• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Stelsel Aktif Pada Pelayanan Administrasi Kependudukan di Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Nias

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Kebijakan Stelsel Aktif Pada Pelayanan Administrasi Kependudukan di Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Nias"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Salah satu unsur berdirinya suatu negara adalah rakyat atau penduduk

yang tinggal dan berdomisili tetap di wilayah negara tersebut sebagaimana

disepakati dalam Konvensi Montevideo Tahun 1933.1 Sehingga eksistensi

penduduk dalam suatu negara menjadi vital karena secara konkret rakyatlah yang

memiliki kepentingan agar negara itu dapat berjalan baik.

Penduduk suatu negara dapat dibedakan atas penduduk sebagai warga

negara dengan penduduk bukan sebagai warga negara. Penduduk warga negara

adalah mereka yang berdasarkan hukum merupakan anggota dan memiliki

kewajiban yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam

negara. Sedangkan penduduk bukan warga negara adalah warga negara asing yang

berada diwilayah suatu negara untuk jangka waktu tertentu. Perbedaan-perbedaan

ini menimbulkan suatu akibat yang sangat erat dengan hak dan kewajiban.

Hak dan kewajiban warga negara tersebut terkait dengan pelayanan

administrasi kependudukan yang merupakan salah satu bentuk pelayanan publik

yang wajib disediakan pemerintah. Untuk lebih mengoptimalkan

penyelenggaraannya, salah satu terobosan yang dilakukan oleh pemerintah di era

reformasi, adalah dengan menyerahkan kewenangan penyelenggaraan pelayanan

administrasi kependudukan kepada daerah. Pendelegasian kewenangan tersebut

1

(2)

dilaksanakan dengan memperhatikan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan

efisiensi serta memperhatikan hubungan antar susunan pemerintah baik itu urusan

wajib dan urusan pilihan.

Hanya saja, sejak dulu penyelenggaraan pelayanan publik di bidang

kependudukan telah menjadi sorotan publik terkait dengan pelayanan itu sendiri

yang sering dianggap memakan waktu yang lama (tidak tepat waktu), disinyalir

rawan pungutan liar, administrasinya yang belum tertata baik, dan sebagainya.

Secara umum, hal ini tidak terlepas dari iklim birokrasi yang terbangun sejak

masa orde baru dimana pada masa itu birokrasi lebih berperan sebagai abdi

penguasa dibandingkan sebagai abdi negara sehingga berdampak pada rendahnya

pelayanan kepada masyarakat.2 Birokrasi menjadi tidak responsif terhadap

kebutuhan masyarakat dan terkesan lamban dalam menyikapi setiap perubahan

yang terjadi di masyarakat.

Kesan negatif terhadap pelayanan publik tersebut dapat dilihat misalnya

seperti yang terjadi di Propinsi DKI Jakarta. Pada Tahun 2011, Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta memberi penilaian terhadap pelayanan

pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) yang masih jauh

dari harapan publik. “Masih ada keluhan-keluhan masyarakat, lambatnya

pelayanan penerbitan KTP dan KK di setiap kelurahan di seluruh Jakarta,"

ungkap Wakil Ketua DPRD DKI Lulung Lunggana, saat membacakan

2Lihat M. Mas‟ud Said,

(3)

rekomendasi DPRD terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Gubernur.3

Fakta lainnya terlihat dalam sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh

Kompas terhadap dua belas kota besar di Indonesia, terungkap bahwa persentase

responden di Medan, Pontianak, dan Banjarmasin yang merasa bahwa pelayanan

pengurusan KTP sudah baik atau lebih baik di ketiga kota tersebut jauh lebih

rendah dibandingkan kota-kota lain. Di Medan misalnya, persentase responden

yang merasa pengurusan KTP saat ini jauh lebih baik hanya 28 persen. Persentase

ini sejalan dengan rendahnya tingkat kepuasan responden terhadap layanan publik

dalam pengurusan KTP dan KK yang hanya 40 persen. Sebaliknya, persentase

yang tidak puas mencapai 56 persen.4

Di samping itu, permasalahan administrasi kependudukan telah menjadi

isu nasional yang memberikan pengaruh besar pada kegiatan-kegiatan rutin

berskala nasional lainnya. Salah satunya adalah penyusunan daftar pemilih yang

menjadi bagian penting dari perhelatan pesta demokrasi lima tahunan di negara

kita, pemilihan umum. Menjelang pemilu, daftar pemilih selalu bermasalah.

Pemerintah dianggap sebagai pihak yang bertanggungjawab terkait masalah

tersebut karena bahan mentah pemutakhiran dan penetapan daftar pemilih berasal

dari daftar pemilih potensial yang diserahkan pemerintah melalui Departemen

Dalam Negeri ke Komisi Pemilihan Umum. Dalam kasus ini, ketidakberesan tata

kelola administrasi kependudukan dituding sebagai penyebabnya.

3

Urus KTP di Jakarta Lama Banget..., url: http://megapolitan.kompas.com edisi tanggal 29 April 2011; diakses tanggal 15 Februari 2016

4

(4)

Pelayanan administrasi kependudukan semakin menemui tantangannya

jika melihat angka jumlah penduduk Indonesia terhitung 31 Desember 2010

mencapai 259.940.857. Jumlah ini terdiri atas 132.240.055 laki-laki dan

127.700.802 perempuan, sebagai hasil pendataan penduduk oleh Kementerian

Dalam Negeri. Dari pendataan tersebut, Gamawan Fauzi (Menteri Dalam Negeri

saat itu) memperkirakan terdapat sekitar 9 juta penduduk yang memiliki Nomor

Induk Kependudukan (NIK) ganda.5 Belum lagi jika berbicara mengenai seberapa

banyak penduduk Indonesia yang belum memiliki dokumen penting

kependudukan seperti Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga maupun akta-akta

pencatatan sipil seperti akta kelahiran dan akta perkawinan.

Beberapa waktu yang lalu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty mengatakan bahwa laju

pertumbuhan manusia Indonesia saat ini mencapai 1,49 persen tiap tahun dari

jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 4,5 juta jiwa. Menurutnya pertambahan

penduduk demikian setara dengan jumlah penduduk negara Singapura.6

Mencermati keadaan tersebut, tentunya akan memunculkan tuntutan untuk

menghadirkan pelayanan administrasi kependudukan yang baik dan dapat

menjangkau seluruh lapisan warga negara, di desa maupun di kota, bahkan sampai

ke daerah pedalaman dan perbatasan negara.

Salah satu persoalan yang dianggap memperlambat pelayanan

administrasi kependudukan dan catatan sipil adalah Pasal 3 dan Pasal 4

5

Jumlah Penduduk Indonesia 259 Juta, url: http://nasional.kompas.com edisi 19 September 2011; diakses tanggal 16 Februari 2016.

6

Mengkhawatirkan, Angka Kelahiran di RI Tiap Tahun Setara Jumlah Penduduk Singapura, url:

(5)

Undang Nomor 23 Tahun 2006 yang menyebutkan bahwa warga negara Indonesia

baik yang berdomisili di dalam maupun berada di luar wilayah Republik

Indonesia diwajibkan melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting

yang dialaminya kepada Instansi Pelaksana Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan

Sipil. Dengan kata lain, terlayaninya seorang warga negara Indonesia terkait

administrasi kependudukan dan pencatatan sipil adalah sangat tergantung pada

sejauhmana yang bersangkutan aktif melaporkan. Hanya saja selama ini terlihat

betapa rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan sekaligus mencatatkan

perihal peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya. Juga

masih banyak warga negara yang masih belum memahami benar betapa

pentingnya dokumen kependudukan serta bagaimana prosedur serta persyaratan

yang harus dipenuhi dalam melaporkan dan mencatatkan peristiwa kependudukan

yang dialaminya. Disisi yang berbeda, aparatur pelaksana pelayanan sebagai

bagian dari pemerintah hanya berkewajiban mencatat setiap pelaporan dimaksud

sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku.

Masih banyaknya warga negara yang belum terlayani mendapat respon

dari Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Yayasan Kampus Diakonia Modern, dan

Yayasan Elsafan, dan beberapa lembaga independen lainnya dengan mengajukan

Permohonan Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan ke Mahkamah Konstitusi. Para pemohon

memasalahkan adanya frasa dalam Penjelasan Umum UU 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan yang terdapat pada alinea kesepuluh, kalimat ketiga.

(6)

menganutstelsel aktif bagi Penduduk”. Menurut para pemohon, proses pembuatan

akta kelahiran seharusnya negara bertanggung jawab penuh, tidak hanya sampai

pada proses pembuatan kebijakan (beleid) semata. Karena itulah para pemohon

berpendapat pemerintah telah salah dan mengabaikan hak konstitusional dan hak

asasi atas akta kelahiran karena justru membebankan tanggung jawab pembuatan

akta kelahiran di tangan warga negaranya. Namun dengan pertimbangannya, MK

memutuskan bahwa suatu kewajaran di samping ada kewajiban negara untuk

mencatat juga ada kewajiban warga negara untuk melaporkan peristiwa penting

kependudukan tersebut. Dengan demikian bukan merupakan kewajiban yang

mengada-ada manakala pilihan kebijakan di dalam undang-undang tersebut (UU

Administrasi Kependudukan) menganut asas stelsel aktif.7

Untuk menjawab tantangan yang sedang dihadapi dan sekaligus

memberikan solusi bagi beragam keluhan masyarakat terkait pelayanan

administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, pemerintah telah melakukan

sejumlah penyempurnaan dalam penyelenggaraan pelayanan administrasi

kependudukan yang salah satunya adalah dengan menetapkan Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2006 tentang Administrasi Kependudukan. Terbitnya peraturan

perundang-undangan tersebut merupakan era baru pelayanan publik dibidang administrasi

kependudukan yang mana tujuan utama dari perubahan undang-undang dimaksud

adalah untuk meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan

7

Lebih lanjut dapat dibaca dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-XI/2013. Berita tersebut juga dimuat dalam Asas “Stelsel Aktif” dalam UU Adminduk Tidak Bertentangan dengan

(7)

kepada masyarakat, menjamin akurasi data kependudukan dan ketunggalan NIK

serta ketunggalan dokumen kependudukan.

Salah satu penyempurnaan penting dalam Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2013 adalah terkait prinsip stelsel aktif yang ditujukan kepada pemerintah

dalam mencatat peristiwa kependudukan. Undang-undang yang efektif

diberlakukan sejak tahun 2014 tidak lagi mewajibkan penduduk Indonesia

melaporkan peristiwa penting dan perubahan status kependudukan seperti

kelahiran, kematian, status pernikahan dan pindah alamat tetapi pemerintahlah

yang diwajibkan menghampiri penduduk untuk mencatatkan setiap perubahan

status kependudukan.8

Sebagai salah satu daerah otonom, Kabupaten Nias yang merupakan

bagian dari Propinsi Sumatera Utara dan dibentuk berdasarkan Undang-Undang

Darurat Nomor 7 Tahun 1956 tetang Pembentukan Daerah Otonom

Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara, menempatkan

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai sebuah organisasi perangkat

daerah yang dibentuk untuk membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan

urusan wajib otonomi daerah di bidang kependudukan dan catatan sipil.

Selain mengemban amanah konstitusional, Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kabupaten Nias juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari

kesatuan Pemerintah Kabupaten Nias dalam mewujudkan Visi Kabupaten Nias

Tahun 2011 – 2016 yaitu “Mewujudkan Masyarakat Yang Berkeadilan,

8

Lihat 2014, Pemerintah Jemput Bola Layani Administrasi Kependudukan, url:

(8)

Sejahtera dan Mandiri di Kabupaten Nias Yang Nyaman Didiami, Karena

Dilayani Oleh Pemerintah Yang Bersih dan Responsif”.

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias dalam

kapasitasnya sebagai Instansi Pelaksana dan penyelenggara pelayanan

administrasi kependudukan tentunya melaksanakan tugas dan fungsinya dengan

berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan yang

disediakan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dirasakan masih belum

menyentuh seluruh penduduk Kabupaten Nias jika melihat salah satu data yang

dilansir Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias sebagai berikut:

Tabel I. 1. Perkembangan Akta Kelahiran yang Dikeluarkan Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias 2010 - 2013

Trend of Birth Certificate Printed Out By Subdistrict in Nias Regency 2010 - 2013

Data diatas menyebutkan bahwa terdapat 24.147 akta kelahiran yang

(9)

mencatat jumlah penduduk Kabupaten Nias sebanyak 133.388 jiwa9. Data ini

memperlihatkan bahwa masih banyaknya penduduk Kabupaten Nias yang masih

belum memiliki akta kelahiran.

Sedangkan data yang tercantum dalam Laporan Keterangan

Pertanggungjawaban Bupati Nias Tahun 2014 urusan Kependudukan dan Catatan

Sipil menyebutkan bahwa dari 171.102 jiwa penduduk Kabupaten Nias, baru

42.907 jiwa yang memiliki akta lahir dan 65.952 penduduk yang telah mengurus

dan memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el). Terdapat juga 29.982

keluarga yang telah memiliki Kartu Keluarga (KK).

Faktor geografi dan topografi wilayah Kabupaten Nias yang pada

umumnya pegunungan juga turut memberi pengaruh dalam pemenuhan pelayanan

administrasi kependudukan kepada masyarakat. Faktor ini tidak didukung dengan

tersedianya akses jalan yang baik bagi beberapa wilayah kecamatan dan desa.

Demikian halnya dengan lokasi Kantor dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Kabupaten Nias yang sampai saat ini masih berada di wilayah Kota Gunungsitoli

pasca pemekaran wilayah Kabupaten Nias menjadi beberapa daerah otonom pada

tahun 2009. Lokasi ini dirasakan jauh oleh warga masyarakat dari beberapa

kecamatan. Sehingga masyarakat tersebut enggan meluangkan waktunya untuk

mengurus administrasi kependudukan. Betapa berat bagi mereka untuk

mengorbankan waktu mengolah lahan pertanian atau menyadap getah karet hanya

untuk mengurus administrasi kependudukan. Keadaan inilah yang pada akhirnya

9

(10)

dapat menstimulus munculnya paktek-praktek percaloan dalam mengurus

dokumen kependudukan.

Dengan mulai diberlakukannya prinsip stelsel aktif dalam pelaksanaan

pelayanan administrasi kependudukan sejak tahun 2014, tentu menuntut seluruh

Instansi Pelaksana untuk mengadopsi dan mengimplementasikan perubahan gaya

pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat. Mencermati perihal

yang telah diuraikan diatas, penelitian ini hadir sebagai upaya untuk mengkaji dan

mendeskripsikan implementasi kebijakan stelsel aktif pada pelayanan administrasi

kependudukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias serta

mengkaji dan menelaah beragam faktor-faktor yang memberi pengaruh dalam

implementasi kebijakan tersebut.

1. 2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah bagaimana implementasi kebijakan stelsel aktif pada pelayanan

administrasi kependudukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013

di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias?.

1. 3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan implementasi kebijakan stelsel

aktif pada pelayanan administrasi kependudukan di Dinas Kependudukan

(11)

Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2006 tentang Administrasi Kependudukan.

2. Untuk menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor yang menjadi

penghambat pelaksanaan kebijakan stelsel aktif pada pelayanan administrasi

kependudukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias.

1. 4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari pelaksanaan penelitian mengenai implementasi

stelsel aktif dalam pelayanan administrasi kependudukan pada Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi

terhadap upaya memperkaya kajian tentang implementasi kebijakan publik

yang berkaitan dengan pelayanan publik yang bersifat stelsel aktif khususnya

pelayanan di bidang administrasi kependudukan

2. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan manfaat praktis kepada:

a. Bagi penulis, penelitian ini merupakan upaya untuk meningkatkan dan

merepresentasikan kemampuan akademik dalam wujud penulisan karya

ilmiah dengan menerapkan konsep dan teori yang diperoleh selama

mengikuti perkuliahan pada Magister Studi Pembangunan Universitas

Sumatera Utara;

b. Bagi Pemerintah Kabupaten Nias, hasil penelitian ini dapat bermanfaat

(12)

yang terkait bidang pelayanan administrasi kependudukan sehingga dapat

menjadi referensi dalam meningkatkan kinerja pelayanan publik.

c. Bagi pihak lain, terutama rekan-rekan mahasiswa dan peneliti, hasil

penelitian ini dapat memperkaya wawasan dan informasi mengenai

implementasi kebijakan stelsel aktif pada pelayanan administrasi

Gambar

Tabel I. 1. Perkembangan Akta Kelahiran  yang Dikeluarkan Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias 2010 - 2013 Trend of Birth Certificate Printed Out By Subdistrict in Nias  Regency 2010 - 2013

Referensi

Dokumen terkait

Adapun informan dalam peneltian ini yaitu seseorang yang pernah berprofesi sebagai seorang preman kemudian memiliki keyakinan diri untuk menjadi lebih baik. Metode yang

disampaikan oleh penutur dapat diterima pihak lain dengan baik tanpa ada perbedaan persepsi tentang pesan yang disampaikan. Namun, tantangan terbesar dalam

Studi in vitro dan i n silico Citrulline Sebagai Agen Kokemoterapi Doxorubicin Pada Sel Kanker Payudara T47D.. Di Bawah Bimbingan Nunuk Aries Nurulita Dan

standard, naturalized species – exotic species that have adapted and grow and multiply as if they are native – are also considered as native if it is proven that they do not

Penelitian ini dilatarbelakangi karena kurangtepatnya pendistribusian beras miskin di Desa Neglasari Kecamatan Pamarican. Metode penelitian ini adalah metode

Berdasarkan hasil observasi bahwa hambatan yang dihadapi berupa kurang disiplin dalam pelaksanaan brifing dan masih minimnya tempat dan jarak untuk melaksanaan

Pengklasifikasian pada tumbuhan memiliki tujuan dan manfaat. Klasifikasi tumbuhan merupakan suatu cara sebagai pembentukan kelas-kelas, kelompok, atau unit melalui

Sumber Andalan Mandiri PT SAM (Sumber Andalan Mandiri) bergerak di bidang pekerjaan kontraktor. PT SAM mepunyai misi dan visi ingin menjadi perusahaan berskala