BREVET AB TERPADU
PAJAK PENGHASILAN
ORANG PRIBADI
BREVET PAJAK AB TERPADU
BREVET PAJAK AB TERPADU
BREVET PAJAK AB TERPADU
BREVET PAJAK AB TERPADU
IKATAN AKUNTAN
IKATAN AKUNTAN
IKATAN AKUNTAN
IKATAN AKUNTAN
INDONESIA ( IAI )
INDONESIA ( IAI )
INDONESIA ( IAI )
INDONESIA ( IAI )
20
20
20
2012
12
12
12
UU No. 7 TAHUN 1983 TENTANG
PAJAK PENGHASILAN
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH
TERAKHIR DENGAN
UU No. 36 TAHUN 2008
DASAR HUKUM
2UU No. 36 TAHUN 2008
• PERATURAN PEMERINTAH
• PERATURAN MENKEU
PAJAK PENGHASILAN (PPh)
A D A L A H
Pasal 1
PAJAK YANG DIKENAKAN TERHADAP SUBJEK PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEHNYA
SUBJEK PAJAK
- ORANG PRIBADI
Pasal 2 ayat (1)
- WARISAN YG BELUM TERBAGI
BADAN
SUBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (2)
SUBJEK PAJAK
ORANG PRIBADI :
- BERTEMPAT TINGGAL / BERADA DI INDONESIA LEBIH DARI 183 HARI DLM 12 BULAN; ATAU
- DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI INDONESIA
SUBJEK PAJAK
DALAM NEGERI
Pasal 2 ayat (3)
- DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI INDONESIA DAN MEMPUNYAI NIAT BERTEMPAT TINGGAL DI INDONESIA
WARISAN YANG BELUM TERBAGI BADAN
YANG DIDIRIKAN ATAU BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA
Bukan Subyek Pajak
kantor perwakilan negara asing;
Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing,
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
organisasi-organisasi internasional dengan syarat: organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan
tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf c UU PPh, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
SETIAP TAMBAHAN KEMAMPUAN EKONOMIS YANG : - Diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
P E N G H A S I L A N
OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)
- Diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
- Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
- Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak,
DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN
PENGHASILAN OBYEK PAJAK Tidak FINAL (Pasal 4 ayat 1) PEMOTONGAN DIBAYAR SENDIRI Tahun Berjalan = Kredit Pajak. Pada akhir tahun PPh Dihit. kembali atas seluruh
pengghasilan setahun.
BUKAN OBJEK PAJAK (Pasal 4 ayat 3) FINAL (Pasal 4 ayat 2) DIBAYAR SENDIRI Th Berjalan = Pelunasan Pajak PEMOTONGAN setahun.
Sumber Penghasilan DN
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
penghasilan dari usaha dan kegiatan;
penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak
gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan
Penghasilan Luar Negeri
penghasilan yang berasal dari luar negeri dengan nama dan
Obyek PPh Tidak Final
Penghasilan yang merupakan obyek Pajak :
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh
hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; laba usaha;
laba usaha;
keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
Obyek PPh Tidak Final
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh
hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
Obyek PPh Tidak Final
penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
koperasi;
royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
keuntungan selisih kurs mata uang asing; selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
Obyek PPh Tidak Final
premi asuransi;
iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
penghasilan dari usaha berbasis syariah;
imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
Obyek PPh Final
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
penghasilan berupa hadiah undian;
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
penghasilan tertentu lainnya,
3. PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (PP No. 48 TAHUN 1994 sttd PP No.71 TAHUN 2008)
2. PENGHASILAN DARI HADIAH UNDIAN ( PP No. 132 TAHUN 2000) 1. PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN AHAM DI BURSA EFEK
( PP No. 41 TAHUN 1994 sttd PP No. 14 TAHUN 1997)
PENGHASILAN TERTENTU YANG PENGENAAN PAJAKNYA TELAH DIATUR DGN PERATURAN PEMERINTAH (PP)
4. PENGHASILAN DARI BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SBI ( PP No. 131 TAHUN 2000 jo KMK No.51/KMK.04/2001) 5. PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
( PP No. 29 TAHUN 1996 sttd PP No 5 tahun 2002)
6. PENGHASILAN BERUPA OBLIGASI ( PP No. 16 tahun 2009)
7. PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI ( PP No. 51 TAHUN 2008 sttd PP 40 Tahun 2009)
10. PENGHASILAN ATAS BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYARKAN OLEH 9. PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF BERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA (PP No 17 tahun 2009)
8. PENGHASILAN ATAS DIVIDEN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI (PP No 19 tahun 2009)
PENGHASILAN TERTENTU YANG PENGENAAN PAJAKNYA TELAH DIATUR DGN PERATURAN PEMERINTAH (PP)
10. PENGHASILAN ATAS BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYARKAN OLEH KOPERASI KEPADA ANGGOTA KOPERASI ORANG PRIBADI
(PP No 15 tahun 2009)
11. PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAN NEGARA ( (PP No 27 tahun 2008)
Bukan Obyek Pajak
a. Pasal 4 ayat 1 huruf a :
1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
Bukan Obyek Pajak
b. warisan;c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
Bukan Obyek Pajak
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha 2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
Bukan Obyek Pajak
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana
selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha (th 2009 dihapus)
Bukan Obyek Pajak
k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
Beasiswa yang merupakan bukan
obyek PPh
Penghasilan berupa beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari
Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendididikan nonformal yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan.
Pendidikan formal yang dimaksud adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan nonformal yang dimaksud adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal Pendidikan nonformal yang dimaksud adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Ketentuan tsb tidak berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hubungan istimewa
dengan : 1) Pemilik; 2) Komisaris; 3) Direksi; atau 4) Pengurus, dari Wajib Pajak pemberi beasiswa.
Komponen beasiswa tsb terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition
fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.
Bukan Obyek Pajak
m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
PTKP
Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak
Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut :
Rp 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah)
untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan
untuk Wajib Pajak yang kawin;
Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah)
tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UU PPh
Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Penentuan PTKP
Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan
keadaan pada awal tahun kalender.
Untuk subyek pajak yang baru datang dan
menetap di Indonesia dalam bagian tahun
menetap di Indonesia dalam bagian tahun
kalender ditentukan berdasarkan keadaan
pada awal bulan dari bagian tahun kalender
yang bersangkutan.
Table PTKP
No Status Besarnya PTKP 1 TK/0 15.840.000 2. TK/1 15.840.000 + 1.320.000 3. TK/2 15.840.000 + (1.320.000x2) 4. TK/3 15.840.000 + (1.320.000x3) 5. K/0 15.840.000 + 1.320.000 6. K/1 15.840.000 + 1.320.000 + 1.320.000 7 K/2 15.840.000 + 1.320.000 + (1.320.000x2) 8 K/3 15.840.000 + 1.320.000 + (1.320.000x3)Status PTKP
WP Tidak Kawin WP Tidak Kawin WP Tidak Kawin
WP Tidak Kawin KodeKodeKodeKode JumlahJumlahJumlahJumlah 0 Tanggungan TK/0 15.840.000 1 Tanggungan TK/1 17.160.000 2 Tanggungan TK/2 18.480.000
WP Kawin WP Kawin WP Kawin
WP Kawin KodeKodeKodeKode JumlahJumlahJumlahJumlah 0 Tanggungan K/0 17.160.000 1 Tanggungan K/1 18.480.000 2 Tanggungan K/2 19.800.000 3 Tanggungan TK/3 19.800.000 3 Tanggungan K/3 21.120.000
WP Kawin + Penghasilan Istri Digabung WP Kawin + Penghasilan Istri Digabung WP Kawin + Penghasilan Istri Digabung
WP Kawin + Penghasilan Istri Digabung KodeKodeKodeKode JumlahJumlahJumlahJumlah 0 Tanggungan K/I/0 33.000.000 1 Tanggungan K/I/1 34.320.000 2 Tanggungan K/I/2 35.640.000 3 Tanggungan K/I/3 36.960.000
Tanggungan
Anggota keluarga
sedarah dalam garis
keturunan lurus
Anggota keluarga
semenda dalam garis
keturunan lurus
Anak angkat yang
menjadi tanggungan
menjadi tanggungan
sepenuhnya.
Adik/Kakak Wajib Pajak
Adik/Kakak Wajib Pajak
Ipar dari Wajib Pajak
Ipar dari Wajib Pajak
Tidak
Penghasilan Keluarga
Sistem
pengenaan
pajak
berdasarkan
UU
PPh
menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis,
artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota
keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai
pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh
pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh
kepala
keluarga.
Namun, dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak
PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA YANG TELAH KAWIN
DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN ATAU KERUGIAN SUAMINYA
PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA KAWIN Pasal 8 ayat (1)
KERUGIAN SUAMINYA
KECUALI
1. PENGHASILAN TSB SEMATA-MATA DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI SATU PEMBERI KERJA YG TELAH DIPOTONG PPh PASAL 21,
DAN
2. PEKERJAAN TSB TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS SUAMI ATAU ANGGOTA KELUARGA LAINNYA
Pemisahan Penghasilan
Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah
apabila :
suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan
hakim;
dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan
dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau
dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan
Penghasilan Anak
Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber
penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama.
Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah anak yang
belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah. belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya telah
berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.
Tarif PPh WP Orang Pribadi
No Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Rp) Tarif
1 sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
5% 2 di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
15% (dua ratus lima puluh juta rupiah)
3 di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
25%
4 di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Perhitungan PPh WP
Orang Pribadi
Type WP Orang Pribadi
WP Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha/ pekerjaan
bebas.
Pegawai Negeri Sipil/TNI/ABRI Pegawai Swasta
Pensiunan
WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan Usaha, misalnya :
Dagang
Bidang Jasa
Industri / Manufaktur
WP Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan Bebas, misalnya :
Pembukuan dan Pencatatan
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia wajib
menyelenggarakan pembukuan
Dikecualikan dari kewajiban pembukuan :
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan
atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto (Omzet Max 4,8 M/Thn)
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pembukuan dan Pencatatan
Pembukuan
atau
pencatatan
tersebut
harus
diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan
mencerminkan
keadaan
atau
kegiatan
usaha
yang
sebenarnya.
Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di
Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh
Menteri Keuangan.
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan
Pembukuan dan Pencatatan
Pembukuan
sekurang-kurangnya
terdiri
atas
catatan
mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya,
serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang.
Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara
Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara
teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau
penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah
pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan
objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Penyimpanan Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan
yang dikelola secara elektronik atau secara
program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10
program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10
(sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat
kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang
pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak
badan.
Pencatatan
Pencatatan harus diselenggarakan secara teratur
dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya
dengan menggunakan huruf latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam
bahasa Indonesia.
Pencatatan
dalam
satu
tahun
harus
Pencatatan
dalam
satu
tahun
harus
diselenggarakan secara kronologis.
Catatan dan dokumen yang menjadi dasar
pencatatan harus disimpan di tempat tinggal
Wajib Pajak selama 10 (sepuluh)
Pencatatan
Pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan secara
kronologis
Pencatatan harus dapat menggambarkan antara lain:
1)
Jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh;
2)Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan
yang pengenaan pajaknya bersifat final.
Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha
Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha
dan/atau
tempat
usaha,
pencatatan
harus
dapat
menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha
dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.
Wajib Pajak Orang pribadi juga harus menyelenggarakan
Norma Perhitungan Penghasilan
Neto
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1
(satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan
neto
dengan
menggunakan
Norma
Penghitungan
neto
dengan
menggunakan
Norma
Penghitungan
Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dengan
syarat
memberitahukan
kepada
Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
pertama dari tahun pajak yang bersangkutan
Norma Perhitungan Penghasilan
Neto
Wajib Pajak yang menghitung penghasilan netonya dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
wajib menyelenggarakan pencatatan
Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur
Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan
Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto,
dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
PENYESUAIAN BATAS PENGGUNAAN NORMA PERHITUNGAN BAGI WP ORANG PRIBADI DN.
( Pasal 14 UNDANG-UNDANG No. 36 Tahun 2008-PPh)
1. MULAI TAHUN PAJAK 2009, WP ORANG PRIBADI DN, YANG DIPERKENANKAN MENGHITUNG PENGHASILAN NETO UNTUK MENDAPATKAN BESARNYA PAJAK TERUTANG, DITINGKATKAN DARI PEREDARAN/PENGHASILAN BRUTO Rp 600.000.000.
MENJADI Rp 4.800.000.000.- (EMPAT MILYAR DELAPAN RATUS JUTA) SETAHUN.
JUTA) SETAHUN.
2. PENGHASILAN NETO YANG TELAH DIHITUNG DENGAN NORMA PERHITUNGAN TSB, HANYA DAPAT DIKURANGKAN DENGAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP), SESUAI DENGAN KONDISI WP (TK, K/0, K/1, K/2, ATAU K/3).
3. WAJIB PAJAK YANG AKAN MENGGUNAKAN NORMA PERHITUNGAN DIMAKSUD HARUS MEMBERITAHUKAN KE KANTOR PELAYANAN PAJAK SETEMPAT DALAM TEMPO 3 (TIGA) BULAN PERTAMA DARI TAHUN PAJAK YANG BERSANGKUTAN, ( CONTOH UNTUK TAHUN PAJAK 2009 SELAMBAT-LAMBATNYA TGL 31 MARET 2009) 4. KEPADA WP MASIH DIWAJIBKAN UNTUK MENYELENGGARAKAN PENCATATAN OMZET/PEREDARAN/PENG
HASILAN BRUTONYA GUNA DILAMPIRKAN PADA PENYAMPAIAN SPT TAHUNANNYA.( BUKAN PEMBUKUAN ) 5. CONTOH PENERAPAN NORMA PERHITUNGAN :
TUAN DARNOTO ( STATUS K/3 ) MEMILIKI USAHA BENGKEL MOBIL DI JALAN IKAN GURAMI 27 JAKARTA UTARA, PENERIMAAN BRUTO BENGKEL TAHUN 2009 BESARNYA Rp 1 . 650 . 000.000. MISALNYA NORMA PERHITUNGAN BERDASARKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDRAL PAJAK UNTUK USAHA BENGKEL DIDAERAH TERSEBUT 8% ( DELAPAN PROSEN ) . PENGHASILAN NETO = 8% x Rp 1.650.000.000. = Rp 132 . 000.000.
PENGURANGAN PTKP DENGAN STATUS ( K/3 ) = Rp 21. 120.000. PENGHASILAN KENA PAJAK = RpRpRpRp 11 0 . 880.00011 0 . 880.00011 0 . 880.00011 0 . 880.000. PAJAK PENGHASILAN TERUTANG :
5 % x Rp 50.000.000. = Rp 2.500. 000.. 15 % x Rp 60.880.000-. = Rp 9. 1
000.----JENIS-JENIS PEMBAYARAN PPH YANG DAPAT
DIKREDITKAN BAGI WPDN/BUT
a. PASAL 21 DARI PEKERJAAN,JASA, DAN KEGIATAN LAINPEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN
b. Pasal 22
PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI KEGIATAN DIBIDANG IMPOR ATAU KE GIATAN USAHA DIBIDANG LAINNYA
c. PASAL 23
PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN BERUPA DEVIDEN, BUNGA, SEWA, ROYALTY, HADIAH, DAN PENGHARGAAN & IMBALAN JASA LAINNYA . JASA LAINNYA .
d.PASAL 24 PAJAK YG DIBAYAR ATAU TERUTANG ATAS
PENGHASILAN DARI LN YG BLH DIKREDITKAN
e. PASAL 25 PEMBAYARAN YG DILAKUKAN WP SENDIRI. f. PASAL 26
Ayat (5)
PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG TIDAK BERSIFAT FINAL
TIDAK BOLEH DIKREDITKAN
SANKSI ADMINISTRASI BERUPA BUNGA, DENDA DAN KENAIKAN PAJAK
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN
PAJAK TERUTANG PADA
SATU TAHUN PAJAK
DARI JUMLAH KREDIT PAJAK SEBAGAIMANA DIMAKSUD PASAL 28 (1) SETELAH DILAKUKAN LEBIH KECIL SETELAH DILAKUKAN PEMERIKSAAN. SETELAH DIPERHITUNG
KAN DG UTANG PAJAK BERIKUT SANKSINYA
KELEBIHAN PEMBA YARAN PAJAK DIKEMBALIKAN
APABILA PAJAK YANG
TERUTANG UNTUK SUATU TAHUN PAJAK
TERNYATA
KREDIT
PAJAK
LEBIH BESAR DARI PADA
KEKURANGAN PEMBAYARAN PAJAK
YANG TERUTANG HARUS DILUNASI
SEBELUM SPT PAJAK PENGHASILAN
DISAMPAIKAN.
PASAL 29
SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 28 AYAT (1)
FORMULA PENGHITUNGAN PPh OP
TOTAL PENGHASILAN NET ... .... ..XXXXXXXXX PTKP... ... (XXXXXXXXX ) PENGHASILAN KENA PAJAK... ..XXXXXXXXX DIKALIKAN TARIF PPh WP ORANG PRIBADI (TARIF PROGRESIF)
PPh TERHUTANG... XXXXXXXXX - KREDIT PAJAK - PPh 21 - PPh 21 - PPh 22 - PPh 23 - PPh 24 - PPh 26 (5) - PPh 25 dibayar Sendiri - Pokok STP PPh Pasal 25
TOTAL KREDIT PAJAK... .( XXXXXXXXX) PPh Kurang dibayar (Psl 29 ) atau lebih bayar...XXXXXXXXXX
Jenis-Jenis SPT PPh Orang Pribadi
BAGI ORANG PRIBADI YANG PENGHASILANNYA BERSUMBER ANTARA LAIN DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS, SEPERTI DOKTER PRAKTEK, PENGACARA, PEDAGANG, PENGUSAHA, BIRO JASA,
KONSULTAN DAN LAIN-LAIN YANG PEKERJAANNYA TIDAK TERIKAT.
BAGI ORANG PRIBADI YANG SUMBER PENGHASILANNYA DIPEROLEH DARI BAGI ORANG PRIBADI YANG SUMBER PENGHASILANNYA DIPEROLEH DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DAN MEMLIKI PENGHASILAN LAINNYA SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DAN MEMLIKI PENGHASILAN LAINNYA YANG BUKAN DARI KEGIATAN USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS.
YANG BUKAN DARI KEGIATAN USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS.
1770
1770 S
YANG BUKAN DARI KEGIATAN USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS. YANG BUKAN DARI KEGIATAN USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS.CONTOHNYA KARYAWAN, PNS, TNI, POLRI, PEJABAT NEGARA, YANG CONTOHNYA KARYAWAN, PNS, TNI, POLRI, PEJABAT NEGARA, YANG
MEMILIKI PENGHASILAN LAINNYA ANTARA LAIN SEWA RUMAH, HONOR MEMILIKI PENGHASILAN LAINNYA ANTARA LAIN SEWA RUMAH, HONOR PEMBICARA/PENGAJAR/PELATIH DAN SEBAGAINYA
PEMBICARA/PENGAJAR/PELATIH DAN SEBAGAINYA
BAGI ORANG PRIBADI YANG SUMBER PENGHASILANNYA DARI SATU PEMBERI KERJA (SEBAGAI KARYAWAN) DAN JUMLAH PENGHASILAN BRUTONYA TIDAK MELEBIHI RP60.000.000 SETAHUN SERTA TIDAK TERDAPAT PENGHASILAN LAINNYA KECUALI PENGHASILAN DARI BUNGA BANK DAN BUNGA KOPERASI
1770 S
Formulir SPT Tahunan bagi Suami Istri yang memiliki NPWP Terpisah (melaksanakan hak dan kewajibannya sendiri-sendiri & penghasilan di atas 60 juta setahun)
SUAMI ISTRI FORMULIR SPT SUAMI FORMULIR SPT ISTRI KETERANGAN PNS/ Swasta PNS/ Swasta 1770S 1770S
Suami dan Isteri masing-masing mengisi SPT Tahunan
•Suami dan Isteri masing-masing mengisi SPT Tahunan;
PNS/
Swasta Usaha 1770S 1770
mengisi SPT Tahunan;
•Besarnya PPh yg harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung berdasarkan penggabungan
penghasilan neto suami-isteri dan disesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka
Usaha PNS/
Swasta 1770 1770S
• Suami dan Isteri masing-masing mengisi SPT Tahunan;
• Besarnya PPh yg harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung berdasarkan penggabungan
penghasilan neto suami-isteri dan
disesuai dgn perbandingan penghasilan neto mereka
Formulir SPT WP OP
Formulir SPT Tahunan bagi WP OP terdiri
dari :
Form 1770-SS
Form 1770-S
Form 1770-S
Form 1770-SS
Digunakan untuk :
WP Orang Pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha/ pekerjaan bebas,
Memperoleh Penghasilan hanya dari satu
Memperoleh Penghasilan hanya dari satu
pemberi kerja Maksimal 60Jt/thn, dan
Tidak memperoleh penghasilan lain, kecuali
penghasilan bunga bank dan/atau bunga
koperasi
Form 1770
Digunakan untuk :
WP OP yang melakukan kegiatan usaha /
Pekerjaan Bebas
Baik menyelenggarakan pembukuan
Baik menyelenggarakan pembukuan
Maupun menggunakan Norma perhitungan
Form 1770-S
Digunakan oleh WP selain ,
yang menggunakan SPT 1770-SS
yang menggunakan SPT 1770
Yaitu :
WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas
WP yang memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan
WP yang memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan
memperoleh penghasilan lain selain bunga bank dan/atau bunga
koperasi, baik yang merupakan obyek PPh Final maupun obyek
PPh tidak final
WP yang memperoleh penghasilan yang berasal dari lebih dari
satu pemberi kerja
WP OP yang tidak melakukan
WPOP yang tidak memperoleh
penghasilan lain
WP
Orang
Pribadi
yang
tidak
melakukan
kegiatan usaha/ pekerjaan bebas.
Memperoleh
Penghasilan
hanya
dari
satu
pemberi kerja
pemberi kerja
Tidak memperoleh penghasilan lain,
kecuali
penghasilan bunga bank dan/atau bunga koperasi
Kewajiban Pajak
Tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak sendiri setiap
bulan atas penghasilan yang diterima/ diperoleh seubungan
dengan pekerjaan.
Tidak memiliki kewajiban untuk membuat laporan (Surat
Pemberitahuan Masa) ke Kantor Pelayanan Pajak setiap bulan.
Pemberi kerja (Pemberi penghasilan) Wajib untuk memotong
pajak atas penghasilan sehubungan yang dibayarkan / terutang
pajak atas penghasilan sehubungan yang dibayarkan / terutang
kepada WPOP tsb (pegawai / Penerima Pensiun) PPh 21
WPOP tsb wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi) dengan formulir yang telah disediakan (Form 1770-SS
Pengisian SPT 1770-SS
Formulir SPT Tahunan yang digunakan form
SPT 1770-SS (Sangat Sederhana)
Formulir tsb hanya terdiri dari ½ halaman
folio
folio
Hanya mengisi jumlah harta & kewajiban
pada akhir tahun
Lampiran 1721-A1 atau 1721-A2
WP OP yang melakukan Kegiatan
Usaha/Pekerjaan Bebas
WP OP yang tidak wajib
Norma Penghitungan Penghasilan
Neto
WPOP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
WPOP tsb Wajib memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangkaWPOP tsb Wajib memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
WPOP wajib menyelenggarakan pencatatan sebagaimana dimaksud
dalam UU KUP.
Apabila WPOP tsb tidak memberitahukan kepada Dirjen Pajak untuk
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
Norma Penghitungan Penghasilan
Neto
Norma Penghitungan penghasilan Neto sebagaimana
diatur dalam KEP-536/PJ./2000 tgl 29 Desember 2000
Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan
menurut wilayah sebagai berikut :
10
(sepuluh)
ibukota
propinsi
yaitu
Medan,
10
(sepuluh)
ibukota
propinsi
yaitu
Medan,
Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
ibukota propinsi lainnya;
daerah lainnya.
Norma Penghitungan Penghasilan
Neto
Daftar
Persentase
Penghasilan
Neto
adalah
sebagaimana
tercantum
dalam
Lampiran
I
KEP-536/PJ./2000
Penghitungan penghasilan neto WPOP yang mempunyai
lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas,
lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas,
dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha dengan
memperhatikan pengelompokan wilayah
Penghasilan neto WP yang mempunyai lebih dari satu
jenis usaha adalah penjumlahan penghasilan neto dari
masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas
Norma Penghitungan Penghasilan
Neto
Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung
dengan cara mengalikan angka persentase Norma
Penghitungan Penghasilan Neto dengan peredaran
bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun.
atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun.
Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan
yang terutang oleh WPOP, sebelum dilakukan
penerapan tarif umum terlebih dahulu dihitung
Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan
PTKP.
Contoh
Wajib Pajak A kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Ia seorang
dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon.
Peredaran Usaha dari Industri Rotan (setahun) di Cirebon Rp.
400.000.000,00
Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun) di Jakarta Rp. Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun) di Jakarta Rp.
720.000.000,00
Penghasilan neto dihitung sebagai berikut : Dari industri rotan :
12,5% X Rp. 400.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00 Sebagai dokter :
45% X Rp. 720.000.000,00 = Rp. 324.000.000,00 jumlah penghasilan Neto Rp. 374.000.000,00
Contoh
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi Penghasilan
Tidak Kena Pajak Rp. 374.000.000,00 - Rp. 21.120.00000 = Rp. 352.880.000,00
Pajak penghasilan yang terutang :
5% X Rp. 50.000.000,00 Rp. 2.500.000,00 15% x Rp 200.000.000,00 Rp 30.000.000,00 15% x Rp 200.000.000,00 Rp 30.000.000,00 25% x Rp 102.880.000 Rp 25.720.000,00 Jml PPh Terutang Rp 58.220.000,00 Catatan :
a. Angka 12,5% untuk industri rotan, lihat kode 33100 b. Angka 45% sebagai dokter, lihat kode 93213
WP OP yang wajib
WAJIB PAJAK OP Pembukuan Laporan R/L Laba Komersial
Penghasilan Biaya
Bukan Objek Pajak Objek Pajak Final Objek Pajak Tidak Final
Deductible Non Deductible
KOREKSI FISKAL LABA FISKAL POSITIF NEGATIF Berakibat menambah Laba Fiskal Berakibat mengurangi Laba Fiskal Dasar Perhitungan Pajak Penghasilan Di SPT Tahunan 72
Penghitungan penghasilan neto
Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan
pembukuan,
penghasilan
Neto
dihitung
Biaya 3 M
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan
bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan
Biaya 3 M
Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat
dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu :
Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun
merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya.
Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi.
Disamping itu apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian
karena penjualan harta atau karena selisih kurs, maka kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Deductable Expenses
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha, antara lain:
biaya pembelian bahan;
biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
bunga, sewa, dan royalti; biaya perjalanan;
biaya pengolahan limbah; premi asuransi;
biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
biaya administrasi; dan
Deductable Expenses
Biaya-biaya yang dimaksud dalam point a di atas lazim disebut
biaya
sehari-hari
yang
boleh
dibebankan
pada
tahun
pengeluaran.
Untuk
dapat
dibebankan
sebagai
biaya,
pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan
langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek
Pajak.
Dengan
demikian
pengeluaran-pengeluaran
untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dibebankan sebagai
biaya
Deductable Expenses
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia;
Deductable Expenses
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan 3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa
Deductable Expenses
h. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
i. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang
dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
j. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah;
k. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah; dan
l. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya
Non Deductable Expenses
a. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali untuk industri
tertentu yang diatur berdasarkan PMK
b. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
bersangkutan;
c. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Non Deductable Expenses
d. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
e. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m UU PPh serta zakat yang diterima (1) huruf i sampai dengan huruf m UU PPh serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
Non deductable Expenses
f.
Pajak Penghasilan;
g.
biaya
yang
dibebankan
atau
dikeluarkan
untuk
kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang
menjadi tanggungannya;
h.
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
h.
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan
dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan
i.
Biaya untuk mendapatkan,menagih dan memelihara
penghasilan yang telah dikenakan PPh Final & bukan
obyek Pajak
KERUGIAN DAPAT DIKOMPENSASIKAN DENGAN PENGHASILAN MULAI TAHUN PAJAK BERIKUTNYA
BERTURUT-TURUT SAMPAI DENGAN 5 (LIMA) TAHUN
KOMPENSASI KERUGIAN
PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU,
KOMPENSASI KERUGIAN PALING LAMA 10 TAHUN
Contoh
WP A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar
Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah).
Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal WP A sebagai berikut :
2010 : laba fiskal Rp 200.000.000,00 2011 : rugi fiskal (Rp 300.000.000,00) 2012 : laba fiskal Rp N I H I L 2012 : laba fiskal Rp N I H I L 2013 : laba fiskal Rp 100.000.000,00 2014 : laba fiskal Rp 800.000.000,00
Kompensasi Kerugian
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.200.000.000,00) Laba fiskal tahun 2010 Rp 200.000.000,00 (+) Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00) Rugi fiskal tahun 2011 (Rp 300.000.000,00) Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00) Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00) Laba fiskal tahun 2012 Rp N I H I L (+) Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00) Laba fiskal tahun 2013 Rp 100.000.000,00 (+) Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp 900.000.000,00) Laba fiskal tahun 2014 Rp 800.000.000,00 (+) Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp 100.000.000,00)
Kompensasi Kerugian
Rugi fiskal tahun 2009
sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) yang masih tersisa pada akhir tahun
2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba
fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011
sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) hanya
sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) hanya
boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015
dan tahun 2016, karena jangka waktu lima tahun yang
dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun
2016.
Zakat
zakat yang dibayarkan kepada badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia,
yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah, dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto
Penyesuaian Fiscal
Penyesuaian
fiskal
dimaksudkan
untuk
menyesuaikan
penghasilan neto komersial menjadi penghasilan neto fiskal.
Penghasilan neto fiskal ini merupakan dasar pengitungan
Pajak Penghasilan Terutang. Penyesuaian fiskal dilakukan
atas penghasilan Orang Pribadi yang berasal dari usaha dan
atau pekerjaan bebas
atau pekerjaan bebas
Dasar penyelenggaraan pembukuan Orang Pribadi yang
melakukan usaha dan atau pekerjaan bebas biasanya adalah
Standar Akuntansi
Keuangan. Oleh karena itu, untuk
menyesuaikan
jumlah
penghasilan,
sebagai
dasar
penghitungan Pajak Penghasilan Terutang, pembukuan orang
pribadi
tersebut
harus
disesuaikan
dengan
ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Koreksi Fiskal
• Koreksi yang sifatnya
menambah
besarnya
penghasilan kena Pajak
Koreksi
Fiskal
Positif
Positif
• Koreksi yang sifatnya
mengurangi
besarnya
penghasilan kena Pajak
Koreksi
Fiskal
Negatif
Contoh Koreksi Fiskal Positif
Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto (Non deductable Expenses)
Penyusutan menurut perhitungan komersial lebih
besar dibandingkan dengan penyusutan fiskal
besar dibandingkan dengan penyusutan fiskal
Penghasilan menurut perhitungan komersial lebih
kecil dibandingkan dengan penghasilan menurut
perhitungan fiskal
Contoh Koreksi Fiscal Negatif
Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final dan
bukan obyek pajak
Penyusutan menurut perhitungan komersial lebih
kecil dibandingkan dengan penyusutan fiskal
kecil dibandingkan dengan penyusutan fiskal
Penghasilan menurut perhitungan komersial lebih
besar dibandingkan dengan penghasilan menurut
perhitungan fiskal
PTKP
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri,
kepadanya diberikan pengurangan berupa
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
berdasarkan
ketentuan
sebagaimana
PTKP
Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut :
Rp 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu
rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu
rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UU PPh
Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Penentuan PTKP
Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan
keadaan pada awal tahun kalender.
Untuk subyek pajak yang baru datang dan
menetap di Indonesia dalam bagian tahun
menetap di Indonesia dalam bagian tahun
kalender ditentukan berdasarkan keadaan
pada awal bulan dari bagian tahun kalender
yang bersangkutan.
Tarif PPh WP Orang Pribadi
No Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Rp) Tarif
1 sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
5% 2 di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
15% (dua ratus lima puluh juta rupiah)
3 di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
25%
4 di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Tarif PPh WP Orang Pribadi
Untuk keperluan penerapan tarif jumlah
Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke
bawah dalam ribuan rupiah penuh
Kredit Pajak
Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang
dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa :
pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
pemotongan pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga, royalti, sewa,
hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25;
pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
PPh Lebih Bayar/ PPh pasal 28A
Apabila pajak yang terutang untuk suatu
tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah
kredit
pajak,
maka
setelah
dilakukan
pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak
pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan setelah diperhitungkan dengan
utang pajak berikut sanksi-sanksinya
PPh Kurang Bayar/PPh Pasal 29
Apabila pajak yang terutang untuk suatu
tahun pajak ternyata lebih besar daripada
kredit pajak, kekurangan pembayaran pajak
yang terutang harus dilunasi sebelum Surat
yang terutang harus dilunasi sebelum Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
disampaikan.
Kredit Pajak Luar Negeri
Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak
atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari luar negeri.
Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat
terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang
terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh di luar negeri, Pasal 24 UU PPh
mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang
atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
Kredit Pajak Luar Negeri
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan
dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam
negeri
boleh
dikreditkan
terhadap
pajak
yang
terutang
berdasarkan UU PPh dalam tahun pajak yang sama
Besarnya kredit pajak Luar Negeri adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak
boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang
Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan
ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak
yang terutang harus ditambah dengan jumlah tersebut pada
tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan
Kredit Pajak Luar Negeri
Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di
Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas
penghasilan
yang
diterima
atau
diperoleh
Wajib
Pajak.
Contoh:
Contoh:
PT A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z
Inc. di Negara X. Z Inc. tersebut dalam tahun 2009 memperoleh
keuntungan sebesar US$100,000.00. Pajak Penghasilan yang
berlaku di negara X adalah 48% dan Pajak Dividen adalah 38%.
Kredit Pajak Luar Negeri
Penghitungan pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut:
Keuntungan Z Inc US$ 100,000.00 Corporate income tax atas Z Inc.: (48%) US$ 48,000.00 (-) Laba Bersih Z Inc (setelah PPh) US$ 52,000.00 Pajak atas dividen (38%) US$ 19,760.00 (-) Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32,240.00
Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan
yang terutang atas PT A adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, dalam contoh di atas yaitu jumlah sebesar US$19,760.00.
Pajak Penghasilan (Corporate income tax) atas Z Inc. sebesar US$48,000.00
tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas PT A, karena pajak sebesar US$48,000.00 tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT A dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z Inc. di negara X.
Kredit Pajak Luar Negeri
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber
penghasilan ditentukan sebagai berikut:
penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;
penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;
penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak
gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;
penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
Kredit Pajak Luar Negeri
penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;
keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta
tetap berada; dan tetap berada; dan
keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu
BESAR ANGSURAN PPh PASAL 25 SETIAP BULAN
DIKURANGI
SAMA DENGAN PPh TERUTANG MENURUT SPT TAHUNAN PPh THN PAJAK YG LALU ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN
Pasal 25 ayat (1)
12 (DUA BELAS) ATAU BANYAKNYA BULAN DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK
DIKURANGI PPh YANG DIPOTONG ATAU DIPUNGUT : PPh PSL 21 PPh PSL 22 PPh PSL 23 PPh YANG TERUTANG ATAU DIBAYAR DI LUAR NEGERI
YANG BOLEH DIKREDITKAN (PPh PSL 24)
PPh TERUTANG SPT TAHUNAN PPh 2009 SEBESAR Rp 50.000.000,00 DIKURANGI : a. PPh YG DIPOTONG PEMBERI KERJA Rp 15.000.000,00 (PPh PSL. 21) b. PPh YG DIPUNGUT PIHAK LAIN Rp 10.000.000,00 (PPh PSL. 22)
CONTOH PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh 25
108 (PPh PSL. 22) c. PPh YANG DIPOTONG PIHAK LAIN (PPh PSL 23) Rp 2.500.000,00 d. KREDIT PPh LUAR NEGERI Rp 7.500.000,00 (PPh PSL. 24)
JUMLAH KREDIT PAJAK (Rp 35.000.000,00) SELISIH Rp 15.000.000,00
BESARNYA ANGSURAN YG HRS DIBAYAR SENDIRI SETIAP BULAN UTK THN 2010 SEBESAR 1/12 X Rp 15.000.000,00 YAITU Rp 1.250.000,00
SAMA BESARNYA DENGAN :
- Angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu
CONTOH :
ANGSURAN BULANAN UNTUK BULAN SEBELUM BATAS WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh
Pasal 25 ayat (2)
SPT TAHUNAN PPh 2009 DISAMPAIKAN MARET 2010. ANGSURAN PPh DESEMBER 2009 Rp 1.000.000,00 BESARNYA ANGSURAN UNTUK BULAN JANUARI - PEB 2010 SEBESAR Rp 1.000.000,00
APABILA BULAN SEPTEMBER 2009 DITERBITKAN KEPUTUSAN PENGURANGAN ANGSURAN PAJAK MENJADI NIHIL SEHINGGA ANGSURAN PAJAK SEJAK OKTOBER 2009 S.D DESEMBER 2009
MENJADI NIHIL