31 BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1Kerangka konsep
Kerangka penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kinerja IPCLN
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Dalam gambar ini terlihat bahwa kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksi dikategorikan baik, cukup, dan kurang. Maka dapat digambarkan sebagai berikut:
Kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksi (Kemenkes RI, 2008). 1. Mengisi dan mengumpulkan formulir
surveilans setiap pasien di unit rawat inap masing-masing serta menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang.
2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pengendalian infeksi.
3. Memberitahukan kepada IPCNapabila ada kecurigaan adanya HAIs.
4. Berkoordinasi dengan IPCNsaat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum paham.
5. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar isolasi.
Baik
Cukup
3.2 Definisi Operasional
Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala Kinerja
IPCLN dalam pencegahan dan pengendian infeksi meliputi: Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit rawat inap masing
masing. Kemudian pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit rawatnya masing–masing; Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan HAIs pada pasien; Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial mengalami kejadian luar biasa, penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing masing, Memonitor kepatuahan petugas kesehatan lain dalam menjalankan standar isolasi; di ruang rawat inap RSUP. H. Adam Malik
33 BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif evaluasi. Penelitian ini
menuntut persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu kriteria, tolok ukur, atau standar yang digunakan sebagai pembanding data yang diperoleh, setelah data tersebut
diolah dan merupakan kondisi nyata dari objek yang diteliti. Kesenjangan antara kondisi nyata dengan kondisi harapan yang dinyatakan dalam kriteria itulah yang dicari (Arikunto, 2013). Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi kinerja
IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di Ruang Rawat Inap RSUP. H. Adam Malik Medan.
4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
4.2.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perawat IPCLN yang bekerja di ruang
rawat inap RSUP. H. Adam Malik Medan yaitu 26 orang. 4.2.2 Sampel penelitian
Jumlah sampel awalnya direncanakan 26 orang, tetapi pada saat pengumpulan data hanya 25 IPCLN yang diteliti karena 1 (satu) IPCLN di Pusat Jantung Terpadu (PJT) sedang mengikuti pelatihan.
4.2.3 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap RSUP. H. Adam Malik Medan, karena rumah sakit tersebut sudah menerapkan standar PPI. Rumah Sakit ini juga
merupakan rumah sakit umum pusat rujukan nasional yang memiliki pasien yang relatif banyak, dan lokasinya mudah dijangkau oleh peneliti. RSUP H. Adam Malik sendiri sudah melaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi
sejak tahun 2006, sehingga peneliti dapat mengambil data tentang kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang rawat inap RSUP H. Adam
Malik Medan.
4.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari tahap penyusunan proposal sampai
pengumpulan data, yaitu dari bulan September 2016 sampai Mei 2017.
4.4 Pertimbangan Etik
Pengumpulan data dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek autonomy, confidentiality, beneficience (Polit & Beck, 2012). Autonomy yaitu responden memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk
berpartisipasi dalam penelitian. Peneliti menghormati keputusan dari responden dengan memberikan informedconsent untuk meminta persetujuan perawat yang terdiri dari penjelasan manfaat penelitian, penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan, penjelasan manfaat yang akan didapatkan, persetujuan perawat dapat mengundurkan diri kapan saja dan jaminan
Confidentiality yaitu peneliti menjelaskan kepada responden bahwa identitas tidak akanditampilkan untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas
perawat. Peneliti menggunakan koding (nomor responden) sebagai gantiindentitas. Beneficience yaitupenelitian yang dilakukanmembawa manfaat yang besar khususnya bagi institusi yang diteliti.Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi manajemen rumah sakit,khususnya bagi komite PPI dalam meningkatkan kinerjanya.
4.5 Instrumen Penelitian
Peneliti dalam pengumpulan informasi dari responden menggunakan alat
pengumpulan data dalam bentuk kuesioner. Karena belum tersedianya instrumen yang terstandar untuk evaluasi kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksi, maka peneliti menyusun sendiri instrumen penelitian ini
dalam bentuk kuesioner berdasarkan dari tinjauan pustaka. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 2 bagian yaitu lembar data demografi
dan kuisioner pencegahan dan pengendalian infeksi. 4.5.1 Lembar data demografi
Lembar data demografi terdiri dari: kode responden, inisial, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, lama bekerja dan pernah atau tidak mengikuti pelatihan PPI. 4.5.2 Kuisioner
Pernyataan 1 dan 2 merupakan tugas IPCLN yang pertama yaitu mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit rawat inap
masing-masing serta menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang. Pernyataan 3 dan 4 merupakan tugas IPCLN yang kedua yaitu memberikan motivasi dan
teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pengendalian infeksi. Pernyataan 5 merupakan tugas IPCLN ketiga yaitumemberitahukan kepada IPCNapabila ada kecurigaan adanya HAIs. Pernyataan ke 6,7 dan 8 merupakan tugas IPCLN
keempat yaitu berkoordinasi dengan IPCNsaat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur
yang harus dijalankan bila belum paham. Pernyataan 9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20 dan 21 merupakan tugas IPCLN kelima yaitumemonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan
standar isolasi
Keseluruh pernyataan dalam kuesioner ini merupakan pernyataan tertutup
dengan pilihan jawaban tidak pernah dilakukan (TP), kadang-kadang dilakukan (KD), sering dilakukan (SR), dan selalu dilakukan (SL). Pernyataan dalam kuesioner ini terdiri dari pernyataan positif. Jawaban tidak pernah dilakukan
diberi nilai 1, kadang-kadang dilakukan diberi nilai 2, sering dilakukan diberi nilai 3, dan selalu dilakukan diberi nilai 4. Nilai yang paling rendah adalah 21 dan nilai
paling tinggi adalah 84. Skala ukur yang digunakan dalam pengukuran variabel ini adalah skala ordinal yaitu membagi menjadi 3 kategori (baik, cukup, kurang). Berdasarkan rumus statistik:
Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang sebesar 63 (selisih nilai tertinggi dan terendah) dan banyak kelas adalah 3 (baik, cukup dan kurang).
Dengan menggunakan p=21, maka diperoleh kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksiyaitu :
Kurang = 21-42 Cukup = 43-63 Baik = 64-84
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas
4.6.1 Uji Validitas
Validitas merupakan indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Cara mengetahui apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa yang akan kita ukur, maka perlu dikonsultasikan
dengan pakar dan ahlinya. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan oleh orang yang ahli dalam memahami kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi. Uji validitas dilakukan oleh tiga orang ahli yaitu Bapak Roymond. H. Simamora, S.Kep,. Ns,. M.Kep, Ibu Merliana S. Munthe, S.Kep,. Ns,. M.Kep dan Ibu Zahranur Nasution, S.Kep,. Ns,. M.Kep.
Content validity indeks kuisioner ini adalah 0,98 dengan beberapa saran perubahan yaitu pada item nomor 1,2,8,11,13,16,17 dan 19. Pada item nomor 1
dari pernyataan saya mengisi formulir surveilans infeksi menjadi saya mengisi formulir surveilans infeksi bersama IPCN. Pada item nomor 2 dari pernyataan saya menyerahkan lembar formulir infeksi kepada IPCN ketika pasien pulang
Item nomor 8 dari pernyataan saya konsultasi tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus dijalankan bila belum paham menjadi saya
konsultasi kepada IPCN tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus dijalankan bila saya belum paham. Pernyataan nomor 11 dari pernyataan saya
memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam malakukan perawatan peralatan pasien menjadi saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam malakukan perawatan peralatan yang digunakan kepada pasien. Pada item nomor 13 dari
pernyataan saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam melaksanakan pengendalian lingkungan menjadi saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan
dalam melaksanakan pengendalian lingkungandisekitar pelayanan pasien.
Item nomor 16 dari saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam menempatkan pasien yang potensial mengkontaminasi lingkungan menjadi saya
memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam menempatkan pasien yang potensial infeksius. Item nomor 17 dari pernyataan Saya memonitor kepatuhan
petugas kesehatan dalam melaksanakan praktik menyuntik yang aman menjadi saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam melaksanakan praktik menyuntik yang sesuai dengan SPO dan item nomor 19 dari pernyataansaya
memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam melaksanakan kewaspadaan transmisi kontak menjadi saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam
4.6.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan uji yang dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini menunjukkansejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran dari waktu ke waktu.
Uji reliabilitas dilakukan kepada 25 IPCLN yang bekerja di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, dimana responden
dalam uji tersebut adalah responden yang sama dengan sampel penelitian. Kuesioner evaluasi kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
diuji menggunakan Cronbach Alpha, skor dalam instrumen variabel penelitian ini merupakan rentang dari beberapa nilai (skala likert). Nilai Cronbach Alpha dalam penelitian ini sebesar 0,88 dan menurut Pollit &Beck (2012) yang menyatakan
bahwa kuisioner dikatakan reliabel bila nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,70. Jadi dengan kata lain kuisioner dalam penelitian ini dikatakan reliabel.
4.7 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden. Pengumpulan data dimulai setelah
peneliti mendapat surat izin dari Fakultas Keperawatan USU dan surat izin dari lokasi penelitian yaitu RSUP HAM Medan, yang berkoordinasi dengan Bidang
Perianatologi, RB4, RB2A, RB2B, RB3, VIP B, ICU Pasca Bedah, ICU Dewasa, ICU Anak, ICU Jantung, HCU IGD, PJT Lt. III, dan PJT Lt. IV.
Pembagian kuesioner dilakukan peneliti dengan mendatangi responden ke masing-masing ruangan. Pada saat pengumpulan data penelitian terlebih dahulu
peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada calon responden. Setelah calon responden menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini maka responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan menjadi
responden. Selanjutnya responden mengisi kuesioner penelitian, sebelumnya responden diberi waktu untuk bertanya apabila ada pernyataan yang kurang jelas.
Setelah responden selesai mengisi kuesioner maka peneliti memeriksa kembali kelengkapan jawaban kuesioner. Apabila ada data yang kurang maka responden diminta untuk melengkapinya kembali. Setelah semua data terkumpul kemudian
dilakukan analisis data.
4.8 Analisis Data
Analisis data dimulai dengan tahap editing untuk memeriksa kelengkapan data, kemudian memberikan kode untuk memudahkan dalam tabulasi. Selanjutnya data dimasukkan ke dalam komputer dan diolah dengan menggunakan program
statistik komputer. Analisis dalam penelitian ini menggunakan univariat dengan tujuan untuk mendapatkan deskriptif dari variabel.Hasil analisis data demografi;
41
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang rawat inap RSUP H.
Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 19 April sampai 17 Mei 2017 dengan jumlah responden sebanyak 25 IPCLN di ruang Rawat Inap Terpadu (RINDU) A dan B, Pusat Jantung Terpadu (PJT), Intensive Care Unit (ICU), serta ruangan High Care Unit Inap Gawat Darurat (HCU IGD).
5.1 Gambaran Umum RSUP H. Adam Malik Medan
RSU H. Adam Malik merupakan pusat pelatihan regional pencegahan dan pengendalian infeksi. Salah satu program RSUP H. Adam Malik melaksanakan
program pencegahan pengendalian infeksi untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit yang berfokus pada keselamatan pasien, petugas dan kesehatan lingkungan agar tidak terjadi transmisi penyakit infeksi sudah dilaksanakan sejak
tahun 2006. Direktur rumah sakit diwajibkan untuk membentuk suatu komite PPI ataupun Tim PPI dengan SK Menkes 270/Menkes/SK/III/2007. Komite PPI
secara struktur langsung berada dibawah direktur RSUP H. Adam Malik. Komite dibawah koordinasi Direktur. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas. RSUP H. Adam Malik sudah memiliki komite PPI terdiri
42 RSUP H. Adam Malik terletak di Jalan Bunga Lau no 17 Medan Tuntungan. RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 1990 sebagai rumah sakit
kelas A sesuai dengan SK Menkes No.335/Menkes/VII/1990, dan pada tahun 1991 sebagai rumah sakit pendidikan dengan SK Menkes
No.502/Menkes/SK/IX/1991.
5.2. Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini diperoleh dengan cara membagikan kuesioner
kepada IPCLN dan menguraikan karakteristik dan evaluasi kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
5.1.1 Karakteristik Demografi IPCLN
IPCLN yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah IPCLN yang bekerja di ruang rawat inap RSUP. H. Adam Malik Medan. Total IPCLN
berjumlah sebanyak 25 IPCLN. Dari keseluruhan IPCLN yang ada, diperoleh gambaran mengenai karakteristiknya meliputi: jenis kelamin, tingkat pendidikan,
lama bekerja dan pernah/tidak pernah mengikuti pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi.
Dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa semua IPCLN di ruang rawat inap
43 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Demografi IPCLN di Ruang
Rawat Inap RSUP. H. Adam Malik Medan ( n=25 ). No Data Demografi Frekuensi
(f)
Persentase (%) 1. Jenis kelamin
Perempuan 25 100
2. Tingkat pendidikan
D3 Keperawatan/Kebidanan 7 28
S1 Keperawatan/ DIV
5.1.2 Kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Data ini menunjukkan bahwa kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Medan bernilai baik sebanyak 56%, hasil ini tidak jauh berbeda dengan nilai kinerja IPCLN yang
memiliki kinerja cukup yaitu sebanyak 44%, sedangkan kinerja IPCLN pada rentang kurang baik tidak ada.Hasil penelitian tentang kinerja IPCLN dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUP HAM Medan (n=25)
44 Hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa IPCLN yang berpendidikan D3 lebih bayak pada kategori cukup baik yaitu sebesar 24%,
sedangkan IPCLN yang berpendidikan S1 mayoritas berada pada rentang baik yaitu sebesar 52%.
Tabel 5.3 Evaluasi kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian Infeksi dikaitkan dengan data demografi ( n=25)
Data Demografi Baik Cukup Total
n % n % n %
Jenis kelamin perempuan 14 56 11 44 25 100
Pendidikan D3 1 4 6 24 7 28
S1 13 52 5 20 18 72
Lama kerja >3 tahun 14 56 11 44 25 100
Pelatihan PPI Pernah 14 56 11 44 25 100
Pernyataan yang menyatakan mengisi dan mengumpulkan formulir
surveilans setiap pasien di unit rawat inap masing-masing serta menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang adalah pernyataan nomor 1 dan 2. Dari hasil penelitian mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans yang paling sering
dilakukan adalah pernyataan nomor 2 yaitu IPCLN menyerahkan formulir surveilans infeksi kepada IPCN sebulan sekali (76%). Pernyataan yang menyatakan memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
pengendalian infeksi adalah pernyataan nomor 3 dan 4. Dari hasil penelitian tentang memberikan motivasi dan teguran diperoleh bahwa yang paling banyak
45 Pernyataan yang menyatakan melaporkan kepada IPCN ketika ada kecurigaan HAIs adalah pernyataan nomor 5. Dari hasil penelitian diperoleh
bahwa IPCLN selalu melaporkan kepada IPCN ketika ada kecurigaan HAIs (68%). Pernyataan yang menyatakan berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi
infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing-massing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum paham adalah pernyataan nomor 6, 7, 8.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa item yang paling sering dilakukan adalah pernyataan nomor 8 yaitu IPCLN konsultasi kepada IPCN tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus dijalankan bila belum paham
(52%). Pernyataan yang menyatakan memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar isolasi adalah pernyataan nomor 9, 10, 11,
12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20 dan 21. Hasil penelitian yang selalu dilakukan adalah pernyaataan nomor 10 dan 17 yaitu IPCLN memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam memakai alat pelindung diri dan memonitor kapatuhan petugas
kesehatan dalam melaksanakan praktik menyuntik yang aman (68%).
Tabel 5.4Evaluasi kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan pengendalian Infeksi Berdasarkan Item Pernyataan Di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2017 ( n=25)
1. Saya mengisi formulir surveilans infeksi bersama IPCN.
4 16 7 28 5 20 9 36 25 100
2. Saya menyerahkan lembar formulir
46 infeksi kepada (IPCN)
sebulan sekali. 3. Saya memotivasi
petugas kesehatan
5. Saya melaporkan kepada IPCN ketika ada kecurigaan HAIs
1 4 3 12 4 16 17 68 25 100
6. Saya berkoordinasi dengan IPCN saat
8. Saya konsultasi kepada IPCN tentang
10. Saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam memakai APD
0 0 3 12 5 20 17 68 25 100
11. Saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam malakukan perawatan
47 peralatan yang
digunakan kepada pasien.
12. Saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam melaksanakan etika batuk yang benar
0 0 2 8 12 48 11 44 25 100
13. Saya memonitor kepatuhan petugas
14. Saya memonitor kepatuhan petugas
15. Saya memonitor program program kesehatan
karyawan/perlindunga n petugas kesehatan.
5 20 7 28 8 32 5 20 25 100
16. Saya memonitor kepatuhan petugas
17. Saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam melaksanakan praktik menyuntik yang aman.
0 0 3 12 5 20 17 68 25 100
18. Saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam melaksanakan praktik untuk lumbal punksi.
13 52 3 12 8 32 1 4 25 100
19. Saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam penggunaan APD saat melaksanakan
48 kewaspadaan
transmisi kontak. 20. Saya memonitor
kepatuhan petugas
21. Saya memonitor kepatuhan petugas
Tindakan pencegahan yang dilakukan perawat dalam upaya pengendalian infeksi harus diterapkan kepada semua pasien dan setiap waktu untuk mengurangi
resiko infeksi pada pasien maupun pada petugas kesehatan lainnya yang ditularkan melalui darah, cairan tubuh ataupun mediator lainnya (Clinical Government, 2016). Seluruh tindakan tersebut harus sesuai dengan SPObaik itu dalam mencuci tangan, penggunaan alat medis, serta dalam penggunaan APD yang ada dirumah sakit yang sudah ditetapkan supaya nantinya perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan dapat bertolak ukur terhadap SPO yang sudah ada dan dapat mematuhinnya. Hal tersebut tentu tidak mudah karena harus ada tanggung jawab yang diemban oleh perawat dalam mematuhi peraturan yang
49 Adanya upaya tersebut harus diimbangi dengan adanya pengawasan oleh tim pengendali infeksi yang memiliki tugas sedemikian agar dapat dikontrol sesuai
dengan tujuan yang dibuat sebelumnya agar nantinya dapat benar-benar memberikan manfaat yang baik bagi rumah sakit ataupun pelayanan yang ada
dirumah sakit (Jo Tropea, 2008).
Tim pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) dibentuk berdasarkan kaidah organisasi yang miskin struktur dan kaya fungsi dan dapat menyelenggarakan
tugas, wewenang dan tanggung jawab secara efektif dan efisien. Efektif dimaksud agar sumber daya yang ada di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal (Depkes RI dan PERDALIN, 2008)
yaitu antara lain dilaksanakan oleh IPCO, IPCNdan IPCLN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lebih banyak kinerja IPCLN
dalam kategori baik dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan sebesar 56% dan sebesar 46% dalam kategori
cukup baik.
Kinerja IPCLN dalam kategori baik dipengaruhi oleh IPCLN yang sudah mendapat pelatihan PPI serta adanya struktur organisasi yang baik dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUP HAM.Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Situmorang (2016) menyatakan bahwa IPCLN sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Pengawasan tehadap pasien, petugas
50 IPCLN di RSUP H. Adam Malik berjenis kelamin perempuan (100%). Gibson (1987) menyatakan bahwa variabel individu yaitu jenis kelamin dapat
mempengaruhi kinerja (kualitas pelayanan). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Megawati (2005) menyatakan bahwa perawat dengan jenis
kelamin perempuan lebih mampu melakukan pelayanan keperawatan dengan baik dibandingkan perawat laki-laki di ruang rawat inap RSU dr. Pirngadi Medan. Tingkat pendidikan IPCLN jenjang D3 sebanyak 7 orang dan S1 sebanyak 18
orang. Kinerja IPCLNdalam kategori baik yaitu D3 sebanyak 1 IPCLN dan S1 sebanyak 13 IPCLN. Sedangkan dalam kategori cukup baik, D3 sebanyak 6
IPCLN dan S1 sebanyak 5 IPCLN.
Hasil penelitian Herpan (2012) menyatakan bahwa responden dengan tingkat pengetahuan rendah berpeluang untuk tidak mengendalikan infeksi. Handoko
(2002) menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan kerja seseorang. Oleh karena pendidikan adalah langkah awal untuk melihat kemampuan seseorang. Hasibuan dan Arruum (2007) juga
menyatakan pendidikan merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan pekerjaan. Dengan latar belakang pula
seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu jabatan. Selain itu pendidikan juga merupakan suatu pembinaan dalam proses berkembangnya kemampuan dasar yang ada padanya.Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
51 Megawati (2005) menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor karakteristik yang paling berpengaruh terhadap kinerja. Data demografi tentang tingkat
pendidikan menyatakan bahwa IPCLN yang bekerja di RSUP. HAM sudah memenuhi kriteria bahwa IPCLN memiliki tingkat pendidikan minimal D3. Hal
ini sudah sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kemenkes kriteria sebagai IPCLN.
IPCLN yang telah dipilih oleh manajemen tentunya didasarkan pada tingkat kemampuan, pendidikan dan mempunyai jiwa leadership sehubungan dengan tugasnya sebagai motivator bagi rekan-rekan kerjanya di unit tempat mereka bertugas. Hal ini dapat diamati lamanya masa kerja mereka yang semua IPCLN di RSUP H. Adam Malik Medan sudah bekerja >3 tahun, sehingga bisa dikatakan
mempunyai pengalaman kerja yang cukup. Simanjuntak (2011) menyatakan bahwa pengalaman kerja akan mempengaruhi kemampuan dan ketrampilan kerja
setiap orang selain kebugaran fisik, kesehatan jiwa, pendidikan dan akumulasi pelatihan. Pengalaman kerja dapat memperluas dan memperdalam kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin
terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Tugas-tugas IPCLN memerlukan kemampuan dan ketrampilan khusus yang bisa didapat
melalui program pelatihan PPI.
Tujuan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan menurut Moekijat (2003) adalah mengembangkan ketrampilan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan
dengan lebih cepat dan efektif, untuk mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional serta mengembangkan sikap sehingga
52 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa semua IPCLN di RSUP HAM sudah pernah mengikuti pelatihan dasar PPI (100%). Kinerja IPCLN
dalam program PPI di RSUD dr. Iskak Tulungagung sudah cukup baik dan sesuai dengan pedoman yang berlaku ditunjukkan karena semua IPCLN sudah pernah
mengikuti pelatihan PPI.
Program pelatihan PPI dasar yang telah dilaksanakan berhasil meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam menjalankan tugasnya (TM, et all,
2015). Hasil penelitian terhadap pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang rawat inap RSUP. HAM menyatakan bahwa kinerja IPCLN dalam ketegori baik, namun sebanyak 46% dalam kategori cukup baik. Hal ini dikarenakan adanya
struktur organisasi yang baik. Sejalan dengan penelitian (Pristiwani dan Arruum, 2012) menyatakan bahwa peran perawat cukup baik dalam pengendalian HAIs.
Kinerja IPCLN sudah cukup baik dalam hal pencegahan dan pengendalian infeksi namun hasil penelitian Jeyamohan dan Fikri (2010) menyatakan bahwa angka kejadian Hais luka operasi bersih pasca bedah terbilang tinggi di Adam Malik dan
masih memerlukan pengawasan yang ketat. Hal ini disebabkan oleh lama masa perawatan di rumah sakit, data tahan pasien yang rendah, agen yang menginfeksi,
faktor lingkungan di rumah sakit dan mikroba yang resisten dengan obat-obatan (Jeyamohan dan Fikri, 2010).
Penelitian yang pernah dilakukan di Adam Malik oleh Situmorang (2016)
menyatakan bahwa IPCLN kurang mengerti mengenai tugas IPCLN secara lengkap sebagai perpanjangantangan pengendali infeksi di ruangan. Seharusnya
53 &PERDALIN (2008). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh TM,et all (2015) menyatakan bahwa rendahnya kinerja surveilans infeksi diakibatkan
karena kurangnya sosialisasi program yang berkesinambungan dengan pertemuan rutin dan kurangnya komitmen manajemen rumah sakit serta belum berperannya
fungsi pengawasan dan koordinasi dari komite dan tim PPI.
IPCLN di Adam Malik merangkap juga sebagai perawat pelaksana, atau
sebagai katim dan ada juga sebagai CI di ruangan. Menurut penelitian TM, et al.
(2015) menyatakan bahwa IPCLN mengalami hambatan dalam pelaksanaan tugas
fungsinya dalam pengendalian infeksi karena mempunyai tugas rangkap,
menyebabkan IPCLN mengalami hambatan dari waktu kerja sehingga membuat
laporan pun tidak sempat. Hal ini dikarenakan peran ganda perawat dengan peran
perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dari yang sederhana sampai yang kompleks kepada individu, keluarga, masyarakat. Disamping itu perawat memiliki
peran lainnya seperti advokat, edukator, kolaborator, koordinator, konsultan dan pembaharu. Asuhan keperawatan dilakukan sesuai tahapan proses keperawatan
dengan 5 (lima) langkah. Mulai pengkajian, diagnosa, perencanaan (intervensi), pelaksanaan (implementasi) sampai evaluasi.
Meskipun sudah baik namun belum maksimal kinerja IPCLN dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi. IPCLN sebagai pelaksana program PPI di rumah sakit diharapkan menjadi opinion leaderuntuk memotivasi seluruh karyawan dan pengunjung dalam hal kontrol infeksi. Mengisi dan mengumpulkan
54 teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pengendalian infeksi memberitahukan kepada IPCNapabila ada kecurigaan adanya HAIs, berkoordinasi dengan
IPCNsaat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum
paham dan memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar isolasi harus terus ditingkatkan.
Surveilans infeksi nosokomial merupakan salah satu kegiatan dalam
program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di rumah sakit. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan utama dari program pengendalian infeksi di rumah sakit yaitu mengurangi risiko terjadinya endemik dan epidemik kejadian
HAIs pada pasien. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 25 IPCLN di RSUP H. Adam Malik Medan tentang kinerja IPCLN dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi tentang pengisian dan pengumpulan formulir surveilans setiap pasien di unit rawat inap masing-masing serta menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang didapatkan bahwa sebanyak 36% IPCLN yang mengisi
formulir surveilans dan sebesar 20% IPCLN yang menyerahkannya kepada IPCN. Hal ini menyatakan kinerja surveilans infeksi belum berjalan dengan baik.
Sependapat dengan TM, et all (2015) penelitian yang dilakukan di RSUD. Dr. Iskak Tulungagung yang menyatakan surveilans infeksi belum maksimal dikerjakan disebabkan belum adanya sosialisasi program yang
berkesinamnbungan dengan pertemuan rutin, kurangnya pendidikan dan pelatihan tentang surveilans bagi tim PPI, kurangnya dukungan dan komitmen manajemen
55 komite tim PPI. Faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kinerja IPCLN yaitu dengan meningkatkan motivasi kerja mereka (TM, et all, 2015). Siregar, 2008 menyatakan bahwa ada pengaruh antara motivasi kerja dengan kinerja perawat di RSUD Swadana Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara.
Berdasarkan hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan dari 25
IPCLN, 17 IPCLN selalu memotivasi petugas kesehatan untuk melaksanakan kepatuhan pencegahan dan pengendalian infeksi. Hal ini sejalan dengan penelitian
TM, et all (2015) menyatakan bahwa motivasi kerja IPCLN di RSUD dr. Iskak Tulungagung menunjukkan bahwa motivasi kerja yang dimiliki sebagian IPCLN
masih dalam taraf sedang atau belum maksimal.
TM, et all, (2015) menyatakan bahwa koordinasi yang dilakukan oleh atasan (IPCN atau Komite PPI) sudah cukup baik dalam mendorong efektifitas
pelaksanaan program PPI di rumah sakit. Pelaksanaan supervisi bertujuan untuk mengawasi apakah seluruh IPCLN menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan instruksi atau SPO yang berlaku, memperbaiki proses pelaksanaan
kegiatan progaram PPI yang sedang berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian ini menyatakan bahwa dari 25 IPCLN, sebanyak 68% yang melaporkan kepada IPCN
ketika ada kecurigaan HAIs dan 48% yang berkoordinasi dengan IPCN ketika ada kecurigaan KLB. IPCLN menyatakan bahwa tidak di semua ruangan pernah terjadi kecurigaan HAIs atau KLB, contohnya di PJT 3 menyatakn bahwa
56 Infeksi yang didapat dari rumah sakit tidak hanya terjadi pada pasien atau petugas kesehatan saja tepapi pengunjung juga bisa terkena infeksi ini (Depkes
dan PERDALIN, 2018). Hasil penelitian mengenaikinerja IPCLN dalam penyuluhan kepada pengunjung menyatakan bahwa sebesar 10 IPCLN selalu
melakukan penyuluhan kepada pengunjung tentang HAIs.
Terlaksananya penyuluhan kepada pengunjung dapat dilihat melalui pengetahuan pengunjung tentang infeksi. Sejalan dengan penelitian yang membahas
pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga pasien tentang pencegahan HAIs di ruang instalasi rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa
56 dari 77 responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah.
Kewaspadaan isolasi yaitu kewaspadaan standar dan kewaaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan standar dirancang untuk mengurangi resiko
terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui (Depkes dan PERDALIN, 2008). Kebersihan tangan merupakan salah satu kewaspadaan standar dan merupakan hal
yang paling penting dan merupakan pilar dari PPI. Berkaitan dengan tindakan mencuci tangan dari 25 IPCLN didapatkan sebanyak 15 IPCLN yang selalu dan 9
IPCLN yang sering memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam menjalankan kebersihan tangan yang benar. Hasil penelitian Puspitasari (2010) menyatakan bahwa perawat RSUP HAM Medan dinyatakan baik dalam tindakan cuci tangan
tetapi hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yg dilakukan oleh Pane dan Arruum (2016) yang menyatakan bahwa sebanyak 60,4% perawat yang
57 WHO (2014) yaitu tindakan perawat dalam mencuci tangan dilakukan dengan seadanya hanya mengusap telapak tangan satu kali usapan dengan cairan cuci
tangan.
Hasil penelitian tentang tugas IPCLN dalam memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam memakai alat pelindung diri (APD)17 IPCLN menyatakan selalu
memonitor. Tugas IPCLN dalam memonitor kepatuhan memakai APD bisa dilihat dari kepatuhan perawat dalam memakai alat pelindung diri salah satunya
penggunaan handscone. WHO (2007) menjelaskan tujuan dari penggunaan sarung tangan (handscone) yaitu untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, cairan tubuh, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda yang
terkontaminasi. Hasil penelitian Pane dan Arruum (2016) menyatakan sebanyak 58% perawat menggunakan handscone disetiap tindakan perawatan dan hasil ini masih tergolong kategori culup baik. Darmawati, dkk menyebutkan bahwa hal ini disebabkan perawat kurang menyadari dan sering mengabaikan standar
operasional pemakaian APD khususnya sarung tangan.
Salah satu standar isolasi dalam pencegahan pengendalian infeksi adalah praktek untuk lumbal punksi. Pemakaian masker pada insersi kateter atau injeksi
suatu obat kedalam area spinal/epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan anastesi spinal dan epidural untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring (Depkes dan PERDALIN, 2008). Hasilnya sebanyak 13 orang
58 Pemakaian masker pada insersi kateter atau injeksi suatu obat kedalam area spinal/epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan anastesi
spinal dan epidural untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring (Depkes dan PERDALIN, 2008).
Kebersihan tangan dan pemakaian alat pelindung diri sebelum melakukan
pemberian anestesi spinal merupakan salah satu cara yang penting untuk menekan angka kejadian infeksi saat pemberian anestesi spinal. praktek untuk lumbal
pungsi di kamar operasi seperti pemberian anestesi spinal atau epidural dilakukan oleh dokter anestesi.Pencegahan kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi dapat dilakukan dengan praktek menyuntik yang aman dengan memakai jarum
yang steril, sekali pakai pada setiap suntikan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa IPCLN yang selalu memonitor petugas kesehatan dalam menyuntik yang
aman sebanyak 17 IPCLN. Pengendalian penyebaran patogen dari sumber yang infeksius merupakan kunci program pengendalian sumber penularan infeksi. Salah satu langkah pengendalian sumber penularan infeksi adalah kebersihan
pernapasan dan etika batuk yang dikembangkan saat munculnya severe acute respiratory syndrome (SARS).
Hygiene respirasi/etika batuk adalah cara penting untuk mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya.Hygiene respirasi atau etika batuk di kamar operasi dilakukan melalui pemakaian masker. Berdasarkan hasil penelitian IPCLN
yang selalu memotivasi petugas kesehatan sebanyak 11 IPCLN. Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah infeksi
59 kesehatan adalah Hepatitis B, dan bila memungkinkan A, influenza, campak, tetanus, difteri, rubella (Depkes RI dan PERDALIN, 2008). Hasil penelitian di
60 BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.Kesimpulan
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang rawat inap RSUP. H. Adam Malik Medan dalam rentang baik, namun hasil ini tidak jauh berbeda
dengan nilai kinerja IPCLN yang memiliki kinerja cukup baik.
6.2. Saran
6.1.1. Pelayanan Keperawatan
Diharapkan kepada organisasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sebaiknya tidak merengkap tugas IPCLN dan diharapkan supaya
mensosialisasikan kembali uarian tugas kepada IPCLN. 6.1.2. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi mahasiswa keperawatan sehingga dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam meningkatkan mutu pelayanan yang professional dan
meningkatkan pendidikan keperawatan dalam pengetahuan kognitif untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi ketika praktik di
rumah sakit.
6.1.3. Penelitian Keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti menyarankan
kepada peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian yang sama supaya mengidentifikasi perbedaan kinerja IPCLN yang mendapat pelatihan
61 Penelitian tidak hanya membagikan kuisioner kepada IPCLN tetapi juga