• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN POPULASI DAN PERKEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BULUKUMBA SKRIPSI. Oleh AINAA MAHARANI AZZAHRA I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN POPULASI DAN PERKEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BULUKUMBA SKRIPSI. Oleh AINAA MAHARANI AZZAHRA I"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Oleh

AINAA MAHARANI AZZAHRA

I 111 11 008

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

KAJIAN POPULASI DAN PERKEMBANGAN

TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BULUKUMBA

(2)

ii

SKRIPSI

Oleh

AINAA MAHARANI AZZAHRA

I 111 11 008

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan,

Universitas Hasanuddin, Makassar

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

KAJIAN POPULASI DAN PERKEMBANGAN

TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BULUKUMBA

(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ainaa Maharani Azzahra NIM : I 111 11 008

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli.

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

Makassar, 05 Desember 2015 Ttd

(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji dan syukur kehadiran Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada program studi Ilmu Peternakan dengan judul Kajian Populasi dan Perkembangan Ternak Kerbau di Kabupaten Bulukumba, sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin.

Dalam penyusunan skripsi ini terdapat berbagai kendala yang dihadapi. Namun segala proses tersebut dapat dijalani dengan bimbingan, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya dengan segala keikhlasan hati kepada:

1. Kedua orang tua, saudara-saudaraku, dan seluruh keluarga yang telah mengajarkan banyak hal, memberikan motivasi, dan dukungan baik dari segi moril maupun materi. Terima kasih atas do’a dan dukungannya.

2. Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc sebagai pembimbing utama dan Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Garantjang, M.Agr sebagai pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Dekan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc., Wakil Dekan I, II dan III Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin dan seluruh staf yang telah membantu penulis dalam proses akademik.

(6)

vi 4. Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc. sebagai Wakil Dekan I dan Ketua Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

5. Prof. Rr. Sri Rachma Aprilita Bugiwati, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira, M. Sc., Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt., Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc., dan Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc sebagai penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis.

6. Ir. Mustakim Mattau, MS., selaku penasehat akademik yang senantiasa memberikan motivasi dan nasehat yang sangat berarti bagi penulis.

7. Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc., dan Rahman Hakim, S.Pt, M.Si, yang telah membimbing selama melaksanakan Praktek Kerja Lapang.

8. Bapak dan Ibu dosen yang telah membimbing penulis selama perkuliahan. 9. Kawan – kawan “SOLANDEVEN 11 dan PROTEK 11” terima kasih atas

segala kebersamaannya selama menempuh pendidikan di bangku kuliah. 10. Kepada Arditia, Sarianti, S.Pt., dan Nur Aryati yang selalu memberi

dukungan dan menemani penulis selama menjalani perkuliahan.

11. Kepada teman-teman posko, Bapak dan Ibu Desa, serta seluruh warga Desa Ta’cipong, Kecamatan Amali, Kabupaten Bone, terima kasih telah menemani penulis selama ber – KKN.

12. Kepada Rumput 07, Bakteri 08, Lion 10, Flock Mentality 12 dan Larva 13 dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.

(7)

vii 13. Kepada seluruh responden di lokasi penelitian yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini, tanpa mereka penelitian ini tidak akan berjalan sesuai apa yang diinginkan.

14. Kepada seluruh pegawai Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bulukumba yang telah membantu dalam memberi informasi yang dibutuhkan penulis selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki kekurangan baik dalam segi penulisan maupun penyusunan kata, kiranya semua pihak dapat memakluminya dan penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Makassar, 05 Desember 2015

(8)

viii

ABSTRAK

AINAA MAHARANI AZZAHRA (I 111 11 008). Kajian Populasi dan Perkembangan Ternak Kerbau di Kabupaten Bulukumba. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc. sebagai pembimbing utama dan Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Garantjang, M.Agr. sebagai pembimbing anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan dengan metode analisa deskriptif. Jumlah sampel adalah 60 peternak kerbau yang dipilih secara sengaja dan melakukan wawancara dengan alat bantu kuisioner. Parameter pengamatan dalam penelitian meliputi tingkat kelahiran kerbau, tingkat kematian, tingkat pemotongan, manajemen reproduksi dan manajemen pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan struktur populasi ternak kerbau di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba berdasarkan jenis kelamin 29,63% jantan dan 70,37% betina. Struktur populasi ternak kerbau berdasarkan umur adalah dewasa 94,44%, muda 4,63% dan pedet 0,93%. Pertambahan populasi secara alami (natural increase) ternak kerbau adalah 4,64%. Dalam upaya pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba, peternak masih bersifat tradisional, sistem perkawinan kerbau adalah kawin alami dengan jarak antara kelahiran ke-1 dan ke-2 yaitu 2,5-3 tahun. Sedangkan sistem pemeliharaan kerbau, peternak sepanjang hari hanya melepaskan kerbau di sawah atau lapangan kemudian akan dibawa kembali pada pagi hari dan hanya diikat dibawah pohon atau dibawah rumah, jika ada ternak kerbau juga diberikan rumput dan dedak. Kata kunci : Ternak kerbau, struktur populasi, natural increase, perkembangan.

(9)

ix

ABSTRACT

AINAA MAHARANI AZZAHRA (I 111 11 008). Population Study and Livestock Growth Buffalo in Bulukumba Regency. Under supervised of Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc. as the main supervisor and Prof. Dr. Ir. Garantjang Shamsuddin, M. Agr. as a member supervisor.

This Research bent on to know livestock growth buffalo in Bulukumba Regency. This research is executed on July – August in District Kajang and District Gantarang, Bulukumba Regency. This research is type of field research with method of descriptive analysis. Amount sample is 60 breeders buffalo that selected in intentionally and conduct interview with tool quisioner. Perception parameter in research cover birth level buffalo, deat rate, amputation level, reproduction management and maintenance management. Research result shows structure livestock population buffalo in District Kajang and District Gantarang, Bulukumba Regency bases gender 29,63% male and 70,37% female. Structure of livestock population buffalo bases age is adult 94,44%, young 4,63% and pedet 0,93%. Population accretion naturally (natural increase) livestock buffalo is 4,64%. In the effort livestock development buffalo in Bulukumba Regency, breeder has been had the character of traditional, marriage system buffalo is marries experience of by deistance between first and second birth that is 2,5-3 year. Whereas maintenance system buffalo, breeder all day long frequently release buffalo in rice field or field later will under return at morning and only girded upon under tree or under house, if there is livestock buffalo is also given grass and bran.

(10)

x

DAFTAR ISI

Halama n HALAMAN SAMPUL ... i HALAMAN JUDUL ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Kerbau ... 3

Tingkat Kelahiran Ternak Kerbau ... 4

Tingkat Mortalitas (Kematian) Ternak Kerbau... 4

Manajemen Pemeliharaan Ternak Kerbau ... 5

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 7

Materi Penelitian ... 7

Sumber Data ... 7

Metode Pengumpulan Data ... 8

Analisa Data ... 8

(11)

xi HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 10

Keadaan Umum Responden ... 11

Populasi dan Perkembangan Ternak Kerbau ... 16

Mutasi Ternak Kerbau... 18

Struktur Populasi Ternak Kerbau ... 19

Tingkat Kelahiran Ternak Kerbau ... 20

Tingkat Kematian Ternak Kerbau ... 21

Tingkat Pemotongan Ternak Kerbau ... 21

Pertambahan Populasi Secara Alami (Natural Increase) ... 22

Manajemen Reproduksi Ternak Kerbau ... 23

Sistem Pemeliharaan Ternak Kerbau ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 26

Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27

(12)

xii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Teks

1. Keadaan responden berdasarkan jenis kelamin ... 12

2. Keadaan responden berdasarkan umur ... 13

3. Keadaan responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 14

4. Keadaan responden berdasarkan pekerjaan ... 14

5. Keadaan responden berdasarkan lama beternak ... 15

6. Keadaan responden berdasarkan skala kepemilikan ternak ... 16

7. Data populasi ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba ... 17

8. Data mutasi ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba ... 18

9. Struktur populasi ternak kerbau ... 19

10. Tingkat kelahiran ternak kerbau ... 20

11. Tingkat kematian ternak kerbau ... 21

12. Tingkat pemotongan ternak kerbau... 22

13. Perhitungan Natural Increase ... 22

14. Manajemen Reproduksi Ternak Kerbau di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba ... 24

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

Teks

(14)

1

PENDAHULUAN

Peternakan merupakan salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat di Indonesia terutama bagi peternak di daerah pedesaan, sehingga diperlukan pembangunan pada sektor peternakan guna meningkatkan pendapatan petani peternak, dapat membuka lapangan pekerjaan bagi seluruh masyarakat. Selain itu, pembangunan di sektor peternakan diharapkan dapat meningkatkan populasi dan produksi ternak sehingga upaya pemenuhan gizi masyarakat dapat terpenuhi.

Salah satu komoditi peternakan yang dapat dikembangkan adalah ternak kerbau. Ternak kerbau merupakan salah satu ternak sumber protein hewani penghasil daging dan susu, selain itu ternak kerbau juga banyak digunakan sebagai sumber tenaga kerja. Pada umumnya, ternak kerbau dipelihara oleh petani peternak sebagai usaha sampingan yang bersifat tradisional, namun nilai jual kerbau lebih tinggi dibandingkan sapi.

Perkembangan ternak kerbau di Sulawesi Selatan pada umumnya dan khususnya di Kabupaten Bulukumba tidak secepat ternak sapi. Hal ini disebabkan karena menurut masyarakat peternak, memelihara kerbau cukup merepotkan karena tidak tahan di bawah terik matahari sehingga harus disediakan tempat untuk berkubang. Selain itu, siklus reproduksi ternak kerbau lebih lambat, demikian pula jarak beranak pertama lebih lambat dibanding ternak sapi.

Di Kabupaten Bulukumba ternak kerbau biasanya dijadikan sebagai hewan yang dipersembahkan pada upacara adat, perkawinan dan upacara keagamaan. Selain itu, ternak kerbau juga digunakan oleh masyarakat untuk membajak sawah,

(15)

2 tetapi di zaman modern ini masyarakat tidak lagi menggunakan kerbau untuk membajak sawah, sehingga ternak kerbau kini hanya dijadikan sebagai usaha sampingan masyarakat saja.

Populasi ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba tidak sebanyak populasi ternak sapi akibat banyaknya peternak yang beralih untuk memelihara ternak sapi dengan alasan reproduksi ternak sapi lebih cepat dibandingkan dengan ternak kerbau. Namun, populasi kerbau mulai meningkat karena tingkat kelahiran ternak lebih tinggi dibandingkan tingkat pemotongan, tingkat kematian, dan mutasi ternak. Populasi ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba tahun 2011 sampai tahun 2014 mengalami perubahan dari 1.432 ekor menjadi 1.548 ekor (Anonim, 2015).

Upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak kerbau menjadi salah satu hal yang penting dalam pembangunan di sektor peternakan, sehingga ternak kerbau dapat lebih berkembang seperti ternak sapi. Atas dasar pemikiran di atas maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai populasi dan perkembangan ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur populasi dan perkembangan ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba. Dengan demikian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai referensi atau rujukan bagi penelitian berikutnya, serta dapat dijadikan sebagai sumber informasi, pedoman dan bahan pertimbangan bagi petani peternak, masyarakat umum, dan pemerintah setempat agar dapat meningkatkan produksi ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba.

(16)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Ternak Kerbau

Kerbau adalah hewan yang kuat tapi lamban, tak begitu tahan terhadap iklim panas dan memerlukan banyak air minum. Sebagai hewan penarik di sawah kerbau sangat berharga, terutama di tempat-tempat dengan tanah yang keras. Karena besarnya bidang telapak kaki dibandingkan dengan berat badan, hewan ini sangat cocok untuk bekerja di sawah (Huitema, 1985).

Dibandingkan dengan sapi, kerbau mempunyai sistem pencernaan yang lebih efisien dalam mencerna pakan kualitas rendah. Pada daerah kering dimana ternak sapi kondisi tubuhnya sudah memprihatinkan (kurus), kondisi tubuh kerbau masih cukup baik (Bamualim dan Muhammad, 2006).

Protein hewani ternak kerbau juga tidak kalah dengan sapi. Daging kerbau mempunyai kandungan protein 20-30% (Shantosi, 2010). Kelebihan ternak kerbau antara lain kemampuan daya cerna terhadap serat kasar mencapai 62,7% lebih besar daripada ternak sapi yang hanya 51,1%. Daging kerbau berwarna relatif gelap dan seratnya relatif keras dan kasar. Lemaknya berwarna putih dan jika diraba akan melekat pada jari (Rukmana, 2003).

Tipe kerbau domestik umumnya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kerbau sungai (River buffalo) yang mempunyai sifat kesenangan akan air mengalir yang bersih, dan kerbau rawa-rawa/lumpur (Swamp buffalo) yang mempunyai kegemaran akan air jernih dan suka berkubang dalam air atau lumpur, rawa-rawa dan air yang menggenang (Williamson dan Payne, 1993).

(17)

4 Kerbau termasuk ternak yang lambat didalam mencapai dewasa kelamin, kerbau betina baru memperlihatkan tanda-tanda birahi pada umur 2 – 2,5 tahun begitu juga jantan muda baru menunjukan ingin kawin pada umur 2,5 tahun setelah gigi tengahnya menonjol (Subiyanto, 2010). Siklus birahi pada ternak kerbau sekitar 21-24 hari, lama birahi 1,5 hari dan umumnya terjadi pada malam hari. Lama bunting ternak kerbau 310 hari. (Anonim, 2008).

Tingkat Kelahiran Ternak Kerbau

Perkawinan kerbau berkerabat dekat (inbreeding) pada sistem pemeliharaan kerbau secara ekstensif diduga sebagai penyebab lain menurunya performa kerbau. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya peningkatan produktivitas kerbau melalui program pemuliaan yang berkelanjutan (Dudi, 2007).

Populasi ternak kerbau di Indonesia mengalami penurunan setiap tahunnya. Hal ini selain disebabkan oleh faktor internal atau sifat-sifat alamiah ternak kerbau itu sendiri, seperti birahi diam, lama masa kebuntingan, panjang jarak antar kelahiran. Disamping itu juga disebabkan oleh faktor eksternal seperti keterbatasan bibit unggul, perkawinan silang dalam (Subiyanto, 2010).

Tingkat Mortalitas (Kematian) Ternak Kerbau

Hardjosubroto (1994), menyatakan bahwa pemeliharaan ternak kerbau yang dijumpai di daerah-daerah banyak yang masih menganut cara tradisional karena campur tangan manusia dan teknologi yang digunakan masih minim, sehingga prestasi yang diharapkan tidak tercapai dimana banyak terjadi kematian terutama anak yang baru lahir.

(18)

5 Selain faktor genetik dan faktor lingkungan, maka faktor kesehatan juga mempengaruhi peningkatan produksi ternak kerbau. Karena salah satu kendala pada pemeliharaan ternak kerbau ini adalah adanya kematian pada ternak kerbau yang umumnya terjadi pada anak kerbau akibat adanya penyakit yang menyerangnya (Huitema, 1985).

Murtidjo (1992 dalam Pipiet (2007), mengatakan bahwa faktor yang menyebabkan penurunan populasi ternak kerbau di Indonesia adalah kematian ternak kerbau yang cukup tinggi (6,98%) dibandingkan dengan kematian anak sapi (2,75%).

Manajemen Pemeliharaan Ternak Kerbau

Sistem pemeliharaan ternak kerbau yang dijumpai di daerah-daerah banyak yang masih menganut cara tradisional karena campur tangan manusia dan teknologi yang digunakan boleh dikatakan minim, sehingga prestasi yang diharapkan tidak tercapai dimana banyak terjadi kematian terutama anak yang baru lahir (Hardjosubroto, 1994).

Kondisi pemeliharaan ternak kerbau ditingkat peternak di pedesaan umumnya belum tergeser dari pola tradisional. Kerbau hampir sepanjang hari dilepas diladang atau dipadang pengembalaan dan baru pada malam hari kerbau di giring ke kandang. Peternak kurang memperhatikan kesehatan kerbau, seperti pencengahan dan pengobatan penyakit, sehingga jika di temukan kerbau yang terjangkit suatu penyakit, pengobatan hanya dilakukan secara tradisional. Hal ini mengakibatkan tingginya angka kematian ternak kerbau (Pasaribu, 2010).

(19)

6 Alat pencernaan hewan ruminansia terbagi atas empat bagian, yakni rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Dengan alat ini ternak mampu menampung jumlah pakan yang lebih besar seperti hijauan dan pakan penguat. Pada umumnya bahan pakan hijauan diberikan dalam jumlah 10% dari berat badan dan pakan penguat cukup 1% dari berat badan. Bahan pakan harus diberikan pada ternak sebagai kebutuhan hidup pokok dan produksi. Dengan adanya pakan maka proses pertumbuhan, reproduksi dan produksi akan berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, pakan harus terdiri dari zat-zat pakan yang dibutuhkan ternak berupa protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air (Sembiring, 2013).

(20)

7

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2015, yang bertempat di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Materi Penelitian

Materi penelitian ini adalah petani peternak yang memelihara ternak kerbau di Kecamatan Kajang (40 orang peternak) dan Kecamatan Gantarang (20 orang peternak), dengan kepemilikan ternak kerbau berkisar 1-4 ekor.

Sumber Data

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Data sekunder yaitu data yang bersumber dari instansi terkait, guna mendukung penelitian ini yakni Dinas Peternakan Kabupaten Bulukumba meliputi jumlah populasi ternak kerbau, tingkat kelahiran ternak kerbau, tingkat kematian ternak kerbau, tingkat pemotongan ternak kerbau, dan mutasi ternak kerbau. 2. Data primer yaitu data yang bersumber dari hasil wawancara langsung dengan

responden dengan menggunakan kuisioner. Wawancara dilakukan terhadap responden yang merupakan masyarakat peternak di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba.

(21)

8 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah:

1. Observasi yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap lokasi penelitian dan aktivitas masyarakat peternak untuk menentukan lokasi penelitian.

2. Wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan wawancara langsung dan menggunakan quisioner.

Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis deskriptif

yaitu dengan cara menghitung persentase rata-rata. Serta menghitung nilai natural increase. Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa natural increase yaitu pertambahan populasi secara alami yang dapat dihitung berdasarkan selisih antara tingkat kelahiran dengan tingkat kematian dalam jangka waktu satu tahun, dengan

rumus: )

Parameter Penelitian

Dalam penelitian yang dilaksanakan di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba terdapat beberapa parameter yang diambil, yaitu:

(22)

9 1. Data sekunder: jumlah populasi ternak kerbau 4 tahun terakhir, tingkat kelahiran ternak kerbau 4 tahun terakhir, tingkat kematian ternak kerbau 4 tahun terakhir, tingkat pemotongan ternak kerbau 4 tahun terakhir, mutasi ternak kerbau 4 tahun terakhir.

2. Data Primer: tingkat kelahiran ternak kerbau 4 tahun terakhir, tingkat kematian ternak kerbau 4 tahun terakhir, tingkat pemotongan ternak kerbau 4 tahun terakhir, manajemen reproduksi dan manajemen pemeliharaan.

(23)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Bulukumba merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Sulawesi Selatan yang memiliki luas wilayah sekitar 1.154,7 km2 atau sekitar 2,5% dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan secara administrative terbagi dalam 10 kecamatan, yaitu Kajang, Ujung Loe, Herlang, Bulukumpa, Bontotiro, Rilau Ale, Kindang, Bontobahari, Gantarang, dan Ujung Bulu. Di sebelah Utara daerah ini berbatasan dengan Kabupaten Sinjai, di Timur berbatasan dengan Teluk Bone, di Selatan dengan Laut Flores, dan di Barat berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng.

Wilayah kabupaten Bulukumba hampir 95,4% berada pada ketinggian 0 sampai 1000 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan tingkat kemiringan tanah umumnya 0-400. Kabupaten Bulukumba terletak antara 05020’-05040’ lintang selatan dan 119058’-120028’ bujur timur.

Kabupaten Bulukumba didominasi oleh sektor pertanian dan perkebunan. Wilayah yang memiliki luas 1.154,67 Km2 ini telah mampu menghasilkan padi 192.807 ton, jagung 93.449 ton, ubi kayu 24.871 ton, ubi jalar 4.099 ton, dan kacang tanah 4.333 ton. Tanaman padi tersebar di 10 kecamatan dengan hasil produksi terbesar di Gantarang, Bulukumpa, dan Rilau. Untuk jagung, terpusat di Kecamatan Kajang, Herlang, dan Bontotiro. Ubi kayu banyak dihasilkan dari daerah Bulukumpa, Ubi Jalar di Rilau Ale dan Gantarang. Kacang tanah banyak dihasilkan dari Bontotiro dan Bontobahari. Keseluruhan tanaman tersebut dapat

(24)

11

dijadikan sebagai sumber bahan pakan bagi ternak ruminansia, seperti kerbau dan sapi.

Gambar 1. Peta wilayah Kabupaten Bulukumba

Kecamatan Kajang dan kecamatan Gantarang merupakan lokasi yang dipilih. Pemilihan lokasi berdasarkan populasi ternak kerbau yang banyak terdapat pada 2 kecamatan tersebut. Kecamatan Kajang terletak antara 5020’0” LS dan 120022’0” BT. Kecamatan Kajang memiliki luas wilayah 129,1 km2 dengan ketinggian 0-500 m diatas permukaan laut. Sedangkan Kecamatan Gantarang terletak antara 50 30’ 30” LS dan 1200 7’ 30” BT. Kecamatan Gantarang memiliki luas wilayah 173,5 km2 dengan ketinggian 0-500 m diatas permukaan laut.

Keadaan Umum Responden

Masyarakat kabupaten Bulukumba sekitar 98,33% bekerja sebagai petani peternak dan 91,67% berjenis kelamin laki-laki, dimana 48,33% masih berusia produktif (antara 41-50 tahun) sehingga kemampuan untuk bekerja masih baik. Pendidikan yang ditempuh 70% hanya sampai tingkat SD, hal inilah yang

(25)

12 membatasi peternak sehingga tidak mampu menerima informasi dan teknologi peternakan yang ada. Namun, mereka memiliki pengalaman beternak yang cukup baik, dimana 61,67% memiliki pengalaman beternak sekitar 10 sampai 20 tahun dengan rata kepemilikan ternak sekitar 1-2 ekor.

a. Jenis Kelamin

Jumlah responden di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Keadaan Responden berdasarkan Jenis Kelamin.

Jenis Kelamin Kecamatan Jumlah Persentase (%)

Kajang Gantarang

Laki-Laki 40 15 55 91,67

Perempuan - 5 5 8,33

Total 40 20 60 100

Sumber: Data primer penelitian yang telah diolah, 2015.

Tabel 1. menunjukkan bahwa responden di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba terdiri dari 55 orang laki-laki atau 91,67% dan 5 orang perempuan atau 8,33%. Persentase laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan karena laki-laki lebih kuat bekerja dibandingkan perempuan, selain itu perempuan lebih memilih untuk bertani dibandingkan berternak.

b. Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan kegiatan atau pekerjaan. Umur 30 - 60 tahun dikategorikan dalam usia produktif, sedangkan umur > 60 tahun dikategorikan dalam usia non produktif. Klasifikasi responden di Kecamatan Kajang dan

(26)

13 Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Keadaan Responden berdasarkan Umur.

Umur (Tahun) Kecamatan Jumlah Persentase (%)

Kajang Gantarang 21-30 2 0 2 3,33 31-40 6 4 10 16,67 41-50 25 4 29 48,33 51-60 7 3 10 16,67 61-70 0 4 4 6,67 71-80 0 4 4 6,67 81-90 0 1 1 1,67 Total 40 20 60 100

Sumber: Data primer penelitian yang telah diolah, 2015.

Tabel 2. menunjukkan bahwa peternak di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba berkisar antara 21-90 tahun, dimana 31,68% peternak masuk ke dalam usia produktif sehingga memungkinkan bagi para peternak tersebut dapat bekerja lebih baik dan mampu mengadopsi inovasi baru yang dapat meningkatkann jumlah produksi ternak. Sedangkan 68,32% peternak berada pada umur di atas 50 tahun sehingga kamampuan kerja mereka telah mengalami penurunan. Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam berfikir dan mengambil keputusan dalam melakukan pekerjaan, sehingga pada umur tertentu mereka mampu bekerja secara optimal dan produktif.

c. Pendidikan

Klasifikasi responden di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3.

(27)

14 Tabel 3. Keadaan Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan.

Tingkat Pendidikan Kecamatan Jumlah Persentase (%) Kajang Gantarang

SD 33 9 42 70

SLTP 6 8 14 23,33

SLTA 1 3 4 6,67

Total 40 20 60 100

Sumber: Data primer penelitian yang telah diolah, 2015.

Tabel 3. menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba sangat rendah, dimana 70% responden hanya menempuh pendidikan di tingkat SD saja. Hal ini merupakan salah satu faktor penghambat dalam pengembangan usaha peternakan, karena tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir dalam mengambil suatu keputusan. Dengan adanya pendidikan dapat mempermudah dalam menerima atau mempertimbangkan suatu inovasi yang dapat membantu peternak untuk meningkatkan produksi ternaknya.

d. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan sumber penghasilan utama bagi setiap individu, dimana jenis pekerjaan dapat menunjukkan status sosial. Adapun keadaan responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Keadaan Responden berdasarkan Pekerjaan.

Pekerjaan Kecamatan Jumlah Persentase (%)

Kajang Gantarang

Petani 40 19 59 98,33

Wirausaha 0 1 1 1,67

Total 40 20 60 100

(28)

15 Tabel 4. menunjukkan bahwa 98,33% responden bekerja sebagai petani dan hanya 1,67% saja yang berwirausaha. Hal ini terlihat dari potensi wilayah penelitian yang sangat cocok untuk usaha pertanian, dimana Kecamatan Kajang merupakan sekor tanaman jagung, sedangakan Kecamatan Gantarang merupakan sektor tanaman padi dan ubi kayu. Sementara beternak kerbau hanya sebagai pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan.

e. Lama Beternak

Pengalaman beternak responden adalah lamanya responden dalam beternak kerbau yang diukur dalam tahun. Semakin lama seseorang dalam melakukan suatu usaha maka semakin banyak pula pengalaman yang dimiliki. Adapun klasifikasi responden berdasarkan tingkat pengalaman dalam beternak dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Keadaan Responden berdasarkan Lama Beternak. Lama Beternak (Tahun) Kecamatan Jumlah Persentase (%) Kajang Gantarang < 10 8 - 8 13,33 10 - 20 29 8 37 61,67 > 20 3 12 15 25 Total 40 20 60 100

Sumber: Data primer penelitian yang telah diolah, 2015.

Tabel 5. menunjukkan bahwa 61,67% responden sudah berpengalaman, karena rata-rata telah beternak sekitar 10-20 tahun. Peternak yang memiliki pengalaman beternak cukup lama umumnya memiliki pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan peternak yang baru memulai, karena pengalaman yang dimiliki dapat dijadikan sebagai acuan dalam menyelesaikan masalah yang akan dihadapi dikemudian hari.

(29)

16 f. Kepemilikan Ternak

Jumlah kepemilikan ternak merupakan faktor penentu jumlah pendapatan yang diperoleh. Keadaan responden berdasarkan skala kepemilikan ternak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Keadaan Responden berdasarkan Skala Kepemilikan Ternak. Kepemilikan Ternak Kecamatan Jumlah Persentase (%) Kajang Gantarang 1-3 40 20 60 100 >3 - - - - Total 40 20 60 100

Sumber: Data primer penelitian yang telah diolah, 2015.

Tabel 6. menunjukkan bahwa tingkat kepemilikan ternak rendah, dimana peternak hanya memelihara 1-3 ekor dengan persentase 100% yang dipelihara secara tradisional. Hal ini disebabkan akibat tingginya tingkat pemotongan sedangkan tingkat kelahiran rendah. Selain itu, banyak peternak yang menjual ternak kerbaunya untuk memelihara sapi dengan alasan pemeliharaan ternak sapi lebih mudah dan masa reproduksinya lebih cepat dibandingkan dengan ternak kerbau. Sesuai dengan pendapat Dudi (2007), yang menyatakan bahwa sistem pemeliharaan kerbau di Indonesia umumnya masih tradisional, dengan skala kepemilikan 2-3 ekor per peternak.

Populasi dan Perkembangan Ternak Kerbau

Kabupaten Bulukumba merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang memiliki populasi ternak kerbau selain Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Toraja. Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang telah dilakukan, jumlah populasi ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba mulai meningkat setiap

(30)

17 tahunnya. Data populasi ternak kerbau dari tahun 2011-2014 pada setiap kecamatan di Kabupaten Bulukumba dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Data Populasi Ternak Kerbau di Kabupaten Bulukumba Tahun 2011-2014. Kecamatan Tahun 2011 2012 2013 2014 Kajang 1,052 1,102 1,127 1,144 Ujung Loe 68 71 73 73 Herlang 10 10 10 10 Bulukumpa 66 69 69 69 Bontotiro 4 4 4 4 Rilau Ale 7 7 7 7 Kindang - - - - Bontobahari 7 7 7 7 Gantarang 210 220 224 226 Ujung Bulu 8 8 8 8 Jumlah 1,432 1,498 1,529 1,548

Sumber: Data Sekunder Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bulukumba, 2015.

Tabel 7. terlihat bahwa hampir diseluruh kecamatan di Kabupaten Bulukumba memiliki populasi ternak kerbau. Namun, hanya terdapat 2 Kecamatan yang populasi ternak kerbaunya mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu Kecamatan Kajang yang memiliki populasi ternak kerbau terbanyak, dan Kecamatan Gantarang yang memiliki populasi ternak kerbau terbanyak kedua setelah Kecamatan Kajang.

Jumlah populasi kerbau mengalami peningkatan setiap tahunnya, dimana pemerintah setempat mulai mengatasi hal tersebut dengan mengontrol dan membatasi mutasi ternak sehingga jumlah populasi ternak kerbau mulai meningkat sedikit demi sedikit setiap tahunnya. Menurut Permentan (2008), bahwa populasi ternak kerbau dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, mutu

(31)

18 pakan ternak rendah, perkawinan, pola pemeliharaan, berkurangnya lahan penggembalaan, tingginya pemotongan pejantan yang berdampak pada kekurangan pejantan, pemotongan ternak betina produktif, kematian pedet yang cukup tinggi, rendahnya produktivitas, pengembangan sistem pemeliharaan semi intensif yang masih terbatas.

Mutasi Ternak Kerbau

Mutasi ternak yaitu jumlah ternak yang masuk dan keluar dari wilayah Kabupaten Bulukumba. Data mutasi ternak kerbau dari tahun 2011-2014 pada setiap kecamatan di Kabupaten Bulukumba dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Data Mutasi Ternak Kerbau di Kabupaten Bulukumba Tahun 2011-2014.

Kecamatan

Tahun

2011 2012 2013 2014

Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Kajang Ujung Loe - - - - - - - 59 - - - - - - - - Herlang - - - - Bulukumpa - - - - Bontotiro - - - - Rilau Ale - - - - Kindang - - - - Bontobahari - - - - Gantarang - - 13 - 4 - 4 - Ujung Bulu - - - - Jumlah - - 13 59 4 - 4 -

Sumber: Data Sekunder Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bulukumba, 2015.

Tabel 8. menunjukkan bahwa pengeluaran maupun pemasukan ternak yang keluar maupun masuk mulai berkurang setiap tahun, dimana pengeluaran

(32)

19 ternak hanya terjadi di Kecamatan Gantarang yang berjumlah 13 ekor pada tahun 2012 dan menurun menjadi 4 ekor pada tahun 2013 dan 2014. Sedangkan ternak masuk hanya pada tahun 2012 di kecamatan Ujung Loe yang berjumlah 59 ekor. Mutasi ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba umumnya berasal dari Kabupaten Bantaeng.

Struktur Populasi Ternak Kerbau

Stuktur populasi ternak digunakan untuk mengetahui perbandingan jumlah ternak yang dipelihara berdasarkan jenis kelamin dan umur, dimana umur ternak kerbau terbagi atas dewasa, muda, dan anak. Adapun struktur populasi ternak kerbau di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Struktur Populasi Ternak Kerbau.

Jenis Ternak Kecamatan Jumlah Persentase

(%) Kajang Gantarang Pejantan ( > 3 th ) 19 12 31 28,70 Betina Induk ( > 3 th ) 55 16 71 65,74 Dara ( 1-3 th ) 2 2 4 3,70 Steer ( 1-3 th ) 1 - 1 0,93 Anak Jantan ( 0-1 th ) - - - - Anak Betina ( 0-1 th ) 1 - 1 0,93 Total 78 30 108 100

Sumber: Data primer penelitian yang telah diolah, 2015.

Tabel 9. menunjukkan bahwa struktur populasi ternak kerbau di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba berdasarkan data responden terdiri dari ternak dewasa berjumlah 102 ekor, ternak muda 5 ekor, dan anak 1 ekor. Hal ini terjadi akibat kurangnya kelahiran ternak karena untuk berproduksi kembali, ternak kerbau membutuhkan waktu ± 2,5 – 3

(33)

20 tahun. Menurut Junaidi (2009), masalah utama dalam usaha ternak kerbau, sering terjadi lambatnya induk menjadi bunting dan lamanya jarak beranak bukan semata-mata disebabkan oleh rendahnya kondisi induk, namun karena ketersediaan pejantan yang terbatas saat dibutuhkan.

Tingkat Kelahiran Ternak Kerbau

Tingkat kelahiran ternak kerbau diukur dari banyaknya ternak kerbau yang lahir baik ternak jantan maupun betina. Adapun tingkat kelahiran ternak di Kabupaten Bulukumba dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Tingkat Kelahiran Ternak Kerbau.

Kecamatan Jenis Kelamin Jumlah Jumlah Induk

Jantan Betina

Kajang 1 3 4 58

Gantarang - 2 2 18

Total 1 5 6 76

Persentase (%) 16, 67 83,33 - -

Sumber: Data primer penelitian yang telah diolah, 2015.

Tabel 10. menunjukkan jumlah anak kerbau yang lahir dalam satu tahun terakhir adalah 6 ekor, dimana jumlah kerbau betina yang lahir lebih banyak dibandingkan dengan kerbau jantan dengan selisih 1 ekor jantan dan 5 ekor betina. Rendahnya angka kelahiran ternak kerbau diakibatkan karena kurangnya pengetahuan peternak mengenai cara mendeteksi birahi dan pemanfaatan teknologi Inseminasi Buatan (IB) belum dilaksanakan sehingga ternak kerbau hanya melakukan perkawinan secara alam. Menurut Dania (1992), angka kelahiran adalah jumlah anak yang lahir pertahun dibagi dengan jumlah betina dewasa atau populasi dikali 100%. Dengan melihat jumlah induk sebanyak 76

(34)

21 ekor maka dapat diketahui angka kelahiran ternak kerbau terhadap induk adalah sebesar 7,89 % dan angka kelahiran ternak kerbau terhadap populasi adalah sebesar 5,56 %.

Tingkat Kematian Ternak Kerbau

Tingkat kematian diukur dari jumlah ternak kerbau yang mati tanpa dipotong dalam satu tahun terakhir. Adapun tingkat kematian ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Tingkat Kematian Ternak Kerbau. Kecamatan

Penyebab Kematian

Jumlah Sakit Kecelakaan Keracunan Akibat

Melahirkan

Kajang - - - 1 1

Gantarang - - - - -

Total - - - 1 1

Sumber: Data primer penelitian yang telah diolah, 2015.

Tabel 11. menunjukkan bahwa angka kematian ternak kerbau rendah, dimana penyebab kematian adalah akibat melahirkan yang terjadi pada anak kerbau karena tidak adanya petugas yang dapat membantu saat ternak melahirkan. Menurut Huitema (1985), yang menyatakan selain faktor genetik dan faktor lingkungan, salah satu kendala pada pemeliharaan ternak kerbau ini adalah adanya kematian pada ternak kerbau yang umunya terjadi pada anak kerbau.

Tingkat Pemotongan Ternak Kerbau

Pemotongan ternak kerbau disebabkan oleh berbagai faktor, baik untuk dijual, untuk kegiatan sosial maupun karena ternak sudah tidak produktif. Data pemotongan ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba dapat dilihat pada Tabel 12.

(35)

22 Tabel 12. Tingkat Pemotongan Ternak Kerbau.

Kecamatan Tujuan Pemotongan Jumlah

Dijual Kegiatan Sosial Tidak Produktif

Kajang 21 1 5 27

Gantarang 7 - 2 9

Total 28 1 7 36

Sumber: Data primer penelitian yang telah diolah, 2015.

Tabel 12. menunjukkan bahwa tujuan pemotongan ternak kerbau 28 ekor dijual untuk konsumen dan 7 ekor akibat ternak kerbau sudah tidak produktif lagi. Sedangkan pemotongan untuk kegiatan sosial hanya 1 ekor, jumlah tersebut tergantung jenis kegiatan sosial yang dilakukan.

Pertambahan Populasi Secara Alami(Natural Increase)

Populasi ternak kerbau dapat ditingkatkan dengan memperhatikan pola pembiakan ternak kerbau, terutama dalam pengendalian pengeluaran ternak, salah satunya dengan cara memperhatikan nilai pertambahan populasi secara alami

(natural increase). Natural increase diperoleh dengan menghitung selisih antara angka kelahiran dan angka kematian. Besarnya nilai natural increase berdasarkan hasil penelitian di Kabupaten Bulukumba dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Perhitungan Natural Increase.

No. Keterangan Persentase (%)

1 Betina Dewasa (76 ekor) 70,37

2 Tingkat Kelahiran - terhadap induk 7,89 - terhadap populasi 5,56 3 Tingkat Kematian - terhadap populasi 0,92 4 Natural Increase 4,64

(36)

23 Tabel 13. menunjukkan bahwa nilai natural increase di Kabupaten Bulukumba rendah yaitu 4,64%, nilai tersebut diperoleh dari selisih antara persentase kelahiran 5,56% dikurangi dengan persentase kematian 0,92%. Rendahnya nilai natural increase disebabkan akibat rendahnya angka kelahiran ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba, sehingga nilai natural increase yang diperoleh juga rendah.

Nilai natural increase diperlukan agar pertambahan populasi ternak secara alami dalam satu periode dari suatu wilayah dapat diketahui. Menurut Basyir (2009), bahwa faktor yang dapat menyebabkan tingginya nilai natural increase

yaitu (1) tingginya persentase betina dewasa, (2) tingginya angka kelahiran, dan (3) rendahnya angka kematian.

Manajemen Reproduksi Ternak Kerbau

Reproduksi merupakan hal yang paling penting diperhatikan oleh peternak agar dapat meningkatkan jumlah populasi ternak yang dipelihara, dengan memperhatikan aspek manajemen reproduksi secara baik dan teratur (seperti deteksi berahi dan sistem perkawinan).

Menurut Basyir (2009), bahwa dengan manajemen reproduksi yang baik peternak dapat meningkatkan efisiensi reproduksi termasuk perbaikan keturunannya, dan salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi reproduksi adalah dengan memanfaatkan teknologi-teknologi reproduksi. Data manajemen reproduksi ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba dapat dilihat pada Tabel 14.

(37)

24 Tabel 14. Manajemen Reproduksi Ternak Kerbau di Kecamatan Kajang

dan Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba.

No Keterangan Angka

1 Sistem Perkawinan

- Kawin Alam 100%

- Inseminasi Buatan (IB) 2 Umur Pertama Kali Dikawinkan

- Jantan 2,5 - 3 tahun

- Betina 3 tahun

3 Jarak Kelahiran ke-1 dan ke-2 2,5 – 3 tahun Sumber: Data primer penelitian yang telah diolah, 2015.

Sistem perkawinan ternak kerbau yang dilakukan responden hanya dengan kawin alam (bebas alamiah), sedangkan penggunaan teknologi- peternakan seperti Inseminasi Buatan (IB) belum diterapkan karena kurangnya informasi yang dimiliki peternak tentang Inseminasi Buatan (IB). Ternak kerbau jantan mulai dikawinkan pada umur 2,5 - 3 tahun, sedangkan kerbau betina mulai dikawinkan pada umur 3 tahun. Jarak antara kelahiran ke- 1 dan ke- 2 yaitu 2,5 – 3 tahun, hal inilah yang menyebabkan sehingga banyak peternak menjual kerbaunya dan berganti memelihara ternak sapi.

Peternak kerbau kurang mengetahui tanda-tanda berahi, sehingga mereka hanya menggunakan pejantan untuk mendeteksi berahi pada betina. Menurut Arman (2006), pejantan mutlak diperlukan sebagai salah satu syarat terjadinya kawin tepat waktu pada ternak kerbau, baik kawin alam maupun IB.

Sistem Pemeliharaan Ternak Kerbau

Dahulu masyarakat Bulukumba memelihara ternak kerbau untuk mengukur status sosialnya, selain itu ternak kerbau juga digunakan untuk membajak sawah dan dijadikan sebagai penghasilan utama karena banyak digunakan dalam beberapa upacara adat. Namun, seiring perkembangan zaman

(38)

25 ternak kerbau tidak lagi digunakan untuk membajak sawah dan hanya dijadikan sebagai penghasilan tambahan saja. Hal ini sesuai dengan pendapat Issudarsono (1976) yang menyatakan bahwa selain sebagai hewan untuk memenuhi kebutuhan hidup sosial, ritual maupun kepercayaan tradisional, kerbau juga menjadi alat takaran status sosial, dan alat transaksi. Dari sisi sosial, kerbau merupakan harta yang bernilai tinggi bagi pemiliknya.

Tabel 15. Manajemen Pemeliharaan Ternak Kerbau. Kecamatan

Sistem Pemeliharaan (peternak)

Jumlah Intensif Semi-Intensif Diikat dan

Dilepas

Kajang - - 40 40

Gantarang - - 20 20

Total - - 60 60

Persentase (%) - - 100 100

Sumber: Data primer penelitian yang telah diolah, 2015.

Kerbau yang dipelihara oleh petani peternak di Kabupaten Bulukumba adalah kerbau lumpur. Sistem pemeliharaan ternak kerbau yang dilakukan masih bersifat tradisional. Ternak kerbau sepanjang hari dilepas di sawah ataupun lapangan kemudian akan diambil kembali pada pagi hari dan hanya diikat dibawah pohon atau dibawah rumah. Bila ada ternak kerbau juga diberikan hijauan dan dedak. Menurut Saleh (2004), menyatakan bahwa keterbatasan lahan yang dimiliki peternak yang menyebabkan penggunaan tanah yang dirangkap (tumpang tindih), misalnya tanah sawah yang digunakan untuk perkebunan dan pengembalaan ternak.

(39)

26

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba maka dapat disimpulkan bahwa populasi ternak kerbau di kabupaten Bulukumba meningkat setiap tahunnya, namun perkembangannya menurun akibat rendahnya tingkat kelahiran dan tingginya tingkat pemotongan selama 4 tahun terakhir. Populasi tersebut terdiri dari 94,44 % dewasa, 4,63 % muda, dan 0,93% anak betina. Dimana angka kelahiran terhadap betina dewasa sebesar 7,89 % dan angka kelahiran ternak kerbau terhadap populasi sebesar 5,56 %, sedangkan persentase pemotongan sebesar 33,33%. Sehingga nilai natural increase (pertambahan populasi secara alami) ternak kerbau sebesar 4,64 %. Diharapkan angka ini dapat meningkat setiap tahunnya agar ternak kerbau di Kabupaten Bulukumba dapat lebih meningkat.

Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan maka peneliti menyarankan agar peternak dapat memperhatikan tatalaksana pemeliharaan dan pengelolaan reproduksi ternak kerbau agar deteksi berahi dapat diketahui dengan cepat. Serta perlu adanya penyuluhan mengenai penerapan Inseminasi Buatan (IB) pada ternak kerbau sehingga peternak dapat mengetahui informasi dan teknologi yang ada, dengan demikian populasi dapat di tingkatkan.

(40)

27

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Panduan Teknik Budidaya Peternakan Unggul. Pt Ciptawidya, Jakarta Timur

Anonim. 2015. Data Populasi Ternak Kerbau di Kabupeten Bulukumba. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bulukumba.

Arman, C. 2006. karakteristik reproduksi kerbau Sumbawa. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau mendukung Program Kecukupan Daging Sapi.

Bamualim, A. dan Z. Muhammad. 2008. Situasi dan keberadaan ternak kerbau di Indonesia. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha ternak Kerbau. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 32 - 39.

Basyir, A. 2009. Meningkatkan Efisiensi Reproduksi Melalui Kelahiran Pedet Kembar. http://www.vet-indo.com. Diakses 31 Agustus 2015,

Dania.1992. Ilmu Produksi Ternak Potong. Fakultas Peternakan Universitas Mataram. Bahan ajar. Mataram.

Dudi. 2007. Peningkatan Produktivitas Kerbau Lumpur (Swamp Buffalo) di Indonesia melalui Kegiatan Pemuliaan Ternak Berkelanjutan (Review). , http://deptan.go.id/ind/infotek/b-1.pdf. Diakses 25 Maret 2015.

Hardjosubroto, E. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Huitema. 1985. Peternakan Di Daerah Tropis Arti Ekonomi Dan Kemampuannya. PT Gramedia, Jakarta.

Issudarsono. 1976. Pasar Ternak Rantepao, (Studi Kasus tentang kegiatan perdagangan dalam jual beli kerbau, dalam hubungannya dengan tradisi pemakaian kerbau oleh orang Toraja Sa’dan), Laporan Penelitian Pusat Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Ujung Pandang.

Juniadi. 2009. Kerbau. http://tmtnews.wordpress.com/kerbau/. Diakses, 28 Agustus 2015.

(41)

28 Pasaribu, K. 2010. Kerbau sebagai penghasil daging dan susu.

http://www.ditjennak.go.id/buletin/artikel_4.pdf. Diakses 25 Maret 2015. Pipiet, O. 2007. Perkembangan Populasi Ternak Kerbau Di Kabupaten Tanah

Toraja. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Rukmana, R. 2003. Beternak Kerbau Potensi dan Analisis Usaha. Aneka Ilmu, Semarang.

Saleh, H. 2004. Rencana Pemanfaatan Lahan Kering Untuk Pengembangan Usaha Peternakan Ruminansia Dan Usaha Tani Terpadu Di Indonesia, Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara, Medan. Sembiring, E. 2013. Tinjauan Pustaka Potensi Ternak Kerbau.

http://repository.usu.ac.id./Chapter II/pdf. Diakses 25 Maret 2015.

Subiyanto. 2010. Populasi Kerbau Semakin Menurun. http://www.ditjennak.go.id/buletin/artikel_3.pdf. Diakses 25 Maret 2015. Williamson,G., & Payne. W.J.A. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.

(42)

29

RIWAYAT HIDUP

Ainaa Maharani Azzahra (I 111 11 008), lahir di Makassar pada tanggal 31 Agustus 1993 merupakan anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan H. Sofyan Amry, SH dan Hj. Anisah Fatimah Alfrida. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN. INPRES PERUMNAS ANTANG II/I MAKASSAR pada tahun 2005, kemudian menyelesaikan pendidikan di SMPN 36 SURABAYA pada tahun 2008, dan menyelesaikan pendidikan di SMAN 10 MAKASSAR pada tahun 2011. Pada tahun 2011 Penulis diterima di Perguruan Tinggi melalui Jalur Undangan dengan Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Gambar

Gambar 1. Peta wilayah Kabupaten Bulukumba
Tabel 1. Keadaan Responden berdasarkan Jenis Kelamin.
Tabel 2. Keadaan Responden berdasarkan Umur.
Tabel 4. Keadaan Responden berdasarkan Pekerjaan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah total penerimaan dikurangi dengan total biaya maka diperoleh pendapatan tunai tanpa memperhitungkan biaya alat, biaya tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga

Di dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang seperti yang sudah disebutkan di atas

Tujuan kreatif dari perancangan desain kemasan Loenpia Nyonya Giok ini adalah menciptakan kemasan baru yang sesuai dengan sifat produk, praktis, dapat melindungi,

ditandatangani oleh seluruh ahli waris, kepala desa dan camat serta saksi-saksi sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan hukum yang kuat dalam menentukan ahli waris yang

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat hal tersebut dalam penelitiannya dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

ICZM (Integrated Coastal Zone Management) merupakan suatu pendekatan yang komprehensif yang dikenal dalam pengelolaan wilayah pesisir, berupa kebijakan yang terdiri

Berdasarkan pada batasan masalah tersebut maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimana kemampuan anak tunagrahita tipe sedang dalam pembelajaran keterampilan

Obat utama yaitu obat kronis yang diresepkan oleh Dokter Spesialis/Sub Spesialis di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dan tercantum pada Formularium Nasional