• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hak Korban Tabrak Lari Kasus Kecelakaan Lalu Lintas: Studi Kasus di Satlantas Polres Salatiga T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hak Korban Tabrak Lari Kasus Kecelakaan Lalu Lintas: Studi Kasus di Satlantas Polres Salatiga T1 BAB II"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS

A. KERANGKA TEORI

1. Pengertian dan Fungsi Tugas Pokok Polisi

a. Pengertian Polisi

Istilah polisi sebagai organ atau lembaga pemerintahan

yang ada dalam negara, Sedangkan istilah kepolisian adalah

sebagai organ dan sebagai fungsi. Sebagai organ yaitu suatu

lembaga pemerintahan yang terorganisasi dan terstruktur dalam

organisasi negara. Sedangkan sebagai fungsi, yakni tugas dan

wewenang serta tanggung jawab lembaga atas kuasa

Undang-undang untuk menyelenggarakan fungsinya, antara lain

pemeliharaan keamanan, ketertiban masyarakat, penegak hukum

pelindung, pengayom, pelayananan masyarakat.1

Polisi merupakan alat penegak hukum yang dapat

memberikan perlindungan,pengayoman, serta mencegah timbulnya

kejahatan dalam kehidupan masyarakat.2

“Kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat”3

1

Sadjijono, Memahami hukum Kepolisian , cetakan I, P.T Laksbang Presindo, Yogyakarta, 2010, hlm.3

2

Ibid., h. 5. 3

(2)

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

pasal 1 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

berbunyi:

“Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi

dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Anggota Kepolisian Negara republik Indonesia adalah pegawai

negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.”

Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang sering di

singkat dengan Polri dalam kaitannya dengan pemerintah adalah

salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan

keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan pada masyarakat.

Bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang

meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib

dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman,

dan pelayanan masyarakat, serta terciptanya ketentraman

masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia, hal ini

terdapat dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Republik Indonesia.4

4

(3)

b. Fungsi Tugas Pokok Polisi

Fungsi kepolisian seperti yang diatur dalam Pasal 2

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia yaitu.

“Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi

pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan

dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.”

Tugas Pokok Kepolisian diatur didalam Pasal 13

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia yaitu:

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. menegakkan hukum; dan

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat.

Mengenai tugas yang harus dilaksanakan oleh POLRI

dalam pasal 14 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan Kepolisian

bertugas:

1. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan

patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.

2. Menyelengarakan segala kegiatan dalam menjamin

(4)

3. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat, kesadaran hukum dan peraturan

perundang-undangan.

4. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.

5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

6. Melakukan kordinasi, pengawasan dan pembinaan

teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengaman swakarsa.

7. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap

semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

8. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran

kepolisian, laboratorium forensik, dan psikologis kepolisian untuk kepentingan tugas polisi.

9. Melindungi keselamatan jiwa raga harta benda

masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

10.Melayani kepentingan warga masyarakat untuk

sementara sebelum dilayani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang.

11.Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai

dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian, serta

12.Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Adapun kewenangan kepolisian yang diatur dalam

Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu:

1. Menerima laporan dan/atau pengaduan.

2. Membantu menyelesaikan perselisihan warga

masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum.

3. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit

masyarakat.

4. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan

atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

5. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup

kewenangan administratif kepolisian.

6. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari

tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.

(5)

8. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.

9. Mencari keterangan dan barang bukti.

10.Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional.

11.Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang

diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat.

12.Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan

pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat.

13.Menerima dan menyimpan barang temuan untuk

sementara waktu.

Sedangkan dalam bidang Lalu Lintas, adapun tugas

dan wewenang petugas kepolisian dalam menangani kasus

kecelakaan lalu lintas sudah dijelaskan didalam Pasal 227

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu

Lintas dan angkutan jalan yang berbunyi:

“Dalam hal terjadi Kecelakaan Lalu Lintas, petugas

Negara Republik Indonesia wajib melakukan penanganan

Kecelakaan Lalu Lintas dengan cara:

a. mendatangi tempat kejadian dengan segera; b. menolong korban;

c. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara;

d. mengolah tempat kejadian perkara; e. mengatur kelancaran arus Lalu Lintas; f. mengamankan barang bukti; dan

g. melakukan penyidikan perkara.

2. Tindak Pidana Tabrak Lari di Bidang Lalu Lintas

Sebelum mengetahui dan mengidentifikasi sebuah

kecelakaan merupakan sebuah tindak pidana, maka perlu diketahui

(6)

baru dapat dijelaskan mengenai tindak pidana kecelakaan lalu

lintas tersebut.

Menurut P.A.F. Lamintang Tindak pidana adalah perbuatan

melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur

kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan

pidana, di mana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi

terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.5

Sedangkan menurut Andi Hamzah Tindak pidana adalah

kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan

kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan

mempertanggung jawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia

mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila

pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat

menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang

dilakukan.6

Jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar

tertentu, menurut Andi Hamzah adalah sebagai berikut:

1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

dibedakan antara lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran“ itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita

5

P.A.F. Lamintang, Dasar-Da sar Hukum Pidana Indonesia , Citra Adityta Bakti, Bandung, 1996, hlm. 16

6

(7)

menjadi Buku ke II dan Buku ke III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam perundang-undangan secara keseluruhan.

2. Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak

pidana formil (formeel Delicten) dan tindak pidana materil

(Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang pencurian. Tindak Pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana.

3. Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan

menjadi tindak pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak

pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak

pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP

antara lain sebagai berikut: Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan sengaja melukai orang

lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana

jika ada kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya seseorang, contoh lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 188 dan Pasal 360 KUHP.

4. Menurut macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif),

perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak Pidana pasif dibedakan menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak pidana murni, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP. Tindak Pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu

tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal.7

Tindak pidana lalu lintas salah satunya kecelakaan Lalu

Lintas yang terjadi pada peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan

tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna

Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian

7

(8)

harta benda. Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang

sangat sulit di prediksi kapan dan dimana terjadinya. Kecelakaan

tidak hanya mengakibatkan trauma, cidera, ataupun kecacatan

tetapi dapat mengakibatkan kematian. Kasus kecelakaan sulit

diminimalisasi dan cenderung meningkat seiring pertambahan

panjang jalan dan banyaknya pergerakan dari kendaraan.8

Menurut pasal 1 angka (24) Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan mengenai

pengertian lalu lintas yang berbunyi :

“Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan

yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan

Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang

mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.”

Karakteristik kecelakaan lalu lintas menurut jumlah

kenderaan yang terlibat digolongkan menjadi :

1. Kecelakaan tunggal, yaitu kecelakaan yang hanya

melibatkan satu kendaraan bermotor dan tidak melibatkan pemakai jalan lain, contohnya seperti menabrak pohon, kenderaan tergelcincir, dan terguling akibat ban pecah.

2. Kecelakaan ganda, yaitu yaitu kecelakaan yang melibatkan

lebih dari satu kenderaan bermotor atau dengan pejalan kaki yang mengalami kecelakaan di waktu dan tempat yang

bersamaan.9

8

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil.Disiplin Berlalu Lintas di Jalan Raya .Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 1995, hlm 35

9

(9)

Adapun penggolongan Kecelakaan Lalu Lintas menurut

Pasal 229 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2009 berbunyi;

(1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:

a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan; b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau c. Kecelakaan Lalu Lintas berat.

(2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang

mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.

(3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.

(4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang

mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

(5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan

Dari pengertian tindak pidana dan lalu lintas diatas bisa

disimpulkan bahwa tindak pidana di bidang lalu lintas adalah

serangkaian perbuatan terlarang oleh undang undang, dalam kaitan

dengan kegiatan transportasi lalu lintas angkutan jalan darat,

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomer 22 Tahun

2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Adapun tindak pidana dibidang lalu lintas menurut pasal

310 angka (1),(2),(3),(4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 20019

Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu :

1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang

(10)

penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

2. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang

karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

3. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang

karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

4. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Selanjutnya mengenai tindak pidana tabrak lari diatur

dalam Pasal 312 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 20019 Tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu:

“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor

yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).”

3. Perlindungan Hak Korban

Pengertian perlindungan yaitu upaya untuk mewujudkan

fungsi hukum guna melindungi masyarakat dari tindakan yang

merugikan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok

(11)

fisik, jiwa, kesehatan nilai-nilai, dan hak asasinya. Sedangkan

Perlindungan korban dalam konsep luas meliputi dua hal, yaitu:

1. Perlindungan hukum untuk tidak menjadi korban kejahatan

atau yang identic dengan perlindungan hak asasi manusia atau

kepentingan hukum seseorang. Berarti perlindungan korban

tidak secara langsung.

2. Perlindungan memeperoleh jaminan atau santunan hukum atas

penderitaan atau kerugian orang yang telah menjadi korban

kejahatan, termasuk hak korban untuk memperoleh assistance

dan pemenuhan hak untuk accses to justice and fair treatment.

Hal ini berarti adalah perlindungan korban secara korban secara

langsung.

Dengan begitu, bentuk perlindungan korban secara tidak

langsung didalam kebijakan kriminal, yaitu untuk memperoleh hak

hidup, keamanan, dan kesejahteraan.10

Hak-hak korban lainnya untuk memperoleh perlindungan

hukum Menurut Arif Gosita, hak korban mencakup mendapat ganti

kerugian atau penderitaannya, mendapatkan kompensasi, mendapat

pembinaan dan rehabilitasi, mendapat hak miliknya kembali,

mendapat perlindungan, mendapat bantuan dan menjadi saksi,

mempergunakan upaya hukum.11

Adapun hak dan kewajiban korban menurut Arif Gosita antara lain

10

C.Maya Indah, Perlindungan Korban Suatu Perspektif Viktimologi dan Krimologi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, h. 125.

(12)

1. Si korban berhak mendapatkan kompensasi atas penderitaanya, sesuai dengan taraf keterlibatan korban itu sendiri dalam terjadinya kejahatan tersebut.

2. Berhak menolak restitusi untuk kepentingan pembuat korban

(tidak mau diberikan restitusi karena tidak memerlukanya).

3. Mendapatkan restitusi/kompensasi untuk ahli warisnya bila

pihak korban meninggal dunia karena tindakan tersebut.

4. Mendapat pembinaan dan rehabilatasi

5. Mendapat hak miliknya kembali

6. Mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak pelaku bila

melapor dan menjadi saksi.

7. Mendapatkan bantuan penasihat hukum.12

Pasal 235 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang

Lalu Lalu Lintas dan Angkutan Jalan membahas tentang korban

meninggal dunia:

(1) Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.

(2) Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana

Hak korban kecelakaan lalu lintas diatur di dalam Pasal 240

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan yaitu:

a. pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab

atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintasdan/atau Pemerintah;

b. ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas

terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas; dan

c. santunan Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan asuransi.

12

(13)

Santunan kecelakaan lalu lintas bagi korban diberikan

sesuai dengan peraturan yang telah diberlakukan oleh pemerintah.

Sebagai pelaksanaan Pasal 239 ayat (2) Undang-Undang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan yang mengatur bahwa Pemerintah

membentuk perusahaan asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PT

Jasa Raharja (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) yang tugas dan fungsinya ada 2 (dua) yaitu Memberikan

santunan atas kejadian kecelakaan pada korban kecelakaan lalu

lintas darat, laut, udara, dan penumpang kendaraan umum dan

menghimpun dana pajak kendaraan bermotor melalui Samsat, dana

tersebut akan digunakan untuk membayar santunan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No.36 &

37/PMK.010/2008 Tanggal 26 Februari 2008, setiap korban dari

kecelakaan di darat dan di laut berhak mendapatkan santuan

sebagai berikut :

1. Biaya pengobatan di rumah sakit maksimal Rp10 juta.

2. Biaya santunan untuk korban yang mengalami cacat tetap

maksimal Rp25 juta (besaran santunan dibedakan untuk setiap anggota tubuh yang cacat).

3. Santunan untuk korban meninggal dunia di darat atau di

laut senilai Rp25 juta.

4. Santunan biaya penguburan bagi korban kecelakaan yang

tidak memiliki ahli waris sebesar Rp2 juta

korban khususnya hak korban untuk memperoleh ganti rugi

(14)

dan jaminan social (social security).13

Sedangkan kewajiban pelaku tabrak lari yang telah diatur di

dalam Pasal 231 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi :

(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu

Lintas, wajib:

a. Menghentikan Kendaraan yang dikemudikannya;

b. Memberikan pertolongan kepada korban;

c. Melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara

Republik Indonesia terdekat; dan

d. memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian

kecelakaan.

(2) Pengemudi Kendaraan Bermotor, yang karena keadaan

memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, segera melaporkan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat.

4. Konsep Pendekatan Restorative Justice dan Teori Diskresi

Kepolisian

a. Teori Restorative Justice

Dalam salah satu ensiklopedia online, dikatakan bahwa

Restorative justice (atau sering juga disebut "reparative justice")

atau secara istilah dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan

dengan "peradilan atau keadilan restoratif atau reparatif"

merupakan suatu pendekatan untuk peradilan yang berfokus pada

kebutuhan para korban dan pelaku, serta masyarakat yang terlibat,

bukan memuaskan prinsip-prinsip hukum abstrak atau menghukum

pelaku. Korban mengambil peran aktif dalam proses, sementara

pelaku didorong untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan

mereka, "untuk memperbaiki kerugian yang telah mereka lakukan

13

(15)

dengan meminta maaf, mengembalikan uang yang dicuri, atau

pelayanan masyarakat. Restorative melibatkan baik korban maupun

pelaku dan berfokus pada kebutuhan mereka secara pribadi.

Menurut Amelinda Nurrahma pengertian keadilan

restoratif merupakan suatu jalan untuk menyelesaikan kasus pidana

yang melibatkan masyarakat, korban dan pelaku kejahatan dengan

tujuan agar tercapainya keadilan bagi seluruh pihak, sehingga

diharapkan terciptanya keadaan yang sama seperti sebelum

terjadinya kejahatan dan mencegah terjadinya kejahatan lebih

lanjut.14

Sedangkan menurut Eva Achjani Zulfa, keadilan restoratif

adalah sebuah konsep pemikiran yang merespon pengembangan

sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan pada kebutuhan

pelibatan masyarakat dan korban yang dirasa tersisih dengan

mekanisme yang bekerja pada sistem peradilan pidana yang ada

pada saat ini.15

Konsep pendekatan dalam Restorative justice

mengharuskan untuk adanya upaya memulihkan/mengembalikan

kerugian atau akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana, dan

pelaku dalam hal ini diberi kesempatan untuk dilibatkan dalam

upaya pemulihan tersebut, semua itu dalam rangka memelihara

14

Amelinda Nurrahmah, Restorative Justice, 28 April 2012,

http://www.kompasiana.com/amelindanurrahmah/restorative-justice_55101738813311ae33bc6294, dikunjungi pada tanggal 8 Agustus 2017 pukul 02.12. 15

(16)

ketertiban masyarakat dan memelihara perdamaian yang adil.

Selain itu restorative justice juga menempatkan nilai yang lebih

tinggi dalam keterlibatan yang langsung dari para pihak. Korban

mampu untuk mengembalikan unsur control, sementara pelaku

didorong untuk memikul tanggung jawab, dan juga membutuhkan

usaha-usaha yang kooperatif dari komunitas dan pemerintah untuk

menciptakan sebuah kondisi dimana korban dan pelaku dapat

merekonsiliasikan konflik mereka.16

Secara umum, prinsip- prinsip keadilan restoratif adalah

membuat pelanggar bertanggung jawab atas kerugian yang

ditimbulkan atas perbuatannya. Memberikan kesempatan kepada

pelanggar untuk membuktikan kualitas dirinya. Melibatkan para

korban dan pihak-pihak yang terkait di dalam forum sehubungan

dengan penyelesaian masalah. Menetapkan hubungan langsung dan

nyata antara kesalahan dengan reaksi sosial yang formal.17

Keadilan restoratif akan bertentangan dengan asas legalitas

dan kepastian hukum. Hal ini karena keadilan restoratif tidak

berfokus pada hukuman penjara, melainkan pada bagaimana

perbaikan atau pemulihan keadaan korban pasca terjadinya suatu

tindak pidana. Dalam hal ini, pelaku tindak pidana dapat

16 Kelik Pramudya, Menuju Penyeleseian Perkara Pidana Yang Fleksibel:Keseimbangan Antara Pelaku dan Korban Dalam Restorative Justice, Jurnal Rechts Vinding Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 2 No 2, Agustus 2013. h. 218-219.

17

(17)

diwajibkan untuk membayar ganti rugi, melakukan kerja sosial,

atau tindakan wajar lainnya.

Di sisi korban, keadilan restoratif memberi kekuatan untuk

memberi kesempatan pada pelaku untuk mengungkapkan rasa

penyesalan kepada korban dan lebih baik bila difasilitasi bertemu

dalam pertemuan yang dilakukan secara professional. Perspektif

keadilan restoratif ini sebagai akibat adanya pergeseran hukum dari

lex talionis atau retributive justice dengan menekankan pada upaya

pemulihan (restorative). Dalam upaya pemulihan korban bilamana

dengan pilihan pendekatan yang lebih retributive dan legalistic

sulit untuk mengobati luka korban. Maka keadilan restoratif

berupaya untuk menekankan tanggung jawab pelaku atas

perilakunya yang menyebabkan kerugian orang lain.18

Di sisi bantuan hukum, secara umum tidak selalu tersedia,

kalaupun tersedia biaya pranata hukum tidak murah dan kesadaran

akan peran para pihak sendiri dalam menentukan keputusan masih

membutuhkan pengalaman dan konsistensinya. Implikasi dari

keadilan restoratif ini, diharapkan dapat berkurangnya jumlah

orang yang masuk dalam proses peradilan pidana khususnya dalam

lembaga pemasyarakatan, berkurangnya beban sistem peradilan

18

(18)

pidana dan meningkatnya partisipasi publik dalam membantu

penyelesaian kasus hukum.19

Sedangkan mengenai Mediasi pidana merupakan alternatif

penyelesaian konflik antara pelaku dan korban tindak pidana yang

diharapkan dapat mengembalikan keseimbangan kepentingan

terutama korban yang telah dirugikan akibat perbuatan pelaku

tindak pidana.20.

b. Teori Diskresi Kepolisian

Diskresi adalah suatu kekuasaan atau wewenang yang

dilakukan berdasarkan hukum atas pertimbangan dan keyakinan

serta lebih menekankan pertimbangan moral dari pada

pertimbangan hukum.21

Diskresi Kepolisian di Indonesia secara yuridis diatur pada

pasal 18 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

Tentang Kepolisian Republik Indonesia yaitu:

(1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

19

Ibid., h.158. 20

Barda Nawawi Arief, Aspek Kebijakan Mediasi Penal dalam Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Makalah, Seminar Nasional Pertanggungjawaban Hukum Korporasi dalam Konteks Good Corporate Governance, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Inter Continental Hotel, Jakarta, 27 Maret 2007, hlm. 1-2.

21

(19)

Selanjutnya dijelaskan pada Pasal 16 ayat 1 huruf L dan

ayat 2 huruf Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republilk Indonesia yang berbunyi :

(1) j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

(2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf L

adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang

dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut : a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;

c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan

e. menghormati hak asasi manusia.

Diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang tidak

sangat terikat oleh hukum, di mana penilaian pribadi juga

memegang peranan. Diskresi kepolisian adalah suatu wewenang

menyangkut pengambilan suatu keputusan pada kondisi tertentu

atas dasar pertimbangan dan keyakinan pribadi seorang anggota

kepolisian.22

Pelaksanaan diskresi oleh polisi tampak terkesan melawan

hukum, namun hal itu merupakan jalan keluar yang memang

diberikan oleh hukum kepada polisi guna memberikan efisiensi dan

efektifitas demi kepentingan umum yang lebih besar, selanjutnya

(20)

diskresi memang tidak seharusnya dihilangkan. Diskresi tidak

dapat dihilangkan dan tidak seharusnya dihilangkan. Diskresi

merupakan bagian integral dari peran lembaga atau organisasi

tersebut. Namun, diskresi bisa dibatasi dan dikendalikan, misalnya

dengan cara diperketatnya perintah tertulis serta adanya keputusan

terprogram yang paling tidak mampu menyusun dan menuntut

tindakan diskresi. Persoalannya, keputusan-keputusan tidak

terprogram sering muncul dan membuka pintu lebar-lebar bagi

pengambilan diskresi.23

Menurut H.R. Abdussalam Diskresi meskipun dapat

dikatakan suatu kebebasan dalam mengambil keputusan, akan

tetapi hal itu bukan hal yang sewenang-wenang dapat dilakukan

oleh polisi. Diskresi itu disamakan begitu saja dengan

kesewenang-wenangan untuk bertindak atau berbuat sekehendak hati polisi.24

Pasal 3 Undang-Undang Nomer 1 Tahun 2009 Tentang

Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian :

Prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian meliputi:

a. legalitas, yang berarti bahwa semua tindakan kepolisian harus sesuai dengan hukum yang berlaku;

b. nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi;

23

Ibid., h. 17. 24

(21)

c. proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan

d. kewajiban umum, yang berarti bahwa anggota Polri diberi kewenangan untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum;

e. preventif, yang berarti bahwa tindakan kepolisian mengutamakan pencegahan;

f. masuk akal (reasonable), yang berarti bahwa tindakan kepolisian diambil dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahayanya terhadap masyarakat.

B. HASIL PENELITIAN

1. Satlantas Polres Salatiga

a. Gambaran Umum

Satuan lalu lintas (Satlantas) Polres Salatiga berada di

Provinsi Jawa Tengah dengan alamat Jalan Diponegoro No. 82,

Sidorejo Lor, Sidorejo, Sidorejo Lor, Sidorejo, Kota Salatiga,

50714 No Tlp 0857-2853-7824 .

Satlantas Polres Salatiga mempunyai unsur pelaksana yang

bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan,

pengaturan, pengawalan, patroli, pendidikan masyarakat ,rekayasa

lalu 5alintas, dan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum

dalam bidang lalu lintas. Selain itu Satlantas juga

(22)

a. Pembinaan lalu lintas kepolisian;

b. Pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerja sama lintas

sektoral, Dikmaslantas, dan pengkajian masalah di bidang

lalu lintas

c. Pelaksanaan operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam

rangka penegakan hukum dan keamanan, keselamatan,

ketertiban, kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas)

d. Pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan

bermotor serta pengemudi

e. Pelaksanaan patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran

serta penanganan kecelakaan lalu lintas dalam rangka

penegakan hukum, serta menjamin Kamseltibcarlantas di

jalan raya

f. Pengamanan dan penyelamatan masyarakat pengguna jalan

b. UNIT LAKA LANTAS

Unit Pelayanan Kecelakaan Lalu Lintas (Unit Laka Lantas)

dalam Satlantas di Polres Salatiga merupakan pelaksana fungsi

penyidikan kecelakaan lalu lintas yang bertugas

menyelenggarakan administrasi penyidikan perkara kecelakaan

lalu lintas sehingga setiap perkara kecelakaan lalu lintas

menperoleh kepastian hukum agar terciptanya keamanan,

(23)

2. Stuktur Organisasi, dan Tugas Unit Laka Lantas di Satlantas

Salatiga

a. Pengantar

Pembagian wilayah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pada

dasarnya didasarkan dan disesuaikan atas wilayah administrasi

pemerintahan sipil. Komando pusat berada di Markas Besar Polri

(Mabes) di Jakarta. Pada umumnya struktur komando Polri dari

pusat ke daerah adalah:

a. Pusat : Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes

Polri)

b. Wilayah Provinsi : Kepolisian Daerah (Polda)

c. Wilayah Kabupaten dan Kota :

1) Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes)

2) Kepolisian Resor Kota (Polresta)

3) Kepolisian Resor Kabupaten (Polres)

d. Tingkat kecamatan :

1) Kepolisian Sektor Kota (Polsekta)

2) Kepolisian Sektor (Polsek)

Polres memiliki beberapa unsur pelaksana tugas pokok yang

berada di bawah Kapolres. Salah satu unsur pelaksana tugas pokok

(24)

b. Struktur Organisasi Unit Laka Lantas (Satlantas Polres

Salatiga)

STRUKTUR ORGANISASI UNIT LAKA LANTAS

POLRES SALATIGA

DWI ATMOKO IPDA NRP

78120193

KANIT LAKA

SUPANGGIH, SH

BRIPKA NRP 83020845 KA REGU I

AGNES EKO K, SH

BRIGADIR NRP 85640948 ANGGOTA

ADI IRAWAN, SH AIPDA NRP 78030351

KA REGU II

DUNAL SETYABUDI BRIGADIR NRP

85120515

ANGGOTA

TAUFAN FEBRI TRI H

BRIGADIR NRP 85021313 KA REGU III

DYAN S ZEN, SH

BRIPTU NRP 88021025

ANGGOTA

ALFIANA ELMUFIDA

(25)

c. Definisi Tabrak Lari dan Hak Korban Tabrak Lari

Pengertian tabrak lari menurut Kepala Unit Kecelakaan

Lalu Lintas IPDA Dwi Atmoko yaitu:

Suatu peristiwa kecelakaan lalu lintas, yang mengakibatkan

korban. Dan pada saat kejadiaan terjadi dengan sengaja pelaku

melarikan diri, tidak menghentikan kendaraanya, tidak

memberikan pertolongan terhadap korban. Serta tidak melapork.

Serta tidak melaporkan kecelakaan lalu lintas kepada kepolisian

Negara Republik Indonesia terdekat.25

Hak korban tabrak lari menurut Kepala Unit Kecalakaan

Lalu Lintas IPDA Dwi Atmoko :

1. Mendapatkan pertolongan dari pihak kepolisian

2. Ganti kerugian atas luka yang dialami dari pihak yang

bertanggung jawab yaitu pelaku

3. Ganti kerugian kerusakan kendaraan bermotor korban

Dari pihak yang pertanggung jawab yaitu pelaku

4. Biaya santunan dari pihak jasa raharja.26

25

Wawancara dengan Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Salatiga,Salatiga 25 April 2017. 26

(26)

d. Proses Santunan Jasa Raharja

1. Polisi membuat laporan singkat terjadinya peristiwa

kecelakaan sesuai dengan penyidikan.

2. Polisi meminta data-data korban dan dokumen

pendukung yang diperlukan (kk/surat nikah/ ktp).

3. Korban meninggal dunia dilampirkan surat kematian

dari rumah sakit atau kepololisian, jika korban

mengalami luka-luka melampirka kuitansi biaya

perawatan atau pengobatan yang asli dari rumah sakit.

4. Polisi melaporkan dan menyerahkan data korban

kecelakaan lalu lintas kepada jasa raharja.

5. Korban atau ahli waris mengisi formulir klaim

asuransi.27

27

(27)

3. Tindakan Penanganan dan penyelesaian Kepolisian dalam

Kasus Laka Lantas di Kota Salatiga

a. Gambaran Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Tabrak Lari di

Kota Salatiga

Tabel 1

Data Kasus Kecelakaan Lalu lintas Tabrak lari di Kota Salatiga: Tahun 2015

No Lokasi MD / LR /

LB

1 Jl. Soekarno-Hatta Peritgaan Isep-Isep 1 MD

2 Jl, Diponegoro, Depan Indomart Sidorejo 1 LR

3 Jl.Tembus taman sari dekat pertigaan pancuran,

kutowinangun tingkir

1 LR

Sumber Data Sekunder di Satlantas Polres Salatiga

Keterangan : MD : Meninggal Dunia

LR : Luka Ringan

LB : Luka Berat

Berdasarkan data tersebut dari tahun 2015 terjadi 3 kasus

kecelakaan tabrak lari, dengan keterangan 2 orang luka ringan (LR) dan 1

Meninggal Dunia (MD), Sesuai dengan keterangan dari pihak Satlantas,

kasus yang terjadi di tahun 2015 tersebut hanya 1 Kasus yang

terseleseikan yaitu kecelakaan yang terjadi di Jl. Soekarno-Hatta pertigaan

Isep-Isep dengan 1 korban meninggal dunia. 2 Kasus lainya tidak dapat

(28)

Kasus yang terselesikan yang terjadi di Jl. Soekarno-Hatta

pertigaan Isep-Isep, pelaku tidak dapat ditemukan. karena korban

meninggal dunia polisi sudah membuat laporan kepada pihak jasa raharja

dan Korban tersebut mendapat ganti rugi oleh pihak jasa raharja sesuai

undang-undang, yaitu 25 juta dan karena korbanya meninggal dunia, maka

santunan tersebut diberikan kepada ahli waris korban.

Penyebab 2 kasus yang tidak terseleseikan dikarenakan pelaku

tidak tertangkap dan juga penyidik kekurangan data serta informasi dari

para saksi ataupun korban yang bersangkutan. Kendala yang terjadi di

lapangan yaitu polisi minim informasi dari para saksi untuk mengetahui

nomer polisi pelaku, serta ketika peristiwa kecelakaan terjadi, pihak polisi

tidak berada ditempat kejadian dan baru datang setelah menerima laporan.

Selanjutnya bagaimana hak korban untuk 2 kasus yang tidak

terseleseikan. korban hanya mendapatkan pertolongan dan perawatan dari

pihak kepolisian dan tidak mendapatkan ganti kerugian dari pihak yang

bertanggung jawab dan juga tidak mendapatkan santunan dari pihak jasa

raharja jadi kasus tersebut tidak terseleseikan dan tidak ada kelanjutanya.

korban tidak mendapat ganti kerugian dan tidak mendapatkan haknya

seperti yang diatur diundang-undang.

Menurut polisi kasus tabrak lari dengan keaadaan korban

mengalami luka ringan, korban tidak meminta ganti kerugian. Karena

korban juga takut berurusan dengan pihak kepolisian karena apabila kasus

tersebut berlanjut , sepada motor korban di tahan oleh polisi untuk

(29)

korban juga tidak meminta santunan dari pihak jasa raharja karena kasus

tersebut tidak ingin berlanjut. Sehingga korban tidak menuntut lebih

kepada polisi untuk memenuhi hak haknya.

Tabel 2

Data Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Tabrak Lari di Kota Salatiga Tahun 2016

No Lokasi MD / LR /

LB

1 Jl. Diponegoro Depan Puskesmas Roncali Sidorejo 1 MD

2 Lampu Merah Pertigaan JLS Cebongan 1 MD

3 Jalan Baru Dekat Pos Kampling Sidorejo Lor, Sidorejo 1 LR

4 Jl. Dipo Depan Hotel Surya 1 MD

5 JLS bawah Jembatan Layang Noborejo 1 MD

6 Jl. Pattimura Depan Nasi Goreng Pak joko 2 LR

Sumber Data Sekunder di Satlantas Polres Salatiga

Keterangan : MD : Meninggal Dunia

LR : Luka Ringan

LB : Luka Berat

Sedangkan pada tahun 2016 terjadi 6 kasus kecelakaan tabrak lari,

dengan keterangan dari 2 kasus terdapat 3 orang Luka Ringan (LR) dan

dari 4 kasus terdapat 4 orang Meninggal Dunia (MD). Kasus kecelakaan

tabrak lari. yang terjadi pada tahun 2016 tersebut terdapat 5 kasus yang

terselesaikan dan 1 kasus tidak dapat terseleseikan. Pada kasus tersebut

(30)

terjadi di Jalan Baru Dekat Pos Kampling Sidorejo Lor, Sidorejo. Untuk

kasus lainya pelaku masih dalam pengejaran.

Kasus yang terseleseikan melalui metode pendekatan Restorative

Justice dengan keadaan korban luka ringan yang terjadi di Jalan Baru

Dekat Pos Kampling Sidorejo Lor, Sidorejo. Kasus yang terseleseikan

dengan metode pendekatan Restorative Justice, karena pelaku dapat

ditemukan. kemudian korban dan pelaku bersepakat untuk berdamai

karena pelaku ingin bertanggung jawab atas kejadian tersebut dengan cara

mengganti biaya pengobatan dan bersedia menanggung kerusakan sepada

motor. Jalan damai tersebut tidak luput dari peran polisi untuk menengahi

kasus tersebut supaya tidak sampai ke meja hijau (pengadilan).

Kasus berikutnya yang dapat terseleikan ada 4 yaitu korban

meninggal dunia. Seluruh kasus 2016 yang korbanya meninggal dunia

dapat terseleseikan dan terpenuhi hak-hak korban. 4 kasus tersebut

pelakunya tidak dapat ditemukan, karena korban meninggal dunia polisi

sudah membuat laporan kepada pihak jasa raharja dan Hak korban tabrak

lari terpenuhi maksimal menurut undang-undang yaitu biaya santunan

sebesar 25jt. Karena korban meninggal dunia, santunan tersebut diberikan

kepada ahli waris korban.

Selanjutnya ada 2 kasus yang tidak terseleseikan karena pelaku

tidak dapat ditemukan, serta korban mengalami luka ringan, korban hanya

mendapatkan pertolongan dari perawatan dari polisi dan tidak

mendapatkan ganti kerugian. Dalam kasus tersebut polisi tidak membuat

(31)

kasus tersebut berlanjut karena takut berurusan dengan polisi, karena

apabila kasus berlanjut otomatis sepada motor yang akan dijadikan barang

bukti disita oleh polisi, padahal sepada motor korban hanya punya 1 itupun

digunakan untuk bekerja, apabila sepada motor tersebut disita, korban

tidak bisa melakukan kegiatan sehari-hari menggunakan sepada motor,

(32)

Tabel 3

Data Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Tabrak Lari di Kota Salatiga: Tahun 2017

No Lokasi MD / LR /

LB

1 Jl. Diponegoro No. 82 tepatnya depan mako Satlantas 2 LR

2 Jl. Patimura dekat gardu induk 1 LR

3 Jl. Fatmawati depan Puskesmas 1 LR

4 JLS dekat Pos Polisi Kecandran 1 LR

5 JLS dekat Taman Pulutan 1 LR

6 Jl. Soekarno Hatta depan Gedung Sinode PGSD 1 LR

7 JLS Perempatan Kecandran 1 LR

8 Jl. Soekarno Hatta tepatnya depan Bengkel Dinamo 1 LR

9 JLS tepatnyan perempatan Kecandran 2 LR

10 JLS dekat jembatan Tetep 2 LR

11 Jl. Patimura dekat RM. Mina Kencana 1 LR

Sumber Data Sekunder di Satlantas Polres Salatiga

Keterangan : MD : Meninggal Dunia

LR : Luka Ringan

LB : Luka Berat

Selanjutnya pada tahun 2017 terjadi 11 kasus kecelakaan tabrak

lari, dengan keterangan dari 11 kasus tersebut semua korban mengalami

luka ringan (LR). Dari 11 Kasus kecelakaan tabrak lari yang terjadi di

(33)

Korban tersebut hanya mengalami luka ringan dan tidak menuntut

lebih kepada pelaku maupun pihak kepolisian. karena menurut

pertimbangan polisi, korban yang mengalami luka ringan tidak perlu

dilanjutkan ke meja hijau (pengadilan).

Dari 18 kasus yang tidak dapat terseleseikan dapat ditarik

kesimpulan bahwa. Seluruh korbanya mengalami luka ringan, dan pelaku

tidak dapat ditemukan. Peran polisi untuk memenuhi hak korban tersebut

hanya mendatangi tempat kejadian perkara, dan selanjutnya menolong

korban yang mengalami luka ringan. Untuk ganti kerugian korban dari

pihak yang bertanggung jawab dan pihak jasa raharja tidak terpenehui.

Dari peran polisi dalam memberikan perlindungan hak korban

tabrak lari menurut tabel diatas beserta penjelasanya. Satlantas Polres

Salatiga belum maksimal menjalankan tugasnya seperti apa yang diatur

didalam undang-undang, karena dari pihak korban sendiri tidak ingin

kasus tersebut berlanjut. Dari Tahun 2015-2017 ada 20 Kasus dan yang

terseleseikan hanya 6 kasus. Sedangkan 14 kasus tidak terseleseikan

karena hanya mengalami luka ringan.

Dapat disimpulkan bahwa kasus kecelakaan lalu lintas tabrak lari

di Satlantas Polres Salatiga dari tahun 2015-2017 hanya 6 kasus yang hak

korbannya terpenuhi secara maksimal. Sedangkan 14 kasus lainya hak

korban tidak dapat terpenehi. Berarti kasus tabrak lari disalatiga khusunya

(34)

1. Menerima laporan

2. Mendatangi tempat kejadian perkara 3. Menolong korban 4. Mencari saksi

5. Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian perkara 6. Mengolah tempat kejadian perkara 7. Mengatur kelancaran arus lalu lintas

8. Mengamankan barang bukti 9. Melakukan Penyidikan Perkara 10. Melakukan Dokumentasi

b. Struktur Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas di Satlantas

Polres Salatiga

STRUKTUR PENANGANAN KECELAKAAN LALU LINTAS

Penjelasan :

1. Polisi menerima laporan dari masyarakat, adanya peristiwa kecelakaan

lalu lintas

2. Dengan segera, Polisi mendatangi tempat kejadian perkara dari laporan

masyarakat.

3. Di tempat kejadian kecelakaan Polisi dibantu masyarakat menolong

korban dan mengidentifikasi keadaan korban.

4. Polisi melibatkan orang sekitar yang berada dalam tempat kejadian perkara

untuk dijadikan saksi.

5. Polisi mengidentifikasi bagaimana peristiwa kecelakaan tersebut bisa

(35)

6. Polisi mengolah tempat kejadian perkara dengan menandai alur

kecelakaan terjadi.

7. Polisi mengatur kelancaran lalu lintas, supaya tidak terjadi kemacetan di

tempat kejadian perkara.

8. Polisi mengamankan barang-barang yang berhubungan dengan kecelakaan

tersebut untuk dijadikan barang bukti.

9. Polisi melakukan penyidikan perkara, dengan mengintrogasi saksi, korban,

dan pelaku.

10.Polisi melakukan dokumentasi, pengambilan gambar sebagai barang

bukti.28

c. Peran polisi dalam mewujudkan perlindungan hak korban

tabrak lari

Peran Kepolisian dalam memberikan perlindungan hak

bagi korban tabrak lari yaitu, Polisi Mendatangi tempat

kejadian perkara dengan segera untuk melakukan pengukuran,

pendataan, pemotretan, membantu / menolong korban dengan

membawa korban ke rumah sakit terdekat dan mengumpulkan

barang bukti kemudian melakukan koordinasi terhadap instansi

terkait seperti perusahaan penyedia jasa santunan (PT. Jasa

Raharja), setelah itu personil polisi lainnya memanggil orang

untuk didengar dan diperiksa sebagai Saksi atau tersangka.

28

(36)

Langkah selanjutnya, polisi melakukan penyidikan perkara

kecelakaan lalu lintas dengan meminta surat-surat dari dinas

yang terkait seperti surat Visum et Repertum dari rumah sakit

dan surat penyitaan dari DLLAJR dan pengadilan. Langkah

terakhir, polisi menyerahkan berkas perkara ke penuntut umum.

d. Perlindungan hak korban tabrak lari menurut polisi dan

kendala yang dialami oleh polisi.

Perlindungan hak korban tabrak lari menurut polisi

yaitu, mendapatkan pertolongan dari pihak kepolisian,

mendapatkan ganti kerugian atas luka yang dialami dari pihak

yang bertanggung jawab yaitu pelaku tabrak lari, mendapatkan

ganti kerugian atas kerusakan kendaraan bermotor Dari pelaku,

dan mendapatkan santunan dari pihak jasa raharja.29

Kendala yang dialami oleh polisi Mengenai

perlindungan hak korban kasus kecelakaan lalu lintas tabrak

lari di Kota Salatiga, menurut Kepala Unit Kecelakaan Lalu

Lintas IPDA Dwi Atmoko:

“kesulitan yang dialami pihak kepolisian untuk

mewujudkan perlindungan hak korban tabrak lari yaitu

tentang upaya menangani kasus tabrak lari

membutuhkan waktu penyelidikan yang relative lama, ini dikarenakan kurangnya kepedulian masyarakat untuk ikut serta membantu tugas pihak kepolisian dalam kasus kecelakaan tabrak lari, yang biasanya pihak kepolisian tidak berada di tempat kejadian. Menurut beliau, masyarakat yang kebetulan berada di

29

(37)

sekitar tempat kejadian perkara dan melihat langsung kejadian tabrak lari, biasanya sulit untuk dimintai keterangan lebih lengkap terhadap kejadian kecelakaan

tersebut, sehingga pihak kepolisian sulit

mengyelesaikan kasus tersebut. Kendala yang dihadapi Pihak Kepolisian, Anggota kepolisian Satlantas tidak selalu ada di setiap ruas jalan, serta masih minimnya cctv di jalan sekitar kota Salatiga juga mempersulit pihak kepolisian untuk menyelidiki pelaku tabrak lari.”30

Menurut keterangan Penyidik Kecelakaan Lalu Lintas

Salatiga Brigpol Agnes Eko:

“bahwa dalam kasus tabrak lari sebagian besar tidak

terselesaikan karena pihak penyidik sendiri mengalami kendala seperti, minimnya saksi, tidak terlacaknya nomor polisi pelaku, serta keterlambatan laporan kepada pihak polisi mengenai adanya kecelakaan yang terjadi, akibatnya pihak kepolisian sendiri tidak mempunyai cukup bukti-bukti untuk menyerahkan suatu kasus ke pengadilan. Sedangkan suatu kasus kecelakaan tabrak lari yang terselesaikan, itu terjadi karena adanya kesepakatan antara pelaku dan korban

yang disebut dengan metode pendekatan Restorative

Justice. Peran pihak polisi sendiri sebagai mediator antara kedua belah pihak dan proses dalam peradilan

pun dianggap selesai.”31

Menurut hasil wawancara kepada polisi dapat

disimpulkan bahwa Polisi merasa masih kurang puas untuk

pengukapan kasus tabrak lari terhadap masyarakat karena

kurangnya saksi, minimnya cctv, dan kurangnya personil

kepolisian yang menangani kasus kecelakaan lalu lintas di

Polres Salatiga. Sehingga polisi tidak memungkinkan untuk

melakukan pengejaran terhadap pelaku secara terus

30 Wawancara dengan Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Salatiga,Salatiga 25 April 2017. 31

(38)

menerus karena keterbatasan personil kepolisian dalam

menangani kasus laka lantas.

C. ANALISIS

1. Peran Polisi dalam menangani Perlindungan Hak Korban

Tabrak Lari di Satlantas Polres Salatiga

A. Implementasi Peran Polisi

Peraturan yang mengatur tentang peran polisi dalam

menangani perlindungan hak korban tabrak lari dijelaskan didalam

Pasal 227 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu

Lintas dan angkutan jalan. Peran polisi dalam kasus kecelakaan

lalu lintas tabrak lari di Kota Salatiga di tahun 2015 sudah

terealisasikan sesuai undang-undang diatas.

Unit Kecelakaan Lalu Lintas Polres Salatiga pada saat

terjadi kecelakaan lalu lintas tabrak lari sudah melakukan

penanganan sebagai berikut:

a. Mendatangi tempat kejadian dengan segera

b. Menolong korban

c. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara

d. Mengolah tempat kejadian perkara

e. Mengatur kelancaran lalu lintas

f. Mengamankan barang bukti

(39)

Selanjutnya hak korban kecelakaan lalu lintas tabrak lari

yang diatur didalam Pasal 240 Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2009 Tentang Lalu Lalu Lintas dan Angkutan Jalan:

d. Pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab

atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah;

e. Ganti Kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas

terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas; dan

f. Santunan Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan asuransi.

Berdasarkan dasar hukum yang mengatur tentang hak

korban di atas, sebagian besar korban kecelakaan lalu lintas hanya

mendapatkan pertolongan dan perawatan dari pihak kepolisian,

namun tidak mendapatkan pertanggungjawaban dari pihak pelaku,

karena dalam kasus tabrak lari sebagian besar pelakunya tidak

terungkap.

Ganti kerugian dalam kasus tabrak lari di Kota Salatiga,

hanya ada 1 kasus yang mendapatkan ganti kerugian dari pelaku

yaitu kecelakaan yang terjadi pada tahun 2016 di Jalan Baru Dekat

Pos Kampling Sidorejo Lor, Sidorejo, korban tersebut mengalami

luka ringan dan pelaku dapat terungkap. Sedangkan pada kasus

tabrak lari yang terjadi di tahun 2015 - 2017 tidak mendapatkan

ganti kerugian dari pelaku, karena pelaku tidak dapat terungkap.

Selanjutnya mengenai santunan dari perusahaan asuransi

yaitu Jasaraharja. Dari kasus tabrak lari yang terjadi di tahun

(40)

yang meninggal dunia saja dalam kasus kecelakaan tabrak lari.

Pihak Kepolisian melaporkan data-data korban kecelakaan dengan

kondisi korban yang meninggal dunia, sedangkan untuk korban

yang mengalami luka ringan tidak dilaporkan ke pihak Jasa

Raharja sehingga tidak mendapatkan santunan.

Peraturan Menteri Keuangan RI No.36 &

37/PMK.010/2008 Tanggal 26 Februari 2008, setiap korban dari

kecelakaan di darat dan di laut berhak mendapatkan santuan

sebagai berikut :

Biaya pengobatan di rumah sakit maksimal Rp10 juta.

(1) Biaya santunan untuk korban yang mengalami cacat

tetap maksimal Rp25 juta (besaran santunan dibedakan untuk setiap anggota tubuh yang cacat).

(2) Santunan untuk korban meninggal dunia di darat atau di

laut senilai Rp25 juta.

(3) Santunan biaya penguburan bagi korban kecelakaan

yang tidak memiliki ahli waris sebesar Rp2 juta

Dasar hukum diatas mengatur mengenai santunan yang

diberikan pihak jasa raharja yang dapat dikatakan hal tersebut

sesuai dengan hasil wawancara penulis terhadap polisi mengenai

kasus kecelakaan lalu lintas tabrak lari yang terjadi pada tahun

2015-2017. Terdapat data sebanyak 5 korban yang meninggal

dunia telah diverifikasi oleh pihak Jasa Raharja sehingga

mendapatkan santunan sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI

No.36 & 37/PMK.010/2008 Tanggal 26 Februari 2008, yaitu

santunan untuk korban meninggal dunia di darat atau di laut senilai

(41)

Sedangkan pada korban yang mengalami luka ringan

mendapatkan santunan biaya pengobatan di rumah sakit maksimal

Rp10 juta, tetapi pada kasus kecelakaan tabrak lari di Kota Salatiga

tahun 2015-2017 hak korban tersebut tidak terealisasikan

sebagaimana yang dimaksud sesuai Peraturan Menteri Keuangan

RI No.36 & 37/PMK.010/2008 Tanggal 26 Februari 2008.

B. Analisis Tabel 1 Data Kasus Kecelakaan Lalu Lintas

Tabrak Lari di Kota Salatiga Tahun 2015

Berdasarkan tabel 2 data kasus kecelakaan lalu lintas tabrak

lari tahun 2015 terjadi 3 kasus kecelakaan tabrak lari, dengan

keterangan 2 orang luka ringan (LR) dan 1 Meninggal Dunia

(MD), Sesuai dengan keterangan dari pihak Satlantas, kasus yang

terjadi di tahun 2015 tersebut hanya 1 Kasus yang terseleseikan

yaitu kecelakaan yang terjadi di Jl. Soekarno-Hatta pertigaan

Isep-Isep dengan 1 korban meninggal dunia. 2 Kasus lainya tidak dapat

terseleseikan.

Kasus yang terselesikan yang terjadi di Jl. Soekarno-Hatta

pertigaan Isep-Isep, pelaku tidak dapat ditemukan. karena korban

meninggal dunia polisi sudah membuat laporan kepada pihak jasa

raharja dan Korban tersebut mendapat ganti rugi oleh pihak jasa

raharja sesuai undang-undang, yaitu 25 juta dan karena korbanya

meninggal dunia, maka santunan tersebut diberikan kepada ahli

(42)

Penyebab 2 kasus yang tidak terseleseikan dikarenakan

pelaku tidak tertangkap dan juga penyidik kekurangan data serta

informasi dari para saksi ataupun korban yang bersangkutan.

Kendala yang terjadi di lapangan yaitu polisi minim informasi dari

para saksi untuk mengetahui nomer polisi pelaku, serta ketika

peristiwa kecelakaan terjadi, pihak polisi tidak berada ditempat

kejadian dan baru datang setelah menerima laporan.

Selanjutnya bagaimana hak korban untuk 2 kasus yang

tidak terseleseikan. korban hanya mendapatkan pertolongan dan

perawatan dari pihak kepolisian dan tidak mendapatkan ganti

kerugian dari pihak yang bertanggung jawab dan juga tidak

mendapatkan santunan dari pihak jasa raharja jadi kasus tersebut

tidak terseleseikan dan tidak ada kelanjutanya. korban tidak

mendapat ganti kerugian dan tidak mendapatkan haknya seperti

yang diatur diundang-undang.

Menurut polisi kasus tabrak lari dengan keaadaan korban

mengalami luka ringan, korban tidak meminta ganti kerugian.

Karena korban juga takut berurusan dengan pihak kepolisian

karena apabila kasus tersebut berlanjut , sepada motor korban di

tahan oleh polisi untuk dijadikan barang bukti sampai pelakunya

ditemukan. Oleh karena itu korban juga tidak meminta santunan

dari pihak jasa raharja karena kasus tersebut tidak ingin berlanjut.

Sehingga korban tidak menuntut lebih kepada polisi untuk

(43)

C. Analisi Tabel 2 Data Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Tabrak

Lari di Kota Salatiga Tahun 2016

Sedangkan pada tahun 2016 terjadi 6 kasus kecelakaan

tabrak lari, dengan keterangan dari 2 kasus terdapat 3 orang Luka

Ringan (LR) dan dari 4 kasus terdapat 4 orang Meninggal Dunia

(MD). Kasus kecelakaan tabrak lari. yang terjadi pada tahun 2016

tersebut terdapat 5 kasus yang terselesaikan dan 1 kasus tidak dapat

terseleseikan. Pada kasus tersebut hanya ada 1 kasus yang

pelakunya dapat ditemukan yaitu kecelakaan yang terjadi di Jalan

Baru Dekat Pos Kampling Sidorejo Lor, Sidorejo. Untuk kasus

lainya pelaku masih dalam pengejaran.

Kasus yang terseleseikan melalui metode pendekatan

Restorative Justice dengan keadaan korban luka ringan yang terjadi

di Jalan Baru Dekat Pos Kampling Sidorejo Lor, Sidorejo. Kasus

yang terseleseikan dengan metode pendekatan Restorative Justice,

karena pelaku dapat ditemukan. kemudian korban dan pelaku

bersepakat untuk berdamai karena pelaku ingin bertanggung jawab

atas kejadian tersebut dengan cara mengganti biaya pengobatan

dan bersedia menanggung kerusakan sepada motor. Jalan damai

tersebut tidak luput dari peran polisi untuk menengahi kasus

tersebut supaya tidak sampai ke meja hijau (pengadilan).

Kasus berikutnya yang dapat terseleikan ada 4 yaitu korban

(44)

dunia dapat terseleseikan dan terpenuhi hak-hak korban. 4 kasus

tersebut pelakunya tidak dapat ditemukan, karena korban

meninggal dunia polisi sudah membuat laporan kepada pihak jasa

raharja dan Hak korban tabrak lari terpenuhi maksimal menurut

undang-undang yaitu biaya santunan sebesar 25jt. Karena korban

meninggal dunia, santunan tersebut diberikan kepada ahli waris

korban.

Selanjutnya ada 2 kasus yang tidak terseleseikan karena

pelaku tidak dapat ditemukan, serta korban mengalami luka ringan,

korban hanya mendapatkan pertolongan dari perawatan dari polisi

dan tidak mendapatkan ganti kerugian. Dalam kasus tersebut polisi

tidak membuat laporan kepada pihak jasa raharja, dikarenakan

korban sendiri tidak ingin kasus tersebut berlanjut karena takut

berurusan dengan polisi, karena apabila kasus berlanjut otomatis

sepada motor yang akan dijadikan barang bukti disita oleh polisi,

padahal sepada motor korban hanya punya 1 itupun digunakan

untuk bekerja, apabila sepada motor tersebut disita, korban tidak

bisa melakukan kegiatan sehari-hari menggunakan sepada motor,

(45)

D. Analisi Tabel 3 Data Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Tabrak

Lari di Kota Salatiga Tahun 2017

Selanjutnya pada tahun 2017 terjadi 11 kasus kecelakaan

tabrak lari, dengan keterangan dari 11 kasus tersebut semua korban

mengalami luka ringan (LR). Dari 11 Kasus kecelakaan tabrak lari

yang terjadi di tahun 2017 Semua kasus tersebut tidak ada satupun

yang terseleseikan.

Korban tersebut hanya mengalami luka ringan dan tidak

menuntut lebih kepada pelaku maupun pihak kepolisian. karena

menurut pertimbangan polisi, korban yang mengalami luka ringan

tidak perlu dilanjutkan ke meja hijau (pengadilan).

Dari 18 kasus yang tidak dapat terseleseikan dapat ditarik

kesimpulan bahwa. Seluruh korbanya mengalami luka ringan, dan

pelaku tidak dapat ditemukan. Peran polisi untuk memenuhi hak

korban tersebut hanya mendatangi tempat kejadian perkara, dan

selanjutnya menolong korban yang mengalami luka ringan. Untuk

ganti kerugian korban dari pihak yang bertanggung jawab dan

pihak jasa raharja tidak terpenehui.

Dari peran polisi dalam memberikan perlindungan hak

korban tabrak lari menurut tabel diatas beserta penjelasanya.

Satlantas Polres Salatiga belum maksimal menjalankan tugasnya

seperti apa yang diatur didalam undang-undang, karena dari pihak

(46)

2015-2017 ada 20 Kasus dan yang terseleseikan hanya 6 kasus

karena korban meninggal dunia. Sedangkan 14 kasus tidak

terseleseikan karena hanya mengalami luka ringan.

Dapat disimpulkan bahwa kasus kecelakaan lalu lintas

tabrak lari di Satlantas Polres Salatiga dari tahun 2015-2017 hanya

6 kasus yang hak korbannya terpenuhi secara maksimal.

Sedangkan 14 kasus lainya hak korban tidak dapat terpenehi.

Berarti kasus tabrak lari disalatiga khusunya hak korba tidak

terpenuhi secara maksimal.

E. Kendala Pengungkapan Kasus Kecelakaan Lalu Lintas

Tabrak Lari Satlantas Polres Salatiga

Menurut hasil wawancara dengan pihak kepolisian terdapat

kendala pengungkapkan kasus kecelakaan tabrak lari yang dialami

pihak kepolisian dalam hal memberikan perlindungan hak korban

tabrak lari sebagai berikut:

1. Kurangnya saksi

2. Minimnya cctv

3. Kurangnya personil kepolisian yang menangani kasus

kecelakaan lalu lintas di polres salatiga

4. Membutuhkan waktu penyelidikan yang relative lama

5. Kurangnya kepedulian masyarakat untuk ikut serta

membantu tugas pihak kepolisian

(47)

7. Banyak persimpangan jalan sehingga polisi sulit untuk

melakukan pengejaran

8. Tidak terlacaknya nomer polisi pelaku

9. Keterlambatan laporan kepada pihak kepolisian

F. Peran Polisi dalam Penyeleseian Masalah dengan

Pendekatan Restorative Justice

Pengertian restorative justice merupakan suatu jalan untuk

menyelesaikan kasus pidana yang melibatkan masyarakat, korban

dan pelaku kejahatan dengan tujuan agar tercapainya keadilan bagi

seluruh pihak, sehingga diharapkan terciptanya keadaan yang sama

seperti sebelum terjadinya kejahatan dan mencegah terjadinya

kejahatan lebih lanjut dengan mengedepankan musyawarah.

Dari data kasus Laka Tabrak Lari di Satlantas Polres

Salatiga, Hanya ada 1 Kasus penyeleseian perkara yang

menggunakan prinsip musyawarah dan pendekatan restorative

justice, Dimana perkara yang diseleseikan karena pelaku

tertangkap dan korban hanya menglami luka ringan. Berikut

pengaturan mengenai korban luka ringan:

Contoh kasus tabrak lari yang terseleseikan menggunakan

metode pendekatan Restorative Justice. Pada tanggal 19 September

2016 Terjadi Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Baru Dekat Pos

Kampling Sidorejo Lor, Sidorejo pada pukul 17.30 WIB. Korban

(48)

dan motor mengalami kerusakan dibgian slebor belakang, namun

pelaku yang bernama Tri melarikan diri. Namun warga sekitar ada

yang melihat pelaku tersebut melarikan diri dengan tekat yang kuat

warga tersbut melakukan pengejaran, alhasil pelaku tertangkap di

lampu merah pasar sapi. Kemudian warga tersebut menelpon pihak

polisi untuk menyeleseikan kasus tersbut. Setelah polisi tiba

dilokasi penangkapan pelaku yaitu lampu merah pasar sapi. Polisi

membawa pelaku ke kantor polisi dan polisi juga mendatangi

korban untuk melakukan pertolongan dan juga membawa ke kantor

polisi untuk berdiskusi antara korban dan pelaku. Disitu dengan

kewenangan polisi melakukan teori diskresi untuk mendapatkan

keadilan antara korban dan pelaku. Akhirnya antara korban dan

pelaku sepakat berdamai dengan jalan keluar, pelaku menanggung

biaya pengobatan dan menanggung kerusakan motor yang dialami

korban.

Prinsip pendekatan restorative justice di atas bisa

terlaksana karena pelaku dapat tertangkap dan pelaku ingin

bertanggung jawab dengan menanggung biaya pengobatan dan

memperbaiki kondisi sepada motor yang rusak dan pelaku juga

mengakui akan kesalahan yang sudah diperbuat. Hal itu dijadikan

sebagai alasan- alasan pemaaf kepada pelaku dalam kasus tabrak

lari diatas.

Dari penjelasan tersebut, temuan hasil penelitian di atas

(49)

teoritik tentang prinsip– prinsip penyelesaian perkara melalui

restorative justice yang diimplementasikan dalam penyelesaian

kasus tabrak lari. Selain itu, kriteria korban luka ringan juga

menjadi peritimbangan polisi untuk tidak mealanjutkan ke

pengadilan karena sudah ada kesepakatan antara kedua belah pihak

Gambar

Tabel 1  Data Kasus Kecelakaan Lalu lintas Tabrak lari di Kota Salatiga:
Tabel 2
Tabel 3

Referensi

Dokumen terkait

The characterization results revealed the amount of aluminum in the zeolitic framework, the crystallinity of the ZSM-5 zeolite, and the Si/Al ratio affected the formation of Br¨

Pelaksanaan Pengawasan 2.1 Monitoring 2.1 Pembinaan 2.3 Penilaian 4 Evaluasi.. Pelaporan dan Program Tindak

pengawasan yang ketat serta membutuhkan alat-alatsebagai teknologi dalam melakukan penyidikan.. Keengganan masyarakat untuk memberi informasi kepada penegak hukum

ini adalah Untuk mendeskripsikan penerapan metode pembelajaran snowball throwing yang dapat meningkatkan prestasi belajar matematika materi pokok.

kedatangan pasukan bola sepak Chelsea menjadi isu apabila terdapat warga Israel dalam pasukan tersebut.. Avram Grant

aktiviti masa lapang yang membina (positif) sama ada bentuk riadah bersifat aktif atau santai.

Penerapan E-tilang merupakan sebuah pilihan yang efektif yang mencapai sasaran dalam pelaksanaan tilang kepada pelanggar peraturan lalu lintas walaupun belum

bahwa dalam pengambilan keputusan yang mengatur kehidupan bersama manusia tidak dapat mengabaikan “kuasa” yang mendominasi masyarakatnya sekalipun secara formal masyarakat