UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT ACTAVIS INDONESIA
JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR
PERIODE 6 OKTOBER – 28 NOVEMBER 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
INAYATUL WAHYUNI, S.Farm. 1306502522
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK JANUARI 2015
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT ACTAVIS INDONESIA
JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR
PERIODE 6 OKTOBER – 28 NOVEMBER 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
INAYATUL WAHYUNI, S. Farm. 1306502522
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK JANUARI 2015
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena hanya atas berkat rahmat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Actavis Indonesia yang dilaksanakan pada periode 6 Oktober sampai dengan 28 November 2014. Penulisan Laporan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia dan disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk mendapatkan gelarApoteker.
Kegiatan dan laporan PKPA ini dapat berjalan dengan baik atas kerjasama dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan, bimbingan serta kerjasama yang telah diberikan selama maupun setelah masa pelaksanaan PKPA, kepada:
1. Bapak Andreas Halim sebagai Presiden Direktur PT. Actavis Indonesia 2. Bapak Leiman Sutanto sebagai Direktur Manufaktur PT. Actavis
Indonesia
3. Bapak Irchansyah Chaniago sebagai Head of Quality Operations PT. Actavis Indonesia
4. Ibu Riska Lestari sebagai Manager Quality Assurance PT. Actavis Indonesia.
5. Mbak Sari Yuliana, Mbak Suchi Rahmadani, Mbak Stephany Vemira, Mbak Afrisa Nurhayati, Mas Wahyu Hermawan, Mas Yudho Prabowo, Mas Martrianto, Mutiara Jiwa Iskartama, Shinta Ayu Nurfaradilla, Dyah Ayuwati Waluyo, Astri Kania Agustini, Lala Nurgayatin, dan seluruh staf PT. Actavis Indonesia.
6. Dr. Mahdi Jufri, M.Si. sebagai dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
8. Dr. Arry Yanuar, M.Si. selaku Pembimbing dari Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI, atas bimbingan, arahan, dan nasehat yang diberikan selama masa PKPA dan penyusunan laporan.
9. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas ilmu pengetahuan, bimbingan, dan arahan yang telah diberikan selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
10.Teman-teman Apoteker angkatan 79 atas semangat, dukungan, dan kerjasama yang telah diberikan, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu yang telah membantu dalam praktek kerja hingga penyusunan laporan ini.
Penulis berharap Tuhan YME membalas segala kebaikan semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam kegiatan ini. Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga pengetahuan, dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Penulis
ABSTRAK
Nama : Inayatul Wahyuni, S.Farm
NPM : 1306502522
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Actavis Indonesia Jalan Raya Bogor Km 28 Jakarta Periode 6 Oktober – 28 November 2014
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Actavis Indonesia bertujuan untuk memahami dan menilai bagaimana penerapan aspek-aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam suatu industri farmasi serta memahami tugas dan peran profesi apoteker di industri farmasi. Tugas khusus bertujuan untuk memahami cara pembuatan laporan Periodic Product Review (PPR) sediaan Tramadol 50 mg kapsul yang ditinjau secara sistematis dan dapat menggambarkan produk yang diproduksi telah memenuhi syarat kualitas dan spesifikasi yang ditetapkan, dan mengidentifikasi tindakan pencegahan dan perbaikan (CAPA) terhadap produk dan proses jika dibutuhkan.
Kata Kunci : PT. Actavis Indonesia, peran Apoteker, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Product Periodic Review
Tugas umum : viii + 92 halaman; 1 tabel; 1 lampiran Tugas khusus : ii + 15 halaman; 2 tabel
Daftar Acuan Tugas Umum : 13 (1990-2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 2 (2012-2014)
ABSTRACT
Name : Inayatul Wahyuni, S.Farm
NPM : 1306502522
Program Study : Apothecary Profession
Title : Report of Apothecary Profession Internship at PT. Actavis Indonesia Jalan Raya Bogor Km 28 Jakarta on October 6th- November 28th 2014
Pharmacists Professional Practic (PKPA) at PT. Actavis Indonesia aims to understand and assess how the implementation aspects of Good Manufacturing Practice (GMP) in the pharmaceutical industry and understand the duties and role of the pharmacist profession in the pharmaceutical industry. The spesific assigment aims to understand how to make the Periodic Product Review (PPR) of Tramadol 50 mg capsule reviewed systematically and it can describe that the product fulfilled the requirements of quality and specification; and identifying preventive action and corrective action (CAPA) for the product and process if needed.
Keywords : PT. Actavis Indonesia, Apotechary roles, Good Manufacturing Practice (GMP), Product Periodic Review General Assigment : viii + 92 pages; 1 table; 1 appendix
Spesific Assigment : ii + 15 pages; 2 tables
Bibliography of General Assigment : 13 (1990-2013) Bibliography of Spesific Assigment : 2 (2012-2014)
x
Halaman
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ... 3
2.1 Industri Farmasi ... 3
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ... 5
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ... 14
3.1 Sejarah PT. Acatavis Indonesia ... 14
3.2 Visi dan Misi ... 15
3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas ... 15
3.4 Sarana Penunjang ... 16
3.5 Produk dan Sertifikat GMP ... 17
3.6 Struktur Organisasi ... 18
BAB 4 PEMBAHASAN ... 76
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
5.1 Kesimpulan ... 89
5.2 Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 90
Halaman
xii
Halaman
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat merupakan komponen essensial dari suatu pelayanan kesehatan dan sudah merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Semua obat-obatan yang beredar harus dapat dijamin keamanan, khasiat dan mutunya. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman yang meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu sehingga setiap obat yang dihasilkan selalu memenuhi ketentuan mutu yang telah ditetapkan.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan pedoman pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. Dalam CPOB mencakup seluruh aspek seperti manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan higiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri, audit mutu, dan persetujuan pemasok; penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk; dokumentasi; pembuatan dan analisis terhadap kontrak; dan kulifikasi dan validasi. Industri farmasi dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat wajib menerapkan CPOB. Oleh karena itu, salah satu persyaratan untuk mendapatkan izin industri farmasi yaitu harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama lima tahun selama industri farmasi masih memenuhi persyaratan (CPOB, 2012).
Penerapan CPOB di lingkungan industri farmasi dapat berbeda antara satu industri dengan industri lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan fasilitas pendukung di setiap industri farmasi. Seorang apoteker di industri farmasi mempunyai peranan dan tanggung jawab penting untuk menerapkan aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB tersebut, antara lain
sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawab pengawasan dan pemastian mutu.
Untuk mencapai peran dan tanggung jawab tersebut apoteker dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Salah satu sarana bagi calon apoteker untuk dapat memahami, mengetahui, serta memberikan gambaran singkat tentang tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi yaitu dengan diadakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Dalam hal ini, Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT. Actavis Indonesia menyelenggarakan PKPA pada tanggal 6 Oktober 2014 – 28 November 2014.
1.2. Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi ini bertujuan untuk: a. Memahami penerapan CPOB di PT. Actavis Indonesia.
b. Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker di industri Farmasi diharapkan dapat menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya.
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1. Industri Farmasi
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, industri farmasi didefinisikan sebagai badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat didefinisikan sebagai bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Bahan baku obat merupakan bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengelolaan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.
Industri farmasi wajib memiliki izin usaha industri farmasi dari Menteri Kesehatan sebelum memulai proses produksinya. Izin Usaha Industri Farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Persyaratan industri farmasi untuk mendapatkan izin industri farmasi adalah :
a. berbadan usaha berupa perseroan terbatas
b. memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
d. memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu
e. komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Sebelum memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, suatu perusahaan harus melewati tahap persetujuan prinsip yang diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Persetujuan prinsip diberikan kepada industri farmasi untuk dapat langsung melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi peralatan, dan lain-lain yang diperlukan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan yang bersangkutan wajib menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).
Setelah melaksanakan tahap persetujuan prinsip, industri farmasi dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi. Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut memproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA), masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya. Industri farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada industri farmasi lain yang telah menerapkan CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan paling sedikit memiliki 1 (satu) fasilitas produksi sediaan yang telah memenuhi persyaratan CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak dan industri farmasi penerima kontrak bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat / kemanfaatan, dan mutu obat.
Industri farmasi wajib menyampaikan laporan jumlah dan nilai produksinya sekali dalam enam bulan dan laporan lengkap wajib disampaikan sekali dalam
setahun kepada Direktur Jenderal Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala BPOM.
Pencabutan izin usaha industri farmasi dilakukan bila industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi:
a. Melakukan pindah tangan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa izin.
b. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
c. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
2.2. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2012)
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personel yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat.
Pedoman CPOB sesuai dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) meliputi 12 aspek, yaitu: Manajemen Mutu; Personalia; Bangunan dan Fasilitas; Peralatan; Sanitasi dan Higiene; Produksi; Pengawasan Mutu; Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok; Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk; Dokumentasi; Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak; Kualifikasi dan Validasi.
2.2.1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya dan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) serta tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu kebijakan, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. Tindakan yang sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
2.2.2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personel hendaknya memahami dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Seluruh personel harus memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personel pada posisi penanggungjawab dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai.
Struktur organisasi perusahaan disusun dengan baik sehingga bagian produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing diberi wewenang penuh dan sarana pendukung yang diperlukan untuk
dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personel tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial. Kepala bagian produksi dan kepala bagian pengawasan mutu harus seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian produksi memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat. Kepala bagian pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan. Industri farmasi harus memberikan pelatihan bagi seluruh personel yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personel teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personel lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Disamping pelatihan dasar mengenai CPOB, personel baru harus mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan juga diberikan dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkal dan juga tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing.
2.2.3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan dirancang sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Bangunan dan fasilitas dikonstruksi,
dilengkapi, dan dirawat dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Bangunan dan fasilitas harus dibersihkan dan didesinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci. 2.2.4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat harus memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Peralatan didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama. Peralatan dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko kekeliruan atau pencemaran. Peralatan dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk. 2.2.5. Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personel, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Selain itu, prosedur sanitasi dan higiene hendaknya divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa prosedur yang diterapkan cukup efektif dan memenuhi persyaratan. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan, personel harus mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Tangan operator dihindarkan bersentuhan langsung dengan bahan awal, produk
antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.
2.2.6. Produksi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Aspek produksi mencakup spesifikasi bahan awal; validasi proses (pembersihan, sterilisasi, dan lainnya); prosedur tetap; sistem penomoran bets/lot produk ruahan atau produk jadi; penimbangan dan penyerahan bahan baku obat; pengembalian bahan baku obat; pengolahan bahan baku menjadi produk obat jadi; monitoring; dan dokumentasi.
Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Sebelum melakukan penimbangan dilakukan pemeriksaan kebenaran penandaan bahan baku termasuk label pelulusan. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbangan dan alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang. Semua prosedur produksi hendaknya divalidasi dengan tepat, sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya hendaknya didokumentasikan. Perubahan yang penting dalam proses, baik itu penggantian alat maupun penggantian asal bahan baku, hendaknya dilakukan validasi ulang. Hal ini untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
2.2.7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya.
2.2.8. Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit Persetujuan Pemasok
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Manajemen harus membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat.
Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem Manajemen Mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus, untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
2.2.9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.
Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk dicatat yang mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala Bagian Pengawasan Mutu dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut.
Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat diselidiki.
Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup:
a. Tindakan perbaikan bila diperlukan;
b. Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan; c. Tindakan lain yang tepat.
Badan POM harus diberitahukan apabila industri farmasi mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk. Operasi penarikan kembali mampu untuk dilakukan segera dan tiap saat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pelaksanaan Penarikan Kembali, antara lain:
a. Tindakan penarikan kembali produk dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan;
b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, harus dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan kembali harus menjangkau sampai tingkat konsumen;
c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi harus menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas; dan
d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.
Produk yang ditarik kembali diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut. Perkembangan proses penarikan kembali dicatat dan dibuat laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan yang ditemukan kembali. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali dievaluasi dari waktu ke waktu.
2.2.10.Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personel menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan.
Dokumen didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Bila suatu
dokumen direvisi, dan dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja.
2.2.11.Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
2.2.12.Kualifikasi dan Validasi
CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengruhi mutu produk harus divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi harus direncanakan terlebih dahulu. Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (Validation Master Plan). Protokol validasi tertulis harus merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi/validasi yang memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan dibuat. Setelah kualifikasi selesai dilakukan, maka diberikan persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.
14 Universitas Indonesia
3.1. Sejarah PT. Actavis Indonesia
Watson Pharmaceuticals, Inc. adalah perusahaan farmasi terpadu yang terkemuka di dunia. Watson melakukan pengembangan, produksi dan distribusi produk obat generik dan obat bermerek khusus yang fokus pada Urologi dan kesehatan wanita. Perusahaan tersebut juga mengembangkan produk biosimilar pada kesehatan wanita dan Onkologi. Selain itu, Watson mendistribusikan obat generik dan obat bermerek.
Pada tahun 2011, Watson menjadi perusahaan obat generik terbesar ketiga di Amerika Serikat. Watson memiliki pengoperasian komersial di pasar internasional utama yang mencakup Kanada, Eropa Barat, Asia Pasifik, Afrika Selatan, dan Amerika Latin. Watson mendistribusikan secara langsung sekitar 8.500 unit penyimpanan di Amerika Serikat kepada lebih dari 60.000 pelanggan melalui Divisi Distribusi.
Pada tanggal 31 Oktober 2012, Watson Pharmaceutical Inc. di Parsipanny, New Jersey, Amerika Serikat resmi mengakuisisi Actavis global. Nama Actavis Inc. resmi digunakan mulai tanggal 24 Januari 2013 yang ditandai dengan berbunyinya bel tanda transaksi perdagangan pasar bursa New York.
PT. Dumex Indonesia merupakan pabrik dari Actavis group yang pertama kali berada di Indonesia, diresmikan pada tanggal 8 november 1969 oleh Presiden Republik Indonesia Bapak HM. Soeharto. Pada tahun 1983 PT. Dumex Indonesia diakusisi oleh Alpharma sehingga berubah nama menjadi PT. Dumex Alpharma Indonesia, kemudian menjadi PT. Alpharma pada tahun 2001. Dengan akuisisinya Divisi Internasional oleh Actavis, maka pada bulan Maret 2006 PT. Alpharma berubah menjadi PT. Actavis Indonesia yang merupakan bagian dari Actavis
Group.
PT. Actavis Indonesia sebagai bagian dari Actavis Global memiliki lebih dari 100 jenis produk yang terdiri dari antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, tranquilizer, antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi oleh PT. Actavis Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet),
semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan rectal tube. Produk-produk tersebut selain dipasarkan untuk pasar lokal, jugadipasarkan untuk pasar luar negeri seperti Eropa dan Asia pasifik. PT. Actavis Indonesia mempunyai sistem manajemen terintegrasi bersertifikat ISO 9001:2000, ISO 14001:2004, dan OHSAS 18001:2007.
3.2. Visi dan Misi
Visi dari PT. Actavis Indonesia adalah kesuksesan perusahaan dapat didukung melalui budaya Our Winning Way. Perilaku seluruh karyawan didefinisikan melalui tiga kata kunci, yaitu Challenge, Connect, dan Commit yang menyatukan bagaimana PT. Actavis Indonesia bertindak dan bekerja.
a. Challenge : Berpikir lebih cerdas dan bertindak lebih cepat,
mengembangkan solusi kreatif, dan melaju lebih jauh.
b. Connect : Bekerja bersama sebagai satu perusahaan untuk membuat dan
memberikan praktek terbaik, memadukan pengetahuan lokal dengan sumber daya global, merupakan mitra pilihan.
c. Commit : Bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan secara
sosial, tidak pernah berkompromi terhadap kualitas, memberikan yang dijanjikan.
Misi dari PT. Actavis Indonesia adalah:
a. Mengembangkan dan memproduksi obat berkualitas tinggi.
b. Telah memenuhi kebutuhan konsumen saat ini dan masa mendatang melalui investasi yang cerdas di R&D.
c. Memberikan layanan terbaik dan bernilai tinggi. d. Merayakan beragam budaya di tim global.
e. Memperluas komunitas tempat kami hidup dan bekerja. f. Mengedepankan shareholder value dalam setiap pekerjaan.
3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas
PT. Actavis Indonesia mempunyai dua kantor yang terdiri dari kantor Pemasaran dan kantor Pusat. Kantor Pemasaran PT. Actavis Indonesia terletak di Talavera Office Park lantai 7 dengan lokasi di Jalan Letjen TB. Simatupang Kav. 22 – 26, Jakarta Selatan 12430. Sedangkan Kantor Pusat PT. Actavis Indonesia
berlokasi di Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur 13710. Kantor Pusat berdiri diatas tanah seluas 19,279 m2, termasuk pabrik di dalamnya, dengan 40% dari luas area digunakan untuk area produksi, dan sisanya digunakan untuk fasilitas lainnya.
Bagian dalam industri terdiri dari beberapa bangunan yaitu : a. Gedung produksi penisilin non steril (Beta Lactam Facility) b. Gedung produksi non penisilin dan cair (Multi Product Facility) c. Gedung produksi semipadat/topikal (Topical Plant Facility) d. Gudang bahan baku dan bahan kemas
e. Gudang produk jadi
f. Gedung engineering dan workshop
g. Laboratorium Pengawasan Mutu dan laboratorium pengembangan produk (Product Development)
h. Perkantoran (bagian Pemastian Mutu, personalia, dan keuangan) i. Lain-lain (kantin, mushola dan tempat olahraga)
3.4 Sarana Penunjang
Terdapat beberapa sarana penunjang dalam PT. Actavis Indonesia, sarana-sarana tersebut anatara lain:
a. Sumber energi
PT. Actavis Indonesia menggunakan sumber listrik yang berasal dari PLN dan generator pembangkit listrik cadangan yang digunakan apabila aliran listrik padam.
b. Sumber air
PT. Actavis Indonesia menggunakan dua sumber air yang kemudian diolah lebih lanjut, yaitu air sumur bor dan air PAM.
c. Udara tekan (Compressed air)
PT. Actavis Indonesia menggunakan udara tekan untuk penghematan listrik. Kegunaan dari udara tekan antara lain, untuk mengoperasikan mesin-mesin produksi, membersihkan debu dan digunakan untuk mengalirkan udara kering ke dalam kabinet mesin.
d. Air Handling Unit (AHU)
AHU digunakan untuk mengatur udara di ruangan. Pada masing-masing ruang produksi mempunyai AHU yang terpisah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
3.5 Produk dan Sertifikat GMP
PT. Actavis Indonesia pada tahun 2011 telah memperoleh sertifikat CPOB dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan mendapat sertifikasi European GMP dari Health Care Inspectorate (The Netherlands) pada tahun 2012 untuk produk sediaan padat non steril baik penisilin maupun non penisilin, cair, dan semi padat, sehingga produk-produk PT. Actavis Indonesia dapat dipasarkan di Eropa, serta sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari
Ukrainian Authority di tahun 2008.
PT. Actavis Indonesia telah memperoleh 14 sertifikat CPOB yang didapatkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia (23 November 2011), untuk produk antara lain:
a. Fasilitas multi produk (Multi Product Facility) non steril dan fasilitas topikal (Topical Plant Facility), terdiri dari tablet non antibiotik tidak bersalut, tablet non antibiotik bersalut, kapsul non antibiotik gelatin keras, larutan oral non antibiotik, dan enema non antibiotik, serta salep atau krim non antibiotik.
b. Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility) terdiri dari tablet tidak bersalut, tablet salut, kapsul gelatin keras, dan suspensi kering oral antibiotik.
c. Sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority (2008).
d. Sertifikasi Sistem Manajemen Terintegrasi (Integrated Management
System) dari TUV Rheinland, sebagai berikut:
1. ISO 9001:2008 yaitu mengenai sistem managemen mutu (Quality Management System).
2. ISO 14001:2004 yaitu mengenai sistem managemen lingkungan
3. OHSAS 18001:2007 yaitu mengenai sistem manajemen Keselamatan dan kesehatan (Occupational Health and Safety Management System). Produk-produk PT. Actavis Indonesia dipasarkan melalui perusahaan distribusi atau distributor dengan skala nasional, yang saat ini ditunjuk adalah 3 perusahaan, yaitu:
a. PT. Anugrah Argon Medika (AAM) b. PT. Mensa Bina Sukses (MBS) c. PT. Sawah Besar Farma (SBF) 3.6 Struktur Organisasi
PT. Actavis dipimpin oleh seorang Presiden Direktur dengan dibantu oleh 5 orang direktur (lampiran 1), yaitu Direktur Operasional, Direktur Penjualan Ekspor, Bisnis Toll dan Distribusi, Direktur Scientific Affairs (SCA), Direktur Sumber Daya Manusia, dan Direktur Keuangan.
Direktur Operasional membawahi 7 departemen, yaitu Departemen Produksi, Departemen Mutu dan Operasional, Teknik (Departemen Engineering dan EHS), Technology Transfer, IT, Supply Chain, dan MFG Controller. Masing-masing departemen tersebut dipimpin oleh seorang manajer yang dibantu oleh beberapa supervisor.
3.6.1 Departemen Produksi
Departemen Produksi dipimpin oleh seorang Manajer Produksi yang bertanggung jawab terhadap seluruh proses produksi. Manajer Produksi dibantu oleh koordinator membawahi beberapa orang supervisor yang dibantu oleh administrator dan technical support. Bagian dispensing dipimpin oleh seorang supervisor yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penimbangan semua bahan baku yang dibutuhkan pada semua proses produksi kecuali bahan aktif penisilin. Kegiatan departemen produksi berdasarkan pesanan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh PPIC. Jenis obat yang diproduksi meliputi produk ethical dan produk OTC. Departemen produksi berkaitan erat dengan departemen Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat yang diproduksi.
Kegiatan produksi di PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu produksi penisilin dan non penisilin. Bagian non penisilin memproduksi bentuk sediaan padat, semipadat (krim) dan sediaan cair (sirup, suspensi), sedangkan bagian penisilin memproduksi sediaan padat (tablet, kaplet, kapsul dan sirup kering). Departemen produksi PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas, yaitu Fasilitas Multiproduk, Fasilitas Beta laktam, dan Fasilitas Topikal. Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR) yang dikeluarkan oleh bagian Pengembangan Produk dan Produksi. Departemen ini akan bekerja sama dengan departemen pemastian mutu dengan melakukan kegiatan validasi dan kualifikasi agar produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
Ruangan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan CPOB seperti yang tertuang dalam prosedur tetap atau SOP perusahaan. Terdapat dua jenis ruangan di PT. Actavis Indonesia berdasarkan tingkat kebersihannya, yaitu area E dan area F. Area E (grey area) yaitu ruang untuk bahan obat, obat dan bahan pengemas primer (permukaan dalam) yang masih dalam keadaan terbuka, atau masih berhubungan langsung dengan udara, meliputi ruang penimbangan bahan baku non steril, pengolahan, pengisian, pengemasan primer, dan pengambilan contoh bahan baku. Area F (black area) yaitu ruang untuk bahan obat, obat, dan bahan kemas primer dalam keadaan rapat, meliputi ruang pengemasan sekunder dan daerah lain di luar ruang produksi misalnya gudang. PT. Actavis tidak memiliki area A-D karena tidak memproduksi produk steril. Produksi produk steril dari PT. Actavis dilakukan di industri farmasi lain (Toll Out
Manufacturing).
Untuk memasuki area E harus mengenakan pakaian khusus (overall), sepatu khusus, topi yang menutupi rambut, dan masker. Untuk membatasi pertukaran udara antar ruang dan menjaga kestabilan tekanan udara, diperlukan suatu ruang antara (Buffer room/Airlock). Airlock adalah ruangan penyangga yang tingkat kebersihannya berbeda. Dua pintu airlock harus dalam keadaan tertutup bila tidak sedang digunakan untuk lewat. Pada saat lewat, hanya satu pintu airlock yang
dapat terbuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Berdasarkan fungsinya, airlock dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Airlock I, disebut juga dengan bubble airlock, yang berfungsi menjaga
tekanan udara positif didalam ruang pertama.
b. Airlock II, disebut juga sink airlock, merupakan ruangan yang memiliki
tekanan udara negatif terhadap dua sisi/ruang.
c. Airlock III, disebut juga case cutdown, merupakan ruangan yang memiliki
tekanan udara positif terhadap ruang kedua.
Dengan adanya ruang antara tersebut, maka tidak akan terjadi campur baur udara antara area F dengan area E.
Kegiatan departemen Produksi dilakukan berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh bagian PPIC. Bagian PPIC memberikan perintah produksi berupa work order picklist sebagai dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang untuk pelaksanaan produksi. Departemen Produksi melaksanakan produksi dibawah pengawasan Pengawasan Mutu (IPC). Produk ruahan yang dihasilkan dikirim ke ruang WIP (work in process) untuk pengemasan sekunder, yang selanjutnya dikirim ke gudang obat jadi untuk disalurkan ke distributor.
Alur proses produksi secara rinci terangkum dalam Catatan Bets, yaitu mulai dari jenis produk, nomor bets, jumlah yang dihasilkan, formula, data penimbangan bahan baku,daftar pemeriksaan alat sebelum proses produksi, catatan selama proses produksi, jumlah karyawan yang mengerjakan, waktu pengerjaan, dan proses pengemasan primer sampai proses pengemasan sekunder. Selain itu juga semua kegiatan yang dilakukan selama proses produksi harus sesuai dengan yang ada di dalam catatan betsdan tercatat di dalam catatan bets. Setelah proses produksi selesai, dilakukan sanitasi/pembersihan terhadap semua mesin yang dipakai dan diberi label “BERSIH” lengkap dengan nama pembersihnya, tanggal pembersihan,nama alat, produk sebelumnya, nomor batch produk sebelumnya dan berlaku sampai kapan.
Seluruh proses produksi seperti pencampuran, pengisian, dan pengemasan harus memiliki penandaan pada setiap ruang proses yang sedang berjalan. Penandaan tersebut berupa papan identitas yang berisi nama ruangan, proses yang
dilakukan, nama produk yang sedang diproduksi, nomor bets dan tanggal dilakukannya proses. Tujuan penandaan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya kontaminasi agar bahan awal atau bahan kemas tidak masuk ruangan yang tidak semestinya.
Kegiatan proses pembersihan seluruh ruangan produksi pada setiap fasilitas dilakukan secara rutin atau terjadwal. Berdasarkan SOP Pembersihan Mesin Secara Umum, terdapat tiga macam proses pembersihan, yaitu:
a. Pembersihan antar produk (Major Cleaning)
Merupakan proses pembersihan yang dilakukan apabila memproduksi produk yang berbeda dari sebelumnya dan produk sama yang telah di produksi 5 batch berturut-turut.Pembersihan dilakukan secara total agar produk yang lain tidak terkontaminasi oleh produk sebelumnya.
b. Pembersihan antar bets (Minor Cleaning)
Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara bets yang satu dengan bets berikutnya untuk produk yang sama atau antara bets yang satu dengan bets berikutnya dengan kekuatan berbeda untuk produk yang sama maksimal 5 batch berturut-turut.
c. Pembersihan akhir hari
Merupakan pembersihan yang dilakukan pada akhir jam kerja.Status pembersihan tiap alat yang digunakan selama proses produksi harus didokumentasikan di dalam catatan bets dan logbook. Selain itu, kegiatan pemantauan ruangan pada ruang produksi juga dilakukan seperti pemantauan tekanan dengan menggunakan alat Magnahelic, pemantauan suhu, pemantauan relative humidity (RH), pemantauan mikroba, dan pemantauan jumlah partikel yang dilakukan setiap satu bulan sekali oleh bagian mikrobiologi, dan pemantauan purified water yang dilakukan setiap satu minggu sekali dan dilakukan pengambilan sampel oleh petugas dari departemen Pengawasan Mutu.
Produk ruahan maupun produk jadi yang dihasilkan selama proses produksi akan dilakukan pengambilan sampel oleh departemen Pengawasan Mutu. Pengambilan sampel dilakukan untuk diuji secara mikrobiologi dan uji kimia,
serta untuk sampel pertinggal yang digunakan sebagai kontrol produk jadi yang diedarkan dimasyarakat.
3.6.1.1Fasilitas Multi Produk (Multi Product Facility/MPF)
Fasilitas multi produk terdiri dari beberapa area utama, yaitu area penimbangan (dispensing), area produksi sediaan padat, area produksi sediaan cair, serta area pengemasan primer dan sekunder. Bagian MPF dikepalai oleh seorang koordinator produksi dengan dibantu oleh lima orang supervisoryang bertanggung jawab di masing-masing area.
Bangunan fasilitas multi produk merupakan bangunan beton berbentuk huruf U yang terdiri dari ruang untuk penimbangan, pencampuran, granulasi, pengempaan tablet, penyalutan tablet, pengisian kapsul, pengisian sediaan cair, dan pengemasan. Terdapat perbedaan tekanan udara pada ruangan produksi dan koridor untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Ruangan produksi pada area padat memiliki tekanan udara negatif, sedangkan koridor memiliki tekanan udara positif. Sebaliknya pada area cair, pengaturan tekanan diatur sebaliknya dimana ruang produksi memiliki tekanan udara positif dan koridor memiliki tekanan udara negatif. Hal tersebut dikarenakan asumsi bahwa area padat mengandung partikel sedangkan area cair tidak mengandung partikel. Perbedaan tekanan udara pada ruangan dan koridor diatur antara 10-30 kPa. Setiap ruangan dilengkapi dengan pendingin ruangan yang suhunya diatur 15-25°C, pengatur tingkat kelembaban (RH) yang diatur tidak melebihi 75%, listrik, penerangan, dan fasilitas pendeteksi asap.
Suatu proses produksi pada bagian fasilitas multi produk dilakukan berdasarkan atas lembar kerja yang telah dibuat. Alur proses produksi diawali dengan kegiatan penimbangan bahan baku olehbagian dispensing. Bagian
dispensing melakukan penimbangan berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh
bagian perencanaan produksi (PPIC). Setelah penimbangan selesai, bahan baku tersebut akan dibawa ke ruang produksi melalui airlock material menuju ruang penyimpanan Work In Process (WIP). Bahan yang telah diterima dari bagian
dispensing oleh bagian produksi dilakukan pengecekan ulang di ruang
penimbangan. Tersedia empat mesin untuk proses granulasi, yaitu High Shear
200-DJ (kapasitas maks. 240 kg), Lytzen Oven dan IBC Bin Blender Servolift (kapasitas maks. 800 kg). Mesin-mesin tersebutdapat digunakan untuk proses granulasi basah maupun kering dalam jumlah/volume besar sesuai dengan spesifikasi cara pembuatan produk. Bagian MPF memiliki ruang granulasi skala kecil untuk melakukan proses uji coba maupun proses produksi dalam jumlah/volume kecil. Pada ruang granulasi skala kecil terdapat beberapa mesin, yaitu High ShearMixer/HSM Yong Sheuan, Fluid Bed Dryer/FBD Yong Sheuan,
Bin Blender Tamaru dengan kapasitas maksimal masing-masing mesin sebesar 40
kg.
Setelah proses granulasi selesai, dilakukan proses penambahan fase luar dan proses pencampuran terakhir, dilakukan menggunakan mesin IBC Blender
Servolift. Produk antara yang menunggu proses pencetakan disimpan dalam ruang
WIP. Dalam proses produksi dilakukan kegiatan pengawasan dalam proses (In
Process Control/IPC). Pemeriksaan yang dilakukan untuk produk antara
(granulat) yaitu pemeriksaan kadar air pada granulat yang dihasilkan dan berat hasil granulasi. Pengujian laju alir, keseragaman kandungan, dan distribusi ukuran partikel tidak dilakukan karena semua proses produksi yang dilakukan sudah tervalidasi. Granul yang sudah siap untuk dicetak dimasukkan kedalam ruang pencetakan. Untuk proses pencetakan tablet, tersedia empat mesin cetak tablet yaitu mesin Jenn Chiang JC DSH 35B (kapasitas 39 station), Killian RTS 20 (kapasitas 20 station), Sejong MRC-31S(kapasitas 31 station), dan Manesty BB4 (kapasitas 27 station), Fette Compacting 1200i (kapasitas 24 station). Untuk mesin pengisian kapsul terdapat dua mesin yaitu Sejong 100N dan Sejong SF-100 masing-masing dengan 12 holder yang memiliki 14 station. Tersedia pula tiga mesin penyalut tablet/coating, yaitu NicomacElite-100 (kapasitas maks. 100 liter),
Bamtri Film Coating Machine (kapasitas maks. 90 liter) dan Ohara Film Coating
Machine (kapasitas maks. 100 liter) untuk beberapa produk yang memerlukan
proses penyalutan.
Hasil IPC pada setiap proses produksi didokumentasikan kedalam lembar kerja/MPPCR untuk tiap produk. Selanjutnya, sampel produk ruahan dari tablet atau kapsul dikirim ke bagian Pengawasan Mutu untuk dilakukan pemeriksaan terhadap spesifikasi setiap sediaan. Tablet dan kapsul yang sudah jadi selanjutnya
siap untuk dikemas. Terdapat sepuluh line pada proses pengemasan primer yang saling terhubung (in line) dengan bagian pengemasan sekunder. Line 1 sampai dengan line 3 merupakan bagian pengemasan untuk produk yang dikemas dalam bentuk blister. Mesin yang terdapat pada line 1 sampai dengan 3 adalah Googer,
Hoong-A, Uhlman B12. Line 4 tidak diaktifkan secara in line dikarenakan pada
line 4 hanya dilakukan proses pengemasan sekunder untuk produk yang dikemas
secara manual. Line berikutnya yaitu line 5 sampai dengan line 7 merupakan bagian pengemasan produk yang dikemas dalam bentuk strip. Mesin yag terdapat pada line tersebut adalah Uhlmann AHS 80, Siebler 90, dan MST Marchesini. Pada line 8 dilakukan proses pengemasan tablet ke dalam kemasan botol plastik dengan menggunakan mesin Autopacker. Mesin-mesin yang digunakan pada proses pengemasan primer pada line 1 sampai dengan line 8 dapat digunakan untuk mengemas produk tablet maupun kapsul.
Line selanjutnya yaitu line 9 dan line 10 berada pada area produksi cair. Pada area ini dilakukan proses produksi untuk sediaan cairan enema dan sirup. Line 9 merupakan area produksi untuk sediaan cairan enema dimana proses produksi dilakukan dengan cara pelabelan terlebih dahulu pada kemasan tube dan kemudian dilakukan proses pengisian cairan enema ke dalam kemasan tube. Pada line ini mesin yang digunakan adalah Comadis C960 Imaje. Untuk sediaan berupa sirup, proses produksi dilakukan dengan melalui dua proses utama yaitu pencampuran dan pengisian ke dalam wadah. Terdapat dua buah tanki pencampuran yang dilengkapi dengan pipa penghubung, vakum, dan pengaduk untuk mendukung proses produksi masing-masing dengan kapasitas 600 liter dan 2000 liter. Terdapat pula satu buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 2000 liter, dua buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 10.000 liter dan tiga buah tangki penyimpanan dengan kapasitas 500 liter. Untuk proses penangas air dan pendingin air purified water maka menggunakan Bowling Vessek 200 liter.
Proses IPC yang dilakukan untuk sediaan cair adalah pengukuran pH. Sediaan sirup tersebut kemudian diisikan ke dalam botol-botol di line 10 dan kemudian dilanjutkan dengan proses pemasangan dan pengencangan tutup botol dengan menggunakan mesin Filling dan Capping Tamaru. Untuk sediaan cair yang melalui proses pengencangan tutup botol perlu dilakukan proses IPC berupa
pengukuran torsi untuk menguji kekuatan menutup botol (capping torque) dan kebocoran. Selanjutnya produk tersebut siap untuk diberi label dan dikemas ke dalam box.
3.6.1.2Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility/BLF)
Bagian BLF dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab pada seluruh proses produksi sediaan beta laktam. Produksi sediaan beta laktam dilakukan pada bangunan yang terpisah dengan bangunan produksi lain untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Bangunan pada beta laktam mempunyai ruang gudang, ruang timbang, area produksi, area pengemasan, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, mushola dan toilet yang khusus digunakan oleh para karyawan yang bekerja pada fasilitas beta laktam.
Bangunan ini memiliki sistem pembuangan limbah, sistem HVAC, dan sistem pengairan yang terpisah dengan bangunan produksi lain. Bangunan terdiri dari 2 lantai dimana lantai 1 terdiri dari gudang, area printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, dan area ganti, sedangkan lantai 2 terdiri dari area produksi dari proses penimbangan hingga pengemasan sekunder, ruang IPC dan ruang administrasi dan supervisor.
Fasilitas beta laktam terdiri dari dua area kebersihan, yaitu grey area dan
black area. Grey area terdiri dari ruang penimbangan, area pencampuran
(granulasi), ruang pencetakan tablet, ruang pengisian kapsul, ruang pengisian tablet/kapsul/granul ke dalam botol, ruang pengemasan primer, ruang penyimpanan produk ruahan sementara sebelum dikemas yaitu ruang work in
process (WIP), dan ruang pengawasan selama proses atau in process control
(IPC). Black area terdiri dari area pengemasan sekunder, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, ruang admin dan area ganti baju. Area produksi beta laktam dilengkapi dengan 3 ruang penyangga (air lock), dimana letak dari ruang penyangga personil terpisah dengan ruang penyangga material mencakup bahan baku, material pengemasan primer maupun sekunder. Terdapat
passbox yaitu fasilitas yang terletak di dinding partisi yang bersih dan fungsinya
akan menjadi daerah penyangga untuk mentransfer barang antara di dalam dan di luar bangunan yang bersih sehingga, fungsinya dapat mencegah gangguan aliran
udara dan tekanan udara dalam ruangan yang bersih. Selain itu, fasilitas beta laktam juga dilengkapi dengan pintu darurat dan penanganan limbah tersendiri.
Sediaan-sediaan yang diproduksi oleh bagian beta laktam ini adalah tablet, kapsul dan sirup kering. Kemasan primer yang digunakan adalah strip, blister dan
tropical blister untuk sediaan tablet dan kapsul serta kemasan botol/securitainer
untuk sediaan tablet, kapsul dan sirup kering. Produksi sediaan solid di fasilitas beta laktam (BLF), pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF). Untuk proses penyiapan alat, pembersihan mesin, dan produksi yang dilakukan pada bagian ini pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan TPF) tetapi berbeda pada proses penimbangan. Untuk penimbangan zat aktif golongan penisilin dilakukan pada ruang dispensing yang terdapat pada fasilitas beta laktam dan untuk bahan tambahan lainnya dilakukan penimbangan pada ruang dispensing di MPF.
Pencegahan kontaminasi juga terlihat pada peraturan terhadap karyawan dan tamu, dimana setiap karyawan dan tamu yang masuk ke dalam fasilitas betalaktam diharuskan menggunakan seragam yang telah disediakan khusus untuk digunakan pada fasilitas beta laktam dan untuk setiap karyawan dan tamuyang akan meninggalkan fasilitas beta laktam diharuskan mandi terlebih dahulu dengan menggunakan sabun khusus (SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu di Area Produksi BLF, 2013), yang bertujuan untuk memecah cincin beta laktam.
Selain itu, pengolahan limbah terhadap sisa produksi beta laktam baik sampah organik, sampah anorganik maupun sampah B3 juga dilakukan secara terpisah dari limbah sisa produksi lainnya dengan melakukan inaktivasi terlebih dahulu, sampah direndam menggunakan NaOH 2% (pH 10), selama satu jam (SOP Pemusnahan Sisa-Sisa Produk Penisilin, 2012). Proses inaktivasi dilakukan terhadap seluruh bagian yang akan di buang keluar area BLF. Inaktivasi dilakukan di ruang cuci area BLF.
3.6.1.3Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF)
Bagian TPF dikepalai oleh seorang seorang supervisoryang bertanggung jawab pada seluruh proses produksi TPF. Area TPF dibagi menjadi 2 yaitu black area dan abu-abu. Black area terdiri dari ruang airlock personal (ruang ganti
sepatu untuk black area, baju seragam lengkap dengan penutup kepala), toilet dan tempat cuci tangan, ruang administrasi, area pengemasan sekunder, printing room
dan airlock untuk bahan kemas sekunder atau produk jadi. Grey area terdiri dari
ruang-ruang penyangga personal (ruang ganti sepatu grey area dan lengkap dengan masker dan penutup kepala), area pencampuran, area pengisian, WIP, ruang penyangga bahan, dan area wadah penyimpanan. Suhu di grey area adalah 18-25°C; RH maksimal 75%.
Tahapan produksi sediaan topikal dimulai dengan penyiapan fase minyak dan fase air dalam tangki pencampur. Fase minyak dipanaskan dalam suatu tangki hingga melebur dan fase airnya disiapkan pada tangki yang terpisah. Setelah fase minyak melebur, dilakukan pencampuran ke dalam tangki pencampur dengan cara divakum. Agar suhu didalam tangki tetap stabil pada kisaran 60–70°C, pada bagian luar tangki (jacketed) dialiri uap panas (steam).
Pencampuran bahan aktif ke dalam campuran fase minyak dan fase air bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara dicampur langsung atau didispersikan ke dalam fase krimnya. Setelah proses pencampuran selesai dilakukan, tahap selanjutnya yaitu proses pendinginan. Pada proses pendinginan, suhu didalam tangki pencampuran diatur hingga 35°C dan untuk membantu proses tersebut dialirkan air dingin dengan bantuan Chiller kedalam jaket tangki. Selain itu, proses pendinginan dilakukan menggunakan vakum dengan tujuan untuk memecahkan busa yang terbentuk pada saat proses pencampuran. Adanya busa tersebut akan mengganggu proses selanjutnya yaitu proses pengisian.
Setelah massa krim dingin, krim dikeluarkan dari tangki pencampuran lalu dimasukkan ke dalam kantong 2 lapis plastik dan disimpan dalam drum. Kemudian bulk tersebut disimpan dalam gudang WIP dan diberi label produk ruahan (warna ungu). Penyimpanan dalam ruang WIP bertujuan untuk menunggu sampai massa krim terbentuk sebelum dilakukan proses pengisian ke dalam tube.
Pada proses pengemasan primer, dilakukan pengisian produk ke dalam tube. Hal-hal yang diperhatikan adalah berat krim per tube, penampilan sediaan, serta pemeriksaan kebocoran tube. Untuk pemeriksaan berat pengisian per tube, setiap 15 menit sekali dilakukan penimbangan untuk mengetahui kinerja mesin dan ketepatan pengisian. Pada pengemasan sekunder dilakukan pemeriksaan pada
cetakan nomor bets, label, serta tanggal kadaluarsa. Proses pengemasan primer dan sekunder dilakukan secara in line. Sebelum bahan kemas sekunder digunakan, dilakukan pencetakan nomor bets, HET/tube, mfg tanggal dan tanggal kadaluarsa. Setiap tahapan pada proses produksi harus didokumentasikan ke dalam kertas kerja.
3.6.2 Departemen Mutu (Quality Operation Department)
Mutu atau kualitas suatu produk merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan sejak awal mulai dari bahan baku, proses pembuatan, peralatan, bangunan, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan. Oleh sebab itu, departemen mutu bertanggung jawab terhadap jaminan kualitas produk yang dihasilkan. Departemenmutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 departemen yaitu Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC), Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA), dan Departemen Perkembangan Metode Analisis (Analitical Method Development/AMD).
Departemen Mutu juga bertanggung jawab terhadap penolakan dan pelulusan obat jadi, dimana untuk pelulusan obat jadi dibutuhkan persetujuan dari seorang qualified person. Qualified Person (QP) adalah seseorang yang memiliki pengalaman dalam memproduksi sediaan farmasi yang telah menjalani pelatihan khusus dan memiliki pemahaman kritis yang mendalam terhadap semua aspek yang berkaitan dengan pembuatan sediaan farmasi. Oleh karena itu, dengan kemampuan yang dimiliki tersebut maka Qualified Person (QP) bertanggung jawab untuk memutuskan apakah suatu produk layak untuk dipasarkan atau tidak.
3.6.2.1Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC)
Berdasarkan CPOB, pengawasan mutu berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian untuk memastikan bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan dan bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Departemen pengawasan mutu di PT. Actavis Indonesia berada di bawah departemen Quality Operation (QO). Standard
Pengawasan Mutu sebelumnya telah melalui persetujuan dari Head of Quality
Operations. Departemen Pengawasan Mutu dipimpin oleh seorang Manajer
Pengawasan Mutu (QC Manager) dan membawahi General Laboratory QC Supervisor; Chemical Laboratory BLF Supervisor; Micro Lab Group Leader;
Stability Program and Trend Analysis Supervisor; dan Sampling and Packing
Material Inspection Supervisor.
Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk memastikan bahwa tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Departemen Pengawasan Mutu bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pengendalian dalam kegiatan pengambilan contoh; pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan dan produk jadi; serta memberikan pelatihan yang berkaitan dengan pengawasan mutu; merencanakan pembelian peralatan serta melakukan perawatan dan kalibrasi peralatan yang telah ada; membuat dan melakukan revisi protap di departemen Pengawasan Mutu; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan, serta melakukan pengujian stabilitas produk yang telah maupun akan beredar di masyarakat.
Tugas utama bagian Pengawasan Mutu adalah mengontrol kualitas dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) sejak masuk ke gudang hingga menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Bagian ini bertanggung jawab dalam menganalisa semua bahan baku dan produk jadi menggunakan metode analisis yang telah divalidasi oleh departemen AMD. Seluruh hasil kerja yang dilakukan didokumentasikan pada suatu lembar kerja (Worksheet).
Tugas bagian Pengawasan Mutu yang lainnya yaitu menangani hasil pengujian yang tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Setelah dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara fisika, kimia, maupun mikrobiologi, ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Hal tersebut dikenal dengan penyelidikan Hasil