• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koping Pada Pasien Kanker Kolorektal Saat Menjalani Perawatan Post Kolostomi di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Koping Pada Pasien Kanker Kolorektal Saat Menjalani Perawatan Post Kolostomi di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Kolorektal

2.1.1 Defenisi Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat tumbuh dengan relatif cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke jaringan disekitarnya serta merusaknya (Diananda, 2007).

Kanker kolorektal terjadi paling sering di area rektum dan sigmoid. Tumor bermula pada lapisan mukosal dinding kolonik dan akhirnya menembus dinding dan menyebar ke struktur dan organ sekitar (kandung kemih, prostat, ureter, dan vagina). Kanker menyebar secara invasi langsung dan melalui sistem limfe serta aliran darah (Maharani, 2015).

2.1.2 Etiologi

Hingga saat ini, tidak diketahui dengan pasti apa penyebaba terjadinya kanker kolorektal. Tidak dapat diterangkan, mengapa seseorang terkena kanker ini sedangkan yang lain tidak. Namun yang pasti kanker kolorektal ini bukanlah penyakit menular . Hanya saja ada beberapa hal yang diduga kuat berpotensi memunculkan penyakit ganas ini diantaranya adalah (Diananda, 2007)

(2)

Walaupun pada usia yang lebih muda dari 50 tahun pun dapat saja terkena. Sekitar 3% kanker ini menyerang penderita pada usia dibawah 40 tahun. 2. Polyp kolorektal, adalah pertumbuhan tumor pada dinding sebelah dalam

usus besar dan rektum. Sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Kebanyakan polip ini adalah tumor jinak, tetapi sebagian dapat berubah menjadi kanker. Menemukan dan mengangkat polip ini dapat menurunkan resiko terjadinya kanker kolorektal.

3. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga, bila keluarga dekat yang terkena (orangtua, kakak, adik, atau anak), maka resiko untuk terkena kanker ini menjadi lebih besar, terutama bila keluarga tersebut terserang kanker kolorektal pada usia muda.

4. Kelainan genetik, perubahan pada gen tertentu akan meningkatakan resiko terkena kanker kolorektal. Bentuk yang paling sering dari kelainan gen yang dapat menyebabkan kanker ini adalah hereditary nonpolyposis colon cencer (HNPCC), yang disebabkan adanya perubahan pada gen HNPCC. Sekitar tiga dari empat penderita cacat gen HNPCC akan terkena kolorektal, dimana usia yang sering saat terdiagnosis adalah di atas usia 44 tahun.

(3)

6. Radang usus besar, berupa colitis ulceratif atau penyakin Crohn yang menyebabkan inflamasi atau peradangan pada usus untuk jangka waktu lama, akan meningkatkan resiko terserang kanker kolorektal.

7. Diet, makanan tinggi lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah kalsium, folat, fan rendah serat, jarang makan sayuran dan buah-buahan, sering minum alkohol, akan meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal.

8. Merokok, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ini. Dalam buku Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolorektal disebutkan bahwa meskipun penelitian awal tidak menunjukkan hubungan merkokok dengan kejadian kanker usus besar, namun penelitaian terbaru menunjukkan, perokok jangka lama (30-40 tahun) mempunyai resiko berkisar 1,5 – 3 kali. Diperkirakan, satu dari lima kasus kanker usus besar di Amerika Serikat bisa diatributkan kepada perokok. Penelitian kohort dan kasus-kontrol dengan desain yang baik menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan kenaikan resiko terbentuknya adenoma dan juga kenaikan resiko perubahan adenoma menjadi kanker usus besar.

2.1.3 Patofisologi

(4)

yaitu melalui limfatik dan sistem sirkulasi. Bila sel tersebut masuk melalui limfatik, maka sel kanker tersebut dapat terus masuk ke organ hati, kemudian metastase ke organ paru-paru. Penyebaran lain dapat ke adrenal, ginjal, kulit, tulang, dan otak. Sel kanker pun dapat menyebar ke daerah peritoneal pada saat akan dilakukan reseksi tumor (Maharani, 2015).

Hampir semua kanker kolorektal ini berkembang dari polip adenoma jenis villous, tubular, dan viloutubular. Namun, dari ketiga jenis adenoma ini, hanya jenis villous dan tubular yang diperkirakan akan menjadi premaligna. Jenis tubular berstruktur seperti bola dan bertangkai, sedangkan jenis villous berstruktur tonjolan seperti jari-jari tangan dan tidak bertangkai. Kedua jenis ini tumbuh menyerupai bunga kol di dalam kolon sehingga massa tersebut akan menekan dinding mukosa kolon. Penekanan yang terus menerus akan mengalami lesi-lesi ulserasi yang akhirnya akan menjadi perdarahan kolon. Selain perdarahan, maka obstruksi pun kadang dapat terjadi. Hanya saja lokasi tumbuhnya tumbuhnya adenoma tersebut sebagai acuan (Maharani, 2015).

(5)

2.1.4 Stadium Kanker

Maharani (2015) menyatakan berikut ini merupakan panduan tingkatan kanker kolorektal dari Duke sebagai berikut :

Stadium I : terbatas hanya pada mukosa kolon (dinding rektum dan kolon)

Stadium II : menembus dinding otot, belum metastase Stadium III : melibatkan kelenjar limfe

Stadium IV : metastase ke kelenjar limfe yang berjauhan dari organ lain.

Bila sel kanker tersebut berkembang biak secara lokal atau metastase dan tidak segera ditangani, maka akan timbul komplikasi sebagai berikut : periforasi usus sehubungan dengan peritonitis, abses, fistula traktus urinarius.

2.1.5 Gejala Klinis

Gejala kanker kolorektal tergantung dari stadiumnya. Timbulnya gejala beberapa bulan sebelum dilakukan diagnosis. Umumnya, gejala yang tampak serupa dengan penyakit kolorektal lainnya seperti wasir (hemoroid), disentri, sembelit (obstipasi), atau radang usus besar (kolitis) sehingga bisa terkecoh bila kurang waspada (Dalimartha, 2004). Menurut Maharani (2015) pertumbuhan sel kanker dapat mengenai seluruh lokasi kolon dengan persentasi sebagai berikut :

1. Rectum 30

2. Kolon ascendens dan coecum 25 % 3. Sigmoid 20%

(6)

5. Kolon transverum 10 %

• Daerah kolon yang terkena mempunyai tanda dan gejala yang berbeda,

diantaranya :

Tabel 2.1 Distribusi tanda gejala berdasarkan lokasi kanker kolon

Lokasi Tanda dan Gejala

Kolon ascendens Adanya darah samar pada feses Anemia

Nyeri pada kuadran kanan atas Massa yang dapat diraba Penurunan berat badan Kolon descendens Adanya sarah dalam feses

Nyeri perut

Konstipasi secara progresif yang semakin lama semakin meningkat

Bentuk feses seperti pensil karena adanya penyempitan

Kolon sigmoid dan rektum

Perdarahan per rektal

Perubahan kebiasaan defekasi, konstipasi, dan meningkatnya frekuensi

Perasaan BAB yang belum tuntas Bentuk feses lendir dan berdarah Kolik abdomen bagian kiri bawah Coecum Tanpa keluhan dalam waktu lama

Tidak enak pada perut kanan bawah Anemia

Massa diperut kanan bawah

2.1.6 Pola Penanganan dan Pengobatan

(7)

dan lanjut. Operasi radikal merupakan metode terapi paling penting terhadap kanker usus besar (Diananda, 2007). Untuk kanker usus besar (kolorektal) yang tidak sesuai dioperasi radikal dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :

1. Operasi paliatif ditambah terapi krioablasi argon-helium intraoperasi : bila kanker sudah menyebar luas, tidak dapat dibuang total. Tetap perlu mengangkat kanker untuk menghindari kelak timbul obstruksi atau perdarahan usus; selain itu, kanker sering mengalami nekrosis atau infeksi sekunder, setelah dioperasi kondisi fisik dapat membaik. Untuk kelenjar limfe yang sulit diangkat dapat dilakukan krioablasi intra-operasi untuk mengurangi rudapaksa dan mempercepat proses pemulihan.

2. Metastasis kanker usus besar paling sering ke hati. Sekitar 10-25% pasien ketika didiagnosa sudah terdapat anak sebar di hati, pada kanker usus besar stadium sedang dan lanjut 40-70% memiliki metastasis di hati. Untuk pasien dengan anak sebar dihati, tidak boleh putus asa, karena bila anak sebar di hati ditangani dengan tapat dan hasilnya lebih baik daripada kanker hati primer.

3. Terhadap anak sebar di paru-paru terutama dengan siameter kurang dari 3 cm, dapat dipertimbangkan reseksi paru, tapi bila kondisi pasien memburuk, dapar dilakukan krioablasi perkutan.

(8)

meminum levamisol (50mg peroral, tiap 8 jam, selama 3 hari berturut-turut, diulang tiap minggu), ditampah 5FU intravena (450mg/m2 per hari, selama 5 hari berturut-turut, lalu dalam 28 hari setiap minggu di infuskan 450mg/m2), terapi dilanjutkan 18 bulan.

5. Untuk kanker usus besar lanjut, masih dapat dilakukan terapi berikut : 1. Terapi kombinasi dengan 5FU dan CF

2. Melalui kolonoskopi dilakukan reseksi tumor dengan elektrokoagulasi frekuensi tinggu

3. Terapi fotofinamik, sesuai kanker rektum

4. Terapi imunomodulasi, dapat digunakan sel LAK (lymphocyte activated killer cell) atau sel DC (dendritic cell) vaksinasi tumor.

2.1.7 Deteksi dini

Kanker kolorektal timbul dari tumor jinak seperti polip atau lesi pra-kanker (adenoma) yang sudah lama ada. Oleh karena itu, untuk menemukan kaner kolorektal dalam stadium dini dilakukan penapisan. Deteksi dini dilakukan pada orang yang beresiko tinggi mendapat kanker kolorektal atau pada usia di atas 40 tahun (American Cencer Society, 2009).

(9)

1. Fecal occult blood test ( FOBT), kanker maupun polip dapat menyebabkan pendarahan dan FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada tinja. FOBT ini adalah test untuk memeriksa tinja. Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari dari mana sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon, atau bagian usus lainnya dengan pemeriksaan yang lain. Peyakit wasir juga dapat menyebabkan adanya darah pada tinja

2. Sigmoidoscopy, yakni suatu pemeriksaan dengan suatu alat berupa kabel seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada cahaya dan bisa diteropong. Alanya disebut sigmoidoscope, sedangkan pemeriksaannya disebut sigmoidoscopy. Alat ini dimasukkan melalui lubang dubur ke dalam rektum sampai kolon sigmoid, sehingga dinding dalam rektum dan kolon sigmoid dapat dilihat. Bila ditermukan adanya polip, dapat sekalian diangkat. Bila ada masa tumor yang dicurigai kanker, dilakukan biopsi, kemudian diperiksakan ke bagian patologi anatomi untuk menentukan ganas tidaknya dan jenis keganasannya.

3. Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan kabel yang lebih panjang, sehingga seluruh rektum dan usus besar dapat diteropong dan diperiksa. Alat yang digunakan adalah colonoscope.

(10)

5. Colok dubur, yakni pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter ahli dengan memasukkan jari yang sudah dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi ke dalam dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum. Hal ini merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan. Bila ada tumor di rektum akan teraba dan diketahui dengan pemeriksaan ini.

2.1.8 Pencegahan

Usaha pencegahan dengan menghilangkan dan atau melindungi tubuh dari kontak dengan karsinogen dan faktor-faktor yang dapat menimbulkan kanker kolorektal. Misalnya, hindari makanan tinggi lemak, protein, kalori, serta daging merah. Jangan lupakan konsumsi kalsium dan folat; setelah menjalani polipektomi adenoma disarankan pemberian suplemen kalsium; makan buah dan sayur setiap hari; pertahankan Indeks Masa Tubuh antara 18,5-25,0 kg/m2 sepanjang hidup; lakukan aktifitas fisik, semisal jalan cepat paling tidak 30 menit dalam sehari; hindari kebiasaan merokok; lakukan deteksi dini dengan tes darah samar sejak usia 40 tahun (Dalimartha, 2004).

2.1.9 Prognosis

(11)

2.2 Kolostomi

2.2.1 Defenisi Kolostomi

Kolostomi adalah pembuatan stoma atau lubang pada kolon atau usus besar (Smeltzer & Bare, 2002). Melvielle dan Baker (2010) menyatakan kolostomi merupakan tindakan pembedahan untuk membuka jalan usus besar ke dinding abdomen anterior. Akhit atau ujung dari usus besar yang dikeluarkan pada abdomen disebut sebagai stoma. Stoma itu sendiri berasal dari bahasa yunani yang berarti mulut. Stoma bersifat basah, mengkilat dan permukaannya berwarna merah muda, seperti membran mukosa pada oral. Stoma tidak memiliki ujung syaraf sehingga tidak terlalu sensitif terhadap sentuhan ataupun nyeri. Tetapi stoma kaya akan pembuluh darah dan mungkin dapat berdarah jika dilakukan pengusapan. Hal ini termasuk normal, hanya perlu diwaspadai jika darah yang keluar terus menerus dan dalam jumlah yang banyak.

(12)

2.2.2 Jenis Kolostomi

Lokasi kolostomi ditentukan oleh masalah medis dan kondisi dari keadaan klien. Menurtu Melvielle & Baker (2010) ada beberapa jenis kolostomi diantarnya adalah :

1. Loop Stoma atau transversal

Loop stoma atau transversal adalah jenis kolostomi yang dibuat dengan

mengangkat usus kepermukaan abdomen, kemudian membuka dinding usus bagian anterior untuk memungkinkan jalan keluarnya feses. Biasanya pada loop stoma selama 7 hingga 10 hari pasca pembedahan disangga oleh semacam tangkai plastik agar mencegah stoma masuk kembali kedalam rongga abdomen.

2. End stoma

End stoma merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan memotong dan mengeluarkan ujung usus proksimal ke permukaan abdomen sebagai stoma tunggal. Usus bagian distal akan diangkat atau dijahit dan ditinggalkan dalam rongga abdomen.

3. Fistula Mukus

Fistula mukus merupakan bagian usus distal yang dikeluarkan ke

permukaan abdomen sebagai stoma nonfungsi. Biasanya fistula mukus terdapat pada jenis stoma double barrel dimana segmen proksimal dan distal usus dikeluarkan ke dinding abdomen sebagai dua stoma yang terpisah.

4. Tube Caecostomies

(13)

ini menggunakan kateter foley yang masuk ke dalam sekum hingga ujung apendiks pasca operasi apendiktomi melalui dinding abdomen. Kateter ini membutuhkan irigasi secara teratur untuk mencegah sumbatan.

2.2.3 Pengertian Perawatan Kolostomi

Perawatan kolostomi adalah membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma dan mengganti kantong kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan Lusianah & Suratun (2010).

2.2.4 Tujuan Perawatan Kolostomi

Menurut Lusianah & Suratun (2010) menjelaskan ada dua tujuan perawatan kolostomi, yaitu :

1. Menjaga kebersihan klien 2. Mencegah terjadinya infeksi

3. Menegah iritasi kulit disekitar stoma

4. Mempertahankan kenyamanan klien dan lingkungannya

2.2.5 Prosedur Perawatan Kolostomi

Berikut akan dijelaskan tentang prosedur melakukan perawatan stoma rutin (kolostomi) menurut Hegner & Caldwell (2003) yang harus diketahui keluarga dalam perawatan stoma :

a. Ingatlah untuk mencuci tangan terlebih dahulu dan mengidentifikasi pasien misalahnya keluhan yang dialami pasien

(14)

2. Baskom berisi air hangat 3. Perlak

4. Selimut mandi

5. Kantung kolostomi sekali pakai dan sabuknya 6. Sarung tangan sekali pakai

7. Losion kulit sesuai instruksi 8. bedpan

c. Ganti selimut tempat tidur dengan selimut mandi d. Letakkan perlak dibawah panggul pasien

e. Pakai sarung tangan, lepaskan kantung stoma sekali pakai yang kotor (appliance) dan letakkan didalam bedpan. Perhatikan jumlah dan jenis drainase

f. Buka sabuk yang menahan kantong stoma dan simpan jika bersih

g. Bersihkan dengan perlahan daerah disekitar stoma dengan tisu toilet untuk membersihkan feses dan drainase. Buang tisu didalam bedpan. h. Besihkan daerah sekitar stoma dengan sabun dan air. Basuh dengan

menyeluruh dan keringkan

i. Jika diinstruksikan, oleskan sedikit losion disekitar stoma. Losion yang terlalu banyak dapat mengganggu daya rekat kantong ostomi yang baru j. Letakkan sabuk yang bersih disekeliling tubuh pasien . periksa kulit

dibawah sabuk akan adanya iritasi atau kerusakan kulit

(15)

l. Angkat perlak. Periksa seprei di bawahnya untuk memastikan bahwa seprei tersebut tidak basah dan ganti jika perlu

m. Ganti selimut mandi dengan selimut tempat tidur, buat pasien merasa nyaman

n. Kumpulkan peralatan yang kotor dan bedpan. Buang semua bahan bahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

o. Kosongkan, cuci, dan keringkan bedpan p. Lepas dan buang sarung tangan dengan tepat

Lakukan semua tindakan penyelesaian prosedur. Ingatlah untuk mencuci tangan, dan perhatikan kondisi stoma dan jariangan sekitarnya dan reasi pasien.

2.3 Koping

2.3.1 Defenisi Koping

(16)

Ada banyak defenisi koping yang dikemukakan para ahli. Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stresfull. Koping tersebut adalah merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologik (Rasmun, 2004). Koping yang efektif menghasilkan adaptasi yang menetap yang merupakan kebiasaan baru dan perbaikan dari situasi yang lama, sedangkan koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif yaitu perilaku yang menyimpang dari keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain atau lingkungan (Rasmun, 2004). Berdasarkan pengertian diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa koping merupakan cara-cara yang digunakan oleh individu untuk menghadapi situasi yang menekan. Oleh karena itu meskipun koping menjadi bagian dari penyesuaian diri, namun koping merupakan istilah yang khusus digunakan untuk menunjukkan reaksi individu ketika menghadapi tekanan atau stres.

2.3.2 Strategi Koping

Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan atau situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi. Setiap individu dalam melakukan koping tidak sendiri dan tidak hanya menggunakan satu strategi tetapi dapat melakukannya bervariasi, tergantung dari kemampuan dan kondisi individu (Rasmun, 2004).

(17)

serta seluruh tekanan dari berbagai situasi yang penting dalam kehidupan. Faktor internal, termasuk di dalamnya adalah gaya coping yang biasa dipakai seseorang dalam kehidupan sehari-hari dan kepribadian dari seseorang tersebut (Taylor, 1995 dalam safaria 2009).

Setelah keputusan dibuat untuk menentukan strategi koping yang dipakai, dengan mempertimbangkan dari faktor eksternal dan internal, individu akan melakukan pemilihan strategi koping yang sesuai dengan situasi tekanan yang dihadapinya untuk penyelesaian masalah, ada dua strategi koping yang dapat dipakai, apakah strategi koping yang berfokus pada pemasalah ataupun pemilihan strategi koping untuk mengatur emosi. Kedua strategi koping tersebut dapat bertujuan untuk mereduksi ketegangan yang disebabkan oleh situasi tekanan dari lingkungan maupun dapat mengatur hal-hal negatif, sehingga hasil dari proses koping tersebut dapat menciptakan berfungsinya kembali aktivitas yang biasa dilakukan oleh individu.

2.3.3Fungsi Koping

Koping memiliki dua fungsi umum, yaitu fungsinya dapat berupa fokus ke titik permasalahan, serta melakukan regulasi emosi dalam merespons masalah (Lazarus dan Folkman 1984, dalam Safaria 2009).

(18)

seseorang yang dicintai meninggal dunia, dalam situasi ini, orang biasanya mencari dukungan emosi dan mengalihkan diri atau menyibukkan diri dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah atau kantor. Menurut Sarafino (1998) Emotion-focusedcoping merupakan pengaturan respons emosional dari situasi yang penuh stres. Individu dapat mengatur respons emosinya dengan beberapa cara, antara lain adalah dengan mencari dukungan emosi dari sahabat atau keluarga, melakukan aktivitas yang disukai, seperti olahraga atau nonton film untuk mengalihkan perhatian dari masalah, bahkan tak jarang dengan penggunaan alkohol atau obat-obatan. Cara lain yang biasa digunakan individu dalam pengaturan emosinya adalah dengan berfikir dan memberikan penilaian situasi yang stressful. Sebagai contoh, ketika terjadi perceraian pada sepasang suami istri maka yang sering terjadi adalah pikiran yang mengatakan bahwa, “ Aku sesungguhnya tidak benar-benar membutuhkannya, dan aku tetap dapat hidup tanpanya.”

Folkman dan Lazarus (Taylor, 1995 dalam Safaria, 2009) mengidentifikasi beberapa aspek Emotional focusedcoping yang didapat dari penelitian-penelitiannya. Aspek aspek tersebut adalah sebagai berikut:

a. Seeking social emotional support, yaitu mencoba untuk memperoleh dukungan secara emosional maupun sosial dari orang lain.

(19)

c. Escape avoidance, yaitu mengkhayal mengenai situasi atau melakukan tindakan atau menghindar dari situasi yang tidak menyenangkan. Individu melakukan fantasi andaikan permasalahannya pergi dan mencoba untuk tidak memikirkan mengenai masalah dengan tidur atau menggunakan alkohol yang berlebih.

d. Self control, yaitu mencoba untuk mengatur perasaan diri sendiri atau tindakan dalam hubungannya untuk menyelesaikan masalah.

e. Accepting responsibility, yaitu menerima untuk menjalankan masalah yang dihadapinya sementara mencoba untuk memikirkan jalan keluarnya.

f. Positive reapprasial, yaitu mencoba untuk membuat suatu arti positif dari situasi dalam masa perkembangan kepribadian, kadang-kadang dengan sifat religius.

(20)

Folkman dan Lazarus (1984) dalam Safaria (2009) mengidentifikasikan beberapa aspek problem focused coping yang didapat dari penelitian-penelitiannya. Aspek-aspek tersebut adalah:

a. Seeking informational support, yaitu mencoba untuk memperoleh informasi dari orang lain, seperti dokter, perawat, psikolog, atau guru. b. Confronative coping, yaitu melakukan penyelesaian masalah secara

konkret.

c. Planful problem-solving, menganalisis setiap situasi yang menimbulkan masalah serta berusaha mencari solusi secara langsung terhadap masalah yang dihadapi.

2.3.4Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan sitauasi yang mengancam, baik secara kognitif maupun prilaku. Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya terbagi menjadi dua:

1. Menurut Lazarus dan Folkman (1984, dalam Rubayana, 2012) Adaptif coping adalah sikap yang lebih efektif dan bermanfaat dalam mengatasi

(21)

dengan kenyataan yang negatif, mempertahankan gambaran diri yang positif, mempertahankan keseimbangan emosional, serta melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain.

2. Maladaptive coping merupakan kecenderungan koping yang kurang bermanfaat dan kurang efektif dalam mengatasi sumber stres dan dapat menyebabkan masalah lebih lanjut (Carver, dkk, 1989). Rogers dan Rippetor (1987) dalam Rubbyana (2012:62) menambahkan koping adaptif cenderung mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Koping maladaptif menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.

Adapun dimensi dari adaptive coping (Carver,dkk, 1989) antara lain:

a. Coping aktif merupakan proses pengambilan langkah aktif untuk mencoba memindahkan atau menghilangkan sumber stres atau untuk mengurangi akibatnya. Koping aktif merupakan tindakan langsung individu untuk mengatasi stres dengan langkah yang bijaksana. Koping aktif termasuk memulai aksi langsung, meningkatkan upaya seseorang, dan berusaha untuk melaksanakan upaya penanggulangan dengan cara bertahap.

(22)

c. Reinterpretasi positif, yaitu berpikir positif terhadap situasi yang membuat individu tertekan.

d. Pengendalian, merupakan mengatasi masalah dengan menunggu sampai situasi benar-benar mengijinkan untuk menyelesaikan permasalahannya. Ini adalah strategi koping aktif dalam arti bahwa perilaku seseorang difokuskan pada strategi menghadapi stressor secara efektif, tetapi juga merupakan strategi pasif dalam arti bahwa menggunakan menahan diri berarti tidak bertindak.

e. Perencanaan, yaitu memikirkan bagaimana cara untuk mengatasi stressor. Termasuk didalamnya adalah memikirkan suatu strategi untuk bertindak, langkah-langkah apa yang harus diambil dan bagaimana cara paling baik untuk mengatasi masalah.

f. Penerimaan, menerima keadaan atau situasi yang membuat individu tertekan dengan tetap mengikuti situasi tersebut. Seseorang yang menerima akan adanya situasi yang menekan, meraka akan lebih terbiasa melakukan koping yang efektif sehingga akan mampu mengurangi kondisi yang menekannya.

(23)

h. Humor, mengatasi situasi tertekan dengan menceritakan dan melakukan hal-hal yang lucu sehingga hal yang menjadi beban pikiran akan berkurang.

Sedangkan maladaptive coping (Carver dkk, 1989) antara lain:

a. Penolakan, merupakan ketidakmauan untuk mempercayai adanya sumber stres atau mencoba untuk bertindak seolah-olah sumber stres tidak ada. Menurut Matthews, Siegel, Kuller, Thompson, & Varat (dalam Carver,dkk, 1989) penolakan hanya akan dapat menciptakan masalah tambahan. Artinya dengan menyangkal atau tidak menerima kenyataan akan dapat menimbulkan masalah yang lebih serius sehingga akan mempersulit untuk melakukan koping.

b. Penggunaan zat, individu berusaha untuk melepaskan diri dari masalah dengan lari kepada alcohol atau obat-obatan terlarang

c. Penggunaan dukungan sosial emosional, mencari dukungan secara emosional seperti kenyamanan dan penerimaan dari orang lain, simpati, serta pengertian dari orang lain.

d. Pelepasan perilaku, upaya individu untuk mengurangi situasi tertekan dengan cara menyerah pada situasi.

(24)

2.3.5 Metode Koping

Ada 2 metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi masalah psikologis seperti yang dikemukakan oleh Bell (1977) dalam Rasmun (2004), dua metode tersebut antara lain adalah :

a. Metode koping jangka panjang

Cara ini adalah konstruktif dan merupakan cara yang efektif dan realistis dalam menangani masalah psikologis untuk kurun eaktu yang lama contohnya adalah

1. Berbicara dengan orang lain “curhat” dengan teman, keluaraga, atau profrsi tentang msalah yang sedang dihadapi

2. Mencoba mencari informasi lebih banyak tentang masalah yang dihadapi

3. Menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan kekuatan supra natural

4. Melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan/masalah. 5. Membuat berbagai alternatif tindakan untuk mengurangi situasi 6. Mengambil pelajaran dari peristiwa atau pengalaman masa lalu. b. Metode koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stres

atau ketegangan psikologis dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektif jika digunakan dalam jangka panjang, contohnya :

(25)

3. Mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak menyenangkan

4. Tidak ragu, dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil 5. Banyak tidur

6. Beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah

Pada tingkat keluarga, koping yang dilakukan dalam menghadapi masalah atau ketegangan seperti yang dikemukakan oleh Mc. Cubbin (1979) dalam Rasmun (2004) adalah :

1. Mencari dukungan sosial seperti minta bantuan keluarga, tetangga, teman, atau keluarga jauh

2. Reframing yaitu mengkaji ulang kejadian masa lalu agar lebih dapat menanganinya dan menerima, menggunakan pengalaman masa lalu untuk mengurangi stres/kecemasan.

3. Mencari dukungan spiritual, berdoa, menemui pemuka agama atau aktif pada pertemuan ibadah

4. Menggerakkan keluarga untuk mencari dan menerima bantuan 5. Penilaian secara pasive terhadap peristiwa yang dialami dengan cara

(26)

2.3.6 Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Koping Individu

Beberapa faktor yang mempengaruhi strategi koping pada individu dikemukan oleh Smet (1994), yaitu :

a. Usia

Usia mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memerangi rasa sakit. Kemampuan tubuh memerangi rasa sakit sudah ada pada masa kanak-kanak, tetapi kemampuan ini menurun pada masa tua.

b. Pendidikan

Individu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan menilai segala sesuatu secara realistis dan koping akan lebih aktif dibanding dengan individu yang mempunyai pendidikan yang lebih rendah.

c. Status Sosial Ekonomi

Seseorang yang memiliki status sosial ekonomi rendah akan menyebabkan tingkat stress yang tinggi terutama dalam masalah ekonomi, jika dibandingkan dengan yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi.

d. Dukungan Sosial

(27)

2.4 Pengukuran Koping

Dalam penelitian ini, koping diukur dengan menggunakan alat ukur Brief COPE yang dibuat oleh Carver (1997) berdasarkan teori dari Lazarus & Folkman. Alat ukur ini digunakan untuk melihat bagaimana individu mengatasi masalah yang dihadapi, mengakses respon koping yang penting dan potensial dengan cepat. Brief COPE terdiri dari 28 item ( dengan pilihan jawaban dimulai dari 1”tidak pernah”. Sampai 4 “ selalu”) dimana mengukur 14 konsep coping yang berbeda. Alat ukur ini merupakan hasil adaptasi dari alat ukur COPE yang juga dibuat oleh Carver dan rekan-rekan (1989). Alat ukur ini terdiri dari dua askpek yaitu koping adaptif dan koping maladaptif.

Aspek pertama yaitu adaptive coping yang berisi mengenai koping aktif, mencari dukungan sosial, reinterpretasipositif, pengendalian, perencanaan, penerimaan, coping agama, dan humor. Aspek kedua yaitu maladaptive copingyang berisi mengenai penolakan, penggunaan zat, penggunaan dukungan

Gambar

Tabel 2.1 Distribusi tanda gejala berdasarkan lokasi kanker kolon

Referensi

Dokumen terkait

Di bagian ini hukum internasional telah ada semenjak 4000 SM, hubungan yang mengikat terjadi antara setiap individu dan nations, namun pola dan bentuk interaksi yang dilakukan pada

Berdasarkan tahapan dan jadwal lelang yang telah ditetapkan serta memperhatikan hasil evaluasi kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi dokumen penawaran,

Peran perawat dibutuhkan dalam menentukan pelayanan kesehatan yang optimal bagi penderita skizofrenia.Salah satu pelayanan keperawatan adalah perilaku caring perawat. Perilaku

Hasil ini sesuai dengan hasil pengamatan laju sedimentasi yang telah dilakukan dimana pada stasiun 1 dan 3 memiliki nilai laju sedimentasi yang lebih

Program Studi Diploma Teknik Informatik Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana.. Salatiga

Data primer yang digunakan adalah sedimen dasar yang diambil di Perairan Pulau Tikus, Bengkulu, yang kemudiandianalisaaktifitas 40 K; persentase ukuran butir; dan kandungan

Uda Pada Frekuensi 600Mhz, Laporan Tugas Akhir. Teknik Elektro

Universitas Sumatera Utara... BER