• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN ANGGARAN 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN ANGGARAN 2012"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN I

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 17 TAHUN 2011

TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMANFAATAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN ANGGARAN 2012

PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN ANGGARAN 2012

I. PENDAHULUAN

Pelaksanaan DAK Bidang LH Tahun Anggaran 2012 adalah untuk melengkapi sarana dan prasarana fisik perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kabupaten/kota.

Prioritas pemanfaatan DAK Bidang LH adalah pada kegiatan-kegiatan yang berdampak nyata terhadap upaya perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan, yang diselenggarakan dalam rangka pelaksanaan SPM bidang lingkungan hidup daerah kabupaten/kota dan mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Lingkup kegiatan yang dilaksanakan dalam DAK Bidang LH Tahun 2012 adalah:

a. Pengadaan alat pemantauan dan pengawasan kualitas lingkungan hidup secara terbatas dan bersyarat;

b. Pengadaan alat pengendalian pencemaran lingkungan hidup;

c. Pengadaan sarana dan prasarana untuk mendukung mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, dan

d. Pengadaan sarana dan prasarana perlindungan fungsi lingkungan hidup. Manfaat yang diharapkan dari pengadaan sarana dan prasarana tersebut antara lain adalah:

Kegiatan Manfaat Kegiatan

1. Pengadaan alat pemantauan dan pengawasan kualitas lingkungan hidup

Untuk menguji kualitas air, udara dan tanah sehingga dapat digunakan sebagai alat pemantauan dan pengawasan kualitas lingkungan hidup di kabupaten/kota

2. Pengadaan alat pengendalian pencemaran lingkungan hidup

Sebagai upaya pencegahan dan

pengendaliaan pencemaran lingkungan hidup untuk dapat mengurangi beban pencemaran di kabupaten/kota

3. Pengadaan sarana dan prasarana dalam rangka adaptasi dan mitigasi perubahan iklim

Sebagai upaya untuk mendukungmitigasi dan adaptasi perubahan iklim di

kabupaten/kota 4. Pengadaan sarana dan

prasarana perlindungan fungsi lingkungan hidup

Sebagai upaya melindungi dan

mempertahankan fungsi lingkungan hidup di kabupaten/kota

(2)

Untuk memilih dan melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut perlu pertimbangan dan gambaran tentang manfaat serta kesesuaian penyelenggaraan kegiatan dengan kebutuhan dan kemampuan kabupaten/kota dalam pelaksanaannya. Sehingga pengadaan sarana dan prasarana fisik perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dialokasikan dapat dilaksanakan dengan optimal dan berkelanjutan.

Dalam Lampiran ini akan disampaikan pedoman yang menjelaskan teknis pelaksanaan kegiatan, dan diharapkan dapat membantu kabupaten/kota dalam menetapkan pilihan dan menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan pelaksanaan DAK Bidang LH Tahun 2012.

Di dalam lampiran ini dimuat pula dua program tambahan untuk memperkaya dan mempertajam pencapaian sasaran DAK 2012 yaitu Bank Sampah dan Adiwiyata. Kedua program tambahan ini tidak menjadi kegiatan yang terpisah atau kegiatan baru, namun untuk mendorong pengembangan kedua program tersebut melalui pengalokasian kegiatan-kegiatan fisik dari menu yang sudah ditetapkan dalam lingkup kegiatan dan rincian kegiatan yang tercantum dalam Peraturan Menteri ini, terutama pada lokus-lokus yang akan dilaksanakan. II. TUJUAN

Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk memberikan arahan teknis bagi Kabupaten/Kota penerima DAK Bidang LH dalam melaksanakan kegiatan, sesuai dengan lingkup kegiatan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Petunjuk Teknis Pemanfaatan DAK Bidang LH 2012.

Tidak semua kegiatan yang ada pada pedoman ini harus dilaksanakan. Kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan pertimbangan pemilihan kegiatan, seperti yang dijelaskan pada pasal 13, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Petunjuk Teknis Pemanfaatan DAK Bidang LH 2012.

III.PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN KEGIATAN

Di dalam panduan ini dijelaskan secara rinci dan teknis berikut contoh-contoh gambar untuk tiap-tiap kegiatan sehingga Kabupaten/Kota pelaksana DAK Bidang LH 2012 memiliki arahan teknis yang dapat menjadi acuan dalam pelaksanaannya.

Apabila di dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan kegiatan terdapat kendala-kendala dapat menghubungi unit teknis terkait.

A. Pengadaan Sarana dan Prasarana Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Sarana dan prasarana pemantauan kualitas lingkungan hidup yang dapat dialokasikan melalui anggaran DAK Bidang LH Tahun 2012 adalah sebagai berikut:

1. Peralatan laboratorium permanen

2. Peralatan laboratorium lainnya, yang terdiri dari peralatan sampling air

portable, sampling udara ambient dan sampling udara emisi sumber tidak

bergerak, serta pengujian kualitas tanah

(3)

Ruang lingkup kegiatan:

b. Peralatan Laboratorium Permanen

Pengadaan peralatan laboratorium permanen baik untuk uji kualitas air, udara dan tanah wajib mengacu pada ketentuan pasal 8 ayat (1) huruf a, b, c, dan d Peraturan Menteri ini.

c. Peralatan Laboratorium lainnya a) Peralatan Sampling Air Portable

Peralatan sampling air portable diperlukan untuk pengujian sampel kualitas air, untuk parameter DO, BOD, COD, TSS, Amonia, pH dan fecal coliform. Peralatan dengan fungsi yang sama dan sudah diadakan pada tahun sebelumnya, tidak diperbolehkan, kecuali untuk penggantian alat yang rusak.

b) Peralatan Sampling Udara Ambien.

Peralatan sampling udara ambien paling sedikit dapat dipergunakan untuk mengambil sampel dari parameter: Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen

Dioksida (NO2), Ozon (O3), Timah Hitam (Pb), Total Suspended Particulate

(TSP), Particulate Matter dengan ukuran kurang dari 10 mikron (PM10) dan

Particulate Matter dengan ukuran kurang 2,5 mikron (PM2,5). Pengadaan peralatan sampling udara ambien sebaiknya dilengkapi dengan alat ukur meteorologi yang dapat mengukur kecepatan angin, arah angin, temperatur udara, kelembaban udara dan solar radiation (radiasi sinar matahari). Peralatan sampling udara ambient diperlukan untuk melengkapi peralatan pengujian di laboratorium yang sudah tersedia sebelumnya.

Bagi kota-kota yang sudah memiliki alat pemantauan kualitas udara ambien otomatis (AQMS). Pengadaan peralatan ini wajib mengacu pada ketentuan pasal 8 ayat (1) huruf a, b, c, dan d Peraturan Menteri ini. Peralatan dengan fungsi yang sama dan sudah diadakan pada tahun sebelumnya tidak diperbolehkan, kecuali untuk penggantian alat yang rusak.

Peralatan sampling udara ambient (manual) terdiri atas :

No Parameter Peralatan Sampling

1. Sulfur dioksida (SO2) Botol Impinger 2. Nitrogen dioksida (NO2) Midget Impinger 3. Ozon (O3)/ Oksidan

fotokimia (Ox)

Botol Impinger 4. Total Suspended Particulate

(TSP) High Volume Air Sampler (HVAS) 5. Particulate Matter < 10 um

(PM10) - High Volume Air Sampler dilengkapi dengan - Gent Sampler

6. Particulate Matter < 2,5 Um

(4)

c) Peralatan sampling udara emisi sumber tidak bergerak.

Peralatan sampling udara emisi sumber tidak bergerak perlu diadakan terutama bagi kabupaten/kota yang mempunyai industri, pertambangan, dan pembangkit listrik. Peralatan yang perlu diadakan adalah peralatan sampling yang mampu untuk melakukan pengukuran parameter SO2,

NOx, Amonia (NH3), CO, Total partikulat, dan parameter logam. Peralatan

dengan fungsi yang sama dan sudah diadakan pada tahun sebelumnya tidak diperbolehkan, kecuali untuk penggantian alat yang rusak.

Gambar 1. Contoh alat ukur otomatis untuk pengujian kadar gas emisi sumber tidak bergerak

d) Peralatan pengujian kualitas tanah

Untuk pemantauan kerusakan tanah akibat produksi biomassa diperlukan seperangkat peralatan yang dapat digunakan untuk mengukur parameter fisik, kimia dan biologi tanah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa. Peralatan terdiri dari alat pengambilan sampel tanah dan alat pengujian sampel tanah. Peralatan dengan fungsi yang sama dan sudah diadakan pada tahun sebelumnya tidak diperbolehkan, kecuali untuk penggantian alat yang rusak.

(5)

Gambar 2. Contoh Alat pengukur kerusakan tanah, pH indikator strip (pH stick) skala untuk mengukur pH 0 -14

3. Kendaraan operasional pemantauan dan pengawasan lingkungan

Pengadaan kendaraan operasional pemantauan dan pengawasan lingkungan wajib mengacu pada ketentuan pasal 8 ayat (2) huruf a dan b Peraturan Menteri ini.

B. Pengadaan Sarana dan Prasarana Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup

Sarana dan prasarana pengendalian pencemaran lingkungan hidup yang dapat dialokasikan melalui anggaran DAK Bidang LH Tahun 2012 adalah sebagai berikut:

1. Instalasi pengolah air limbah usaha kecil dan menengah (IPAL UKM) 2. Instalasi pengolah air limbah fasilitas kesehatan (IPAL fasilitas kesehatan) 3. Instalasi pengolah air limbah komunal (IPAL Komunal)

4. Pengolah sampah dengan prinsip 3 R Ruang Lingkup Kegiatan

1. Instalasi Pengolah Air Limbah Usaha Kecil dan Menengah (IPAL UKM). Pembangunan IPAL UKM dirancang sesuai dengan debit, konsentrasi dan kapasitas pengolahan air limbah, sehingga memenuhi baku mutu lingkungan. Contoh layout IPAL UKM adalah seperti pada Gambar 1 di bawah ini.

(6)

Gambar 3.

Contoh lay out IPAL UKM

2. Instalasi pengolah air limbah pada fasilitas kesehatan (IPAL fasilitas kesehatan)

Pembangunan IPAL fasilitas kesehatan dimaksudkan untuk mengolah air limbah yang dihasilkan dari kegiatan pada fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan klinik).

Proses pengolahan air limbah rumah sakit secara umum dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a) Pengolahan awal (pretreatment)

Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah penyaringan dan pemindahan grit (screen and grit removal), penyamaan (equalization) dan pengendapan/penyimpanan (storage), serta pemisahan minyak (oil separation).

b) Pengolahan tahap pertama (primary treatment)

Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap pertama ialah netralisasi (neutralization), penambahan bahan kimia

(chemical addition) dan koagulasi, pengapungan (flotation),

pengendapan (sedimentation), dan penyaringan (filtration). c) Pengolahan tahap kedua (secondary treatment)

Pengolahan tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Peralatan pengolahan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini ialah pengaktifan sludge (activated sludge), bak anaerobik (anaerobic lagoon), penyaringan (tricking filter), bak aerasi (aerated lagoon), stabilisasi (stabilization basin), rotating biological contactor (RBC), serta anaerobic contactor dan penyaringan (filter).

(7)

d) Pengolahan tahap ketiga (tertiary treatment)

Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah koagulasi dan pengendapan (coagulation and sedimentation), penyaringan (filtration), penyerapan karbon (carbon

adsorption), pertukaran ion (ion exchange), membran pemisah

(membrane separation), serta pengapungan (thickening gravity atau

flotation).

e) Pengolahan lumpur (sludge treatment)

Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya kemudian diolah kembali melalui proses digestion atau

wet combustion, pressure filtration, vacuum filtration, centrifugation,

lagooning or drying bed, incineration, atau landfill.

Gambar 4. Skema pengolahan air limbah rumah sakit

Gambar. 5 Contoh layout sistem pengolahan air limbah rumah sakit

3. Instalasi pengolah air limbah komunal (IPAL Komunal)

Pengolahan air limbah domestik permukiman dapat dilakukan dengan on site system (setempat) dan off site system (perpipaan). Pemilihan sistem pengolahan sangat tergantung pada tingkat kepadatan permukiman dan ketersediaan lahan. Untuk permukiman padat penduduk akan sangat

(8)

efektif dan relatif murah apabila disediakan sistem pengolahan dengan perpipaan. Demikian halnya permukiman yang berada dalam kompleks perumahan sistem pengolahan dengan perpipaan akan lebih sesuai dibandingkan dengan sistem setempat.

Perkantoran, asrama, rumah susun, aparteman, rumah makan ataupun rumah yang letaknya saling berjauhan maka sistem pengolahan setempat sangat disarankan untuk dipilih.

Berdasarkan komposisi air limbah domestik dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu air limbah yang berasal dari aktivitas mandi dan cuci (grey water) dan air limbah yang berasal dari toilet (black water). Air limbah yang berasal dari toilet dapat diolah melalui proses biogas namun dengan ketentuan minimal 100 orang dimana jumlah biogas yang dihasilkan sebesar 2,3 m3 per hari (1 m3 biogas setara dengan 0,46 kg

LPG)

Pengolahan air limbah domestik dapat juga digabungkan dengan teknologi biogas. Air limbah yang dihasilkan dari aktivitas mandi dan cuci dapat digabung dengan air limbah dari toilet diolah melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sedangkan tinja yang ada akan disalurkan ke tangki biogas. Adapun diagram alir pengolahan air limbah domestik dengan penggabungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. dibawah ini .

Gambar 6. Diagram alir pengolahan air limbah domestik

4. Pengelolaan sampah dengan prinsip 3 R

Pembangunan unit pengelolaan sampah terutama diarahkan dalam rangka penerapan prinsip 3R (reuse, recycle, recovery). Pengadaan sarana dan prasarana tersebut dapat dilakukan di tempat penampungan sampah sementara (TPS), fasilitas umum, fasilitas sosial, dan sekolah-sekolah.

(9)

Unit pengelolaan sampah dimaksud terdiri dari : 1. Bak sampah;

2. Tong sampah; 3. Gerobak sampah;

4. Alat daur ulang sampah; 5. Alat pencacah sampah; 6. Alat pencacah plastik; 7. Alat pembuat biji plastik; 8. Alat pemilah sampah;

9. Bangunan rumah atap pengolah sampah; 10. Kendaraan roda dua pengangkut sampah; 11. Truck sampah;

12. Kontainer sampah; 13. Composter

14. conveyor pemilah sampah;

15. dryer; 16. arm roll.

(10)

Gambar 7.

(11)

Gambar 8.

Contoh Bangunan Unit Pengolah Sampah

Gambar 9.

Contoh Unit Transportasi Sampah

(12)

C. Pengadaan Sarana dan Prasarana Dalam Rangka Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

Sarana dan prasarana untuk mendukung upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dapat dialokasikan melalui anggaran DAK Bidang LH Tahun 2012 adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan Taman Kehati/Taman Hijau/Hutan Kota 2. Pengadaan unit pengolah limbah organik menjadi biogas Ruang Lingkup Kegiatan

1. Pembuatan Taman Kehati, Taman Hijau/Hutan Kota

Dalam rangka memperluas ruang terbuka hijau (RTH) yang berfungsi untuk menangkap gas CO2 yang merupakan salah satu gas rumah kaca (GRK), dan sekaligus berfungsi sebagai paru-paru kota, perlu dibuat Taman Kehati, Taman Hijau/Hutan Kota. Pembuatan taman tersebut selain mendorong penurunan emisi GRK, juga membantu pencadangan sumber daya alam hayati (plasma nutfah) dalam rangka penyelamatan dari ancaman yang tinggi terhadap kelestarian berbagai jenis tanaman lokal daerah.

a. Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati)

Pembangunan Taman Kehati merupakan upaya untuk membangun dan mengembangkan kawasan pencadangan sumberdaya alam yang berfungsi sebagai konservasi in situ dan eks situ guna menyelamatkan berbagai jenis tumbuhan dan satwa lokal, baik yang liar maupun yang dibudidayakan terutama yang langka dan terancam punah. Selain fungsi utamanya sebagai kawasan penyelamatan tumbuhan lokal, Taman Keanekaragaman Hayati ini juga diharapkan dapat berfungsi sebagai sumber bibit/pemuliaan, sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan penyuluhan, serta wisata alam dan sebagai ruang terbuka hijau.

Selain itu salah satu fungsi Taman Kehati yang juga sangat penting adalah sebagai sarana penelitian dan pengembangan keanekaragaman hayati, termasuk pengembangan bioteknologi. Dengan adanya penelitian dan pengembangan bioteknologi ini diharapkan dapat menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan melimpah sehingga pada akhirnya akan berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Fungsi dan manfaat Taman Kehati adalah untuk: 1.koleksi tumbuhan;

2.pengembangbiakan tumbuhan dan satwa pendukung penyedia bibit;

(13)

4.sarana pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan ekowisata;

5.sumber bibit dan benih; 6.ruang terbuka hijau;

7.penambahan tutupan vegetasi.

Konsep dasar pembangunan Taman Kehati didasarkan pada: 1.Pencadangan sumberdaya alam hayati (UU 32 Tahun 2009)

2.Pencadangan mempunyai makna harus dapat menghasilkan biji yang fertil dengan keragaman genetik tinggi. Keragaman genetik akan terjamin jika populasinya ≥ 60 individu.

3.Prioritas penyelamatan adalah berbagai spesies tumbuhan lokal/endemik/langka (spesies utama) yang penyerbukan dan/atau pemencaran bijinya harus dibantu oleh satwa

4.Satwa yang membantu penyerbukan adalah kelompok kelelawar, burung, serangga, moluska. Untuk tetap dapat berfungsi, kelompok satwa tersebut juga harus lestari. Untuk itu, sumber pakan satwa tersebut harus tersedia secara cukup sepanjang tahun à spesies pendukung.

5.Sebagai jendela informasi tumbuhan langka/endemik/lokal dalam upaya pelestarian sumber daya genetik.

Gambar 10.

(14)

b. Pembuatan Taman Hijau/Hutan Kota

Pembuatan Taman Hijau dan atau Hutan Kota setidaknya dapat memenuhi 3 (tiga) fungsi, yaitu (1) sebagai penyerap karbon dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca; (2) sebagai penyimpan air (fungsi hidrologis); dan (3) sebagai penyejuk dan untuk keindahan kota (fungsi estetika). Akan lebih baik apabila pembangunan taman hijau dan atau hutan kota dapat memenuhi fungsi keempat, yaitu dapat dimanfaatkan sebagai sarana tempat berkumpulnya masyarakat untuk berolahraga dan berekreasi (fungsi sosial). Mengingat pentingnya fungsi-fungsi tersebut diatas, pembuatan taman hijau dan atau hutan kota setidaknya harus memenuhi 3 (tiga) fungsi pertama. Untuk memenuhi 3 (fungsi) diatas, tanaman yang ditanam di dalam taman tersebut harus tanaman/pohon yang berumur panjang.

Gambar 11.

Contoh Gambar Taman Hijau

Keterangan gambar : Taman Kota di Kota Surabaya yang dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat untuk sosialisasi dan rekreasi (disamping fungsi utamanya untuk menyerap karbon, fungsi hidrologis dan fungsi sosial)

(15)

Gambar 12.

Contoh Gambar Hutan Kota

Keterangan gambar : Hutan Kota Babakan Siliwangi di Bandung, yang ditetapkan sebagai Hutan Dunia (World City Forest) pada tanggal 1 Oktober 2011

2. Pengadaan Unit Pengolah Limbah Organik menjadi Biogas

Penanganan limbah organik yang baik dapat memperbaiki lingkungan dan menghasilkan nilai tambah ekonomi misalnya bagi para peternak dan petani. Pemanfaatan limbah organik yang tadinya tidak bermanfaat menjadi berhasil guna menjadi gas metan sebagai energi, pupuk cair dan pupuk padat organik.

Sumber pencemar yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas, antara lain adalah:

a. kotoran ternak; b. eceng gondok;

c. sisa proses pembuatan tahu dan ampas tahu;

Dalam pembuatan biogas pertimbangan desain teknis perlu dilakukan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan desain dan model instalasi biogas, antara lain adalah :

a. desain sederhana, dalam hal konstruksi, operasional dan perawatan; b. bahan baku mudah didapat, jenis bahan baku yang dapat digunakan

adalah bahan bangunan dan bahan fabrikan (fiber);

c. mudah diperbaiki, aman dan bila memungkinkan mudah dipindahkan;

d. harga terjangkau oleh petani dan peternak, dan umur pemakaiannya lama.

(16)

Gambar 13.

Contoh Desain Biodigiser untuk eceng gondok

Gambar 13.

Gambar 14.

Contoh Rencana Desain Biodigiser untuk Kotoran Sapi

Instalasi Penglolahan Air Limbah (IPAL) Biogas

Gambar 15. Prinsip Kerja Teknologi Biogas Keterangan : Desain Biodigister Tampak Samping dan Atas

(17)

Gambar 16. Teknis IPAL Biogas Industri Tahu

Investasi awal yang diperlukan untuk membangun sarana fisik IPAL biogas industri tahu relatif kecil per meter kubik bangunan, ditambah dengan biaya pemipaan (LPTP, 2010). Penentuan kapasitas IPAL yang dirancang didasarkan pada volume air limbah produksi tahu dikalikan dengan waktu tinggal yang biasanya 3 hari, sebagai berikut:

(18)

Volume limbah per hari (m3/hari) = Jumlah bahan baku kedelai (kg/hari) x 15 liter

Kapasitas IPAL (m3) = Volume limbah (m3/hari) x 3 hari waktu tinggal Investasi Bangunan IPAL (Rp) = Rp. 9.5 X Kapasitas IPAL (m3)

Sedangkan biaya pembangunan biodigester ternak sapi tergantung pada bahan bangunan yang digunakan. Biodigester dengan bahan utama fero semen diperkirakan memerlukan biaya tidak terlalu besar untuk setiap unit biodigester terkecil yang efesien untuk dibangun. Unit biodigester terkecil tersebut kurang lebih berukuran 4 m3 yang dapat manampung kotoran sapi maksimal 4 ekor.

Gambar 17. Teknis Biodigester Ternak Sapi Kapasitas 4 m3 dengan bahan ferro semen

(19)

Gambar 18. Teknis Biodigester Ternak Sapi Kapasitas 4 m3 dengan bahan Fiber

D. Pengadaan Sarana Dan Prasarana Perlindungan Fungsi Lingkungan Hidup Sarana dan prasarana perlindungan fungsi lingkungan yang dapat dialokasikan melalui anggaran DAK Bidang LH Tahun 2012 adalah sebagai berikut:

1. Sumur resapan;

2. Lubang resapan biopori;

3. Embung (kolam tampungan air);

4. Penanaman pohon di sekitar mata air;

5. Pencacah gulma (tanaman pengganggu) dan pembuatan media tanam (bitumen);

6. Pencegah longsor tebing sungai ramah lingkungan. Ruang Lingkup Kegiatan

1. Sumur Resapan

Dalam proses pembuatan sumur resapan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah komponen bangunan sumur resapan, persyaratan lokasi pembuatan dan persyaratan konstruksi/desain dari sumur resapan itu sendiri.

(20)

a. Komponen Bangunan Sumur Resapan:

1) Saluran air sebagai jalan air yang akan dimasukkan ke dalam sumur;

2) Bak kontrol yang berfungsi untuk menyaring air sebelum masuk sumur resapan;

3) Pipa pemasukan atau saluran air masuk. Ukuran tergantung jumlah aliran permukaan yang akan masuk;

4) Sumur resapan; serta

5) Pipa pembuangan yang berfungsi sebagai saluran pembuangan jika air dalam sumur resapan sudah penuh.

b. Persyaratan Lokasi:

1) Sumur resapan dangkal harus berada pada lahan yang datar, tidak berada pada lahan yang berlerang, curam, atau labil;

2) Sumur resapan dangkal dijauhkan dari tempat penimbunan sampah, jauh dari septic tank (minimal 10 meter diukur dari tepi) dan berjarak minimum 1 meter dari pondasi bangunan;

3) Lokasi sumur resapan yang akan dibuat supaya dicatat koordinat geografisnya yang meliputi: lintang dan bujur, ketinggian lokasi (dpl). Dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) atau dengan ekstrapolasi peta topografi yang tersedia. Data koordinat sumur resapan ini selanjutnya diperlukan untuk menyusun sistem basis data pengelolaan lahan dan air sekaligus memantau kinerja pelaksanaan kegiatan yang telah berjalan.

c. Persyaratan Konstruksi / Desain Teknis Sumur Resapan :

1) Bentuk sumur resapan dangkal boleh bundar atau empat persegi. 2) Sumur resapan dangkal harus diberi penutup, dapat menggunakan

pelat beton bertulang.

3) Air hujan yang masuk ke dalam sumur resapan dangkal harus melalui bak kontrol sebagai sediment mengendap di bagian bawahnya.

4) Saluran air hujan yang masuk ke dalam sumur resapan dapat menggunakan pipa berdiameter 6 inchi.

5) Jarak bak kontrol dengan sumur resapan dangkal kurang lebih 50 centimeter.

6) kedalaman sumur resapan dangkal sekitar antara 2 – 10 meter diatas air tanah dangkal (sesuai dengan kedalaman air tanahnya). 7) kontruksi bangunan pada dinding sumur resapan dangkal dapat

menggunakan batako, bata merah dengan komposisi ada sela-sela /pori-pori dengan bahan yang kasar(pecahan bata merah, kerikil yang berongga).

(21)

2-10 m tergantun g Jenis dan Lapisan Tanah

8) Bagian dasar sumur resapan dangkal diisi dengan pecahan batu, ijuk serta arang yang disusun secara berongga.

9) Bak kontrol dan sumur resapan dangkal dibersihkan setiap musim kemarau dan musim penghujan dengan mengangkat bahan pengendap (arang aktif, pasir, kerikil dan ijuk).

Gambar 19. Desain Konstruksi Sumur Resapan Dangkal

bak kontrol sedimen

10-15 cm kerakal / koral Arang Aktif

Pasir Koral Injuk

(22)

Gambar 20. Desain Sistem peresapan pada Saluran Air Hujan (Tampak Samping)

(23)

Gambar 22. Desain Sistem peresapan pada Saluran Air Hujan (tampak atas).

(24)

Keterangan:

Gambar 24 memperlihatkan desain yang unik pada buis beton yang ditanam pada bak/ sumur peresapan. Bentuk/tipe sistem peresapan ini sengaja didesain agar air yang masuk ke dalam sumur dapat segera diresapkan ke dalam tanah. Sehingga laju infiltrasi tanah menjadi lebih besar, selain itu desain ini juga memperhatikan kekuatan rancang bangun sistem peresapan itu sendiri.

2. Lubang Resapan Biopori

Lubang Resapan Biopori (LBR) adalah lubang silidris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 – 30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang kemudian diisi sampah orgtanik untuk mendorong terbentuknya biopori. Biopori adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman.

Lubang Resapan Biopori (LBR) dapat dibuat di halaman rumah, perkantoran, lapangan parkir, parit atau selokan yang berfungsi untuk aliran pembuangan air hujan saja, serta di lahan kebun dan areal terbuka lainnya.

Cara Pembuatan:

1. Buat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, kedalaman 100 cm atau jangan melampaui kedalaman air tanah pada dasar saluran atau alur yang telah dibuat dengan menggunakan bambu, pipa besi atau alat bor tanah. Jarak antar lubang 50 – 100 cm; 2. Mulut atau pangkal lubang dapat diperkuat dengan adukan semen

selebar 2- 3 cm, setebal 2 cm disekeliling mulut lubang;

3. Isi lubang LBR dengan sampah organik yang berasal dari dedaunan, pangkasan rumput dari halaman atau sampah dapur;

4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah berkurang atau menyusut karena proses pelapukan; serta 5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil setelah 2 – 3

(25)

Gambar 24. Pembuatan lubang resapan dengan bor tanah atau Lubang Biopori

Jumlah lubang biopori yang ada sebaiknya dihitung berdasarkan besar kecil hujan, laju resapan air dan wilayah yang tidak meresap air dengan rumus :

Intensitas hujan (mm/jam) x luas bidang kedap air (m2)

laju resapan air perlubang (liter / jam). Contoh:

Untuk daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam (hujan lebat), dengan laju peresapan air perlubang 3 liter/menit (180 liter/jam) pada 100 m bidang kedap perlu dibuat sebanyak : (50 x 100) : 180 = 28 lubang.

Membuat lubang dengan bor tanah

(26)

Gambar 25. Peralatan dalam membuat LRB dan bahan pengisi LRB

3. Embung (kolam tampungan air)

Metode kolam tampungan drainase dalam skala besar sangat mudah untuk disosialisasikan melalui pola pemenuhan kebutuhan bahan urugan atau bahan galian C (Gambar 27). Pemerintah dan masyarakat dapat mencari lokasi tambang galian C, kemudian dikeruk. Hasil galiannya dipakai sebagai bahan urug, bekas galiannya dipakai sebagai kolam resapan air hujan sekaligus dapat dikembangkan untuk rekreasi.

Cara ini banyak dipraktekkan di negara-negara maju sehingga dalam jangka waktu tertentu mereka mempunyai banyak sekali danau buatan dari tambang galian C. Di samping itu, konstruksi kolam dapat dibangun di areal permukiman.

(27)

Gambar 26. Kolam penampung air hujan (embung) dan drainase ramah lingkungan pada pemukiman dan areal pertanian/perkebunan

Selain di areal permukiman, dikenal juga kolam konservasi air hujan di areal pertanian (Gambar 28). Kelebihan air hujan yang jatuh di areal pertanian, termasuk limpasan dari jalan dan perkampungan di sekitar areal pertanian, dapat ditampung pada kolam-kolam penampungan, tidak langsung dibuang ke sungai.

Dimensi areal konservasi disesuaikan dengan luas daerah tangkapan air hujan yang akan dimasukkan ke kolam tersebut dan karakteristik air hujan. Perencanaan dimensi kolam dapat dilakukan dengan hitungan rumus-rumus drainase hujan aliran biasa.

Gambar 27. Kolam konservasi air hujan di areal pertanian

4. Penanaman Pohon di Sekitar Mata Ai Penanaman pohon di sekitar sumber

bekas galian C yang dimanfaatkan sebagai kolam tampungan air (embung) sekaligus untuk rekreasi

masyarakat

kolam konservasi di areal pertanian / perkebunan sempadan sungai sungai sawah / tegalan kolam tampungan air selokan menuju kolam

(28)

mata air yang berada di luar dan dalam kawasan hutan diutamakan jenis tanaman lokal yang berumur panjang. Namun demikian apabila ada alasan teknis lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (saran dari ahli) dapat menggunakan tanaman lainnya dari luar daerah. Umur dan besar bibit tanaman disesuaikan kondisi setempat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

1.Lokasi penanaman dapat berada di luar dan dalam kawasan hutan, dan harus berada di sekitar sumber atau mata air;

2.Mudah terjangkau untuk akses pemeliharaan;

3.Lahan untuk lokasi penanaman bukan milik perseorangan atau sejenisnya untuk memudahkan pengendalian;

4.Koordinasi dengan instansi terkait.

Komponen kegiatan penanaman pohon di sekitar sumber mata air yang berada di luar kawasan hutan meliputi:

1) Pengadaan bibit tanaman;

2) Biaya penanaman;

3) Biaya pemeliharaan.

Gambar 28. Jarak tanam pohon di sekitar mata air

Jarak Tanam Pohon (3x3 meter, atau 4x4 meter, atau 5x5 meter)

Mata Air

(29)

Teknis pelaksanaan penanaman pohon di sekitar mata air :

a. Pohon yang akan ditanam dipastikan memiliki ketinggian dan diameter batang yang mencukupi dan dapat hidup di lokasi penanaman;

b. Tanam pohon yang sudah dipilih terlebih dahulu jenis pohonnya sesuai dengan kondisi dan karakteristik lokasi penanaman, masukkan kedalam lubang tanam yang telah disediakan terlebih dahulu;

c. Gunakan jarak tanam yang ideal dan mencukupi untuk ruang tumbuh tanaman, bisa 3x3 meter, 4x4 meter, atau 5x5 meter (tergantung dari jenis pohon yang ditanam);

d. Berikan pupuk organik (lebih direkomendasikan daripada pupuk jenis kimia) di sekitar lokasi penanaman pohon, dan siram dengan air secukupnya;

e. Kemudian lakukan penjarangan dan penyiangan pohon dalam pemeliharaannya, untuk memastikan kondisi pohon yang ditanam dapat tumbuh dengan baik.

5. Pengolah Gulma (tanaman pengganggu) dan Pembuatan Media Tanam (bitumen)

Pada dasarnya semua bahan organik yang mengandung unsur Karbon (C) dan Nitrogen (N) dapat dikomposkan. Bahan organik yang dimaksud antara lain jerami (limbah pertanian), tanaman air (Eceng Gondok, Azolla, Ganggang biru) kotoran ternak, limbah industri (padat dan cair), limbah rumah tangga (tinja, urine, sampah rumah tangga dan sampah kota). Pemilihan bahan organik yang akan dikomposkan harus dilakukan dengan baik terutama dengan besarnya nisbah Karbon – Nitrogen (C/N), karena nisbah C/N akan menentukan kecepatan/laju pengomposan.

Bahan organik yang mempunyai nisbah C/N yang tinggi memerlukan waktu pengomposan yang cukup lama. Persyaratan agar terjadi pengomposan yang optimal adalah nisbah C/N antara 30 s/d 50. Dalam penuntun praktis ini bahan baku organik yang digunakan adalah Eceng Gondok, jerami dan kotoran ternak. Selain itu digunakan bahan lain yaitu EM4 untuk pasokan mikroorganisme.

(30)

Gambar 29. Jerami dan Enceng Gondok

sebagai material potensial untuk pembuatan pupuk organik

Peralatan yang digunakan dalam pengolahan gulma antara lain adalah : a. Peralatan Manual

(1). Sekop, cangkul atau garpu digunakan untuk

pengadukan, pengumpulan dan penggeseran bahan kompos, pembalikan dan penempatan dalam wadah. (2). Ayakan / saringan digunakan untuk mengayak pupuk

organik yang sudah matang, untuk mendapatkan ukuran yang diinginkan.

(3). Parang atau sabit digunakan untuk pencacahan secara manual apabila bahan kompos berukuran besar.

(4). Ember digunakan untuk pencampuran air dengan mikroorganisme pengaktif ataupun untuk perbanyakan mikroorganisme pengaktif. Pencampuran dapat dilakukan dalam gembor.

(5). Gembor digunakan untuk menyiram bahan kompos

dengan bahan pengaktif atau agar merata untuk menjaga kelembaban.

(6). Sarung tangan, masker dan sepatu bot digunakan sebagai pelindung untuk menjaga kesehatan dengan semaksimal mungkin menghidari kontak langsung dengan bahan baku dan kompos.

(7). Timbangan digunakan untuk menyiapkan bahan–bahan kompos dengan perbandingan–perbandingan tertentu dan untuk menimbang pupuk organik yang dihasilkan.

(31)

(8). Termometer digunakan untuk mengukur suhu pada saat proses pengomposan. Jika suhu terlalu tinggi maka harus dilakukan penurunan dengan cara pembalikan, atau dibuat ventilasi untuk aliran udara.

(9). pH-meter digunakan untuk mengukur derajat kemasaman, yaitu dengan ditancapkan ke dalam campuran kompos dalam bak pengomposan. b. Mesin Pencacah

Salah satu faktor yang menentukan kualitas kompos Eceng Gondok yang dihasilkan, adalah tingkat kehalusan pencacahan Eceng Gondok dan bahan baku lainnya. Semakin halus bahan-bahan sebelum dikomposkan, kualitas kompos yang dihasilkan cenderung semakin baik. Pencacahan dapat dilakukan misalnya dengan mesin pemotong rumput gajah, mesin penggiling, atau modifikasi keduanya. Pada umumnya mesin pencacah memiliki 3 bagian yaitu :

1) motor penggerak (mesin diesel berkekuatan 8 PK, 10 PK dan seterusnya tergantung jumlah dan kapasitas penggilingan).

2) Bagian pencacah/penggiling yang terdiri dari leher/ as roda, dan komponen yang bergerak yaitu pisau-pisau.

3) Bagian transmisi berupa sabuk (karet) yang dipasang dengan ketegangan tertentu, tidak terlalu kendor maupun terlalu kencang. Ada pula yang berupa gigi atau batang kaku.

Gambar 30. Contoh mesin pencacah dan penggiling

Keterangan : (a) mesin pencacah, (b) mesin pencacah, (c) pisau-pisau pencacah, (d) proses pencacahan, (e) hasil pencacahan (Dok: HM, 2006).

Mesin ini harus dioperasikan sesuai petunjuk pengopera-sian yang diinformasikan pada saat membeli atau dalam manual alat, serta harus dirawat bagian-bagiannya sehingga pisau-pisaunya tidak tumpul, mesin tidak berkarat dan macet, sehingga dapat digunakan untuk waktu

bertahun-tahun.

d e

b c

(32)

c. Bak Pengomposan

Agar mendapatkan hasil pupuk organik yang baik, bak pengomposan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(1). Memiliki kapasitas volume, dan lingkungan yang diinginkan.

(2). Terletak di tempat yang memungkinkan diterimanya sinar matahari sehingga tercapai suhu pengomposan yang diperlukan dan tertutup dari curah hujan.

(3). Bak pengomposan dapat berupa lubang yang digali di tanah, bak dari kayu atau bambu, bekas drum, bak dinding beton, ataupun bak pengomposan plastik yang telah dijual di pasaran.

Gambar 31. Contoh bak pengomposan dari bambu, dengan satu sisi yang dapat dibuka/ tutup dan (b) Contoh desain bak pengomposan dari beton,

dengan sekat kayu yang dapat dibuka/tutup.

Gambar 32. Berbagai macam teknologi penghalus dan pengayak pupuk organik yang matang.

(d) (b) (e) (a) (b) (a)

(33)

Teknik Pembuatan Media Tanam dari Enceng Gondok : a) Proses Pengomposan :

• Pengomposan adalah suatu usaha pengolahan bahan organik secara biologi menjadi produk yang bersifat higienis dan humik, dapat memperbaiki struktur tanah dan memberikan zat makanan bagi tanaman. Pengomposan merupakan gabungan dari proses fisik, kimia dan enzimologi yang terjadi selama degradasi bahan organik dengan kondisi yang optimal.

• Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik maupun anaerobik. Pengomposan secara aerobik sering digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan serta tidak memerlukan kontrol proses yang sulit. Pengomposan secara aerobik membutuhkan mikroba aerob untuk mendegradasi bahan organik, sementara pengomposan anaerobik membutuhkan mikroba anaerobik.

b) Perubahan Fisik :

• Selama proses pengomposan terjadi perubahan fisik dan kimia dari bahan yang dikomposkan. Perubahan warna à di akhir pengomposan warna berubah menyerupai warna tanah.

• Perubahan suhu à Perubahan suhu merupakan parameter bagi tingkat kegiatan perombakan bahan organik oleh mikroorganisme. Jika proses pengomposan terjadi dengan baik, suhu akan naik pada awal pengomposan kemudian turun, sampai akhir pengomposan suhu sedikit di atas suhu udara.

• Penyusutan volume dan pengurangan bobot. Penyusutan volume dan pengurangan bobot yang terjadi selama proses pengomposan disebabkan adanya proses pencernaan oleh mikroorganisme. Selama proses ini bahan organik diuraikan menjadi unsur-unsur yang dapat diserap oleh mikroorganisme tersebut.

• Perubahan bau (kompos yang sudah matang tidak berbau, atau hampir berbau sama dengan tanah/humus).

• Perubahan struktur kompos (struktur kompos biasanya lepas, tidak lengket dan tidak menggumpal).

c) Persiapan Bahan dan Penetapan Formula :

Pemilihan dan penetapan formula bahan baku pupuk organik sangat penting agar memenuhi kriteria persyaratan terjadinya proses pengomposan yang ideal.

Dalam hal pemilihan bahan baku Eceng Gondok, jerami dan kotoran ternak harus diperhatikan ukuran, kelembaban dan pembandingan bahan baku. Untuk memenuhi persyaratan ukuran yang ideal, Eceng Gondok dan jerami dapat dicacah dengan mesin pencacah.

(34)

Sedangkan kotoran ternak yang digunakan dapat disesuaikan dengan potensi daerah misalnya kotoran ayam, sapi, kambing, kerbau atau guano (burung).

Dalam hal penentuan formula bahan baku dapat dipilih beberapa alternatif antara lain:

• Eceng Gondok: kotoran ternak = 70%:30 % (dalam berat).

• Eceng Gondok: jerami: kotoran ternak 35% : 35% : 30% (dalam berat). • Sebagai pengaktif mikroorganisme dapat digunakan EM4 atau produk

sejenis lainnya yang mudah diperoleh di pasaran. d) Pengemasan:

Pengemasan pupuk organik biasanya dilakukan untuk keperluan komersial atau jika akan disimpan. Pengemasan pupuk organik untuk keperluan komersial dimaksudkan untuk:

• Memudahkan bongkar muat • Menjaga kualitas pupuk • Agar kelihatan menarik

6. Pencegah Longsor Tebing Sungai Ramah Lingkungan

Tebing sungai yang merupakan bagian dari sempadan sungai, merupakan komponen ekosistem sungai yang sangat penting dan perlu kita jaga kelestariannya. Terdapat 2 (dua) mahzab besar dalam hal pengelolaan dan penanganan permasalahan tebing sungai, diantaranya adalah melalui konsep sipil teknis yang salah satunya melalui penurapan sungai; serta konsep eko-hidraulik sungai yang lebih pro-lingkungan.

(35)

Gambar 33. Konsep penanganan bantaran sungai melalui sipil teknis penurapan versus konsep eko-hidraulik

Gambar 34. Penggunaan tebing turap versus konstruksi eko-hidraulik

Dikes, non eco-hydraulic

construction Eco-hydraulic

(36)

Kombinasi yang dapat digunakan dalam usaha perlindungan tebing sungai adalah dengan melakukan penurapan tebing sungai tetapi dengan mengkombinasikannya dengan penanaman pohon, seperti dapat terlihat pada di bawah ini:

Gambar 35. Penerapan konsep eko-hidraulik dalam penurapan tebing sungai

BANK SAMPAH

Salah satu filosofi dasar ditetapkannya Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah sudah saatnya memutarbalik cara pandang kita terhadap sampah dan cara kita memperlakukan sampah. Sudah saatnya kita memandang sampah sebagai sesuatu yang punya nilai guna dan manfaat. Sehingga sudah tidak layak lagi jika sampah dibuang percuma. Idiom yang dikenalkan salah seorang praktisi pengelolaan sampah, yaitu ‘dulu sampah sekarang berkah’ adalah istilah yang sungguh tepat memaknai perubahan paradigma tentang sampah.

(37)

Bank sampah adalah salah satu strategi penerapan 3R dalam pengelolaan sampah di tingkat masyarakat. Pelaksanaan bank sampah pada prinsipnya adalah satu rekayasa sosial (social engineering) untuk mengajak masyarakat memilah sampah. Mengajak masyarakat memilah sampah adalah pekerjaan yang sangat sulit karena menyangkut kebiasaan, budaya, dan ketidakpedulian sebagian besar masyarakat yang sangat rendah. Melalui bank sampah, akhirnya ditemukan satu solusi inovatif untuk ‘memaksa’ masyarakat memilah sampah. Dengan menyamakan sampah serupa uang atau barang berharga yang dapat ditabung, masyarakat akhirnya terdidik untuk menghargai sampah sesuai jenis dan nilainya sehingga mereka mau memilah sampah.

Tujuan Bank Sampah

Tujuan Bank Sampah ini adalah sebagai solusi reduksi sampah di tingkat masyarakat karena kemampuannya yang menjadi bagian dari sistem rantai pengumpulan sampah yang terintegrasi, meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.

Arah Tujuan Pengelolaan Sampah

Dengan mengacu pada kebijakan nasional sebagaimana diuraikan di atas, maka arah tujuan strategi ini dapat dirumuskan secara indikatif sebagai berikut :

a. Pengurangan sampah, meliputi kegiatan : - pembatasan timbulan sampah;

- pendauran ulang sampah dan/atau; - pemanfaatan kembali sampah.

b. Penanganan sampah, meliputi kegiatan :

- pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;

- pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari seumber sampa ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;

- pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;

- pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau

- pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

c. Pemanfaatan sampah; d. Peningkatan kapasitas; dan

e. Pengembangan kerjasama international. Indikator Arah Tujuan

Rencana aksi ini merupakan program dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan dari sampah, yang pencapaiannya diindikasikan dengan dua indikator pokok, yaitu:

(38)

a. Indikator substansial (outcome/output) tentang pengurangan beban pencemaran lingkungan dari sampah (limbah padat domestik);

b. Indikator manajerial (proses/input) mengenai kapasitas, upaya dan kinerja kelembagaan, termasuk indikator good governance dan indikator yang bersifat

cross cutting.

Dua indikator di atas dirumuskan menjadi tolok ukur sebagai berikut :

1. Peningkatan dan penguatan ekonomi kerakyatan serta lingkungan yang bersih dan hijau sehingga tercipta masyarakat yang sehat.

2. Diwujudkannya Good Governance dalam pengelolaan sampah dan pengendalian pencemaran lingkungan dari sampah, sehingga terwujud kelembagaan yang kapasitasnya meningkat secara berkelanjutan.

Faktor Kunci Keberhasilan

Tipologi faktor-faktor kunci, yang diprediksi paling menentukan keberhasilan upaya menuju arah tujuan pengendalian pencemaan lingkungan dari sampah melalui penerapan Bank Sampah adalah:

• Komitmen para pimpinan di jajaran pemerintah pusat dan daerah;

• Kapasitas kelembagaan dan pengorganisasian dalam jajaran pemerintah; • Wawasan, apresiasi, aspirasi, dukungan dan partisipasi publik;

• Sistem pendanaan;

• Peraturan perundang-undangan, termasuk petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis;

• Pengelolaan data dan sistem informasi, termasuk pelaporan berkala.

ARAH TUJUAN RENCANA AKSI

1. Melestarikan fungsi lingkungan-hidup dan peningkatan ekonomi rakyat

Kontekstual rencana aksi : Membaiknya lingkungan dan ekonomi rakyat

2. Mengembangkan good governance pada pengelolaan samapah dan pengendalian pencemaran lingkungan dari

KEBIJAKAN NASIONAL

Diagram Penentuan Arah Tujuan

Kontekstual rencana aksi : Menguatnya kapasitas dan kinerja kelembagaan untuk peningkatan pelaksanaan rencana aksi

(39)

Strategi

Berdasarkan arah tujuan dan factor kunci sebagaimana dikemukakan di atas, maka rencana aksi dilakukan dengan strategi sebagai berikut :

• Revitalisasi data dan informasi yang mengindikasikan status kondisi pengelolaan sampah dan urgensinya serta aksesibilitasnya kepada para pengambil keputusan dalam rangka membangun komitmen para pimpinan dan apresiasi serta partisipasi masyarakat;

• Pelaksanaannya dilakukan bertahap, dimulai dengan lingkup sasaran dan target yang disesuaikan dengan tingkat kapasitas kelembagaan pada saat dimulai;

• Penggalangan sumber daya kelembagaan, yang secara parsial relatif kecil, menjadi satu kesatuan yang sinergik, melalui kemitraan, harmonisasi, sinkronisasi, mobilisasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah daerah (provinsi, kabupetan, kota), lembaga/instansi pusat terkait dan konstituen masyarakat;

• Pengembangan kapasitas dilakukan secara simultan bersamaan dengan pelaksanaan rencana aksi dan pengembangan kapasitas tersebut didasarkan pada hasil pengkajian kebutuhan. Sedangkan pengkajian kebutuhan tersebut didasarkan pada hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rencana aksi termaksud di atas.

Peran Pemerintah a. Pusat :

1.Menyusun Pedoman Teknis Pembangunan dan Operasional bank sampah 2.Pembangunan bank sampah percontohan

3.Modal awal untuk bank sampah dengan sistem pinjaman modal bergulir 4.Mencarikan Mitra sebagai sumber pendanaan lain (CSR, hibah dan PKBL) 5.Mengintegrasikan antara bank sampah dengan EPR

6.Monitoring dan evaluasi bank sampah 7.Kerjasama internasional

b. Daerah :

1.Replikasi percontohan bank sampah yang sudah berhasil 2.Pendampingan dan bantuan teknis

3.Pelatihan

4.Monitoring dan evaluasi bank sampah 5.Bantuan hibah

Parameter Evaluasi Keberhasilan

Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan rencana aksi ini, dan untuk penyesuaian rencana kerja tahunan, serta pelaporan berkala sesuai dengan

(40)

prinsip akuntabilitas dan transparansi maka dilakukan pemantauan dan evaluasi. Secara garis besar parameter-parameternya meliputi tiga tipologi yaitu yang mengindikasikan proses, keluaran hasil kegiatan (output), dan hasil berupa kemanfaatan sebagai dampak positifnya (outcome). Parameter-parameter dari tiap tipologi tersebut diuraikan sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel di bawah ini.

Indikator Keberhasilan dan Contoh Parameternya Tipologi Indikator Parameter

Komitmen dan agenda kemitraan / kerjasama Intensitas pertemuan koordinasi

Keterpaduan dalam penyusunan rencana aksi Peraturan, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk teknis

Pendataan, pelaporan, publikasi, aksesibilitas Kompetensi aparatur pelaksana

Proses

Lainnya : ...

Komitmen dan agenda kemitraan / kerjasama Intensitas koordinasi dan efektifitasnya

Rencana Aksi pencapaian target pembangunan bank sampah di tiap kabupaten/kota

Partisipasi sektor swasta

Partisipasi konstituen masyarakat Data hasil pemantauan

Keluaran (output)

Lainnya : ...

Tingkat kesehatan dan sanitasi

Peningkatan potensi sumber pendapatan penduduk

Penurunan anggaran belanja untuk

penanggulangan wabah penyakit karena sampah Peningkatan PAD

Hasil (outcome)

Lainnya : ... Pentahapan

Pelaksanaan rencana aksi ini direncanakan untuk dilakukan secara bertahap. Secara garis besar tahapannya adalah :

§ Tahap perintis (start up);

§ Tahap peningkatan lingkup kerja (scale up);

§ Tahap pemantapan sistem (steady state).

Keberhasilannya dalam tahap pertama, hingga 2014, ditargetkan pada indikator proses dan keluarannya (output). Pada tahap perintisan, terutama apabila kapasitas kelembagaan masih terbatas, pelingkupan lokasi kerjanya difokuskan pada satu kecamatan, dengan pembangunan 5 bank sampah, agar sumberdaya kelembagaan yang ada dapat difokuskan untuk intensifikasi pelaksanaan operasional bank sampah, sehingga hasilnya berupa terpilah dan terolahnya sampah di lokasi tersebut yang meninbgkat secara signifikan.

(41)

Target keberhasilan dalam tahap lima tahun kedua, 2014–2019, ditambah dengan indikator hasil dan dampak positif sebagai akibat dari pendaya-gunaan masyarakat dalam pengelolaan sampah (outcome).

Pelingkupan

Sedangkan pelingkupannya meliputi tiga dimensi ruang lingkup, yaitu: lingkup lokasi kerja, lingkup kelompok sasaran, dan lingkup kegiatan.

Lingkup Lokasi Kerja

Lingkup lokasi kerjanya meliputi Kabupaten/ Kota, yang dapat berupa kawasan RT, RK, Kelurahan atau Kecamatan

Lingkup Kelompok Sasaran

Kelompok sasaran rencana aksi ini adalah lokasi sumber sampah yang dapat meliputi permukiman, pasar, sekolah, dan kantor.

Lingkup Kegiatan

Kegiatan rencana aksi ini pada hakekatnya adalah pembangunan bank sampah yang kegiatannya meliputi pemilahan sampah, pendaur ulangan sampah anorganik dan organik.

Pencapaian sasaran-sasaran pokok rencana aksi ini, sebagaimana dijelaskan dalam bab sebelumnya, dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan yang dikelompokkan berdasarkan tipologi kelompok sasaran dan piranti kebijakan pengendaliannya, menjadi paket-paket kegiatan sebagaimana ditunjukkan dam tabel berikut ini.

Tipologi Paket Kegiatan

Sasaran Kegiatan Keterangan

A Pemilahan sampah; B Daur ulang sampah anorganik C Komposting

D Penerapan EPR Pengolahan

sampah

E Lainnya;…… F Pengembangan Kelembagaan dan

Peningkatan Kapasitas; G Pengelolaan Data, Informasi, dan Publikasi H Penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan

sampah yang mamadai I Sosialisasi Dan Partisipasi Masyarakat. Meningkatkan

kapasitas dan kinerja

kelembagaan

(42)

Konsep bank sampah ini dimaksudkan sebagai panduan dan untuk menyelaraskan serta menyerasikan (harmonisasi) proses penyusunan rencana aksi pengelolaan sampah pada suatu kabupaten/kota. Harmonisasi ini dimaksudkan agar pelaksanaannya dapat sinergik, saling menguntungkan (simbiose mutualistis), secara efektif dan efisien, menuju pencapaian sasaran dan tujuan pengelolaan sampah. Harmonisasi antar sektor seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Sosial dan PKK diperlukan mengingat bahwa cukup banyak unit kerja yang memiliki wewenang, tugas dan/atau fungsi berkaitan dengan pengelolaan sampah dan kesejahteraan masyarakat, baik dalam jajaran pemerintah di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.

Kelembagaan bank sampah : a. Koperasi

b. Yayasan

Persyaratan minimal kantor bank sampah:

No Komponen Dari Bank Sampah Spesifikasi

1 2 4

KONSTRUKSI UMUM BANGUNAN BANK SAMPAH

a. Kuat/ Utuh b. Bersih

c. Pertemuan lantai dan dinding berbentuk konus/lengkung d. Kedap air e. Rata f. Tidak licin g. tidak miring 1. Lantai

h. Luas lantai bank sampah > 40 m2 a. Kuat b. Rata c. Bersih d. Berwarna terang 2. Dinding e. Kering 3. Ventilasi *) :

a. Ventilasi alam, lubang ventilasi minimum 15% x luas lantai 3.1. Apabila Bank Sampah dengan Ventilasi

Gabungan (Alam dan Mekanis)

b. Ventilasi mekanis (fan, AC, exhauter) 3.2. Apabila Bank Sampah Hanya Ventilasi

Alam Lubang ventilasi min. 15% x luas lantai

a. Bebas serangga dan tikus b. Tidak bocor

4. Atap

c. Kuat

a. Tinggi langit-langit minimal 2,7m dari lantai b. Kuat c. Berwarna terang I 5. Langit-langit d. Mudah dibersihkan

(43)

a. Dapat mencegah masuknya serangga dan tikus

b. Kuat 6. Pintu Bank Sampah

c.Membuka kearah luar

7. Lingkungan Bank Sampah :

a. aman dari risiko kecelakaan 7.1. Pagar

b. Kuat a. Bersih

b. Tidak berdebu/ tidak becek 7.2. Halaman

c. Tersedia tempat sampah tertutup

a. Indah dan rapi 7.3. Taman

b. Ada pohon perindang a. Terpisah dari ruang perawatan

b. Bersih 7.4. Parkir

c. Tertata/rapi

a. Ada sumur resapan/Biopori 8. Drainase Sekitar Bank Sampah

b. Air mengalir lancar

a. Terdapat ruang pemilahan sampah b. Terdapat meja, kursi, timbangan,

almari, APAR

c. Terdapat instrumen bank sampah d. Bebas serangga & tikus

f. Tidak berbau (terutama H2S dan atau

NH3)

g. Pencahayaan 100-200 lux 9. Ruang pelayanan penabung

h. Suhu Ruang 22º - 24º C (Apabila Bank Sampah dengan AC) atau suhu kamar (tanpa AC)

Standard Nasional Manajemen Bank Sampah 1. Nama Bank Sampah :

2. Alamat Bank Sampah :

NO KOMPONEN DARI BANK SAMPAH SUB-KOMPONEN

1 2 4

a. Dilakukan penyuluhan bank sampah minimal tiga bulan sekali

b. Setiap penabung diberikan 3 wadah/tempat sampah terpilah c. Penabung mendapat buku rekening

dan nomor rekening tabungan sampah

d. Telah melakukan pemilahan sampah I. Penabung Sampah

e. Telah melakukan upaya mengurangi sampah

II. Pengelola Bank Sampah a. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) selama melayani penabung sampah

(44)

b. Mencuci tangan menggunakan sabun sebelum dan sesudah melayani penabung sampah

c. Direktur Bank Sampah Berpendidikan minimal SMA/sederajat

d. Telah mengikuti pelatihan bank sampah

e. Melakukan Monitoring dan Evaluasi (MONEV) minimal sebulan sekali dengan melakukan rapat pengelola bank sampah

f. Jumlah pengelola harian minimal 5 orang

g. Pengelola mendapat gaji/insentif setiap bulan

a. Tidak melakukan pembakaran sampah

b. Mempunyai naskah kerjasama/MOU dengan Bank Sampah sebagai mitra dalam pengelolaan sampah

c. Mampu menjaga kebersihan lingkungan seperti tidak adanya jentik nyamuk dalam sampah kaleng/botol

III. Pengepul/Pembeli Sampah/Industri Daur Ulang

d. Mempunyai ijin usaha

a. Sampah layak tabung diambil oleh pengepul maksimal sebulan sekali b. Sampah layak kreasi didaurulang

oleh pengrajin binaan bank sampah c. Sampah layak kompos dikelola skala

RT dan atau skala komunal

d. Sampah layak buang (residu) diambil petugas PU seminggu 2 kali

e. Cakupan wilayah pelayanan bank sampah minimal satu kelurahan (> 500 kepala keluarga)

f. Sampah yang diangkut ke TPA berkurang 30-40% setiap bulannya g. Jumlah penabung bertambah

rata-rata 5-10 penabung setiap bulannya

IV. Pengelolaan Sampah di Bank Sampah

h. Adanya replikasi bank sampah setempat ke wilayah lain

V. Peran Instansi (Pemerintah dan/atau swasta) Terkait Bank Sampah

a.Sebagai fasilitator dalam

pembangunan dan pelaksanaan Bank Sampah

b.Menyediakan data “Pengepul/Pembeli Sampah “ bagi bank sampah

c.Menyediakan data “industri daur ulang”

d.Memberikan reward bagi bank sampah

VI Alat dan Bahan untuk operasional Bank

Sampah Buku Tabungan Alat tulis

Komputer PC *) pilih salah satu yang sesuai

(45)

Catatan:

Yang dimaksud dengan fasilitator adalah:

Membantu dalam memfasilitasi keperluan pembangunan dan pelaksanaan bank sampah, antara lain:

a. membantu dalam memfasilitasi penggalangan dana CSR

b. penyediaan infrastruktur, sarana dan prasarana bagi berdirinya bank sampah c. pengurusan perijinan usaha bank sampah

d. membantu dalam memasarkan produk daur ulang sampah (kompos, kerajinan)

ADIWIYATA

Penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah di sekolah-sekolah peserta Program Adiwiyata.

Dalam mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan perlu didukung sarana dan prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu upaya pengelolaan dan pengembangan sarana dan prasarana tersebut adalah dengan pengembangan sistem pengelolaan sampah di sekolah-sekolah.

Pengembangan sistem pengelolaan sampah di sekolah dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang terkait dengan upaya pembatasan timbulan sampah

(reduce), pendauran ulang sampah (recycle), pemanfaatan kembali sampah

(reuse).

Sarana dan prasarana pengelolaan sampah di sekolah yang dapat dialokasikan dari anggaran DAK Bidang LH Tahun 2012 antara lain meliputi :

a.Sarana dan prasarana penampungan dan pemilahan sampah; b.Sarana dan prasarana pendauran ulang sampah;

c. Sarana dan prasarana pemanfaatan kembali sampah; serta d.Sarana dan prasarana pengolahan sampah (kompos) dan

e. kegiatan lain yang terkait dengan upaya pengelolaan sampah dilingkungan sekolah yang bersifat fisik.

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

(46)

LAMPIRAN II

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 17 TAHUN 2011

TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMANFAATAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN ANGGARAN 2012

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN

DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG LINGKUNGAN HIDUP I. LAPORAN KEGIATAN DAK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

A. JENIS LAPORAN

Laporan yang harus disusun dan disampaikan kepada Menteri melalui Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup dan Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang dibiayai DAK Bidang LH, meliputi:

1. Laporan triwulan kemajuan pelaksanaan kegiatan dan anggaran.

Muatan dan tata laksana laporan triwulan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2012.

2. Laporan tahunan realisasi pelaksanaan kegiatan.

Memuat realisasi pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan dalam satu tahun serta memasukkan rangkuman dari keseluruhan Laporan Triwulan yang disusun.

3. Laporan hasil kegiatan, terdiri atas:

a. laporan hasil DAK untuk pemantauan kualitas lingkungan; b. laporan hasil DAK untuk pengendalian pencemaran lingkungan; c. laporan hasil DAK untuk perlindungan fungsi lingkungan hidup; d. laporan hasil DAK untuk penurunan emisi GRK; dan

e. laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD).

B. LAPORAN HASIL DAK UNTUK PEMANTAUAN KUALITAS LINGKUNGAN

Laporan hasil DAK untuk pemantauan kualitas lingkungan disampaikan kepada Menteri c.q. Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup dengan tembusan kepada Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Lingkungan Hidup Provinsi dalam bentuk

hard copy/cetak dan file soft copy paling lama minggu ketiga bulan November.

Laporan hasil DAK untuk pemantauan kualitas lingkungan terdiri atas: 1. Laporan Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai, memuat:

a. Bab I Pendahuluan, memuat:

1)kondisi dan tekanan yang terjadi di sungai prioritas selama 5 (lima) tahun terakhir, serta isu-isu yang muncul selama 1 (satu) tahun terakhir;

2)ringkasan hasil pemantauan kualitas air sungai prioritas; dan 3)target pelestarian sungai prioritas.

b. Bab II Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Pemantauan Kualitas Air, memuat:

(47)

1)Gambaran optimasi keseluruhan sarana dan prasarana pemantauan kualitas air yang tersedia sampai dengan tahun anggaran 2012 yang meliputi:

a) kondisi sarana dan prasarana pemantauan kualitas air yang tersedia sampai dengan tahun anggaran 2011 (apabila sudah ada); dan

b) manfaat pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran 2012 terhadap optimasi penggunaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas air secara keseluruhan.

2)Ringkasan pemanfaatan DAK dalam pengadaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas air tahun anggaran 2012 yang meliputi:

a) alasan pemilihan jenis/spesifikasi sarana dan prasarana yang diadakan melalui DAK;

b) ringkasan proses pengadaan sarana dan prasarana tersebut; c) pencapaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan (termasuk

realisasi anggaran dan kegiatan);

d) hasil akhir yang terbangun atau tersedia; e) kendala yang dihadapi; dan

f) masukan untuk perbaikan ke depan.

3)Ringkasan pemanfaatan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan pemantauan kualitas air tahun anggaran 2012 yang meliputi:

a) proporsi pelaksanaan pemantauan dengan menggunakan peralatan dan sumberdaya manusia (SDM) yang dimiliki terhadap keseluruhan jumlah pemantauan yang dilakukan selama tahun anggaran 2012 (sebagai kebalikan dari proporsi pelaksanaan pemantauan yang dilakukan pihak lain/pihak ketiga);

b) upaya pemanfaatan dan hasil positif yang diperoleh; c) kendala dan hambatan yang dihadapi; dan

d) masukan untuk perbaikan ke depan.

c. Bab III Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai Prioritas, memuat: 1)Metoda Sampling, yang meliputi:

a) penyampaian informasi tentang cara pengambilan sampling dan lokasi (titik) pengambilannya; dan

b) penyampaian data tentang pelaksana dan laboratorium yang melaksanakan pengambilan sampel dan analisis.

2.Penyampaian data/tabel pemantauan kualitas air sungai. Laporan Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Pemantauan Kualitas Udara, memuat:

a. Gambaran optimasi keseluruhan sarana dan prasarana pemantauan kualitas udara yang tersedia sampai dengan tahun anggaran 2012 yang meliputi:

1) kondisi sarana dan prasarana pemantauan kualitas udara yang tersedia sampai dengan tahun anggaran 2011 (apabila sudah ada); dan

(48)

2) manfaat pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran 2012 terhadap optimasi penggunaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas udara secara keseluruhan.

b. Ringkasan pemanfaatan DAK dalam pengadaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas udara tahun anggaran 2012 yang meliputi:

1) alasan pemilihan jenis/spesifikasi sarana dan prasarana yang diadakan melalui DAK;

2) ringkasan proses pengadaan sarana dan prasarana tersebut;

3) pencapaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan (termasuk realisasi anggaran dan kegiatan);

4) hasil akhir yang terbangun atau tersedia; 5) kendala yang dihadapi; dan

6) masukan untuk perbaikan ke depan.

c. Ringkasan pemanfaatan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan pemantauan kualitas udara tahun anggaran 2012 yang meliputi: 1) proporsi pelaksanaan pemantauan dengan menggunakan

peralatan dan sumberdaya manusia (SDM) yang dimiliki terhadap keseluruhan jumlah pemantauan yang dilakukan selama tahun anggaran 2012 (sebagai kebalikan dari proporsi pelaksanaan pemantauan yang dilakukan pihak lain/pihak ketiga);

2) upaya pemanfaatan dan hasil positif yang diperoleh; 3) kendala dan hambatan yang dihadapi; dan

4) masukan untuk perbaikan ke depan.

3.Laporan Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Pemantauan Kualitas Tanah untuk Produksi Biomassa, memuat:

1. Bab I Hasil Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Pemantauan Kualitas Tanah untuk Produksi Biomassa, meliputi:

1) Gambaran optimasi keseluruhan sarana dan prasarana pemantauan kualitas tanah yang tersedia sampai dengan tahun anggaran 2012 yang meliputi:

a) kondisi sarana dan prasarana pemantauan kualitas tanah yang tersedia sampai dengan tahun anggaran 2011 (apabila sudah ada); dan

b) manfaat pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran 2012 terhadap optimasi penggunaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas tanah secara keseluruhan.

2) Ringkasan pemanfaatan DAK dalam pengadaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas tanah tahun anggaran 2012 yang meliputi:

a) alasan pemilihan jenis/spesifikasi sarana dan prasarana yang diadakan melalui DAK;

b) ringkasan proses pengadaan sarana dan prasarana tersebut; c) pencapaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan

(termasuk realisasi anggaran dan kegiatan); d) hasil akhir yang terbangun atau tersedia; e) kendala-kendala yang dihadapi; dan f) masukan untuk perbaikan ke depan.

(49)

3) Ringkasan pemanfaatan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan pemantauan kualitas tanah tahun anggaran 2012 yang meliputi:

a) proporsi pelaksanaan pemantauan dengan menggunakan peralatan dan SDM yang dimiliki terhadap keseluruhan jumlah pemantauan yang dilakukan selama tahun anggaran 2012 (sebagai kebalikan dari proporsi pelaksanaan pemantauan yang dilakukan pihak lain/pihak ketiga);

b) upaya pemanfaatan dan hasil positif yang diperoleh; c) kendala dan hambatan yang dihadapi; dan

d) masukan untuk perbaikan ke depan.

2. Bab II Hasil Pemantauan Kualitas Tanah, memuat: 1) Metoda sampling, meliputi:

a) penyampaian informasi tentang cara pengambilan sampling dan lokasi (titik) pengambilannya; dan

b) penyampaian data tentang pelaksana dan laboratorium yang melaksanakan pengambilan sampel dan analisis.

2) Penyampaian data/tabel pemantauan kualitas tanah sebagaimana contoh berikut:

(50)

CONTOH:

LAPORAN PEMANTAUAN

KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA A. Umum 1. No. Form : 2. Tanggal Pemantauan : 3. Nama Observer : 4. GPS-UTM : Zone...S/N; X :...; Y :... Elevasi : ... m dpl

5. Lokasi : Provinsi : ... Kab : ... Kec : ... Desa : ... Dusun/KP :... 6. Penggunaan lahan :

7. Vegetasi/tanaman (eksisting) : 8. Lereng : (%)

9. Erosi aktual : 1) Tidak erosi; 2) Erosi; 3) Longsor; 4) Lainnya 10.Tindakan konservasi : 1) Tidak diteras; 2) Diteras; 3) Lainnya 11.Konservasi vegetatif :

12.Catatan :

B. Parameter Kerusakan Tanah Lahan Kering 1. Ketebalan solum : (cm)

2. Kebatuan permukaan : (%)

3. Komposisi fraksi pasir : (%) koloid; (%) pasir kuarsatik 4. Berat isi : (g/cm3)

5. Porositas total : (mV)

6. Derajat pelulusan air : (%) 7. pH (H2O) 1 : 2,5 :

8. Daya hantar listrik : (mS/cm) 9. Redoks : (mV)

10.Jumlah mikroba : (cfu/g tanah) 11.Lapisan tanah tererosi : (cm/thn) C. Parameter Kerusakan Lahan Gambut

1. Subsidensi gambut diatas pasir kuarsa : (cm/thn)

2. Kedalaman lapisan berpirit dari permukaan tanah : (cm) 3. Kedalaman air tanah dangkal : (cm)

4. Redoksi untuk tanah berpirit : (mV) 5. Redoksi untuk gambut : (mV)

6. pH (H2O) 1 : 2,5 :

7. Daya hantar listrik : (mS/cm) 8. Jumlah mikroba : (cfu/g tanah)

C. LAPORAN HASIL DAK UNTUK PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Laporan hasil DAK untuk pengendalian pencemaran lingkungan disampaikan kepada Menteri c.q. Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup dengan tembusan kepada Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion dan Kepala SKPD Lingkungan Hidup Provinsi dalam bentuk hard copy/cetak dan file soft copy

paling lama minggu ketiga bulan November.

Gambar

Gambar  1. Contoh alat ukur otomatis untuk pengujian   kadar gas emisi sumber tidak bergerak
Gambar 2. Contoh Alat pengukur kerusakan tanah, pH indikator strip   (pH stick) skala untuk mengukur pH 0 -14
Gambar 4. Skema pengolahan air limbah rumah sakit
Gambar 6. Diagram alir pengolahan air limbah domestik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel utama yang harus dititikberatkan dalam pengembangan wisata bahari di Pulau Kaledupa dan sekitarnya, yaitu

Banyak yang mengaitkan masalah Ahok dengan politik dikarenakan terdapat orang – orang yang terlibat dalam politik juga turut bersuara dalam aksi 411 tersebut.. Meskipun

Hasil analisis ragam penggunaan empat kultivar bawang merah yang diberi pupuk kalium pada diameter umbi per rumpun, jumlah anakan per rumpun, dan bobot umbi basah

[r]

Struktur yang diberikan merupakan struktur statis tak tentu luar derajat 1 (terdapat 1 reaksi kelebihan). Salah satu reaksi dapat dipilih

Jika ingin membatalkan data Pemilik Kendaraan klik salah satu data Pemilik Kendaraan yang telah tersimpan dan ingin di edit pada Datagrid, kemudian masukkan kembali data

“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa

BERNIAT MENGERJAKAN HAJI DAN UMRAH SERENTAK DALAM PADA BULAN HAJI KEMUDIAN MELAKSANAKAN SEMUA RUKUN DAN WAJIB HAJI.. UMRAH PULA DIKIRA SELESAI SEBAIK SAJA