• Tidak ada hasil yang ditemukan

Materi Brevet A ~ PPh OP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Materi Brevet A ~ PPh OP"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

BREVET AB TERPADU

PAJAK PENGHASILAN

ORANG PRIBADI

BREVET PAJAK AB TERPADU

BREVET PAJAK AB TERPADU

BREVET PAJAK AB TERPADU

BREVET PAJAK AB TERPADU

IKATAN AKUNTAN

IKATAN AKUNTAN

IKATAN AKUNTAN

IKATAN AKUNTAN

INDONESIA ( IAI )

INDONESIA ( IAI )

INDONESIA ( IAI )

INDONESIA ( IAI )

20

20

20

2012

12

12

12

(2)

UU No. 7 TAHUN 1983 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN

SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH

TERAKHIR DENGAN

UU No. 36 TAHUN 2008

DASAR HUKUM

2

UU No. 36 TAHUN 2008

• PERATURAN PEMERINTAH

• PERATURAN MENKEU

(3)

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

A D A L A H

Pasal 1

PAJAK YANG DIKENAKAN TERHADAP SUBJEK PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEHNYA

(4)

SUBJEK PAJAK

- ORANG PRIBADI

Pasal 2 ayat (1)

- WARISAN YG BELUM TERBAGI

BADAN

(5)

SUBJEK PAJAK

Pasal 2 ayat (2)

SUBJEK PAJAK

(6)

ORANG PRIBADI :

- BERTEMPAT TINGGAL / BERADA DI INDONESIA LEBIH DARI 183 HARI DLM 12 BULAN; ATAU

- DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI INDONESIA

SUBJEK PAJAK

DALAM NEGERI

Pasal 2 ayat (3)

- DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI INDONESIA DAN MEMPUNYAI NIAT BERTEMPAT TINGGAL DI INDONESIA

WARISAN YANG BELUM TERBAGI BADAN

YANG DIDIRIKAN ATAU BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA

(7)

Bukan Subyek Pajak

 kantor perwakilan negara asing;

 Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing,

dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

 organisasi-organisasi internasional dengan syarat:  organisasi-organisasi internasional dengan syarat:

 Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan

 tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan

dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;

 Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (1) huruf c UU PPh, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

(8)

SETIAP TAMBAHAN KEMAMPUAN EKONOMIS YANG : - Diterima atau diperoleh Wajib Pajak,

P E N G H A S I L A N

OBJEK PAJAK

Pasal 4 ayat (1)

- Diterima atau diperoleh Wajib Pajak,

- Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,

- Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak,

DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN

(9)

PENGHASILAN OBYEK PAJAK Tidak FINAL (Pasal 4 ayat 1) PEMOTONGAN DIBAYAR SENDIRI Tahun Berjalan = Kredit Pajak. Pada akhir tahun PPh Dihit. kembali atas seluruh

pengghasilan setahun.

BUKAN OBJEK PAJAK (Pasal 4 ayat 3) FINAL (Pasal 4 ayat 2) DIBAYAR SENDIRI Th Berjalan = Pelunasan Pajak PEMOTONGAN setahun.

(10)

Sumber Penghasilan DN

Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:

 penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas

seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;

 penghasilan dari usaha dan kegiatan;

 penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak

gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan

(11)

Penghasilan Luar Negeri



penghasilan yang berasal dari luar negeri dengan nama dan

(12)

Obyek PPh Tidak Final

Penghasilan yang merupakan obyek Pajak :

 Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh

 hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;  laba usaha;

 laba usaha;

 keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,

dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,

sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

(13)

Obyek PPh Tidak Final

3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh

hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

(14)

Obyek PPh Tidak Final

 penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan

pembayaran tambahan pengembalian pajak;

 bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian

utang;

 dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

koperasi;

 royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

 sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;  penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

 keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu

yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

 keuntungan selisih kurs mata uang asing;  selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

(15)

Obyek PPh Tidak Final

 premi asuransi;

 iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari

Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

 tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak;

 penghasilan dari usaha berbasis syariah;

 imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur  imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur

mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

(16)

Obyek PPh Final

Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:

 penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan

surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

 penghasilan berupa hadiah undian;

 penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang

diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

 penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,

usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

 penghasilan tertentu lainnya,

(17)

3. PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (PP No. 48 TAHUN 1994 sttd PP No.71 TAHUN 2008)

2. PENGHASILAN DARI HADIAH UNDIAN ( PP No. 132 TAHUN 2000) 1. PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN AHAM DI BURSA EFEK

( PP No. 41 TAHUN 1994 sttd PP No. 14 TAHUN 1997)

PENGHASILAN TERTENTU YANG PENGENAAN PAJAKNYA TELAH DIATUR DGN PERATURAN PEMERINTAH (PP)

4. PENGHASILAN DARI BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SBI ( PP No. 131 TAHUN 2000 jo KMK No.51/KMK.04/2001) 5. PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

( PP No. 29 TAHUN 1996 sttd PP No 5 tahun 2002)

6. PENGHASILAN BERUPA OBLIGASI ( PP No. 16 tahun 2009)

7. PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI ( PP No. 51 TAHUN 2008 sttd PP 40 Tahun 2009)

(18)

10. PENGHASILAN ATAS BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYARKAN OLEH 9. PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF BERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA (PP No 17 tahun 2009)

8. PENGHASILAN ATAS DIVIDEN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI (PP No 19 tahun 2009)

PENGHASILAN TERTENTU YANG PENGENAAN PAJAKNYA TELAH DIATUR DGN PERATURAN PEMERINTAH (PP)

10. PENGHASILAN ATAS BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYARKAN OLEH KOPERASI KEPADA ANGGOTA KOPERASI ORANG PRIBADI

(PP No 15 tahun 2009)

11. PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAN NEGARA ( (PP No 27 tahun 2008)

(19)

Bukan Obyek Pajak

a. Pasal 4 ayat 1 huruf a :

1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat

atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus

satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

(20)

Bukan Obyek Pajak

b. warisan;

c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;

e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan

dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

(21)

Bukan Obyek Pajak

f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas

sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha 2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha

milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

(22)

Bukan Obyek Pajak

h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun

sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

penyertaan kontrak investasi kolektif;

j. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana

selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha (th 2009 dihapus)

(23)

Bukan Obyek Pajak

k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura

berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan

kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur

(24)

Beasiswa yang merupakan bukan

obyek PPh

 Penghasilan berupa beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari

Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendididikan nonformal yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan.

 Pendidikan formal yang dimaksud adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

 Pendidikan nonformal yang dimaksud adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal  Pendidikan nonformal yang dimaksud adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal

yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

 Ketentuan tsb tidak berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hubungan istimewa

dengan : 1) Pemilik; 2) Komisaris; 3) Direksi; atau 4) Pengurus, dari Wajib Pajak pemberi beasiswa.

 Komponen beasiswa tsb terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition

fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.

(25)

Bukan Obyek Pajak

m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang

bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

(26)

PTKP

 Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan

pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak

 Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut :

 Rp 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah)

untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

 Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan

untuk Wajib Pajak yang kawin;

 Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah)

tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UU PPh

 Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan

untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

(27)

Penentuan PTKP



Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan

keadaan pada awal tahun kalender.



Untuk subyek pajak yang baru datang dan

menetap di Indonesia dalam bagian tahun

menetap di Indonesia dalam bagian tahun

kalender ditentukan berdasarkan keadaan

pada awal bulan dari bagian tahun kalender

yang bersangkutan.

(28)

Table PTKP

No Status Besarnya PTKP 1 TK/0 15.840.000 2. TK/1 15.840.000 + 1.320.000 3. TK/2 15.840.000 + (1.320.000x2) 4. TK/3 15.840.000 + (1.320.000x3) 5. K/0 15.840.000 + 1.320.000 6. K/1 15.840.000 + 1.320.000 + 1.320.000 7 K/2 15.840.000 + 1.320.000 + (1.320.000x2) 8 K/3 15.840.000 + 1.320.000 + (1.320.000x3)

(29)

Status PTKP

WP Tidak Kawin WP Tidak Kawin WP Tidak Kawin

WP Tidak Kawin KodeKodeKodeKode JumlahJumlahJumlahJumlah 0 Tanggungan TK/0 15.840.000 1 Tanggungan TK/1 17.160.000 2 Tanggungan TK/2 18.480.000

WP Kawin WP Kawin WP Kawin

WP Kawin KodeKodeKodeKode JumlahJumlahJumlahJumlah 0 Tanggungan K/0 17.160.000 1 Tanggungan K/1 18.480.000 2 Tanggungan K/2 19.800.000 3 Tanggungan TK/3 19.800.000 3 Tanggungan K/3 21.120.000

WP Kawin + Penghasilan Istri Digabung WP Kawin + Penghasilan Istri Digabung WP Kawin + Penghasilan Istri Digabung

WP Kawin + Penghasilan Istri Digabung KodeKodeKodeKode JumlahJumlahJumlahJumlah 0 Tanggungan K/I/0 33.000.000 1 Tanggungan K/I/1 34.320.000 2 Tanggungan K/I/2 35.640.000 3 Tanggungan K/I/3 36.960.000

(30)

Tanggungan



Anggota keluarga

sedarah dalam garis

keturunan lurus



Anggota keluarga

semenda dalam garis

keturunan lurus



Anak angkat yang

menjadi tanggungan

menjadi tanggungan

sepenuhnya.





Adik/Kakak Wajib Pajak

Adik/Kakak Wajib Pajak





Ipar dari Wajib Pajak

Ipar dari Wajib Pajak

Tidak

(31)

Penghasilan Keluarga



Sistem

pengenaan

pajak

berdasarkan

UU

PPh

menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis,

artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota

keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai

pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh

pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh

kepala

keluarga.



Namun, dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak

(32)

PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA YANG TELAH KAWIN

DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN ATAU KERUGIAN SUAMINYA

PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA KAWIN Pasal 8 ayat (1)

KERUGIAN SUAMINYA

KECUALI

1. PENGHASILAN TSB SEMATA-MATA DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI SATU PEMBERI KERJA YG TELAH DIPOTONG PPh PASAL 21,

DAN

2. PEKERJAAN TSB TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS SUAMI ATAU ANGGOTA KELUARGA LAINNYA

(33)

Pemisahan Penghasilan

Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah

apabila :



suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan

hakim;



dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan



dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan

perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau



dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan

(34)

Penghasilan Anak

 Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber

penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama.

 Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah anak yang

belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah. belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.

 Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya telah

berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.

(35)

Tarif PPh WP Orang Pribadi

No Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Rp) Tarif

1 sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

5% 2 di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

15% (dua ratus lima puluh juta rupiah)

3 di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

25%

4 di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

(36)

Perhitungan PPh WP

Orang Pribadi

(37)

Type WP Orang Pribadi

 WP Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha/ pekerjaan

bebas.

 Pegawai Negeri Sipil/TNI/ABRI  Pegawai Swasta

 Pensiunan

 WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan Usaha, misalnya :

 Dagang

 Bidang Jasa

 Industri / Manufaktur

 WP Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan Bebas, misalnya :

(38)

Pembukuan dan Pencatatan



Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan

usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia wajib

menyelenggarakan pembukuan



Dikecualikan dari kewajiban pembukuan :



Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha

atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan

atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan

menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma

Penghitungan Penghasilan Neto (Omzet Max 4,8 M/Thn)



Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan

kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

(39)

Pembukuan dan Pencatatan



Pembukuan

atau

pencatatan

tersebut

harus

diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan

mencerminkan

keadaan

atau

kegiatan

usaha

yang

sebenarnya.



Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di



Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di

Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,

satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa

Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh

Menteri Keuangan.



Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan

(40)

Pembukuan dan Pencatatan



Pembukuan

sekurang-kurangnya

terdiri

atas

catatan

mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya,

serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung

besarnya pajak yang terutang.



Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara



Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara

teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau

penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah

pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan

objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

(41)

Penyimpanan Dokumen



Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar

pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain

termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan

yang dikelola secara elektronik atau secara

program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10

program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10

(sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat

kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang

pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak

badan.

(42)

Pencatatan



Pencatatan harus diselenggarakan secara teratur

dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya

dengan menggunakan huruf latin, angka Arab,

satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam

bahasa Indonesia.

Pencatatan

dalam

satu

tahun

harus



Pencatatan

dalam

satu

tahun

harus

diselenggarakan secara kronologis.



Catatan dan dokumen yang menjadi dasar

pencatatan harus disimpan di tempat tinggal

Wajib Pajak selama 10 (sepuluh)

(43)

Pencatatan



Pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan secara

kronologis



Pencatatan harus dapat menggambarkan antara lain:

1)

Jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh;

2)

Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan

yang pengenaan pajaknya bersifat final.

Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha



Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha

dan/atau

tempat

usaha,

pencatatan

harus

dapat

menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha

dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.



Wajib Pajak Orang pribadi juga harus menyelenggarakan

(44)

Norma Perhitungan Penghasilan

Neto



Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha

atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1

(satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar

delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan

neto

dengan

menggunakan

Norma

Penghitungan

neto

dengan

menggunakan

Norma

Penghitungan

Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dengan

syarat

memberitahukan

kepada

Direktur

Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan

pertama dari tahun pajak yang bersangkutan

(45)

Norma Perhitungan Penghasilan

Neto



Wajib Pajak yang menghitung penghasilan netonya dengan

menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

wajib menyelenggarakan pencatatan



Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur

Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan

Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan

menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto,

dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

(46)

PENYESUAIAN BATAS PENGGUNAAN NORMA PERHITUNGAN BAGI WP ORANG PRIBADI DN.

( Pasal 14 UNDANG-UNDANG No. 36 Tahun 2008-PPh)

1. MULAI TAHUN PAJAK 2009, WP ORANG PRIBADI DN, YANG DIPERKENANKAN MENGHITUNG PENGHASILAN NETO UNTUK MENDAPATKAN BESARNYA PAJAK TERUTANG, DITINGKATKAN DARI PEREDARAN/PENGHASILAN BRUTO Rp 600.000.000.

MENJADI Rp 4.800.000.000.- (EMPAT MILYAR DELAPAN RATUS JUTA) SETAHUN.

JUTA) SETAHUN.

2. PENGHASILAN NETO YANG TELAH DIHITUNG DENGAN NORMA PERHITUNGAN TSB, HANYA DAPAT DIKURANGKAN DENGAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP), SESUAI DENGAN KONDISI WP (TK, K/0, K/1, K/2, ATAU K/3).

(47)

3. WAJIB PAJAK YANG AKAN MENGGUNAKAN NORMA PERHITUNGAN DIMAKSUD HARUS MEMBERITAHUKAN KE KANTOR PELAYANAN PAJAK SETEMPAT DALAM TEMPO 3 (TIGA) BULAN PERTAMA DARI TAHUN PAJAK YANG BERSANGKUTAN, ( CONTOH UNTUK TAHUN PAJAK 2009 SELAMBAT-LAMBATNYA TGL 31 MARET 2009) 4. KEPADA WP MASIH DIWAJIBKAN UNTUK MENYELENGGARAKAN PENCATATAN OMZET/PEREDARAN/PENG

HASILAN BRUTONYA GUNA DILAMPIRKAN PADA PENYAMPAIAN SPT TAHUNANNYA.( BUKAN PEMBUKUAN ) 5. CONTOH PENERAPAN NORMA PERHITUNGAN :

TUAN DARNOTO ( STATUS K/3 ) MEMILIKI USAHA BENGKEL MOBIL DI JALAN IKAN GURAMI 27 JAKARTA UTARA, PENERIMAAN BRUTO BENGKEL TAHUN 2009 BESARNYA Rp 1 . 650 . 000.000. MISALNYA NORMA PERHITUNGAN BERDASARKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDRAL PAJAK UNTUK USAHA BENGKEL DIDAERAH TERSEBUT 8% ( DELAPAN PROSEN ) . PENGHASILAN NETO = 8% x Rp 1.650.000.000. = Rp 132 . 000.000.

PENGURANGAN PTKP DENGAN STATUS ( K/3 ) = Rp 21. 120.000. PENGHASILAN KENA PAJAK = RpRpRpRp 11 0 . 880.00011 0 . 880.00011 0 . 880.00011 0 . 880.000. PAJAK PENGHASILAN TERUTANG :

5 % x Rp 50.000.000. = Rp 2.500. 000.. 15 % x Rp 60.880.000-. = Rp 9. 1

(48)

000.----JENIS-JENIS PEMBAYARAN PPH YANG DAPAT

DIKREDITKAN BAGI WPDN/BUT

a. PASAL 21 DARI PEKERJAAN,JASA, DAN KEGIATAN LAINPEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN

b. Pasal 22

PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI KEGIATAN DIBIDANG IMPOR ATAU KE GIATAN USAHA DIBIDANG LAINNYA

c. PASAL 23

PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN BERUPA DEVIDEN, BUNGA, SEWA, ROYALTY, HADIAH, DAN PENGHARGAAN & IMBALAN JASA LAINNYA . JASA LAINNYA .

d.PASAL 24 PAJAK YG DIBAYAR ATAU TERUTANG ATAS

PENGHASILAN DARI LN YG BLH DIKREDITKAN

e. PASAL 25 PEMBAYARAN YG DILAKUKAN WP SENDIRI. f. PASAL 26

Ayat (5)

PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG TIDAK BERSIFAT FINAL

TIDAK BOLEH DIKREDITKAN

SANKSI ADMINISTRASI BERUPA BUNGA, DENDA DAN KENAIKAN PAJAK

(49)

KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK TERUTANG PADA

SATU TAHUN PAJAK

DARI JUMLAH KREDIT PAJAK SEBAGAIMANA DIMAKSUD PASAL 28 (1) SETELAH DILAKUKAN LEBIH KECIL SETELAH DILAKUKAN PEMERIKSAAN. SETELAH DIPERHITUNG

KAN DG UTANG PAJAK BERIKUT SANKSINYA

KELEBIHAN PEMBA YARAN PAJAK DIKEMBALIKAN

(50)

APABILA PAJAK YANG

TERUTANG UNTUK SUATU TAHUN PAJAK

TERNYATA

KREDIT

PAJAK

LEBIH BESAR DARI PADA

KEKURANGAN PEMBAYARAN PAJAK

YANG TERUTANG HARUS DILUNASI

SEBELUM SPT PAJAK PENGHASILAN

DISAMPAIKAN.

PASAL 29

SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 28 AYAT (1)

(51)

FORMULA PENGHITUNGAN PPh OP

 TOTAL PENGHASILAN NET ... .... ..XXXXXXXXX  PTKP... ... (XXXXXXXXX )  PENGHASILAN KENA PAJAK... ..XXXXXXXXX  DIKALIKAN TARIF PPh WP ORANG PRIBADI (TARIF PROGRESIF)

 PPh TERHUTANG... XXXXXXXXX  - KREDIT PAJAK - PPh 21 - PPh 21 - PPh 22 - PPh 23 - PPh 24 - PPh 26 (5) - PPh 25 dibayar Sendiri - Pokok STP PPh Pasal 25

TOTAL KREDIT PAJAK... .( XXXXXXXXX) PPh Kurang dibayar (Psl 29 ) atau lebih bayar...XXXXXXXXXX

(52)



Jenis-Jenis SPT PPh Orang Pribadi

BAGI ORANG PRIBADI YANG PENGHASILANNYA BERSUMBER ANTARA LAIN DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS, SEPERTI DOKTER PRAKTEK, PENGACARA, PEDAGANG, PENGUSAHA, BIRO JASA,

KONSULTAN DAN LAIN-LAIN YANG PEKERJAANNYA TIDAK TERIKAT.

BAGI ORANG PRIBADI YANG SUMBER PENGHASILANNYA DIPEROLEH DARI BAGI ORANG PRIBADI YANG SUMBER PENGHASILANNYA DIPEROLEH DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DAN MEMLIKI PENGHASILAN LAINNYA SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DAN MEMLIKI PENGHASILAN LAINNYA YANG BUKAN DARI KEGIATAN USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS.

YANG BUKAN DARI KEGIATAN USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS.

1770

1770 S

YANG BUKAN DARI KEGIATAN USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS. YANG BUKAN DARI KEGIATAN USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS.

CONTOHNYA KARYAWAN, PNS, TNI, POLRI, PEJABAT NEGARA, YANG CONTOHNYA KARYAWAN, PNS, TNI, POLRI, PEJABAT NEGARA, YANG

MEMILIKI PENGHASILAN LAINNYA ANTARA LAIN SEWA RUMAH, HONOR MEMILIKI PENGHASILAN LAINNYA ANTARA LAIN SEWA RUMAH, HONOR PEMBICARA/PENGAJAR/PELATIH DAN SEBAGAINYA

PEMBICARA/PENGAJAR/PELATIH DAN SEBAGAINYA

BAGI ORANG PRIBADI YANG SUMBER PENGHASILANNYA DARI SATU PEMBERI KERJA (SEBAGAI KARYAWAN) DAN JUMLAH PENGHASILAN BRUTONYA TIDAK MELEBIHI RP60.000.000 SETAHUN SERTA TIDAK TERDAPAT PENGHASILAN LAINNYA KECUALI PENGHASILAN DARI BUNGA BANK DAN BUNGA KOPERASI

1770 S

(53)

Formulir SPT Tahunan bagi Suami Istri yang memiliki NPWP Terpisah (melaksanakan hak dan kewajibannya sendiri-sendiri & penghasilan di atas 60 juta setahun)

SUAMI ISTRI FORMULIR SPT SUAMI FORMULIR SPT ISTRI KETERANGAN PNS/ Swasta PNS/ Swasta 1770S 1770S

Suami dan Isteri masing-masing mengisi SPT Tahunan

•Suami dan Isteri masing-masing mengisi SPT Tahunan;

PNS/

Swasta Usaha 1770S 1770

mengisi SPT Tahunan;

•Besarnya PPh yg harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung berdasarkan penggabungan

penghasilan neto suami-isteri dan disesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka

Usaha PNS/

Swasta 1770 1770S

• Suami dan Isteri masing-masing mengisi SPT Tahunan;

• Besarnya PPh yg harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung berdasarkan penggabungan

penghasilan neto suami-isteri dan

disesuai dgn perbandingan penghasilan neto mereka

(54)

Formulir SPT WP OP

Formulir SPT Tahunan bagi WP OP terdiri

dari :



Form 1770-SS



Form 1770-S



Form 1770-S

(55)

Form 1770-SS

Digunakan untuk :



WP Orang Pribadi yang tidak melakukan

kegiatan usaha/ pekerjaan bebas,



Memperoleh Penghasilan hanya dari satu



Memperoleh Penghasilan hanya dari satu

pemberi kerja Maksimal 60Jt/thn, dan



Tidak memperoleh penghasilan lain, kecuali

penghasilan bunga bank dan/atau bunga

koperasi

(56)

Form 1770

Digunakan untuk :



WP OP yang melakukan kegiatan usaha /

Pekerjaan Bebas



Baik menyelenggarakan pembukuan



Baik menyelenggarakan pembukuan



Maupun menggunakan Norma perhitungan

(57)

Form 1770-S

Digunakan oleh WP selain ,



yang menggunakan SPT 1770-SS



yang menggunakan SPT 1770

Yaitu :



WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas



WP yang memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan



WP yang memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan

memperoleh penghasilan lain selain bunga bank dan/atau bunga

koperasi, baik yang merupakan obyek PPh Final maupun obyek

PPh tidak final



WP yang memperoleh penghasilan yang berasal dari lebih dari

satu pemberi kerja

(58)

WP OP yang tidak melakukan

(59)

WPOP yang tidak memperoleh

penghasilan lain



WP

Orang

Pribadi

yang

tidak

melakukan

kegiatan usaha/ pekerjaan bebas.



Memperoleh

Penghasilan

hanya

dari

satu

pemberi kerja

pemberi kerja



Tidak memperoleh penghasilan lain,

kecuali

penghasilan bunga bank dan/atau bunga koperasi

(60)

Kewajiban Pajak



Tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak sendiri setiap

bulan atas penghasilan yang diterima/ diperoleh seubungan

dengan pekerjaan.



Tidak memiliki kewajiban untuk membuat laporan (Surat

Pemberitahuan Masa) ke Kantor Pelayanan Pajak setiap bulan.



Pemberi kerja (Pemberi penghasilan) Wajib untuk memotong

pajak atas penghasilan sehubungan yang dibayarkan / terutang

pajak atas penghasilan sehubungan yang dibayarkan / terutang

kepada WPOP tsb (pegawai / Penerima Pensiun)  PPh 21



WPOP tsb wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang

Pribadi) dengan formulir yang telah disediakan (Form 1770-SS

(61)

Pengisian SPT 1770-SS



Formulir SPT Tahunan yang digunakan form

SPT 1770-SS (Sangat Sederhana)



Formulir tsb hanya terdiri dari ½ halaman

folio

folio



Hanya mengisi jumlah harta & kewajiban

pada akhir tahun



Lampiran 1721-A1 atau 1721-A2

(62)
(63)

WP OP yang melakukan Kegiatan

Usaha/Pekerjaan Bebas

(64)

WP OP yang tidak wajib

(65)

Norma Penghitungan Penghasilan

Neto

 WPOP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang

peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

 WPOP tsb Wajib memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangkaWPOP tsb Wajib memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka

waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.

 WPOP wajib menyelenggarakan pencatatan sebagaimana dimaksud

dalam UU KUP.

 Apabila WPOP tsb tidak memberitahukan kepada Dirjen Pajak untuk

menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

(66)

Norma Penghitungan Penghasilan

Neto



Norma Penghitungan penghasilan Neto sebagaimana

diatur dalam KEP-536/PJ./2000 tgl 29 Desember 2000



Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan

menurut wilayah sebagai berikut :



10

(sepuluh)

ibukota

propinsi

yaitu

Medan,



10

(sepuluh)

ibukota

propinsi

yaitu

Medan,

Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,

Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;



ibukota propinsi lainnya;



daerah lainnya.

(67)

Norma Penghitungan Penghasilan

Neto



Daftar

Persentase

Penghasilan

Neto

adalah

sebagaimana

tercantum

dalam

Lampiran

I

KEP-536/PJ./2000



Penghitungan penghasilan neto WPOP yang mempunyai

lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas,

lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas,

dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha dengan

memperhatikan pengelompokan wilayah



Penghasilan neto WP yang mempunyai lebih dari satu

jenis usaha adalah penjumlahan penghasilan neto dari

masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas

(68)

Norma Penghitungan Penghasilan

Neto



Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung

dengan cara mengalikan angka persentase Norma

Penghitungan Penghasilan Neto dengan peredaran

bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan usaha

atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun.

atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun.



Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan

yang terutang oleh WPOP, sebelum dilakukan

penerapan tarif umum terlebih dahulu dihitung

Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan

PTKP.

(69)

Contoh

 Wajib Pajak A kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Ia seorang

dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon.

 Peredaran Usaha dari Industri Rotan (setahun) di Cirebon Rp.

400.000.000,00

 Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun) di Jakarta Rp.  Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun) di Jakarta Rp.

720.000.000,00

Penghasilan neto dihitung sebagai berikut : Dari industri rotan :

12,5% X Rp. 400.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00 Sebagai dokter :

45% X Rp. 720.000.000,00 = Rp. 324.000.000,00 jumlah penghasilan Neto Rp. 374.000.000,00

(70)

Contoh

 Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi Penghasilan

Tidak Kena Pajak Rp. 374.000.000,00 - Rp. 21.120.00000 = Rp. 352.880.000,00

 Pajak penghasilan yang terutang :

5% X Rp. 50.000.000,00 Rp. 2.500.000,00 15% x Rp 200.000.000,00 Rp 30.000.000,00 15% x Rp 200.000.000,00 Rp 30.000.000,00 25% x Rp 102.880.000 Rp 25.720.000,00 Jml PPh Terutang Rp 58.220.000,00 Catatan :

 a. Angka 12,5% untuk industri rotan, lihat kode 33100  b. Angka 45% sebagai dokter, lihat kode 93213

(71)

WP OP yang wajib

(72)

WAJIB PAJAK OP Pembukuan Laporan R/L Laba Komersial

Penghasilan Biaya

Bukan Objek Pajak Objek Pajak Final Objek Pajak Tidak Final

Deductible Non Deductible

KOREKSI FISKAL LABA FISKAL POSITIF NEGATIF Berakibat menambah Laba Fiskal Berakibat mengurangi Laba Fiskal Dasar Perhitungan Pajak Penghasilan Di SPT Tahunan 72

(73)

Penghitungan penghasilan neto



Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan

pembukuan,

penghasilan

Neto

dihitung

(74)

Biaya 3 M



Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi

Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha

tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan

bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,

bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,

menagih, dan memelihara penghasilan

(75)

Biaya 3 M

 Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat

dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu :

 Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan  Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

 Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun

merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya.

 Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1

(satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi.

 Disamping itu apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian

karena penjualan harta atau karena selisih kurs, maka kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

(76)

Deductable Expenses

a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan

dengan kegiatan usaha, antara lain:

 biaya pembelian bahan;

 biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,

honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;

 bunga, sewa, dan royalti;  biaya perjalanan;

 biaya pengolahan limbah;  premi asuransi;

 biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan;

 biaya administrasi; dan

(77)

Deductable Expenses



Biaya-biaya yang dimaksud dalam point a di atas lazim disebut

biaya

sehari-hari

yang

boleh

dibebankan

pada

tahun

pengeluaran.

Untuk

dapat

dibebankan

sebagai

biaya,

pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan

langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan,

menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek

menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek

Pajak.



Dengan

demikian

pengeluaran-pengeluaran

untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang

bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dibebankan sebagai

biaya

(78)

Deductable Expenses

b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan

amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh;

c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh

Menteri Keuangan;

d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan

digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

e. kerugian selisih kurs mata uang asing;

f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di

Indonesia;

(79)

Deductable Expenses

h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi

komersial;

2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat

ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan

3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan 3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan

Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan

piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang

bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa

(80)

Deductable Expenses

h. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang

ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

i. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang

dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

j. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur

dengan Peraturan Pemerintah;

k. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan

Peraturan Pemerintah; dan

l. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya

(81)

Non Deductable Expenses

a. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali untuk industri

tertentu yang diatur berdasarkan PMK

b. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,

asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

bersangkutan;

c. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa

yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

(82)

Non Deductable Expenses

d. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang

saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;

e. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m UU PPh serta zakat yang diterima (1) huruf i sampai dengan huruf m UU PPh serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah

(83)

Non deductable Expenses

f.

Pajak Penghasilan;

g.

biaya

yang

dibebankan

atau

dikeluarkan

untuk

kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang

menjadi tanggungannya;

h.

sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan

h.

sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan

serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan

dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang

perpajakan

i.

Biaya untuk mendapatkan,menagih dan memelihara

penghasilan yang telah dikenakan PPh Final & bukan

obyek Pajak

(84)

KERUGIAN DAPAT DIKOMPENSASIKAN DENGAN PENGHASILAN MULAI TAHUN PAJAK BERIKUTNYA

BERTURUT-TURUT SAMPAI DENGAN 5 (LIMA) TAHUN

KOMPENSASI KERUGIAN

PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU,

KOMPENSASI KERUGIAN PALING LAMA 10 TAHUN

(85)

Contoh

 WP A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar

Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah).

 Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal WP A sebagai berikut :

2010 : laba fiskal Rp 200.000.000,00 2011 : rugi fiskal (Rp 300.000.000,00) 2012 : laba fiskal Rp N I H I L 2012 : laba fiskal Rp N I H I L 2013 : laba fiskal Rp 100.000.000,00 2014 : laba fiskal Rp 800.000.000,00

(86)

Kompensasi Kerugian

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :

 Rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.200.000.000,00)  Laba fiskal tahun 2010 Rp 200.000.000,00 (+)  Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)  Rugi fiskal tahun 2011 (Rp 300.000.000,00)  Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)  Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)  Laba fiskal tahun 2012 Rp N I H I L (+)  Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)  Laba fiskal tahun 2013 Rp 100.000.000,00 (+)  Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp 900.000.000,00)  Laba fiskal tahun 2014 Rp 800.000.000,00 (+)  Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp 100.000.000,00)

(87)

Kompensasi Kerugian



Rugi fiskal tahun 2009

sebesar Rp100.000.000,00

(seratus juta rupiah) yang masih tersisa pada akhir tahun

2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba

fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011

sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) hanya

sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) hanya

boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015

dan tahun 2016, karena jangka waktu lima tahun yang

dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun

2016.

(88)

Zakat



zakat yang dibayarkan kepada badan amil zakat atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya

wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia,

yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk

yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk

atau disahkan oleh pemerintah, dapat dikurangkan dari

penghasilan bruto

(89)

Penyesuaian Fiscal



Penyesuaian

fiskal

dimaksudkan

untuk

menyesuaikan

penghasilan neto komersial menjadi penghasilan neto fiskal.

Penghasilan neto fiskal ini merupakan dasar pengitungan

Pajak Penghasilan Terutang. Penyesuaian fiskal dilakukan

atas penghasilan Orang Pribadi yang berasal dari usaha dan

atau pekerjaan bebas

atau pekerjaan bebas



Dasar penyelenggaraan pembukuan Orang Pribadi yang

melakukan usaha dan atau pekerjaan bebas biasanya adalah

Standar Akuntansi

Keuangan. Oleh karena itu, untuk

menyesuaikan

jumlah

penghasilan,

sebagai

dasar

penghitungan Pajak Penghasilan Terutang, pembukuan orang

pribadi

tersebut

harus

disesuaikan

dengan

ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

(90)

Koreksi Fiskal

• Koreksi yang sifatnya

menambah

besarnya

penghasilan kena Pajak

Koreksi

Fiskal

Positif

Positif

• Koreksi yang sifatnya

mengurangi

besarnya

penghasilan kena Pajak

Koreksi

Fiskal

Negatif

(91)

Contoh Koreksi Fiskal Positif



Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dari

penghasilan bruto (Non deductable Expenses)



Penyusutan menurut perhitungan komersial lebih

besar dibandingkan dengan penyusutan fiskal

besar dibandingkan dengan penyusutan fiskal



Penghasilan menurut perhitungan komersial lebih

kecil dibandingkan dengan penghasilan menurut

perhitungan fiskal

(92)

Contoh Koreksi Fiscal Negatif



Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final dan

bukan obyek pajak



Penyusutan menurut perhitungan komersial lebih

kecil dibandingkan dengan penyusutan fiskal

kecil dibandingkan dengan penyusutan fiskal



Penghasilan menurut perhitungan komersial lebih

besar dibandingkan dengan penghasilan menurut

perhitungan fiskal

(93)

PTKP



Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak

Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri,

kepadanya diberikan pengurangan berupa

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

berdasarkan

ketentuan

sebagaimana

(94)

PTKP

 Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut :

 Rp 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu

rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

 Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)

tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;

 Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu

rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UU PPh

 Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)

tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

(95)

Penentuan PTKP



Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan

keadaan pada awal tahun kalender.



Untuk subyek pajak yang baru datang dan

menetap di Indonesia dalam bagian tahun

menetap di Indonesia dalam bagian tahun

kalender ditentukan berdasarkan keadaan

pada awal bulan dari bagian tahun kalender

yang bersangkutan.

(96)

Tarif PPh WP Orang Pribadi

No Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Rp) Tarif

1 sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

5% 2 di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

15% (dua ratus lima puluh juta rupiah)

3 di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

25%

4 di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

(97)

Tarif PPh WP Orang Pribadi



Untuk keperluan penerapan tarif jumlah

Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke

bawah dalam ribuan rupiah penuh

(98)

Kredit Pajak

 Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang

dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa :

 pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;

 pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau

kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;

 pemotongan pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga, royalti, sewa,

hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;

 pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang

boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;

 pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25;

 pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

(99)

PPh Lebih Bayar/ PPh pasal 28A



Apabila pajak yang terutang untuk suatu

tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah

kredit

pajak,

maka

setelah

dilakukan

pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak

pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak

dikembalikan setelah diperhitungkan dengan

utang pajak berikut sanksi-sanksinya

(100)

PPh Kurang Bayar/PPh Pasal 29



Apabila pajak yang terutang untuk suatu

tahun pajak ternyata lebih besar daripada

kredit pajak, kekurangan pembayaran pajak

yang terutang harus dilunasi sebelum Surat

yang terutang harus dilunasi sebelum Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

disampaikan.

(101)

Kredit Pajak Luar Negeri



Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak

atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang

diterima atau diperoleh dari luar negeri.



Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat

terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang

terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang

diterima atau diperoleh di luar negeri, Pasal 24 UU PPh

mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas

penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri

yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang

atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.

(102)

Kredit Pajak Luar Negeri



Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan

dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam

negeri

boleh

dikreditkan

terhadap

pajak

yang

terutang

berdasarkan UU PPh dalam tahun pajak yang sama



Besarnya kredit pajak Luar Negeri adalah sebesar pajak

penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak

penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak

boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang



Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan

ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak

yang terutang harus ditambah dengan jumlah tersebut pada

tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan

(103)

Kredit Pajak Luar Negeri



Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri

yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di

Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas

penghasilan

yang

diterima

atau

diperoleh

Wajib

Pajak.

Contoh:

Contoh:

PT A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z

Inc. di Negara X. Z Inc. tersebut dalam tahun 2009 memperoleh

keuntungan sebesar US$100,000.00. Pajak Penghasilan yang

berlaku di negara X adalah 48% dan Pajak Dividen adalah 38%.

(104)

Kredit Pajak Luar Negeri

 Penghitungan pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut:

Keuntungan Z Inc US$ 100,000.00 Corporate income tax atas Z Inc.: (48%) US$ 48,000.00 (-) Laba Bersih Z Inc (setelah PPh) US$ 52,000.00 Pajak atas dividen (38%) US$ 19,760.00 (-) Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32,240.00

 Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan  Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan

yang terutang atas PT A adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, dalam contoh di atas yaitu jumlah sebesar US$19,760.00.

 Pajak Penghasilan (Corporate income tax) atas Z Inc. sebesar US$48,000.00

tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas PT A, karena pajak sebesar US$48,000.00 tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT A dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z Inc. di negara X.

(105)

Kredit Pajak Luar Negeri

 Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber

penghasilan ditentukan sebagai berikut:

 penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari

pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;

penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan

 penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan

penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;

 penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak

gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;

 penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan

kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;

(106)

Kredit Pajak Luar Negeri

 penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap

tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;

 penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau

tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;

 keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta

tetap berada; dan tetap berada; dan

 keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu

(107)

BESAR ANGSURAN PPh PASAL 25 SETIAP BULAN

DIKURANGI

SAMA DENGAN PPh TERUTANG MENURUT SPT TAHUNAN PPh THN PAJAK YG LALU ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN

Pasal 25 ayat (1)

12 (DUA BELAS) ATAU BANYAKNYA BULAN DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK

DIKURANGI PPh YANG DIPOTONG ATAU DIPUNGUT : PPh PSL 21 PPh PSL 22 PPh PSL 23 PPh YANG TERUTANG ATAU DIBAYAR DI LUAR NEGERI

YANG BOLEH DIKREDITKAN (PPh PSL 24)

(108)

PPh TERUTANG  SPT TAHUNAN PPh 2009 SEBESAR Rp 50.000.000,00 DIKURANGI : a. PPh YG DIPOTONG PEMBERI KERJA Rp 15.000.000,00 (PPh PSL. 21) b. PPh YG DIPUNGUT PIHAK LAIN Rp 10.000.000,00 (PPh PSL. 22)

CONTOH PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh 25

108 (PPh PSL. 22) c. PPh YANG DIPOTONG PIHAK LAIN (PPh PSL 23) Rp 2.500.000,00 d. KREDIT PPh LUAR NEGERI Rp 7.500.000,00 (PPh PSL. 24)

JUMLAH KREDIT PAJAK (Rp 35.000.000,00) SELISIH Rp 15.000.000,00

BESARNYA ANGSURAN YG HRS DIBAYAR SENDIRI SETIAP BULAN UTK THN 2010 SEBESAR 1/12 X Rp 15.000.000,00 YAITU Rp 1.250.000,00

(109)

SAMA BESARNYA DENGAN :

- Angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu

CONTOH :

ANGSURAN BULANAN UNTUK BULAN SEBELUM BATAS WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh

Pasal 25 ayat (2)

SPT TAHUNAN PPh 2009 DISAMPAIKAN MARET 2010. ANGSURAN PPh DESEMBER 2009 Rp 1.000.000,00 BESARNYA ANGSURAN UNTUK BULAN JANUARI - PEB 2010 SEBESAR Rp 1.000.000,00

APABILA BULAN SEPTEMBER 2009 DITERBITKAN KEPUTUSAN PENGURANGAN ANGSURAN PAJAK MENJADI NIHIL SEHINGGA ANGSURAN PAJAK SEJAK OKTOBER 2009 S.D DESEMBER 2009

MENJADI NIHIL

Gambar

Table PTKP No Status Besarnya PTKP 1 TK/0 15.840.000 2. TK/1 15.840.000 + 1.320.000 3

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sugiyono (2009:148), pengertian instrumen adalah ”Alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Berdasarkan pengertian di atas,

Jangka waktu pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf i kecuali huruf h ditetapkan paling

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf c Undang-Undang

diri yang akan membantu anak didik dalam memilah pengaruh yang baik dan yang buruk' pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Negara Indonesia memiliki tradisi

Pasien ini menderita anemia hemolotik yang berat, dengan nilai hematokrit antara 22% sehingga 32%. Nilai MCV yang rendah yaitu antara 69-70 fL. Hapusan darah tepi

Perkawinan didasarkan pada kebutuhan manusia baik secara fisiologis, psikologis, sosial, religi dan biologis. Perkawinan sebagaimana yang telah diatur hukum agama

Membawa pas foto close up ukuran 2x3 & 3x4 masing – masing 1 lembar Adapun Persyaratan Peserta Penataran Wasit Lisensi B2 :.. Aktif sebagai wasit lisensi C minimal 2 tahun

Menurut penelitian Zaini (2013), menunjukkan bahwa promosi mempunyai hubungan yang positif terhadap keputusan pembelian, hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan