• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Tawuran Antar Mahasiswa: Studi Deskriptif Pada Mahasiswa i Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fenomena Tawuran Antar Mahasiswa: Studi Deskriptif Pada Mahasiswa i Universitas Sumatera Utara"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Fungsionalisme Struktural

Teori Fungsionalisme struktural jika dilihat dari etimologinya terdiri dari

fungsi/fungsional yang berarti penggunaan sesuatu hal (dengan imbuhan -isme) faham

mengenai penggunaan atas sesuatu hal, dan struktural berkenaan dengan struktur berarti

susunan atau bangunan yang disusun dengan pola tertentu. Teori fungsionalisme pertama kali

dikembangkan dan dipopulerkan oleh Talcott Parsons. Talcott Parsons adalah seorang

sosiolog yang lahir pada tahun 1902 di Colorado, Amerika Serikat. Dia lahir dalam sebuah

keluarga yang memiliki latar belakang yang saleh dan intelek. Ayahnya adalah

seorang pendeta gereja Kongregasional, seorang profesor dan presiden dari sebuah kampus

kecil. Parsons mendapat gelar sarjana dari Amherst College tahun 1924 dan melanjutkan

kuliah pasca sarjana di London School of Economics. Pada tahun berikutnya, dia pindah

ke Heidelberg, Jerman. Max Weber menghabiskan sebagian kariernya di Heidelberg, dan

meski dia wafat lima tahun sebelum kedatangan Parsons, Weber tetap meninggalkan

pengaruh mendalam terhadap kampus tersebut dan jandanya meneruskan

pertemuan-pertemuan di rumahnya, yang juga diikuti oleh Parsons.

Parsons sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan sebagian disertasi doktoralnya di

Heidelberg membahas karya Weber. Talcott Parsons adalah seorang sosiolog kontemporer

yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang

menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan

masyarakat yang di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber, Auguste Comte,

Emile Durkheim dan Vilfredo Pareto. Hal tesebutlah yang menyebabkan teori Struktural

(2)

A. Konsep Pemikiran Teori Fungsionalisme Struktural

Teori Fungsionalisme Struktural dipengaruhi oleh adanya asumsi kesamaan antara

kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial tentang adanya keteraturan dan

keseimbangan dalam masyarakat. Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu

bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai

kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan

sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional

terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat merupakan kumpulan

sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.

B. Tindakan Sosial dan Orientasi Subjektif

Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons dan dipengaruhi oleh

para sosiolog Eropa menyebabkan teorinya itu bersifat empiris, positivistis dan ideal.

Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik, artinya karena tindakan itu

didasarkan pada dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang

disepakati. Tindakan individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan

tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang

dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma.

Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu

diarahkan pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang

unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai

tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat

dan tujuan. Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai

kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan,

(3)

Dengan demikian, dalam tindakan tersebut dapat digambarkan yaitu individu sebagai

pelaku dengan alat yang ada akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga

individu itu dipengaruhi oleh kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang akan

dicapai, dengan bimbingan nilai dan ide serta norma. Perlu diketahui bahwa selain hal-hal

tersebut di atas, tindakan individu manusia itu juga ditentukan oleh orientasi subjektifnya,

yaitu berupa orientasi motivasional dan orientasi nilai. Perlu diketahui pula bahwa tindakan

individu tersebut dalam realisasinya dapat berbagai macam karena adanya unsur-unsur

sebagaimana dikemukakan di atas.

C. Analisis Fungsional Struktural dan Diferensiasi Struktural

Sebagaimana telah diuraikan bahwa Teori Fungsionalisme Struktural beranggapan

bahwa masyarakat itu merupakan sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam bentuk

keseimbangan. Talcott Parsons menyatakan bahwa yang menjadi persyaratan fungsional

dalam sistem di masyarakat dapat dianalisis, baik yang menyangkut

struktur maupun tindakan sosial, adalah berupa perwujudan nilai dan penyesuaian dengan

lingkungan yang menuntut suatu konsekuensi adanya persyaratan fungsional.

Perlu diketahui ada fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi agar ada kelestarian

sistem, yaitu adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi dan keadaan latent. Empat persyaratan

fungsional yang mendasar tersebut berlaku untuk semua sistem yang ada. Berkenaan hal

tersebut di atas, empat fungsi tersebut terpatri secara kokoh dalam setiap dasar yang hidup

pada seluruh tingkat organisme tingkat perkembangan evolusioner. Perlu diketahui bahwa

sekalipun sejak semula Talcott Parsons ingin membangun suatu teori yang besar, akan tetapi

akhirnya mengarah pada suatu kecenderungan yang tidak sesuai dengan niatnya. Hal tersebut

karena adanya penemuan-penemuan mengenai hubungan-hubungan dan hal-hal baru, yaitu

(4)

menunjuk pada sibernetika teori sistem yang umum. Dalam hal ini, dinyatakan bahwa

perkembangan masyarakat itu melewati empat proses perubahan struktural, yaitu

pembaharuan yang mengarah pada penyesuaian evolusinya Talcott Parsons

menghubungkannya dengan empat persyaratan fungsional di atas untuk menganalisis proses

perubahan.

D. Relevansi Teori Fungsionalisme Struktural Terhadap Fenomena Tawuran Antar

Mahasiswa

Berangkat dari asumsi dasar bahwa mahasiswa/pelajar sebagai masyarakat yang

terintegrasi atas dasar kesepakatan, akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai

kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga para mahasiswa tersebut dipandang

sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan

demikian para mahasiswa merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain

berhubungan dan saling ketergantungan.

Ini menjelaskan bahwa ketika telah disepakati sebagai seorang peserta didik

(mahasiswa) dengan berbagai hal yang terkait seperti mengenai hak dan kewajiban siswa

sebagai kaum terdidik ialah merasa bersatu antara satu dengan yang lainnya, saling

berhubungan dan saling ketergantungan. Hendaknya dari sudut pandang teori ini mampu

mencapai tujuan yakni menciptakan kultur persatuan dan kebersamaan, tidak malah saling

menyerang, menyalahkan dan terjadi perpecahan.

E. Analisis Teori Fungsionalisme Struktural Terhadap Fenomena Tawuran Antar Mahasiswa

Tawuran yang terjadi antar mahasiswa ini dapat dianalisis melalui struktur dan

tindakan. Ini melalui perwujudan nilai dan penyesuaian dengan lingkungan yang melibatkan

(5)

diantara pelajar karena berdasarkan ide dan nilai (norma-norma) untuk mencapai tujuan

tertentu. Selanjutnya tindakan terjadi dengan kondisi yang unsurnya sudah pasti. Tawuran

sebagai tindakan pada suatu kondisi yang mungkin unsur-unsur yang terdapat diantara alat,

tujuan, situasi, dan norma ada yang tidak benar (salah). Dalam kejadiannya individu

mahasiswa tidak hanya dipengaruhi oleh unsur tersebut namun juga oleh orientasi

subjektifnya masing-masing.

Teori fungsional struktural secara ideal menganggap organisasi biologis dan struktural

sosial merupakan sebuah asumsi yang sama saling berhubungan dan saling ketergantungan

serta terintegrasi berdasarkan, ide, nilai dan norma yang dipengaruhi oleh fungsi dan syarat

dalam mencapai tujuan yang disepakati yaitu kesadaran dan kebersamaan dalam masyarakat.

Terjadinya tawuran merupakan sebuah tindakan menyimpang karena individu maupun

kelompok lupa atau tidak menyadari terhadap fungsi yang telah disepakatinya sebagai

mahasiswa dalam mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh unsur tindakan yang menyeleweng atau dari diri (orientasi subjektifnya)

sendiri.

   

2.2 Kelompok Sosial

A. Pengertian Kelompok Sosial

Secara sosiologis pengertian kelompok sosial adalah suatu kumpulan orang-orang yang

mempunyai hubungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan dapat mengakibatkan

tumbuhnya perasaan bersama. Disamping itu terdapat beberapa definisi dari para ahli

(6)

Menurut Josep S Roucek dan Roland S Warren kelompok sosial adalah suatu kelompok yang

meliputi dua atau lebih manusia, yang diantara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang

dapat dipahami oleh para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan.

B. Proses Terbentuknya Kelompok Sosial

Menurut Abdul Syani, terbentuknya suatu kelompok sosial karena adanya naluri manusia

yang selalu ingin hidup bersama. Manusia membutuhkan komunikasi dalam membentuk

kelompok, karena melalui komunikasi orang dapat mengadakan ikatan dan pengaruh

psikologis secara timbal balik. Ada dua hasrat pokok manusia sehingga ia terdorong untuk

hidup berkelompok, yaitu:

-Hasrat untuk bersatu dengan manusia lain di sekitarnya

-Hasrat untuk bersatu dengan situasi alam sekitarnya

C. Syarat Terbentuknya Kelompok Sosial

Kelompok-kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan manusia yang hidup

bersama dan saling berinteraksi. Untuk itu, setiap himpunan manusia agar dapat dikatakan

sebagai kelompok sosial, haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Setiap anggota kelompok memiliki kesadaran bahwa dia merupakan bagian dari kelompok

yang bersangkutan.

2. Ada kesamaan faktor yang dimiliki anggota-anggota kelompok itu sehingga hubungan

antara mereka bartambah erat.

Faktor-faktor kesamaan tersebut, antara lain :

-Persamaan nasib

-Persamaan kepentingan

(7)

-Persamaan ideologi politik

-Persamaan musuh

3. Kelompok sosial ini berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku. Kelompok

sosial ini bersistem dan berproses.

D. Macam-Macam Kelompok Sosial

1. Klasifikasi Tipe-tipe Kelompok Sosial

Menurut Soerjono Soekanto dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:

a. Berdasarkan besar kecilnya anggota kelompok

Menurut George Simmel, besar kecilnya jumlah anggota kelompok akan memengaruhi

kelompok dan pola interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Dalam penelitiannya, Simmel

memulai dari satu orang sebagai perhatian hubungan sosial yang dinamakan monad.

Kemudian monad dikembangkan menjadi dua orang atau diad, dan tiga orang atau triad, dan

kelompok-kelompok kecil lainnya. Hasilnya semakin banyak jumlah anggota kelompoknya,

pola interaksinya juga berbeda.

b. Berdasarkan derajat interaksi dalam kelompok

Derajat interaksi ini juga dapat dilihat pada beberapa kelompok sosial yang berbeda.

Kelompok sosial seperti keluarga, rukun tetangga, masyarakat desa, akan mempunyai

kelompok yang anggotanya saling mengenal dengan baik (face-to-face groupings). Hal ini

berbeda dengan kelompok sosial seperti masyarakat kota, perusahaan, atau negara, di mana

anggota-anggotanya tidak mempunyai hubungan erat.

c. Berdasarkan kepentingan dan wilayah

Sebuah masyarakat setempat (community) merupakan suatu kelompok sosial atas dasar

(8)

(association) adalah sebuah kelompok sosial yang dibentuk untuk memenuhi kepentingan

tertentu.

d. Berdasarkan kelangsungan kepentingan

Adanya kepentingan bersama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya

sebuah kelompok sosial. Suatu kerumunan misalnya, merupakan kelompok yang

keberadaannya hanya sebentar karena kepentingannya juga tidak berlangsung lama. Namun,

sebuah asosiasi mempunyai kepentingan yang tetap.

e. Berdasarkan derajat organisasi

Kelompok sosial terdiri atas kelompok-kelompok sosial yang terorganisasi dengan rapi

seperti negara, TNI, perusahaan dan sebagainya. Namun, ada kelompok sosial yang hampir

tidak terorganisasi dengan baik, seperti kerumunan.

Secara umum tipe-tipe kelompok sosial adalah sebagai berikut.

a. Kategori statistik, yaitu pengelompokan atas dasar ciri tertentu yang sama, misalnya

kelompok umur.

b. Kategori sosial, yaitu kelompok individu yang sadar akan ciri-ciri yang dimiliki bersama,

misalnya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia).

c. Kelompok sosial, misalnya keluarga batih (nuclear family)

d. Kelompok tidak teratur, yaitu perkumpulan orang-orang di suatu tempat pada waktu yang

sama karena adanya pusat perhatian yang sama. Misalnya, orang yang sedang menonton

sepak bola.

e. Organisasi Formal, yaitu kelompok yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu

yang telah ditentukan terlebih dahulu, misalnya perusahaan.

2. Kelompok Sosial dipandang dari Sudut Individu

Pada masyarakat yang kompleks, biasanya setiap manusia tidak hanya mempunyai satu

(9)

kelompok sosial sekaligus. Terbentuknya kelompok-kelompok sosial ini biasanya didasari

oleh kekerabatan, usia, jenis kelamin, pekerjaan atau kedudukan. Keanggotaan

masing-masing kelompok sosial tersebut akan memberikan kedudukan dan prestise tertentu. Namun

yang perlu digarisbawahi adalah sifat keanggotaan suatu kelompok tidak selalu bersifat

sukarela, tapi ada juga yang sifatnya paksaan. Misalnya, selain sebagai anggota kelompok di

tempatnya bekerja, Pak Tomo juga anggota masyarakat, anggota perkumpulan bulu tangkis,

anggota Ikatan Advokat Indonesia, anggota keluarga, anggota Paguyuban masyarakat Jawa

dan sebagainya.

3. In-Group dan Out-Group

Sebagai seorang individu, kita sering merasa bahwa aku termasuk dalam bagian

kelompok keluargaku, margaku, profesiku, rasku, almamaterku, dan negaraku. Semua

kelompok tersebut berakhiran dengan kepunyaan “ku”. Itulah yang dinamakan kelompok

sendiri (in-group) karena aku termasuk di dalamnya. Banyak kelompok lain dimana aku tidak

termasuk keluarga, ras, suku bangsa, pekerjaan, agama dan kelompok bermain. Semua itu

merupakan kelompok luar (out group) karena aku berada di luarnya.

In-group dan out-group dapat dijumpai di semua masyarakat, walaupun

kepentingan-kepentingannya tidak selalu sama. Pada masyarakat primitif yang masih terbelakang

kehidupannya biasanya akan mendasarkan diri pada keluarga yang akan menentukan

kelompok sendiri dan kelompok luar seseorang. Jika ada dua orang yang saling tidak kenal

berjumpa maka hal pertama yang mereka lakukan adalah mencari hubungan antara keduanya.

Jika mereka dapat menemukan adanya hubungan keluarga maka keduanya pun akan

bersahabat karena keduanya merupakan anggota dari kelompok yang sama. Namun, jika

mereka tidak dapat menemukan adanya kesamaan hubungan antara keluarga maka mereka

(10)

Pada masyarakat modern, setiap orang mempunyai banyak kelompok sehingga

mungkin saja saling tumpang tindih dengan kelompok luarnya. Siswa lama selalu

memperlakukan siswa baru sebagai kelompok luar, tetapi ketika berada di dalam gedung

olahraga mereka pun bersatu untuk mendukung tim sekolah kesayangannya.

4. Kelompok Primer (Primary Group) dan Kelompok Sekunder (Secondary Group)

Menurut Charles Horton Cooley, kelompok primer adalah kelompok-kelompok yang

ditandai dengan ciri-ciri saling mengenal antara anggota-anggotanya serta kerja sama yang

erat yang bersifat pribadi. Sebagai salah satu hasil hubungan yang erat dan bersifat pribadi

tadi adalah adanya peleburan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok sehingga

tujuan individu menjadi tujuan kelompok juga. Oleh karena itu hubungan sosial di dalam

kelompok primer berisfat informal (tidak resmi), akrab, personal, dan total yang mencakup

berbagai aspek pengalaman hidup seseorang.

Di dalam kelompok primer, seperti: keluarga, klan, atau sejumlah sahabat, hubungan

sosial cenderung bersifat santai. Para anggota kelompok saling tertarik satu sama lainnya

sebagai suatu pribadi. Mereka menyatakan harapan-harapan, dan kecemasan-kecemasan,

berbagi pengalaman, mempergunjingkan gosip, dan saling memenuhi kebutuhan akan

keakraban sebuah persahabatan.

Di sisi lain, kelompok sekunder adalah kelompok-kelompok besar yang terdiri atas

banyak orang, antara dengan siapa hubungannya tida perlu berdasarkan pengenalan secara

pribadi dan sifatnya juga tidak begitu langgeng. Dalam kelompok sekunder, hubungan sosial

bersifat formal, impersonal dan segmental (terpisah), serta didasarkan pada manfaat

(utilitarian). Seseorang tidak berhubungan dengan orang lain sebagai suatu pribadi, tetapi

sebagai seseorang yang berfungsi dalam menjalankan suatu peran. Kualitas pribadi tidak

begitu penting, tetapi cara kerjanya.

(11)

Konsep paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (gesellschaft) dikemukakan oleh

Ferdinand Tonnies. Pengertian paguyuban adalah suatu bentuk kehidupan bersama, di mana

anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah, serta kekal.

Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah

dikodratkan. Bentuk paguyuban terutama akan dijumpai di dalam keluarga, kelompok

kekerabatan, rukun tetangga, dan sebagainya. Secara umum ciri-ciri paguyuban adalah:

- Intimate, yaitu hubungan yang bersifat menyeluruh dan mesra

- Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi

- Exclusive, yaitu hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak untuk orang lain di

luar “kita”

Di dalam setiap masyarakat selalu dapat dijumpai salah satu di antara tiga tipe

paguyuban berikut :

a. Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood), yaitu gemeinschaft atau

paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan.

Misalnya keluarga dan kelompok kekerabatan.

b. Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yaitu suatu paguyuban yang terdiri atas

orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong.

Misalnya kelompok arisan, rukun tetangga.

c. Paguyuban karena jiwa pikiran (gemeinschaft of mind), yaitu paguyuban yang terdiri atas

orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggalnya

tidak berdekatan, akan tetapi mereka mempunyai jiwa, pikiran, dan ideologi yang sama.

Ikatan pada paguyuban ini biasanya tidak sekuat paguyuban karena darah atau keturunan.

Sebaliknya, patembayan (gesellschaft) adalah ikatan lahir yang bersifat pokok untuk

jangka waktu tertentu yang pendek. Patembayan bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran

(12)

gesellschaft terutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang bersifat timbal balik.

Misalnya, ikatan perjanjian kerja, birokrasi dalam suatu kantor, perjanjian dagang, dan

sebagainya.

6. Formal Group dan Informal Group

Menurut Soerjono Soekanto, formal group adalah kelompok yang mempunyai peraturan yang

tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar

sesamanya. Kriteria rumusan organisasi formal group merupakan keberadaan tata cara untuk

memobilisasikan dan mengoordinasikan usaha-usaha demi tercapainya tujuan berdasarkan

bagian-bagian organisasi yang bersifat khusus.

Organisasi biasanya ditegakkan pada landasan mekanisme administratif. Misalnya,

sekolah terdiri atas beberapa bagian, seperti kepala sekolah, guru, siswa, orang tua murid,

bagian tata usaha dan lingkungan sekitarnya. Organisasi seperti itu dinamakan birokrasi.

Menurut Max Weber, organisasi yang didirikan secara birokrasi mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

a. Tugas organisasi didistribusikan dalam beberapa posisi yang merupakan tugas-tugas

jabatan.

b. Posisi dalam organisasi terdiri atas hierarki struktur wewenang.

c. Suatu sistem peraturan memengaruhi keputusan dan pelaksanaannya.

d. Unsur staf yang merupakan pejabat, bertugas memelihara organisasi dan khususnya

keteraturan organisasi.

e. Para pejabat berharap agar hubungan atasan dengan bawahan dan pihak lain bersifat

orientasi impersonal.

f. Penyelenggaraan kepegawaian didasarkan pada karier.

Sedangkan pengertian informal group adalah kelompok yang tidak mempunyai

(13)

pertemuan-pertemuan yang berulang kali. Dasar pertemuan-pertemuan tersebut adalah

kepentingan-kepentingan dan pengalaman-pengalaman yang sama. Misalnya klik (clique),

yaitu suatu kelompok kecil tanpa struktur formal yang sering timbul dalam

kelompok-kelompok besar. Klik tersebut ditandai dengan adanya pertemuan-pertemuan timbal balik

antar anggota yang biasanya hanya “antara kita” saja.

7. Membership Group dan Reference Group

Mengutip pendapat Robert K Merton, bahwa membership group adalah suatu kelompok

sosial, di mana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Batas-batas fisik

yang dipakai untuk menentukan keanggotaan seseorang tidak dapat ditentukan secara mutlak.

Hal ini disebabkan perubahan-perubahan keadaan. Situasi yang tidak tetap akan

memengaruhi derajat interaksi di dalam kelompok tadi sehingga adakalanya seorang anggota

tidak begitu sering berkumpul dengan kelompok tersebut walaupun secara resmi dia belum

keluar dari kelompok itu.

Reference group adalah kelompok sosial yang menjadi acuan seseorang (bukan anggota

kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilakunya. Dengan kata lain, seseorang yang

bukan anggota kelompok sosial bersangkutan mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok

tadi. Misalnya, seseorang yang ingin sekali menjadi anggota TNI, tetapi gagal memenuhi

persyaratan untuk memasuki lembaga pendidikan militer. Namun, ia bertingkah laku

layaknya seorang perwira TNI meskipun dia bukan anggota TNI.

8. Kelompok Okupasional dan Volunteer

Pada awalnya suatu masyarakat, menurut Soerjono Soekanto, dapat melakukan berbagai

pekerjaan sekaligus. Artinya, di dalam masyarakat tersebut belum ada pembagian kerja yang

jelas. Akan tetapi, sejalan dengan kemajuan peradaban manusia, sistem pembagian kerja pun

berubah. Salah satu bentuknya adalah masyarakat itu sudah berkembang menjadi suatu

(14)

pembagian kerja yang didasarkan pada kekhususan atau spesialisasi. Warga masyarakat akan

bekerja sesuai dengan bakatnya masing-masing. Setelah kelompok kekerabatan yang semakin

pudar fungsinya, muncul kelompok okupasional yang merupakan kelompok terdiri atas

orang-orang yang melakukan pekerjaan sejenis. Kelompok semacam ini sangat besar

peranannya di dalam mengarahkan kepribadian seseorang terutama para anggotanya.

Sejalan dengan berkembangnya teknologi komunikasi, hampir tidak ada masyarakat

yang tertutup dari dunia luar sehingga ruang jangkauan suatu masyarakatpun semakin luas.

Meluasnya ruang jangkauan ini mengakibatkan semakin heterogennya masyarakat tersebut.

Akhirnya tidak semua kepentingan individual warga masyarakat dapat dipenuhi.

Akibatnya dari tidak terpenuhinya kepentingan-kepentingan masyarakat secara

keseluruhan, muncullah kelompok volunteer. Kelompok ini mencakup orang-orang yang

mempunyai kepentingan sama, namun tidak mendapatkan perhatian masyarakat yang

semakin luas jangkauannya tadi. Dengan demikian, kelompok volunteer dapat memenuhi

kepentingan-kepentingan anggotanya secara individual tanpa mengganggu kepentingan

masyarakat secara luas.

Beberapa kepentingan itu antara lain:

-Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan

-Kebutuhan akan keselamatan jiwa dan harta benda

-Kebutuhan akan harga diri

-Kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri

-Kebutuhan akan kasih sayang

E. Kelompok Sosial yang Tidak Teratur

(15)

Kerumunan adalah sekelompok individu yang berkumpul secara kebetulan di suatu tempat

pada waktu yang bersamaan. Ukuran utama adanya kerumunan adalah kehadiran orang-orang

secara fisik. Sedikit banyaknya jumlah kerumunan adalah sejauh mata dapat melihat dan

selama telingan dapat mendengarkannya. Kerumunan tersebut segera berakhir setelah

orang-orangnya bubar. Oleh karena itu, kerumunan merupakan suatu kelompok sosial yang bersifat

sementara (temporer).

Secara garis besar Kingsley Davis membedakan bentuk kerumunan menjadi:

a. Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur sosial

Kerumunan ini dapat dibedakan menjadi:

1) Khalayak penonton atau pendengar formal (formal audiences), merupakan kerumunan

yang mempunyai pusat perhatian dan tujuan yang sama. Misalnya, menonton film, mengikuti

kampanye politik dan sebagainya.

2) Kelompok ekspresif yang telah direncanakan (planned expressive group), yaitu

kerumunan yang pusat perhatiannya tidak begitu penting, akan tetapi mempunyai persamaan

tujuan yang tersimpul dalam aktivitas kerumunan tersebut.

b. Kerumunan yang bersifat sementara (Casual Crowd)

Kerumunan ini dibedakan menjadi:

1) Kumpulan yang kurang menyenangkan (inconvenient aggregations). Misalnya, orang

yang sedang antri tiket, orang-orang yang menunggu kereta.

2) Kumpulan orang yang sedang dalam keadaan panik (panic crowds), yaitu

orang-orang yang bersama-sama berusaha untuk menyelamatkan diri dari bahaya. Dorongan dalam

diri individu-individu yang berkerumun tersebut mempunyai kecenderungan untuk

mempertinggi rasa panik. Misalnya, ada kebakaran dan gempa bumi.

3) Kerumunan penonton (spectator crowds), yaitu kerumunan yang terjadi karena ingin

(16)

c. Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hukum (Lawless Crowd)

Kerumunan ini dibedakan menjadi:

1) Kerumunan yang bertindak emosional (acting mobs), yaitu kerumunan yang bertujuan

untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik yang bertentangan

dengan norma-norma yang berlaku. Misalnya aksi demonstrasi dengan kekerasan.

2) Kerumunan yang bersifat immoral (immoral crowds), yaitu kerumunan yang hampir

sama dengan kelompok ekspresif. Bedanya adalah bertentangan dengan norma-norma

masyarakat. Misalnya, orang-orang yang mabuk.

2. Publik

Berbeda dengan kerumunan, publik lebih merupakan kelompok yang tidak merupakan

kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi, seperti

pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat kabar, televisi, film, dan sebagainya.

Alat penghubung semacam ini lebih memungkinkan suatu publik mempunyai

pengikut-pengikut yang lebih luas dan lebih besar. Akan tetapi, karena jumlahnya yang sangat besar,

tidak ada pusat perhatian yang tajam sehingga kesatuan juga tidak ada.

F. Masyarakat Setempat (Community)

Masyarakat setempat adalah suatu masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah

(dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu. Faktor utama yang menjadi dasarnya

adalah interaksi yang lebih besar di antara anggota dibandingkan dengan interaksi penduduk

di luar batas wilayahnya.

Secara garis besar masyarakat setempat berfungsi sebagai ukuran untuk menggaris

bawahi kedekatan hubungan antara hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu.

Akan tetapi, tempat tinggal tertentu saja belum cukup untuk membentuk suatu masyarakat

(17)

Beberapa unsur komunitas adalah:

1. Seperasaan

Unsur perasaan akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya dengan

sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut. Akibatnya, mereka dapat menyebutnya

sebagai “kelompok kami” atau “perasaan kami”.

2. Sepenanggunan

Setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dan keadaan masyarakat sendiri

memungkinkan peranannya dalam kelompok.

3. Saling memerlukan

Individu yang bergabung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya tergantung pada

komunitas yang meliputi kebutuhan fisik maupun biologis.

Untuk mengklasifikasikan masyarakat setempat, dapat digunakan empat kriteria yang saling

berhubungan, yaitu:

a. Jumlah penduduk

b. Luas, kekayaan, dan kepadatan penduduk

c. Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat

d. Organisasi masyarakat yang bersangkutan

2.3 Perilaku menyimpang

A. Pengertian Perilaku Menyimpang

Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma

dalam masyarakat. Sedangkan pelaku yang melakukan penyimpangan itu disebut devian

(deviant). Adapun perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam

(18)

Ada beberapa definisi perilaku menyimpang menurut sosiologi, antara lain sebagai berikut:

Pengertian Perilaku menyimpang menurut para ahli

1. James Vender Zender Perilaku menyimpang adalah perilaku yang dianggap sebagai hal

tercela dan di luar batas-batas toleransi oleh sejumlah besar orang.

2. Bruce J Cohen Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil

menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam

masyarakat.

3. Robert M.Z. LawangPerilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari

norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka

yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut.

B. Ciri-ciri Perilaku Menyimpang

Menurut Paul B. Horton penyimpangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Penyimpangan harus dapat didefinisikan, artinya penilaian menyimpang tidaknya

suatu perilaku harus berdasar kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.

2. Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak.

3. Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak, artinya perbedaannya ditentukan

oleh frekuensi dan kadar penyimpangan.

4. Penyimpangan terhadap budaya nyata ataukah budaya ideal, artinya budaya ideal

adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat.

Antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan.

5. Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan. Norma penghindaran

adalah pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka,

(19)

6. Penyimpangan sosial bersifat adaptif, artinya perilaku menyimpang merupakan

salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.

C. Sifat-sifat Penyimpangan

Penyimpangan sebenarnya tidak selalu berarti negatif, melainkan ada yang positif. Dengan

demikian, penyimpangan sosial dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyimpangan

positif dan penyimpangan negatif.

1. Penyimpangan positif

Penyimpangan positif merupakan penyimpangan yang terarah pada nilai-nilai sosial

yang didambakan, meskipun cara yang dilakukan menyimpang dari norma yang

berlaku. Contoh seorang ibu yang menjadi tukang ojek untuk menambah penghasilan

keluarga.

2. Penyimpangan negatif

Penyimpangan negatif merupakan tindakan yang dipandang rendah, melanggar

nilai-nilai sosial, dicela dan pelakunya tidak dapat ditolerir masyarakat. Contoh

pembunuhan, pemerkosaan, pencurian dan sebagainya.

D. Jenis-jenis Perilaku Menyimpang

Menurut Lemert (1951) Penyimpangan dibagi menjadi dua bentuk yaitu

penyimpangan primer dan sekunder.

1. Penyimpangan Primer

Penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku masih dapat diterima

masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara, tidak dilakukan

secara berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Contohnya:

(20)

2. Penyimpangan Sekunder

Penyimpangan yang dilakukan secara terus menerus sehingga para pelakunya dikenal

sebagai orang yang berperilaku menyimpang. Misalnya orang yang mabuk terus

menerus. Contoh seorang yang sering melakukan pencurian, penodongan,

pemerkosaan dan sebagainya.

Sedangkan menurut pelakunya, penyimpangan dibedakan menjadi penyimpangan

individual dan penyimpangan kelompok.

1. Penyimpangan individual

Penyimpangan individual adalah penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang atau

individu tertentu terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Contoh:

seseorang yang sendirian melakukan pencurian.

2. Penyimpangan kelompok

Penyimpangan kelompok adalah penyimpangan yang dilakukan oleh sekelompok

orang terhadap norma-norma masyarakat. Contoh geng penjahat.

E. Sebab-sebab Terjadinya Perilaku Menyimpang

1. Penyimpangan sebagai akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna

Karena ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam

kepribadiannya, seorang individu tidak mampu membedakan perilaku yang pantas

dan yang tidak pantas. Ini terjadi karena seseorang menjalani proses sosialisasi

yang tidak sempurna dimana agen-agen sosialisasi tidak mampu menjalankan

peran dan fungsinya dengan baik.

Contohnya seseorang yang berasal dari keluarga broken home dan kedua orang

tuanya tidak dapat mendidik si anak secara sempurna sehinga ia tidak mengetahui

(21)

masyarakat. Perilaku yang terlihat dari anak tersebut misalnya tidak mengenal

disiplin, sopan santun, ketaatan dan lain-lain.

2. Penyimpangan karena hasil proses sosialisasi subkebudayaan menyimpang

Subkebudayaan adalah suatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan

dengan norma-norma budaya yang dominan. Unsur budaya menyimpang meliputi

perilaku dan nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota-anggota kelompok yang

bertentangan dengan tata tertib masyarakat. Contoh kelompok menyimpang

diantaranya kelompok penjudi, pemakai narkoba, geng penjahat, dan lain-lain.

3. Penyimpangan sebagai hasil proses belajar yang menyimpang

Proses belajar ini melalui interaksi sosial dengan orang lain, khususnya dengan

orang-orang berperilaku menyimpang yang sudah berpengalaman. Penyimpangan

inipun dapat belajar dari proses belajar seseorang melalui media baik buku,

majalah, koran, televisi dan sebagainya.

F. Teori-Teori Penyimpangan

Penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat dapat dipelajari melalui berbagai teori,

diantaranya sebagai berikut.

1. Teori Labeling

Menurut Edwin M. Lemert, seseorang menjadi orang yang menyimpang

karena proses labelling berupa julukan, cap dan merk yang ditujukan oleh masyarakat

ataupun lingkungan sosialnya. Mula-mula seseorang akan melakukan penyimpangan

primer (primary deviation) yang mengakibatkan ia menganut gaya hidup

menyimpang (deviant life style) yang menghasilkan karir menyimpang (deviant

career).

(22)

Menurut Edwin H. Sutherland, agar terjadi penyimpangan seseorang harus

mempelajari terlebih dahulu bagaimana caranya menjadi seorang yang menyimpang.

Pengajaran ini terjadi akibat interaksi sosial antara seseorang dengan orang lain yang

berperilaku menyimpang.

3. Teori Anomi Robert K Merton

Robert K. Merton menganggap anomi disebabkan adanya ketidakharmonisan

antara tujuan budaya dengan cara-cara yang diapakai untuk mencapai tujuan tersebut.

Menurut Merton terdapat lima cara pencapaian tujuan budaya, yaitu:

a. Konformitas

Konformitas adalah sikap yang menerima tujuan budaya yang konvensional

(biasa) dengan cara yang juga konvensional.

b. Inovasi

Inovasi adalah sikap seseorang menerima secara kritis cara-cara pencapaian tujuan

yang sesuai dengan nlai-nilai budaya sambil menempuh cara baru yang belum biasa

dilakukan.

c. Ritualisme

Ritualisme adalah sikap seseorang menerima cara-cara yang diperkenalkan

sebagai bagian dari bentuk upacara (ritus) tertentu, namun menolak tujuan-tujuan

kebudayaannya.

d. Retreatisme

Retreatisme adalah sikap seseorang menolak baik tujuan-tujuan maupaun

cara-cara mencapai tujuan yang telah menajdi bagian kehidupan masyarakat ataupun

lingkungan sosialnya.

(23)

Pemberontakan adalah sikap seseorang menolak sarana dan tujuan-tujuan yang

disahkan oleh budaya masyarakatnya dan menggantikan dengan cara baru.

G. Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang

1. Penyalahgunaan Narkoba

Merupakan bentuk penyelewengan terhadap nilai, norma sosial dan agama. Dampak

negatif yang ditimbulkan akan menyebabkan berkurangnya produktivitas seseorang

selama pemakaian bahan-bahan tersebut bahkan dapat menyebabkan kematian.

Menurut Graham Baliane, ada beberapa penyebab seseorang remaja memakai

narkoba, antara lain sebagai berikut:

1) Mencari dan menemukan arti hidup.

2) Mempermudah penyaluran dan perbuatan seksual.

3) Menunjukkan tindakan menentang otoritas orang tua, guru, dan norma-norma

sosial.

4) Membuktikan keberanianya dalam melakukan tindakan berbahaya seperti

kebut-kebutan dan berkelahi.

5) Melepaskan diri dari kesepian.

6) Sekedar iseng dan didorong rasa ingin tahu.

7) Mengikuti teman-teman untuk menunjukkan rasa solidaritas

8) Menghilangkan frustasi dan kegelisahan hidup.

9) Mengisi kekosongan, kesepian, dan kebosanan.

2. Penyimpangan seksual

Penyimpangan seksual adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan. Penyebab

penyimpangan seksual antara lain adalah pengaruh film-film porno, buku dan majalah

(24)

1) Perzinahan yaitu hubungan seksual di luar nikah.

2) Lesbian yaitu hubungan seksual yang dilakukan sesama wanita.

3) Homoseksual adalah hubungan seksual yang dilakukan sesama laki-laki.

4) Pedophilia adalah memuaskan kenginan seksual dengan menggunakan kontak

seksual dengan anak-anak.

5) Gerontophilia adalah memuaskan keinginan seksual dengan orang tua seperti kakek

dan nenek.

6) Kumpul kebo adalah hidup seperti suami istri tanpa nikah.

3. Alkoholisme

Alkohol disebut juga racun protoplasmik yang mempunyai efek depresan pada sistem

syaraf. Orang yang mengkonsumsinya akan kehilangan kemampuan mengendalikan

diri, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial. Sehingga seringkali pemabuk

melakukan keonaran, perkelahian, hingga pembunuhan.

4. Kenakalan Remaja

Gejala kenakalan remaja tampak dalam masa pubertas (14 – 18 tahun), karena pada

masa ini jiwanya masih dalam keadan labil sehingga mudah terpengaruh oleh

lingkungan yang negatif. Penyebab kenakalan remaja antara lain sebagai berikut.

a. Lingkungan keluargayang tidak harmonis.

b. Situasi yang menjemukan dan membosankan.

c. Lingkungan masyarakat yang tidak menentu bagi prospek kehidupan masa

mendatang, seperti lingkungan kumuh dan penuh kejahatan.

Contoh perbuatan kenakalan seperti pengrusakan tempat/fasilitas umum, penggunaan

obat terlarang, pencurian, perkelahian atau tawuran dan lain sebagainya. Salah satu

(25)

perkelahian biasa. Tawuran pelajar dapat digolongkan sebagai patologi (penyakit)

karena sifatnya yang kompleks dengan penyebab dan akibat yang berbeda-beda.

2.4 Konflik Dan Kekerasan

A. Konflik

Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau

lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain

dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh

perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut

diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan,

dan lain sebagainya. Dengan dibawa-sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial,

konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun

yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat

lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus

di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi

yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Teori Konflik Lewis A. Coser

Konflik dan Solidaritas

Lewis A. Coser menitikberatkan perhatiannya pada pendekatan fungsionalisme

struktural dan mengabaikan konflik pada awalnya. Menurut pendapatnya bahwa sebenarnya

struktur-struktur itu merupakan hasil kesepakatan, akan tetapi di sisi lain ia juga menyatakan

adanya proses-proses yang tidak merupakan kesepakatan, yaitu yang berupa konflik. Lewis

(26)

Menurut pendapatnya dinyatakan bahwa konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau

tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang

persediaannya tidak mencukupi. Konflik dapat terjadi antar-individu, antar-kelompok dan

antar-individu dengan kelompok. Baginya konflik dengan luar (out group) dapat

menyebabkan mantapnya batas-batas struktural, akan tetapi di lain pihak konflik dengan luar

(out group) akan dapat memperkuat integrasi dalam kelompok yang bersangkutan.

Konflik antara suatu kelompok dengan kelompok lain dapat menyebabkan solidaritas

anggota kelompok dan integrasi meningkat, dan berusaha agar anggota-anggota jangan

sampai pecah. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya apabila suatu kelompok tidak lagi

merasa terancam oleh kelompok lain maka solidaritas kelompok akan mengendor, dan gejala

kemungkinan adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak. Di sisi lain, apabila suatu

kelompok selalu mendapat ancaman dari kelompok lain maka dapat menyebabkan tumbuh

dan meningkatnya solidaritas anggota-anggota kelompok. Hal ini dapat kita lihat pada dua

atau lebih kelompok mahasiswa yang terlibat tawuran—dalam konteks ini tawuran

mahasiswa antar-fakultas—bahwa pada satu kelompok mahasiswa yang terlibat tawuran,

secara sadar ataupun tidak sadar, diantara mereka telah terjalin solidaritas yang semakin erat

dari sebelumnya dalam menghadapi ancaman dari kelompok mahasiswa lainnya yang

merupakan lawan mereka dalam tawuran tersebut. Hal demikian juga terjadi pada kelompok

mahasiswa yang kontra terhadap kelompok mahasiswa pertama tadi.

Menurut Lewis A. Coser dinyatakan bahwa konflik internal menguntungkan

kelompok secara positif. la menyadari bahwa dalam relasi-relasi sosial terkandung

antagonisme, ketegangan atau perasaan-perasaan negatif termasuk untuk relasi-relasi

kelompok dalam (in group) yang di dalamnya terkandung relasi-relasi intim yang lebih

(27)

Perlu diketahui bahwa semakin dekat hubungan akan semakin sulit rasa permusuhan

itu diungkapkan. Akan tetapi semakin lama perasaan ditekan maka akan semakin sulit untuk

mempertahankan hubungan itu sendiri. Mengapa demikian, karena dalam suatu hubungan

yang intim keseluruhan kepribadian sangat boleh jadi terlihat sehingga pada saat konflik

meledak, permusuhan yang terjadi mungkin akan sangat keras.

Konflik akan senantiasa ada sejauh masyarakat itu masih mempunyai dinamikanya.

Adapun yang menyebabkan timbulnya konflik, yaitu karena adanya perbedaan-perbedaan,

apakah itu perbedaan kemampuan, tujuan, kepentingan, paham, nilai, dan norma. Di samping

itu, konflik juga akan terjadi apabila para anggota kelompok dalam (in group) terdapat

perbedaan. Akan tetapi, tidak demikian halnya apabila para anggota kelompok dalam (in

group) mempunyai kesamaan-kesamaan.

Perbedaan-perbedaan antara para anggota kelompok dalam (in group) tersebut dapat

pula disebabkan oleh adanya perbedaan pengertian mengenai konflik karena konflik itu

bersifat negatif dan merusak integrasi. Akan tetapi, ada pula pengertian dari anggota

kelompok dalam (in group) bahwa karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan maka

konflik akan tetap ada. Perlu diketahui bahwa suatu kelompok yang sering terlibat dalam

suatu konflik terbuka, hal tersebut sesungguhnya memiliki solidaritas yang lebih besar jika

dibandingkan dengan kelompok yang tidak terlibat konflik sama sekali. Dalam topik yang

diusung penelitian ini jelas kita ketahui bahwa setiap kelompok mahasiswa yang terlibat

tawuran sangat solid dalam menghadapi kelompok mahasiswa lainnya, sehingga sering

muncul istilah “fanatisme fakultas”.

Pada umumnya, masyarakat memiliki sarana atau mekanisme untuk mengendalikan konflik di

dalam tubuhnya. Beberapa ahli menyebutnya sebagai katup penyelamat (safety valve) yaitu

(28)

A. Coser melihat katup penyelamat itu sebagai jalan keluar yang dapat meredakan permusuhan

antara 2 pihak yang berlawanan.

Secara umum, ada 3 macam bentuk pengendalian konflik:

Konsiliasi, pengendalian konflik yang dilakukan dengan melalui lembaga-lembaga tertentu

yang memungkinkan diskusi dan pengambilan keputusan yang adil di antara pihak-pihak

bertikai.

Mediasi, pengendalian yang dilakukan apabila kedua pihak yang berkonflik sepakat

untuk menunjuk pihak ketiga sebagai mediator.

Arbitrasi, pengendalian yang dilakukan apabila kedua-belah pihak yang berkonflik

sepakat untuk menerima/terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan

keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik.

(http://www.scribd.com/doc/24472806/Sosiologi-Konflik-Kekerasan diakses pada 20

Desember 2011)

B. Kekerasan

Kaum muda jaman sekarang hidup di dalam masa globalisasi. Ada dua sifat menonjol

dalam masa ini, yaitu keterbukaan dan kebebasan. IPTEK yang berkembang dengan begitu

pesat membuat dunia yang tadinya tampak luas kini terasa sempit. Fenomena alam yang tadi

dianggap magis kini terkuak dan bisa dijelaskan secara logis. Arus informasi dari yang ideal

dan luhur hingga yang bejat dan porno dapat diakses oleh kaum muda dengan mudah.

Kebebasan juga cenderung berlebihan sekarang. Puluhan media masa lahir, dari yang

bermutu tinggi hingga yang hanya mengandalkan gambar wanita berpakaian minim. Jalan

dialog damai ditinggalkan, jalan pintas yaitu demonstrasi terjadi di mana-mana. Dalam masa

ini, batas-batas tertentu, kebebasan diperlukan, namun, ketika kebebasan diartikan sebagai

(29)

jatuh. Di sisi lain, kaum muda ini belum memiliki pegangan moral yang kuat untuk

menyaring informasi dan mengolah kebebasan itu. Karenanya, berbagai informasi dan

pemenuhan kebutuhan yang negatif dengan mudah meracuni mereka.

Budaya kekerasan yang diexpose oleh berbagai media dengan mudah berakar dalam

diri mereka. Inilah titik tolak munculnya benih-benih budaya kekerasan yang akan mereka

wujudkan dalam tawuran, misalnya. Jika keseluruhan analisis di atas dirangkum, semuanya

mengarah pada jiwa-jiwa yang gelisah. Gelisah karena perubahan psikologis yang belum

pernah dialami sebelumnya; membingungkan sekaligus menegangkan. Gelisah karena

menyadari faktor-faktor sosiologis yang kini amat terasa dalam kehidupannya.

Tindak kekerasan tak pernah diinginkan oleh siapapun, apalagi di lembaga pendidikan

yang sepatutnya menyelesaikan masalah secara edukatif. Namun tak bisa ditampik, di

lembaga ini ternyata masih sering terjadi tindak kekerasan. Di Surabaya, seorang guru oleh

raga menghukum lari seorang siswa yang terlambat datang beberapa kali putaran. Tapi

karena fisiknya lemah, pelajar tersebut tewas. Dalam periode yang yang tidak berselang lama,

seorang guru SD Lubuk Gaung, Bengkalis, Riau, menghukum muridnya dengan lari keliling

lapangan dalam kondisi telanjang bulat. Dan contoh lainnya seperti seorang pembina

pramuka bertindak asusila terhadap siswinya saat acara kemping. Selain hal tersebut, banyak

lagi kasus kekerasan pendidikan masih mewarnai wajah pendidikan kita.Dalam melihat

fenomena ini, beberapa analisa bisa diajukan: pertama, kekerasan dalam pendidikan muncul

akibat adanya pelanggaran yang disertai dengan hukuman, terutama fisik. Jadi, ada pihak

yang melanggar dan pihak yang memberi sanksi. Bila sanksi melebihi batas atau tidak sesuai

dengan kondisi pelanggaran, maka terjadilah apa yang disebut dengan tindak kekerasan.

Tawuran antar pelajar atau mahasiswa merupakan contoh kekerasan ini.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kekerasan didefinisikan sebagai

(30)

atau yang menyebabkan kerusakan fisik ataupun barang orang lain. Menurut N.J. Smelser,

ada 5 (lima) tahap kerusuhan massal. Kelima tahap itu berlangsung secara kronologis dan

tidak dapat terjadi 1 atau 2 tahap saja. Tahap-tahap tersebut adalah:

1. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan yang disebabkan oleh

struktur sosial tertentu.

2. Tekanan sosial, yaitu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa

banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Tekanan ini tidak cukup menimbulkan

kerusuhan atau kekerasan, tetapi juga menjadi pendorong terjadinya kekerasan.

3. Berkembangnya suatu perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran

tertentu. Sasaran kebencian itu berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa yang

memicu terjadinya kekerasan.

4. Mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasi diri untuk

bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan

terjadinya kekerasan.

5. Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti misalnya aparat keamanan untuk

mengendalikan, menghambat dan mengakhiri kekerasan.

Berikut ini merupakan tiga teori tentang kekerasan yang telah dikenal secara luas.

1.) Teori Faktor Individual

Beberapa ahli berpendapat bahwa setiap perilaku kelompok,termasuk perilaku

kekerasan, selalu berawal dari perilaku individu. Faktor penyebab dari perilaku

kekerasan adalah faktor pribadi dan faktor sosial. Faktor pribadi meliputi

kelainan jiwa. Faktor yang bersifat sosial antara lain konflik rumah tangga, faktor budaya

dan faktor media massa.

(31)

Individu cenderung membentuk kelompok dengan mengedepankan identitas

berdasarkan persamaan ras, agama atau etnik. Identitas kelompok inilah yang

cenderung dibawa ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Benturan

antara identitas kelompok yang berbeda sering menjadi penyebab kekerasan.

3.) Teori Dinamika Kelompok

Menurut teori ini, kekerasan timbul karena adanya deprivasi relatif yang terjadi dalam kelompok

atau masyarakat. Artinya, perubahan-perubahan sosial yang terjadi demikian cepat

dalam sebuah masyarakat tidak mampu ditanggap dengan seimbang oleh sistem sosial dan

masyarakatnya.

Adapun yang menjadi 3 (tiga) syarat agar konflik tidak berakhir dengan

kekerasan:

1. Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus menyadari akan adanya situasi

konflik di antara mereka.

2. Pengendalian konflik-konflik tersebut hanya mungkin bisa dilakukan apabila

berbagai kekuatan sosial yang saling bertentangan itu terorganisasi dengan jelas.

3. Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus mematuhi aturan-aturan main

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara social identity dengan perceived entitativity pada mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara pelaku

Dari penelitian yang dilakukan, hasilnya dapat diketahui bahwa 35,7% responden ternyata berpendapat bahwa menonton tayangan MTV Insomnia dapat memberikan dampak buruk, yaitu

Dukungan dari orang-orang terdekat sangat mempengaruhi self-esteem wanita dewasa muda yang pernah melakukan hubungan seksual pra-nikah terutama bagaimana cara

Perilaku seks bebas merupakan perilaku hubungan seksual, yang dilakukan.. laki-laki dan perempuan dengan cara melakukan hubungan seksual di luar

Selain itu upaya pencegahan yang dapat dilakukan dengan mengurangi pasangan seksual, monogami, menghindari hubungan seksual dengan WTS, tidak melakukan hubungan seksual

Contoh stresor yang berasal dari dalam tubuh adalah serum darah. dan glukosa sedangkan stresor yang berasal dari

Bukan hanya di Indonesia saja, di luar negeri juga ada beberapa yang memuat videonya dan membuat dia menjadi terkenal yaitu Justin Bieber yang berawal mengikuti

Tindak pidana penyimpangan seksual berupa sodomi dapat diartikan dengan memaksa si korban untuk melakukan hubungan seks melalui anus atau anal.12 Permasalahan pada perilaku