• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Batavia, dalam perjalanannya disebut dengan Jacatra, Jayakarta, dan Jakarta, adalah sebuah wilayah yang berada di bagian barat Pulau Jawa. Kota Batavia dibelah Sungai Ciliwung sehingga menjadi dua bagian kota yang hampir sama luasnya atau yang biasa disebut oleh orang Belanda sebagai Grote Rivier.1 Julukan The Queen of The East2 juga sempat tersemat pada kota tersebut ketika

pertama kali dibangun.

Sebagai salah satu kota jajahan, pembentukan kota Batavia tidak lepas dari peran para pedagang Eropa yang berambisi besar menguasai perdagangan di bumi belahan tenggara. Tidak hanya Belanda, Batavia yang sebelumnya disebut Sunda Kalapa juga diperebutkan oleh Spanyol, Portugis, dan juga Inggris. Melalui pertarungan sengit di abad XVII, Sunda Kalapa akhirnya jatuh ke tangan perhimpunan dagang Belanda yang disebut VOC (Vereenigde Oost-Indie Company) atau Perusahaan Dagang Hindia-Timur. VOC merupakan perusahaan khusus yang dijalankan oleh sebuah dewan direktur yang disebut sebagai Heeren

1 Leonard Blusse, Persekutuan Aneh: Pemukim Cina, Wanita Peranakan,

dan Belanda di Batavia VOC (Jakarta: Pustazet Perkasa, 1988), hlm. 4.

2 Julukan The Queen of The East disematkan pada Batavia saat J.P. Coen membangun kota tersebut. Disebut begitu karena Batavia dinilai sangat indah dan menjadi tempat tinggal idaman di timur jauh.

(2)

XVII3. Perusahaan ini dibentuk pada 1602 untuk tujuan nasional dan para direkturnya bertanggung jawab kepada Parlemen Belanda.4

Kehadiran bangsa Belanda sebagai penguasa di Pulau Jawa menyebabkan pertemuan dua kebudayaan, yakni budaya Barat dan Timur. Akibat percampuran kebudayaan tersebut, kebudayaan pribumi diperkaya dengan kebudayaan Barat. Masyarakat kolonial di Hindia Belanda mengalami modernisasi karena masyarakatnya tumbuh sejalan dengan perkembangan sistem produksi dan teknologi. Campuran dari budaya tradisional para pribumi dan budaya modern bangsa Eropa melahirkan sebuah budaya baru yang disebut budaya Indis. Budaya Indis merupakan suatu proses perkembangan sosial yang muncul dan tumbuh dari beberapa lapisan masyarakat di Hindia Belanda.5

Hingga akhir abad XVIII, Batavia secara khusus dikuasai oleh VOC. Perusahaan dagang tersebut kemudian mengalami kebangkrutan memasuki awal abad XIX. Kekuasaan Batavia kemudian diambil alih oleh pemerintahan Belanda dan kota-kota lain yang sempat dikuasai VOC tergabung dalam daerah kekuasaan baru yang dinamai Hindia Belanda. Namun kerajaan Belanda sempat diduduki oleh Napoleon Bonaparte pada awal abad XIX. Dampak dari pergantian

3 Heeren XVII merupakan badan pengurus VOC, terdiri dari para pemegang saham berjumlah 17 orang yang menyusun kebijakan umum, memutuskan besarnya biaya pelayaran ke Asia, menentukan jumlah kapal yang harus dibangun dan besarnya dividen serta syarat-syarat pelelangan. Heeren XVII

juga menentukan Gubernur-Jenderal, Direktur Jenderal, serta para anggota Dewan Hindia (Raad van Indie) untuk pemerintahan tertinggi Belanda di Asia (Hoge Regeering). Lihat Jean Gelman Taylor, Kehidupan Sosial di Batavia, (Depok: Masup Jakarta, 2009), hlm. 3.

4 Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, (Depok: Masup Jakarta, 2012) hlm. 9.

5 Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis Dari Zaman Kompeni Sampai

(3)

kekuasaan ini, Napoleon mengutus Marsekal Daendels untuk menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang baru pada tahun 1808. Di bawah pemerintahannya, Daendels merombak tata kota Batavia yang sudah bertahan lebih dari dua abad dan membangun pemukiman baru yang lebih layak dan sehat di luar kota benteng. Daerah baru tersebut dinamakan Weltevreden, yang berarti ‘benar-benar puas’.6 Di atas lahan Weltevreden inilah Daendels membangun berbagai sarana baru. Mulai dari pembangunan kastil hingga gedung societeit7. Bangunan-bangunan

lainnya juga ikut dibangun untuk kehidupan masyarakat kolonial yang lebih baik. Daendels juga dibebankan tugas untuk membangun pertahanan di Pulau Jawa. Pertahanan ini tidak lain adalah sebuah tindakan antisipasi terhadap serangan pasukan Inggris.8 Weltevreden menjadi tempat yang ideal untuk menata kembali kota Batavia Lama yang sebelumnya mengalami kemunduran. Julukan Ratu dari Timur yang sempat merujuk kepada Batavia Lama kemudian teralih ke Weltevreden.9

6 Susan Blackburn, op.cit., hlm. 59.

7 Perkumpulan orang-orang elite pada jaman kolonial Belanda. Gedung seperti ini merupakan gedung yang bergengsi pada jamannya, karena sering dikunjungi oleh golongan ‘cabang atas’ dari masyarakat kolonial Belanda. Di dalam gedung tersebut terdapat ruang santai, perpustakaan , meja bilyard, serta fasilitas untuk rekreasi lainnya. Pada jaman Belanda hampir setiap kota terdapat gedung yang bergengsi ini. Lihat Handinoto, “Daendels Dan Perkembangan Arsitektur Di Hindia Belanda Abad 19”, Dimensi, Vol. 36, nomor 1, Juli 2008, hlm. 8.

8 Retno Galih, “Pasar Gambir 1906-1942: Arena Ekonomi dan Rekreasi Masyarakat Kota Batavia”, Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, 2015, hlm. 23.

9 Mega Destriyana, “Batavia Baru di Weltevreden: Suatu Kajian Historis Pemindahan Pusat Kota pada Abad ke-19”, Skripsi Departemen Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial UPI, 2015, hlm. 4.

(4)

Pembangunan kota baru di Weltevreden diteruskan oleh Thomas Stanford Raffles yang menjadi Gubernur-Jenderal tahun 1811-1816. Dalam periode kekuasaannya, Raffles menitikberatkan perubahan kehidupan masyarakat kolonial yang telah berubah dan berbeda dengan kehidupan normal mereka di daratan Eropa. Raffles berusaha untuk mengembalikan tradisi original masyarakat Eropa di Batavia dengan mengaktifkan kembali Lembaga Kesenian dan Pengetahuan Batavia (Het Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen10) yang

didirikan sejak tahun 1776. Beliau juga melanjutkan pembangunan gedung Societeit Harmonie dan membangun museum serta perpustakaan di dalam gedung societeit tersebut.11

Societeit Harmonie, yang dibentuk pada tahun 1776 pada masa pemerintahan Reinier De Klerk, menjadi salah satu komunitas tertua yang ada di Asia. Komunitas ini bertahan hingga awal kemerdekaan Republik Indonesia. Societeit Harmonie menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat kolonial dan menjadi suatu gaya hidup. Keanggotan yang khusus dinilai eksklusif karena tidak sembarang orang diakui sebagai bagian dari komunitas tersebut. Gedung baru yang dibangun Daendels dan Raffles membuat komunitas tersebut menjadi semakin tersohor dan ramai dikunjungi sepanjang abad XIX. Adapun pentingnya membahas Harmonie sebagai salah satu tempat hiburan para borjuis masyarakat kolonial pada zaman tersebut adalah bagaimana Societeit Harmonie menyediakan

10 Het Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen kini menjadi Museum Nasional atau Museum Gajah.

11 Djoko Marihandono, “Sentralisme Kekuasaan Pemerintahan Herman Willem Daendels di Jawa 1808-1811: Penerapan Instruksi Napoleon Bonaparte”,

Disertasi Program Studi Ilmu Sejarah Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, hlm. 43.

(5)

tempat bagi masyarakat Eropa di Hindia Belanda untuk tetap menjalankan aktivitas yang biasa mereka lakukan di Eropa, meski banyak dari masyarakat Eropa tersebut tidak lahir di Eropa melainkan di Hindia. Selain itu, masih minimnya tulisan yang membahas tentang Societeit Harmonie, yang gedungnya kini telah lenyap dan hanya menyisakan nama yang masih disebut oleh warga Jakarta hingga saat ini, menjadi faktor pendukung kemudian mendorong munculnya penelitian yang berjudul Societeit de Harmonie: Pusat Hiburan Kaum Elit Belanda di Batavia Abad XIX.

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan pembatasan masalah, maka dirumuskan pokok permasalahan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Faktor pendorong apa yang menjadi pemicu dipindahnya Societeit de Harmonie ke Weltevreden?

2. Bagaimana manajemen Societeit de Harmonie di Weltevreden?

3. Apa saja aktivitas yang diselenggarakan di Societeit de Harmonie pada abad XIX?

C.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang dan permasalahan yang diungkapkan, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

(6)

1. Untuk mengetahui faktor apa yang menjadi pemicu dipindahnya Societeit de Harmonie ke Weltevreden.

2. Untuk mengetahui bagaimana manajemen Societeit de Harmonie di Weltevreden.

3. Untuk mengetahui aktivitas yang berlangsung di Societeit de Harmonie pada abad XIX.

D.

Manfaat Penelitian

Penelitian tentang Societeit de Harmonie ini diharpakan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam upaya pengembangan Ilmu Sejarah, khususnya dalam bidang historiografi sejarah Indonesia.

2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang kemudian dijadikan acuan bagi pemerintah maupun masyarakat untuk tetap melestarikan bangunan tua baik yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya maupun yang belum atau sedang akan ditetapkan sebagai cagar budaya.

3. Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca karya ini terutama mengenai kehidupan masyarakat Eropa pada abad XIX serta menjadi bahan informasi bagi peneliti yang tertarik pada masalah serupa untuk meneliti lebih lanjut.

(7)

E.

Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa studi sebelumnya yang telah membahas mengenai

Societeit de Harmonie dan kehidupan masyarakat Belanda di Batavia pada masa Kolonial antara lain:

Buku dari Susan Blackburn yang berjudul Jakarta Sejarah 400 Tahun

(2011) yang banyak mengulas mengenai Kota Jakarta dari masa ke masa termasuk keadaan Kota Jakarta awal abad XX. Pada salah satu bab-nya berisi mengenai tata kota Batavia dan penduduknya yang tidak sebanyak sekarang namun beraneka ragam. Dijelaskan pula pindahnya pusat pemerintahan Batavia Lama ke Batavia Baru. Perpindahan pusat pemerintahan ini kemudian memicu perkembangan di daerah pedalaman Batavia yang lebih maju dan tertata rapi. Dalam buku ini dijelaskan bahwa perkembangan kota Batavia terbagi atas beberapa periode. Perubahan dan perluasan kota Batavia paling signifikan terjadi pada awal abad XIX. Pada saat pemerintah kerajaan Belanda mengambil alih daerah jajahan yang sebelumnya dikuasai VOC. Hal ini banyak mempengaruhi keadaan kota serta masyarakat yang tinggal di dalam kota Batavia. Batavia telah menjadi primadona di kalangan pelancong dari Benua Eropa sejak bergeser ke wilayah baru, dimana pada saat itu wilayah Batavia Lama yang menjadi labuhan pertama para pelaut selama bertahun-tahun dianggap telah mati dan menjadi ‘kota bawah’ (benedenstad).

Buku selanjutnya berjudul Kehidupan Sosial di Batavia (2009) ditulis oleh Jean Gelman Taylor juga akan dijadikan referensi dalam penulisan skripsi ini. Buku tersebut menjelaskan bagaimana kehidupan masyarakat Batavia mulai awal

(8)

bangsa Eropa masuk ke Nusantara hingga awal kemerdekaan. Selain itu buku ini juga menjabarkan bagaimana kebudayaan di Batavia dengan kedatangan orang-orang Eropa serta bagaimana kebudayaan Belanda menguasai Batavia selama kurang lebih tiga abad. Beraneka ragamnya masyarakat Batavia beserta ulasan mengenai keluarga-keluarga pejabat tinggi di Hindia Belanda, serta bagaimana kebudayaan Barat dan Timur tercampur aduk dalam kehidupan masyarakat kolonial di Batavia turut menjadi topik utama.

Dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa masyarakat Batavia awal merupakan koloni Belanda yang terdiri dari para kelasi dan prajurit-prajurit. Mereka membangun peradaban koloni awal dengan membangun benteng, dimana terdapat banyak fasilitas di dalamnya. Terdapat pula kelompok masyarakat diluar bangsa Belanda, seperti orang-orang Portugis. Hampir sebagian besar masyarakat yang mendiami wilayah yang disebut Batavia merupakan laki-laki. Dijelaskan pula dalam buku ini bahwa para perempuan baru didatangkan ke Batavia sekitar tahun 1622. Para perempuan yang didatangkan dari Belanda ternyata bukan dari keluarga baik-baik atau keluarga borjuis, namun merupakan perempuan dari kelas-kelas rendah. Hal ini menimbulkan polemik, karena ditakutkan bahwa para perempuan ini nantinya tidak bisa memberikan keturunan yang baik dan berkelas. Kedatangan imigran perempuan dari Belanda serta maraknya praktek pergundikan selama dua abad mempengaruhi kondisi sosial masyarakat Batavia. Orang-orang Belanda yang telah menetap terlalu lama di Batavia dan berbaur dengan pribumi mulai bertingkah laku layaknya pribumi. Raffles yang datang pada tahun 1811 melihat hal tersebut sebagai hal yang aneh dan terbelakang. Kemudian Raffles

(9)

memulai langkah-langkah untuk meredam tingkah laku aneh masyarakat Eropa ini. Raffles dan istrinya gencar melakukan sosialisasi dan pesta-pesta demi mengembalikan dan menjunjung tinggi tradisi Eropa yang mereka nilai lebih beradab daripada tradisi lokal.

Perilaku aneh dan terbelakang yang disebut Raffles merupakan suatu perilaku yang kemudian terbentuk menjadi salah satu kebudayaan yang lepas dari kebudayaan Eropa namun bukan termasuk kebudayaan lokal pribumi. Kebudayaan tersebut merupakan kebudayaan Indis yang disebut di dalam buku milik Djoko Soekiman yang berjudul Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa (2000). Buku ini sebagian besar membahas kebudayaan Indis serta masyarakat Jawa di Hindia Belanda pada abad XVIII hingga XX. Bagaimana kebudayan Indis pertama kali diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kolonial pada waktu itu dan penjelasan mengenai kebudayaan Indis dalam keseluruhan, bukan saja mengenai bangunan, namun juga gaya hidup masyarakatnya.

Dalam buku ini dijelaskan bahwa kebudayaan Indis sudah menjadi suatu budaya yang tidak bisa dipisahkan begitu saja dari peradaban kolonial di Jawa khususnya. Peran kepribadian bangsa Jawa ikut menentukan dalam memberi warna kebudayaan Indis. Unsur-unsur kebudayaan Belanda itu semula dibawa oleh para pedagang dan pejabat VOC yang kemudian diikuti oleh rohaniwan Protestan dan Katolik. Selanjutnya kebudayaan Indis menyebar ke bidang pendidikan, teknologi pertanian, dan transportasi. Penyebaran tersebut tidak lepas dari peran para cendekiawan. Selain itu kebudayaan tersebut merajai berbagai

(10)

aspek kehidupan lainnya seperti kesenian, bahasa, pakaian, serta makanan. Kebudayaan Indis menjadi sebuah gaya hidup atau lifestyle (style of civilization) yang melekat kuat dalam kehidupan koloni bangsa Eropa. Djoko Soekiman mengungkapkan bahwa style atau stijl (gaya) dapat diartikan sebagai bentuk yang tetap atau konstan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok, baik dalam unsur, kualitas, maupun ekspresinya, misalnya dalam hal menulis, berjalan, gerakan badan, karya seni dan sebagainya.

Buku Batavia Kisah Jakarta Tempo Doeloe (1988) yang disunting oleh Threes Susilowati juga penulis gunakan dalam penelitian ini. Terdapat sebuah artikel dalam ini yang membahas tentang Societeit Harmonie secara singkat. Meskipun artikel tersebut membahas Societeit Harmonie sejak berdiri hingga runtuh pasca kemerdekaan, penjelasannya hanya bisa dijadikan sebagai gambaran saja. Berbeda dengan penelitian ini, artikel yang berjudul In Memoriam Societeit de Harmonie yang disusun oleh Irnawati hanya menggambarkan beberapa aktivitas yang terjadi di Societeit Harmonie. Penelitian ini berfokus pada peran Societeit de Harmonie sebagai salah satu bangunan terkemuka yang mengantarkan masyarakat kolonial Batavia pada sebuah era baru pada masanya, serta mengulas Societeit de Harmonie berikut organisasi, pengurus, arsitektur, kegiatan, dan sebagainya.

Selain menggunakan beberapa literatur berbahasa Indonesia, dalam penelitian ini juga digunakan literature yang berbahasa Belanda yang hingga kini masih disimpan di Perpustakaan Nasional dan Arsip Nasional RI. Salah satu literaturnya berjudul De Societeit Harmonie te Weltevreden (1930) yang ditulis

(11)

oleh P.C.Bloyds van Treslong Prins. Buku ini secara khusus membahas Societeit Harmonie. Pembahasannya meliputi awal pembangunan gedung, biaya-biaya yang dikeluarkan, serta susunan anggota Dewan Harmonie sekitar tahun 1815. Kelemahan dari buku ini yaitu pembahasan yang hanya berkisar tentang pembangunan gedung, hingga peresmian gedung yang dilakukan oleh Raffles.

Buku berbahasa Belanda selanjutnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah De Jonge Jaren Van De Harmonie (1948) yang ditulis oleh F.R.J. Verhoeven. Dalam buku tersebut dijelaskan secara rinci awal-awal pembangunan Societeit Harmonie, kebijakan-kebijakan para penguasa seputar Societeit Harmonie, kendala saat pembangunan, perincian biaya-biaya yang dikeluarkan pemerintah maupun Dewan Harmonie sendiri, aktivitas-aktivitas yang terjadi di Harmonie, dan lainnya. Buku ini termasuk buku yang paling lengkap membahas Societeit Harmonie mengingat selama ini belum ada pembahasan tentang Harmonie secara mendetail, kebanyakan literatur maupun artikel yang ada hanya menyinggung sedikit sekali materi tentang Societeit Harmonie. Namun pembahasan buku ini hanya berlanjut hingga tahun 1848.

Selain buku-buku, referensi juga berasal dari disertasi, skripsi, dan jurnal-jurnal yang pernah terbit baik di dalam negeri maupun luar negeri. Disertasi yang penulis gunakan berjudul Sentralisme Kekuasaan Pemerintahan Herman Willem Daendels di Jawa 1808-1811: Penerapan Instruksi Napoleon Bonaparte (2005) yang disusun oleh Djoko Marihandono dari Program Studi Ilmu Sejarah Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Disertasi ini membahas masa kekuasaan Daendels di Hindia Belanda dan perubahan apa saja yang dilakukan Daendels

(12)

pada Batavia khususnya. Disertasi tersebut dijadikan sebagai referensi dalam penelitian karena terdapat beberapa bab yang khusus membahas tata kota Batavia.

Penelitian ini juga menggunakan skripsi yang berjudul Arsitektur Indis Dalam Perkembangan Tata Kota Batavia Awal Abad 20 (2010) yang ditulis oleh Desca Dwi Savolta dari Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret. Skripsi tersebut digunakan sebagai acuan untuk mempelajari arsitektur yang berkembang di Batavia. Selain sumber-sumber literatur dan artikel serta skripsi, penelitian ini juga bersumber pada arsip-arsip terkait mengenai bukti keberadaan bangunan Societeit Harmonie sendiri.

Kajian Teori masyarakat elite Belanda di Batavia diambil dari beberapa hasil studi sebelumnya mengenai masyarakat elite, antara lain: Suzanne Keller dalam bukunya yang berjudul Elit dan Kelompok Penguasa (1984) mengungkapkan bahwa istilah elit pertama-tama menunjuk kepada suatu minoritas pribadi-pribadi yang diangkat untuk melayani suatu kolektivitas dengan cara yang bernilai sosial. Kaum elit sendiri adalah minoritas-minoritas yang efektif dan bertanggung jawab. Efektif sendiri merujuk lepada pelaksanaan kegiatan kepentingan dan perhatian kepada orang lain tempat golongan elit ini memberikan tanggapannya. Golongan elit yang mempunyai arti secara sosial akhirnya bertanggung jawab untuk merealisasi tujuan-tujuan sosial yang utama dan untuk kelanjutan tata sosial. Golongan elit menginginkan semacam organisasi yang berisi aturan-aturan yang tepat serta peranan-peranan yang ditunjang suatu sistem kepercayaan untuk memenuhi kebutuhan materi dan rohani. Namun seringkali tanggung jawab ini hanya pada sebagian anggota, terlebih kepada para

(13)

penguasanya, yaitu elit istimewa. Keller menyebut elit penentu sebagai pemeran utama dalam golongan elit itu sendiri. Alasannya, karena elit penentu merupakan pusat dari kelompok, yang mempertimbangkan, dimana keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan mereka memiliki dampak dan akibat penting serta menentukan bagi kebanyakan anggota masyarakat. Elit penentu adalah suatu kristalisasi, suatu perkembangan lebih lanjut dari kelas-kelas penguasa. Elit penentu ini terdiri dari para pemimpin politik, ekonomi, militer. Tidak hanya itu, para pemimpin moral, budaya, dan ilmu pengetahuan juga masuk dalam kategori elit penentu. Elit penentu menjadi ada sekarang karena adanya kasta-kasta dan klas-klas yang berkuasa di hari kemarin; mereka tidak terbentuk secara tersendiri atau sui generis, melainkan bersamaan dengan kelas-kelas sosial lainnya.

W.F. Wertheim dalam Indonesian Society In Transition (1956), menjelaskan bahwa kelas sosial sedikit berubah sejak memasuki abad XIX. Hal ini diakibatkan oleh berkembangnya industri Inggris dan berdampak langsung pada hubungan antara dunia Barat dan Timur. Kepentingan ekonomi menjadi salah satu faktor pengubah kehidupan sosial pribumi di Jawa. Meningkatnya permintaan bahan baku produksi industri di dunia Barat mengharuskan para petani untuk mencari nafkah dengan cara lain, karena mereka tidak lagi dapat bergantung hanya dari hasil pertanian. Kemudian timbul sebuah kelas pengatur kehidupan para petani ini, yang disebut golongan elit. Timbulnya golongan elit pada abad XIX, menurut Wertheim, merupakan dampak langsung dari diterapkannya sistem baru tersebut. Perubahan sosial ini berdampak serius di negeri koloni, dimana masyarakat kulit putih menempatkan diri mereka sendiri dalam strata sosial

(14)

tertinggi. Selanjutnya, penempatan kelas sosial ditentukan berdasarkan warna kulit. Sebagian besar negara koloni memisahkan masyarakat kulit putih dengan masyarakat pribumi lainnya.

F.

Metode Penelitian

Metode sejarah adalah sekumpulan prinsip-prinsip dan aturan yang sistematis yang dimaksudkan untuk memberi bantuan penelitian sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan dalam bentuk tulisan. Metode sejarah terbagi dalam empat tahap kegiatan yakni heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi.12

1. Heuristik

Heuristik merupakan langkah pertama yang harus dilakukan seorang peneliti sejarah saat melakukan penelitian dan penulisan sejarah. Heuristik dengan kata lain ialah mencari sumber-sumber sejarah kemudian mengumpulkannya. Adapun penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data atau sumber dengan studi dokumen.

Teknik Pengumpulan data untuk penulisan penelitian ini menggunakan studi dokumen. Baik itu berupa artefak, peninggalan-peninggalan terlukis dan petilan arkeologi. Namun bisa juga berupa surat-surat resmi dan surat-surat negara seperti surat perjanjian, undang-undang, hibah, kohesi dan lain-lain. Studi

(15)

dokumen bertujuan untuk memperoleh dokumen yang benar-benar berkaitan dengan penelitian. Studi dokumen ini untuk memperoleh data primer berupa arsip, foto-foto dan surat kabar se-zaman mengenai kondisi umum Batavia pada abad XIX, aktivitas yang berkaitan dengan Societeit de Harmonie serta perannya dari tahun ke tahun terhadap masyarakat Batavia, dan arsip-arsip yang berkaitan lainnya. Pada dasarnya, penelitian ini menggunakan arsip yang disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yakni Societat Harmonie Te Weltevreden Batavia 1905-1925, Koleksi Arsip Algemeene Secretarie Seri Groet Bundel ter Zijde Gelegde Agenda 1891-1942, Nomor Inventaris K81a, Nomor Arsip 7791 dimana arsip tersebut memuat tentang surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda dan berisi mengenai bermacam tindakan kepada bangunan Societeit de Harmonie. Meskipun dalam judul arsip tersebut terlihat hanya memuat arsip-arsip pada awal abad XX, nyatanya di dalam bendel arsip tersebut masih termuat beberapa arsip surat keputusan yang dikeluarkan pada tahun di abad XIX.

Arsip lainnya yang digunakan dalam penelitian ini merupakan arsip yang disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, yaitu Reglement voor Societeit de Harmonie yang berisi tentang peraturan-peraturan semacam AD/ART organisasi. Selanjutnya sebuah arsip berupa programme atau susunan acara sebuah pertunjukkan musik yang diselenggarakan dalam acara peringatan 75 tahun peringatan berdirinya gedung Societeit Harmonie. Arsip tersebut ialah

(16)

Societeit “Harmonie” te Rijswijk, Batavia yang disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Selain itu data-data pendukung seperti majalah dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini diperoleh dari Perpustakaan Nasional RI, Perpustakaan Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan DKI Jakarta, Perpustakaan Jurusan Ilmu Sejarah UNS dan buku-buku serta artikel milik pribadi. Penelitian ini juga menggunakan sumber dari koran-koran sezaman. Seperti Java-Bode, Bataviaasch Courant, Bataviaasch Handelsblad, Bataviaasch Nieuwsblad, Java Gouvernement Gazette, Het Nieuws van den Dag Nederlands-Indisch. Dalam koran-koran tersebut sering diiklankan mengenai pertemuan maupun kegiatan pesta yang diselenggarakan di Societeit de Harmonie di tahun-tahun pada abad XIX.

2. Kritik

Langkah kedua setelah melaksanakan langkah pengumpulan sumber-sumber sejarah dalam bentuk dokumen-dokumen, langkah selanjutnya ialah mengadakan kritik (verifikasi) sumber13, baik itu kritik ekstern maupun kritik intern. Kritik ekstern bertujuan untuk mencari keaslian sumber, sedangkan kritik intern bertujuan untuk mencari keaslian isi sumber atau data. Tahap selanjutnya setelah pengumpulan sumber telah terlaksana ialah saling mencocokkan kesamaan serta keaslian arsip maupun sumber sejarah yang telah didapatkan. Mulai dari mencocokkan surat kabar sezaman, memilah data dan melakukan pengurutan

13 A. Daliman. Metode Penelitian Sejarah. (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm. 64-65.

(17)

sesuai dengan tahun terbit surat kabar tersebut sehingga mampu membentuk suatu rentetan kronologi kejadian dari tahun-tahun yang ada.

3. Interpretasi

Interpretasi yaitu upaya penafsiran atas fakta-fakta sejarah dalam kerangka rekonstruksi realitas masa lampau.14 Tujuan dari interpretasi adalah menyatukan sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber atau data sejarah dan bersama teori disusunlah fakta tersebut ke dalam interpretasi yang menyeluruh. Ini sama halnya dengan melakukan analisis data yang diperoleh. Data yang telah diperoleh kemudian mencoba mengaitkannya dengan fenomena sosial-ekonomi yang terjadi pada sesuai periode tema dengan menggunakan beberapa teori yang serupa.

4. Historiografi

Historiografi yaitu menyajikan hasil penelitian berupa penyusunan fakta-fakta dalam suatu sintesa kisah yang bulat sehingga harus disusun menurut teknik penulisan sejarah.

G.

Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran terperinci, skripsi ini disusun berdasarkan kerangka sebagai berikut:

14Ibid. hlm. 83

(18)

Bab I merupakan bab pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II berisi gambaran sosial budaya di Batavia, perkembangan kebudayaan di Batavia pada abad XIX dan sekilas sejarah Societeit de Harmonie

sebelum berpindah ke Weltevreden.

Bab III membahas khusus tentang perpindahan Societeit de Harmonie

serta manajemen, bangunan, dan organisasinya.

Bab IV membahas aktivitas-aktivitas yang dilakukan di Societeit de Harmonie, serta catatan-catatan kunjungan dari para pengembara serta iklan-iklan di media cetak tentang aktivitas di Societeit Harmonie.

Bab V berisi kesimpulan, yang merupakan hasil temuan penelitian dan merupakan jawaban dari permasalahan yang ada.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial

Sejak 1 Januari 2010, secara prospektif, untuk instrumen keuangan yang diukur pada biaya perolehan diamortisasi, aset dan kewajiban keuangan yang diklasifikasikan sebagai

Potensi besar sebagai penghasil Ikan Mas dan Ikan Nila di Kelurahan Haranggaol sangat besar, dan produksi ikan tersebut sudah sangat terkenal sampai ke Kota

Pada proses injeksi molding untuk pembuatan hendel terjadi beberapa kekurangan, pada proses pembuatannya diantaranya terjadinya banyak kerutan dan lipatan pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

TENAGA PENGAJAR TETAP FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2012... NO UNIT KERJA

Beberapa ahli berusaha mengadakan penelitian untuk menyangkal teori generatio spontanea antara lain Franscesco Redi, Spallanzani dan Louis Pasteur. Percobaan Redi dan

Komunikasi yang terjadi pada perusahaan Dioma adalah suatu proses yang dilakukan oleh para karyawan dalam usaha untuk berbagi arti lewat transmisi pesan simbolik