• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desa adalah wilayah dengan batas-batas tertentu sebagai kesatuan masyarakat hukum (adat) yang berhak mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan asal usulnya dan merupakan satuan pemerintahan yang diberi hak otonomi adat sehingga merupakan sebuah badan hukum. Desa juga merupakan suatu wilayah yang ditinggali oleh sejumlah orang yang saling mengenal, hidup bergotong royong, memiliki adat istiadat yang relatif sama, dan mempunyai tata-cara sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya.

Wilayah perdesaan adalah wilayah yang jauh dari pusat ibukota kecamatan atau ibukota kabupaten. Penduduk desa umumnya berasal dari satu keturunan (geneologi) sehingga mempunyai sistem kekerabatan yang erat. Pada desa daratan, sebagian besar penduduknya mencari penghidupan sebagai petani, sedangkan pada desa pesisir sebagian besar penduduknya mencari penghidupan sebagai nelayan. Masyarakat desa terikat oleh kesamaan dan kesatuan sistem nilai sosial-budaya dan bermasyarakat secara rukun dan guyub. Karena itu, mereka disebut masyarakat paguyuban (Nurcholis, 2011)

(2)

Jumlah desa di Indonesia menurut Kementrian Dalam Negeri dalam buku induk kode dan data wilayah administrasi pemerintahan per provinsi kabupaten/kota dan kecamatan seluruh Indonesia tahun 2013, terdapat 72.944 wilayah administrasi desa dan 8.309 wilayah administrasi kelurahan. Ini artinya bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sekitar 89% berupa pemerintahan desa dan hanya sekitar 11% berupa pemerintahan kelurahan yang bersifat perkotaan.

Berdasarkan data tersebut, maka kedudukan desa sangat penting untuk mencapai tujuan pembangunan nasional ataupun sebagai lembaga yang memperkuat struktur pemerintahan. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, desa merupakan agen pemerintah terdepan yang dapat menjangkau kelompok sasaran riil yang hendak disejahterakan, sedangkan sebagai lembaga pemerintahan, desa merupakan lembaga yang dapat memperkuat lembaga pemerintahan nasional karena sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, desa telah terbukti memiliki daya tahan luar biasa sepanjang keberadaannya

Namun, kondisi riil di lapangan yang terlihat dari keunggulan komparatif (comparative advantage) masyarakat perdesaan melalui sumber daya alamnya tidak serta merta mampu menempatkan perdesaan tumbuh dan sejajar dengan perkotaan. Beberapa hal yang menyebabkan sulitnya perdesaan menyejajarkan posisinya dengan perkotaan antara lain adalah kualitas sumberdaya manusia dan ketersediaan infrastruktur yang perkembangannya sangat lamban. Ketimpangan pembangunan antara wilayah perkotaan dengan wilayah perdesaan terjadi karena pembangunan yang lebih terfokus pada wilayah perkotaan dan menyebabkan terhambatnya perkembangan wilayah perdesaan.

(3)

Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp 349.372,- per kapita per bulan, dan untuk daerah perdesaan sebesar Rp 312.493,- per kapita per bulan. Perkembangan garis kemiskinan Sumatera Utara tahun 2004 sampai dengan tahun 2014, ditunjukkan pada:

Tabel 1.1

Garis Kemiskinan Sumatera Utara Tahun 2004 – 2014 (Rp/Kapita/Bulan)

Tahun Perkotaan Perdesaan Kota + Desa Maret 2004 142 966 114 214 122 414

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional, Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan di setiap tahunnya. Untuk tahun 2014 sendiri, Indeks Kedalaman Kemiskinan daerah perdesaan sebesar 1,859 sementara di perkotaan 1,556 dan Indeks Keparahan Kemiskinan untuk perdesaan sebesar 0,512 sedangkan di perkotaan hanya 0,387. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di perdesaan lebih jauh dari garis kemiskinan dibanding perkotaan, begitu juga tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di perdesaan lebih lebar dibanding perkotaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih buruk dibanding perkotaan.

(4)

2°03'- 3°26 atas permukaan laut. Kabupaten Asahan terdiri dari Dasar Harga Berlaku mencapai Rp. 17,52 triliun dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 mencapai Rp. 6,34 triliun.

Menurut PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, sektor yang memberikan nilai tambah bruto yang terbesar tahun 2013 adalah sektor pertanian sebesar Rp. 6,34 triliun. Disusul oleh sektor industri pengolahan sebesar Rp. 5,23 triliun; sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 2,83 triliun; sektor jasa-jasa sebesar Rp. 1,12 triliun; sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. 0,76 triliun; sektor bangunan sebesar Rp. 0,48 triliun; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp. 0,47 triliun; sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp. 0,24 triliun; sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp. 0,04 triliun. Angka tersebut dapat dilihat dalam tabel 1.2

Tabel 1.2

PDRB Kabupaten Asahan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2013 (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan 2000

2012 2013 2012 2013

1. Pertanian 5.583,12 6.340,01 2.082,39 2.160,31 2. Pertambangan dan

Penggalian

33,70 38,40 15,95 17,02 3. Industri Pengolahan 4.594,31 5.233,61 1.939,78 2.060,31 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 215,86 245,22 76,75 82,61

PDRB 15.376,29 17.525,62 5.995,60 6.345,25

(5)

Kabupaten Asahan memiliki pola perekonomian agraris, dimana sebagian besar masyarakatnya menyandarkan hidupnya dari sektor pertanian. Kondisi ini dapat dilihat dari tingginya kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB). Pola seperti ini masih dominan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Sektor Pertanian masih mendominasi Struktur PDRB Asahan Tahun 2013 sebesar 36,18 persen. Kemudian diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 29,86 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 16,16 persen; sektor jasa-jasa sebesar 6,37 persen. Sedangkan lima sektor ekonomi lainnya memberikan kontribusi dibawah 6 persen yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 4,36 persen; sektor bangunan sebesar 2,75 persen; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 2,70 persen; sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 1,40 persen; serta sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,22 persen.

Sektor Pertanian memberikan sumbangan sebesar 1,99 persen dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Asahan tahun 2013 yang tumbuh sebesar 5,83 persen. Sedangkan sisanya disumbangkan oleh sektor industri pengolahan sebesar 1,89 persen; sektor perdagangan, hotel, dan restoran 0,97 persen; sektor jasa-jasa 0,34 persen; sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 0,22 persen; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 0,17 persen; sektor bangunan 0,16 persen; sektor listrik, gas, dan air bersih 0,08 persen; serta sektor pertambangan dan penggalian 0,02 persen.

(6)

kesehatan, perekonomian, dan lingkungan. Buruknya kondisi sanitasi dan air bersih menjadi salah satu penyebab kematian anak di bawah 3 tahun yaitu sekitar 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya (Depkes, 2008)

Menurut laporan yang diterbitkan oleh Badan Perencananaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Bappenas RI), jumlah rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih yang layak sebanyak 47,71% dan rumah tangga yang memiliki akses sanitasi sebanyak 51,19%. Target yang ingin dicapai Indonesia pada tahun 2015 sebesar 68,87% untuk air bersih dan 62,41% untuk sanitasi. Pemerintah sendiri memperkirakan Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp 56 triliun setiap tahun yang diakibatkan buruknya kondisi air minum dan sanitasi. Jumlah ini setara dengan 2,3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (Laporan Milenium Development Goals, 2010). Tabel di bawah ini memberikan gambaran pencapaian Indonesia khususnya di sektor air bersih pada tahun 2010.

Tabel 1.3

Akses Masyarakat Terhadap Air Bersih di Indonesia Berdasarkan Berbagai Laporan

Laporan MDGs Tahun 2010

(Bappenas)

Progress on Drinking Water and

Sanitation 2008 (Unicef, WHO)

Progress on Drinking Water and

Sanitation 2010

(7)

Setelah tiga tahun berselang, Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2013 meriilis data bahwa capaian penduduk Indonesia yang sudah memiliki akses terhadap sanitasi layak mencapai 57,35 persen dari 62,41 persen yang ditargetkan dan pencapaian untuk penyediaan pelayanan air minum baru mencapai 58,05 persen dari target 68,87 persen. Hal ini masih terdapat selisih 33 juta jiwa agar target tersebut terpenuhi.

Pada kenyataannya, pemerintah tidak selalu mampu membiayai sepenuhnya pembangunan prasarana di daerah-daerah. Saat ini, peran pemerintah dalam penyediaan fasilitas sarana dan prasarana semakin lama semakin berkurang dan digantikan perannya. Hal ini dilakukan untuk merangsang dan mengarahkan peran organisasi nonpemerintah dan masyarakat dalam partisipasi pembangunan. Jika kemampuan pemerintah dalam menyediakan prasarana publik terbatas, sedang partisipasi masyarakat tidak muncul dengan sendirinya, maka perlu terus-menerus didorong melalui suatu komunikasi pembangunan. Dalam hal ini perlu adanya penekanan dalam hal kemandirian (selfhelp), maksudnya ialah masyarakat sendiri yang mengelola dan mengorganisasikan sumber-sumber lokal baik yang bersifat materil, pikiran, maupun tenaga (Slamet, 1994).

(8)

Dalam mempercepat penanggulan ketimpangan pembangunan di perdesaan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, mulai tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan sebuah program yang disebut dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak 1998 dan dinilai cukup berhasil dalam penyediaan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi, dan efektivitas kegiatan serta menumbuhkan kolektivitas dan partisipasi masyarakat.

PNPM Mandiri Perdesaan sendiri dikukuhkan secara resmi oleh Presiden RI pada 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Program pemberdayaan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Dalam pelaksanaannya, program ini memusatkan kegiatan bagi masyarakat Indonesia paling miskin di wilayah perdesaan. Program ini menyediakan fasilitasi pemberdayaan masyarakat/kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kepada masyarakat secara langsung. yang dialokasikan sebesar Rp 750 juta sampai Rp 3 miliar per kecamatan, tergantung jumlah penduduknya.

(9)

Dalam Prinsip Dasar PNPM Mandiri Perdesaan yang telah dipublikasikan ke masyarakat melalui website resminya, untuk pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan harus menekankan aspek-aspek pokok SiKOMPAK, yang terdiri dari:

a) Transparansi dan Akuntabilitas. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung-gugatkan, baik secara moral, teknis, maupun administratif.

b) Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat, sesuai dengan kapasitasnya.

c) Keberpihakan pada orang/masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.

d) Otonomi. Masyarakat diberi kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dalam menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola.

e) Partisipasi/Pelibatan Masyarakat. Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong-royong menjalankan pembangunan.

f) Prioritas Usulan. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya masyarakat, dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas.

g) Kesetaraan dan Keadilan Gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan tersebut.

(10)

i) Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Dalam pengelolaan PNPM Mandiri Perdesaan, masyarakat mendapatkan kewenangan untuk mengelola semua kegiatan secara mandiri dan partisipatif dengan ikut terlibat dalam setiap tahapan kegiatan mulai dari sosialisasi, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan kegiatan. Selain itu masyarakat mendapat pendampingan dari fasilitator, dukungan dari pemerintah dan juga adanya kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan berupa organisasi pengelolaan di tingkat desa dan kecamatan yang anggotanya berasal dari masyarakat serta mendapat pelatihan-pelatihan yang mendukung peningkatan kemampuan masyarakat sebagai pelaku utama PNPM Mandiri Perdesaan dan penerima manfaat hasil pembangunan.

Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan diharapkan menjadi salah satu program pembangunan partisipatif yang dapat berkontribusi bagi perbaikan akses dan peningkatan kemandirian masyarakat di Kabupaten Asahan. Keberhasilan program pembangunan dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat, mekanisme pelaksanaan program serta proses pendampingan dalam menerapkan pendekatan partisipasi. Tingkat partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh tingkat kewenangan atau kekuasaan masyarakat untuk mengontrol atau menentukan pengambilan keputusan dalam berbagai tahapan kegiatan untuk meyakinkan bahwa kepentingannya dapat dipenuhi (Panudju, 1999).

(11)

masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam proses pelaksanaannya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk dapat mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi air bersih melalui PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang Kabupaten Asahan, serta hubungan sosial ekonomi masyarakat terhadap tingkat partisipasi tersebut perlu dilakukan kajian lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat (perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan) dalam pembangunan sanitasi air bersih melalui PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang Kabupaten Asahan?

2. Bagaimana hubungan sosial ekonomi masyarakat (jenis kelamin, usia, pendidikan, penghasilan) terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi air bersih melalui PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang Kabupaten Asahan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat (perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan) dalam pembangunan sanitasi air bersih melalui PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang Kabupaten Asahan.

2. Menganalisis hubungan sosial ekonomi masyarakat (jenis kelamin, usia, pendidikan, penghasilan) dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi air bersih melalui PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang Kabupaten Asahan.

(12)

1. Memberikan informasi kepada pemerintah daerah mengenai pentingnya partisipasi masyarakat dalam PNPM Mandiri Perdesaan serta menjadi bahan masukan untuk lebih serius lagi menciptakan good governance dalam perencanaan pembangunan selanjutnya. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat, sehingga nantinya diharapkan dapat membuka

kesadaran masyarakat untuk mulai berperan aktif dan ikut berpartisipasi dalam PNPM Mandiri Perdesaan di desa mereka.

3. Memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca dalam menambah wawasan dan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

BAB II

Gambar

Tabel 1.1 Garis Kemiskinan Sumatera Utara Tahun 2004 – 2014  (Rp/Kapita/Bulan)
Tabel 1.2 PDRB Kabupaten Asahan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2013
Tabel 1.3 Akses Masyarakat Terhadap Air Bersih di Indonesia Berdasarkan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

One fundamental element in the disaster management process is the basis of information and in particular geospatial information, as the Spatial Data

Although the VSfM cloud has a density which is less compared to the other two, it seems to have retained edges relatively better than the Photoscan point

Menyajikan hasil klasifikasi peralatan dan bahan yang digunakan dalam perakitan

(2012) attempted to identify the prominent descriptor among, LAI, canopy height, and plant water content (PWC) using ERS-2 SAR data, so that the vegetation effects

Ketentuan ini harus dilaksanakan oleh seorang suami apabila hendak tetap melanjutkan perceraian karena ini merupakan konsekuensi yang harus mereka terima

Berdasarkan hasil analisis data penelitian diketahui bahwa persepsi orang tua terhadap lembaga pendidikan anak usia dini di kecamatan sebangau, dapat disimpulkan sebagi berikut:

Kaitkan hasil deskripsi pola perubahan tingkat kehijauan dengan komoditas pertanian/perkebunan/kehutanan yang ada di Kabupaten (Apakah pola perubahan tingkat