• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh IAA dan BAP Terhadap Induksi Tunas Mikro Dari Eksplan Bonggol Pisang Kepok (Musa paradisiaca L) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh IAA dan BAP Terhadap Induksi Tunas Mikro Dari Eksplan Bonggol Pisang Kepok (Musa paradisiaca L) Chapter III V"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan UPT. Benih Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan November 2016 sampai dengan Januari 2017.

Bahan dan Alat Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan bahan tanam dari bonggol pisang Kepok. Komposisi media yang digunakan larutan stok media MS sebagai media tumbuh tanaman dengan IAA dan BAP sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan. Bahan penyusun media lainnya, agar, akuades steril, dan bahan lainnya yang mendukung penelitian ini.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), botol kultur, autoklaf, timbangan analitik, rak kultur, hot plate dengan magnetik stirer, erlenmeyer, gelas ukur, kaca tebal, pipet ukur, pinset, gunting, scalpel, lampu bunsen, pH meter, oven, aluminium foil, kompor gas, mikropipet, tip, pipet tetes, dan alat-alat lainnya yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan dua faktor perlakuan yaitu :

(2)

I4

Faktor II : Penambahan BAP dalam media dengan 4 taraf : 4 mg/l IAA

Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut: : 8 mg/l BAP Model rancangan adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ε

i = 1,2,3,4 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3…9 ijk

Yijk

µ = Nilai tengah umum

= Nilai pengamatan unit percobaan pada perlakuan IAA ke-i, perlakuan BAP ke-j, dan ulangan ke-k

(3)

βj = Pengaruh BAP ke-j

(αβ)ij = Nilai tambah pengaruh interaksi IAA ke-i dan pengaruh BAP ke-j εijk = Galat percobaan

Jika perlakuan (konsentrasi IAA, konsentrasi BAP ) berbeda nyata dalam

sidik ragam maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada α = 5%

(4)

PELAKSANAAN PENELITIAN Sterilisasi Alat-Alat

Sebelum semua alat-alat disterilisasi dan alat-alat kaca digunakan untuk kultur in vitro maka terlebih dahulu dicuci dan dikeringkan. Kemudian bungkus tabung

dengan plastik tahan panas atau letakkan pada rak tabung, sedangkan untuk botol biasanya bisa langsung diletakkan pada autoklaf. Disterilkan tabung/botol dengan autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 17,5 psi selama 60 menit. Setelah itu sterilkan secara kering tabung/botol di dalam oven pada suhu 150o

Pembuatan Media

C selama 1-2 jam.

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Murashige dan Skoog (MS). Larutan hormon IAA dan BAP, Larutan stok hormon masing-masing

dibuat 100mg/100ml. Kemudian Media yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak `4 liter untuk 144 botol kultur dengan bahan media yaitu gula 120 gr, Agar powder 24 gr, MS powder 17,2 gr/l yang sudah ditimbang. Lalu dimasukkan kedalam wadah yang sudah berisi air steril lalu media di masak sampai mendidih. Setelah mendidih media dimasukkan kedalam botol kultur yang sudah berisi hormon IAA dan BAP, Lalu ditutup botol dengan menggunakan penutup botol kultur plastik, Setelah itu dilakukan sterilisasi media.

Pengambilan Bahan Tanaman

(5)

ujung tunas, Kupas seludang dan iris bonggol hingga ke inti sampai di peroleh jaringan berbentuk kubus dengan volume 2 cm.

Eksplan yang digunakan dapat berukuran sangat kecil seperti kelompok sel sampai ukuran cukup besar yang sudah membentuk organ. Eksplan yang berukuran besar mudah terkontaminasi, sedangkan eksplan yang berukuran kecil tingkat pertumbuhannya lebih rendah. Stover dan Simmonds (1987) berpendapat bahwa ukuran eksplan yang baik untuk perbanyakan pisang secara in vitro adalah berkisar antara 0.2 cm – 0.6 cm.

Sterilisasi Bahan Tanaman di Laboratorium

(6)

Persiapan Ruang Tanam

Seluruh permukaan laminar air flow cabinet sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu dengan di lap menggunakan alkohol 96% lalu di sterilkan dengan sinar Ultra Violet selama 1 jam sebelum proses penanaman dilakukan. Semua alat dan bahan yang akan dipakai harus disemprot dengan alkohol 96% dan beberapa alat seperti pinset, gunting, scalpel setelah disemprot lalu dibakar di dalam ke dalam laminar air flow cabinet selama 1 menit. Hal ini dilakukan untuk menghindari resiko bahan

penelitian terkontaminasi. Penanaman

(7)

Pemeliharaan

Tabung-botol kultur diletakkan pada rak kultur di dalam ruang kultur. Ruangan ini diusahakan bebas dari bakteri dan cendawan, dimana setiap hari disemprot dengan alkohol 96% atau dan disemprot formalin agar bebas dari organisme yang menyebabkan terjadi kontaminasi. Dalam penelitian ini suhu ruangan kultur yang digunakan + 20-25°C, paling optimum 18o

Peubah Amatan

C dan intensitas cahaya 2000 lux serta dengan kondisi ruangan memiliki air conditioner dengan hefa yang dibersihkan selama 6 bulan sekali. Apabila mengalami kontaminasi, segera diambil dari rak kultur agar mencegah kontaminasi ke tabung lainnya.

Persentase munculnya Tunas (%)

Persentase munculnya tunas dihitung pada akhir penelitian (9 MST) dengan rumus:

Persentase munculnya tunas = jumlah tunas yang terbentuk

jumlah eksplan seluruhnya (per perlakuan) x 100%

Jumlah Tunas (tunas)

Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung banyaknya tunas baru yang terbentuk dari setiap eksplan

Umur Muncal Tunas (hari)

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Dari hasil analisis data secara statistik diperoleh bahwa perlakuan konsentrasi IAA dan BAP yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase munculnya tunas dan umur munculnya tunas dan jumlah tunas.

Interaksi antara ZPT IAA dan BAP memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase munculnya tunas dan jumlah tunas , tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada umur munculnya tunas.

Persentase Munculnya Tunas (%)

Data pengamatan dan hasil sidik ragam persentase munculnya tunas terhadap pemberian konsentrasi IAA dan BAP , menunjukkan bahwa konsentrasi antara IAA dan BAP memberikan pengaruh nyata terhadap persentase munculnya tunas pada 9 MST. Rataan persentase munculnya tunas disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase munculnya tunas dalam media Murashige and Skoog + konsentrasi IAA dan BAP dari eksplan bonggol

IAA BAP RATAAN

Keterangan: -Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

-Perlakuan I1: 1 mg/l IAA; I2: 2 mg/l IAA; I3: 3 mg/l IAA; I4 : 4 mg/l

(9)

Tabel 1. menunjukkan bahwa persentase munculnya tunas yang tertinggi dihasilkan pada komposisi ZPT I4B3 (MS + 4 mg/l IAA + 6 mg/l BAP), diikuti

komposisi ZPT I4B4 (MS + 4 mg/l IAA + 8 mg/l BAP) dan I1B3 (MS + 1 mg/l IAA +

6 mg/l BAP) dengan masing-masing rataan (100,00), (83,33), (77,78)%. Persentase munculnya tunas terendah terdapat pada perlakuan kombinasi ZPT I3B4 (MS + 3

mg/l IAA + 8 mg/l BAP) sebesar 0,00%. Perlakuan kombinasi ZPT I4B3, I4B4 dan

I1B3 berbeda nyata dengan kombinasi zpt I1B1, I1B2, I1B4, I2B1, I2B2, I2B3, I2B4,

I3B1, I3B2, I3B3, I3B4, I4B1, dan I4B2

Penampilan munculnya tunas pada kombinasi ZPT I .

4B3 (MS + 4 mg/l IAA +

6 mg/l BAP) dapat dilihat pada gambar 1.

(10)

Umur muncul tunas (hari)

Data pengamatan umur munculnya tunas dapat dilihat pada lampiran 6. Rataan umur munculnya tunas terhadap pemberian kombinasi perlakuan konsentrasi IAA dan BAP dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh perlakuan IAA dan BAP terhadap umur munculnya tunas (hari)

IAA BAP RATAAN

Keterangan: -Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

-Perlakuan I1: 1 mg/l IAA; I2: 2 mg/l IAA; I3: 3 mg/l IAA; I4 : 4 mg/l IAA; B1: 2 mg/l BAP; B2: 4 mg/l BAP; B3: 6 mg/l BAP; B4: 8 mg/l BAP.

Tabel 2. menunjukkan bahwa umur munculnya tunas yang tertinggi dihasilkan pada komposisi ZPT BAP yaitu B2 (4 mg/l BAP) dan B1 (2 mg/l BAP) rataan

(20,63) dan (20,28) %. Perlakuan kombinasi ZPT BAP B2 dan B1 berbeda nyata

dengan kombinasi ZPT B3 dan B4. Sedangkan, pada komposisi ZPT IAA yaitu I2 (2

mg/l IAA) dan I1 (1 mg/l IAA) rataan (20,08) dan (20,17) %. Perlakuan kombinasi

ZPT IAA I2 dan I1 berbeda nyata dengan kombinasi ZPT I3 dan I4

Jumlah tunas (tunas)

.

(11)

Rataan jumlah tunas dari perlakuan ZPT IAA dan BAP dapat dilihat pada Tabel 3.

Gambar 2. Induksi tunas dari eksplan bonggol anakan pada media Murashige and Skoog dengan perlakuan I4 (IAA 4 mg/l) + B3

Tabel 3. Pengaruh perlakuan kombinasi ZPT IAA dan BAP terhadap jumlah tunas (BAP 6 mg/l)

IAA BAP RATAAN

B1 B2 B3 B4

………tunas………

I1 0.63cd 0.17j 0.78b 0.50f 0.52 I2 0.75bc 0.60d 0.56de 0.40h 0.58 I3 0.56ef 0.43g 0.38ij 0.00j 0.34 I4 0.71c 0.43h 1.00a 0.83b 0.74

RATAAN 0.66 0.41 0.68 0.43 0.541

Keterangan: -Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

-Perlakuan I1: 1 mg/l IAA; I2: 2 mg/l IAA; I3: 3 mg/l IAA; I4 : 4 mg/l

IAA; B1: 2 mg/l BAP; B2: 4 mg/l BAP; B3: 6 mg/l BAP; B4: 8 mg/l BAP.

Tabel 3. menunjukkan bahwa jumlah tunas yang tertinggi dihasilkan pada komposisi ZPT I4B3 (MS + 4 mg/l IAA + 6 mg/l BAP), diikuti komposisi ZPT I4B4

(MS + 4 mg/l IAA + 8 mg/l BAP) dan I1B3 (MS + 1 mg/l IAA + 6 mg/l BAP) dengan

masing-masing rataan (1,00), (0,83) dan (0,78)%. Persentase munculnya tunas terendah terdapat pada perlakuan kombinasi ZPT I3B4 (MS + 3 mg/l IAA + 8 mg/l

(12)

dengan kombinasi zpt I1B1, I1B2, I1B4, I2B1, I2B2, I2B3, I2B4, I3B1, I3B2, I3B3,

I3B4, I4B1, dan I4B2

Pada pengamatan 1 MST setelah inisiasi kultur, eksplan tampak membengkak yang kemudian diikuti dengan merekahnya ujung eksplan. Selanjutnya setelah 2 minggu inisiasi kultur, calon tunas mikro pisang dapat terbentuk pada rekahan tersebut yang ditandai dengan munculnya tunas

.

Warna perubahan eksplan yang membengkak dapat dilihat dengan warna hijau kemerah-merahan sedangkan yang tidak membengkak dilihat dengan warna coklat kehitam-hitaman.

Penampilan terjadi pembengkakan dan pemekaran eksplan tidak mengalami pembengkakan. dapat dilihat pada Gambar 3 .

A B

(13)

Pembahasan

Pengaruh IAA terhadap pembentukan induksi tunas mikro tanaman pisang kepok

Berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan IAA berpengaruh nyata terhadap semua peubah amatan. Pada persentase munculnya tunas dan jumlah tunas memiliki rataan tertinggi pada I4

Eksplan yang ditanam pada media dengan konsentrasi auksin yang rendah dan sitokinin yang tinggi dapat menghasilkan pembentukan tunas yang baik, umur munculnya tunas dan jumlah tunas dibandingkan dengan media tanam dengan zpt yang memiliki konsentrasi auksin tinggi dan sitokinin yang rendah.

(14)

menunjukkan bahwa penambahan zat pengatur tumbuh auksin pada media dapat mempengaruhi terbentuknya tunas pada tanaman pisang. Hal ini diduga dengan zat pengatur tumbuh IAA dengan konsentrasi lebih rendah pembentukan tunas yang dihasilkan dengan rataan tertinggi. Hal ini didukung oleh penelitian Lee (2005) yang menyatakan bahwa rasio sitokinin yang tinggi daripada auksin akan memicu terbentuknya tunas dan pada medium dengan konsentrasi sitokinin yang rendah tidak mampu membuat kalus terdiferensiasi.

Pengaruh BAP terhadap pembentukan induksi tunas mikro tanaman pisang kepok

Berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan BAP berpengaruh nyata terhadap semua peubah amatan. Pada persentase munculnya tunas dan jumlah tunas memiliki rataan tertinggi pada B3

Pada peubah amatan umur munculnya tunas tertinggi dihasilkan pada perlakuan B

( BAP 6 mg/l) yaitu 67.71 dan 0.68 yang dikombinasikan dengan berbagai konsentrasi IAA. Hal ini dikarenakan sitokinin sangat efektif dalam memicu pertumbuhan tunas baik secara langsung maupun tidak langsung. Akan tetapi pada umumnya sitokinin digunakan bersama dengan auksin (George 1993). Hal ini berkaitan dengan fungsi sitokinin yang menurut Maryani (2005) merupakan zat pengatur tumbuh yang berperanan dalam pembelahan sel dan morfogenesis.

2 (BAP 4 mg/L) yaitu 20,63. Berdasarkan literatur Brault (1999)

(15)

ekspresi gen, perkembangan kloroplas, dan sintesa metabolit sekunder. Sitokinin juga berperan dalam pertumbuhan tunas adventif pada kultur jaringan.

Pengaruh interaksi IAA dan BAP terhadap pembentukan induksi tunas mikro tanaman pisang kepok

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, secara statistik diperoleh bahwa interaksi IAA dan BAP berpengaruh nyata terhadap persentase munculnya tunas dan jumlah tunas namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur muncul tunas.

Pada peubah amatan persentase munculnya tunas dan jumlah tunas tertinggi dihasilkan pada kombinasi zpt I4B3 (MS + 4 mg/l IAA + 6 mg/l BAP) dan pembentukan tunas terendah media dihasilkan pada media I3B4 (MS + 3 mg/l IAA + 8 mg/l BAP) dengan masing-masing rataan (100,00) dan (1,00) %. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin pada media dapat mempengaruhi terbentuknya tunas pada tanaman pisang. Hal ini diduga dengan zat pengatur tumbuh IAA dengan konsentrasi lebih rendah yaitu 4 mg/l daripada BAP dengan konsentrasi tinggi 6 mg/l pembentukan tunas yang dihasilkan dengan rataan tertinggi. Hal ini didukung oleh penelitian Fatmawati et al., (2010) Kombinasi BAP 2 ppm dan IAA 0,5 ppm memberikan penggandaan tunas

(16)

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Santoso dan Nursandi (2001) yang menyatakan bahwa Sitokinin berperan dalam memacu pembentangan sel, pembesaaran dan pembelahan sel.

(17)

besar (Yelnititis, 2012). Pada penelitian ini, diduga munculnya kalus pada eksplan karena aktivitas auksin endogen yang terdapat secara alami dalam eksplan yang berinteraksi dengan BA yang diberikan ke dalam media kultur. Seperti yang dijelaskan oleh Yadav dan Tyagi (2006) bahwa pembentukan dan proliferasi kalus dalam kultur in vitro dipicu oleh adanya hormon auksin dan sitokinin dalam media yang mempercepat proses pembelahan dan pemanjangan sel. Sedangkan munculnya embrioid pada eksplan yang berkalus menandakan bahwa kalus yang terbentuk dari eksplan merupakan kalus embrionik yang dapat berkembang membentuk plantlet melalui proses embriogenesis somatik.

Peristiwa browning ini mulai terlihat dalam 2 minggu setelah waktu inokulasi dan berlanjut pada minggu berikutnya, browning seperti pada ditandai dengan perubahan warna eksplan dan media menjadi coklat di sekitar tepi jaringan eksplan yang mengalami pelukaan saat proses inokulasi.

(18)

Pencoklatan salah satunya disebabkan oleh sintesis metabolit sekunder. Sintesis senyawa fenolik yang menutupi permukaan eksplan berasal dari bagian tanaman yang mengalami luka dan apabila keadaan ini berlangsung terusmenerus, maka akan terakumulasi dalam media sehingga menyebabkan terhambatnya penyerapan unsur-unsur hara oleh eksplan menghambat pertumbuhan eksplan khususnya kalus, bahkan pada kultur yang lebih lanjut dapat menyebabkan kematian eksplan. Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi resiko browning pada eksplan, pada tahap sterilisasi sebelum eksplan tersebut ditanam diliri dengan air selama 15 menit (Marlin, 2005) dengan harapan agar senyawa fenolik yang terkandung dalam jaringan eksplan dapat tereduksi sehingga mampu mengurangi resiko terjadinya masalah browning pada saat pertumbuhan eksplan selama dalam botol kultur. Selain itu juga

dilakukan pemindahan berulang pada media yang berbeda sebelum tanaman mengalami kematian. Hutami (2008) untuk menghindari pembentukan fenol yang paling umum adalah dengan mentransfer eksplan ke media baru.

Browning terjadi pada eksplan bonggol, namun persentasenya hanya sedikit,

(19)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Perlakuan konsentrasi IAA memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase munculnya tunas dan umur munculnya tunas. Persentase munculnya tunas tertinggi yaitu IAA 4 mg/l.

2. Perlakuan konsentrasi BAP memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase munculnya tunas dan umur munculnya tunas. Persentase munculnya tunas tertinggi yaitu BAP 6 mg/l.

3. Interaksi antara IAA dan BAP memberikan pengaruh nyata terhadap persentase munculnya tunas dan jumlah tunas. Persentase munculnya tunas tertinggi yaitu IAA 4 mg/l dengan BAP 6 mg/l sebesar 100

Saran

Gambar

Tabel 1. Persentase munculnya tunas dalam media Murashige and Skoog + konsentrasi IAA dan BAP dari eksplan bonggol
Gambar 1. Eksplan membentuk tunas
Tabel 2. Pengaruh perlakuan IAA dan BAP terhadap umur munculnya tunas (hari)  BAP
Gambar 2. Induksi tunas dari eksplan bonggol anakan pada media Murashige
+3

Referensi

Dokumen terkait

Masalah utama Kanesia 7 adalah mutu benih yang kurang baik, pada pertanaman yang dijumpai selama perjalanan dan komunikasi dengan petani maupun peneliti UNHAS diperoleh

Tinggi rendahnya lama penyalaan sampai menjadi abu disebabkan karena ukuran partikel dari serbuk limbah arang serbuk gergajian kayu yang lebih halus sehingga

kedisiplinan di Sekolah Tinggi Perikanan Jurusan Penyuluhan Perikanan Bogor baik dari indikator perumusan tujuan, jumlah pembina, media yang digunakan, monitoring,

Berdasarkan perhitungan t-tes dengan taraf signifikansi 5% diperoleh t hitung = 2,27, sedangkan t tabel =1,68 Karena t hitung > t tabel sehingga dapat

2. Berjalan-jalan, sangat baik untuk meregangkan otot-otot kaki dan bila jalannya makin lama makin cepat maka akan bermanfaat untuk daya tahan tubuh. Jika

kerangka teoretik yang telah dibuat dan dirumuskan dengan singkag jelas, serta sejalan dagan tujuan penelitian yang ingin. dicapai dan dapat diuji.

Data-data yang dimasukkan ( input ) dalam program ini adalah data-data numerik dalam format tabel dengan n -data yang berupa tabel data hujan ( P ), tabel data

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada lansia meliputi umur, jenis kelamin, penyakit