MENILIK KEBIJAKAN IMPOR JAGUNG DI BEBERAPA NEGARA ASEAN Dalam hal perdagangan internasional jagung, beberapa negara mengeluarkan berbagai kebijakan hambatan perdagangan. Hambatan ini ada yang berbentuk kuota dan ada pula yang mengenakan tarif. Secara umum yang dimaksudkan tarif adalah pajak yang dikenakan oleh pemerintah terhadap komoditas yang melintas batas negara. Tarif digunakan untuk melindungi perekonomian domestik dari kompetisi luar negeri. Kebijakan hambatan tarif (tariff barrier) dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut[ CITATION HHa01 \l 1033 ]:
1.Pembebasan bea masuk atau tarif rendah adalah antara 0%-5% yang dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok, seperti beras, mesin-mesin, alat-alat militer, pertahanan dan keamanan, dan lain-lain.
2. Tarif sedang antara lebih besar dari 5%- 20%. Biasanya tarif ini dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum dapat diproduksi atau dipenuhi dalam negeri.
3.Tarif tinggi di atas 20%. Pengenaan tarif tinggi ini diterapkan untuk jenis barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri, namun bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
Hingga tahun 2003 di beberapa negara ASEAN seperti Filipinamengenakan tarif impor jagung yang tinggi, antara 35 sampai 65 persen untuk melindungi petaninya. Dalam perjalannya saat ini, sesuai dengan perjanjian ASEAN Trade in Good Agreement (ATIGA), meski jumlah jagung yang diimpor masih diatur dalam besaran kuota, namun sejak 2012, Filipina secara bertahan telah mengurangi persentase tarifnya. Sesuai dengan aturan tarif Most Favored Nation (MFN) tahun 2012, besaran tarif yang dikenakan untuk jagung mencapai 35-50%. Namun sesuai dengan perjanjian ATIGA, besaran tarif yang dikenakan oleh Filipina hingga tahun 2015 hanya sebesar 5% [CITATION ASE \l 1033 ]
Thailand yang merupakan salah satu penyuplai jagung dunia menerapkan kuota impor setiap bulan dan mengenakan tarif impor dengan nilai tertentu pada jagung impor yang melebihi kuota. Selain jagung, secara umum Thailand menerapkan hambatan kuota impor pada beberapa komoditas, diantaranya adalah kelapa, kentang, bawang, minyak kelapa, tebu, minyak sawit, beras dan lain sebagainya. Khusus pada komoditas jagung, Thailand menetapkan impor kuota untuk jagung adalah 54.440 metrik ton di tahun 2005 yang dikenakan tarif tarif 20 persen, sementara out-of-kuota impor jagung dikenakan tarif tarif 73,8 persen. Dalam perjalanannya, besaran tarif impor jagung yang dikenakan oleh Thailand semenjak tahun 2012 telah dihapuskan. Penghapusan tarif tersebut dikeluarkan sesuai dengan perjanjian yang diatur dalam ATIGA. Kamboja selama tahun 2010-2011 masih menerapkan tarif impor jagung untuk HS 1005.90.90 tersebut sebesar 5%. Selanjutnya setelah tahun 2012, besaran tarif impor jagung tersebut telah dihapuskan menjadi 0%.
seperti tercantum dalam ATIGA. Kebijakan penghapusan bea impor jagung ini bahkan telah diterapkan oleh Vietnam semenjak tahun 2011.
Tabel 1
Besaran Impor Jagung HS 10.05.90 Beberapa negara ASEAN 2012-2015 Tahun Report
Nam $462,771,452.00 1,602,494.74 2013 Viet
Nam $624,214,315.00 2,171,417.83 2014 Viet
Nam $1,170,179,768.00 4,748,092.30 2015 Viet
Berdasarkan data UN Comtrade tersebut, maka selain Indonesia, Vietnam merupakan salah satu negara di ASEAN yang melakukan impor jagung dalam jumlah yang besar. Bahkan dalam perkembangannya saat ini, Vietnam diperkirakan menjadi negara importir jagung terbesar di dunia. Data dari Kementerian Petanian dan Pembangunan Pedesaan menyebutkan bahawa kenaikan volume impor jagung selama 10 tahun terakhir mendekati 56% (year on year) dan 33% (year on year) dari sisi nilai impornya[CITATION TuP15 \l 1033 ]. Sama dengan Indonesia, negara asal jagung impor Vietnam adalah Brasil dan Argentina. Penggunaan jagung di Vietnam juga sebagian besar digunakan oleh industri pakan. Dalam satu tahun Vietnam membutuhkan lebih dari 27 juta ton pakan untuk ternak dan perikanan. Khusus untuk ternak, kebutuhan dalam satu tahun mencapai 17-18 juta ton [CITATION ibi \l 1033 ].