BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mahasiswa adalah pelajar yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi negeri yang memiliki pemikiran ilmiah (rasional), yang mana atas dasar itu pulalah mahasiswa disebut sebagai kaum cendekiawan ataupun kaum terpelajar. Di mana harapan masyarakat pada mereka inilah sebagai generasi penerus bangsa ini bertumpu, sehingga ‘label’ agent of change tak ayal melekat pada mahasiswa. Harapan itu selama bertahun-tahun tetap ada di tengah-tengah masyarakat sampai pada waktu di mana pandangan masyarakat sedikit demi sedikit berubah dengan adanya berbagai kasus konflik kekerasan yang sudah tak asing lagi di telinga kita yaitu tawuran yang melibatkan mahasiswa-mahasiswa itu sendiri.
Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknik tersebut terlibat tawuran dengan saling lempar batu dan kayu. Tawuran tersebut akhirnya dapat dihentikan setelah pihak kepolisian yang turun ke lokasi berusaha meredam perkelahian diantara kedua kubu yang bertikai. Akibat tawuran tersebut seorang mahasiswa luka-luka terkena lemparan batu dan terpaksa menjalani perawatan di Poliklinik USU. Selain itu, dua sepeda motor milik mahasiswa dibakar serta beberapa mobil rusak akibat lemparan batu.
Tawuran mahasiswa dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknik tersebut juga pernah terjadi 10 September 2011 saat berlangsungnya acara Penyambutan Mahasiswa Baru yang digelar oleh Badan Eksekutif mahasiswa (BEM) kedua fakultas. Akibat bentrokan yang diakibatkan saling ejek tersebut, pihak rektorat akhirnya mempercepat acara Penyambutan Mahasiswa Baru. Akibat bentrokan itu, satu mahasiswa juga mengalami luka akibat terkena lemparan batu.
Contoh kasus tawuran antar mahasiswa lainnya yaitu yang terjadi pada tanggal 3 Oktober 2011 tawuran terjadi di Universitas Negeri Gorontalo di Gorontalo. Tawuran itu melibatkan mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Pertanian. Jumlah mahasiswa yang terlibat tawuran diperkirakan lebih dari ratusan orang. Hasilnya gedung Fakultas Pertanian habis ludes dimakan api. Permasalahannya juga sepele saja, yakni saling ejek mengejek. Pada tanggal 21 September 2011 tawuran juga pecah antara mahasiswa di kampus Universitas Lampung (Unila). Tawuran pada saat wisuda ini melibatkan para mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Aksi tawuran ini dipicu rebutan jalan untuk arak-arakan acara wisuda yang berakibat saling senggol antara mahasiswa kedua fakultas.
yang berbeda sebelumnya pernah terjadi antara mahasiswa Universitas Persada Yayasan Administrasi Indonesia dan Universitas Kristen Indonesia di Jakarta. Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin versus mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia di Makassar, dan antara mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Nusa Cendana versus mahasiswa Politeknik Pertanian Negeri Kupang di Kupang.
Salah satu kasus tawuran yang terkini yaitu yang terjadi di Universitas Sam Ratulangi (UnSrat). Tawuran antara mahasiswa Fakultas Hukum dan Fakultas Teknik Universitas Samratulangi, berujung pada pembakaran kampus. Tiga gedung Fakultas Teknik ludes terbakar. Kebakaran diduga sengaja dilakukan mahasiswa yang terlibat bentrok. Sementara aparat kepolisian masih terus berjaga-jaga untuk mengantisipasi tawuran lanjutan. Setelah reda beberapa saat, dua kubu mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Hukum Universitas Samratulangi kembali melakukan aksi saling serang. Saling lempar pun terjadi antara dua kubu mahasiswa ini. Aparat kepolisian yang berjaga-jaga tidak dapat berbuat banyak, karena jumlah mahasiswa lebih banyak dari personel polisi.
Setelah tiga jam berlangsungnya aksi saling lempar, ratusan mahasiswa yang diduga dari Fakultas Hukum masuk ke gedung Fakultas Teknik dan melakukan pembakaran yang diawali dari membakar sepeda motor yang berada di halaman kampus, dan menjalar ke tiga gedung Fakultas Teknik Jurusan Arsitek. Setelah satu jam, api baru bisa dipadamkan oleh lima armada pemadam kebakaran dan satu unit mobil water canon Polda Sulut dibantu mahasiswa. Ribuan mahasiswa Fakultas Teknik ini hanya bisa menatap kampus mereka ludes dilahap sijago merah.
katakan yang paling terdidik—dan seharusnya berpikiran maju justru bergelut dalam aksi kekerasan antar-mahasiswa sendiri. Tampaknya tidak ada sikap kritis, kedewasaan pola pikir yang mencirikan mahasiswa sebagai individu yang berproses dalam dunia pendidikan. Tanpa adanya pemikiran panjang dan secara emosional melempari serta merusak berbagai fasilitas umum bahkan kampusnya sendiri, mengeroyok, menggebuki bahkan sampai pada hal yang terburuk; menghilangkan nyawa orang lain. Hal ini tentunya ini tidak kita harapkan menjadi sebuah penanda akan kegagalan dunia pendidikan di Indonesia. Amat sangat disayangkan bahwa mahasiswa yang menyandang nama besar ataupun label sebagai agent of change (agen perubahan) justru bertindak selayaknya preman pasar.
Disamping sebagai pembawa perubahan, sudah seharusnya memberikan teladan dan contoh yang mengedukasi bagi mayarakat, bangsa dan negara. Bukannya malah sibuk dengan aksi brutal, lempar batu, bacok-bacokan dan tindakan anarkis yang lain. Apapun alasannya, apapun kondisinya tindakan premanisme ini tidaklah menunjukkan dan mewakili tindakan mahasiswa yang sebenarnya. Hal ini jelas telah mencoreng harga diri dan jiwa almamater seorang mahasiswa yang sejatinya harus selalu dijaga dan dihormati bersama. Cerminan sebagai seorang intelek dan akademis sudah tidak lagi nampak, malah semakin menciut dan semakin jauh.
Terjalinnya hubungan yang sudah seperti esprit de corps (semangat korsa) di antara mahasiswa yang dengan sayangnya ditampilkan dalam bentuk tindak kekerasan yang dilakukan bersama-sama. Dengan kata lain ada rasa persaudaraan yang erat di antara mereka yang mereka dapatkan dan tertanam pada saat adanya ‘pengkaderan’ yang dilakukan oleh sebagian—tidak semua demikian—senior mereka. Dengan adanya hal tersebut membuat setiap mahasiswa itu memiliki mind set bahwa ketidaksendirian mereka di kampus dengan bantuan semangat persaudaraan tadi untuk bertindak berani dan keras ketika dihadapkan dengan berbagai masalah yang sebenarnya hanya bermula dari masalah kecil (sepele).
Tidaklah mengherankan, berbagai hal di atas memicu beragam reaksi sinis terhadap gerakan mahasiswa kekinian, terjadinya disorientasi pada gerakan mahasiswa itu sendiri adalah salah satu contohnya. Padahal, mahahasiwa yang menjadi bagian masyarakat adalah golongan pendidikan tertinggi dan punya andil yang sangat luas. Adalah hal yang cukup menggelikan ketika makna dari mahasiswa itu sendiri tercoreng dan terinjak-injak oleh karena perbuatan yang tidak terpuji yang dilakukan oleh mereka sendiri.
1.2 Perumusan Masalah
Sesuai dengan penjabaran latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana bentuk solidaritas yang terjalin di antara mahasiswa yang menjadi pemicu terjadinya tawuran antar mahasiswa?
1.3 Tujuan Penelitian
Berikut merupakan hal-hal apa yang menjadi tujuan dari penelitian ini.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang solidaritas yang terjalin di antara mahasiswa yang terlibat tawuran, sehingga nantinya dapat diketahui bagaimana resolusi konflik yang diinginkan dibentuk.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa, khususnya bagi mahasiswa Sosiologi serta dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan teori-teori sosiologis khususnya mengenai Sosiologi Konflik.
2. Manfaat Praktis
a. Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan serta mengasah kemampuan penulis (peneliti) dalam membuat suatu karya ilmiah dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian-penelitian yang terkait dengan masalah dalam penelitian ini dan juga sebagai bahan evaluasi mengenai fenomena tawuran antar fakultas yang memiliki intensitas yang cukup sering terjadi belakangan ini. b. Penelitian ini—semoga—dapat berguna bagi semua kalangan yang terkait dengan
permasalahan tawuran antar mahasiswa (orang tua, kalangan pendidik, serta khususnya bagi kalangan mahasiswa itu sendiri) agar lebih dapat memahami konteks permasalahan dan agar menjadi bahan pertimbangan bagi kalangan yang ingin melakukan tindakan preventif serta mengintervensi pencegahan terjadinya tawuran antarmahasiswa.
1.5 Definisi Konsep
Di dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah maupun untuk memfokuskan penelitian. Konsep adalah defenisi abstrak mengenai gejala atau suatu realita (Moleong, 2006: 67). Di samping mempermudah dan memfokuskan penelitian, konsep juga berfungsi sebagai panduan bagi peneliti dalam menindaklanjuti kasus tersebut serta menghindari timbulnya suatu bias akibat kesalahan penafsiran dalam penelitian.
Adapun beberapa yang menjadi konsep penting dalam penelitian ini adalah:
b. Konflik merupakan suatu bentuk dari percekcokan, perselisihan ataupun pertentangan yang terjadi di antara dua pihak atau lebih yang disebabkan oleh adanya hasrat untuk memperebutkan sesuatu ataupun meraih sesuatu yang dianggap menjadi hak ataupun kepentingan akan pihak-pihak yang terlibat tersebut. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
c. Kekerasan didefinisikan sebagai tindakan atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera ataupun matinya orang lain, atau yang menyebabkan kerusakan fisik ataupun barang orang lain.
d. Tawuran yang berasal dari kata dasar “tawur”, yang mana memiliki makna konotasi yang identik dengan perkelahian, pertentangan secara fisik di antara dua atau lebih kelompok atau dapat dikatakan secara beramai-ramai ataupun perkelahian yang terjadi secara massal.