• Tidak ada hasil yang ditemukan

LKPJ 2011.rar Bab 1 - slese

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LKPJ 2011.rar Bab 1 - slese"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN

A

KHIR

T

AHUN

A

NGGARAN

2009

KABUPATEN BANTUL

B

AB

I

PENDAHULUAN

A. DASAR HUKUM

Penyusunan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran 2009 Kabupaten Bantul ini didasarkan pada:

1. Undang-undang Nomor 15 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, juncto Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1950 tentang Penetapan Mulai Berlakunya UU No. 50 tahun 1950;

2. Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah;

3. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 108 tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;

(2)

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

10.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

11.Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 14 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Bantul Tahun 2006-2025;

12.Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 15 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bantul Tahun 2006-2010;

13.Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;

14.Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 13 tahun 2007 tentang Penetapan Urusan Pemerintahan Wajib dan Pilihan Kabupaten Bantul;

15.Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 25 tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 15 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bantul Tahun 2006-2010;

16.Peraturan Daerah Nomor 1 Kabupaten Bantul tahun 2008 tentang Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008;

17. Peraturan Daerah Nomor 28 tahun 2008 tentang Perubahan APBD Kabupaten Bantul Tahun Anggaran 2008;

18. Peraturan Bupati Bantul Nomor 5 tahun 2008 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008;

19.Peraturan Bupati Bantul Nomor 41 tahun 2008 tentang Penjabaran Perubahan APBD Kabupaten Bantul Tahun Anggaran 2008.

B. GAMBARAN UMUM DAERAH

1. Kondisi Geografis

(3)

pada bagian timur dan barat, serta kawasan pantai di sebelah selatan. Kondisi bentang alam tersebut relatif membujur dari utara ke selatan. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07º44'04" - 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul, sebelah utara berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

Luas wilayah Kabupaten Bantul adalah 506,85 Km2, secara administratif terdiri dari 17 kecamatan yang dibagi menjadi 75 desa dan 933 pedukuhan. Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa Kecamatan Dlingo mempunyai wilayah paling luas, yaitu 55,87 Km2. Sedangkan jumlah desa dan pedukuhan yang terbanyak terdapat di Kecamatan Imogiri dengan delapan desa dan 72 pedukuhan. Berdasarkan RDTRK dan Perda mengenai batas wilayah kota, maka status desa/kalurahan dapat dipisahkan sebagai desa/kalurahan perdesaan dan perkotaan. Secara umum jumlah desa yang termasuk dalam wilayah perkotaan sebanyak 41 desa, sedangkan desa yang termasuk dalam kawasan perdesaan sebanyak 34 desa.

Penggunaan lahan adalah informasi yang menggambarkan sebaran pemanfaatan lahan yang ada di Kabupaten Bantul. Penggunaan lahan diklasifikasikan menjadi kampung/permukiman, sarana Sosekbud, pertanian, perhubungan, perindustrian, pariwisata, pertambangan, hutan, dan air permukaan (lihat Tabel 1).

Sesuai dengan dinamika pembangunan (terutama penyediaan prasarana fisik) maka perkembangan pemanfaatan lahan perlu juga mendapat perhatian. Dalam hal ini perkembangan pemanfaatan/penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bantul pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.

(4)

Tabel 1

Penggunaan lahan di Kabupaten Bantul per kecamatan tahun 2009 (Ha)

No Kecamatan Pekarangan Sawah Tegal/ Kebun

Htn Rakyat

Htn

Negara Rawa Tambak Kolam Lain-lain Jumlah 1 Srandakan 137.25 422.67 86.32 5.33 - - 15.00 3.00 2,655.09 3,324.67

2 Sanden 175.28 994.63 172.64 4.34 - 8.00 - 2.00 1,001.26 2,358.16

3 Kretek 238.20 897.79 241.69 11.12 - - - 5.00 936.51 2,330.32

4 Pundong 154.74 871.57 144.28 26.67 - - - 2.00 1,100.89 2,300.14

5 Bb.Lipuro 161.40 1,174.19 51.79 - - - - 2.00 1,056.06 2,445.44

6 Pandak 219.00 932.09 55.49 - - - - 5.00 1,514.35 2,725.93

7 Bantul 161.97 1,140.90 3.70 - - - - 3.00 1,026.17 2,335.74

8 Jetis 169.95 1,184.28 118.38 1.07 - - - 12.00 1,280.22 2,765.90

9 Imogiri 268.81 1,114.68 2,289.92 21.71 20.00 - - 8.00 3,785.88 7,508.99

10 Dlingo 273.37 516.48 1,320.68 102.02 1,053 - - 1.00 861.78 4,128.34

11 Pleret 102.09 866.52 348.98 28.57 25.00 - - 4.00 1,066.02 2,441.18

12 Piyungan 157.41 1,383.01 712.75 24.15 - - - 8.00 757.18 3,042.49

13 Bg.Tapan 245.04 1,399.15 38.23 - - - - 7.00 667.51 2,356.93

14 Sewon 236.87 1,311.38 - - - - - 4.00 826.91 2,379.17

15 Kasihan 404.92 644.60 239.23 - - - - 5.00 1,344.98 2,638.73

16 Pajangan 272.99 263.29 734.95 44.95 - - - 1.00 2,196.80 3,513.97

17 Sedayu 390.85 968.41 78.92 17.07 - - - 6.00 627.66 2,088.90

Jumlah 3,770.13 16,085.64 6,637.94 287.00 1,098.00 8.00 15.00 78.00 22,705.29 50,685.00 Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul (tahun 2008)

Tabel 2

Klasifikasi penggunaan lahan di Kabupaten Bantul tahun 2009

No. Klasifikasi Luas (Ha)

1. Kampung/Pemukiman/Pekarangan 3.770,13

2. Kebun Campur 16.603,08

3. Sawah 16.085,64

4. Tegalan 6.637,94

5. Tanah tandus 573,00

6. Hutan 1.385,00

7. Lain-lain 25.630,21

J u m l a h 50.685,00

Sumber: Kantor BPN Kabupaten Bantul (tahun 2008)

2. Gambaran Umum Demografis

(5)

penduduk di suatu daerah. Kepadatan Penduduk Geografis di Kabupaten Bantul tahun 2009 secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa penyebaran penduduk tidak merata. Daerah yang mempunyai kepadatan penduduk geografis tinggi terletak di Kecamatan Sewon, Banguntapan, dan Bantul, sedangkan kepadatan penduduk geografis rendah terletak di Kecamatan Dlingo, Pajangan, dan Imogiri. Daerah yang mempunyai kepadatan penduduk tinggi berarti mempunyai kuantitas Sumber Daya Manusia yang tinggi, akan tetapi apabila tidak diikuti dengan pertambahan lapangan kerja maka akan terjadi peningkatan jumlah pengangguran.

Tabel 3

Kepadatan Penduduk Geografis per Kecamatan di Kabupaten Bantul tahun 2009

No Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk Kepadatan/km2

1. Srandakan 18.32 34,001 1,856

2. Sanden 23.16 37,580 1,623

3. Kretek 27.77 34,684 1,249

4. Pundong 23.68 35,612 1,504

5. Bb.Lipuro 22.70 48,058 2,117

6. Pandak 24.30 54,836 2,257

7. Bantul 21.95 66,512 3,030

8. Jetis 24.47 55,883 2,284

9. Imogiri 54.49 63,977 1,174

10. Dlingo 55.87 41,674 746

11. Pleret 22.97 37,480 1,632

12. Piyungan 32.54 42,580 1,309

13. Banguntapan 28.48 96,528 3,389

14. Sewon 27.16 86,779 3,195

15. Kasihan 32.38 89,025 2,749

16. Pajangan 33.25 34,597 1,041

17. Sedayu 33.36 50,006 1,499

Jumlah 506.85 909,812 1,795 Sumber: BPS Kabupaten Bantul (tahun 2009)

(6)

Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa setiap tahun terjadi penyusutan lahan pertanian yang berdampak pada berkurangnya jumlah produksi pertanian. Dengan melihat kecenderungan bahwa setiap tahun terjadi pengurangan lahan pertanian, maka perlu ada upaya-upaya kongkrit agar pemenuhan kebutuhan dari produk pertanian tetap terjaga serta adanya langkah-langkah pengamanan lahan pertanian untuk menekan laju penyusutannya.

Tabel 4

Kepadatan penduduk agraris per kecamatan tahun 2009

(7)

tempat. Lebih lanjut secara lebih rinci kepadatan penduduk daerah terbangun dapat dilihat pada Tabel 5.

Berdasarkan tabel tersebut maka apabila kepadatan penduduk daerah terbangun tinggi berarti persediaan lahan untuk pembangunan relatif sempit. Daerah yang mempunyai persediaan lahan relatif sempit untuk pembangunan di antaranya adalah Kecamatan Bantul, Banguntapan, Kasihan, dan Sewon.

Tabel 5

Kepadatan penduduk daerah terbangun Kabupaten Bantul tahun 2009

No Kecamatan

Luas daerah terbangun

(Ha)

Jumlah Penduduk

Kepadatan (jiwa/Ha)

1 Srandakan 1,463 34,001 23.24

2 Sanden 2,244 37,580 16.75

3 Kretek 1,890 34,684 18.35

4 Pundong 1,918 35,612 18.57

5 Bb.Lipuro 1,800 48,058 26.70

6 Pandak 1,993 54,836 27.51

7 Bantul 1,039 66,512 64.02

8 Jetis 2,242 55,883 24.93

9 Imogiri 2,287 63,977 27.97

10 Dlingo 1,062 41,674 39.24

11 Pleret 2,284 37,480 16.41

12 Piyungan 1,122 42,580 37.95

13 Banguntapan 1,818 96,528 53.10

14 Sewon 1,913 86,779 45.36

15 Kasihan 1,485 89,025 59.95

16 Pajangan 2,311 34,597 14.97

17 Sedayu 1,214 50,006 41.19

Jumlah 30,085 909,812 30.24

Sumber: BPS dan BPN Kabupaten Bantul (tahun 2009)

(8)

Tabel 6

Jumlah penduduk berdasarkan golongan umur tahun 2009

Kecamatan Kelompok Umur Jumlah

0-9 10-14 20-24 40+

1 Srandakan 4,989 5,266 11,593 12,153 34,001

2 Sanden 5,514 5,820 12,812 13,435 37,580

3 Kretek 5,086 5,371 11,821 12,406 34,684

4 Pundong 5,224 5,515 12,140 12,733 35,612

5 Bambanglipuro 7,049 7,442 16,381 17,187 48,058

6 Pandak 8,050 8,493 18,702 19,590 54,836

7 Bantul 9,760 10,301 22,677 23,774 66,512

8 Jetis 8,198 8,654 19,051 19,980 55,883

9 Imogiri 9,388 9,908 21,814 22,866 63,977

10 Dlingo 6,114 6,454 14,207 14,899 41,674

11 Pleret 5,494 5,803 12,770 13,413 37,480

12 Piyungan 6,249 6,595 14,520 15,215 42,580

13 Banguntapan 14,167 14,950 32,917 34,494 96,528

14 Sewon 12,750 13,444 29,616 30,969 86,779

15 Kasihan 13,049 13,783 30,330 31,862 89,025

16 Pajangan 5,077 5,358 11,797 12,366 34,597

17 Sedayu 7,337 7,744 17,049 17,876 50,006

Jumlah 133,496 140,899 310,196 325,220 909,812

Sumber: BPS dan Tata Pemerintahan (tahun 2009)

Jumlah penduduk Kabupaten Bantul berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 7. Dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki di semua kecamatan.

Tabel 7

Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Kab. Bantul per kecamatan tahun 2009

Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Srandakan 16,677 17,324 34,001

2 Sanden 18,344 19,236 37,580

3 Kretek 16,741 17,943 34,684

4 Pundong 17,340 18,272 35,612

5 Bambanglipuro 23,292 24,766 48,058

6 Pandak 27,169 27,667 54,836

7 Bantul 32,582 33,930 66,512

8 Jetis 27,228 28,655 55,883

9 Imogiri 31,398 32,579 63,977

10 Dlingo 20,325 21,349 41,674

11 Pleret 17,894 19,586 37,480

12 Piyungan 20,991 21,589 42,580

13 Banguntapan 47,556 48,972 96,528

14 Sewon 43,969 42,810 86,779

15 Kasihan 42,425 46,600 89,025

16 Pajangan 16,982 17,615 34,597

17 Sedayu 24,447 25,558 50,006

Jumlah 445,359 464,453 909,812

(9)

Jumlah penduduk Kabupaten Bantul berdasarkan mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 8. Dari tabel tersebut terlihat bahwa lapangan pekerjaan utama yang menempati posisi teratas adalah pertanian, disusul perdagangan, industri, dan jasa.

Tabel 8

Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama dan jenis kelamin

di Kabupaten Bantul tahun 2009

No. Lapangan Pekerjaan Utama Persentase

1 Pertanian 25,56

2 Pertambangan dan penggalian 1,98

3 Industri 18,95

4 Listrik, gas, dan air 0,07

5 Konstruksi 8,88

6 Perdagangan 21,16

7 Komunikasi/transportasi 4,64

8 Keuangan 1,61

9 Jasa 16,89

10 Lainnya 0,27

Jumlah 100,00

Sumber: BPS Kab. Bantul (tahun 2009)

Jumlah penduduk Kabupaten Bantul berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa masih banyak penduduk Bantul berpendidikan SD ke bawah.

Tabel 9

Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas berdasarkan ijazah tertinggi di Kabupaten Bantul tahun 2009

No. Ijazah Tertinggi Persentase

yang Dimiliki

1 Tidak punya 25,09

2 SD/MI 23,59

3 SMP/MTs 17,45

4 SMU/MA 16,15

5 SMK 7,91

6 D1/D2 0,94

7 D3/Akademi 2,92

8 D4/S1 5,70

9 S2/S3 0,24

Jumlah 100

(10)

Selama kurun waktu tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 perkembangan keluarga miskin cukup fluktuatif. Hal tersebut disebabkan adanya faktor krisis ekonomi yang cukup berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat, walaupun di Kabupaten Bantul keluarga/penduduk miskin masih relatif cukup tinggi, dari tahun ke tahun mengalami penurunan yang cukup berarti.

Berdasarkan tingkat kemiskinan tahun-tahun sebelumnya serta dengan memperhitungkan tingkat inflasi dan perkiraan pendapatan riil penduduk, diperoleh garis batas kemiskinan secara ekonomi sebesar Rp166.697,- (tahun 2008). Dengan garis batas ini, jumlah penduduk miskin Kabupaten Bantul pada tahun 2008 adalah sebanyak 230.156 jiwa atau sebanyak 57.539 KK.

Tabel 10 memperlihatkan jumlah penduduk miskin Kabupaten Bantul tahun 2007-2008 yang bersumber dari BPS (dihitung berdasarkan Rumah Tangga Miskin) dan BKKPPKB (dihitung berdasarkan jumlah Kepala Keluarga).

Tabel 10

Jumlah keluarga miskin Kab. Bantul tahun 2008-2009

No. Kecamatan

Data BPS Data BKK

Σ RTM

2008

Σ RTM

2009

Σ KKM

2008

Σ KKM

2009

1 Kretek 1.416 1.842

2 Sanden 2.211 1.454

3 Srandakan 1.765 2.025

4 Pandak 3.260 3.376

5 Bambanglipuro 2.352 2.685

6 Pundong 2.069 2.834

7 Imogiri 3.443 4.734

8 Dlingo 2.433 3.411

9 Jetis 2.654 3.654

10 Bantul 2.912 3.747

11 Pajangan 1.791 2.183

12 Sedayu 2.705 2.984

13 Kasihan 4.292 4.845

14 Sewon 3.837 6.061

15 Piyungan 2.933 3.593

16 Pleret 2.860 2.838

17 Banguntapan 3.725 5.273

Jumlah 46.658 57.539

Sumber: BPS dan Badan Kesejahteraan Keluarga Kabupaten Bantul (tahun 2008)

(11)

Permasalahan yang ditimbulkan dalam aspek ketenagakerjaan adalah apabila ternyata SDM di usia produktif banyak yang menjadi pengangguran. Hal ini tentunya mengakibatkan terbentuknya permasalahan sosial yang memerlukan perhatian tersendiri. Sementara untuk menangani masalah pengangguran yang muncul akibat krisis yang mengenai semua lini kehidupan, dibutuhkan suatu pendekatan multidimensional pada semua sektor. Data terakhir mengenai jumlah tenaga kerja dan penganggur dapat dilihat pada Tabel 11, sementara data pencari kerja dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 11

Ketenagakerjaan tahun 2008-2009

No. Kecamatan Angkatan Kerja 2008 Tahun Angkatan Kerja 2009 Bekerja Penganggur Bekerja Penganggur 1 Srandakan 16.404 1.147

2 Sanden 16.748 1.864 3 Kretek 17.727 2.018 4 Pundong 14.244 1.422 5 Bambanglipuro 24.646 1.826 6 Pandak 27.280 2.295 7 Bantul 30.896 2.816

8 Jetis 27.429 1.957

9 Imogiri 33.476 2.080 10 Dlingo 21.374 1.590 11 Pleret 17.026 2.398 12 Piyungan 17.135 1.522 13 Banguntapan 44.802 3.707 14 Sewon 51.179 1.262 15 Kasihan 37.163 2.639 16 Pajangan 20.349 1.394 17 Sedayu 18.102 3.429 J u m l a h 435.980 35.366 Sumber: Disnakertrans Kabupaten Bantul (tahun 2008)

Tabel 12

Pencari kerja di Kabupaten Bantul tahun 2007-2009

No. PENDIDIKAN 2007 2008 2009

1 SD 70 46

2 SMP 420 366

3 SLTA Umum 2.205 3.184

4 SLTA Kejuruan 2.291 2.903

5 D.I, D.II 268 404

6 D.III, Sarjana Muda 810 1.960

7 Diploma IV - -

8 S1 2.916 5.856

9 S2/S3 61 67

J u m l a h 9.041 14.786

(12)

Satu aspek yang penting dalam demografi adalah pendidikan. Berkat penekanan yang telah dicanangkan pada aspek pendidikan melalui program dan kegiatan sejak tahun 2001, diperolah hasil-hasil yang menggembirakan. Tiga tahun terakhir secara bertutur-turut anak-anak Bantul mencapai prestasi yang sangat menggembirakan baik di tingkat propinsi maupun nasional, bahkan internasional. Ini semua berkat kerja keras dari semua pihak dan juga dukungan anggaran yang dari tahun ke tahun diupayakan terus ditingkatkan.

Sebagai gambaran tentang dunia pendidikan di Kabupaten Bantul, berikut ini dikemukakan sekilas informasi:

 Untuk jenjang taman kanak-kanak, terdapat 518 unit TK dengan jumlah guru sebanyak 1.931 orang dan siswa sebanyak 22.402 anak. Dari jumlah sekolah tersebut, terdiri dari 1 TK negeri, 517 TK swasta, yang di dalamnya terdapat tiga TK pembina kecamatan. Sementara dari jumlah guru yang ada, berdasarkan statusnya sebanyak 556 orang berstatus PNS dan 1.393 orang berstatus non PNS. Jumlah guru TK yang telah lulus sertifikasi sampai dengan tahun 2009 tercatat sebanyak 222 orang.

 Untuk jenjang sekolah dasar, terdapat 373 unit SD/MI dengan jumlah guru sebanyak 5.553 orang dan siswa sebanyak 72.704 anak. Dari jumlah sekolah tersebut, sebanyak 276 unit merupakan SD/MI negeri dan 97 unit SD/MI swasta. Dari jumlah SD negeri terdapat satu SD yang menjadi SD Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yaitu SD Bantul Manunggal dan tujuh SD menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN). Sejak tahun 2007 Pemda Kabupaten Bantul menetapkan sebanyak 18 SD mempunyai keunggulan kearifan lokal, dan sampai dengan tahun 2008 sebanyak 54 SD. Dalam kaitannya dengan ujian nasional, siswa SD/MI yang mengikuti sebanyak 11.476 anak dengan persentase kelulusan sebesar 98,02% (227 anak memperoleh nilai kurang dari 5 atau 1,98%).

(13)

yang mengajar di tingkat SMP/MTs sebanyak 3.223 orang yang terdiri atas 2.634 guru SMP dan 589 guru MTs. Dalam kaitannya dengan ujian nasional, siswa SMP/MTs yang mengikuti sebanyak 10.957 anak dengan persentase kelulusan sebesar 91,39% (943 anak tidak lulus atau 8,61%). Untuk anak-anak SMP/MTs, Kabupaten Bantul menduduki peringkat kedua di Provinsi DIY.

 Untuk jenjang SLTA, terdapat 35 unit SMA, delapan MA, dan 36 SMK dengan rincian SMA/MA negeri sebanyak 22 unit, SMA/MA swasta sebanyak 21 unit, SMK negeri sebanyak 13 unit, dan SMK swasta sebanyak 23 unit. Dari jumlah tersebut satu sekolah mencapai RSBI yaitu SMA Negeri 1 Kasihan. Sedangkan SMK RSBI ada dua yaitu SMK Negeri 1 Bantul dan SMK 2 Kasihan. Dari sejumlah SMK yang ada di Kabupaten Bantul ada 3 SMK yang telah memiliki Standar ISO yaitu SMK 1 Bantul, SMK 1 Kasihan, dan SMK 2 Kasihan. Guru yang mengajar di tingkat SLTA sebanyak 2.940 orang dengan jumlah murid sebanyak 24.988 orang. Dalam kaitannya dengan ujian nasional, siswa SMA/MA yang mengikuti sebanyak 4.497 anak dengan persentase kelulusan sebesar 96,236% (173 anak tidak lulus atau 3,704%). Sementara untuk SMK, siswa yang mengikuti ujian nasional sebanyak 2.776 anak dengan persentase kelulusan 92,615% (207 anak tidak lulus atau 7,385%). Untuk anak-anak SMA/MA dan SMK, Kabupaten Bantul menduduki peringkat pertama di Provinsi DIY.

Dalam bidang kesehatan, khususnya gizi buruk, diperoleh data pada bulan Februari tahun 2008 angka gizi buruk mencapai 0,74%. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan target untuk tahun 2008 sebesar 0,7%. Untuk itu Pemda Kabupaten Bantul berupaya menurunkan angka gizi buruk melalui berbagai program, antara lain pemberian makanan tambahan pemulihan untuk balita gizi buruk berupa lauk-pauk senilai Rp3.500,- per anak per hari selama 90 hari. Seandainya dalam kurun waktu tersebut angka gizi buruk tidak berkurang maka pemberian lauk-pauk tambahan kembali diberikan untuk jangka waktu 90 hari berikutnya.

(14)

pemberian situp besi ditambah multivitamin untuk mencegah anemia pada balita penderita gizi buruk. Selain itu terdapat program nasional pemberian MP-ASI berupa biskuit untuk balita usia di bawah dua tahun.

Dengan program seperti tersebut di atas, pada akhir tahun 2008 angka gizi buruk Kabupaten Bantul menurun menjadi 0,38% dan telah melampaui target 0,7% untuk tahun 2008.

Selain gizi buruk permasalahan kesehatan lainnya adalah angka kesakitan DBD (Demam Berdarah Dengue). Demam berdarah masih merupakan penyakit endemik di Kabupaten Bantul. Angka kesakitan DBD pada tahun 2007 sebesar 0,7 per 1000 penduduk. Untuk menurunkan angka tersebut Pemda Kabupaten Bantul pada tahun 2008 melaksanakan berbagai kegiatan antara lain pemberdayaan juru pemantau jentik tingkat dusun. Insentif diberikan kepada para kader pemantau jenyik dengan remunersi sebesar Rp150.000 per bulan untuk koordinator Jumantik desa dan Rp20.000 per bulan untuk Jumantik RT (jumlah seluruh kader Jumantik 29.556 orang). Kegiatan lainnya adalah Gertak PSN (Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk) yang diselenggarakan setiap hari Jumat. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan motivasi kepada masyarakat untuk peduli dan secara sadar membersihkan sarang nyamuk di lingkungannya.

Selain DBD, penyakit lainnya yang perlu diwaspadai adalah TBC. Hal ini disebabkan TBC merupakan menular dan bisa berakibat fatal pada penderitanya. Jumlah penderita positif TBC yang ditemukan pada tahun 2008 sebanyak 190 orang dengan jumlah target penemuan sebanyak 521 orang. Untuk meningkatkan angka temuan kasus TBC langkah yang ditempuh adalah menyediakan reward bagi penemu kasus TBC, reward bagi pendamping minum obat, serta penggratisan biaya obat bagi penderita TBC. Dengan upaya tersebut angka penemuan kasus TBC tahun 2008 meningkat menjadi 36,28% dibandingkan tahun 2007 yang sebesar 31,09%.

(15)

telah ditempuh Pemda Kabupaten Bantul untuk menurunkan AKI dan AKB antara lain kebijakan penggratisan periksa kehamilan, voucher bagi ibu hamil dari keluarga miskin untuk berobat/periksa kehamilan pada bidan praktek swasta, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan dalam menangani kelahiran serta balita yang sakit. Dari hasil audit maternal perinatal diketahui bahwa 33,3% kematian ibu melahirkan disebabkan oleh penyakit penyerta (TBC, pneumonia, sebsis, dan sebagainya). Selain itu kematian ibu melahirkan disebabkan oleh keterlambatan membawa ibu hamil ke tempat pelayanan kesehatan dan kasus kematian mendadak yang tidak dapat diprediksi pada saat kehamilan. Kematian bayi disebabkan oleh beberapa hal antara lain kelainan bawaan sejak dalam perut, adanya berat badan lahir rendah, dan kondisi bayi buruk pada saat dilahirkan.

Sebagai tambahan untuk urusan kesehatan, berikut dikemukakan data Kabupaten Bantul tahun 2008:

 Jumlah peserta KB aktif:  IUD : 27.912  MOP : 973  MOW : 6.146  IMP : 5.766  Suntik : 48.689

 Angka kesakitan DB: 0,5 permil (419 kasus)  Angka kesakitan diare: 16,8 permil (13.958 kasus)  Angka kesakitan TB: 0,27 permil(223 kasus)  Angka kesakitan flu burung: - kasus

 Fasilitas pelayanan kesehatan dasar: 5 rumah sakit umum, 3 rumah sakit bersalin, 2 rumah sakit khusus ibu dan anak, 27 Puskesmas, 67 Pustu, 1.113 Posyandu, 9 Poskesdes, 27 Rumah Bersalin, 66 Balai Pengobatan, 515 praktek dokter/bidan perseorangan, dan 69 apotek.

3. Kondisi Ekonomi

a. Potensi Unggulan Daerah

1) Pertanian

(16)

Besarnya sumbangan sektor pertanian dimungkinkan oleh luas lahan pertanian yang mencapai lebih 32,03% dari luas wilayah Kabupaten Bantul.

Pada tahun 2005 sampai dengan sebelum gempa bumi, sektor pertanian di Kabupaten Bantul masih memegang peranan penting. Untuk tahun 2008, beberapa hal yang perlu dicatat dalam bidang pertanian di Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut (sumber: Dipertahut tahun 2009):

a) Luas panen padi adalah 24.927 ha per tahun (dua kali panen) dengan menghasilkan produksi sebesar 191.740 ton, rata-rata produksi padi sebesar 76,89 Kw/ha (GKP);

b) Luas panen padi ladang adalah 164 ha dengan menghasilkan produksi sebesar 453 ton dan rata-rata produksi sebesar 43,00 Kw/ha (GKP);

c) Luas tanam jagung adalah 5.388 ha dan luas panen 5.150 ha dengan menghasilkan produksi sebesar 26.934 ton dan rata-rata produksi sebesar 52,3 Kw/ha;

d) Luas tanam kedelai adalah 4.920 ha dan luas panen 4.193 ha dengan menghasilkan produksi sebesar 6.008 ton dan rata-rata produksi sebesar 14,33 Kw/ha;

e) Luas tanam kacang tanah adalah 2.866 ha dan luas panen 5.709 ha dengan menghasilkan produksi sebesar 5.920 ton dan rata-rata produksi sebesar 10,37 Kw/ha;

f) Luas tanam bawang merah adalah 1.289 ha dan luas panen 1.951 ha dengan menghasilkan produksi sebesar 24.114 ton dan rata-rata produksi sebesar 123,60 Kw/ha;

g) Luas tanam cabe merah adalah 484 ha dan luas panen 526 ha dengan menghasilkan produksi sebesar 4.437 ton dan rata-rata produksi sebesar 84,05 Kw/ha.

(17)

Adapun komoditas unggulan tanaman pertanian berdasarkan peringkat adalah padi, bawang merah, dan jagung.

Beberapa permasalahan pokok sektor pertanian adalah adanya alih fungsi lahan dan pertambahan penduduk yang mengakibatkan berkurangnya rata-rata kepemilikan sawah. Masalah lainnya adalah kejenuhan lahan pada pupuk kimia dan kualitas benih bermutu yang masih kurang. Di samping itu dengan adanya pertambahan penduduk maka apabila tidak ada penambahan produksi, tambahan teknologi pengolahan pasca panen, dan intervensi harga pendukung produksi maupun harga hasil produksi akan terjadi penurunan cadangan bahan pangan sehingga kesulitan untuk swasembada pangan.

Dalam kaitannya dengan peternakan dan perikanan, dapat diungkapkan data sebagai berikut:

Tabel 13

Populasi ternak tahun 2007-2008

No. Jenis 2007 (ekor) 2008 (ekor)

1 Sapi potong 49.655 51.452

2 Sapi perah 171 129

3 Kerbau 890 734

4 Kuda 852 845

5 Babi 2.537 3.317

6 Kambing 40.486 46.746

7 Domba 20.379 24.999

8 Ayam buras 611.850 583.170

9 Ayam ras petelur 422.978 516.139

10 Ayam ras pedaging 575.626 679.139

11 Itik 109.591 127.226

Sumber: Dinas PKP Kab. Bantul (tahun 2009)

Tabel 14

Produksi daging, telur, dan susu tahun 2007-2008

No. Komoditas 2007 (kg) 2008 (kg)

1 Daging 8.145.941 9.554.826

2 Telur 4.048.938 5.627.447

3 Susu 245.411 205.646

Sumber: Dinas PKP Kab. Bantul (tahun 2009)

Tabel 15

Produksi ikan tahun 2007-2008

No. Komoditas 2007 (kg) 2008 (kg)

1 Perikanan laut 245.475 677.875

2 Perikanan darat 1.568.600 1.117.260

(18)

Tabel 16

Pemasukan PAD Dinas PKP tahun 2007-2008

No. Komoditas 2007 (Rp) 2008 (Rp)

1 Retribusi rumah pemotongan hewan 56.636.725 68.597.675 2 Retribusi penjualan produksi usaha daerah 20.005.000 32.396.500 3 Pendapatan lain-lain (penetasan telur) - 2.000.000 Sumber: Dinas PKP Kab. Bantul (tahun 2009)

2) Perindustrian

Lokasi dan jenis industri yang tersebar di Kabupaten Bantul cukup bervariasi. Jenis industri yang ada meliputi industri logam mesin, industri kimia, aneka industri, industri hasil pertanian, dan kehutanan. Secara umum industri yang terdapat di Kabupaten Bantul merupakan industri kecil, sedangkan untuk industri besar jumlahnya tidak banyak.. Sentra terbanyak adalah untuk industri aneka, sedangkan industri yang menyerap tenaga kerja banyak adalah industri kecil dan industri aneka.

Komoditas terpilih industri kecil diklasifikasikan menjadi tiga golongan yaitu komoditas unggulan, komoditas andalan, dan komoditas yang diunggulkan. Penentuan komoditas industri terpilih (lihat Tabel 17) berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a) Komoditas unggulan: pemakaian bahan baku lokal > 70%, menyerap tenaga kerja (padat karya), nilai ekspor > US$1 juta, tujuan ekspor > 3 negara, pertumbuhan ekspor > 10% selama lima tahun terakhir;

b)Komoditas andalan: pemakaian bahan baku lokal 60-69%, menyerap tenaga kerja (padat karya), nilai ekspor US$0.5-1 juta, dengan tujuan ekspor dua negara, pertumbuhan ekspor 5-10% selama lima tahun terakhir;

(19)

Tabel 17

Komoditas industri terpilih

Kel Ind. KLUI Lokasi Kec

Bhn baku lokal (%) Tenaga kerja (orang) Ekspor Nilai (US$ jt) % total ekspor (2004) Growth (%) Negara tujuan Trend Unggulan Mebel kayu

33211 Sewon Bambanglipuro Dlingo Srandakan Pleret Kasihan Piyungan

100 1.772 1,4 39 187 Australia,

USA, Belanda, Belgia

Naik

Keramik 36190 Kasihan

Undong Sedayu

90 4157 1,2 60 387 Australia,

Selandia Baru, Belanda, Belgia Naik Andalan Kerajinan kayu

39140 Pajangan Sewon

100 498 0,5 30 19 Australia,

Selandia Baru, Belanda

Naik

Tatah sungging 39060 Sewon Imogiri Kasihan

90 679 0,5 40 20 Australia

Kanada USA

Naik

Diunggulkan Bambu

33131 Dlingo 100 1.307 0,15 30 12 Belanda

Perancis

Naik

Emping mlinjo 31252 Bantul Banguntapan

100 732 0,3 10 12 Belanda Naik

Sumber: Hasil analisis Bappeda Kabupaten Bantul

Beberapa hal yang perlu dicatat dalam sektor industri adalah kurangnya daya saing hasil industri pada pasar internasional, sementara pasar domestik kurang berkembang akibat kondisi perekonomian domestik yang kurang stabil. Peningkatan daya saing dapat di intervensi melalui penyediaan sarana penunjang produksi (bahan, modal, teknologi), kemampuan inovasi disain, finishing, dan packing serta perluasan jaringan pemasaran.

3) Koperasi

Sampai dengan tahun 2008, koperasi yang ada di Kabupaten Bantul berjumlah 378 unit, semuanya telah berbadan hukum (lihat Tabel 18). Jenis usaha yang digeluti oleh koperasi-koperasi tersebut meliputi perdagangan umum, simpan pinjam, pertokoan, dan sebagainya.

(20)

Dalam kurun waktu tahun 2004-2008 koperasi menunjukkan perkembangan sebesar 4,16%, modal usaha berkembang sebesar 9,16%, dan volume usaha berkembang sebesar 23,55%. Sedangkan jumlah koperasi di Kabupaten Bantul pada tahun 2008 sebanyak 302 unit. Dalam kurun waktu tahun 2004-2008 koperasi menunjukkan penurunan sebanyak 34 unit (atau turun 10%).

Tabel 18

Koperasi Berbadan Hukum di Kabupaten Bantul Tahun 2004-2008

No Kecamatan Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Keterangan

1 Kasihan 26 28 27 29 30 Koperasi

2 Sewon 39 40 32 38 45 Koperasi

3 Banguntapan 29 31 27 30 35 Koperasi

4 Pundong 9 9 9 8 10 Koperasi

5 Dlingo 11 11 11 14 15 Koperasi

6 Piyungan 13 14 15 15 18 Koperasi

7 Pajangan 7 6 5 5 6 Koperasi

8 Bantul 70 73 62 64 74 Koperasi

9 Srandakan 10 10 8 8 14 Koperasi

10 Pandak 9 10 9 9 10 Koperasi

11 Imogiri 20 21 17 17 25 Koperasi

12 Sanden 18 21 17 19 20 Koperasi

13 Kretek 12 11 9 9 9 Koperasi

14 Sedayu 8 8 8 10 11 Koperasi

15 Jetis 23 23 18 18 22 Koperasi

16 Pleret 16 18 15 16 19 Koperasi

17 Bambanglipuro 16 17 13 13 15 Koperasi

JUMLAH 336 352 302 322 378

Sumber: Dinas Perindagkop Kab. Bantul

4) Pariwisata

Potensi ekonomi daerah yang sangat menonjol dalam memberikan kontribusi kepada Pendapatan Asli Daerah adalah sektor pariwisata, dengan berbagai jenis obyek wisata alam, religius, dan budaya. Kawasan pantai selatan yang dikelompokkan menjadi tiga zona dikembangkan sesuai dengan peruntukannya yaitu sebagai (1) kawasan wisata alam pantai, (2) wisata budaya/religius, dan (3) wisata rekreasi, wisata hutan pantai, dan pengembangan perikanan.

(21)

dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya adalah pengembangan kebun buah di Mangunan, Kecamatan Dlingo.

Untuk menunjang keberadaan obyek wisata diperlukan fasilitas pendukung. Jenis fasilitas wisata yang ada di obyek wisata terlihat dalam Tabel 19. Dari hasil kajian, nampak bahwa penambahan fasilitas obyek yang telah dilakukan pada sebuah kawasan wisata belum dapat memenuhi kebutuhan/fasilitas umum. Kurang berimbangnya antara kontribusi PAD sebuah kawasan wisata dibandingkan dengan investasi yang masuk pada kawasan yang sama, dimungkinkan merupakan salah satu penyebab lambatnya perkembangan kawasan wisata yang ada. Di samping itu peran serta dunia usaha dan masyarakat belum dapat berlangsung secara sinergis, hal ini dapat dilihat dari menurunnya jumlah wisatawan pada tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2004.

Tabel 19

Fasilitas wisata yang ada di obyek wisata

No Obyek Wisata Tahun Satuan 2006 2008

1. Alam 20 20 Lokasi

2. Buatan 5 5 Lokasi

3 Sejarah 47 47 Lokasi

Jumlah 62 62

Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul

b. Pertumbuhan Ekonomi

1) Pertumbuhan PDRB

(22)

Tabel 20

Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bantul Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Tahun 2004-2008

No. Lapangan Usaha Th 2004 (%)

Th 2005 (%)

Th 2006 (%)

Th 2007 (%)

Th 2008* (%)

1 Pertanian 24,80 24,48 24,69 24,31 24,00

2 Pertambangan dan Penggalian 1,06 1,01 1,03 1,02 1,00 3 Industri Pengolahan 20,29 19,93 17,22 16,88 16,50 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,86 0,90 0,82 0,85 0,88

5 Bangunan 8,32 8,54 11,57 11,99 11,92

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran

18,81 18,95 18,92 19,12 19,43 7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,65 6,88 6,65 6,81 7,04 8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa

Perusahaan

6,06 6,34 5,68 5,87 6,00

9 Jasa-jasa 13,17 12,98 13,23 13,14 13,23

PDRB 100 100 100 100 100

Sumber Data: BPS Kab. Bantul (tahun 2009) * Angka sementara

Pada tahun 2004, lapangan usaha yang memberikan sumbangan signifikan kepada PDRB Kabupaten Bantul adalah pertanian sebesar 24,80%; industri pengolahan sebesar 20,29%; perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 18,81%; dan jasa-jasa sebesar 13,17% (lihat Gambar 1). Pada tahun 2008 sumbangan keempat sektor di atas masih tetap dominan, dan terlihat selalu terjadi trend pergeseran dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian dengan sektor perdagangan, hotel, dan restoran naik ke posisi kedua menggeser sektor industri pengolahan. Sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 24,00% (turun 0,80%); perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 19,43% (naik 0,62%); industri pengolahan sebesar 16,50% (turun 3,79%); dan jasa-jasa sebesar 13,23% (naik 0,06%) (lihat Gambar 2).

(23)

Gambar 1

Gambar 2

PDRB Tahun 2006 Kabupaten Bantul

25% 1% 17% 1% 11% 19% 6% 7%

13% 1. Pertanian

2. Pertambangan dan Penggalian

3. Industri Pengolahan

4. Listrik, gas dan Air bersih

5. Bangunan

6. Perdagangan, restoran dan hotel

7. Angkutan dan Komunikasi

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

9. Jasa-jasa PDRB Kabupaten Bantul Tahun 2004

24,80% 1,06% 20,29% 0,86% 8,32% 18,81% 6,65% 6,06% 13,17% 1. Pertanian

2. Pertambangan dan Penggalian

3. Industri Pengolahan

4. Listrik, Gas dan Air bersih

5. Bangunan

6. Perdagangan, restoran dan hotel

7. Angkutan dan Komunikasi

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

9. Jasa-jasa

PDRB Kabupaten Bantul Tahun 2008

(24)

Tabel 21

Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bantul

Menurut Harga Konstan Tahun 2000 dan Harga Berlaku Tahun 2004-2008

No Tahun

Harga Berlaku thn 2000 Harga Konstan thn 2000 Nilai

(Juta Rp)

Pertumbuhan (%)

Nilai (Juta Rp)

Pertumbuhan (%)

1 2004 4.238.736 13,16 3.080.313 5,04

2 2005 4.898.268 15,56 3.234.172 4,99

3 2006 5.725.366 16,89 3.299.648 2,02

4 2007 6.489.251 13,34 3.448.949 4,52

5 2008* 7.400.080 15,45 3.613.269 4,76

Sumber: BPS Kabupaten Bantul tahun 2009 * Angka sangat sementara

Gambar 3

Gambar 4

Dengan melihat data perkembangan PDRB tersebut maka dapat disimpulkan kondisi makro ekonomi Kabupaten Bantul sebagai berikut: berdasarkan harga konstan, PDRB Kabupaten Bantul pada

2500000 2600000 2700000 2800000 2900000 3000000 3100000 3200000 3300000

2004 2005 2006 2007 2008

Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (Juta RP)

0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000

(25)

tahun 2008 mengalami pertumbuhan sebesar 4,76%, tahun 2007 sebesar 4,52%, dan tahun 2006 sebesar 2,02%. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bantul selama lima tahun terakhir (2004-2008) mengalami peningkatan rata-rata sebesar 14,88% per tahun untuk harga berlaku dan 4,34% untuk harga konstan.

Tabel 22

Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bantul

Menurut Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2004-2008

Keterangan 2004 2005 2006 2007 2008*

Pertanian 3.58 3.63 2.42 2.92 3,40

Pertambangan & Penggalian -6.06 0.81 3.71 7.63 3,21 Industri Pengolahan 4.80 3.51 -11.87 3.11 2,38 Listrik Gas Air Bersih 18.19 9.21 -6.46 12.45 8,47

Bangunan 7.00 7.79 38.34 7.27 4,12

Perdagangan, Hotel, Restauran 6.63 5.79 1.84 4.89 6,47 Pengangkutan & Komunikasi 4.64 8.67 -1.30 -0.99 8,38 Keuangan Persewaan Jasa Perusahaan 7.44 9.86 5.74 19.08 7,06

Jasa-Jasa 4.15 3.46 4.05 3.80 5,44

PDB 5.04 4.99 2.02 4.52 4,76

Sumber: BPS Kabupaten (tahun 2009) *Angka sangat sementara

2) PDRB Per Kapita

(26)

Tabel 23

Perkembangan PDRB Per Kapita Kabupaten Bantul Tahun 2004-2008 Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2000

No Tahun Harga Berlaku th. 2000 Harga Konstan th 2000

Nilai (Rp) Pertumbuhan Nilai (Rp) Pertumbuhan

1 2004 5.010.196 10.93% 3.640.936 2.98%

2 2005 5.676.118 13.29% 3.747.762 2.93%

3 2006 6.507.392 14.65% 3.750.343 0.07%

4 2007 7.230.992 11.12% 3.856.138 2.82%

5 2008* 8.081.485 13,10% 3.971.446 3,29%

Sumber data: BPS Kab. Bantul (tahun 2009) * Angka sangat sementara

3) Distribusi Pendapatan

Koefisien Gini Ratio merupakan salah satu indikator untuk mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan penduduk di Kabupaten Bantul. Koefisien Gini Ratio dapat digunakan sebagai bahan untuk mengevaluasi dan menganalisa pembangunan di bidang ekonomi, apakah pembangunan yang telah dilaksanakan dinikmati oleh kelompok penduduk berpenghasilan tinggi, berpenghasilan menengah, atau kelompok penduduk berpenghasilan rendah. Besarnya angka Gini Ratio pada tahun 2004 adalah 0,2158. Selanjutnya koefisien Gini Kabupaten Bantul pada tahun 2008 adalah 0,2538, yang jika dibandingkan dengan tahun 2004 menunjukkan penurunan pemerataan pendapatan sebesar 16,98%. Penurunan pemerataan ini diakibatnya terjadinya bencana gempa bumi pada bulan Mei 2006, hal ini berakibat pada penurunan pemerataan hasil pembangunan (lihat Tabel 24).

Tabel 24

Perkembangan Indeks Gini Kabupaten Bantul Tahun 2004-2008

NO TAHUN GINI RATIO % ∆

1 2004 0,2158 -1,73

2 2005 0,2261 4,77

3 2006 0,2569 13,62

4 2007 0,2474 -3,70

5 2008 0,2538 2,51

(27)

4) Investasi

Investasi memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan karena menentukan dinamika pembangunan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Jika proses investasi berlangsung baik maka perekonomian akan tumbuh dengan baik selama proses investasi tersebut menghasilkan output yang efisien. Perkembangan investasi swasta yang masuk ke Kabupaten Bantul selama lima tahun (2003-2007) dapat dilihat pada Tabel 25 di bawah ini.

Tabel 25

Perkembangan Investasi Swasta di Kabupaten Bantul

No Tahun Jumlah (Rp juta)

1 2003 264.718

2 2004 277.495

3 2005 337.149

4 2006 340.124

5 2007 473.000

Sumber: Laporan Perkembangan Perekonomian DIY tahun 2007 oleh Bank Indonesia Yogyakarta

Secara swadaya masyarakat telah ikut serta dalam membangun daerahnya masing-masing yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian daerah melalui investasi masyarakat. Secara garis besar investasi masyarakat ditanamkan dalam kegiatan pembangunan infrastruktur seperti jalan, saluran irigasi, sarana perdagangan (lihat Tabel 26).

Tabel 26

Perkembangan Investasi Masyarakat Kabupaten Bantul

No Tahun Investasi masyarakat (Rp juta)

1 2004 45.105,7

2 2005 44.655,7

3 2006 39.259,1

4 2007 63.062,9

5 2008 76.635,3

(28)

Dengan melihat perkembangan ekonomi masyarakat yang terkait dengan kemampuan masyarakat dalam berinvestasi, maka diperkirakan laju pertumbuhan investasi masyarakat akan setara dengan laju pertumbuhan PDRB yaitu maksimal 10%.

Tingkat inflasi di Kabupaten Bantul mengacu pada tingkat inflasi berlaku di Yogyakarta di mana selama periode tahun 2004-2008 mengalami fluktuasi (naik turun) yaitu dari 6,95% pada tahun 2004, menjadi 14,98% pada tahun 2005, kemudian menurun menjadi 7,37% pada tahun 2006, selanjutnya menjadi 6,88% pada tahun 2007, dan pada tahun 2008 menjadi 10,26% (masih lebih rendah dibanding laju inflasi nasional yang mencapai 11,06%). Laju inflasi pada tahun 2008 tertinggi pada kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 14,58%, sedangkan terendah pada kelompok pengeluaran transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,39%. Perkembangan inflasi di Kabupaten Bantul dapat dilihat pada Tabel 27 di bawah ini.

Tabel 27

Perkembangan Inflasi Kabupaten Bantul Tahun 2004-2008

NO TAHUN INFLASI IHK % ∆ INFLASI IHK INFLASI IHK

KAB. BANTUL KOTA YOGYA NASIONAL

1 2004 6,95 29,66 6,95 6,4

2 2005 14,98 115,54 14,98 17,11

3 2006 7,37 -50,80 10,41 6,60

4 2007 6,88 -6,65 7,73 6,59

5 2008 10,26 49,13 9,88 11,06

Sumber: BPS Kabupaten Bantul (tahun 2009)

4. Infrastruktur, Sarana, dan Prasarana Publik

(29)

Kabupaten Bantul berupaya untuk memenuhi fasilitas-fasilitas publik yang strategis yang meliputi:

a. Sarana dan prasarana transportasi

Panjang ruas jalan kabupaten yang beraspal adalah 637,33 Km. Sampai dengan akhir tahun 2009, jalan kabupaten beraspal dalam kondisi mantap adalah sepanjang 602,47 Km (94,53%) dan jalan kabupaten beraspal dalam kondisi tidak mantap sepanjang 34,85 Km. Pada tahun 2009 terdapat pemeliharaan rutin jalan sepanjang 87,99 km, rehab jalan sepanjang 106,9 km, dan penggantian/pembangunan jembatan Kali Putih

di Kecamatan Sewon.

Guna menunjang ketertiban dan kelancaran lalu lintas diperlukan

pemasangan rambu, kebutuhan rambu di Kabupaten Bantul sebanyak

1.152 buah. Pada akhir tahun 2009 terpasang sebanyak 172 buah rambu

(14,9 %) dengan jumlah penambahan pada tahun 2009 sebanyak 54

rambu yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bantul. Flashing lamp

pada tahun 2009 bertambah 3 buah yang dipasang di Pasar Piyungan,

Pasar Imogiri dan Pasar Niten.

b. Air Minum

Cakupan pelayanan air minum yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bantul cenderung mengalami kenaikan. Pada tahun 2009 jumlah pelanggan yang terlayani dan aktif sebanyak 13.260 sambungan. Secara umum tingkat cakupan air minum yang dapat dilayani oleh PDAM mencapai 17,08% atau melayani 145.220 jiwa.

(30)

Berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa

Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk masa audit tahun 2008,

PDAM Kabupaten Bantul dinyatakan memiliki tingkat keberhasilan

kinerja dengan klasifikasi/kategori baik.

Pada tahun 2009 atas bantuan dari Pemerintah Pusat melalui

Satker Peningkatan Kinerja dan Penyediaan Air Minum (PK-PAM)

DPUP-ESDM Propinsi DIY membangun water treatment plant di wilayah

Kecamatan Pajangan (sumber air dari sungai Progo) dan di Desa

Seloharjo Kecamatan Pundong (sumber air dari sungai Opak).

Diharapkan dari kedua sumber tersebut dapat mensuplai air bersih sekitar

50 l/detik sehingga bisa mencukupi kebutuhan air bersih di Kecamatan

Pajangan, Kasihan, Sewon, Pundong, Kretek dan sekitarnya.

Pemerintah Kabupaten Bantul melalui Dinas PU telah membangun pula jaringan distribusi di beberapa lokasi yaitu di wilayah Kecamatan Pajangan (Kawasan Bantul Kota Mandiri), dan wilayah Kecamatan Imogiri. Disisi lain untuk menyediakan air bersih di daerah yang belum bisa terlayani oleh PDAM dan daerah rawan kekeringan, telah dibangun beberapa jaringan Sistem Perpipaan Air Minum Sederhana

(SIPAS) yang dikelola oleh masyarakat, yaitu di Kecamatan Dlingo, Imogiri, dan Piyungan.

Untuk memperkuat kelembagaan pengelola sistem air bersih ini maka pemerintah daerah melalui Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) juga telah melakukan pendampingan bagi beberapa kelompok pemakai air.

(31)

c. Limbah dan Sampah

Penanganan limbah (cair) dan sampah (padat) di Kabupaten Bantul dilakukan dengan berbagai upaya yang meliputi upaya pengolahan (treatment) untuk kemudian dibuang ke lingkungan, dan sebagian ada yang dilakukan pengolahan kemudian dimanfaatkan kembali (recycle), sebagian lagi ada yang digunakan kembali (reuse), sebagian lainya ada yang diolah kembali untuk menghasilkan produk yang bermanfaat (diversifikasi).

Penanganan limbah cair untuk skala rumah tangga sebagian besar dilakukan di tempat (on site), misalnya melalui bangunan septic tank baik yang bersifat individu atau komunal. Penanganan limbah dengan sistem ini mencapai lebih dari 80% selebihnya menggunakan sistem terpusat (off site) yaitu dengan menyalurkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat di IPAL Sewon dan sebagian lagi masih ada yang menggunakan cara-cara tradisional seperti di sungai, selokan, dan sejenisnya.

Khusus pemanfaatan IPAL Sewon di wilayah Kabupaten Bantul belum optimal karena kendala kemiringan tanah dan kurangnya sarana- prasarana seperti jaringan sekunder dan lateral. Kendala kemiringan tanah merupakan kendala yang sulit diatasi karena wilayah Kabupaten Bantul sebagian besar berada di bagian selatan dari instalasi yang telah ada dimana posisinya lebih rendah sehingga aliran secara gravitasi menuju IPAL Sewon tidak bisa dilakukan. Kendala kurangya sarana-prasarana secara bertahap telah dilakukan upaya diantaranya dengan meminta bantuan ke Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Propinsi untuk membangun jaringan sekunder dan lateral. Untuk memperluas cakupan pelayanan, pada tahun 2009 telah dibangun jaringan lateral oleh Satker

Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) DPUP-ESDM DIY di Desa

Panggugharjo dan Pendowoharjo Kecamatan Sewon. Kegiatan tersebut didukung oleh Pemerintah Kabupaten Bantul dengan membangun

sambungan rumah (SR) air limbah sebanyak 300 sambungan di Dusun

Krapyak Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon dan secara bertahap

(32)

bertujuan untuk mengurangi pembuangan limbah sistem setempat (on site)

menjadi sistem terpusat (off site).

Penanganan limbah industri dan limbah cair sejenis lainya diupayakan dengan membangun instalasi pengolahan di sumber/lokasi kegiatan. Pembangunan sarana tersebut menjadi tanggung jawab pemrakarsa kegiatan, pemerintah bertugas membimbing, membina dan mengawasi hasil olahan (effluent) sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Dalam rangka upaya bimbingan tersebut pemerintah kabupaten telah membangun beberapa unit instalasi pengolahan air limbah percontohan, pada tahun 2009 Pemerintah Kabupaten Bantul membangun empat unit IPAL Komunal di Desa Segoroyoso Kecamatan

Pleret dua unit, dan Desa Trimulyo Kecamatan Jetis sebanyak dua unit. Untuk penanganan limbah padat (sampah) telah dilakukan berbagai upaya antara lain dengan membuat pilot proyek pengolahan sampah menjadi sumber energi (briket bio arang) di wilayah Kecamatan Bambanglipuro dan Sedayu. Pengolahan sampah menjadi pupuk organik di wilayah Kecamatan Bantul (di Pasar Bantul dan di Dusun Serut Bantul). Kedepan akan dikembangkan di semua pasar di wilayah Kabupaten Bantul. Di samping itu dalam rangka untuk mencetak tenaga terampil di bidang pengolahan sampah dan limbah untuk bisa mengolah sampah/limbah menjadi energi alternatif terbaharukan maka Pemerintah Kabupaten Bantul telah melakukan kerjasama dengan SMK Muhammadiyah Bambanglipuro membuka jurusan Energi Terbarukan yang dilengkapi dengan laboratorium dan bengkel kerja (workshop) yang dibangun secara swadaya. Jurusan ini pada tahun ajaran 2008/2009 telah menerima siswa baru sebanyak 40 orang (satu kelas).

Disisi lain mengingat kecenderungan produksi sampah terus

meningkat dari tahun ke tahun maka selain upaya-upaya tersebut di atas, penanganan sampah secara konvensional yaitu dengan membuang di TPA Piyungan masih tetap dilakukan. Produksi sampah/timbulan sampah di Kabupaten Bantul mencapai 1.796,33 m3/hari dengan asumsi bahwa

(33)

112 m3/hari. Sebagian besar sampah yang tidak terlayani oleh Dinas PU

dilakukan pengelolaan oleh masyarakat, antara lain dimanfaatkan untuk pupuk tanaman. Khusus di wilayah aglomerasi perkotaan (Kecamatan Banguntapan, Kasihan, Sewon, Piyungan, dan Pleret), cakupan pelayanan sampah berdasarkan luas areal mencapai 21,19%.

Dari aspek lingkungan, yang perlu mendapatkan perhatian adalah masalah bau dan pencemaran air. Masalah bau sudah dapat diatasi dengan cara penimbunan dengan tanah secara teratur, sedangkan pencegahan pencemaran air telah dilakukan dengan pembangunan instalasi pengolahan lindi/lechate. Sejauh ini penanganan sampah di TPA Piyungan sudah cukup baik, karena telah ada peningkatan teknologi dari

control landfill menjadi sanitary landfill.

Dalam rangka mengurangi pencemaran yang ditimbulkan oleh kegiatan penimbunan sampah di TPA Piyungan, Pemerintah Kabupaten Bantul telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Shimizu Jepang untuk menangkap gas metana (CH4) yang timbul dari proses pembusukan sampah, namun MoU tersebut berakhir pada tahun 2009.

Untuk melanjutkan kegiatan tersebut perlu dibuat MoU baru, namun

tidak dengan Sekber Kartamantul melainkan dengan Pemerintah Provinsi

DIY (ditangani oleh BKPMD Provinsi DIY).

Kegiatan ini sejalan dengan program internasional Clean Development Mechanism (CDM). Kegiatan penangkapan gas metana tersebut selanjutnya didaftarkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan sertifikasi dan selanjutnya dengan mekanisme Protokol Tokyo, Pemerintah Kabupaten Bantul dan investor akan mendapatkan kompensasi dana. Pada tahun 2009 telah disusun Dokumen Lingkungan (UKL/UPL) dan telah mendapatkan persetujuan dari Bapedalda Propinsi DIY.

d. Jaringan Telepon

Pelayanan komunikasi di Kabupaten Bantul sudah cukup

memadai, hal itu terutama adanya beberapa operator seluler yang

(34)

Bantul. Namun apabila ditinjau dari sambungan telepon tetap rumah

(telepon kabel) masih sangat kecil, hal ini disebabkan kapasitas sentral yang ada/yang tersedia sangat terbatas. Hingga saat ini sudah terpasang

3.868 SST.

e. Jaringan Listrik

Cakupan pelayanan listrik di Kabupaten Bantul jika ditinjau dari jumlah desa dan dusun yang terlayani sudah mencapai 100%, namun jika ditinjau dari jumlah KK yang terlayani belum mencapai 100%, hal itu dikarenakan adanya beberapa faktor antara lain pembangunan rumah baru beberapa kendala antara lain faktor ekonomi yang masih merasa berat berlangganan listrik 900 kva, serta adanya beberapa lokasi yang terpencil sehingga belum terjangkau. Berkait dengan hal tersebut Pemerintah Kabupaten telah berupaya untuk membantu memfasilitasi jaringan/tiang listrik, selanjutnya untuk sambungan rumah diserahkan kepada kepala keluarga yang memerlukan. Jumlah pelanggan listrik seluruh Kabupaten Bantul tidak kurang dari 104.521 rumah, dengan total daya tersambung lebih dari 74.349.976 VA.

f. Irigasi

Prasarana dan sarana irigasi merupakan salah satu unsur penting pendukung keberhasilan pembangunan di bidang pertanian. Di Kabupaten Bantul sampai dengan bulan Desember 2009 terdapat 195

daerah irigasi (DI) dengan luas oncoran sebesar 16,317.31 ha yang terdiri dari jaringan teknis 9 daerah irigasi dengan oncoran lahan 4.979 Ha,

jaringan irigasi semi teknuis 113 daerah irigasi dengan luas oncoran lahan

9.324 Ha dan jaringan irigasi sederhana 71 daerah irigasi dengan oncoran

lahan 2.024 Ha. Lahan tersebut termasuk lahan yang sulit air karena jauh

dari sumber air. Minimnya ketersediaan debit air maupun adanya

kerusakan jaringan yang masih belum tertangani pada tahun 2009 seluas

300.33 Ha mengalami penurunan dari jumlah 381.83 Ha pada tahun 2004,

lahan non irigasi (tadah hujan murni) pada tahun 2009 seluas 1.269 Ha

(35)

Ketersediaan air irigasi yang relative kurang adalah konsekuensi logis dari

posisi Kabupaten Bantul yang ada paling hilir di banding Kabupaten

Sleman dan Kota Yogyakarta. Air sudah banyak dimanfaatkan di bagian

hulu, sedangkan apabila terjadi banjir maka menjadi daerah yang paling

merasakan akibatnya.

Bila dibandingkan dengan tahun 2008 luas lahan beririgasi

meningkat 7,84 % dari 14.430,97 ha pada tahun 2008 menjadi 15.562,66

Ha pada tahun 2009. hal ini disebabkan adanya pembangunan jaringan

irigasi di Kabupaten Bantul.

Luas sawah beririgasi dan sawah tadah hujan yang terdata sampai akhir tahun 2009 adalah sebesar 16.317,31 Ha yang terdiri dari sawah beririgasi teknis seluas 4.979 Ha, sawah semi teknis seluas 9.324 Ha, sawah beririgasi sederhana seluas 2.024 Ha, dan sawah tadah hujan seluas 1.718,82 Ha. Bila dibandingkan dengan luas sawah pada tahun 2005 maka telah mengalami penyusutan sebesar 1.458,02 Ha atau 4,14% selama tiga tahun. Penyusutan ini disebabkan adanya alih fungsi pemanfaatan lahan dari pertanian menjadi non-pertanian, seperti permukimam, tempat usaha, dan jasa.

g. Permukiman

Dalam rangka mengurangi dan mengatasi kawasan permukiman kumuh di wilayah perkotaan, pada tahun 2009 Kabupaten Bantul mendapatkan bantuan dari Ditjen Cipta Karya Departemen PU berupa pembangunan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) sebanyak satu twin blok (96 unit) di desa Panggungharjo Kecamatan Sewon, sehingga sampai dengan tahun 2009 telah dibangun dua twin blok (192 unit). Pada akhir tahun 2009 Rusunawa tersebut sudah mulai dioperasikan dengan

tingkat hunian telah mencapai 50%. Bangunan Rusunawa diperuntukkan

bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kabupaten Bantul

terutama yang tinggal di kawasan kumuh.

(36)

Swadaya, Kementrian Negara Permukiman Rakyat, berupa program Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya (BSP2S) dan Peningkatan Kualitas Perumahan (PKP) sebanyak 300 unit. Program BSP2S dan PKP diperuntukkan untuk perbaikan dan pembangunan rumah baru serta

perbaikan lingkungan permukiman. Program BSP2S dan PKP di

Kabupaten Bantul disalurkan oleh tiga koperasi/BMT yang terseleksi

(berkinerja baik) yang disusulkan oleh Bupati ke Menteri negara

(37)

B

AB

II

KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

A. VISI DAN MISI

1. Visi

Diketahui bersama bahwa visi pembangunan Kabupaten Bantul adalah Bantul Projotamansari Sejahtera, Demokratis, dan Agamis. Visi ini dirasakan masih tetap relevan untuk tahun-tahun mendatang. Oleh karena itu baik di dalam RPJMD Kabupaten Bantul tahun 2006-2010 maupun Perubahan RPJMD tahun 2008-2010, visi pembangunan Kabupaten Bantul masih tetap sama yaitu “Bantul Projotamansari Sejahtera, Demokratis, dan Agamis.

Visi tersebut mengandung pengertian bahwa kondisi Kabupaten Bantul yang ingin diwujudkan di masa yang akan datang adalah Bantul yang produktif-profesional, ijo royo-royo, tertib, aman, sehat, asri, sejahtera, demokratis, dan agamis yang semuanya itu akan diwujudkan melalui misi.

Produktif dalam arti bahwa semua potensi daerah baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusianya dapat berproduksi sehingga mampu memberikan andil terhadap pembangunan daerah. Profesional dalam arti penekanan kepada setiap warganya dari berbagai profesi, agar mereka betul-betul matang dan ahli di bidangnya masing-masing. Tolok ukur profesionalisme ini dapat dilihat dari kualitas hasil kerja dihadapkan kepada efisiensi penggunaan dana, sarana, tenaga, serta waktu yang diperlukan.

(38)

Tertib dalam arti bahwa setiap warga negara secara sadar menggunakan hak dan menjalankan kewajibannya dengan sebaik-baiknya sehingga terwujud kehidupan pemerintahan dan kemasyarakatan yang tertib semuanya secara pasti, berpedoman pada sistem ketentuan hukum/perundang-undangan yang esensial untuk terciptanya disiplin nasional.

Aman dalam arti bahwa terwujudnya tertib pemerintahan dan tertib kemasyarakatan akan sangat membantu terwujudnya keamanan dan ketentraman masyarakat. Kondisi aman ini perlu ditunjang demi terpeliharanya stabilitas daerah.

Sehat dalam arti bahwa tertibnya lingkungan hidup yang akan dapat menjamin kesehatan jasmani dan rohani bagi masyarakat/manusia yang menghuninya.

Asri dalam arti bahwa upaya pengaturan tata ruang di desa dan di kota dapat serasi, selaras, dan seimbang dengan kegiatan-kegiatan manusia yang menghuninya sehingga akan menumbuhkan perasaan kerasan, asri tidak mewah tetapi lebih cenderung memanfaatkan potensi lingkungan yang bersandar pada kreativitas manusiawi.

Sejahtera dalam arti bahwa kebutuhan dasar masyarakat Kabupaten Bantul telah terpenuhi secara lahir dan batin.

Demokratis dalam arti bahwa adanya kebebasan berpendapat, berbeda pendapat, dan menerima pendapat orang lain. Akan tetapi apabila sudah menjadi keputusan harus dilaksanakan bersama-sama dengan penuh rasa tanggung jawab.

(39)

2. Misi

Misi merupakan pernyataan tentang tujuan operasional organisasi (pemerintah) yang diwujudkan dalam produk dan pelayanan, sehingga dapat mengikuti irama perubahan zaman bagi pihak-pihak yang berkepentingan pada masa mendatang. Sebagai penjabaran dari visi yang telah ditetapkan di atas, pernyataan misi mencerminkan tentang segala sesuatu yang akan dilaksanakan untuk pencapaian visi tersebut. Dengan adanya pernyataan misi organisasi, maka akan dapat dijelaskan mengapa organisasi eksis dan apa maknanya pada masa yang akan datang.

Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Bantul telah dinyatakan bahwa misi Kabupaten Bantul adalah (1) Mewujudkan masyarakat Bantul yang sejahtera lahir dan batin berdasarkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (berkaitan dengan aspek Sejahtera dan Agamis); dan (2) Mewujudkan pemerintahan dan kehidupan masyarakat yang demokratis (berkaitan dengan aspek Demokratis). Dua pernyataan misi ini berlaku untuk jangka waktu 20 tahun. Untuk lima tahun pertama (2006-2010), misi tersebut diberi penekanan khusus sesuai dengan tahapan pembangunan yang ingin dicapai, sehingga misi Kabupaten Bantul di dalam RPJMD 2006-2010 adalah sebagai berikut: h) Mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan

pengetahuan, keterampilan, dan kesehatan masyarakat serta menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran yang didasarkan pada keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sejahtera dan Agamis); i) Mewujudkan pemerintahan yang demokratis dengan memperkuat basis

pemerintahan daerah dan desa (Demokratis).

(40)

a. Mempercepat pemulihan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi melalui pengembangan ekonomi lokal berwawasan lingkungan yang tangguh pasca gempa bumi 27 Mei 2006 serta mewujudkan ketahanan pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi risiko bencana; b. Mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin, dengan prioritas

meningkatkan kecerdasan dan derajat kesehatan masyarakat, dan percepatan produksi serta produktivitas sumber daya daerah yang didasarkan pada keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab dengan menerapkan demokratisasi dalam segala aspek kehidupan, menghormati hak asasi manusia, dan menjamin tegaknya supremasi hukum.

B. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN DAERAH

1. Analisis Lingkungan Strategis

Kinerja sangat dipengaruhi oleh bagaimana suatu organisasi (pemerintahan) menerima sukses atau mengalami kegagalan dari suatu misi organisasi pemerintah. Faktor-faktor keberhasilan berfungsi untuk lebih memfokuskan strategi dalam rangka pencapaian tujuan dan misi organisasi pemerintahan secara sinergis dan efisien.

Berdasarkan kajian analisis lingkungan internal (ALI) terdapat beberapa hal yang merupakan unsur kekuatan yaitu:

a. Memiliki jumlah penduduk dan angkatan kerja yang relatif banyak; b. Terjalinnya hubungan yang sinergis antara ulama dan umaro;

c. Memiliki sumberdaya alam yang potensial (lahan pertanian, pariwisata, pertambangan, dan kelautan);

d. Memiliki struktur organisasi yang sudah berorientasi pada urusan wajib yang dimiliki;

e. Adanya komitmen pemerintah daerah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kesehatan masyarakat;

(41)

Adapun yang merupakan unsur kelemahan yaitu: a. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran; b. Rendahnya kemampuan keuangan daerah;

c. Kurangnya profesionalisme dan proporsi aparatur pemerintah daerah; d. Kualitas sarana dan prasarana publik yang belum memadai;

e. Belum optimalnya penerapan e-government; f. Adanya indikasi penurunan kualitas lingkungan.

Sedangkan berdasarkan analisis lingkungan eksternal (ALE), yang merupakan unsur peluang adalah:

a. Diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Undang-undang Nomor 17 tahun 2004 tentang Keuangan Negara;

b. Adanya tawaran kerjasama/kemitraan dari pihak ketiga baik dalam negeri maupun luar negeri (pemerintah, investor, universitas, LSM, dan masyarakat luas);

c. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi;

d. Kebijakan Pemerintah Provinsi untuk mengembangkan DIY sebagai pusat pendidikan, budaya, dan tujuan wisata yang selaras dengan potensi wilayah Kabupaten Bantul.

Yang merupakan unsur ancaman adalah:  Adanya egoisme sektoral;

 Dampak krisis multi dimensional yang berkepanjangan;  Lemahnya koordinasi antar wilayah;

 Persaingan global, tenaga ahli, dan teknologi;

 Persaingan kebijakan pengembangan wilayah (perumahan, perkotaan, kelautan, jasa, dan perdagangan).

2. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan

(42)

Pembangunan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah sebagai motor penggerak utama harus diubah karena paradigma semacam itu terbukti menciptakan pola pembangunan yang sentralistis serta menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah. Di samping itu juga mematikan inisiatif dan partisipasi masyarakat.

Selanjutnya keberpihakan pemerintah daerah terhadap masyarakat berpenghasilan rendah (miskin) ditempuh melalui pemerataan pendapatan yang diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan pembangunan yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh kelompok sasaran.

Dengan bercermin pada kelemahan pola pembangunan sentralistis tersebut di atas maka dirasakan perlu untuk menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan manajemen yang berbasis kebutuhan masyarakat (community-based management approach) untuk mewujudkan kemampuan masyarakat dalam mencukupi kebutuhannya sendiri (community self help). Dengan konsep ini bukan berarti bahwa pemerintah melepaskan tanggungjawabnya tetapi lebih bergeser perannya sebagai fasilitator pembangunan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kunci keberhasilan proses pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Bantul adalah:

a. Adanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah;

b. Adanya pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia (aparat dan masyarakat), terwujudnya pemerintahan yang transparan, dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel), efektif-efisien, dan terselenggaranya pelayanan prima masyarakat.

3. Langkah-langkah Strategis

(43)

a. Penguatan upaya reformasi untuk meningkatkan kualitas kepercayaan publik terhadap pemerintah;

b. Penguatan langkah reformasi pola pikir, pola sikap, dan pola tindak; c. Penguatan reformasi untuk peningkatan kualitas pelayanan publik; d. Penguatan reformasi dalam rangka peningkatan PAD (Pendapatan Asli

Daerah) yang tidak membebani masyarakat;

e. Penguatan reformasi kebijakan bidang pendidikan, pemuda dan olah raga, serta seni dan budaya, dengan setting goal ”cerdas, berakhlak mulia, dan berkepribadian Indonesia”;

f. Penguatan pembangunan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan potensi daerah untuk memperluas lapangan kerja;

g. Reformasi kebijakan di bidang kesehatan;

h. Peningkatan program kualitas sarana dan prasarana perekonomian; i. Reformasi di bidang pengembangan kawasan baru;

j. Penguatan pembaharuan kebijakan di bidang pertanian; k. Penguatan perlindungan dan peran perempuan; dan l. Penguatan reformasi kebijakan pemberdayaan masyarakat.

Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggungjawab telah dilakukan berbagai upaya reformasi birokrasi publik dan akan tetap dilanjutkan di tahun-tahun mendatang yang secara garis besar mencakup aspek-aspek Rethinking, Restrukturisasi, Revitalisasi, dan Renewal.

(44)

Dalam aspek Restrukturisasi, terjadi perubahan yang sangat fundamental dalam proses penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Perubahan mendasar dari undang-undang tersebut adalah bahwa urusan kabupaten/kota menjadi semakin luas karena Pemerintah (Pusat) menyerahkan seluruh urusan bidang pemerintahan kepada kabupaten/kota, kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, agama, serta bidang moneter dan fiskal. Dalam rangka Restrukturisasi, Pemerintah Kabupaten Bantul akan melakukan berbagai upaya untuk melaksanakan urusan-urusan tersebut, antara lain dengan menetapkan berbagai Peraturan Daerah bersama-sama dengan DPRD Kabupaten Bantul.

Sedangkan aspek Revitalisasi sangat diperlukan dalam melaksanakan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat dengan tujuan memacu percepatan pembangunan daerah yang diharapkan mampu mendorong dan mewujudkan percepatan kesejahteraan masyarakat.

Sementara aspek Renewal sangat diperlukan dalam pembangunan daerah agar mampu menjawab tuntutan dan tantangan pembangunan yang selalu berkembang dalam era globalisasi.

Selain berbagai hal di atas, filosifi yang mendasari kemitraan antar stakeholders Kabupaten Bantul adalah apa yang disebut 4-K-1-O, yaitu kesatuan visi, keterpaduan misi, keseragaman motivasi, kompak dalam mekanisme, dan optimalisasi tugas serta kejuangan.

4. Analisis Skala Prioritas

(45)

Gambar

Tabel 2 Klasifikasi penggunaan lahan di Kabupaten Bantul tahun 2009
Tabel 3
Tabel 4 Kepadatan penduduk agraris per kecamatan tahun 2009
Tabel 5 Kepadatan penduduk daerah terbangun Kabupaten Bantul tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Bagaimana pengaruh modal, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengalaman, lama jam kerja terhadap tingkat keberhasilan usaha baik secara parsial maupun simultan pada

Perwujudan bentuk-bentuk yang ekspresif dan bebas mengalir merupakan hasil penekanan aspek keindahan dan harmoni oleh arsitektur organic yang dapat mempengaruhi

Encik Mustaza Ahmad Pengarah Pusat Sukan Encik Mohd Fisol Hj.Saud. Timbalan Pengarah Pusat Sukan

Meskipun hasil penelitian ini menunjukan tidak berpengaruh, bukan berarti DER dapat diabaikan dalam mempengaruhi harga saham, karena menurut Fahmi (2013) dari

Sesuai dengan Peraturan OJK, Perseroan telah menyediakan alternatif bagi pemegang saham untuk memberikan kuasa secara elektronik melalui sistem Electronic General

Kemudian sumber kelima yang ditinjau, mengidentifikasi adanya ancaman terhadap keamanan sistem informasi kesehatan berupa malicious code, virus, social engineering, hacker, dan

Beberapa buku mengatakan memori jangka pendek (short term memory) sama dengn memori kerja (working memory).selain menyimpan informasi baru dalam jangka waktu singkat selagi

[r]