• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penerapan e-Faktur dan e-SPT PPN Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penerapan e-Faktur dan e-SPT PPN Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pajak

Menurut Pasal 1 UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan (KUP), pengertian pajak adalah :

“Konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menurut Adriani dalam Purwono (2010 : 7) pengertian pajak yaitu :

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh mereka yang wajib membayarnya menurut peraturan, tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum terkait dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan”.

Menurut Soemahamidjaja dalam Purwono (2010 : 6) “Pajak adalah iuran

wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan

norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam

mencapai kesejahteraan umum”.

Dari beragam pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli ditambah

dengan definisi resmi pajak yang terdapat dalam undang-undang, dapat

disimpulkan bahwa ada beberapa ciri yang melekat pada pajak, yaitu :

1. Iuran atau kontribusi wajib rakyat kepada negara.

2. Dipungut oleh Pemerintah berdasarkan undang-undang sehingga bersifat

memaksa.

(2)

4. Digunakan untuk membiayai pengeluaran umum sehubungan dengan

penyelenggaraan pemerintahan.

5. Secara khusus, undang-undang menambahkan bahwa penggunaan iuran pajak

adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pemerataan

kesejahteraan).

2.2 Pengertian Wajib Pajak

Berdasarkan pembahasan tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, disebutkan bahwa : “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan,

meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban

perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan dan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan”.

Wajib pajak dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP (Nomor

Pokok Wajib Pajak) di KPP Domisili atau KPP Lokasi. KPP domisili adalah

KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal/ domisili Wajib Pajak orang

pribadi yang berstatus sebagai Pengurus, Komisaris, Pemegang Saham/ Pemilik

dan Pegawai. KPP Lokasi adalah KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat

kegiatan usaha Pemberi Kerja/ Bendaharawan Pemerintah terdaftar. Penyampaian

untuk memperoleh NPWP dapat dilakukan melalui manual maupun

e-registration.

Seperti halnya dengan NPWP, kepada Wajib Pajak baik yang berupa orang

pribadi yang menjalankan pekerjaan bebas maupun Wajib Pajak Badan yang telah

memenuhi syarat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga

(3)

PKP. Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain digunakan sebagai

identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya juga berguna untuk

melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak

Penjualan Atas Barang Mewah dan untuk pengawasan administrasi perpajakan.

2.3 Pajak Pertambahan Nilai

2.3.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Penjelasan atas UU No.42 Tahun 2009, “ Pajak Pertambahan

Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang

diukenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi”.

Menurut Waluyo (2009) “Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah merupakan Pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam

negeri (di dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa."

2.3.2 Dasar Hukum PPN

Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai adalah UU Nomor 8 tahun 1983

kemudian diubah menjadi UU Nomor 11 tahun 1994, dan yang terakhir diubah

lagi dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang

dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Aturan pelaksanaan terakhir di

atur pada UU Nomor 42 tahun 2009.

2.3.3 Ciri Khas PPN

1. Pengenaan PPN dilaksanakan Berdasarkan Sistem Faktur.

2. Setiap terjadinya Penyerahan BKP/JKP, wajib dibuatkan Faktur Pajak.

(4)

Penjual merupakan bukti Pajak Keluaran dan Faktur Pajak bagi Pembeli

merupakan bukti Pajak Masukan.

Secara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari dua komponen

yaitu Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.

Menurut Undang-Undang PPN No.42 Tahun 2009 Pasal 1 pengertian

pajak masukan dan pajak keluaran yaitu sebagai berikut :

“Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau Impor Barang Kena Pajak.”

“Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahaan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.”

Atau dapat disimpulkan secara garis besar bahwa Pajak Masukan adalah

PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya,

sedangkan Pajak Keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual

produknya.

2.3.4 Prosedur / Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) :

1. Saat terutang adalah saat pembayaran

2. Faktur dan SSP dibuat pada saat PKP mengajukan tagihan

3. Faktur dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran

4. Pemungut pajak wajib memungut PPN terutang pada saat

(5)

5. Bendahara wajib setor paling lambat 7 hari setelah bulan

dilakukan pembayaran atas tagihan

6. PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN bagi

pemungut PPN 20 hari setelah dilakukan pembayaran tagihan

Yang ditunjuk pemungutan PPN (KM 563/KMK.03/2003)

1. Bendaharawan Pemerintah

2. Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara

2.3.5 Pengkreditan Pajak Masukan

Dalam menentukan besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang

dalam satu masa pajak, perlu diperhatikan pajak masukan nya terlebih dahulu.

Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan menurut Undang-undang PPN No.42

Tahun 2009 adalah sebagai berikut:

Prinsip dasar Pengkreditan Pajak Masukan :

1. Pajak Masukan dalam satu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran

untuk Masa Pajak yang sama ( Pasal 9 ayat 2).

2. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak

Masukan tetap dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 2a)

3. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada

jumlah Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai

yang wajib dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (Pasal 9 ayat 3)

4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada

(6)

yang dapat diminta kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya

( Pasal 9 ayat 4)

5. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan untuk

perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan

langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahana kena pajak ( Pasal 9

ayat 5 jo ayat 8 huruf b).

6. Meskipun berhubungan langsung dengan kegiatan usaha menghasilkan

penyerahan kena pajak, dalam hal-hal tertentu tidak kemungkinan Pajak

Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 8 dan Pasal 16 b ayat

(3).

2.4 Faktur Pajak

2.4.1 Pengertian Faktur Pajak

Menurut Purwono (2010 : 284) “Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak

yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP

dan/atau JKP, atau bukti pungutan karena impor BKP yang digunakan oleh

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.”

Undang-undang mewajibkan Pengusaha Kena Pajak membuat Faktur

Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP. Faktur Pajak dibuat oleh pihak

yang memungut PPN yaitu yang menyerahkan BKP dan/atau JKP. Faktur Pajak

tidak perlu dibuat secara khusus atau dibedakan dengan Faktur Penjualan. Sejak

ditetapkannya Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 tanggal 24

Maret 2010, Faktur Pajak yang digunakan hanya satu bentuk, sehingga istilah

(7)

itu, ada beberapa dokumen-dokumen tertentu yang ditetapkan sama sebagai

Faktur Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Menyimpang dari ketentuan, untuk meringankan beban administrasi, Faktur

Pajak dapat diterbitkan meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan oleh

Pengusaha Kena Pajak kepada pembeli BKP dan/atau penerima JKP yang sama

selama satu bulan kalender. Faktur Pajak seperti itu disebut dengan Faktur Pajak

Gabungan.

Agar pajak yang ada dalam Faktur Pajak dapat dikreditkan, maka Faktur

Pajak harus memenuhi syarat formil dan materiil. Ada beberapa syarat minimal

yang harus dipenuhi sebuah faktur pajak, yaitu paling sedikit harus memuat :

a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP.

b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP.

c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan

harga.

d. PPN yang dipungut.

e. PPnBM yang dipungut.

f. Kode, Nomor Seri Faktur Pajak, dan tanggal pembuatan faktur pajak.

g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

Faktur pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/tidak di

tandatangani oleh pihak yang diberikan wewenang menandatanganinya

merupakan Faktur Pajak Cacat, dengan akibat hukum PPN sebagai Pajak

(8)

2.4.2 Pembuatan Faktur Pajak

Ringkasan aturan mengenai Faktur Pajak yang sesuai dengan Peraturan

Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010, dijabarkan

sebagai berikut:

a. Saat Pembuatan Faktur Pajak

1. Pada saat penyerahan BKP dan/atau JKP.

2. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran

terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP.

3. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian

tahap pekerjaan.

4. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada

Bendahara, Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

5. Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan

penyerahan BKP dan/atau JKP.

b. Faktur Pajak harus dibuat dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur

Pajak.

Sebelum April 2013, penerbitan Faktur Pajak dimulai dari nomor urut 1 pada

setiap awal tahun takwim, yaitu mulai Masa Pajak Januari dan seterusnya secara

berurutan, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan, nomor urut

1 dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Bagi Pengusaha

Kena Pajak yang memiliki lebih dari satu tempat pajak terutang yang dipusatkan,

nomor urut dimulai pada setiap awal tahun takwim Masa Pajak Januari pada

(9)

cabang yang baru dikukuhkan, nomor urut dimulai sejak masa pajak kantor

cabang dikukuhkan.

Terhitung 1 April 2013, Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Faktur

Pajak yang terbaru mulai berlaku.

Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan,

Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak

memuat beberapa perubahan yang mendasar di bidang Pajak Pertambahan Nilai,

terutama terkait dengan tatacara pemberian nomor seri faktur pajak. Dengan

berlakunya peraturan ini, Nomor Seri Faktur Pajak tidak lagi menjadi domain

Wajib Pajak, karena penomoran faktur pajak akan dilakukan secara sentralisasi

oleh Direktorat Jenderal Pajak.

2.5 Faktur Pajak Elektronik (e-Faktur) 2.5.1. Pengertian e-Faktur

Aplikasi Faktur Pajak Elektronik atau yang sering dikenal dengan e-Faktur

dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak dilandasi karena memperhatikan masih

terdapat penyalahgunaan Faktur Pajak, diantaranya wajib pajak non Pengusaha

Kena Pajak (PKP) yang menerbitkan faktur pajak padahal tidak berhak

menerbitkan faktur pajak, faktur pajak yang terlambat diterbitkan, faktur pajak

fiktif, atau faktur pajak ganda. Juga karena beban administrasi yang begitu besar

bagi pihak DJP maupun bagi PKP.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 Pasal

1 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik,

(10)

melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh

Direktorat Jenderal Pajak.”

Perbedaan antara faktur pajak kertas dengan e-Faktur yaitu sebagai berikut :

Tabel 2. 1 Perbedaan Faktur Pajak Kertas & e-Faktur

No. Keterangan Faktur Pajak Kertas e-Faktur

1. Format/ Lay out Bebas tidak ditentukan dan dapat mengikuti contoh di lampiran PER-24/PJ/2012

Ditentukan oleh aplikasi/sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP

2. Tanda Tangan Tanda tangan basah pada faktur pajak

Tanda tangan elektronik berbentuk QR code

3. Bentuk &

Lembar

Diwajibkan berbentuk kertas dan jumlah lembar diatur

Tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas

4. PKP yang

membuat

Seluruh PKP PKP yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak

5. Jenis Transaksi Seluruh Penyerahan BKP/JKP saja

6. Prosedur Lapor/ Upload & Persetujuan DJP

- e-Faktur dilaporkan ke DJP

dengan cara upload dan mendapat persetujuan DJP 7. Mata Uang Rupiah dan Dollar Rupiah (selain rupiah,

dikonversi ke Rupiah dengan menggunakan kurs Menteri Keuangan pada saat pembuatan e-Faktur) 8. Pelaporan SPT

PPN

Menggunakan aplikasi tersendiri

Menggunakan aplikasi yang sama dengan aplikasi pembuatan e-Faktur

Sumber : Bahan Sosialisasi e-Faktur Direktorat Jenderal Pajak 2015

(11)
(12)

Gambar 2.2 Faktur Pajak Elektronik

(13)

2.5.2 Dasar Hukum e-Faktur

Dasar hukum pembuatan e-Faktur sebagai berikut:

1. UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8

Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.

2. PMK-151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara

Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak.

3. PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas PER-24/PJ/2012 tentang

Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata

Cara Pengisian Keterangan, Pembetulan atau Penggantian, dan Pembatalan

Faktur Pajak.

4. PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak

berbentuk Elektronik.

2.5.3 Keuntungan Penerapan e-Faktur

Faktur Pajak merupakan alat bukti pungutan transaksi pembelian BKP

atau penerimaan JKP oleh PKP penjual dan pembeli. Aplikasi e-Faktur ini

diciptakan oleh Direktorat Jenderal Pajak agar memberikan keuntungan dari

sisi penjual dan pembeli.

Adapun keuntungan penerapan e-Faktur ini dapat dilihat sebagai

berikut:

Bagi Penjual :

Dapat menikmati kemudahan antara lain:

(14)

2. e-Faktur tidak harus dicetak sehingga mengurangi biaya kertas, biaya cetak,

dan biaya penyimpanan,

3. aplikasi e-Faktur sekaligus pembuatan SPT Masa PPN

4. memperoleh kemudahan dapat meminta nomor seri Faktur Pajak melalui

website Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sehingga tidak perlu lagi datang ke

Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Bagi Pembeli :

Terlindungi dari penyalahgunaan Faktur Pajak yang tidak sah, karena e-Faktur

dilengkapi dengan pengaman berupa QR code yang dapat diverifikasi dengan

smartphone/HP tertentu yang beredar di pasar. Sehingga PKP pembeli

memperoleh kepastian bahwa PPN yang disetor oleh pembeli datanya telah

dilaporkan ke DJP oleh pihak penjual.

2.5.4 Tata Cara Penggunaan dan Pelaporan e-Faktur 2.5.4.1 Tata Cara Penggunaan e-Faktur

Penerbitan Faktur Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur ditetapkan

sesuai PER-16/PJ/2014 dan KEP-136/PJ/2014 dimana tahapan penggunaan

aplikasi e-Faktur dibagi sebagai berikut:

• Per 1 Juli 2014 untuk PKP tertentu.

• Per 1 Juli 2015 untuk PKP Jawa dan Bali.

• Per 1 September 2015 untuk PKP Madya Medan.

(15)

Tata cara penggunaan aplikasi e-Faktur menurut Peraturan Direktur Jenderal

Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pelaporan

Faktur Pajak Berbentuk Elektronik yaitu sebagai berikut :

1. Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat e-Faktur adalah Pengusaha

Kena Pajak yang telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

2. Untuk dapat menggunakan e-Faktur tersebut PKP dapat memperoleh aplikasi

e-Faktur di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Pengusaha Kena Pajak

(PKP) dikukuhkan.

3. Telah memiliki Sertifikat Elektronik.

Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang

memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status

subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Dengan fungsi Sebagai prasyarat untuk

mendapatkan layanan perpajakan secara elektronik (melalui akun PKP) dalam

melaksanakan ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai seperti

penggunaan aplikasi e-Faktur, permintaan nomor seri Faktur Pajak secara

online dan layanan lainnya.

3. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat e-Faktur untuk setiap penyerahan

Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP), saat penerimaan

pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan

Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, saat

(16)

pekerjaan atau saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan tersendiri.

5. Kewajiban pembuatan e-Faktur dikecualikan atas penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak:

a. yang dilakukan oleh pedagang eceran sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012;

b. yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak Toko Retail kepada orang

pribadi pemegang paspor luar negeri;

c. yang bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilainya berupa dokumen

tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

6. e-Faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak sesuai dengan syarat materiil dan

formil pada faktur pajak standar.

7. Tanda tangan berupa tanda tangan elektronik.

8. e-Faktur dibuat dengan menggunakan mata uang Rupiah. Untuk penyerahan

Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang menggunakan

mata uang selain Rupiah maka harus terlebih dahulu dikonversikan ke dalam

mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku menurut

Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan e-Faktur.

9. Atas e-Faktur yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan,

sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha

(17)

pengganti melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau

disediakan Direktorat Jenderal Pajak.

10. Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang e-Fakturnya telah dibuat,

Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur harus melakukan pembatalan

e-Faktur melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau

disediakan Direktorat Jenderal Pajak.

12. Atas hasil cetak e-Faktur yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak yang

membuat e-Faktur dapat melakukan cetak ulang melalui aplikasi atau sistem

elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak

dengan mengajukan permintaan data e-Faktur ke Direktorat Jenderal Pajak

melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan

13. Jika dalam hal terjadi keadaan tertentu (peperangan, kerusuhan, revolusi,

bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa

Pengusaha Kena Pajak) yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak tidak

dapat membuat e-Faktur, Pengusaha Kena Pajak diperkenankan untuk

membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy).

2.5.4.2 Tata Cara Pelaporan e-Faktur

Tata cara Pelaporan e-Faktur Berdasarkan Pasal 11 Peraturan Direktur

Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Penggunaan dan

(18)

4. e-Faktur wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Direktorat Jenderal

Pajak dengan cara diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan

memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

5. Pelaporan e-Faktur dilakukan dengan menggunakan aplikasi atau sistem

elektronik yang telah ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal

Pajak.

6. Direktorat Jenderal Pajak memberikan persetujuan untuk setiap e-Faktur

yang telah diunggah (upload) sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang

digunakan untuk penomoran e-Faktur tersebut adalah Nomor Seri Faktur

Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena

Pajak yang membuat e-Faktur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7. e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak

bukan merupakan Faktur Pajak.

Gambar 2. 3 Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan e-Faktur

(19)

2.6 Surat Pemberitahuan (SPT)

2.6.1 Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

243/PMK.03/2014 pengertian Surat Pemberitahuan yaitu :

“Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.”

SPT terdiri dari dua jenis, yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa yaitu

Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak, yang terdiri dari SPT Masa Pajak

Penghasilan dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai. Sedangkan SPT Tahunan

adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak,

yang hanya ada Pajak Penghasilan.

2.6.2 Fungsi SPT

Menurut Purwono (2010 : 33) fungsi SPT Bagi Pengusaha Kena Pajak

adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan

perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

1. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh

Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam suatu Masa

Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(20)

2.6.3 Pengisian, Penyampaian, dan Pembetulan SPT 2.6.3.1 Pengisian dan Penyampaian SPT

Menurut Resmi (2009:48) tata cara pengisian SPT diatur sebagai

berikut:

1. Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan

dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.

2. Surat Pemberitahuan Wajib Pajak badan harus ditandatangani oleh

pengurus atau direksi.

3. Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa

khusus untuk mengisi dan menandatangani surat Pemberitahuan, surat

kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada Surat Pemberitahuan.

4. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang wajib

menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan

berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan

untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.

5. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak

dilampirkan pada Surat Pemberitahuan, Surat Pemberitahuan dianggap

tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga Surat Pemberitahuan dianggap

tidak disampaikan.

2.6.3.2 Pembetulan SPT

SPT yang telah diisi dan disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal

(21)

terdapat kekeliruan dalam pengisiannya, Wajib Pajak masih berhak

melakukan pembetulan atas kemauan sendiri, dengan syarat :

a. Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan

pemeriksaan. Yang dimaksud dengan “mulai melakukan tindakan

pemeriksaan” adalah pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan

Pajak (SP3) disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai,

atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.

b. Jika SPT yang dibetulkan menyatakan rugi atau lebih bayar,

pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 tahun sebelum

daluwarsa penetapan. Yang dimaksud dengan daluwarsa penetapan

adalah jangka waktu 5 tahun setelah saat terhutangnya pajak atau

berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak,

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar. Ini berarti bahwa pembetulan SPT diberikan waktu 3 tahun

sejak penyampaiannya.

(22)

Gambar 2.4 SPT Masa PPN Manual

(23)

2.7 Surat Pemberitahuan Elektronik (e-SPT)

2.7.1 Pengertian Surat Pemberitahuan Elektronik (e-SPT)

Perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih telah membuat

Pemerintah mau tidak mau harus mengembangkan inovasi di berbagai bidang,

tidak terkecuali dalam bidang Perpajakan. Latar belakang utamanya sudah tentu

peningkatan pelayanan perpajakan kepada wajib pajak sehingga memudahkan

wajib pajak melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Inovasi yang tengah gencar disosialisasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak

beberapa tahun terakhir ini adalah layanan e-SPT. Menurut Purwono (2010 : 36)

“e-SPT adalah data SPT wajib pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat secara

cuma-cuma (gratis) oleh Direktorat Jenderal Pajak”. Wajib Pajak dapat

mengunduh aplikasi e-SPT pada situs

aplikasi e-SPT, wajib pajak dapat merekam, memelihara dan meng-generate data

digital SPT serta mencetak SPT beserta lampirannya.

2.7.2 Prosedur Penyampaian e-SPT

SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT) beserta lampiran-lampirannya dilaporkan

dengan menggunakan media elektronik (CD, disket, flashdisk dan lain-lain) ke KPP

di mana wajib pajak terdaftar. Aplikasi e-SPT merupakan aplikasi SPT yang

diberikan secara cuma-cuma oleh Jenderal Pajak kepada wajib pajak. Aplikasi e-SPT

yang digunakan wajib pajak dapat merekam, memelihara, dan men-generate data

elektronik SPT serta mencetak SPT beserta lampirannya. Prosedur penyampaian

e-SPT menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2009 tanggal 20

(24)

1. Wajib pajak melakukan instalasi aplikasi e-SPT pada sistem komputer yang

digunakan untuk keperluan administrasi perpajakannya.

2. Wajib pajak menggunakan aplikasi e-SPT untuk merekam data-data perpajakan

yang akan dilaporkan, yaitu antara lain:

a. data identitas wajib pajak pemotong/pemungut dan identitas wajib pajak yang

dipotong/dipungut seperti NPWP, nama, alamat, kode pos, nama KPP, pejabat

penandatangan, kota, format nomor bukti potong/pungut, nomor awal bukti

potong/pungut, kode kurs mata uang yang digunakan,

b. bukti pemotongan/pemungutan PPh,

c. faktur Pajak,

d. data perpajakan yang terkandung dalam SPT,

e. data Surat Setoran Pajak (SSP), seperti: masa pajak, tahun pajak, tanggal

setor, NTPN, kode akun/KJS, dan jumlah pembayaran pajak.

3. Wajib pajak yang telah memiliki sistem administrasi keuangan/perpajakan

sendiri dapat melakukan proses impor data dari sistem yang dimiliki wajib pajak

ke dalam aplikasi e-SPT dengan mengacu kepada format data yang sesuai

dengan aplikasi e-SPT.

4. Wajib pajak mencetak bukti pemotongan/pemungutan dengan menggunakan

aplikasi e-SPT dan menyampaikannya kepada pihak yang dipotong/dipungut.

2.7.3 Tata Cara Pembetulan e-SPT

Menurut Modul Sosialisasi e-SPT oleh DJP dalam Siti Rabiah (2013), cara

pembetulan e-SPT adalah:

1. Pembetulan atas SPT yang telah disampaikan dalam bentuk elektronik

(25)

2. Pembetulan atas SPT yang disampaikan dalam bentuk kertas (hardcopy),

dapat disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT) atau dalam bentuk

kertas (hardcopy).

Berikut gambar untuk pengisian SPT pada aplikasi e-SPT PPN :

(26)
(27)
(28)

Gambar 2.8 Bentuk e-SPT Siap Cetak Sumber : KPP Madya Medan, 2016

2.8 Teori Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI (1995;1013), “Patuh

berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin”.

Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran dan aturan.

Tuntutan akan kepatuhan terhadap penyampaian SPT Masa PPN tepat pada

waktunya dan diatur oleh Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan di Indonesia.

Dalam tata cara perpajakan diatur batas waktu penyampaian SPT Masa.

Penyampaian SPT yang harus tepat waktu tentu sesuai dengan teori kepatuhan.

Ada dua macam kepatuhan pajak, antara lain sebagai berikut.

1. Kepatuhan Formal, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi

kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan ketentuan dalam

Undang-Undang Perpajakan. Jika wajib pajak menyampaikan SPT dan

(29)

2. Kepatuhan Material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif

atau hakikat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi

dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Jika wajib pajak mengisi SPT dengan

jujur, baik dan benar sesuai dengan ketentuan dalam UU Perpajakan, maka

wajib pajak tersebut telah memenuhi kepatuhan material (tepat bayar).

2.8.1 Kepatuhan Wajib Pajak

Wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal

Pajak sebagai wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan

pendahuluan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Syarat-syarat Wajib

Pajak Patuh diantaranya:

1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2

(dua) tahun terakhir.

2. Dalam tahun terakhir, penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari

3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.

3. SPT masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah

disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pada masa

pajak berikutnya.

4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak:

a. Kecuali telah memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran

pajak.

b. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan SPT yang diterbitkan

(30)

5. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidanan di bidang

perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.

6. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar dengan

pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi

fiskal :

a. Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2007.

b. Apabila dalam dua tahun terakhir terhadap wajib pajak pernah dilakukan

pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang

terutang tidak lebih dari 10% (sepuluh persen).

Kepatuhan dalam hal perpajakan berarti keadaan wajib pajak yang

melaksanakan hak dan khususnya kewajibannya, secara disiplin sesuai

peraturan serta Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan yang berlaku.

Kepatuhan adalah ketaatan atau berdisiplin, dalam hal ini kepatuhan pajak

diartikan secara bebas adalah ketaatan dalam menjalankan semua peraturan

perpajakan. Teori kepatuhan dapat mendorong seseorang untuk lebih mematuhi

peraturan yang berlaku, sama halnya dengan wajib pajak yang berusaha

menyampaikan SPT Masa tepat waktu sehingga penerimaan pajak semakin

(31)

2.9 Peneliti Terdahulu

Beberapa hasil penelitian terdahulu dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 2.2 Pajak Sebelum dan Sesudah Penerapan Program e-SPT dalam Melaporkan SPT Masa PPN (Studi Kasus KPP Pratama Pasar Jumlah SPT Masa

PPN yang diterima sebelum

adanya program e-SPT, jumlah SPT Masa PPN yang diterima sesudah adanya program e-SPT

Terdapat perbedaan yang signifikan antara kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah program e-SPT dalam melaporkan SPT Masa PPN yang diterima.

2. Fury Wajib Pajak Dalam Pelaporan SPT

(Survey dilakukan pada Wajib Pajak yang Terdaftar sebagai Pengguna Fasilitas E-filing di Kantor Pelayanan filing pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas masuk dalam klasifikasi penilaian tinggi serta Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara efektivitas penggunaan PPN terhadap efisiensi

(32)

Pengisian SPT Menurut Persepsi Wajib Pajak: Survey Terhadap Pengusaha Kena Pajak Pada KPP Makassar Selatan

persepsi Wajib Pajak serta Penerapan e-SPT PPN menurut persepsi wajib pajak sudah baik dan efisien

Pada KPP Madya Pekanbaru) SPT PPN terhadap efisiensi pengisian SPT hanya 32,9% atau 33%

Sumber : diolah oleh Peneliti

2.10 Kerangka Konseptual

Kepatuhan wajib pajak yang masih rendah dalam melaporkan SPT, tentu

menjadi pendorong pihak Direktorat Jenderal Pajak untuk mencari solusi atas

masalah ini. Peningkatan sistem di bidang perpajakan telah dilakukan untuk

membuat wajib pajak semakin nyaman dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya.

Aplikasi, atau sistem yang mendorong wajib pajak untuk melaporkan SPT

tepat waktu. Terlebih lagi penyalahgunaan faktur pajak yang semakin tinggi

dan SPT Masa yang waktunya lebih singkat dan disampaikan setiap bulannya

jika terjadi transaksi. Oleh karena itu diadakan penelitian lebih lanjut untuk

menguji apakah penerapan e-Faktur, penerapan e-SPT PPN berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak. Model penelitian ini dapat digambarkan

(33)

Gambar 2.9 Kerangka Konseptual

Penerapan e-Faktur merupakan media penerbitan faktur pajak secara

elektronik. Tujuan diterbitkannya e-Faktur untuk mengurangi penyalahgunaan

faktur pajak yang tidak sesuai dengan transaksi, mengurangi faktur pajak ganda,

mengurangi penerbitan faktur pajak untuk WP non PKP, sehingga dapat

meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Penerapan e-SPT PPN merupakan penerapan penyampaian SPT melalui

media digital ke Kantor Pelayanan Perpajakan. Media ini digalakkan agar

memberi kemudahan wajib pajak dalam menyampaikan SPT tanpa harus

menyampaikan SPT melalui manual. Kepraktisan melalui digital ini diharapkan

akan mempengaruhi wajib pajak untuk lebih patuh melaporkan SPT. Kepatuhan

melaporkan SPT Tahunan maupun SPT Masa adalah tujuan Dirjen Pajak

meluncurkan aplikasi e-SPT PPN

2.11 Perumusan Hipotesis

e-Faktur merupakan salah satu media dalam penerbitan faktur pajak secara

elektronik. Penerapan e-Faktur akan memudahkan wajib pajak dalam

melaksanakan kewajiban perpajakannya, melindungi wajib pajak dari PENERAPAN e-FAKTUR

(X1)

(34)

penyalahgunaan faktur pajak yang tidak sah karena setiap faktur pajak masukan

dan keluaran harus melalui proses approval dari Direktorat Jenderal Pajak

sehingga tingkat kepatuhan Wajib Pajak khususnya PKP dapat lebih ditingkatkan

dan juga penerimaan pajak dapat lebih ditingkatkan . Berdasarkan uraian tersebut,

maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

�1 : Penerapan e-Faktur berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak .

e-SPT merupakan salah satu modernisasi sistem perpajakan yang

digunakan untuk memudahkan wajib pajak melaporkan SPT Masa atau

Tahunan. Penerapan e-SPT akan memudahkan wajib pajak dan Direktorat

Jenderal Pajak memperhitungkan penerimaan pajak secara tepat dan cepat.

Menurut Kamelia (2008) terdapat perbedaan yang signifikan antara kepatuhan

wajib pajak sebelum dan sesudah program e-SPT dalam melaporkan SPT Masa

PPN yang diterima. Hal ini disebabkan oleh program e-SPT yang telah

diimplementasikan ternyata lebih memudahkan wajib pajak untuk melaporkan

SPT-nya.

Berdasarkan penjelasan terurai di atas, maka hipotesis yang dapat

dirumuskan adalah sebagai berikut:

�2 : Penerapan e-SPT PPN berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak.

�3 : Penerapan aplikasi e-Faktur dan e-SPT PPN secara simultan berpengaruh

Gambar

Tabel 2. 1 Perbedaan Faktur Pajak Kertas & e-Faktur
Gambar 2.1 Faktur Pajak Sumber : www.pajak.go.id
Gambar 2.2 Faktur Pajak Elektronik
Gambar 2. 3 Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan e-Faktur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anda akan melihat bahwa Anda harus menggunakan literatur untuk menjelaskan penelitian Anda - setelah semua, Anda tidak menulis tinjauan literatur  hanya untuk memberitahu pembaca

Oleh karena itu dapat dipertegas bahwa pemerintah telah menjalankan perannya sesuai dengan kapasitasnya sebagai regulator untuk melakukan intervensi dalam pasar dan dunia

Hasil penentuan pengaruh massa adsorben terhadap adsorpsi ion Fe 2+ dikembangkan dari metode yang dilakukan oleh Dede (2010), dilakukan pada konsentrasi adsorbat

Penakar hujan adalah instrumen yang digunakan untuk mendapatkan dan mengukur jumlah curah hujan pada satuan waktu tertentu.Dalam penelitian ini akan dilakukan rancang bangun

Bila dilihat dari sumber pertumbuhan ekonomi NTB hingga triwulan III-2016, Pembentukan Modal Tetap Bruto menjadi sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 2,38 poin, diikuti

Peneliti mengobservasi 15 rekam medis pasien, terdapat 10 rekam medis yang tidak lengkap dalam pengisian dokumentasi asuhan keperawatan yang berhubungan dengan pengisian

• Denda sebesar 50% dari biaya program untuk pembatalan yang dilakukan 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal penyelenggaraan.. • Denda sebesar 100% dari biaya program untuk

Oleh karena itu sadarilah, bahwa orang lain tidak mengetahui apa yang ada dalam pikiran kita sebenarnya, dan kitapun tidak tahu apa yang sedang dipikirkan orang, kecuali dari