• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Bagito” Dibalik Kebijakan Raskin: Studi Program Raskin di Kecamatan Boyolali T2 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Bagito” Dibalik Kebijakan Raskin: Studi Program Raskin di Kecamatan Boyolali T2 BAB IV"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Penelitian

Lokasi Penelitian

Kecamatan Boyolali merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Boyolali yang terdiri dari 3 (tiga) kelurahan dan 6 (enam) desa dengan jumlah penduduk pada tahun 2016 sebanyak 68.806 jiwa dan 23.451 rumah tangga. Jumlah rumah tangga penerima beras miskin pada tahun 2017 sebanyak 1.882 rumah tangga.

Kecamatan Boyolali memiliki batas – batas wilayah sebagai berikut

- Sebelah Utara : Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.

- Sebelah Timur : Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali.

- Sebelah Selatan : Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali.

- Sebelah Barat : Kecamatan Musuk, Kecamatan Cepogo dan Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.

Kecamatan Boyolali merupakan wilayah yang dekat dengan pusat pemerintahan. Sampai dengan tahun 2014 Kelurahan Siswodipuran Kecamatan Boyolali merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Boyolali sebelum berpindah ke wilayah Kelurahan Kemiri, Kecamatan Mojosongo pada tahun 2015.

Keluarga Penerima Manfaat

Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran para Keluarga Sasaran Penerima Manfaat (KPM) dalam memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu juga untuk meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok sebagai salah satu hak dasarnya.

(2)

26

mengakomodir hasil perubahan KPM melalui mekanisme Musyawarah di desa/kelurahan, jika diperlukan pemutakhiran yang ditetapkan dalam pagu beras bantuan, untuk Kecamatan Boyolali banyaknya pagu bantuan setiap desa/kelurahan seperti pada tabel berikut :

Tabel 4.1. Banyaknya Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT) dan KPM di Kecamatan Boyolali Tahun 2017

No Desa/Kelurahan Rukun Warga (RW)

Penyaluran beras bersubsidi bagi masyarakat berpendapatan rendah telah dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 1998. Program ini pada awalnya disebut dengan Operasi Pasar Khusus (OPK) yang dilaksanakan sebagai program darurat untuk merespon krisis ekonomi yang terjadi pada saat itu. Pada perkembangannya, program beras bersubsidi diperluas fungsinya sebagai bagian dari program perlindungan sosial yang bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat berpendapatan rendah dalam pemenuhan hak dasar berupa kebutuhan pangan pokok dan dikenal dengan sebutan Raskin/Rastra.

Manfaat Program Raskin/Rastra antara lain adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan ketahanan pangan di tingkat KPM, sekaligus sebagai mekanisme perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.

(3)

Dalam pelaksanaan Program Raskin/Rastra diperlukan panduan pelaksanaan kegiatan yang sistematis yang dijadikan pedoman berbagai pihak baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan maupun pihak lain yang terkait dalam pelaksanaan Program Raskin/Rastra tahun 2017 adalah :

a. Penetapan Pagu Raskin/Rastra Nasional

Pagu Nasional merupakan besaran jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang menerima atau jumlah beras yang dialokasikan untuk KPM secara nasional. Pagu Nasional merupakan hasil kesepakatan pembahasan antara pemerintah dan DPR yang dituangkan dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

b. Penetapan Pagu Provinsi

Pagu Provinsi merupakan besaran jumlah Keluarga Sasaran Penerima Manfaat (KPM) yang menerima atau jumlah beras yang dialokasikan untuk KPM di setiap provinsi, yang ditetapkan oleh Menteri Sosial.

c. Penetapan Pagu Kabupaten/Kota

Pagu untuk setiap kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dengan mengacu pada pagu Kabupaten/Kota yang disampaikan oleh Menteri Sosial pada waktu penetapan pagu provinsi.

d. Penetapan Pagu Kecamatan dan Desa/Kelurahan

Pagu Kecamatan dan desa/kelurahan/ pemerintahan setingkat merupakan besaran jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang menerima di setiap kecamatan dan desa/kelurahan atau jumlah beras yang dialokasikan untuk KPM di setiap kecamatan dan desa/kelurahan. Pagu untuk setiap kecamatan dan desa/kelurahan ditetapkan oleh Bupati/ Walikota.

e. Pelaksanaan Penyaluran Beras Sampai Titik Distribusi (TD) 1. Pelaksanaan penyaluran beras sampai TD menjadi tugas dan

tanggung jawab Perum BULOG.

(4)

28

Bupati/Walikota menerbitkan Surat Permintaan Alokasi (SPA) kepada Perum BULOG.

3. Berdasarkan SPA, Perum BULOG menerbitkan SPPB/ DO beras untuk masing-masing kecamatan atau desa/ kelurahan.

4. Sesuai dengan SPPB/DO maka Perum BULOG menyalurkan beras sampai ke TD.

5. Penyaluran beras dari TD ke TB sampai KPM menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/ kota).

6. Pelaksanaan penyaluran beras dari TB kepada KPM dilakukan oleh Pelaksana Distribusi dengan menyerahkan beras kepada KPM sebanyak 15 kg/KPM/bulan, selama 12 kali dalam setahun, atau sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat. 7. Harga Tebus Rastra (HTR) sebesar Rp.1.600,00/kg atau sesuai

dengan kebijakan Pemerintah Pusat di TD.

BAGITO dalam Implementasi Raskin

Penyaluran beras miskin sejatinya merupakan program pemerintah untuk mengentaskan masalah kemiskinan di Indonesia yang masih relatif tinggi diatas 10%1. Pemerintah selalu berupaya

menurunkan tingkat kemiskinan tersebut melalaui berbagai program bantuan yang salah satunya adalah program bantuan beras untuk rakyat miskin.

Kecamatan Boyolali yang terdiri dari tiga kelurahan dan enam desa merupakan wilayah ibukota Kabupaten Boyolali dengan kepadatan penduduk pada tahun 2015 sebanya 2.343 jiwa/km2 dengan

jumlah rumah tangga sebanyak 20.961, mendapatkan alokasi jumlah penerima raskin di tahun 2017 sesuai DPM baru dari pemerintah sebanyak 1.882 rumah tangga atau sekitar 8,97 % rumah tangga.

1 Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

(5)

Pelaksanaan penyaluran raskin pada masing-masing wilayah memiliki strategi dan pendekatan yang berbeda sesuai dengan kondisi kewilayahannya yang berbeda, untuk tiga wilayah perkotaan2

melakukan penyaluran raskin kepada rumah tangga sesuai dengan daftar DPM yang diterima dari pusat, sesuai dengan Pedoman Umum pelaksanaan penyaluran raskin. Jika ada yang sudah meninggal dan di rumah tersebut tidak ada yang menggantikan baru dialihkan ke rumah tangga lainnya dengan berita acara penggantian dari RT setempat.

BAGITO di daerah perkotaan bisa di hilangkan dikarenakan adanya pengertian warga yang tidak menerima bahwa mereka yang tidak terdaftar dalam daftar penerima manfaat tidak memiliki hak untuk menerima bantuan beras bersubsidi. Kesadaran yang ada pada warga tersebut tidak lepas dari peran aparat pemerintah desa/kelurahan yang melakukan pendekatan, sosialisasi serta memberikan pahaman kepada warganya tentang makna dari bantuan beras bersubsidi dari pemerintah, niat yang baik tentunya harus diikuti dengan kepatuhan terhadap peraturan yang ada, sehingga tidak menimbulkan gejolak yang bisa merusak kerukunan antar warga.

Pelaksanaan distribusi beras bersubsidi sesuai dengan daftar yang ada di DPM dengan tegas dilaksanakan di tiga kelurahan perkotaan, di wilayah Kecamatan Boyolali yang lain tidak dengan tegas menyatakan semua wilayah di desanya tidak dilakukan pembagian beras merata, bisa juga dilakukan secara bergiliran (BAGILIR), kebijakan selanjutnya diserahkan kepada warga RT setempat seperti yang disampaikan oleh Lurah Winong Bp. Surono seperti berikut :

“Awal jadi kades tahun 2007 ada pembagian beras secara merata

(BAGITO) namun setelah diberi penjelasan oleh kades, tidak ada lagi pembagian secara merata, karena dirasa tidak tepat sasaran. Ada

masyarakat yang “legowo” ada yang tidak, kalau pihak desa keputusan akhir diserahkan ke masyarakat”.

2 wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan

(6)

30

Untuk Desa Karanggeneng berbeda dengan wilayah lainnya. Di desa ini sebagian besar dilakukan pembagian beras subsidi secara merata, walaupun ada sebagian kecil yang diberikan sesuai dengan warga yang ada di daftar penerima manfaat khususnya untuk wilayah perumahan. Walaupun BAGITO tidak dibenarkan namun hal ini tetap dilakukan untuk meredam gesekan antar warga masyarakat dikarenakan menurut Bp. Abdul rahman, modin Desa Karanggeneng, faktor yang mendorong terjadinya bagito lebih karena faktor iri hati, perbedaan tingkat ekonomi antar masyarakat pedesaan sangat tipis. Tidak ada faktor kebersamaan dan semangat saling berbagi untuk masalah bantuan.

Dari uraian di atas terlihat bahwa ada praktek BAGITO dalam implementasi raskin di Kecamatan Boyolali walaupun tidak merata di semua wilayah. Keputusan pelaksanaan BAGITO maupun BAGILIR diserahkan pada hasil musyawarah tingkat RT. Bagi penerima beras yang namanya ada dalam DPM, sebagian menerima keputusan yang diambil namun ada yang dengan terpaksa menerima keputusan tersebut seperti disampaikan oleh Bp. Sukarnen :

“Mau bagaimana lagi, daripada ada suara-suara yang tidak mengenakkan dan sudah diputuskan dalam musyawarah RT, ya

sudah dibagi rata saja”.(Karanggeneng, 09 Mei 2017).”

Sehingga menurut Bp. Abdul rahman, Semangat kebersamaan, saling berbagi dan tenggang rasa untuk masalah bantuan ekonomi yang diberikan gratis tidak terlihat secara nyata di masyarakat khususnya di wilayah Kecamatan Boyolali.

Pembahasan Hasil Penelitian

(7)

kelompok tertentu. Kebijakan prosedural bersifat lebih teknis, tentang standard dan prosedur seperti kriteria masyarakat yang berhak menerima beras

Implementasi program raskin di Kecamatan Boyolali di beberapa desa/kelurahan sudah melaksanakan pendistribusian beras sesuai kebijakan pemerintah dengan mematuhi standart dan prosedur yang telah ditetapkan seperti dalam pedoman umum pelaksanaan seperti yang disampaikan Bp. Eko Susilo Kadus IV Desa Kiringan :

“Setiap DPM dibuatkan “girik” dan beras diambil sendiri-sendiri di kantor desa. Secara keseluruhan data tersebut sebenarnya sudah sesuai sasaran, penerima raskin memang orang miskin namun sebenarnya ada yang lebih miskin lagi yang tidak mendapatkan. Jadi secara umum tepat sasaran DPM adalah rumah tangga miskin”. (Kiringan, 08 Mei 2017).

Meskipun sudah ada petunjuk pelaksanaan dari pemerintah namun masih ada desa yang melakukan kebijakan lokal. Lingkup kebijakan bersifat lokal atau ada di tingkat daerah, yang sifatya teknis dan erat kaitannya dengan isu-isu lokal, kebijakannya dapat merupakan turunan (teknis atau implementatif) dari kebijakan yang ada di atasnya (LAN, 2015), dengan melakukan pembagian merata (bagito) untuk menghindari gejolak dan menjaga kondisi yang kondusif di masyarakat seperti yang disampaikan Modin Desa Karanggeneng, Bp. Abdul rahman berikut :

“Kondisi sekarang kondusif dikarenakan semua tidak bisa berbuat banyak, mau mengusulkan revisi ataupun merubahnya juga diluar kewenangan pihak desa, jadi ya diterima apa adanya. Akhirnya ya gimana lagi ya BAGITO padahal dibagi roto tidak boleh. Hampir semua beras dibagi, kecuali di wilayah perumahan dan ini sudah dilakukan sejak pertama kali turun beras. Tetapi dahulu dari 3000an KK yang ada di karanggeneng ini yang dapat beras sebanyak 800an jadi tidak banyak gejolak namun lama- lama jatahnya menjadi turun hingga tinggal 200an KK inilah yang menimbulkan gejolak sehingga diambil langkah kebijakan oleh masing-masing RT untuk dibagi ke sesama”. (Karanggeneng, 09 Mei 2017).

(8)

32

berdasarkan fenomena penelitian yang diamati ditinjau dari tiga perspektif, yaitu perspektif kepatuhan, perspektif kelancaran dan perspektif kepuasan. Proses analisis terhadap fenomena pengamatan dilakukan dengan proses triangulasi baik dari sumber informasi maupun isi informasi.

Perspektif Kepatuhan

Keberhasilan suatu program juga dipengaruhi oleh seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, kepatuhan pegawai pelaksana lapangan terhadap peraturan yang ada serta usaha-usaha yang dilakukan oleh para pejabat atasan kepatuhan dari pejabat

ditingkat lebih rendah dalam mengubah perilaku

masyarakat/kelompok sasaran.

Penetapan DPM

Selama ini penetapan Daftar Penerima Manfaat (DPM) merupakan kewenangan Tim Nasional Percepatan Penganggulangan Kemiskinan (TNP2K) pusat. Dengan dikeluarkannya penetapan DPM tersebut dan dengan penerima manfaat yang baru untuk setiap periode, menimbulkan persoalan baru bagi aparat kelurahan. Hal ini dikarenakan masih ada warga yang tergolong miskin tidak terdaftar dalam DPM serta berkurangnya pagu penerima manfaat bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Jika dilihat dari pernyataannya maka pihak desa khususnya perangkat desa maka lebih senang jika bantuan subsidi beras tersebut dihapuskan. Di wilayah Kecamatan Boyolali hanya ada satu desa yang jumlah penerima manfaatnya mengalami penambahan, namun tetap saja perubahan dan penambahan tersebut menimbulkan permasalahan tersendiri.

(9)

desa/kelurahan, namun para aktor pelaksana lapangan tidak bisa berbuat banyak dan patuh terhadap keputusan yang telah ditetapkan pemerintah pusat.

Pelaksanaan Penyaluran

Penyaluran beras bersubsidi ini sesuai pedoman umum seharusnya dilakukan setiap bulan, namun untuk tahun 2017 pelaksanaannya terlambat. Pelaksanaan penyaluran rastra (istilah baru untuk raskin) pada awal tahun 2017 dirapel selama tiga bulan hal ini dikarenakan keputusan pemerintah sebagai payung hukum baru keluar pada 9 Maret 2017.

Tata cara penyaluran untuk pengambilan beras tersebut menggunakan kartu penerima manfaat berupa “girik” (sebutan masyarakat untuk kartu tersebut) yang dibagikan setiap akan turun bantuan subsidi beras sebagai kartu kendali bahwa yang bersangkutan telah mendapatkan beras dan beras diambil sendiri-sendiri di kantor Desa. Girik ini juga sebagai penanda dan kartu kendali bila ada kebijakan dari RT yang melakukan penggantian penerima manfaat, bahwa benar adanya, hak penerima beras telah dialihkan ke warga yang lain atas musyawarah RT.

Berbeda lagi dengan kebijakan yang dilakukan Desa Mudal yang mengirim langsung beras tersebut sampai tingkat RT dengan alasan jarak penerima dengan kantor kelurahan relatif jauh, Sedangkan untuk Desa Karanggeneng pengambilan dilakukan oleh pihak RT dikarenakan beras yang seharusnya diterimakan sebanyak 15 kg/penerima subsidi namun dibagi rata.

(10)

34

Kualitas Beras

Kualitas beras subsidi tidak tertuang secara khusus dalam pedoman umum subsidi pangan sehingga tidak ada aturan baku mengenai standart minimal kualitas beras, beras yang diterima terkadang berkualitas buruk dikarenakan masa simpan yang lama. Hal tersebut membuat para penerima terkadang enggan menerima raskin, seharusnya pengecekan dilakukan dengan teliti agar beras yang diterima benar-benar berkualitas baik karena sesuai ketentuan jika beras berkualitas buruk maka pihak kelurahan/desa wajib mengembalikan beras melalui satker raskin/rastra ke BULOG dan akan ditukar dengan beras yang bermutu baik. Berikut pendapat Kepala Desa Winong Bp. Surono mengenai kualitas beras:

“Banyak penerima raskin yang berasnya dijual ataupun ditukar dengan kualitas beras yang lebih baik”. (Winong, 03 Mei 2017).

Menurut Pendapat dari Bp. Abdul rahman modin Desa Karanggeneng yang memiliki pengalaman dalam penanganan secara langsung dan bersentuhan dengan raskin sejak awal mula adanya raskin berpendapat :

“Kalau saya tidak cocok dengan program raskin, karena beras yang

dibagikan ke masyarakat miskin tersebut rata-rata kualitasnya jelek.”(Karanggeneng, 09 Mei 2017).

Dari peryataan di atas dapat disimpulkan bahwa BULOG sebagai lembaga penyedia beras raskin, sesuai dengan pedoman umum raskin melakukan penjaminan kualitas beras yang disalurkan sesuai prinsip 6T, yaitu tepat kualitas. Rumah tangga penerima manfaat enggan melakukan penukaran ke BULOG dikarenakan apapun kualitas beras yang diterima tujuannya adalah untuk dijual kembali sehingga mendapatkan keuntungan dari selisih harga pasaran beras.

Ketepatan Sasaran

(11)

Untuk mendapatkan daftar nama Rumah tangga Sasaran pemerintah melakukan pemutakhiran data setiap tiga tahun sekali, dan terakhir dilakukan di tahun 2015 dengan Pemutakhiran Basis Data Terpadu 2015 (PBDT 2015). Tujuan utama kegiatan PBDT 2015 adalah untuk memperoleh keterangan rumah tangga dan anggota rumah tangga BDT kondisi tahun 2015 sebagai data dan informasi yang mutakhir.

Mekanisme pelaksanaan PBDT 2015 berbeda dengan tiga kegiatan sebelumnya3 yaitu dengan adanya keterlibatan masyarakat melalui

kegiatan Forum Konsultasi Publik (FKP). FKP merupakan forum diskusi antar perangkat daerah dan tokoh masyarakat di tingkat desa/kelurahan yang bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan rumah tangga dalam BDT.

Forum Konsultasi Publik (FKP) adalah forum pertemuan untuk bertanya-jawab bersama dengan publik/masyarakat. Agar konsultasinya efektif dan efisien maka konsultasi hanya melibatkan tokoh yang mewakili masyarakat, seperti ketua komunitas, Kepala Dusun, Ketua RW, Ketua RT atau Ketua SLS atau tokoh yang mewakili. FKP dilaksanakan pada tingkat desa/kelurahan dengan mengundang perwakilan masyarakat dari wilayah setingkat di bawah desa/kelurahan.

Namun pada kenyataannya masih saja ada warga miskin yang tidak menerima jatah beras bersubsidi seperti yang disampaikan oleh Kadus II Desa Kiringan Bp. Eko Susilo sebagai berikut :

“Secara keseluruhan data tersebut sebenarnya sudah sesuai sasaran, penerima raskin memang orang miskin namun sebenarnya ada yang lebih miskin lagi yang tidak mendapatkan. Jadi secara umum tepat sasaran, DPM adalah rumah tangga miskin. Contohnya adalah ada rumahtangga sama-sama tidak mampu tapi yang satu muda

3 Kegiatan serupa pernah dilaksanakan oleh Pemerintah sebanyak tiga kali dengan

(12)

36

yang satunya tua, kalau logika cara berpikir saya kan yang tua yang mendapatkan bantuan tetapi di DPM yang muda yang keluar namanya. Karena yang muda masih kuat kerja nguli tapi yang tua sudah tidak mampu lagi. Di kiringan jujur warga mampu tapi dapat beras tidak ada, semuanya yang dapat warga tidak mampu hanya kurang pas saja”. (Kiringan, 08 Mei 2017).

Sama halnya yang terjadi di Desa Penggung menurut penuturan Bp. Slamet Winarno :

“Sebenarnya mereka yang menerima memang termasuk golongan miskin cuman memang ada yang lebih miskin namun tidak mendapatkan beras” (Penggung, 09 Mei 2017).

Dari keterangan diatas maka pemerintah sebagai penyedia data telah berusaha untuk melakukan pemutakhiran dan peningkatkan kualitas data sehingga rumah tangga penerima raskin sesuai dengan sasaran adalah mereka yang benar-benar membutuhkan, walaupun oleh aparat kelurahan dan masyarakat akurasinya masih dirasakan kurang dikarenakan masih adanya warga miskin yang seharusnya lebih berhak menerima namun masih terlewat (undercoverage).

Perspektif Kelancaran

Kekuasaan dan kepentingan yang dimiliki dari sebuah implementasi yang ada diharapkan mampu mewujudkan kehendak dan harapan rakyat. Strategi implementasi akan dapat mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan program yang sedang dilaksanakan.

Pembayaran

Harga tebus bantuan beras subsidi sesuai ketentuan pedoman umum subsidi pangan sebesar Rp. 1.600.00/kg sampai dengan titik distribusi dan dilakukan secara tunai. Pelaksana distribusi di kelurahan/desa langsung menyetor uang tebus kepada Perum BULOG setempat sebelum jadwal waktu pengiriman bantuan beras ke titik distribusi di kantor kelurahan/desa.

(13)

strategi untuk pengambilan pertama penerima bantuan membayar

double, karena sebelum pengambilan beras di gudang bulog, pembayaran harus lunas terlebih dahulu. Sehingga nanti untuk pengambilan terakhir di bulan desember tidak membayar.

Kebijakan yang dilakukan di Kelurahan Pulisen dan Desa Winong memang berbeda dengan wilayah lainnya di Kecamatan Boyolali yang memberikan dana talangan untuk dibayarkan ke Perum BULOG. Dana untuk pengambilan beras ke BULOG ditomboki pihak kelurahan terlebih dahulu, setelah beras sampai kelurahan baru warga membayar beras tersebut pada saat pengambilan.

Berbeda lagi dengan kebijakan yang dilakukan Desa Mudal yang melakukan “jemput bola” dimana petugas berkeliling untuk mengumpulkan bukti tanda terima serta uang pengganti setelah beras tersebut diterima oleh penerima manfaat seperti diutarakan Modin Desa Mudal Bp. Mahmudi sebagai berikut :

“Namun disisi lain pihak desa kesulitan dalam mengumpulkan

bukti penerimaan/ tanda tangan dan juga dalam mengumpulkan uang pengganti beras, bila belum terkumpul sampai dengan turunnya lagi beras miskin maka pengurus/ desa harus nombok duluan dengan rata-rata menunggak selama satu putaran”(Mudal, 08 Mei 2017).

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa berbagai upaya dan strategi diterapkan untuk mengatasi permasalahan pembayaran beras di wilayah kerja masing demi kelancaran penyaluran beras, baik di wilayah tersebut melakukan BAGITO maupun yang diberikan sesuai dengan yang ada di daftar penerima bantuan subsidi beras.

Pengaduan

(14)

38

tentang pengaduan yang diterima, tindak lanjut dan rekomendasi untuk perbaikan Program Rastra (Pedum Rastra, 2017 : 48).

Di semua desa/kelurahan di Kecamatan Boyolali semua pengaduan ditampung dan ditangani oleh perangkat desa/kelurahan yang langsung menangani raskin, materi pengaduan apa saja yang terkait dengan raskin terutama menyangkut enam indikator raskin, namun pengaduan tersebut tidak ada yang bersifat resmi secara tertulis ke kelurahan tetapi pengaduan mereka hanya bersifat lisan tidak tertulis.

Penyelesaian Masalah

Langkah dan tindakan yang diambil oleh sebagian besar aparat desa/kelurahan hampir semuanya seragam dengan memberikan pengertian dan penjelasan kepada warga yang melakukan pengaduan ke desa/kelurahan. Pada umumnya pengaduan untuk awal tahun 2017 dikarenakan adanya perubahan daftar penerima biasanya pengaduan dikarenakan pada tahun sebelumnya mendapatkan beras subsidi namun pada tahun ini tidak mendapatkan beras subsidi, dan telah ditangani oleh aparat desa/kelurahan dengan memberikan keterangan dan penjelasan terkait daftar penerima yang baru seperti yang disampaikan Modin Desa Winong sebagai berikut :

“Protes secara lisan adalah hal biasa, namun setelah dijelaskan dari masing perangkat desa , kadus menjelaskan ke masyarakat secara langsung kepada yang merasa berhak tetapi tidak menerima. Secara umum dari desa sebenarnya menghendaki bila ada perubahan DPM dari pusat diberi waktu untuk bisa melakukan klarifikasi ke masyarakat bawah siapa saja yang sebenarnya berhak mendapatkan, tidak tau-tau sudah ditetapkan DPMnya sehingga mau nggak mau ya dilaksanakan sesuai pagu dan penerima yang ada di daftar dan itu yang bisa disampaikan ke masyarakat”(Winong, 03 Mei 2017).

(15)

menanggulangi permasalahan yang terjadi oleh pejabat-pejabat dilapangan.

Pemecahan masalahan untuk beberapa kasus yang mendasar terkait kehendak pembagian secara merata telah disikapi oleh pejabat di lapangan dengan berusaha memberikan pemahaman bahwasanya raskin tersebut tidak boleh dibagi merata sesuai pedum raskin yang telah ditetapkan pemerintah pusat. Sikap yang diambil oleh aparat desa adalah mengembalikan keputusan akhir ke warga masyarakat dengan musyawarah dan kesepekatan warga hasil rapat tingkat RT, baik yang melakukan BAGITO maupun yang diterimakan utuh sesuai dengan DPM, yang terpenting bagi petugas adalah tidak ada permasalahan di lapangan dan program raskin tersebut berjalan dengan lancar.

Perspektif Kepuasan

Implementasi yang berhasil mengarah kepada kinerja yang memuaskan semua pihak, terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan. Rakyat sebagai penerima manfaat seharusnya mampu menjadi partner dari pemerintah karena pada dasarnya program yang dilakukan adalah demi kepentingan rakyat, sehingga rakyat disini diharapkan dapat seiring sejalan dengan pemerintah. Kelompok sasaran diharapkan dapat berperan aktif terhadap program yang dijalankan pemerintah, karena hal ini akan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dari pemerintah.

Pembagian beras secara merata “Bagito”

(16)

40

Pada beberapa kasus ada pergeseran penerima dikarenakan si penerima sudah meninggal, digeser berdasarkan usulan dari RT. Bisa juga yang ada di DPM sudah lebih mampu pada pelaksanaan lapangan kelurahan menyerahkan sepenuhnya ke pihak RT yang penting RT berani bertindak untuk mengganti orang tersebut. Jadi kebijakan sepenuhnya diserahkan ke RT yang dianggap lebih mengetahui, namun demikian penggantian tersebut telah sesuai prosedur yang ada dan ada berita acara dari pihak RT untuk penggantian orang tersebut dan pihak yang diganti sudah “legowo”.

Pelaksanaan distribusi beras bersubsidi sesuai dengan daftar yang ada di DPM dengan tegas dilaksanakan di tiga kelurahan perkotaan dan satu desa di wilayah Kecamatan Boyolali, wilayah yang lain tidak dengan tegas menyatakan semua wilayah di desanya tidak dilakukan pembagian beras merata, bisa juga dilakukan secara bergiliran (BAGILIR), kebijakan selanjutnya diserahkan kepada warga RT setempat dan masing-masing pihak merasa puas dengan keputusan yang diambil.

Untuk Desa Karanggeneng berbeda dengan wilayah lainnya. Di desa ini sebagian besar dilakukan pembagian beras subsidi secara merata (BAGITO), walaupun ada sebagian kecil yang diberikan sesuai dengan warga yang ada di daftar penerima manfaat, seperti dituturkan oleh Bp Abdul rahman berikut ini :

“Kondisi sekarang kondusif dikarenakan semua tidak bisa berbuat banyak, mau mengusulkan revisi ataupun merubahnya juga diluar kewenangan pihak desa, jadi ya diterima apa adanya. Akhirnya ya gimana lagi ya BAGITO padahal dibagi roto tidak boleh. Hampir semua beras dibagi, kecuali di wilayah perumahan. Dan ini sudah dilakukan sejak pertama kali turun beras” (Karanggeneng, 09 Mei 2017).

(17)

Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan penilaian terhadap adanya BAGITO dalam implementasi raskin. Sebagian aparat kurang setuju karena menganggap bagito maupun bagilir tidak sesuai dengan pedoman umum pelaksanaan raskin. Sebagian aparat lainnya setuju sepanjang pelaksanaannya bisa memberikan rasa puas bagi semua pihak.

Evaluasi Penentuan KPM

Seperti halnya penetapan DPM yang didalamnya merupakan daftar Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dalam satu wilayah, merupakan kewenangan pusat, daerah tidak diberikan kesempatan untuk meneliti dan melakukan verifikasi lapangan terkait kebenaran dan ketepatan penerima bantuan subsidi beras tersebut

Proses pendataan juga tidak kalah penting dalam tahapan pengumpulan informasi yang akan dijadikan acuan oleh pemerintah pusat dalam menetapkan Keluarga Penerima Manfaat seperti halnya yang disampaikan Bp. Gatot berikut :

“Proses pendataan yang harus lebih jeli. Dikarenakan ada ketua RT yang mengusulkan seluruh warga RT untuk di data sebagai penerima raskin. Sehingga proses verifikasinya yang harus lebih jeli dilapangan. Tidak mau menyaring terlebih dulu, semua proses diserahkan pada saat penyaringan/verifikasi lapangan oleh petugas pendata” (Pulisen, 27 April 2017).

(18)

42

Ada perbedaan persepsi antara data lapangan hasil survei oleh petugas dan persepsi miskin menurut masyarakat. Misalkan ada yang secara fisik rumah jelek lantai tanah dinding kayu namun masih mampu dan memiliki pekerjaan walaupun hasilnya sedikit ataupun memiliki aset, sementara yang satunya kondisi rumah secara fisik lebih bagus lantai ubin dan dinding tembok namun sudah tua dan tidak mampu bekerja, ada juga yang rumahnya bagus tetapi peninggalan orang tua. Kalau data tidak dikombinasikan untuk mencari sasaran yang tepat, harus ada penyamaan persepsi dan sudut pandang. Ketika satu warga satu RT tersebut duduk bersama dan menentukan urutan dari yang paling miskin itulah yang mendekati kebenaran, melakukan perangkingan terlebih duhulu.

Untuk penentuan kemiskinan menurut persepsi masyarakat sangat dipengaruhi keadaan lingkungan, sebagai gambaran bahwa yang paling miskin di lingkungan perumahan dengan ukuran miskin di lingkungan perkampungan ukurannya sudah lain sehingga kalau ditentukan pihak RT masing-masing akan menjadi bias, dikarenakan berbeda ukuran.

Penelitian ini menunjukkan adanya kekurang puasan terhadap tahapan penentuan Keluarga Penerima Manfaat dalam implementasi raskin. Sebagian aparat dan masyarakat kurang setuju karena menganggap penentuan Keluarga Penerima Manfaat dilakukan secara sepihak oleh pemerintah pusat tanpa melibatkan aparat desa/kelurahan dan masyarakat. Sebagian aparat lainnya setuju sepanjang pelaksanaannya bisa memberikan rasa puas bagi semua pihak, kekurang puasan yang dirasakan oleh masyarakat bisa diatasi dengan memberikan pengertian dan pemahaman mengenai maksud dan tujuan raskin.

Peran Aparat Desa/Kelurahan

(19)

program tersebut kalau bukan dikarenakan tugas dan kewajiban yang melekat pada jabatan mereka.

Sebagian aparat kelurahan menilai bahwa penghentian program bantuan raskin tidak akan membuat masyarakat diwilayahnya menjadi sengsara. Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan penilaian terhadap keberadaan Raskin. Sebagian aparat lainnya setuju sepanjang pelaksanaannya tepat sasaran. Sementara itu, masyarakat penerima terbantu dengan keberadaan Raskin dan mereka menilai keberadaan program tidak memengaruhi etos kerja sebagai aparat petugas lapangan. Sebagian aparat kurang setuju karena menganggap Raskin sebagai “program yang hanya memberi ikan, bukannya kail”. Seperti yang disampaikan Bp. Abdul rahman modin Desa Karanggeneng yang memiliki pengalaman dalam penanganan secara langsung dan bersentuhan dengan raskin sejak awal mula adanya raskin berpendapat:

“Kalau saya tidak cocok dengan program raskin, karena beras yang

dibagikan ke masyarakat miskin tersebut rata-rata kualitasnya jelek. Jadi tetap kedepan dirubah pola bantuannya, ibarat tidak dikasih ikan tapi dikasih kail. Karena kalau tetap dilanjutkan tetap aparat paling bawah yang menjadi korban, menjadi tumpuan dan umpatan dari yang tidak menerima, secara kasat mata perbedaan antara yang menerima dan tidak menerima hanya tipis. Gejolaknya lebih kentara pada saat ada gerakan gotong royong masyarakat desa,

hingga ada yang mengatakan “yang melakukan gotong royong yang

menerima bantuan beras saja” sementara yang tidak menerima

bantuan enggan untuk melakukan kegiatan gotong royong. Ibarat

kucing sepuluh di lempar ikan asin satu, ya pasti saling berebut”

(Karanggeneng, 09 Mei 2017).

Gambar

Tabel 4.1. Banyaknya Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT) dan KPM di Kecamatan Boyolali Tahun 2017

Referensi

Dokumen terkait

of the students added to library access as perceived by the students themselves influences reading achievement of the students. This final question was also important

Transaksi yang bersifat kontinjensi (bersyarat) ini belum mengikat bank untuk melakukan tagihan ataupun kewajiban rill saat ini, akan tetapi secara antisipatif

Studies conducted by Davis-Kean (2005), Alexander, Entwisle, and Bedinger (1994), and Corwyn and Bradley (2002) led to the emergence of the question of whether it also applies to

ANALISIS KONTRASTIF STRATEGI TINDAK TUTUR PERMINTAAN MAAF BAHASA JEPANG DAN BAHASA INDONESIA.. Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu

Dari sini dapat diinterprestasikan bahwa ada korelasi yang positif antara prestasi belajar bahasa Indonesia dengan prestasi belajar matematika pada soal cerita di

Hal tersebut penting karena perusahaan yang beroperasi dalam dunia modern mempunya pilihan monumental yang harus diambil.2’ Setiap karyawan pada suatu korporat haruslah

Results: Methanol extract showed better activity than ethyl acetate extract in DPPH, NO, lipid peroxidation by TBA, reducing power capacity assay, total phenol, total flavonoid

Balanced scorecard is developed into four perspectives: financial perspective, customer perspective, internal business perspective and learning and growth perspective.. The method