• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Air Pada Sediaan Sabun Mandi Pemutih Padat Secara Gravimetri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penetapan Kadar Air Pada Sediaan Sabun Mandi Pemutih Padat Secara Gravimetri"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabun

2.1.1 Pengertian Sabun

Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

natrium stearat, C17H35COO-Na+. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan

dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan

dari air. Konsep ini dapat di pahami dengan mengingat kedua sifat dari anion

sabun (Achmad, 2004).

2.1.2 Komposisi Sabun

Sabun konvensional dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam

alkali. Sabun deterjen dibuat dari bahan sintetik. Menurut Wasitaatmadja (1997),

sabun konvensional dan sabun deterjen biasanya mengandung:

1. Surfaktan

Surfaktan adalah bahan terpenting dari sabun. Prinsip kerjanya jika

dilarutkan kedalam cairan cenderung memekat pada permukaan cairan tersebut.

Kesanggupan ini disebut dengan sifat fisiokimia yang dualistik (ambifilik), yaitu

yang mempunyai bagian yang senang pada pelarut (filik) dan bagian yang tidak

senang pada pelarut (fobik). Jika pelarutnya air, maka surfaktan akan berada

dibatas antara air dan yang dilarutkan dan tegak lurus terhadap batas tersebut

dengan bagian yang bersifat filik berada dalam air.

Besarnya bagian fobik dan filik menentukan potensi surfaktan. Bila salah

(2)

karena akan larut pada salah satu bahan pelarut atau yang dilarutkan. Selain

sebagai pelarut, surfaktan juga dapat bekerja sebagai pembasah, pembentuk busa,

dan pengemulsi. Pada sabun surfaktan bekerja sebagai pelarut (kotoran dan

lemak), pengemulsi, dan pembentuk busa.

2. Pelumas

Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak

saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak,

misal asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, cocoa butter, dan minyak almond, bahan sintetik ester sulfosuksinat, asam lemak isotionat, asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat). Bahan-bahan tersebut selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan

berfungsi sebagai peramas (plasticizers). 3. Antioksidan dan Sequestering Agents

Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan

bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene

(0,02%-0,1%). Sequestering agents dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang

mengkatalisis oksidasi EDTA.

4. Deodorant

Deodorant dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh

karena khawatir efek samping, penggunaanya dibatasi. Bahan yang digunakan

adalah TTC (trichloro carbanilide) dan 2-hidroxy 2,4,4-trichlorodiphenyl ester

(3)

5. Warna

Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih, atau krem.

Pewarna sabun diperbolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang

ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali

(0,01%-0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk

menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan

transparan.

6. Parfum

Isi sabun tidak lengkap jika tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi.

Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula.

7. Pengontrol pH

Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat

menurunkan pH sabun.

8. Bahan tambahan khusus

Berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen,

maupun segi ekonomi dapat dimasukkan ke dalam formula sabun. Saat ini

dikenal berbagai macam sabun khusus, misalnya:

a. Superfatty yang menambah lanolin atau paraffin.

b. Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan bahan antiseptik, misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya.

2.1.3 Fungsi Sabun

Fungsi sabun dalam aneka ragam cara adalah sebagai bahan pembersih.

(4)

membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif. Sabun bertindak sebagai suatu

zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan lemak dan sabun teradsorpsi

pada butiran kotoran (Keenan, dkk., 1980).

Sifat utama dari bahan dasar sabun harus dapat menurunkan tegangan

permukaan. Bahan yang dapat menurunkan tegangan permukaan pada air secara

efektif disebut surface active agents atau surfaktan. Surfaktan mempunyai fungsi penting dalam proses membersihkan, seperti menghilangkan bau dan mengikat

kotoran sehingga kotoran tersebut dapat dibuang (Qisti, 2009).

Minyak atau lemak atau asam lemak sangat cocok untuk produk surfaktan

karena struktur molekulnya yang sangat spesifik. Bagian ekor hidrokarbon

bersifat hidrofob (benci air) dan bagian kepala ion (ion karboksilat) bersifat

hidrofil (suka air) (Wibraham dan Michael, 1992).

Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak dan

keringat. Zat-zat ini tidak dapat larut dalam air karena sifatnya yang non polar.

Sabun digunakan untuk melarutkan kotoran-kotoran pada kulit tersebut. Sabun

memiliki gugus non polar yaitu gugus –R yang akan mengikat kotoran, dan gugus

–COONa yang akan mengikat air karena sama-sama gugus polar. Kotoran yang

sudah dibersihkan dengan sabun tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan

sabun terikat pada air (Qisti, 2009).

2.1.4 Proses pembuatan sabun

Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu:

(5)

Saponifikasi melibatkan hidrolisis ikatan ester gliserida yang

menghasilkan pembebasan asam lemak dalam bentuk garam dan gliserol. Garam

dari asam lemak berantai panjang adalah sabun (Stepen, 2004).

. Reaksi kimia pada proses saponifikasi adalah sebagai berikut:

Dari reaksi diatas terbentuk gliserol dan sabun. Sabun merupakan garam

Na atau K dari asam lemak. Sabun Na dan K larut dalam air. Sabun Na (sabun

keras) digunakan untuk mencuci dan sabun K (sabun lunak) digunakan untuk

mandi (Panil, 2008).

2. Netralisasi

Netralisasi adalah proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari

minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau

pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 2008).

bebas

2.1.5 Klasifikasi Sabun

Sabun diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Sabun dengan kualitas A

(6)

lemak terbaik dan mengandung sedikit alkali atau tidak mengandung alkali bebas.

Sabun A ini umumnya digunakan untuk sabun mandi (toilet soap) yang biasa kita

kenal. Sabun kualitas B merupakan sabun yang dibuat dengan menggunakan

bahan baku yang berasal dari minyak atau lemak dangan kualitas yang lebih

rendah dan mengandung sedikit alkali, namun tidak menyebabkan iritasi pada

kulit. Sabun B ini biasanya digunakan untuk mencuci pakaian dan piring. Sabun

dengan kualitas C merupakan sabun yang dibuat dengan minyak atau lemak yang

berwarna gelap (kualitas rendah) dan mengandung alkali yang relatif tinggi (Qisti,

2009).

Menurut Tjokronegoro dan Utama (2001), terdapat 3 macam sabun yaitu:

1. Sabun biasa: bersifat alkali dengan pH 9-10.

2. Syndets. Synthetic detergents dengan pH 5,5-7.

3. Sabun khusus yang ditambah bahan-bahan tertentu dengan berbagai tujuan.

2.1.6Efek Samping Sabun

Menurut Wasitaatmadja (1997), sabun dapat memberikan efek samping

pada kulit seperti:

1. Daya Alkalinisasi Kulit

Daya alkalinisasi sabun dianggap sebagai faktor terpenting dari efek

samping sabun. Reaksi basa yang terjadi pada sabun konvensional yang

melepaskan ion OH sehingga pH larutan sabun ini berada antara 9-12 dianggap

sebagai penyebab iritasi pada kulit. Bila kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan

naik beberapa menit setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air.

(7)

menjadi normal kembali. Alkalinisasi dapat menimbulkan kerusakan kulit bila

kontak berlangsung lama.

2. Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit

Kontak air (pH) pada kulit yang lama akan menyebabkan lapisan tanduk

kulit membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap air. Cairan yang

mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat hilangnya mantel asam

pada lemak kulit permukaan sehingga pembengkakan kulit akan terjadi lebih

cepat. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat menambah kekeringan kulit akibat

kegagalan sel kulit mengikat air.

3. Daya Denaturasi Protein dan Ionisasi

Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion kalsium (K) dan magnesium

(Mg) di lapisan atas kulit. Pada kulit yang kehilangan lapisan tanduk,

pengendapan K+ dan Mg+ akan mengakibatkan reaksi alergi. Pengendapan K+ dan Mg+ di atas lapisan epidermis akan menutup folikel rambut dan kelenjar palit sehingga menimbulkan infeksi oleh kuman yang larut dalam minyak.

4. Daya Antimikrobial

Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation, mempunyai daya

antimikroba, apalagi bila ditambah bahan antimikroba. Daya antimikroba ini

terjadi pula akibat kekeringan kulit, pembersihan kulit, daya pemisah surfaktan,

(8)

5. Daya Antiperspirasi

Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Pada percobaan

dengan larutan natrium lauril sulfat, didapat penurunan produksi kelenjar keringat

antara 25-75%.

6. Lain-lain

Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak

alergik, atau kombinasi keduanya.

2.2 Sabun Mandi

2.2.1 Pengertian Sabun Mandi

Dalam Standar Nasional Indonesia (1994) sabun mandi adalah garam

natrium atau kalium dari minyak nabati dan atau lemak hewani berbentuk padat,

lunak, atau cair, berbusa digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat

pewangi, dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (SNI, 1994).

2.2.2 Syarat Mutu Sabun Mandi

Syarat mutu sabun mandi menurut Standar Nasional Indonesia

06-3532-1994 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1: Syarat mutu sabun mandi

No Uraian Tipe I Tipe II Seperfat

1 Kadar air, % Maks. 15 Maks. 15 Maks. 15

2 Jumlah asam lemak, % >70 64-70 >70

3 Alkali bebas

Dihitung sebagai NaOH, %

Dihitung sebagai KOH, %

(9)

Tabel 1 lanjutan syarat mutu sabun mandi

No Uraian Tipe I Tipe II Superfat

4 Asam lemak bebas dan

atau lemak netral, %

<2,5 <2,5 2,5-7,5

5 Minyak mineral Negatif Negatif Negatif

Acuan SNI 06-3532-1994

1. Kadar Air

Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu tertentu.

Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang

dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak

mudah larut dalam air. Kadar air akan mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti,

2009).

2. Jumlah Asam Lemak

Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada

sabun yang telah atau pun yang belum bereaksi dengan alkali. Sabun yang

berkualitas baik mempunyai kandungan total asam lemak minimal 70%, hal ini

berarti bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan

sabun kurang dari 30%. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi proses

pembersihan kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan.

Bahan pengisi yang biasa ditambahkan adalah madu, gliserol, waterglass, protein susu dan lain sebagainya. Tujuan penambahan bahan pengisi untuk memberikan

bentuk yang kompak dan padat, melembabkan, menambahkan zat gizi yang

(10)

3. Alkali Bebas

Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai

senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk

sabun Na, dan 0,14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang keras

dan menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat

disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses

penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk

sabun cuci (Qisti, 2009).

4. Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat

sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya

asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya membersihkan sabun,

karena asam lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam

proses pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam

lemak bebas yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak langsung

mengurangi kemampuannya untuk membersihkan minyak dari bahan yang

berminyak (Qisti, 2009).

5. Minyak Mineral

Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun

saat penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai

dengan kekeruhan. Minyak mineral adalah minyak hasil penguraian bahan

organik oleh jasad renik yang terjadi berjuta-juta tahun. Minyak mineral sama

(11)

minyak tanah, solar, oli, dan sebagainya. Kekeruhan pada pengujian minyak

mineral dapat disebabkan juga oleh molekul hidrokarbon dalam bahan (Qisti,

2009).

Keberadaan minyak mineral pada sabun sangat tidak diharapkan, karena

akan mempengaruhi proses emulsi sabun dengan air (Qisti, 2009).

2.3Sabun Mandi Pemutih

Sabun mandi pemutih adalah sabun mandi yang ditambahkan bahan

tambahan tertentu yang dapat mencerahkan kulit, misalnya Titanium dioksida.

Titanium dioksida (TiO) dalam sabun berfungsi sebagai pemutih sabun dan kulit.

TiO2 adalah zat warna putih yang mempunyai sifat: indeks refraksi tinggi,

tidak menyerap sinar tampak, mudah diproduksi sesuai keinginan, stabilitas

tinggi dan non toksik (Andreas, 2009).

2.4 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini

tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan

dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110oC selama 3 jam atau sampai didapat berat konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan

adalah banyaknya air yang diuapkan (Winarno, 1992).

Pengeringan sampai bobot tetap berarti pengeringan harus dilanjutkan

hingga pada perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,50

mg untuk tiap gram zat yang digunakan, penimbangan kedua dilakukan setelah

(12)

Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat

higroskopis dari pada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum

penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering,

misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air.

Penyerapan air/uap air ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat, silika gel,

alumunium oksida, kalium klorida, kalium hidroksida, kalium sulfat atau barium

oksida (Sudarmadji, 1989).

Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula

tinggi, minyak, daging, kecap dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven

vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan

tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat

sebagai pengering, hingga mencapai berat konstan (Winarno, 1992).

Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu,

misalnya toluene, xylol, dan heptana yang berat jenisnya lebih kecil dari pada air.

Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan

pembawa cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan

tidak dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah dari pada

air (Sudarmadji, 1989).

Contoh (sampel) dimasukkan kedalam tabung bola (flask), kemudian dipanaskan. Air dan pelarut menguap, diembunkan, dan jatuh pada tabung

(13)

dibagian bawah, sehingga jumlah air yang diuapkan dapat dilihat pada skala

tabung Aufhauser tersebut (Winarno, 1992 ).

Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, atau kadar air dapat diukur dengan

menggunakan refraktometer disamping penentuan padatan terlarutnya pula.

Dalam hal ini air dan gula dianggap komponen-komponen yang mempengaruhi

indeks refraksi (Winarno, 1992).

Disamping cara-cara fisis, ada juga cara-cara kimia untuk menentukan

kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang

dihasilkan dari reaksi kalsium kalbida dengan bahan yang akan diperiksa. Cara ini

dipergunakan untuk bahan-bahan seperti sabun, tepung, kulit, bubuk biji panili,

dan sari buah (Winarno, 1992).

Karl fischer pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan

reaksi kimia air dengan titrasi langsung dari bahan basah dengan larutan iodine,

sulfur dioksida, dan piridina dalam metanol. Perubahan warna menunjukkan titik

akhir titrasi (Winarno, 1992).

2.5 Gravimetri

Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua

dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis gravimetri

merupakan cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan)

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Gravimetri dapat digunakan untuk menentukan hampir semua anion dan

kation anorganik serta zat-zat netral seperti air, belerang dioksida, karbon dioksida

(14)

dengan mudah secara gravimetri. Contoh-contohnya antara lain: penentuan kadar

laktosa dalam susu, salisilat dalam sediaan obat, fenolftalein dalam obat pencahar,

nikotina dalam pestisida, kolesterol dalam biji-bijian dan benzaldehida dalam

buah-buahan tertentu. Jadi, sebenarnya cara gravimetri merupakan salah satu cara

yang paling banyak dipakai dalam pemeriksaan kimia (Rivai, 1995).

Menurut Widodo dan Lusiana (2010), berdasarkan macam hasil yang

ditimbang, metode gravimetri dibedakan dalam kelompok metode evolusi gas

dan metode pengendapan.

a. Metode evolusi gas

Pada cara evolusi bahan direaksikan dengan cara pemanasan atau

ditambah pereaksi tertentu sehingga timbul/menghasilkan gas. Pada umumnya

yang dicari adalah banyaknya gas yang dihasilkan dari reaksi tersebut. Untuk

mencari atau menentukan banyaknya gas yang terjadi dapat dilakukan:

1. Secara tidak langsung

Penimbangan analit setelah bereaksi, berat gas diperoleh sebagai selisih

analit sebelum dan sesudah reaksi.

2. Cara langsung

Gas yang terjadi dari hasil reaksi ditimbang setelah diserap oleh suatu

bahan khusus sebagai adsorben gas tersebut. Penimbangan pada metode langsung

adalah penimbangan adsorben. Berat gas diketahui dari selisih berat penimbangan

(15)

b. Metode pengendapan

Dalam cara pengendapan, analit yang direaksikan dengan pereaksi tertentu

sehingga terjadi suatu endapan, dan endapan inilah yang ditimbang. Atas cara

pembentukan endapan maka gravimetri dibedakan menjadi dua macam.

1. Endapan dibentuk dari reaksi analit dengan suatu pereaksi, endapan biasanya

berupa senyawa, sehingga baik kation maupun anion akan diendapkan, bahan

pengendap dapat sebagai bahan anorganik maupun bahan organik. Cara ini

dikenal sebagai cara gravimetri.

2. Endapan dibentuk secara elektrokimia, dengan perkataan lain analit

dielektrolisis sehingga terjadi logam sebagai endapan. Cara ini dikenal sebagai

elektrogravimetri.

Menurut Widodo dan Lusiana (2010), tahapan analisis gravimetri meliputi:

1. Pelarutan analit.

2. Pengaturan kondisi larutan: pH, temperatur.

3. Pengendapan.

4. Menumbuhkan kristal endapan.

5. Penyaringan dan pencucian endapan.

6. Pemanasan atau pemijaran endapan untuk mendapatkan endapan kering dengan

susunan tertentu yang stabil dan spesifik.

7. Pendinginan dan penimbangan endapan.

Gambar

Tabel 1 lanjutan syarat mutu sabun mandi

Referensi

Dokumen terkait

by classifying the rival firms based on the cumulative abnormal return at event day and one day after the event day it is found that the vertical acquisition announcement affect

Pengaruh Proses Forging Terhadap Sifat Ketangguhan Retak dan Kekerasan Material Perunggu Sebagai Bahan Gamelan.. Fakultas Teknik

 Guru tulis lagu dari “Tepuk Tambah” di papan  Guru ajar lagu “Tepuk Tambah” ke anak-anak  Minta satu anak maju jadi teman guru untuk main  Guru kasih

Pustu Nagori Perdagangan II mengatakan bahwa ibu yang memiliki balita kurang. antusias untuk membawa anaknya ke posyandu setiap bulan dan

The degraded forest lands are of concern of rehabilitation programs, as they are usually the centre areas of poverty, natural disaster (flood-drought) and climate

bahwa tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan. tingkat

Metoda ini dilakukan pada kolam yang didesain sedemikian rupa sehingga setelah pemijahan selesai dapat dipisahkan antara induk jantan, induk betina, dan larva ikan dalam kolam

Berdasarkan penelitian ini yang dilakukan oleh saya, dapat diketahui perlindungan konsumen hukum bagi konsumen yang mengkonsumsi obat tradisional yang mengandung