal karena bagian beton dipermukaan yang mendingin lebih cepat oleh pelepasan panas di udara mengalami kontraksi dan menjadi kekangan terhadap pengembangan volume beton bagian dalam yang panas. Perbedaan suhu beton antara lapisan inti, permukaan dan dasar adalah ≤
200 C. Sedangkan temperatur maksimum yang diijinkan sebesar 70º pada setiap
titik (Syarat ACI : ACI. Jurnal Vol. 94. no 2.1997).
f.) Pengendalian Retak Thermal
Menurut A.M Neville, sifat-sifat panas dari beton dan material beton
disebut dengan Thermal Properties of Concrete, yang meliputi :
1. Rasio dari perubahan panas terhadap temperatur atau disebut Daya
hantar panas (Thermal Conductivity).
2. Luasan perubahan temperatur yang terjadi pada suatu benda atau
disebut Penyebaran panas (Thermal diffusivity).
3. Kapasitas panas beton atau Kalor jenis (Specific Heat).
Pengaruh temperatur pada kecepatan hidrasi semen dari beton segar ini
mengakibatkan nilasi slump loss yang tinggi, kebutuhan air meningkat, waktu
Pada pengendalian retak thermal ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar temperatur pada beton massa sesuai dengan persyaratan. Hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah :
1. Suply beton.
2. Kecepatan pengecoran.
3. Jenis dan kapasitas peralatan.
4. Kecukupan tenaga kerja pengecoran.
5. Urutan pengecoran.
6. Design mix beton yang sesuai, perlu penambahan admixture untuk
mengendalikan setting dan workability.
7. Jadwal dan hari pengecoran.
8. Pengendalian thermal.
Pengendalian retak thermal dibagi kedalam tiga cara pengendalian yaitu :
Precooling of concrete : meliputi penyiraman agregat, penggunaan
air es, penambahan es pada campuran beton, atau nitrogen cair.
Postcooling of concrete : menggunakan aliran air dalam pipa untuk
mengurangi panas dibagian dalam beton
Surface Insulation : pemasangan isolasi pada permukaan sehingga
dapat menahan & melepas panas secara perlahan-lahan agar
pendinginan permukaan dapat terkendali. Contoh dengan penggunaan
styrofoam.
g.) MIDAS GEN 2011
MIDAS GEN 2011 adalah suatu program pada aplikasi komputer bidang teknik sipil. Program ini memiliki beberapa jenis aplikasi diantaranya MIDAS CIVIL, MIDAS GEN, dan MIDAS GTS. Masing masing aplikasi memiliki karakteristik dan fungsi spesifik dalam bidang teknik sipil.
MIDAS GEN dan MIDAS CIVIL digunakan untuk analisa panas hidrasi
beton. Analisa mass concrete dengan MIDAS GEN 2011 dilakukan melalui heat
transfer analysis dan thermal stress analysis. Heat transfer analysis menganalisa
perubahan temperature pada nodal berdasarkan waktu yang terjadi akibat
analysis menganalisa tegangan dalam mass concrete untuk setiap waktu dan
tahapan konstruksi berdasarkan hasil dari heat transfer analysis seperti distribusi
temperature pada nodal, perubahan property dari material karena waktu dan temperatur, waktu susut, dan rangkak beton, dsb (Melky, 2012).
5) Metodologi Penyelesaian
Metode penyelesaian yang digunakan untuk pelaksanaan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
MULAI
Latar Belakang
PENETAPAN TUJUAN : Menguraikan Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan Raft Fondation
Merencanakan Pengendalian yang Tepat untuk Menjaga Temperatur Mass Concrete
Pengumpulan data Data Primer Data Sekunder Sudah Memenuhi? Sudah Memenuhi?
Kesimpulan dan saran
SELESAI Tidak Tidak Menentukan Perubahan temperatur awal Menentukan temperatur puncak Perbedaan temperatur
Latar Belakang dan tinjauan Pustaka Studi Literatur Mengenai : Pelaksanaan pekerjaan Raft
Foundation Mass concrete
Pengendalian temperatur mass concrete
Analisa data : Uraian Pekerjaan Raft Foundation Pengaruh perubahan temperatur Pengendalian Retak Thermal
YA YA
WBS
Cek terhadap potensi keretakan
Penjelasan mengenai flowchart metodologi penyelesaian tugas akhir yang direncanakan ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan latar belakang, pengambilan judul dan penetapan tujuan dengan persetujuan pembimbing.
2. Pengumpulan data sebagai berikut :
a. Data Primer berupa wawancara dengan pihak pelaksana pekerjaan raft
foundation proyek apartement Parahyangan Residences.
b. Studi literatur mengenai pelaksanaan pekerjaan raft foundation, mass
concrete dan pengendalian temperatur mass concrete.
c. Data Sekunder yang meliputi laporan harian monitoring suhu pekerjaan
raft foundation,
3. Mengolah data yang di peroleh dengan maksud :
a. Menentukan perubahan temperatur awal, temperatur puncak dan perbedaan temperatur.
b. Pengendalian terhadap potensi keretakan.
c. Menganalisa perilaku perubahan temperatur dengan bantuan Software
MIDAS.
4. Menampilkan hasil analisa dalam bentuk laporan berupa simpulan dan saran.
6) Jadwal Penelitian
Jadwal pelaksanaan Tugas Akhir di uraiakan sebagai berikut ini :
7) Rincian Anggaran Biaya
Rencana anggaran biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2 kebutuhan biaya pelaksanaan tugas akhir
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan
(Rp) Jumlah (Rp) 1. Kertas 3 Rim 30.000 90.000 2. Tinta : Hitam 3 Buah 70.000 210.000 Warna 3 Buah 70.000 210.000 3. Referensi Ls Ls 200.000 500.000 4. Seminar MIDAS 2 900.000 900.000 4. Seminar Proposal
Fotokopi Draft Proposal 4 Eks 7.500 30.000
Fotokopi kelengkapan 4 Buah 5.000 20.000
Jilid Proposal 4 Buah 5.000 20.000
5. Pengambilan Data :
Fotokopi Ls Ls 100.000 100.000
Pengujian Beton Normal 3 Bh 500.000 1.500.000
Pengujian Beton Integral
WaterProofing 3 Bh 500.000 1.500.000
6. Sidang TA :
Fotokopi laporan TA 4 Eks 25.000 100.000
Fotokopi kelengkapan
sidang TA 4 Buah 5.000 20.000
Fotokopi gambar A3 20 Buah 3.500 70.000
Konsumsi 4 Dus 15.000 60.000
7. Penjilidan Laporan TA :
Jilid laporan TA 4 Buah 30.000 120.000
CD 4 Buah 5.000 20.000
8. Transportasi Ls Ls 100.000 100.000
JUMLAH 5.570.000