• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Pemeriksaan Calon Terampu Sebelum Adanya Penetapan Pengampuan Oleh Pengadilan ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2221 K Pdt 2010)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Pemeriksaan Calon Terampu Sebelum Adanya Penetapan Pengampuan Oleh Pengadilan ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2221 K Pdt 2010)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan zaman, maka semakin beragam pula masalah

yang terjadi di dalam kehidupan. Terkadang manusia sendiri tidak dapat menduga

masalah apa yang akan datang, dan belum mawas diri untuk mempersiapkan

pemecahan dari masalah tersebut. Semakin banyak seorang manusia berinteraksi

maka semakin banyak pula corak masalah yang diketemukan.

Manusia sebagai makhluk sosial (homo socius) pasti berusaha menjalin

hubungan. Hubungan ini nantinya akan membentuk suatu kelompok- kelompok yang

terdiri dari manusia- manusia itu sendiri baik dalam jumlah yang paling kecil yaitu

keluarga sampai yang terbesar yaitu masyarakat dalam suatu Negara misalnya

Indonesia. Bila bertitik tolak pada keluarga sebagai kelompok terkecil maka dapatlah

dikatakan kita sebagai manusia paling banyak berhubungan dan bergantung antara

manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Menurut Sigmund Freud keluarga

itu terbentuk karena adanya perkawinan antara pria dan wanita. Keluarga berfungsi

sebagai pusat pengasuhan dan pendidikan bagi setiap anggotanya.1 Keluarga adalah hal yang memberikan kontribusi terbesar dalam diri manusia itu sendiri. Dan telah

menjadi biasa, bagi kita khususnya masyarakat Indonesia melakukan pemecahan

masalah dengan berdiskusi kepada keluarga apalagi memang masalah yang timbul

(2)

berkaitan dengan anggota keluarga itu sendiri, maka sudah barang tentu yang

menyelesaikannya pun adalah anggota keluarga juga.

Masalah-masalah yang terjadi dalam suatu keluarga, ada yang dapat

diselesaikan dengan cara membicarakannya dengan seluruh anggota keluarga dan

mendapatkan jalan keluar yang disetujui bersama. Tapi ada kalanya pula masalah

keluarga ini tidak dapat diselesaikan dengan keluarga saja. Tapi membutuhkan

campur tangan hukum di dalamnya. Di Indonesia, pengadilan adalah suatu badan

yang dapat dijadikan jalan keluar bagi permasalahan hukum tersebut. Pengadilan

dapat memberikan kepastian hukum tentang masalah keluarga tersebut. 2Salah satu permasalahan keluarga yang membutuhkan pengadilan sebagai jalan keluar adalah

soal penetapan pengampuan.

Peraturan dan ketentuan mengenai Pengampuan ( curatele) ini diatur dalam

bab XVII pasal 433 yang kemudian diturunkan dalam pasal 434 sampai dengan 461.

Sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur secara khusus mengenai

pengampuan ini, sedangkan masalah pengampuan di Indonesia semakin banyak.

Pengadilan hanya berpatokan kepada Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (BW).

Sedangkan hukum Perdata di Indonesia masih bersifat pluralisme oleh karena adanya

keanekaragaman adat dan juga suku di Indonesia.

Dualisme hukum sebagai akibat dari politik hukum imperialism masih

dirasakan sampai saat ini dimana belum terciptanya Hukum Nasional atas suatu

perbuatan hukum yang berlaku untuk semua lapisan masyarakat.

(3)

Inilah persoalan atau pertanyaan yang penyelesaiannya serta jawabannya

memerlukan suatu ketentuan- ketentuan khusus dalam berbagai peraturan- peraturan

dan penemuan asas- asas hukum oleh pengetahuan dan yurisprudensi,

Pengampuan atau dikenal juga dengan curatele adalah keadaan dimana

seseorang karena sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal

cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum3. Orang yang diletakkan di bawah pengampuan dianggap tidak cakap untuk bertindak sendiri dalam lalu lintas hukum

karena sifat pribadinya. Atas dasar itu orang tersebut dengan keputusan hakim lantas

dimasukkan ke dalam golongan orang yang tidak cakap bertindak.4

Menurut hukum bahwa setiap manusia itu merupakan orang yang berarti

pembawa hak, yaitu segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban (pendukung

hak dan kewajiban) dan disebut subyek hukum (rechtssuyecti subyetum juris)5, akan tetapidalam hukum tidak semua orang diperbolehkan bertindak sendiri untuk

melaksanakan hak- haknya itu.6

Kecakapan bertindak dalam hukum (rechtsbekwaam heid) merupakan

kemampuan seseorang untuk membuat suatu perjanjian, sehingga perikatan yang

diperbuatnya menjadi sah menurut hukum.7

3www.advokatku.blogspot.com, Pengampuan, syarat dan prosedurnya, diakses tanggal 28

Februari 2012

4H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Cet 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

1983, hlm 177

5Komariah,Hukum Perdata, UMM Press, Malang, 2008, hlm 21 6

I Ketut Oka Setiawan dan Arrisman, Hukum Perdata tentang Orang dan Benda, FH Utama Jakarta, 2010,hlm 42

7S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah (Persyaratan Permohonan di Kantor

(4)

Suatu tindakan akan menimbulkan akibat hukum yang sempurna, apabila

orang yang bertindak pada saat melakukan suatu tindakan mempunyai kematangan

berfikir, yang secara normal mampu menyadari sepenuhnya tindakannya dan akibat

dari tindakannya . Orang yang secara normal mampu menyadari tindakan dan akibat

dari tindakannya dalam hukum untuk ringkasnya disebut dengan istilah teknis hukum

cakap bertindak.

Menurut J Satrio, pengampuan/ curatele adalah suatu keadaan, dimana orang

dewasa kedudukan-hukumnya diturunkan menjadi sama dengan orang yang belum

dewasa, dengan konsekuensinya, kewenangannya untuk bertindak dicabut.8

Seorang yang belum dewasa pada asasnya tidak bisa melakukan tindakan hukum sendiri, sehingga sama dengan mereka- merekayang di bawah umur, orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan. Kecuali undang- undang menentukan lain adalah orang- orang yang harus diwakili dalam segala tindakan hukumnya, dengan perkecualian yang diberikan oleh Pasal 446 ayat (2) KUH Perdata.9

Dalam hal menentukan seseorang itu dewasa atau belum dewasa orang

biasanya melihat berdasarkan usia seseorang,usia memegang peranan penting karena

ia dikaitkan dengan masalah kecakapan bertindak, untuk berlakunya

perlindungan-perlindungan tertentu diisyaratkan telah dicapainya umur tertentu.

Harap diketahui, bahwa sebagian besar hak- hak dan dengan itu

kewajiban-kewajiban hukum dikaitkan dengan atau terjadi melalui tindakan hukum. Padahal

kecakapan untuk melakukan tindakan hukum dikaitkan dengan faktor kedewasaan,

yang didasarkan antara lain, atas dasar hukum.10

8

J Satrio, Hukum Pribadi ( Bagian I Persoon Alamiah), Cet 1, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm 74

(5)

Dengan demikian umur juga memegang peranan yang penting untuk lahirnya

hak- hak tertentu. Dengan perkataan lain, untuk berlakunya ketentuan- ketentuan

hukum tertentu, ada kalanya harus dipenuhi unsur kedewasaan atau

kebelum-dewasaandan akibat hukum itu dikehendaki atau dapat dianggap dikehendaki.11 Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa mereka yang belum dewasa

bukannya tidak bisa bertindak dalam hukum, tetapi pada asasnya mereka tidak bisa

bertindak dengan akibat hukum yang sempurna, kecuali undang- undang memberikan

ketentuan yang menyimpang.

Pengampuan hakikatnya merupakan bentuk khusus daripada perwalian, yaitu

diperuntukkan bagi orang dewasa tetapi berhubung dengan sesuatu hal (keadaan

mental atau fisik tidak atau kurang sempurna) ia tidak dapat bertindak dengan

leluasa.12Tetapi harus dapat dibedakan antara perwalian dan pengampuan.

Dalam perwalian (voogdij), pemeliharaan dan bimbingan dilaksanakan oleh

wali, dapat salah satu ibunya atau bapaknya yang tidak dalam keadaan ikatan

perkawinan lagi atau orang lain terhadap anak- anak yang belum dewasa, sedangkan

dalam pengampuan (curatele), pemeliharaan atau bimbingan dilaksanakan oleh

curator (yaitu keluarga sedarah atau orang yang ditunjuk) terhadap orang- orang yang

dewasa sebab dinyatakan tidak cakap bertindak dalam lalu lintas hukum.13

11Ibid 12

Ali Afandi,Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Cet 3, Bina Aksara, Jakarta, 1986, hlm 161

13 C.S.T Kansil, Modul Hukum Perdata I ( Termasuk Asas- Asas Hukum Perdata), Cet 1,

(6)

“Hukum perdata menyebut orang yang menjadi wali sebagai Pengampu, sementara prosesnya sendiri disebut Pengampuan (curatele). Dan orang yang dianggap pantas oleh hukum untuk menggantikannya adalah keluarga dan hanya keluarga berhak mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk menggantikan si penderita dalam hal melakukan perbuatan hukum. Nantinya pengadilan sebagai pihak yang berwenang akan mengeluarkan penetapan yang isinya menjelaskan tentang akibat hukum apa yang timbul bagi si penderita yang selanjutnya disebut sebagaiCurandus”14

Tetapi dalam KUH Perdata pun pasal- pasal yang mengatur tentang

pengampuan ini masih dicampur dengan pasal- pasal yang ada dalam perwalian,

sehingga ketentuan- ketentuan yang mengatur mengenai perwalian masih menutup

kekurangan yang ada pada peraturan pengampuan.15

Salah satu contoh kasus yang terjadi seperti pada Putusan Mahkamah Agung

Nomor 2221/K/Pdt/2010 yaitu Tuan Amri sebagai Penggugat (abang tertua terampu)

dengan Tuan Rahmanudin sebagai tergugat (suami sah terampu) dan Nyonya Niswati

sebagai Terampu. Nyonya Niswati telah mengalami gangguan jiwa sehingga tidak

dapat bertindak mewakili dirinya sendiri dalam perbuatan hukum. Sehingga suaminya

Tuan Rahmanudin telah memohonkan penetapan pengampuan terhadap istrinya

tersebut. Dan pengadilan telah memutuskan pengampuan tersebut jatuh kepada

suaminya dengan dikeluarkannya Penetapan Pengampuan nomor

2/Pdt.P/2009/PN.ME, tetapi setelah dikeluarkannya penetapan tersebut Penggugat

yaitu Tuan Amri merasa keberatan dengan penetapan itu dan mengajukan gugatan ke

pengadilan dengan alasan bahwa suami terampu (tergugat) tidak layak menjadi

pengampu dan mempunyai itikad tidak baik. hal ini dikarenakan setelah terampu

(7)

mulai menunjukkan tanda- tanda gangguan jiwa, tergugat telah mengembalikan

terampu kepada orang tuanya sehingga orang tua terampulah yang mengurusnya.

Sedangkan tergugat pergi tugas ke luar kota yang kemudian tergugat telah menikah

siri dengan wanita lain. Pada saat orang tua laki-laki terampu meninggal, tergugat

menjemput terampu secara paksa dan membawa terampu untuk ikut tinggal bersama

istri sirinya. Penggugat berpendapat bahwa pengadilan dalam menetapkan

pengampuan itu tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan yang

berlaku, karena tidak melihat ketentuan pasal 439 Kitab Undang- Undang Hukum

Perdata yang menyatakan : “ setelah mendengar atau memanggil dengan sah akan

segala yang tersebut dalam pasal yang lain, pengadilan harus mendengar akan

seseorang pengampuannya diminta jika kiranya orang ini tidak mampu

mengindahkan dirinya, maka pemeriksaan itu harus dilangsungkan di rumahnya, oleh

seorang hakim atau lebih yang diangkat untuk itu, disertai oleh panitera dihadiri oleh

kejaksaan, harus dibuat berita acara, dan suatu turunan otentik dari berita acara itu

harus dikirimkan kepada Pengadilan Negeri. Tetapi pengadilan sama sekali tidak

meminta keterangan dari pihak keluarga. Hakim menolak pencabutan penetapan

pengampuan yang diajukan oleh Penggugat. Dan gugatan ini berlangsung sampai ke

tingkat banding dan kasasi. Pada tingkat kasasi, hakim tetap menolak pembatalan

penetapan pengampuan ini.

Hal inilah yang menjadi inti dari permasalahan yang akan coba penulis bahas

(8)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian singkat pada latar belakang tersebut di atas maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana prosedur pemeriksaan calon terampu sebelum adanya penetapan

pengampuan oleh pengadilan?

2. Bagaimana kewenangan Pengampu terhadap orang yang diletakkan di bawah

pengampuan?

3. Bagaimana pertimbangan- pertimbangan hakim terhadap penetapan

pengampuan dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 2221 K/Pdt/2010?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penulisan ini dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman tentang orang

dewasa yang karena sebab- sebab tertentu tidak dapat melakukan perbuatan hukum

mewakili dirinya sendiri di dalam hukum sehingga butuh seseorang yang mengurus

segala kepentingannya. Selain itu penulisan ini juga dapat dijadikan bahan refleksi

bagi permasalahan tentang orang- orang yang di taruh di bawah pengampuan dan

pemeriksaan penetapan pengampuan oleh pengadilan.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan calon terampu sebelum adanya

penetapan pengampuan oleh pengadilan.

2. Untuk mengetahui kewenangan Pengampu terhadap orang yang diletakkan di

(9)

3. Untuk mengetahui pertimbangan- pertimbangan hakim terhadap penetapan

pengampuan dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 2221 K/Pdt/2010.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian merupakan pencerminan yang konkrit dari kegiatan ilmu dalam

suatu proses ilmu pengetahuan.16Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul.17 Bertitik tolak dari tujuan penelitian yang disebut diatas, maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dan

kegunaan secara teoritis dan praktis dibidang hukum, yang akan dijabarkan sebagai

berikut :

1. Secara Teoritis

Dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai pengampuan pada

umumnya dan khususnya mengenai pemeriksaan kurandus sebelum adanya

penetapan pengampuan oleh pengadilan, sehingga dapat memberikan

penyelesaian mengenai pengampuan ini dan demi kesempurnaan suatu peraturan

perundang- undangan.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi praktisi lainnya

seperti Notaris/ PPAT, advokat, konsultan hukum dalam menghadapi kasus yang

dihadapinya yang menyangkut masalah pengampuan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Penulis di Perpustakaan

Universitas Sumatera Utara, dapat diketahui bahwa penelitian tentang “Analisis

16Bahder Johan nasution,

Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hlm 10

17Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007,

(10)

Yuridis pemeriksaan kurandus sebelum adanya penetapan pengampuan oleh

pengadilan” belum pernah dilakukan dengan topik yang sama dan pendekatan

terhadap masalah yang sama, sehingga dengan demikian penelitian ini mengandung

kadar keaslian karena telah memenuhi atau sesuai dengan azas- azas keilmuan yaitu

mengandung aspek kejujuran, rasional, objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini

dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka terhadap

beberapa masukan serta saran yang bersifat membangun dan konstruktif.

F. Kerangka Teori Dan Kerangka Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam

membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

Kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir- butir pendapat,

teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.18

Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat

jelas nilai-nilai oleh postulat- postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya

yang tertinggi.19 Teori hukum sendiri tidak boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak- tidaknya dalam urutan yang demikian itulah

direkonstruksi kehadiran teori hukum secara jelas.

Sedangkan fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan

atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati dan

(11)

dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian normatif, maka kerangka teori

diarahkan secara khas ilmu hukum.

Kerangka teori yang dijadikan pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori

kepastian hukum.

Asas kepastian hukum adalah asas untuk mengetahui dengan tepat aturan apa yang berlaku dan apa yang dikehendaki dari padanya. Dalam kamus istilah hukum Fockema Andreae ditemukan kataRechtszerkerheid( Kepastian Hukum) yang diartikan sebagai jaminan bagi anggota masyarakat bahwa ia akan diperlakukan oleh Negara/ penguasa berdasarkan aturan hukum dan sewenang-wenang, dengan pula diartikan mengenai isi dari aturan itu.20

Berdasarkan uraian tentang istilah dan pengertian asas kepastian hukum tampak bahwa asas tersebut sangat menentukan eksistensi hukum sebagai pedoman tingkah laku dalam masyarakat. Hukum harus memberikan jaminan kepastian akan hak dan kewajiban seseorang dan hukum menjamin kepastian tidak adanya kesewenang-wenangan dalam masyarakat.21

Asas kepastian hukum dalam suatu sistem hukum memiliki bentuk dan

kedudukan. Asas kepastian hukum dalam arti bentuknya ada dua yaitu, pertama, asas

kepastian hukum dalam arti formil dan kedua, asas hukum dalam arti materiil.

Asas kepastian hukum dalam bentuk yang pertama (formil) adalah suatu keputusan yang dikeluarkan harus cukup jelas bagi yang bersangkutan. Artinya, setiap keputusan hukum harus jelas menurut isi rumusan maupun pengertiannya dan tidak bergantung pada penafsiran orang lain. Dengan demikian maka asas kepastian hukum hukum formil menunjukkan bahwa setiap orang yang berhadapan dengan suatu keputusan hukum dalam arti materil adalah asas kepastian yang mencerminkan asas legalitas.22

20Asas Kepastian Hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik,

www.google.com,diakses pada tanggal 25 maret 2012.

21

Ibid

22Dikutip dalam Rusli Efendi dan Achmad Ali, Teori Hukum, Ujung Pandang, Hasanuddin

(12)

Sehingga hematnya, kepastian hukum cenderungdimaknai dengan status quo,

suatu keadaan yang sudah menetap dan cenderung dipertahankan untuk menjaga

kestabilan suatu aturan.23

Hukum memang pada hakikatnya adalah sesuatu yang bersifat abstrak,

meskipun dalam manifestasinya bisa berwujud kongkrit. Oleh karenanya pertanyaan

tentang apakah hukum itu senantiasa merupakan pertanyaan yang jawabannya tidak

mungkin satu. Dengan kata lain, persepsi orang mengenai hukum itu beraneka ragam

tergantung dari sudut mana mereka memandangnya. Kalangan hakim akan

memandang hukum itu dari sudut pandang mereka sebagai hakim, kalangan ilmuwan

hukum akan memandang hukum dari sudut profesi keilmuan mereka, rakyat kecil

akan memandang hukum dari sudut pandang mereka dan sebagainya.

Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pengampuan terdapat dalam

Buku I (Kesatu) tentang Orang, dan oleh Undang- Undang ditetapkan ke dalam salah

satu orang- orang yang tidak cakap bertindak seperti:

1. Orang-orang yang belum dewasa, yaitu anak yang belum mencapai umur 18

tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ( pasal 1330 BW jo

Pasal 47 UU no 1 Tahun 1974)

2. Orang- orang yang ditaruh dibawah pengampuan, yaitu orang- orang dewasa

tapi dalam keadaan dungu, gila, mata gelap dan pemboros ( pasal 1330 BW jo

pasal 433 BW)

23Keadilan dan Kepastian Hukum dalam Putusan Pengadilan, www.google.com, diakses

(13)

3. Orang- orang yang dilarang undang- undang untuk melakukan

perbuatan-perbuatan hukum tertentu, misalnya orang yang dinyatakan pailit (pasal 1330

BW jo UNdang- Undang Kepailitan.

Mengenai pengampuan (Curatele) peraturannya masih hanya terdapat dalam

Kitab Undang- Undang Hukum Perdata ( Burgerlijk Wetboek) dalam pasal 433

sampai dengan pasal 461.

Dalam pasal 433 KUH Perdata yang berbunyi :

“setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau

mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan, pun jika ia kadang- kadang

cakap menggunakan pikirannya.

Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena

keborosannya”

Pengampuan atau dikenal juga dengan curatele adalah keadaan dimana

seseorang karena sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal

cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum24. Orang yang diletakkan dibawah pengampuan dianggap tidak cakap untuk bertindak sendiri dalam lalu lintas hukum

karena sifat pribadinya. Atas dasar itu orang tersebut dengan keputusan hakim lantas

dimasukkan ke dalam golongan orang yang tidak cakap bertindak maka dalam

melakukan suatu tindakan hukum, orang yang diletakkan di bawah pengampuan

harus diwakilkan oleh orang lain.

24Advokatku, Pengampuan syarat dan prosedurnya, www.advokatku.blogspot.com, diakses

(14)

Pengampuan hanya dapat diadakan oleh hakim berdasarkan adanya

permohonan penetapan pengampuan.

Penetapan (beschiking) adalah Putusan yang dijatuhkan oleh hakim yang

bersifat menerangkan bahwa telah ditetapkan suatu keadaan hukum atau menentukan

adanya keadaan hukum yang dinyatakan oleh para pihak (penggugat).

Setiap permintaan akan pengampuan, harus diajukan ke Pengadilan Negeri

dimana orang yang dimintakan pengampuan itu berdiam ( Pasal 436 KUH Perdata).

Pengampuan mulai berlaku sejak putusan atau penetapan diucapkan ( Pasal 466

ayat 1 KUH Perdata).25

Sehingga penetapan pengampuan adalah Putusan yang dijatuhkan oleh hakim

yang bersifat menerangkan bahwa telah ditetapkan status seseorang dimata hukum

dari orang yang cakap bertindak menjadi tidak cakap bertindak dalam melakukan

perbuatan hukum atau orang yang diletakkan di bawah pengampuan dan segala akibat

hukum di dalamnya.

Maka kepastian hukum ini diwujudkan dalam penetapan pengampuan yang

mempunyai kekuatan mengikat yaitu sebagai undang- undang bagi para pihak.

Penetapan pengampuan oleh pengadilan ini bertujuan untuk menetapkan hak

atau hukum baru terhadap sesuatu peristiwa hukum. Penetapan ini dibuat berkaitan

dengan adanya suatu permohonan, yang tidak berdasarkan pemeriksaan para pihak.26 Penetapan pengampuan juga sebagai bukti yang mengikat dan sempurna

sehingga mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum ataupun suatu

25P.N.H. Simanjuntak,

Pokok- Pokok Hukum Perdata Indonesia, Cet 3, Djambatan, Jakarta, 2007, hlm 27

(15)

tindakan hukum yang akan dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Dengan

demikian melalui penetapan pengampuan akan menentukan secara jelas hak dan

kewajiban dari terampu maupun yang diangkat menjadi pengampu untuk menjamin

kepastian hukum.

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsepsi adalah pengambaran antara konsep- konsep khusus yang

merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti dan/

atau diuraikan dalam karya ilmiah. Konsep dasar yang dipergunakan dalam tesis ini

antara lain :

Pemeriksaaan

“Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluassi bukti secara

objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk

menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan criteria yang

telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang

berkepentingan”27. Kurandus

“Orang yang ditaruh di bawah pengampuan karena menderita sakit ingatan

maupun dengan alasan mengobral kekayaannya ( boros)”28 Penetapan.

27

Pengertian pemeriksaan menurut para ahli,

id.shvoong.com/business-management/accounting/2175754/, diakses pada tanggal 8 Maret 2012

28R. Subekti, Pokok- Pokok Hukum Perdata Indonesia, Cet 2, ( Jakarta : Djambatan, 2005),

(16)

“putusan yang dijatuhkan oleh hakim yang bersifat menerangkan bahwa telah

ditetapkan suatu keadaan hukum atau menentukan adanya keadaan hukum yang

dinyatakan oleh para pihak ( penggugat).”29 Pengampuan (curatele)

“Menurut pasal 433 Kitab Undang- Undang Hukum perdata ( Burgerlijk

Wetboek), Pengampuan adalah setiap orang dewasa, yang selalu berada dalaam

keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus di taruh di bawah pengampuan pun,

jika kadang- kadang cakap mempergunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga

ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya.30 Pengadilan

“Lembaga resmi kenegaraan yang diberi kewenangan untuk mengadili yaitu

menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan hukum acara dan ketentuan

perundang- undangan yang berlaku”31 G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Meneliti pada hakekatnya berarti mencari, yang dicari dalam penelitian ini

hukum adalah kaedah, norma atau Das Sollen, bukan peristiwa, perilaku dalam arti

fakta atau Das Sein.32Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang

29Muhammad Nasir, Op.cit, hlm 189

30 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata ( Burgerlijk

Wetboek), cet 8, Jakarta, Pradnya Paramita, 1976, psl 433.

31

Fourseasonnews, pengertian pengadilan, fourseasonnews.blogspot.com/2012/04/ pengertian-pengadilan.html

32Soedikno Mertokusumo,Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Cet 2, Liberty, Yogyakarta,

(17)

didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

menganalisanya.33

Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah bersifat

Deskriptif Analitis34atau analisa umum dengan sumber kepustakaan untuk menjawab permasalahan dan menggunakan logika berfikir yang ditempuh melalui penalaran

induktif, deduktif dan sistematis dalam penguraiannya. Untuk menggambarkan,

menelaah, menjelaskan dan menganalisa permasalahan yang dikemukakan.

Jenis penelitian yang digunakan disesuaikan dengan permasalahan yang

diangkat di dalamnya. Jenis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode

pendekatan Yuridis Normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara

menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang

lebih dikenal dengan nama bahan hukum sekunder dan bahan acuan dalam bidang

hukum atau bahan rujukan bidang hukum.35yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini dimaksudkan untuk

menemukan kebenaran- kebenaran baru (suatu tesis) dan kebenaran- kebenaran induk

(teoritis).

2. Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, baik berupa pengetahuan

ilmiah, maupun tentang suatu fakta atau gagasan, maka dilakukan dengan cara

mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, maupun tertier.

33

Soejono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI, Press, 1986, hlm 43

34Bambang Suggono,

Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm 3

35Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(18)

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, antara lain berupa:

1) Kitab Undang- Undang Hukum Perdata ( Burgelijk Wetboek),

2) Undang- Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,

3) Undang- Undang Perlindungan Anak

4) Instruksi untuk Balai L.N.1872 nomor 166,

5) Penetapan pengadilan

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu “ semua bahan hukum yang merupakan publikasi

dokumen tidak resmi”.36 Meliputi buku- buku yang diperoleh dari perpustakaan hukum, tulisan atau pendapat para pakar hukum, karya ilmiah serta dokumen

lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tertier, yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder antara lain :

1) Kamus besar Bahasa Indonesia

2) Ensiklopedia Indonesia

3) Berbagai majalah hukum yang berkaitan dengan masalah pengampuan

4) Kamus Hukum

5) Surat kabar dan Internet juga menjadi tambahan bagi penulisan tesis ini

sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian yang akan

dilakukan.

3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang

menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang

36Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, KencanaPrenada Media Group, Jakarta, 2005,

(19)

objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan

hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data. Alat

pengumpulan yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini adalah :

1. Studi dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghimpun data

dengan melakukan penelaahan bahan- bahan kepustakaan yang meliputi bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.”

langkah-langkahditempuh untuk melakukan studi dokumen dimaksud dimulai dari

studi dokumen terhadap bahan hukum primer,baru kemudian bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tertier”.37

2. Wawancara dengan informan yang berhubungan dengan materi penelitian ini.

Dalam melakukan penelitian lapangan ini digunakan metode wawancara

dengan menggunakan pedoman wawancara (dept interview) secara langsung

yaitu kepada Hakim Pengadilan Negeri Medan yang pernah menangani kasus

pengampuan.

4. Analisa Data

Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian

dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Untuk kebutuhan

analisis data dalam penelitian ini semua data primer dan data sekunder yang diperoleh

dikumpulkan dan selanjutnya kedua jenis data itu dikelompokkan sesuai data yang

sejenis. Sedangkan evaluasi data dilakukan secara kualitatif.

37Mirandarule, Metode Penelitian Hukum Normatif, http://lawmetha.wordpress.com/

(20)

Untuk selanjutnya data yang terkumpul dipilah- pilah dan diolah, kemudian

dianalisis dan ditafsirkan secara logis dan sistematis dengan menggunakan metode

induktif.38

Atas dasar pembahasan dan analisis ini maka akan dapat ditarik kesimpulan

yang dapat digunakan dalam menjawab permasalahan dan tujuan penelitian.

38Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm

Referensi

Dokumen terkait

 Membaca buku cerita dan melaporkan isi buku secara tertulis tentang penjelasan teks percakapan dengan lafal dan intonasi yang

The result shows that bathymetry at research area can be divided into fi ve classes, these are: (1) 0-2 meter with area of 1.797,61 hectare , (2) 2-5 meter with area of 2.059,06

R Molina et al, 2003, Tumor Markers (CEA, CA 125, CYFRA 21-1,SCC and NSE) in patients with Non-Small Cell Lung Cancer as an Aid in Histological Diagnostic and Prognosis,

Technological advances offer various facilities for humans to obtain information in a short time (Herayanti et al. One of the technological developments used for the

Faktor kompos TKKS pada dosis 75 g/polybag terhadap kedua media tanah menunjukkan pengaruh tidak nyata, sedangkan pada dosis 25 dan 50 g/polybag berpengaruh nyata

Syukur alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang atas limpahan nikmatNYA, nikmat sehat dan sempat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini,

untuk jurusan adalah jurusan Tadris- Matematika, jumlah mahasiswa pada setiap kelas terlalu banyak. Dan jumlah ini hampir berlaku disemua fakultas yang ada di

Hasil penelitian Kristanto & Kahija, (2017) menyatakan setelah terkena kanker dapat menimbulkan dampak dalam kehidupan sehari-hari yaitu seperti adanya perasaan putus asa