• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODE PENELITIAN"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu. Lokasi yang dijadikan studi kasus adalah hutan produksi terbatas fungsi khusus kawasan Seblat pada wilayah Kecamatan Putri Hijau yang merupakan daerah sebaran dan habitat gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), dan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan habitat gajah.

Status kawasan merupakan Hutan Produksi Terbatas (HPT) fungsi khusus Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat berdasarkan SK Menhut No 658/Kpts-II/1995 tanggal 8 Desember 1995 dengan luas kawasan 6.865 ha. Secara administratif terletak di wilayah Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu, mencakup wilayah Kecamatan Putri Hijau. Secara Geografis terletak pada 101o39’18” – 101o44’50” BT dan 03o03’12” –03o09’24” LS, dengan batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan PT Alno Agro Utama (AAU)

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Suka Maju dan Desa Suka Merindu Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Suka Makmur

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Satuan Pemukiman V (Desa Cipta Mulya) dan Desa Satuan Pemukiman VII (Desa Air Pandan)

Pemilihan lokasi penelitian (Gambar 3) didasarkan pada kondisi berkurangnya daya dukung habitat gajah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mendasar, seperti: ketersediaan sumber pakan, dan pelindung (cover) bagi kelompok populasi gajah yang cukup besar akibat dari konversi lahan yang ada di sekitar habitat gajah untuk dijadikan kebun sawit, lahan transmigrasi, ladang penduduk dan pemukiman masyarakat. Berkurangnya habitat berarti daya dukung habitat untuk mendukung kehidupan menjadi menurun, sehingga gajah keluar dari habitat alaminya ke tempat lain yang menyediakan sumber pakan, seperti perkebunan kelapa sawit, perladangan, bahkan ke pemukiman penduduk dan banyak menimbulkan kerusakan ataupun konflik manusia- gajah.

Waktu penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2006 sampai bulan Juni 2007. Penelitian dilaksanakan di lapangan (kawasan habitat gajah dan masyarakat disekitarnya), dan di laboratorium teknologi pakan Fakultas

(2)
(3)

Peternakan IPB untuk analisa berat kering dan energi dari masing- masing sampel vegetasi yang diperoleh dari hasil penelitian lapang.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan selama penelitian antara lain: 1 (satu) paket sistem informasi geografis (SIG) yang terdiri dari seperangkat komputer, Erdas

Imagine ver 8.5, ArcView ver 3.3 dan ekstension ArcView Patch Analyst ver 2.3,

yang digunakan untuk pembuatan, pengolahan dan analisis data SIG. Perangkat lunak Microsoft Exell 2003, SPSS ver 13 untuk memasukkan data atribut dan menganalisis hubungan antara variabel, dan Powersim ver 2.50.4.1. untuk pemodelan dinamika populasi.

Timbangan ukuran 1 kg dan 10 kg untuk mengukur berat produksi dan produktivitas hijauan pakan di lapangan, kalkulator atau alat hitung kotoran gajah,

hagameter atau Suunto Tandem untuk mengukur tinggi pohon, pita ukur /meteran untuk mengukur luas bidang dasar pohon dan luas petak contoh, karung ukuran 20 kg untuk tempat sampel, alat tulis, kantong kertas, ayakan dengan ukuran

mesh 2 mm, dan penampan, Global Positioning System (GPS) Garmin 60 untuk

mencatat lokasi ditemukannya kotoran gajah dan pengambilan titik lapangan/koordinat, alat untuk memangkas daun (pruning saw), kompas, tali rafia, kamera, teropong binokuler, kuisioner, dan tally sheet. Untuk analisis berat kering sampel di laboratorium digunakan; timbangan, desicator, dan oven listrik. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Citra Landsat 7 ETM+ wilayah Kabupeten Bengkulu Utara path row 126-062, akuisisi 6 Juli 2005 BTIC (Biotrop Training and Information Centre). Peta dasar Kabupaten Bengkulu Utara berupa peta topografi, ketinggian tempat, kelerengan tempat, dan peta jaringan sungai skala 1:50.000 lembar (0812-63) yang bersumber dari Bakosurtanal dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam Bengkulu.

3.3. Diagram Alir Metode Penelitian

Diagram alur metode penelitian disajikan pada (Gambar 4). Persiapan penelitian dimulai dengan pemetaan daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi (SIG).

(4)

Secara garis besar tahap kegiatan meliputi (a) Pengadaan citra Landsat; (b) Pengumpulan data primer dan sekunder; (c) Interpretasi data penginderaan jauh dan analisis SIG.

Peta Dasar Digitasi Topografi, ketinggian dan kelerengan Jaringan sungai Geokoreksi citra Supervised classification Perilaku gajah Cek lapangan Reklasifikasi Tipe vegetasi Citra satelit Akurasi Penutupan lahan Analisis tumpang susun Peta penutupan lahan tiap tipe vegetasi Ya Tidak Pemilihan Daerah Penelitian (Subset Image)

Klasifikasi Citra Tak Terbimbing (Unsupervised Classification) Citra Hasil Klasifikasi Cek Lapangan (Ground Truth) Titik Kotoran gajah Kepadatan kotoran Kepadatan gajah Produktivitas hijauan pakan gajah Jumlah gajah yang dapat ditampung

Analisis Daya dukung habitat dan pemodelan dinamika populasi gajah

Sumatera Populasi Gajah Biofisik Tekanan penduduk dan persepsi masyarakat

(5)

Pembuatan peta digital peta dasar (topografi, ketinggian tempat, kelerenga n tempat, jaringan sungai dan lokasi desa) dilakukan dengan menggunakan software ArcView ver 3.3, yang menghasilkan keluaran berupa data digital (Gambar 5), dengan urutan proses: digitasi peta, editing peta, kemudian pemberian atribut atau label pada peta dan terakhir adalah transformasi dengan menggunakan referensi geografis bumi menjadi koordinat Universal

Transverse Mercator (UTM) atau Latitude-Longitude (Lat- lon).

Peta dasar yang telah digitasi akan digunakan untuk geokoreksi citra dan reklasifikasi untuk penentuan tipe vegetasi. Pengolahan peta citra landsat 7 ETM+ dilakukan beberapa tahap yang dimulai dari perbaikan citra (Image

restoration), pemotongan citra (Subset image), klasifikasi citra (Image classification). Tahapan klasifikasi dilakukan dengan dua cara pendekatan dasar

klasifikasi, yaitu klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (Supervised classification).

Pengolahan Citra

a. Perbaikan Citra (Image Restoration)

Perbaikan citra perlu dilakukan terhadap data citra satelit, yang dimaksudkan untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan radiometrik dan geometrik yang terdapat pada data citra satelit. Tujuan dilakukannya koreksi geometrik adalah untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer ataupun kesalahan sensor. Sedangkan koreksi geometrik bertujuan untuk memperbaiki distorsi geometrik.

Hal pertama yang perlu dilakukan dalam koreksi geometrik adalah penentuan tipe proyeksi dan sistem koordinat dan proyeksi yang sama perlu dilakukan, guna mempermudah dalam proses pengintegrasian data-data selama penelitian. Proyeksi yang digunakan adalah Universal Tranverse Mercator (UTM) dan sistem koordinat geografik yang menggunakan garis latitude (garis Barat-Timur) dan garis longitude (garis Utara-Selatan).

Perbaikan distorsi geometrik dapat dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat/kontrol di lapangan atau menggunakan peta/citra acuan yang telah terkoreksi. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses resampling dengan metode

(6)

ke citra yang akan dikoreksi adalah nilai- nilai digital tiap piksel yang memiliki nilai/lokasi terdekat.

b. Pemotongan Citra (Subset Image)

Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi obyek penelitian, dimana peta rupa bumi hasil digitasi (peta digital) dapat dijadikan acuan pemotongan citra. Batas wilayah yang akan dipotong dibuat dengan area of interest (aoi), yaitu pada wilayah yang termasuk kedalam Kabupaten Bengkulu Utara.

c. Klasifikasi Citra (Image Classification)

Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pengklasifikasian adalah menetapkan kelas-kelas spektral yang terliput oleh citra satelit, kemudian membuat aturan penetapan klasifikasi setiap piksel kedalam kelas-kelas yang telah ditentukan. Pemilihan kelompok-kelompok piksel kedalam kelas klasifikasi merupakan proses pemilihan obyek (feature selection). Pembagian kelas klasifikasi dibuat berdasarkan kondisi penutupan lahan sebenarnya di lapangan dan dibatasi menurut kebutuhan pengklasifikasian. Kelas klasifikasi tersebut meliputi hutan primer, hutan sekunder, lahan terbuka, semak belukar, ladang penduduk /tanaman campuran dan padang rumput. Tahapan klasifikasi dilakukan dengan dua pendekatan dasar klasifikasi, yaitu klasifikasi terbimbing (supervised

classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification)

(Lillesand dan Kiefer 1993).

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam klasifikasi tidak terbimbing menggunakan software ERDAS IMAGINE 8.5:

1) Menentukan jumlah kelas warna citra yang akan diklasifikasi (number of

classes).

2) Mengatur kombinasi band yang digunakan dalam pengklasifikasian, dalam penelitian ini digunakan kombinasi band 5, band 4 dan band 3.

3) Mengidentifikasi tiap-tiap kelas warna yang dihasilkan oleh proses klasifikasi sesuai dengan tipe-tipe penutupan lahan yang telah ditetapkan. 4) Menggabungkan kelas warna (recode) yang memiliki tipe penutupan lahan

(7)

5) Pemberian nama dan warna tipe penut upan lahan (attributing) hasil proses

recode.

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam klasifikasi terbimbing menggunakan software ERDAS IMAGINE 8.5:

1) Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman titik kontrol yang diambil pada lokasi penelitian menggunakan GPS.

2) Pemilihan daerah (area of interest) yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra.

3) Proses klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-pola spektral yang telah ditetapkan pada saat proses pemilihan daerah.

4) Menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama (recode).

5) Pengkoreksian citra hasil klasifikasi dengan membandingkannya dengan citra sebelum diklasifikasi.

Setelah dilakukan klasifikasi terbimbing dilanjutkan dengan akurasi untuk penentuan penutupan lahan (land cover). Hasil klasifikasi penutupan lahan dilakukan analisis tumpang susun dengan data tipe vegetasi untuk peta penutupan lahan tiap tipe vegetasi.

Daya dukung (carrying capacity) habitat merupakan kemampuan habitat dalam menampung sejumlah gajah yang akan dipengaruhi oleh produktivitas hijauan pakan yang tersedia dari tiap tipe vegetasi. Produktivitas hijauan pakan selain dipengaruhi oleh tipe vegetasi juga ditentukan oleh adanya tekanan penduduk dan persepsi masyarakat yang berada disekitar kawasan habitat gajah, sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah gajah yang dapat ditampung pada suatu kawasan habitat gajah.

Tekanan penduduk yang tinggi dengan persepsi masyarakat yang rendah untuk menjaga dan melindungi habitat gajah akan menyebabkan penurunan luasan habitat gajah dalam menyediakan makanan, sumber air dan pelindung (cover).

(8)

Untuk menentukan kepadatan gajah dapat dilakukan dengan metode pengukuran tidak langsung yaitu melalui penghitungan kepadatan kotoran gajah yang ditemukan di habitat, kemudian di ukur laju urai kotoran (LUK) dan laju produksi kotoran (LPK) per hari. Titik lokasi ditemukan kotoran gajah dicatat dengan GPS dan dihitung jumlah semua kotoran gajah.

Data yang diperoleh dari penghitungan kepadatan gajah dan jumlah gajah yang dapat ditampung berdasarkan produktivitas hijauan pakan akan digunakan dalam melakukan analisis daya dukung habitat dan pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera.

3.4. Rancangan Penelitian

Penelitian dibagi atas tiga bagian yaitu; daya dukung habitat gajah, kepadatan populasi gajah, dan tekanan penduduk dan persepsi masyarakat. Tatalaksana penelitian disajikan pada (Gambar 6).

3.4.1. Daya Dukung Habitat Gajah

Kondisi habitat gajah melalui observasi secara umum, dilakukan studi terhadap vegetasi dan produksi, ketinggian dan kelerengan tempat, sumber air, dan garam mineral. Pengamatan titik koordinat dilakukan menggunakan GPS.Untuk mendapatkan gambaran tentang struktur dan komposisi jenis vegetasi dan pengaruhnya terhadap habitat gajah, dilakukan analisis vegetasi dengan metode kombinasi jalur dan garis berpetak. Sedangkan untuk mengetahui produksi dan produktivitas hijauan pakan dilakukan dengan cara memotong Gambar 5 Diagram alir pembuatan peta digital.

DIGITASI EDITING PETA PEMBERIAN ATRIBUT TRANSFORMASI KOORDINAT PETA RUPA BUMI INDONESIA PETA RUPA BUMI DIGITAL

(9)

hijauan pakan yang terdapat dalam plot contoh. Profil vegetasi di ketahui dengan membuat diagram profil vegetasi, garam mineral tanah denga n melakukan analisis mineral tanah.

3.4.2. Kepadatan Populasi Gajah

Kepadatan populasi gajah dapat dipelajari melalui studi terhadap laju urai kotoran (hari), laju produksi kotoran (kali/hari), jumlah kotoran per km2, dan jumlah gajah per km2. Laju urai kotoran (LUK) menunjukkan berapa lama (hari) kotoran (piles) terurai semuanya. Laju produksi kotoran (LPK) (kali/hari) merupakan berapa kali per ekor gajah menghasilkan kotoran per hari, menurut Santiapillai dan Suprahman (1986) LPK berkisar antara 16 – 18 kali per hari. Sedangkan jumlah kotoran adalah akumulasi dari seluruh kotoran yang ditemukan dalam transek penelitian per km2. Penghitungan jumlah kotoran berdasarkan jumlah koloni (piles) dari kotoran yang normal.

3.4.3. Tekanan Penduduk dan Persepsi Masyarakat

Tekanan penduduk dan partisipasi masyarakat sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas habitat gajah. Habitat gajah akan lebih baik apabila tekanan penduduk ke dalam kawasan habitat semakin kecil dan peranserta atau persepsi masyarakat dalam konservasi dan pelestarian lingkungan semakin tinggi. Indikator dari tekanan penduduk dan persepsi masyarakat antara lain; luas lahan produktif, kebutuhan lahan petani, pendapatan tani dan non-tani, jumlah penduduk, jumlah petani, jumlah anggota keluarga petani, tingkat pendidikan, tingkat umur, lama bermukim, jarak antara tempat tinggal dengan kawasan habitat gajah dan kepedulian masyarakat terhadap konservasi gajah.

(10)

3.5. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung di lapangan sedangkan data sekunder diperoleh dari BPS Kabupaten Bengkulu Utara, BMG Propinsi Bengkulu, dan dari laporan hasil penelitian. Variabel yang diamati dan sumber informasi data primer dan data sekunder disajikan pada Tabel 5.

PEMODELAN

Dinamika Dinamika Dinamika

Populasi Hijauan pakan Masyarakat gajah

Simulasi Pemodelan

Daya Dukung Habitat Gajah • Ketinggian tempat • Kelerengan Tempat • Sumber air/kubangan • Vegetasi. • Produksi dan produktivitas hijauan pakan • profil vegetasi • Garam mineral Kepadatan Populasi Gajah

• Laju Urai Kotoran (hari)

• Laju Produksi Kotoran (kali/hari)

Jumlah kotoran per km2

Jumlah gajah per km2

Tekanan Penduduk & Persepsi Masyarakat

• Luas lahan produktif

• Kebutuhan lahan petani

• Pendapatan tani dan non-tani

• Jumlah petani dan penduduk

• Lama bermukim

• Jarak tempat tinggal

• Tingkat pendidikan masyarakat

• Tingkat Umur

• Jumlah anggota keluarga

• Kepedulian masyarakat terhadap konservasi gajah

(11)

Tabel 5 Variabel dan sumber informasi

Variabel Input Sumber Informasi

Daya dukung habitat gajah

Ketinggian tempat Data primer

Kelerengan tempat Data primer dan sekunder Sumber air/lokasi kubangan

Wilayah jelajah

Data primer Data sekunder Analisis Vegetasi Data primer

Produksi dan Produktivi- tas hijauan pakan

Data primer Profil vegetasi Garam mineral Data primer Data primer Kepadatan populasi gajah

Laju urai kotoran (hari) Laju produksi kotoran (kali/hari)

Data sekunder Data sekunder Jumlah kotoran per km2

Jumlah gajah per km2

Data primer Data primer

Tekanan penduduk dan persepsi masyarakat

Luas lahan produktif Kebutuhan lahan petani Pendapatan tani dan non-tani

Data sekunder Data sekunder Data primer Jumlah petani, penduduk,

jumlah anggota keluarga

Data primer dan sekunder Lama bermukim

Jarak tempat tinggal Pendidikan Umur Data primer Data primer Data primer Data primer Kepedulian masyarakat

terhadap konservasi gajah

Data primer

a. -Data yang diperlukan dalam penentuan penutupan lahan (land cover) dibagi menjadi dua jenis data, yaitu data spasial dan data atribut. Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan yang terdiri dari data citra satelit Landsat 7 ETM+, dan peta digital batas Kecamatan Kabupaten Bengkulu Utara.

-Data Ground Control Point (GCP) merupakan data yang menyatakan posisi keberadaan sesuatu di permukaan bumi dalam bentuk titik koordinat. Data tersebut diperoleh dengan melakukan survey langsung ke lapangan,dan data GCP digunakan sebagai salah satu bahan dalam interpretasi citra satelit Landsat 7 ETM+ dengan klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

(12)

-Data atribut merupakan data yang berbentuk tulisan maupun angka-angka. Data tersebut diantaranya adalah data kependudukan (demografi) dan sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara. Pengolahan data atribut diperlukan untuk menganalisis penutupan lahan yang berhubungan dengan jumlah penduduk, mata pencaharian (pekerjaan), pertumbuhan penduduk, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, lama bermukim, jumlah jenis penggunaan lahan dan jarak antara tempat tinggal dengan kawasan PLG.

-Informasi awal tentang lokasi penelitian (data sekunder) diperoleh dari peta topografi (peta ketinggian tempat dan kelerengan tempat skala 1:50.000 dan peta penutupan lahan/ citra Landsat 7 ETM+ (Path row 126-062, akuisisi 6 Juli 2005) yang di peroleh dari Bakosurtanal dan BTIC. Data iklim yang di peroleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Bengkulu, data kependudukan dan luas wilayah (Bengkulu Utara dalam angka 2005). Sedangkan informasi tentang keberadaan kelompok populasi gajah di lokasi penelitian diperoleh dari masyarakat. Berdasarkan informasi- informasi di atas kemudian dibuat overlay nya, untuk menentukan titik-titik pengambilan sampel di lapangan.

-Data primer yang diambil melalui pengamatan langsung di lapangan (observasi) meliputi: topografi (ketinggian dan kelerengan tempat), posisi geografis, sumber air, garam mineral. Selain itu perlu diketahui sejarah perkembangan hutan setempat termasuk adanya penebangan hutan (deforestasi). Posisi geografis diketahui dengan menggunakan Global

Position System (GPS).

b. Data tentang vegetasi diperoleh melalui pengamatan lapangan dengan melakukan pengamatan dan pengukuran/analisis vegetasi terhadap beberapa tipe vegetasi yang merupakan komponen habitat gajah untuk me ngetahui komposisi dan struktur vegetasi.

c. Data tentang sumber pakan dan sumber garam- garam mineral (salt licks) diperoleh dengan melihat tanda-tanda/bekas dan sisa pakan, jejak kaki maupun kotoran/feces yang terdapat di lokasi tersebut.

(13)

d. Data produksi dan produktivitas hijauan pakan gajah dapat diketahui dengan cara memotong hijauan pada tiap tipe vegetasi.

e. Data tentang karakteristik lokasi aktivitas: makan (feeding), istirahat (resting), dan berkubang diperoleh dengan pengamatan terkonsentrasi pada tempat-tempat yang dipastikan merupakan lokasi dimaksud, dengan melihat tanda/jejak yang ditinggalkan.

f. Data tentang kepadatan populasi gajah diperoleh dengan menghitung jumlah kotoran/feces yang ditemukan dalam lokasi penelitian melalui pengamatan terkonsentrasi pada jalur gajah dan tempat yang dipastikan sebagai lokasi aktivitas gajah. Titik-titik koordinat penyebaran gajah diambil menggunakan Global Position System (GPS).

g. Data tentang tekanan penduduk dan persepsi masyarakat diperoleh melalui wawancara kepada masyarakat di sekitar kawasan HPT PLG Seblat.

3.6. Prosedur Penelitian

a. Penentuan Lokasi Penelitian

Berdasarkan overlay peta topografi (ketinggian dan kelerengan tempat) dan peta tutupan lahan terpilih lokasi penelitian, yaitu di kawasan hutan produksi terbatas fungsi khusus sebagai pusat pelatihan gajah (PLG) Seblat. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Penentuan lokasi penelitian (clipping) dilakukan pada kawasan PLG Seblat. Tahap selanjutnya adalah melakukan klasifikasi secara digital dengan menggunakan klasifikasi tak terbimbing (Unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (Supervised classification).

b. Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi menggunakan metode kombinasi jalur dan garis berpetak ukuran 1000 m x 20 m untuk tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Penentuan lokasi garis berpetak dilakukan dengan purposive sampling untuk setiap tipe vegetasi. GPS digunakan untuk menentukan titik-titik koordinat lokasi komposisi jenis pakan gajah. Kemudian dilakukan digitasi dan interpolasi dari data titik-titik koordinat lokasi pakan menggunakan program ArcView ver

(14)

3.3., sehingga diperoleh peta distribusi komposisi jenis pakan gajah serta klasifikasi jumlah jenis pakan gajah pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon per lokasi atau tipe vegetasi. Data klasifikasi yang diperoleh digunakan untuk menghitung Kerapatan, Dominansi, Frekuensi dan Indek Nilai Penting (INP).

c. Sumber Pakan dan Garam Mineral (Salt licks)

Pengamatan terhadap tumbuhan sumber pakan dilakukan bersamaan dengan analisis vegetasi, dengan mencatat jenis serta bagian yang dimakan, keanekaragaman jenis dan memetakan penyebarannya.

Untuk mengetahui penyebaran sumber garam- garam mineral (salt licks) dilakukan dengan penggabungan dua metode, yaitu mengumpulkan informasi dari masyarakat dan observasi dengan membuat transek pada lokasi- lokasi yang diasumsikan banyak mengandung garam- garam mineral. Lokasi pada tebing-tebing sungai dan lantai hutan yang terletak di lereng- lereng bukit. Peletakan transek dibuat secara purposive sampling.

d. Produksi dan Produktivitas Hijauan Pakan

Untuk mendapatkan produksi dilakukan dengan cara memotong untuk tingkat semai, paku-pakuan, shrubs/herbs, tumbuhan bawah, sapling, non woody liana, epifit, pandanus, dan palma. Sedangkan pengukuran biomassa tiang dan pohon menggunakan persamaan allometrik berdasarkan luas bidang dasar, tinggi pohon, angka bentuk, kerapatan dan luas plot.

Pengukuran produksi tumbuhan bawah, semai dan pancang diperoleh berdasarkan rumus; Produksi = (Kerapatan x berat basah)/luas plot. Produksi hijauan pakan gajah merupakan hijauan yang dikonsumsi oleh gajah. Pengukuran produksi hijauan pakan gajah berdasarkan berat basah sampel tumbuhan bawah, semai dan pancang yang diperoleh pada plot contoh dipotong. Sedangkan produktivitas pakan gajah diperoleh dari hasil produksi hijauan pakan gajah pada musim hujan dan musim kemarau.

Pengukuran bahan kering pakan gajah berdasarkan berat basah sampel tumbuhan bawah, semai dan pancang yang diperoleh pada plot contoh dipotong

(15)

dan di kering angin, kemudian dikeringkan di dalam oven suhu 60oC selama 48 jam. Pemotongan hijauan pakan dilakukan sebanyak 2 kali.

e. Pengamatan Terkonsentrasi

Metode ini dipakai untuk mengumpulkan data tentang lokasi yang digunakan oleh gajah dalam aktivitas makan, istirahat dan berkubang. Pengamatan diawali dengan menentukan lokasi yang dimaksud berdasarkan tanda/jejak yang ditinggalkan, kemudian dibuat satu petak contoh pengamatan untuk masing-masing lokasi aktivitas di setiap tipe vegetasi.

Untuk lokasi makan dan istirahat dibuat petak contoh pengamatan profil vegetasi yang berbentuk jalur dengan arah tegak lurus kontur, berukuran panjang 60 meter dan lebar 10 meter. Selanjutnya pada setiap petak contoh dilakukan dengan pengukuran terhadap diameter pohon, tinggi pohon bebas cabang, tinggi total, dan proyeksi tajuknya. Langkah berikutnya adalah membuat diagram profil vegetasi.

Untuk lokasi berkubang pengamatan dilakukan terhadap ukuran kubangan, sifat fisik tanah, pH tanah, sifat fisik air, temperatur air serta faktor lingkungan biotiknya.

f. Kepadatan Populasi Gajah

Kepadatan populasi gajah dihitung berdasarkan kepadatan kotoran atau jumlah kotoran/feces yang ditemukan dalam lokasi penelitian melalui pengamatan terkonsentrasi pada jalur gajah dan tempat yang dipastikan sebagai lokasi aktivitas gajah. Akumulasi dari kotoran gajah yang ditemukan digunakan dalam kepadatan kotoran. Penghitungan laju urai kotoran berdasarkan penelitian Rizwar dkk (2001). Sedangkan laju produksi kotoran gajah dihitung berdasarkan Santiapillai dan Suprahman (1986).

g. Tekanan Penduduk dan Persepsi Masyarakat

Tekanan penduduk dapat diketahui dengan melakukan sampling terhadap jumlah penduduk, jumlah petani, laju pertumbuhan penduduk, luas lahan pertanian, proporsi pendapatan dari pekerjaan pertanian dan nir-pertanian, dan

(16)

luas lahan yang diperlukan untuk mendukung kehidupan pada tingkat hidup yang dianggap layak. Gaya yang mendorong penduduk desa untuk memperluas lahan garapannya kearah kawasan akan mempengaruhi daya dukung habitat gajah. Penempatan dan pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling.

Untuk mengetahui persepsi masyarakat di sekitar kawasan habitat gajah dilakukan sampling terhadap tingkat umur, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, lama bermukim dan jarak tempat tinggal dengan kawasan habitat gajah, dan kepedulian masyarakat terhadap konservasi gajah. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam (indepth-interview), dan pengisian kuesioner.

3.7. Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini terbagi atas 3 bagian yaitu: (1) daya dukung habitat gajah yang meliputi; ketinggian tempat, kelerengan tempat, sumber air/lokasi kubangan, analisis vegetasi, produksi dan produktivitas hijauan pakan, profil vegetasi, dan garam mineral, (2) Kepadatan populasi gajah meliputi; LUK (hari), LPK (kali/hari), dan jumlah kotoran per km2, dan (3) tekanan penduduk dan persepsi masyarakat meliputi; luas lahan produktif, kebutuhan lahan bagi petani, pendapatan tani dan non-tani, jumlah penduduk, jumlah petani, jumlah anggota keluarga, tingkat umur, tingkat pendidikan, lama bermukim, jarak tempat tinggal penduduk dari kawasan habitat gajah dan kepedulian masyarakat terhadap konservasi gajah (Gambar 6).

3.8. Metode Analisis Data

3.8.1. Analisis Penutupan Lahan

Interpretasi awal dilakukan citra landsat 7 ETM+ dengan menggunakan cara interpretasi tidak terkontrol melalui langkah- langkah berikut:

1). Melakukan konversi atau impor individual band. 2). Melakukan penggabungan antar band (layer stacking).

3). Geokoreksi peta citra landsat dengan referensi peta jaringan sungai atau jalan, melalui proses pengumpulan GCP, transformasi dan resampling.

(17)

4). Interpretasi peta citra landsat 7ETM+ ke dalam enam kelas penutupan lahan (isodata).

Peta penutupan lahan tiap tipe vegetasi dapat dibuat setelah menggabungkan peta penutupan hasil interpretasi citra satelit dengan peta dasar kawasan PLG Seblat.

Pengambilan data lapangan dilakukan untuk mendapatkan data titik keberadaan gajah berdasarkan kotoran gajah yang ditinggalkan, data tipe vegetasi, data tumbuhan pakan gajah, data ketinggian tempat, data lokasi sumber air, dan mengetahui kondisi penutupan lahan sebenarnya di lapangan berdasarkan kriteria kelas penutupan lahan yang telah ditetapkan.

Analisis penutupan lahan ini dilakukan untuk melakukan koreksi dan mengetahui kondisi penutupan lahan yang sebenarnya setelah pengamatan dan pengambilan titik lokasi serta data lapangan. Analisis dilakukan melalui interpretasi terkontrol melalui penetapan training area hasil pengamatan lapangan terhadap citra landat 7 ETM+ tahun 2005.

Tipe penutupan lahan yang digunakan dalam penelitian adalah 6 (enam) kelas, sebagai bahan untuk mengidentifikasi kesesuaian lokasi lapangan, yang kemudian lokasi tersebut akan dibuat sebagai training area pada saat interpretasi terterbimbing:

1. Hutan primer, yaitu penutupan lahan berupa vegetasi pohon dengan diameter lebih dari 10 cm dan belum pernah atau sedikit mengalami kegiatan penebangan.

2. Hutan sekunder/bekas tebangan, yaitu penutupan lahan berupa vegetasi pohon dengan diameter diatas 10 meter dan pernah mengalami penebangan secara intensif dan sedang regenerasi. Terdapat jalan bekas jalur penebangan maupun areal-areal bekas penebangan.

3. Semak belukar, yaitu penutupan lahan berupa vegetasi pohon setinggi lebih dari 1,5 meter dan atau diameter pohon dibawah 10 cm serta biasanya merupakan bekas areal pertanian yang ditinggalkan masyarakat atau merupakan areal pertanian bergilir.

4. Ladang/kebun, yaitu penutupan lahan berupa ladang/kebun atau lahan budidaya pertanian masyarakat

(18)

5. Lahan terbuka, yaitu penutupan lahan tanpa vegetasi atau sedikit vegetasi 6. Rumput, yaitu penutupan lahan berupa rumput atau alang-alang.

3.8.2. Ketinggian Tempat dan Kelerengan Tempat

Dari peta topografi Kabupaten Bengkulu Utara skala 1:50.000, dilakukan proses digitasi tema garis kontur menggunakan program ArcView ver 3.3 sehingga diperoleh peta topografi berdasarkan ketinggian tempat dan kelerengan tempat.

Pengolahan data yang berupa peta dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Peta kelas lereng dan peta kelas tinggi, serta peta plot penelitian yang

berupa peta digital.

2. Melakukan koreksi (editing) pada peta kelas lereng dan kelas tinggi. 3. Memasukkan data-data attribute pada masing- masing kelas lereng

tercantum pada Tabel 6, sedangkan atrib ut pada kelas tinggi yang tercantum dalam Tabel 7. Berdasarkan SK Mentan No.837/Kpts/Um/ 11/1980 tanggal 24 Nopember 1980 tentang kriteria dan tatacara penetapan hutan lindung. Kemiringan lereng dikelompokkan menjadi datar (0-8%), landai (8-15%), agak curam (15-25%), curam (25-45%) dan sangat curam ( > 45%).

4. Selanjutnya, memasukkan data jenis-jenis vegetasi, jenis-jenis tumbuhan pakan gajah hasil pengamatan di lapangan.

Tabel 6 Pembagian kelas lereng

Kelas Lereng Kelerengan (%) Keterangan

A 0 – 8 Datar

B 8 -15 Landai

C 15 -25 Agak Curam

D 25 – 45 Curam

(19)

Tabel 7 Pembagian kelas tinggi

Kelas Tinggi Ketinggian (m dpl)

I 10 – 20

II 20 – 30

III 30 – 40

IV 40 – 50

V 50 – 60

3.8.3. Distribusi Lokasi Kubangan

Hasil survey dengan menggunakan GPS diperoleh data lokasi dan kondisi kubangan. Selanjutnya dilakukan proses digitasi menggunakan program

ArcView ver 3.3 sehingga diperoleh peta distribusi kubangan gajah. Peta

jaringan sungai diperoleh dari proses digitasi tema jaringan sungai pada peta topografi skala 1:50.000 menggunakan program ArcView ver 3.3.

3.8.4. Distribusi Wilayah Jelajah Gajah

Hasil survey wilayah jelajah gajah dengan menggunakan GPS di peroleh data titik-titik koordinat dari tanda-tanda keberadaan gajah yang diteliti yaitu berupa jalur-jalur seperti bekas-bekas yang ditinggalkannya antara lain; jejak, kotoran (feces), tempat mandi, kubangan serta sisa-sisa tumbuhan yang dimakan (Van Strien, 1985). Kemudian dilakukan proses digitasi menggunakan program

ArcView ver 3.3. Dari data wilayah jelajah gajah dapat diketahui distribusi

gajah pada habitatnya.

3.8.5. Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi dilakukan pada tipe vegetasi yang terdapat di habitat alami, dengan membuat petak pengamatan yang diharapkan dapat mewakili masing- masing tipe vegetasi yang ada. Untuk mengetahui komposisi atau jenis dan struktur vegetasi digunakan metode kombinasi jalur dan garis berpetak (Kusmana 1997; Indrawan et al. 2002) cara kerjanya sebagai berikut:

i. Menentukan garis transek dengan arah tegak lurus garis kontur.

ii. Membuat petak-petak pengamatan pada tiap tipe vegetasi yang berukuran 2 m x 2 m (A) untuk semai, paku-pakuan, semak (shrubs/herbs), rumput dan

(20)

alang-alang (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m), ukuran 5m x 5 m (B) untuk pancang, liana tak berkayu (non woody liana), epifit (epiphytes), pandan (pandanus) dan palma (palm) (permudaan dengan tinggi = 1,5 m sampai pohon muda yang berdiameter < 10 cm), 10m x 10 m (C) untuk tiang (pohon muda berdiameter 10 sampai 20 cm), dan 20 m x 20 m (D) untuk pohon dewasa, pencekik (stranglers) dan liana berkayu (woody

liana) (diameter = 20 cm). Petak pengamatan di buat kontinu (tanpa jarak

antar petak) (Gambar 7).

iii. Pada setiap petak di hitung jumlah individu setiap jenis (petak A dan B), sedangkan untuk petak C dan D, selain di hitung jumlah tiap jenis juga di ukur diameter serta tinggi pohon.

iv. Penentuan garis transek dilakukan dengan purposive sampling untuk setiap tipe vegetasi.

v. Dari hasil pengukuran akan dihitung kerapatan, kerapatan relatif, dominasi, dominasi relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan indeks nilai penting.

1000 m Gambar 7 Metode kombinasi antara jalur dan garis berpetak untuk menentukan

kerapatan, dominasi, frekuensi semai, pancang, tiang dan pohon. Keterangan:

A = petak 2m x 2m untuk pengamatan seedling (semai), paku-pakuan, dan shrubs/herbs

B = petak 5m x 5m untuk pengamatan sapling (pancang), non woody liana, epiphytes, pandanus dan palma

C = petak 10m x 10m untuk pengamatan poles (tiang)

D = petak 20m x 20m untuk pengamatan pohon, stranglers dan woody liana D C D B A Arah Rintisan A A B B C D C 20 m

(21)

Data hasil pencacahan analisis vegetasi dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut (Kusmana, 1997; Soerianegara dan Indrawan 2005 ).

Jumlah individu suatu spesies • Kerapatan (K) = --- Luas petak contoh

Kerapatan suatu spesies

• Kerapatan Relatif (KR) = --- x 100 % Kerapatan seluruh spesies

Luas bidang dasar suatu spesies • Dominansi (D) = --- Luas petak contoh

Dominansi suatu spesies

• Dominansi Relatif (DR) = --- x 100 % Dominansi seluruh spesies

Jumlah petak ditemuk annya suatu spesies • Frekuensi (F) = --- Jumlah seluruh petak

Frekuensi suatu spesies

• Frekuensi Relatif (FR) = --- x 100 % Frekuensi seluruh spesies

• Indeks Nilai Penting (INP):

Semai dan Pancang INP=KR + FR

Tiang dan Pohon INP = KR + FR + DR 3.8.5.1. Keanekaragaman Spesies (Spesies Diversity)

Keanekaragaman spesies merupakan keanekaragaman sejumlah spesies dan jumlah individu dalam suatu komunitas, perhitungan menggunakan rumus Indeks Shannon-Wienner (1963) dalam Smith (1996):

s

H = - ? (pi) (log2 pi) i=1

dimana: H = indeks keanekaragaman spesies S = jumlah spesies

pi= proporsi dari jumlah contoh spesies ke- i Hmax = log2S

dimana: Hmax = keanekaragaman spesies pada kondisi equatibility maksimum S = jumlah spesies di dalam komunitas

(22)

3.8.5.2. Keseragaman Jenis Tumbuhan

Keseragaman jenis tumbuhan merupakan keseragaman spesies atau jenis tumbuhan dalam suatu komunitas, perhitungan berdasarkan rumus Simpson (1949) dalam Smith (1996):

H J’ = --- Hmax

dimana: J’ = indeks keseragaman jenis 3.8.5.3. Kesamaan Komunitas

Kesamaan komunitas diperoleh dengan membandingkan dua komunitas atau tipe vegetasi menggunakan data indeks nilai penting jenis di dalam komunitasnya. Nilai kesamaan atau kemiripan komunitas vegetasi menyatakan besarnya kemiripan dari dua tipe vegetasi, yang diperoleh dari rumus Sorensen (1948) dalam Smith (1996);

2 w

IS = --- x 100 % a + b

dimana: IS = indeks kesamaan komunitas

a = jumlah nilai penting dari komunitas A b = jumlah nilai penting dari komunitas B

w = jumlah nilai penting terkecil untuk masing- masing jenis yang sama pada kedua komunitas yang dibandingkan

3.8.6. Produksi dan Produktivitas Hijauan Pakan

Analisis produksi dan produktivitas hijauan pakan di atas tanah yang berada dalam petak pengamatan dilakukan dengan penga mbilan pemotongan sampel dalam plot ukuran 2 m x 2 m (Gambar 8), untuk sampel semai, paku-pakuan, shrubs/herbs. Rumput atau alang-alang (ukuran 1 m x 1 m). Sedangkan untuk pancang, non-woody liana, ephiphytes, pandanus dan palma plot contoh ukuran 5 m x 5 m.

Teknik sampling dengan menggunakan metode “sistematic sampling” yaitu petak contoh pertama ditentukan letaknya kemudian petak contoh berikutnya diletakkan secara sistematik. Produksi tumbuhan bawah, semai dan pancang diperoleh pada setiap petak contoh dengan cara memotong hijauan di atas permukaan tanah, kemudian menimbang dan menghitung produksi per unit luas lahan yang bersangkutan. Pengukuran produksi tiang dan pohon dilakukan

(23)

dengan menggunakan persamaan allometrik. Pengukuran produktivitas hijauan pakan (tumbuhan bawah dan semai) dilakukan pemotongan sebanyak 2 kali dengan interval 40 hari musim hujan dan 60 hari musim kemarau.

Produksi tumbuhan bawah, semai dan pancang diperoleh berdasarkan rumus; Produksi = (Kerapatan x berat basah)/luas plot. Sedangkan untuk tiang dan pohon berdasarkan luas bidang dasar pohon (B = lbds ) adalah luas penampang lintang batang, sehingga dapat dinyatakan sebagai : B = ¼πD² ; di mana D = dbh. Selanjutnya perkalian antara luas bidang dasar pohon dengan tinggi pohonnya (H) kemudian dikalikan lagi dengan nilai faktor bentuk (f), maka akan diperoleh volume (V) batang pohon tersebut, yang dapat diformulasikan sebagai : V = B.H.f.

V = volume (m3)

B = luas bidang dasar (m2) H = tinggi pohon (m) F = faktor bentuk (0,7) Produksi = (K x V)/ LP

K = kerapatan tiang atau pohon per hektar V = volume (m3)

LP = luas plot (tiang = 0,2 ha, pohon = 0,8 ha)

Gambar 8 Petak 2m x 2m dalam metode kombinasi antara jalur dan garis berpetak yang digunakan untuk pengambilan sampel produksi dengan cara memotong untuk semai, paku-pakuan, shrubs/herbs, Rumput atau alang-alang (ukuran 1 m x 1 m). Sedangkan untuk pancang, non-woody liana, ephiphytes, pandanus dan palma plot contoh ukuran 5 m x 5 m. 1 m 2 m 1 m 5 m 5 m 2 m

(24)

Pada padang rumput atau alang-alang, pengambilan sampel dengan cara memotong untuk rumput atau alang-alang di dalam plot secara nested quadrat (Gambar 9). Prosedur pengambilan contoh di lapangan (Hairiah et al. 1999) adalah sebagai berikut :

1. Pada petak sampel 40 m x 5 m, tempatkan satu (secara acak) di setiap ¼ panjang tali tengah untuk sampel 4 x ( 1 m2) atau 8 x (0,25 m2).

2. Semua rumput atau alang-alang dipotong pada petak contoh 1 m x 1 m. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam kantong besar (karung) dan dikering angin, kemudian dikeringkan di dalam oven suhu 80oC selama 48 jam.

Gambar 9 Posisi petak contoh rumput atau alang-alang (40 m x 5m).

Untuk mengukur produksi semai, paku-pakuan, semak belukar pada lahan yang ditumbuhi semak belukar, dibuat petak sampel ukuran 40 m x 5 m dengan plot 2 m x 2 m secara nested quadrat (Gambar 10).

Gambar 10 Posisi petak contoh semak belukar pada petak sampel 40 m x 5 m. 1 m 12 m 40 m 5 m 2 m 2 m 10,6 m 40 m 5 m

(25)

3.8.7. Diagram Profil Vegetasi

Salah satu bentuk dari gambaran kondisi ekologis adalah membuat suatu gambaran kondisi vegetasi. Penyajian deskripsi vegetasi dapat berupa sebuah peta vegetasi dan/atau profil vegetasi (Taufikurahman et al. 2001). Pembuatan diagram profil vegetasi dengan membuat sebuah plot ukuran 60 m x 10 m pada titik-titik koordinat yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan penguk uran diameter pohon, tinggi pohon, tinggi pohon bebas cabang, dan lebar kanopi. Pengukuran kemiringan plot dan jaraknya menggunakan kompas, Suunto Tandem dan meteran. Proyeksi hasil pengukuran pada sumbu X dan sumbu Y dari samping dan dari atas. Diagram profil vegetasi disajikan pada Gambar 22 dan Gambar 23.

3.8.8. Garam-Garam Mineral

Lokasi- lokasi pengambilan sampel tanah adalah: tebing-tebing sungai dan lantai hutan yang terletak di lereng- lereng bukit. Sampel di ambil dengan metode transek dibuat mengikuti aliran sungai dan searah dengan garis kontur. Peletakan garis transek dibuat secara purposive sampling. Analisis garam- garam mineral dilakukan bersamaan dengan analisis kesuburan tanah yang meliputi komponen: pH, C Organik, N total, P tersedia, Ca, Mg, K, dan Na dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Jenis dan metode analisis kandungan unsur hara tanah

No Jenis Analisis Metode Analisis

1 pH H2O Elektroda gelas

2 C Organik (%) Walkley dan Black

3 N total (%) Metode Kjedahl

4 P tersedia (ppm) Metode Bray I

5 Ca (me/100 g) Ekstrak NH4OAc 1 N pH7 6 Mg (me/100 g) Ekstrak NH4OAc 1 N pH7 7 K (me/100 g) Ekstrak NH4OAc 1 N pH7 8 Na (me/100 g) Ekstrak NH4OAc 1 N pH7

Sumber: Balai Penelitian Tanah Bogor 1991.

3.8.9. Analisis Daya Dukung Habitat Gajah

Analisis daya dukung lahan atau habitat gajah terhadap banyaknya gajah yang dapat ditampung di areal tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus yang dikemukan oleh Susetyo (1980).

Penghitungan daya dukung habitat dilakukan berdasarkan pada produktivitas hijauan pakan perhari, luas permukaan lahan yang ditumbuhi

(26)

hijauan pakan, proper use, dan kebutuhan hijauan sebagai pakan satwa per ekor per hari. Nilai proper use diperoleh dengan cara menetapkan nilai dari lahan atau habitat tersebut.

Daya dukung = A x B x C D Dimana :

A = produksi hijauan/hari (kg/hari) B = proper use (%)

C = luas permukaan yang ditumbuhi hijauan pakan satwa (m2) D = kebutuhan pakan satwa/ekor/hari (kg/ekor/hari)

Produksi hijauan pakan per hari diperoleh dari hasil pengukuran setiap pemanenan hijauan. Dalam penelitian ini pemanenan dilakukan pada umur 40 hari pada musim hujan dan 60 hari pada musim kemarau.

Bagian tanaman yang dapat dimakan satwa tersebut disebut proper use dan faktor yang paling berpengaruh terhadap proper use adalah keadaan tofografi lapangan karena sangat membatasi ruang gerak satwa. Dalam penelitian ini proper use yang digunakan adalah 60-70 persen.

Luas permukaan yang ditumbuhi hijauan pakan gajah merupakan luas dari masing- masing tipe vegetasi yang menyediakan pakan gajah, sedangkan kebutuhan pakan gajah merupakan kebutuhan pakan per ekor gajah per hari yang dihitung berdasarkan bobot badan. Dalam penelitian ini kebutuhan pakan adalah 10 % dari bobot badan. Bobot badan gajah Sumatera berkisar dari 2500 kg hingga 3000 kg per ekor.

3.8.10. Analisis Kepadatan Populasi Gajah

Penghitungan terhadap kepadatan populasi gajah di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode penghitungan tidak langsung. Metode ini terdiri dari:

a. Metode estimasi jumlah total kotoran yang ditinggalkan dalam satuan luas tertentu (Yanuar 2000)

b. Metode estimasi kepadatan gajah dari hasil perkalian jumlah total kotoran dengan laju urai kotoran dibagi dengan laju produksi kotoran (Dekker et al. 1991; Dawson 1993).

(27)

c. Estimasi jumlah kotoran atau kepadatan kotoran per km2 (Barnes dan Barnes 1992; Barnes 1996).

Kepadatan populasi gajah baru dapat dihitung setelah laju urai kotoran diketahui, sedangkan laju produksi kotoran gajah Sumatera, menurut Santiapillai dan Suprahman (1986) berkisar antara 16 – 18 kali per hari. Dengan demikian jumlah gajah dalam satuan kilometer persegi dapat diketahui dengan menghitung dari rumus (Dekker et al. 1991; Dawson 1993; Barnes 1996; Hedges and Lawson. 2006).

E = (N x LUK) / LPK Dimana:

E = jumlah gajah per km2 N = jumlah kotoran per km2 LUK = laju urai kotoran (hari)

LPK = laju produksi kotoran (kali/hari)

Metode estimasi kepadatan kotoran adalah ektrapolasi dari korelasi linier antara kepadatan kotoran yang sesungguhnya dengan jumlah kotoran yang ditemukan sepanjang transek (Obot et al. 2005 ; Hedges and Lawson. 2006).

Jumlah kotoran per km2 merupakan banyaknya kotoran gajah yang ditemukan dalam tiap transek penelitian. Dalam penelitian ini jumlah kotoran ditemukan di enam lokasi (Air Tenang, Air Riki, Air Senaba, Batu Ampar, Air Sabai dan Simpang Tiga). Laju urai kotoran menunjukkan berapa lama kotoran gajah terurai semuanya. Penghitungan laju urai dalam penelitian ini menggunakan hasil penelitian Rizwar et al. (2001). Sedangkan laju produksi kotoran menunjukkan berapa kali gajah menghasilkan kotoran dalam satu hari. Laju produksi kotoran gajah dalam penelitian ini sebanyak 18 kali per hari (Santiapillai dan Suprahman 1986)

3.8.11. Analisis Tekanan Penduduk dan Persepsi Masyarakat

Analisis yang digunakan untuk mengetahui tekanan penduduk terhadap kawasan habitat gajah menggunakan metode survei dengan tehnik pengamb ilan sampelnya secara purposive sampling, yaitu pada daerah yang telah ditentukan, setiap unsur mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Untuk mengidentifikasi tekanan penduduk di kawasan Seblat dilakukan secara deskriptif denga n menggunakan tabel dan diagram frekuensi,

(28)

serta tabulasi silang. Sedangkan untuk menganalisis penyebab tekanan penduduk di kawasan Seblat digunakan analisa regresi linier berganda (multiple linier

regression analysis). Koefisien tekanan penduduk dihitung dengan rumus yang

dikemukakan oleh Soemarwoto (1992).

f x Po (1+r)t TP =z x (1 – a)

ß x L Dimana:

TP = tekanan penduduk

z = luas lahan yang diperlukan untuk mendukung kehidupan pada tingkat hidup yang dianggap layak (ha/orang)

a = proporsi pendapatan dari pekerjaan nir-pertanian 0=a<1 f = fraksi penduduk yang menjadi petani 0<f=1

Po = jumlah penduduk pada waktu to (orang) r = laju pertumbuhan penduduk (%/tahun) t = waktu perhitungan (tahun)

ß = proporsi manfaat yang dinikmati oleh penduduk dari usahanya 0< ß =1 L = luas lahan pertanian (ha)

Perkiraan bahwa seorang petani membutuhkan z hektar (ha) per orang untuk kehidupan standar dimana dia merasa layak untuk hidup. Tipe tertentu telah berjalan pada sistem pertanian dalam suatu area. Nilai z akan meningkat dengan peningkatan dalam standar kehidupan, dan terutama sekali dengan meningkatnya permintaan yang disebabkan oleh gaya hidup “modern”.

TP = 2 berarti ada 2 dorongan pada penduduk untuk memperluas lahannya menjadi 2 kali lebih luas atau untuk bermigrasi sehingga kepadatan penduduk berkurang menjadi setengahnya. Biasanya dorongan untuk perluasan lahan dan bermigrasi bekerja secara simultan. Sebaiknya diusahakan agar tekanan penduduk sedekat mungkin dengan 1.

Namun demikian untuk mencegah terjadinya perambahan hutan untuk perluasan lahan, tergantung dari dua faktor utama, yakni tersedianya lahan untuk pengembangan budidaya dan tersedianya kesempatan kerja diluar sektor pertanian di kota (off-farm employment).

Tekanan penduduk tidak hanya ditentukan oleh kepadatan penduduk, melainkan juga oleh faktor lain. Dengan mengembangkan lapangan pekerjaan nir-pertanian, khususnya industri, kebutuhan luas lahan dapat dikurangi. Oleh

(29)

karena itu pada kepadatan penduduk yang tinggi pun tekanan penduduk dapat dikelola pada tingkat rendah dengan mengusahakan:

1. memperkecil kebutuhan lahan dengan menaikkan produksi atau/dan mengintroduksi jenis tanaman atau hewan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (memperkecil z).

2. mempertinggi pendapatan dari sektor nir-pertanian dengan mengindentifikasi atau menstimulasi berdirinya industri pedesaan seraya memperlancar pemasarannya (memperbesar a).

3. mengurangi jumlah petani (mengurangi f).

4. menaikkan manfaat yang diperoleh para petani dengan pemberian kredit usaha dan pendirian koperasi (memperbesar ß).

5. memperluas lahan secara terencana, apabila masih memungkinkan (memperbesar L).

6. menggiatkan keluarga berencana (menurunkan r).

Dalam analisis persepsi masyarakat terhadap konservasi gajah terutama untuk memperoleh pemahaman (insights) yang menyeluruh (whole) dan tuntas (exhaustive) mengenai aspek-aspek yang diteliti. Untuk mendapatkan informasi masyarakat digunakan jenis pertanyaan yang berhubungan dengan umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, lama bermukim, jumlah anggota keluarga, jarak tempat tinggal dari habitat gajah, dan kepedulian masyarakat terhadap konservasi gajah. Setiap pertanyaan menerapkan skala New Environment Paradigm (Arcury dan Christianson 1993). Distribusi jawaban responden untuk masing- masing respon dari variabel- variabel penelitian digunakan persentase. Sedangkan untuk mengukur pengaruh faktor kepedulian masyarakat yang berkaitan dengan pelestarian dan konservasi gajah digunakan analisis regresi (regression analysis).

3.8.12. Pemodelan Dinamika Populasi Gajah

Analisis pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera dilakukan dengan melihat variabel yang berkaitan dengan perkembangan populasi gajah. Analisis simulasi menggunakan perangkat komputer, dan untuk melihat perilaku dari model menggunakan perangkat lunak (software) berupa program Powersim AS 2.50.4.1. (Rouse dan Boff 1987; Muhammadi et al. 2001).

(30)

Penyusunan pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera untuk mengetahui existing condition dari tutupan lahan habitat gajah, adanya aktivitas dari tekanan penduduk dan persepsi masyarakat pada kawasan habitat gajah, dan populasi gajah yang masih exist. Pendekatan sistem ditandai dengan dua hal, yaitu mencari semua faktor penting yang ada untuk menyelesaikan masalah dan membuat model kuantitatif untuk membantu mengambil keputusan secara rasional. Pendekatan sistem dilakukan melalui beberapa tahap yaitu; analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem dan evaluasi. Suatu model simulasi diperlukan untuk mengetahui perkembangan populasi dengan urutan sebagai berikut: 1) identifikasi sistem, 2) konseptual model, 3) penyusunan model simulasi, 4) analisis simulasi model, dan 5 ) analisis sensitivitas

Identifikasi sistem pada pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera di presentasikan dalam bentuk diagram lingkar (causal loop). Diagram causal loop memberikan gambaran hubungan yang ada dalam setiap variabel. Identifikasi sistem pada pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera didasarkan adanya elemen-elemen yang terdapat di habitat yang mempengaruhi perkembangan populasi gajah. Elemen-elemen tersebut diantaranya ketersediaan hijauan pakan (komposisi jenis vegetasi, produksi dan produktivitas hijauan pakan), kondisi topografi (ketinggian tempat dan kelerengan tempat), ketersediaan cover, adanya sumber air/kubangan, dan adanya tekanan penduduk dan persepsi masyarakat pada kawasan habitat gajah. Faktor internal seperti kelahiran, kematian dan ratio jantan-betina, dan penyakit juga akan mempengaruhi perkembangan populasi gajah.

Variabel-variabel yang terlibat dalam membangun diagram causal loop merupakan variabel penentu jalannya sistem yang menunjukkan akumulasi energi, materi dan informasi dari sistem,serta proses transformasi input menjadi output. Komponen utama yang mempengaruhi dinamika populasi gajah adalah populasi gajah atau kepadatan gajah, jumlah hijauan pakan gajah, dan masyarakat (jumlah penduduk), serta luas habitat gajah. Variabel lain yang membangun causal loop dinamika populasi gajah di antaranya variabel kelahiran, kematian gajah (mati alami dan mati perburuan), rasio ketersediaan pakan gajah, kebutuhan hijauan

(31)

pakan gajah, perburuan, tekanan terhadap habitat gajah, laju pertambahan penduduk, kebutuhan luas lahan pertanian, tingkat pendidikan masyarakat, kelahiran dan kematian masyarakat, dan persepsi masyarakat.

Tahap pembuatan konseptual model dinamika mencakup pandangan yang lebih teliti terhadap struktur sistem. Konseptual model tersebut juga dapat digunakan untuk mengetahui dengan jelas faktor- faktor yang berpengaruh dalam sistem. Pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera menggambarkan interaksi antara komponen populasi gajah, ketersediaan hijauan pakan gajah, dan komponen masyarakat.

Penyusunan model simulasi merupakan tindak lanjut dari tahap pembuatan konseptual model. Model konseptual disusun menjadi model simulasi. Model dibuat dalam bentuk kode-kode yang dapat dimasukkan ke dalam perangkat lunak komputer dengan menggunakan program Powersim AS 2.50.4.1. Model simulasi dinamika populasi gajah dibangun setelah mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang mekanisme sistem yang dikaji. Hubungan antara variabel akan dipresentasikan dalam persamaan matematik. Variabel, parameter dan konstanta akan ditentukan terlebih dahulu sebelum menyusun persamaan matematik.

Simulasi model merupakan suatu pendekatan masalah dengan menggunakan model- model. Simulasi model dilakukan dengan menggunakan komputer untuk menentukan bagaimana peubah dalam model berperilaku terhadap waktu. Proses simulasi berlangsung dengan menggunakan dasar perhitungan dan hubungan matematika yang telah diformulasikan pada model, dan menghasilkan gambaran perubahan setiap peubah, pada jangka dan tahapan waktu yang ditetapkan atau diinginkan.

Analisis sensitivitas dalam evaluasi model bertujuan untuk menentukan tingkat respon atau sensitivitas perilaku model yang dibuat apabila dilakukan perubahan komponen-komponen penyusun model. Pemodelan dinamika populasi gajah di kawasan habitat gajah, analisis sensitivitasnya dilakukan dengan cara diadakan perubahan terhadap kebutuhan hijauan pakan setiap gajah.

(32)

3.8.13. Struktur Pemodelan Dinamika Populasi Gajah Sumatera

Pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera di kawasan PLG Seblat memberikan gambaran mengenai perkembangan jumlah populasi gajah setiap tahunnya. Pemodelan dinamika populasi gajah menggambarkan interaksi antara komponen populasi gajah, ketersediaan hijauan yang merupakan pakan gajah dan komponen masyarakat. Masing- masing komponen mempunyai gugus formula sendiri-sendiri, namun saling terkait antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu pemodelan dinamika populasi gajah disusun dalam tiga sub model di antaranya sub model populasi gajah, sub model hijauan pakan gajah dan sub model masyarakat.

Antara sub model penyusun model saling berhubungan dan saling mempengaruhi antara ketiga sub model tersebut. Sub model populasi gajah mempunyai hubungan timbal balik dengan sub model hijauan pakan gajah, artinya sub model populasi gajah akan mempengaruhi sub model hijauan pakan gajah dan begitu juga sub model hijauan pakan gajah juga mempengaruhi sub model populasi gajah. Sub model masyarakat akan mempengaruhi sub model populasi gajah yaitu dengan adanya tingkat perburuan terhadap gajah. Demikian juga sub model masyarakat akan mempengaruhi sub model hijauan pakan gajah yaitu tekanan penduduk (masyarakat) dan persepsi masyarakat yang ada disekitar kawasan PLG Seblat. Gambaran hubungan antara ketiga sub model penyusun pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera disajikan pada Gambar 11.

a. Sub Model Populasi Gajah

Sub model populasi gajah menggambarkan dinamika jumlah gajah Sumatera yang ada di kawasan PLG Seblat. Menurut Dephutbun (2000) populasi

Populasi Gajah Sumatera

Hijauan Pakan Gajah

Masyarakat

(33)

gajah liar 100-200 ekor, dengan asumsi 65% dari populasi merupakan gajah produktif,sex ratio 1:1, dan gajah betina melahirkan 1 ekor anak tiap 4 tahun (Sukumar 1989). Diharapkan jumlah perkembangan gajah liar maximum per tahun sebanyak (60/100 x 100):2:4 = 8 ekor, hal ini dengan kondisi habitat yang ideal (kualitas dan kuantitas).

Perkembangan populasi gajah secara alami dipengaruhi oleh angka kelahiran dan kematian. Besarnya kelahiran gajah setiap tahunnya dipengaruhi oleh variabel persen betina siap bunting, persen gajah betina, persen kelahiran, ratio ketersediaan hijauan pakan dan hijauan pakan gajah, serta kebutuhan hijauan pakan. Demikian juga kematian gajah yang ada di kawasan PLG Seblat disebabkan oleh kematian alami, perburuan oleh masyarakat dan predator. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disusun sub model dinamika populasi gajah di kawasan PLG Seblat seperti disajikan pada Gambar 12.

Hasil_berburu Mati_perburuan Populasi_gajah Persen_hidup_dewasa Populasi_gajah_betina Betina_siap_bunting Kebutuhan_hijauan_gajah Kebutuhan_hijauan_per_ekor Hijauan_pakan_gajah Populasi_gajah Rasio_ketersediaan_hijauan Tumbuh_dewasa Persen_mati_alami Mati_alami Persen_gajah_betina Persen_betina_siap_bunting Persen_kelahiran Kelahiran_gajah

Gambar 12 Sub model populasi gajah.

b. Sub Model Hijauan Pakan Gajah Sumatera

Sub model hijauan pakan gajah memberikan gambaran perkembangan jumlah hijauan yang ada di kawasan PLG Seblat yang memiliki luas 6.865 ha. Banyaknya hijauan pakan gajah yang ada di kawasan PLG Seblat tergantung dari produktivitas hijauan dan pengurangan jumlah hijauan yang disebabkan oleh

(34)

konsumsi (konsumsi gajah dan konsumsi rusa), dan konversi hijauan yang dilakukan masyarakat yang ada disekitar kawasan PLG Seblat, serta hijauan mati secara alami.

Besarnya produksi hijauan pakan gajah di kawasan PLG Seblat dipengaruhi oleh luas lahan efektif, produksi hijauan per hektar dan proper use. Banyaknya konsumsi hijauan pakan oleh gajah sangat ditentukan oleh besarnya populasi yang hidup dan kebutuhan hijauan per ekor gajah di kawasan tersebut. Sukumar (2003) menyatakan bahwa kebutuhan hijauan pakan per ekor per hari 10% dari bobot badan atau sekitar 250 kg-300 kg per ekor per hari. Gambar sub model hijauan pakan gajah di kawasan PLG Seblat disajikan pada Gambar 13.

Perubahan_lahan Lahan_kosong Populasi_gajah Hijauan_mati Produksi_hijauan_per_hektar Produksi_hijauan_per_hektar Lahan_efektif Luas_ahan Persen_lahan_efektif Proper_use Hijauan_pakan_gajah Produksi_hijauan Konsumsi Konversi_masyarakat Kebutuhan_hijauan_per_ekor Kebutuhan_per_ekor_rusa Rusa Persen_hijauan_mati Konsumsi_rusa Hijauan_terkonversi Tekanan_penduduk

Gambar 13 Sub model hijauan pakan gajah.

c. Sub Model Masyarakat

Sub model masyarakat memberikan gambaran dinamika masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan PLG Seblat, yang mempunyai pengaruh terhadap kondisi habitat, perkembangan populasi gajah dan hijauan pakan gajah yang tumbuh di kawasan PLG Seblat. Sub model masyarakat tersebut terdiri atas variabel jumlah penduduk yang tinggal di sekitar kawasan tersebut, yang besarnya dipengaruhi oleh kelahiran dan kematian, variabel jumlah petani dan tingkat pendidikan masyarakat serta pastisipasi masyarakat. Banyaknya anggota

(35)

masyarakat yang menjadi petani akan mempengaruhi jumlah kelompok petani. Tekanan penduduk dipengaruhi oleh jumlah petani, laju pertambahan penduduk, proporsi manfaat dari usaha tani, proporsi pendapatan dari non tani dan luas lahan pertanian. Gambar sub model masyarakat di sekitar kawasan PLG Seblat disajikan pada Gambar 14. Jumlah_anggota_kelompok Persen_anggota_masyarakat_pemburu Jumlah_kelompok Kematian Jumlah_pemburu Kelahiran Fraksi_TP KL A LP JAK Tekanan_penduduk Umur JAR Frekuensi_berburu persen_tekanan_penduduk Pengkonversi_hijauan Total_penduduk Laju_kelahiran Laju_kematian Hasil_berburu Masyarakat_yang_sekolah Persen_pendidikan_masyarakat Fraksi_persepsi Tpn Lama_bermukim Persepsi_masyarakat

Gambar 14 Sub model masyarakat. 3.9. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat adalah suatu kawasan pelestarian yang mempunyai ekosistem asli, dimanfaatkan sebagai habitat gajah dan satwaliar lainnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan no 658/Kpts-II/1995.

b. Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara alami

c. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya

(36)

d. Sistem adalah suatu gugus dari elemen atau komponen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan

e. Pendekatan sistem adalah untuk suatu analisis terhadap kinerja suatu sistem yang seharusnya agar dapat memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan di mana kriteria jalannya sistem yang spesifik untuk mencapai suatu optimasi sehingga output yang spesifik dapat ditentukan.

f. Model adalah suatu abstraksi dan penyederhanaan dari suatu sistem yang sesungguhnya.

g. Pemodelan adalah suatu rancangan model sistem sebagai alat penunjang keputusan untuk meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan habitat gajah dan implementasi kebijakan pelestarian satwa.

h. Simulasi model adalah suatu aktivitas di mana pengkaji atau pengguna (user interface) dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem berdasarkan skenario, melalui penelaahan perilaku model yang selaras, di mana hubungan sebab akibat seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya.

i. Pemodelan dinamika sistem adalah suatu rancangan model sistem untuk menjelaskan suatu keadaan yang heterogen di mana peubah-peubahnya mengandung faktor waktu sehingga bersifat dinamis.

j. Tekanan penduduk merupakan gaya/kekuatan yang mendorong penduduk desa untuk memperluas lahan garapannya atau untuk bermigrasi guna mencari sumber pendapatan baru.

k. Koefisien tekanan penduduk menunjukkan besarnya gaya/kekuatan yang mendorong penduduk untuk memperluas lahannya atau bermigrasi tersebut.

l. Persepsi merupakan proses yang digunakan oleh seseorang individu untuk memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan masukan- masukan informasi guna menciptakan gambaran yang memiliki makna.

m. Source adalah sumber dari materi yang tidak didefinisikan. n. Sink adalah tempat mengalirnya materi yang tidak didefinisikan.

(37)

o. Level adalah akumulasi dari suatu materi yang mencerminkan kondisi atau keadaan (state) sistem pada titik waktu tertentu.

p. Flow adalah aliran materi yang menjadi indikasi aktivitas dalam sistem dari atau yang atau keluar level; atau dari source dan ke sink.

q. Auxilary adalah pengkonversi input menjadi output melalui suatu proses yang dapat diperhitungkan, dapat mewakili materi maupun informasi. r. Constant adalah suatu nilai tertentu yang tidak mengalami perubahan atau

perubahannya kecil sehingga dianggap tetap selama sistem bekerja dan menjadi bagian yang berpengaruh terhadap kinerja variabel lain.

s. Connector adalah alur informasi yang menghubungkan antar level ke

auxilary, level ke flow, antar flow, auxilary ke flow, antar auxilary, constant ke flow, atau constan ke auxilary.

Gambar

Gambar  3   Peta  lokasi  penelitian kawasan  HPT PLG  Seblat .
Gambar  4   Diagram  alir  metode  penelitian.
Gambar  6   Tatalaksana   penelitian.
Tabel  5  Variabel dan sumber informasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang peran perempuan pengrajin bambu dalam meningkatkan ekonomi keluarga dengan memanfaatkan potensi

Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk menyesuaikan be­ sarnya harga pekerjaan bangunan dengan keadaaan dewasa ini dan mengatur dengan pasti besarnya uang pengganti biaya pembuatan

Dari penelitian yang dilakukan, tentang Kemandirian pemenuhan kebutuhan Activity Daily Living pada penderita stroke di Poli Syaraf Rumah Sakit Abdoer Rahem Situbondo

Untuk mengetahui kemampuan Fuzzy Kohonen Clustering Network dalam pengenalan pola tanda tangan maka dilakukan pengujian, yang datanya diambil diluar data pelatihan

Cerita ini mengemukakan tema keberanian luar biasa seorang raja yang bernama Indera Nata dalam usaha mencari gajah bergadingkan emas dan menyelamatkan tujuh orang

Semakin tinggi kerapatan gulma, maka semakin besar pula penekananya terhadap produksi tanaman dan semakin lama gulma tumbuh bersama dengan tanaman pokok maka semakin banyak

Setelah itu admin pilih menu data biaya operasional jalan dan sistem akan menampilkan form input biaya operasional jalan kemudian admin mengisi data tersebut dengan

Yang berarti bahwa apabila terjadi kenaikan permintaan output sektor-sektor ekonomi lainnya ekonomi lain sebesar 1 unit satuan, maka akan meningkatkan penggunaan sektor