• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III LANDASAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

LANDASAN TEORI

A. PERENCANAAN STRUKTUR LENTUR a. Perencanaan Lentur Murni

Gambar 3.1. Tegangan, regangan dan gaya yang terjadi pada perencanaan lentur murni beton bertulang Dari gambar dapat diperoleh:

Cc = 0,85.fc’.a.b (3.01)

Ts = As.fy (3.02)

Dimana pemakaian dari fy memisalkan bahwa tulangan meleleh sebelum kehancuran beton. Penyamaan C = T menghasilkan

a . 0,85 . f’c . b = As . fy b f fy A a c s . ' 85 , 0 . = (3.03) ) 2 / ( .f d a A Mu = s y − (3.04)

Besarnya momen yang mampu dipikul oleh penampang adalah: ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = b c f fy A d f A M s y s u ' . . 59 , 0 . . (3.05)

Berdasarkan SNI 03-1726-2002, dalam suatu perencanaan diambil faktor reduksi kekuatan φ. Βesarnya φ untuk lentur tanpa beban aksial adalah sebesar 0,8; sehingga didapat: ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = b c f fy A d f A M s y s u . ' . 59 , 0 . . . φ (3.06) Dengan :

(2)

b = lebar penampang beton (mm) d = tinggi efektif beton (mm) fy = mutu tulangan (Mpa) f’c = mutu beton (Mpa)

b. Perbandingan Tulangan Minimum, Balance dan Maksimum

1) Rasio tulangan minimum (ρmin)

fy 4 , 1 min = ρ (3.07)

2) Rasio tulangan balance (ρb)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = fy fy fc b 600 600 ' . 85 , 0 1 β ρ (3.08)

3) Rasio tulangan maksimum (ρmax)

b

ρ

ρmax =0,75 (3.09)

c. Pemeriksaaan coeffisient of resistance yang dinyatakan dengan Rn

2 . . db M R u n =φ (3.10) c f fy m ' . 75 , 0 = (3.11) ) . 5 , 0 1 .( .fy bm Rnb = ρb − ρ (3.12) Dengan :

Rn < 0,75 Rnb... Dipakai tulangan Tunggal 0,75 Rnb < Rn < Rnb... Dipakai tulangan Rangkap Rn > Rnb... Penampang diperbesar

d. Perhitungan Tulangan Tunggal

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − = fy Rn m m . . 2 1 1 1 ρ (3.13) As = ρ . b . d b f fy A a c s . ' 85 , 0 . = (3.14) ) 2 / ( .f d a A Mn = s y − (3.15)

(3)

e. Perhitungan Tulangan Rangkap

Gambar 3.2. Penampang Bertulangan Rangkap

b ρ ρ ρ0 = max=0,75 (3.16) AS0 = ρ0 . b . d (3.17) b f fy A a c s . ' 85 , 0 . = (3.18) ) 2 / ( . 0 0 A f d a M = s y − (3.19) Mu = M0 + M1 (3.20) ) ' .( . ' 0 1 d d fy M Mu As As − − = = φ (3.21) As = As0 + As1 (3.22) Dengan:

M0 = momen lentur yang dapat dilawan oleh ρmax

M1 = momen sisa yang harus ditahan oleh tulangan tarik maupun tekan yang

sama banyaknya.

B. PERENCANAAN STRUKTUR LENTUR DAN AXIAL

Perhitungan penampang beton yang mengalami beban lentur dan aksial dapat dibandingkan dengan diagram interaksi antara beban aksial dan momen (diagram interaksi P-M). Besarnya gaya aksial dibatasi sebagai berikut:

Untuk kolom dengan spiral:

Pnmax = 0,85.φPo (3.23)

Untuk kolom dengan sengkang

Pnmax = 0,80.φPo (3.24)

Dengan Kekuatan nominal maksimum Pn = Po

(4)

Gambar 3.3. Kondisi regangan berimbang penampang persegi Dari gambar dapat diperoleh:

Cc = 0,85 f’c.a.b = 0,85 f’c.β.xb.b (3.26)

Cs = A’s (fy-0,85 f’c) (3.27)

T = As . Fy (3.28)

Besarnya gaya axial yang dapat dipikul oleh penampang : Pb = Cc + Cs – T

Pb = 0,85 f’c.β.xb.b + A’s (fy-0,85 f’c) – As . Fy Besarnya momen yang dapat dipikul oleh penampang :

Mb = Pb x eb (3.29) d T d d d Cs d a d Cc Mb " ( ' ") . 2 ⎟⎠+ − − + ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = (3.30)

Untuk perhitungan, besarnya beban aksial dan momen ditentukan sebagai berikut:

Pn = Pu / φ (3.31)

(5)

My = (δbyMx2b + δsyMy2s) / φ (3.33)

Kapasitas kolom akibat lentur dua arah ( biaxial bending) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Boris Bresler berikut ini (Wahyudi dan Rahim, 1997):

Untuk Pn > 0,1Pno uo uy ux u P P P P 1 1 1 1 = + atau no ny nx n P P P P 1 1 1 1 = + (3.34) dimana: ux

P = Beban aksial arah sumbu x pada saat eksentrisitas tertentu

uy

P = Beban aksial arah sumbu y pada saat eksentrisitas tertentu

uo

P = Beban aksial maksimal

Sedangkan untuk Pn < 0,5Pno dapat digunakan rumus: 1 ≤ + y uy x ux M M M M atau + ≤1 oy ny ox nx M M M M (3.35) Pengembangan dari persamaan di atas menghasilkan suatu bidang runtuh tiga dimensi dimana bentuk umum tak berdimensi dari metode ini adalah (Nawi, 1998):

1 2 1 = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ α α oy ny ox nx M M M M (3.36) Besarnya α1 dan α2 menurut Bresler dapat dianggap sebesar 1,5 untuk penampang

bujur sangkar, sedangkan untuk penampang persegi panjang nilai α bervariasi antara 1,5 dan 2,0 dengan harga rata-rata 1,75 (Wahyudi dan Rahim, 1997).

Dalam analisa kolom biaksial, dapat dilakukan konversi dari momen biaksial yang terdiri dari momen dua sumbu menjadi momen satu sumbu. Penentuan momen dan sumbu yang berpengaruh adalah sebagai berikut (Nawy, 1998):

1. Untuk Mny/Mnx > b/h β β − + = 1 ' h b Mnx Mny My (3.37) 2. Untuk Mny/Mnx ≤ b/h β β − + = 1 ' b h Mny Mnx Mx (3.38)

(6)

Kolom dapat dinyatakan sebagai kolom pendek bila (RSNI Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Gedung tahun 2002):

Untuk kolom tak bergoyang:

b b u M M r k 2 1 12 34− < λ (3.39) dengan M1b dan M2b adalah momen ujung berfaktor dari kolom, dengan M1b < M2b.

Bila faktor momen kolom = 0 atau Mu / Pu < emin, harga M2b harus dihitung dengan

eksentrisitas minimum,

emin = (15 + 0,03h) , dengan h dalam mm. (3.40)

Untuk kolom tak bergoyang: 22 < r kλu (3.41) dimana:

kλu = panjang efektif kolom

r = radius girasi, diambil sebesar 0,3h atau 0,3b

Besarnya k didapat dari nomogram Jackson dan Moreland (Nawi, 1998) yang bergantung dari besarnya perbandingan kekakuan semua batang tekan dengan semua batang lentur dalam bidang (ψ).

= balok n kolom u EI EI ) / ( ) / ( λ λ ψ (3.42)

Apabila tidak menggunakan nomogram, besarnya k dapat dihitung dengan menggunakan ((Nawi, 1998) dan (Udiyanto, 2000)):

Untuk kolom tak bergoyang: 0 , 1 ) ( 05 , 0 7 , 0 + + ≤ = A B k ψ ψ (3.43) 0 , 1 05 , 0 85 , 0 + min ≤ = ψ k (3.44)

Untuk kolom bergoyang:

rata rata A k + − − = ψ 1 ψ 20 20 ,untuk ψrata-rata < 2 (3.45) rata rata k =0,9 1+ψ ,untuk ψrata-rata ≥ 2 (3.46)

Apabila kolom termasuk kolom langsing, maka Nawi (1998) menyarankan menggunakan dua metode analisis stabilitas sebagai berikut:

(7)

1. Metode pembesaran momen (moment magnification method), dimana desain kolom tersebut didasarkan atas momen yang diperbesar:

Mc = δM2 = (δbM2b + δsM2s) (3.47) 1 75 , 0 / 1− ≥ = c u m b P P C δ (3.48) 1 75 , 0 / 1 1 ∑ ∑ − = c u s P P δ (3.49) dimana b

δ = faktor pembesar untuk momen yang didominasi oleh beban gravitasi M2b s

δ = faktor pembesar terhadap momen ujung terbesar M2s akibat beban yang

menyebabkan goyangan besar Pc = beban tekuk Euler = π2 EI / (kλu)2

Pu = beban aksial pada kolom Cm = 0,6 0,4 0,4 2 1 + M M ,dimana M1 ≤ M2 (3.50)

atau Cm diambil sama dengan 1,0 apabila kolom braced frame dengan beban

transversal atau M2 < M2min

Untuk nilai EI dapat digunakan persamaan:

d s s g cI E I E EI β + + = 1 / ) 5 / ( (3.51)

atau dapat disederhanakan menjadi:

d g cI E EI β + = 1 4 . 0 (3.52) dimana = d

β momen beban mati rencana / momen total rencana ≤ 1,0

2. Analisis orde kedua yang memperhitungkan efek defleksi. Analisis ini harus digunakan apabila kλu/r > 100

Titik yang mencerminkan hubungan antara momen konversi dan beban aksial yang bekerja harus terletak dalam daerah kurva interaksi P-M.

(8)

C. PERENCANAAN GESER

Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung Tahun 2002 pasal 13.3 ditentukan besarnya kekuatan gaya nominal sumbangan beton adalah:

d b f Vc c' w. 6 1 = (3.53) Untuk penampang yang menerima beban aksial, besarnya tegangan yang mampu dipikul beton dapat dituliskan sebagai berikut :

d b c f A N v w g u c 6 . ' 14 1 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + = (3.54)

Sedangkan besarnya tegangan geser yang harus dilawan sengkang adalah:

c u

s v v

v φ

φ = − (3.55)

Besarnya tegangan geser yang harus dipikul sengkang dibatasi sebesar:

c f vs ' 3 2 max = φ (3.56) Untuk besarnya gaya geser yang mampu dipikul oleh penampang ditentukan dengan syarat sebagai berikut:

n

u V

V ≤φ (3.57)

Gambar 3.4. Diagram Geser Dengan :

Vu = gaya lintang pada penampang yang ditinjau.

Vn = kekuatan geser nominal yang dihitung secara Vn = Vc + Vs

Vc = kekuatan geser nominal sumbangan beton

(9)

vu = tegangan geser yang terjadi pada penampang

vc = tegangan geser nominal sumbangan beton

vs = tegangan geser nominal sumbangan tulangan geser

φ = faktor reduksi kekuatan = 0,75 b = lebar balok (mm)

d = tinggi efektif balok (mm) f’c = kuat mutu beton (Mpa)

Tulangan geser dibutuhkan apabila VuVc, Besarnya tulangan geser yang dibutuhkan ditentukan dengan rumus berikut:

φ φVc Vu Vs= − (3.58) Vs d fy Av s= . . (3.59) Dengan :

Av = luas tulangan geser dalam mm2

s = jarak sengkang dalam mm Namun apabila Vu φVc

2 1

> harus ditentukan besarnya tulangan geser minimum sebesar (RSNI Tata Cara Perhittungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung Tahun 2002): fy s bw Av . . 3 1 min= (3.60)

Jarak sengkang dibatasi sebesar d/2, namun apabila Vs fc bw.d

3 ' ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ > maka jarak sengkang maksimum harus dikurangi setengahnya.

Perhitungan tulangan torsi dapat diabaikan apabila memenuhi syarat berikut: ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ < cp cp u p A fc T 2 12 ' φ (3.61) Suatu penampang mampu menerima momen torsi apabila memenuhi syarat:

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ 2 2 7 , 1 . oh h u w u A p T d b V < ' 3 2 fc vc φ φ + (3.62)

(10)

Besarnya tulangan sengkang untuk menahan puntir ditentukan dengan rumus sebagai berikut : t A = θ cot 2 o yv n f A s T (3.63) dengan Tn = φu T (3.64) Sedangkan besarnya tulangan longitudinal yang harus dipasang untuk menahan puntir dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Al = ⎟cot2θ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ yt yv h t f f p s A (3.65) Dengan :

Acp = luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm2

Ao = luas bruto yang dibatasi oleh lintasan aliran geser, mm2

Aoh = luas yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang torsi terluar, mm2

At = luas satu kaki sengkang tertutup yang menahan puntir dalam daerah sejarak s,

mm2

Al = luas tulangan longitudinal yang memikul puntir, mm2

fyh = kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan geser, MPa

fyt = kuat leleh tulangan torsi lungitudinal, MPa

fyv = kuat leleh tulangan sengkang torsi, MPa

pcp = keliling luar penampang beton, mm

ph = keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar, mm

s = spasi tulangan geser atau puntir dalam arah paralel dengan tulangan longitudinal, mm

D. PERENCANAAN PLAT

Pelat adalah struktur planar kaku yang terbuat dari material monolit dengan tinggi yang kecil dibandingkan dengan dimensi-dimensi lainnya. Untuk merencanakan pelat beton bertulang perlu mempertimbangkan faktor pembebanan dan ukuran serta syarat-syarat dari peraturan yang ada. Pada perencanaan ini digunakan tumpuan jepit penuh untuk mencegah pelat berotasi dan relatif sangat kaku terhadap momen puntir. Dalam pelaksanaan, pelat akan di cor bersamaan dengan balok.

(11)

Pelat merupakan panel-panel beton bertulang yang mungkin bertulangan dua atau satu arah saja tergantung sistem strukturnya. Apabila pada struktur pelat perbandingan bentang panjang terhadap lebar < 3, maka akan mengalami lendutan pada kedua arah sumbu. Beban pelat dipikul pada kedua arah oleh balok pendukung sekeliling panel pelat, dengan demikian pelat akan melentur pada kedua arah. Apabila panjang pelat sama dengan lebarnya, perilaku keempat balok keliling dalam menopang pelat akan sama. Sedangkan apabila perbandingan bentang panjang terhadap bentang pendek > 3, balok yang lebih panjang akan memikul beban yang lebih besar dari balok yang pendek (penulangan satu arah).

Dimensi bidang pelat Lx dan Ly dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.5. Dimensi bidang pelat Langkah-langkah perencanaan penulangan pelat adalah : a) Menentukan syarat-syarat batas, tumpuan dan panjang bentang. b) Menentukan tebal pelat.

Berdasarkan SNI 03-1726-2002 maka tebal pelat ditentukan berdasarkan ketentuan sebagai berikut :

h min = β 9 36 ) 1500 8 . 0 ln( + + fy (3.66) hmak = 36 ) 1500 8 . 0 ln( + fy (3.67)

hmin pada pelat lantai ditetapkan sebesar 12 cm, sedang hmin pada pelat atap ditetapkan sebesar 9 cm.

c) Menghitung beban yang bekerja berupa beban mati dan beban hidup terfaktor. d) Menghitung momen-momen yang menentukan.

Pada pelat yang menahan dua arah dengan terjepit pada keempat sisinya bekerja empat macam momen yaitu :

(12)

2. Momen lapangan arah y (Mly) = koef x Wu x lx2 (3.69) 3. Momen tumpuan arah x (Mtx) = koef x Wu x lx2 (3.70) 4. Momen tumpuan arah y (Mty) = koef x Wu x lx2 (3.71) e) Menghitung tulangan pelat

Langkah-langkah perhitungan tulangan : 2. Menetapkan tebal penutup beton.

3. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x dan arah y.

4. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y. 5. Membagi Mu dengan b x d2 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ×d2 b Mu (3.72) dengan b = lebar pelat per meter panjang (mm)

d = tinggi efektif (mm)

6. Mencari rasio penulangan (ρ) dengan persamaan : ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ × × − × × = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ × f c fy fy d b Mu ' 588 , 0 1 2 ρ φ ρ (3.73)

7. Memeriksa syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmak)

fy 4 , 1 min = ρ (3.74) fy c f fy mak ' 85 , 0 600 450 × × + × = β ρ (3.75)

8. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan

(

As=ρ×b×d×106

)

(3.76)

E. PERENCANAAN STRUKTUR ATAP

Atap merupakan struktur yang paling atas dari suatu bangunan gedung. Struktur atap dapat terbuat dari kayu, beton ataupun dari baja. Dalam Tugas Akhir ini direncanakan struktur atap yang digunakan adalah struktur baja. Alasan penggunaan baja sebagai bahan konstruksi adalah kekuatan yang dimiliki baja sangat tinggi dan penggunaan baja akan memperamping bentuk struktur.

(13)

a. Perencanaan Gording

Gording direncanakan untuk menahan beban-beban yang bekerja di atas atap dan merubah beban-beban merata menjadi beban-beban terpusat. Beban-beban terpusat ini selanjutnya akan ditahan oleh kuda-kuda atap.

Beban-beban yang biasanya diperhitungkan dalam perencanaan gording antara lain:

1) Beban mati, terdiri dari bahan penutup atap dan berat gording.

2) Beban hidup, diperhitungkan sebesar P = 100 kg berada di tengah bentang gording. Selain itu juga diperhitungkan beban hujan.

3) Beban angin, terdiri atas: a) Muka angin / angin tekan

PMI 1970 pasal 4.3 menyebutkan untuk α< 65º koefisien angin diambil sebesar 0.02α – 0.4 dimana α = kemiringan atap.

b) Belakang angin / angin hisap

Koefisien angin ditentukan sebesar -0.4

Perhitungan momen dan penguraian beban mengacu pada gambar berikut:

a° qy q qx x y y x Px P Py a°

Gambar 3.6. Penguraian beban pada gording Beban merata q diuraikan menjadi:

α sin . q qx = (3.77) 2 8 1 l q My = x (3.78) α cos . q qy = (3.79) 2 8 1 l q Mx = y (3.80)

Beban terpusat P diuraikan menjadi: α

sin .

P

(14)

l P My x 4 1 = (3.82) α cos . P Py = (3.83) l P Mx y 4 1 = (3.84)

Seluruh momen Mx dan My dikombinasikan untuk mendapat momen total. Pemeriksaan kekuatan gording:

σ ≤ + Wy My Wx Mx (3.85) Pemeriksaan lendutan gording:

x x x x EI L P EI L q y 3 4 48 1 384 5 ⋅ + ⋅ = δ (3.86) y y y y EI L P EI L q x 3 4 48 1 384 5 ⋅ + ⋅ = δ (3.87) 2 2 y x i δ δ δ = + (3.88) L 180 1 = δ (PPBBI th 1984 hal 155) (3.89) b. Perencanaan Kuda-kuda

Beban-beban yang biasanya diperhitungkan dalam perencanaan kuda-kuda antara lain:

1) Akibat Beban Tetap a) Beban atap (BA) b) Beban gording (BG)

c) Beban ikatan angin (BB)= 20% x (BA+BG)

d) Beban hidup (BL), terdiri dari : Beban orang = 100 kg dan Beban hujan (Bh) diambil yang paling besar

e) Beban kuda-kuda (BK)

Batang A : 2L.70.70.7 – 7,38 kg/m Batang B : 2L.60.60.6 – 5,42 kg/m Batang V : 2L.50.50.5 – 3,77 kg/m Batang D : 2L.40.40.4 – 2,42 kg/m

(15)

f) Berat baut = 20% x BK

g) Beban plafon + penggantung (BP)

h) Beban Plat Buhul = 10% x beban per buhul 2) Akibat Beban Sementara

a. Beban Angin Kiri, terdiri dari angin tekan dan angin hisap b. Beban Angin Kanan, terdiri dari angin tekan dan angin hisap

Setelah mendapatkan gaya batang kuda-kuda dari SAP 2000, maka dilakukan pengecekan profil kuda-kuda tersebut :

a) Batang Tarik 0,75 Netto P A σ = ≤ σ (3.90) b) Batang Tekan I’ = 2*I + Ab* 2 2 a ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (3.91) i’ = ′ br I A (3.92) 200 ' λ= ≤L i (PPBBI 1984 hal 19) (3.93) 0,7 λ π σ = × l E g (3.94) λ λ λ = s g (3.95) 1, 41 0,183 1 1,593 λ ω λ ≤ ≤ → = − s s (3.96) br P A ω σ = ≤ σ (3.97)

Dilakukan pengecekan terhadap arah x dan arah y.

c. Perencanaan Sambungan Baut

Tegangan-tegangan yang diijinkan dalam menghitung kekuatan menurut PPBBG tahun 1987 pasal 8.2(1) adalah sebagai berikut:

Tegangan geser yang diijinkan: σ

(16)

Tegangan tarik yang diijinkan: σ

σta =0,7 (3.99)

Kombinasi tegangan geser yang diijinkan: σ

τ σ

σ = 2 + 2 ≤

1 1,56 (3.100)

Tegangan tumpu yang diijinkan: σ

σtu =1,5 untuk s1 ≥2a (3.101)

σ

σtu =1,2 untuk 1,5ds1 <2d (3.102)

dimana:

s1 = jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian yang disambung

d = diameter baut

σ = tegangan dasar bahan baut, kecuali untuk tegangan tumpu digunakan tegangan dasar bahan yang disambung

Selain itu, jarak antar baris baut, jarak antar baut maupun jarak baut ke tepi ditentukan berdasarkan PPBBG 1987 pasal 8.2(5) sebagai berikut:

2,5d ≤ s ≤ 7d atau 14t (3.103)

1,5d ≤ s1 ≤ 3d atau 6t (3.104)

dimana:

d = diameter baut

s = jarak antar baris baut dan jarak antar sumbu baut s1 = jarak antara sumbu baut ke tepi plat

F. PERENCANAAN PONDASI a. Analisis Daya Dukung Tanah

Analisis Daya dukung mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban pondasi struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung tanah ( Bearing

Capacity ) adalah kemampuan tanah untuk mendukung beban baik dan segi struktur pondasi maupun bangunan di atasnya tanpa terjadi keruntuhan geser. Daya dukung batas ( ultimate bearing capacity ) adalah daya dukung terbesar dan tanah dan biasanya diberi simbol q ult.

FK

ult all

q

(17)

b. Langkah – langkah perhitungan pondasi telapak

1) Menentukan penampang pondasi serta tebal pondasi dipilih sedemikian agar dapat memenuhi ketentuan SKSNI T15-1991-03 Pasal 3.4.1.1.

Vu < Ø Vc

Dimana Vc diturunkan dari SKSNI T15-1991-03 pasal 3.4.11.2.1. dalam bentuk d bo c Vc

f

c× × × × ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + =

'

6 1 4 2 β < 3×

f

'

c×bo×d 1 (3.106) Dengan

ßc : Perbandingan antara sisi kolom terpanjang dengan sisi kolo terpendek bo : Adalah keliling ( perimeter ) penampang yang terdapat tegangan geser ,

sehingga menurut SK SNI T – 15 – 1991 – 03 Pasal 3.4.11.1.2 penampang boleh dianggap terletak pada jarak d/2 terhadap sisi kolom . d : Tebal efektif pondasi telapak.

2) Menentukan tegangan yang terjadi pada Pondasi , baik tegangan maks (

σ

maks) dan tegangan min (

σ

min ).

σ

maks = W M A P + (3.107)

σ

min = W M A P − (3.108) Dengan

P = Gaya akibat reaksi kolom M = momen akibat reaksi kolom A = Luas penampang pondasi W = Momen tahanan pondasi

Dalam perhitungan pengaruh momen terhadap tegangan geser diabaikan.

(18)

3) Menentukan momen yang terjadi pada pondasi , dengan wu =

σ

maks . Permodelan yang digunakan adalah ujung – ujung pondasi senagai jepit bebas ,

sehingga Mu = ½ . wu.L2 (3.109)

Dengan

Mu = Momen ultimate pondasi Wu = tegangan maksimum

L = jarak setengah lebar pondasi dari pusat pondasi.

4) Perhitungan Tulangan , dengan menggunakan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya.

Penulangan dapat dianggap pula sebagai ikatan tarik dan busur tekan yang saling bekerja sama. Kerja sama demikian hanya mungkin bila penjangkaran busur tekan pada ikatan tarik cukup baik. Agar hubungan ini dapat tercapai maka seluruh tulangan harus diperpanjang dan ujungnya dibengkokkan secukupnya.

c. Daya Dukung Tanah Untuk Pondasi Telapak

Daya dukung tanah batas menurut Terzaghi dipengaruhi oleh berat volume tanah , kohesi dan beban luar ( surcharge ).Dengan demikian maka kita peroleh :

qu = qc + qq + qγ (3.110)

Dengan : qu = Daya dukung tanah batas

qc = Daya dukung tanah berdasarkan kohesi

qq = Daya dukung tanah berdasarkan beban yang bekerja diatasnya

qγ = Daya dukung tanah berdasarkan berat volume tanah . qq = q.Nq , dengan Nq = e x tan Ø tan 2 ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + 2 45 φ , (3.111) qc = c.Nc , dengan Nc = ( Nq – 1 ) tan Ø (3.112) qγ = ΒγΝγ 2 1 , dengan Νγ =2(Νq+1)tanΦ (3.113) Dengan menggabungkan persamaan tersebut, maka

qu = CNc + qNq + ΒγΝγ

2 1

(3.114)

Menurut Terzaghi diperlukan faktor bentuk , faktor kedalaman dan faktor kemiringan untuk mengkoreksi nilai qu.

(19)

Untuk Pondasi berbentuk Bujur Sangkar:

qu = 1,3 CNc + q Nq + 0,4ΒγΝγ (3.115)

Dengan B = lebar pondasi dan nilai Nq, Nc, dan Nγ bisa didapat melalui grafik faktor daya dukung untuk keruntuhan geser menyeluruh menurut Terzaghi.

G. PERENCANAAN GEMPA a. Gempa Rencana dan Gempa Nominal

Gempa Rencana adalah gempa yang peluang atau risiko terjadinya dalam periode umur rencana bangunan 50 tahun adalah 10% (RN = 10%), atau gempa

yang periode ulangnya adalah 500 tahun (TR = 500 tahun).

Besarnya beban Gempa Nominal yang digunakan untuk perencanaan struktur ditentukan oleh tiga hal, yaitu oleh besarnya Gempa Rencana, oleh tingkat daktilitas yang dimiliki struktur, dan oleh nilai faktor tahanan lebih yang terkandung di dalam struktur.

Berdasarkan pedoman gempa yang berlaku di Indonesia yaitu Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-2002) Besarnya beban gempa horizontal (V) yang bekerja pada struktur bangunan, ditentukan menurut persamaan :

V = Wt R

.I C

(3.116) Dengan, I adalah Faktor Keutamaan Struktur , C adalah nilai Faktor Respon Gempa yang didapat dari Respon Spektrum Gempa Rencana untuk waktu getar alami fundamental T, dan Wt ditetapkan sebagai jumlah dari beban mati dan

hidup yang direduksi

Harga dari faktor respon gempa C dapat ditentukan dari Diagram Spektrum Respon Gempa Rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.

b. Faktor Keutamaan (I)

Faktor Keutamaan adalah suatu koefisien yang diadakan untuk memperpanjang waktu ulang dari kerusakan struktur – struktur gedung yang relatif lebih utama, untuk menanamkan modal yang relatif besar pada gedung itu. Gedung tersebut diharapkan dapat berdiri jauh lebih lama dari gedung – gedung

(20)

pada umumnya. Waktu ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa akan diperpanjang dengan pemakaian suatu faktor keutamaan.

c. Daktilitas Struktur

Faktor Reduksi Gempa ditentukan berdasarkan perencanaan kinerja suatu gedung yaitu apakah gedung direncanakan berperlaku elastik penuh, daktilitas terbatas atau daktilitas penuh. Nilai faktor daktilitas struktur gedung µ di dalam

perencanaan struktur gedung dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil lebih besar dari nilai faktor daktilitas meksimum µm yang dapat

dikerahkan oleh masing-masing sistem atau subsistem struktur gedung. Dalam Tabel 3 SNI 1726-2002 ditetapkan nilai µm yang dapat dikerahkan oleh beberapa

jenis sistem dan subsistem struktur gedung, berikut faktor reduksi maksimum Rm

yang bersangkutan.

d. Jenis Tanah Dasar

Untuk menentukan harga C harus diketahui terlebih dahulu jenis tanah tempat struktur bangunan itu berdiri. Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak apabila untuk lapisan setebal maksimum 30 meter paling atas dipenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam tabel 4, SNI 03-1726-2002, halaman 26.

Dalam Tugas Akhir ini jenis tanah ditentukan berdasarkan nilai Kuat Geser Niralir rata – rata.

Perhitungan kuat geser niralir rata-rata:

= = = m i m i Sui ti ti u S 1 1 / (3.117) Dengan :

ti = tebal lapisan tanah ke-i

Sui = kuat geser niralir lapisan tanah ke-i yang harus memenuhi ketentuan bahwa Sui≤ 250 kPa

m = jumlah lapisan tanah yang ada di atas tanah dasar Su = kuat geser niralir rata-rata

(21)

e. Pembatasan Waktu Getar

T adalah waktu getar dari struktur bangunan pada arah-X (Tx) dan arah-Y (Ty). Untuk perencanaan awal, waktu atau periode getar dari bangunan gedung dihitung dengan menggunakan rumus empiris :

Tx = Ty = 0,06.H0,75 ( dalam detik ) (3.118) H = Tinggi bangunan ( dalam meter ) = 40 m

Beban geser dasar nominal V menurut persamaan 2.1 harus dibagikan sepanjang tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut

persamaan: V z W z W F n i i i i i i

= = 1 ) . ( . (3.119) Dengan :

Wi = berat lantai tingkat ke-i

zi = ketinggian lantai tingkat ke-i

n = nomor lantai tingkat paling atas

Apabila rasio antara tinggi struktur bangunan gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0.1V harus dianggap beban horizontal terpusat yang bekerja pada pusat massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0.9V sisanya harus dibagikan sepanjang tingkat struktur bangunan gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen.

Waktu getar alami fundamental struktur bangunan gedung beraturan dalam arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh sebagai berikut:

= = = n i i i n i i i d F g d W T 1 1 2 1 . . 3 . 6 (3.120) Dengan :

di = simpangan horizontal lantai tingkat ke-i akibat beban Fi (mm)

(22)

Apabila waktu getar alami fundamental T1 struktur bangunan gedung untuk

penentuan faktor Respon Gempa C1 ditentukan dengan rumus-rumus empiris atau

didapat dari analisis vibrasi bebas tiga dimensi, nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20% dari nilai yang dihitung menurut persamaan 2.05.

H. PERATURAN YANG DIGUNAKAN

Pedoman peraturan serta buku acuan yang digunakan antara lain :

1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SKSNI T-15-1991-03)

2. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2000)

3. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2003)

4. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung (PPIG) 1983 5. Peraturan Muatan Indonesia tahun 1970 N.I-18

6. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) 7. Peraturan - peraturan lain yang relevan.

I. DATA TEKNIS

Data yang dijadikan bahan acuan dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan tugas akhir ini dapat diklasifikasikan dalam dua jenis data, yaitu :

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari lokasi rencana pembangunan maupun hasil survey yang dapat langsung dipergunakan sebagai sumber dalam perancangan struktur. Pengamatan langsung di lapangan mencakup :

1) Kondisi lokasi rencana gedung Rumah Sakit

2) Kondisi bangunan-bangunan yang ada disekitar lokasi proyek 3) Denah lokasi perencanaan

Pengamatan langsung tersebut menghasilkan data-data utama proyek yang antara lain terdiri atas :

(23)

1) Data Proyek

Nama Proyek : Perencanaan Struktur Gedung Administrasi dan Pelayanan RSUD Dr. Moewardi Surakarta Fungsi Bangunan : Gedung Rumah Sakit

Jumlah Lantai : 5 lantai + 2 basement

Lokasi : Jl. Kol. Sutarto no.132 Surakarta

Penyelidik Tanah : Lab. Mektan Universitas Sebelas Maret Surakarta Struktur Bangunan : Konstruksi Rangka Beton Bertulang

Struktur Atap : Konstruksi Rangka Baja

2) Data Material Struktur Utama

Beton : f’c = 30 Mpa, E = 21000 MPa Baja : fy = 400 Mpa, (Tulangan Utama )

fy = 240 Mpa, (Tulangan Sengakang)

3) Data Tanah

Data tanah diperoleh dari hasil penyelidikan dan pengujian tanah oleh Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Diponegoro Semarang, terdiri atas data sondir dan data boring.

Dari data tanah di atas dapat dianalisis karakteristik tanah yang diperlukan untuk perencanaan dan perancangan struktur, khususnya pada struktur bawah bangunan (pondasi).

b. Data Sekunder

Data Sekunder merupakan data pendukung yang dipakai dalam proses pembuatan dan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini. Data sekunder ini didapatkan bukan melalui pengamatan secara langsung di lapangan. Yang termasuk dalam klasifikasi data sekunder ini antara lain adalah literatur-literatur penunjang, grafik, tabel dan peta/tanah yang berkaitan erat dengan proses perancangan struktur gedung tersebut.

1) Data Teknis

Adalah data yang berhubungann langsung dengan perencanaan struktur gedung Rumah Sakit seperti data tanah, bahan bangunan yang digunakan, data beban rencana yang bekerja, dan sebagainya.

(24)

2) Data Non Teknis

Adalah data yang berfungsi sebagai penunjang dan perencanaan, seperti kondisi dan letak lokasi proyek.

Gambar

Gambar 3.1. Tegangan, regangan dan gaya yang terjadi   pada perencanaan lentur murni beton bertulang  Dari gambar dapat diperoleh:
Gambar 3.2. Penampang Bertulangan Rangkap  ρ bρρ0=max=0,75    (3.16)  A S0  = ρ 0  . b
Gambar 3.3. Kondisi regangan berimbang penampang persegi
Gambar 3.4. Diagram Geser
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian maka masjid sebagai suatu bangunan yang didalamnya terdapat ruang yang berfungsi sebagai penampungan kegiatan pelaksaan ajaran agama Islam sehingga terdapatlah

Dalam Aspek Pasar akan dijelaskan point-point tentang pasar mana yang akan dituju oleh usaha ini, kemudian dari segi tingkat persaingannya, bagaimana upaya

Karena kolekalsiferol dibentuk dalam satu organ tubuh (kulit) dan diangkut oleh darah untuk bekerja pada organ lain (tulang, usus, ginjal), kolekalsiferol dapat

Dari gambar 6 menunjukkan bahwa kabel yang standar memiliki waktu tunda tembus yang lebih lama dibandingkan kabel yang tidak standar, artinya bahan isolasi pada kabel

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Ilmu Pendidikan.. Universitas

dimana Koordinasi Program menjadi tugas Bappeda sedangkan tugas pelaksanaan dan operasi pemeliharaan dilaksanakan oleh dinas – dinas yang termasuk dalam SK

Scanned by

Masnur Muslich, ”Hakikat dan Fungsi Buku Teks”, http:// www.. a) Direkomendasikan oleh guru-guru yang berpengalaman sebagai buku ajar yang baik. b) Bahan ajarnya