• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENGENDALIAN GULMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN JAGUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK PENGENDALIAN GULMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN JAGUNG"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PENGENDALIAN

GULMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN JAGUNG

Oleh :

Elly Sarnis Pukesmawati, SP. MP.

I. PENDAHULUAN

Keberhasilan pengendalian gulma, hama dan penyakit pada tanaman jagung merupakan faktor-faktor penentu tercapainya tingkat hasil jagung yang tinggi. Gulma pada pertanaman jagung umumnya dikendalikan dengan cara mekanis dan kimiawi. Pengendalian gulma secara kimiawi berpotensi merusak lingkungan, sehingga perlu dibatasi melalui pemaduan dengan cara pengendalian lainnya. Pengendalian gulma dilaksanakan bila gulma itu benar-benar merugikan.

Herbisida adalah zat kimia yang dapat menekan pertumbuhan gulma dan bahkan dapat mematikannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan “ asing” ini. Zat kimia yang berperan sebagai herbisida dicirikan oleh gugusan khusus yang terpenting adalah toksisitas pada tanaman, suatu gugusan yang dapat membunuh tanaman pada laju dosis tertentu.

Hama adalah hewan yang merusak tanaman atau hasil tanaman karena aktivitas hidupnya, terutama aktivitas untuk memperoleh makanan. Serangga hama didefinisikan sebagai serangga yang mengganggu dan atau merusak tanaman baik secara ekonomis atau estetis. Definisi hama itu tidak harus dihubungkan dengan pengendaliannya. Pada populasi serangga yang rendah sehingga kerugian yang diderita tanaman kecil, tetap serangga itu dikatakan serangga hama tetapi bukan memerlukan strategi pengendalian.

Penyakit adalah gangguan pada tanaman yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa, jamur, cacing nematoda) protozoa, jamur, cacing nematoda) Penyebaran penyakit melalui angin, air, serangga dan penyebaran penyakit melalui angin, air, serangga dan faktor lingkungan (kelembapan dan suhu) faktor lingkungan (kelembapan dan suhu) tanaman

(2)

yang terserang. Berdasarkan konsep segitiga penyakit, pada dasarnya penyakit hanya dapat terjadi jika ketiga faktor yaitu patogen, inang dan lingkungan mendukung. Inang dalam keadaan rentan, pathogen bersifat virulen (daya infeksi tinggi) dan jumlah yang cukup, serta lingkungan yang mendukung. Lingkungan berupa komponen lingkungan fisik (suhu, kelembaban, cahaya) maupun biotik (musuh alami, organisme kompetitor). Dari konsep tersebut jelas sekali bahwa perubahan salah satu komponen akan berpengaruh terhadap intensitas penyakit yang muncul.

Gangguan penyakit oleh virus dan protozoa dapat dihilangkan dengan penggunaan pestisida. Penyakit pada tumbuhan sering juga diakibatkan oleh datangnya hewan pengganggu seperti wereng, belalang, dan berbagai jenis serangga lainnya. Gangguan ini dapat dihilangkan dengan penggunaan insektisida

Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara kimia dan hayati. Pengendalian secara kimia dapat menggunakan pestisida. Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, mengikat, atau membasmi organism pengganggu. Sedangkan pengendalian hayati adalah pengendalian semua makhluk hidup yang dianggap sebagai OPT dengan cara memanfaatkan musuh alami, memanipulasi inang, lingkungan atau musuh alami itu sendiri.

Pengendalian hayati memiliki arti khusus, karena pada umumnya beresiko kecil, tidak mengakibatkan kekebalan atau resurgensi, tidak membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan dan tidak memerlukan banyak input luar. Pengendalian ini secara terpadu diharapkan dapat menciptakan kondisi yang tidak mendukung bagi kehidupan organisme penyebab penyakit atau mengganggu siklus hidupnya (Untung, 2001).

(3)

II. KEGIATAN PEMBELAJARAN

1.1. Pengertian Gulma

Gulma sering disebut juga “tumbuhan pengganggu” karena bersaing dengan tanaman utama terhadap kebutuhan sumberdaya (resources) yang sama yaitu unsure hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh. Sebagai akibat dari persaingan tersebut, produksi tanaman menjadi tidak optimal atau dengan kata lain ada kehilangan hasil dari potensi hasil yang dimiliki oleh tanaman. Kehilangan hasil tanaman sangat bervariasi, dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain, kemampuan tanaman berkompetisi, jenis-jenis gulma, umur tanaman dan umur gulma, tehnik budidaya dan durasi mereka berkompetisi.

1.2. Tujuan dan manfaat pengendalian gulma a. Tujuan

Secara umum tujuan pengendalian gulma yaitu sebagai berikut:

1. Meminimalkan kehilangan hasil tanaman jagung dengan cara mengurangi tanaman pesaing

2. meningkatkan aksesibilitas tanaman jagung terhadap efisiensi dan efektivitas pemupukan

3. Meningkatkan produktifitas kerja petani jagung b. Manfaat

Manfaat pengendalian gulma yaitu : 1. Menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya 2. Mengurangi gangguan terhadap struktur tanah,

3. Gulma yang mati berfungsi sebagai mulsa yang bermanfaat mempertahankan kelembaban tanah, mengurangi erosi, menekan pertumbuhan gulma baru, dan berfungsi sebagai sumber bahan organik dan hara.

(4)

1.3. Pengelompokan gulma

Jenis gulma tertentu merupakan pesaing tanaman jagung dalam mendapatkan air, hara, dan cahaya. Di Indonesia terdapat 140 jenis gulma berdaun lebar, 36 jenis gulma rumputan, dan 51 jenis gulma teki. Pengelompokan gulma diperlukan untuk memudahkan pengendalian. Pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan daur hidup, habitat, ekologi, klasifikasi taksonomi dan tanggapan terhadap herbisida.

Berdasarkan daur hidup dikenal gulma setahun (annual) yang hidupnya kurang dari setahun dan gulma tahunan (perennial) yang siklus hidupnya lebih dari satu tahun. Berdasarkan habitatnya dikenal gulma daratan dan gulma air, yang terbagi lagi atas gulma mengapung, gulma tenggelam dan gulma sebagian mengapung dan sebagian tenggelam. Berdasarkan ekologi dikenal gulma sawah, gulma lahan kering, gulma perkebunan dan gulma rawa atau waduk.

(5)

Gambar 2. Gulma golongan teki Cyperus rotundus L.

(6)

1.4. Cara pengendalian gulma

a. Cara pengendalian gulma secara kimia 1. Pengertian herbisida

Herbisida adalah zat kimia yang dapat menekan pertumbuhan gulma dan bahkan dapat mematikannya.

Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk membasmi gulma, harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat, yaitu : - Tepat mutu - Tepat waktu - Tepat sasaran - Tepat takaran - Tepat konsentrasi - Tepat cara aplikasinya.

Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektifitas, dan aman bagi lingkungan.

2. Cara Kerja Herbisida

Cara kerja herbisida di kelompokkan menjadi dua yaitu: herbisida kontak dan sistemik.

1) Herbisida Kontak.

Herbisida ini hanya mampu membasmi gulma yang terkena semprotan saja, terutama bagian yang berhijau daun dan aktif berfotosintesis.

Keistimewaannya, dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Sehingga bermanfaat jika waktu penanaman harus segera dilakukan. Kelemahannya, gulma akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian. Contoh herbisida kontak adalah paraquat.

(7)

2) Herbisida Sistemik.

Cara kerja herbisida ini di alirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya. Keistimewaannya, dapat mematikan tunas - tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Contoh herbisida sistemik adalah glifosat, sulfosat.

Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas herbisida sistemik, yaitu:

 Gulma harus dalam masa pertumbuhan aktif  Cuaca cerah waktu menyemprot.

 Tidak menyemprot menjelang hujan.  Keringkan areal yang akan disemprot.  Gunakan air bersih sebagai bahan pelarut.

 Boleh dicampur dengan herbisida 2,4D amina atau dengan herbisida Metsulfuron.

3) Selektivitas Herbisida

Herbisida ada yang selektif dan tidak selektif. Herbisida selektif hanya membasmi gulma dan tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Contoh : Herbisida propanil, membasmi gulma golongan berdaun pita, Herbisida 2,41D amina membasmi gulma berdaun lebar dan teki.

Herbisida Tidak Selektif, herbisida ini dapat membasmi gulma sekaligus tanamannya. Contoh : Herbisida glifosat, membasmi semua gulma dan tanaman yang mengandung butir hijau daun.

Selektif tidaknya suatu herbisida tergantung juga takaran yang digunakan. Semakin tinggi takaran yang digunakan, akan semakin berkurang selektivitasnya.

3. Waktu Aplikasi Herbisida

Waktu aplikasi herbisida harus disesuaikan dengan tujuan dan sasarannya. Herbisida untuk penyiapan lahan (pra-tanam), dan herbisida untuk pemeliharaan (pra-tumbuh dan pasca-tumbuh) berbeda penggunaannya.

(8)

Pratanam adalah herbisida di semprotkan kepada gulma yang sedang tumbuh sebagai penyiapan lahan sebelum tanam. Herbisida pra-tanam adalah glifosat dan paraquat, dengan takaran sesuai anjuran.

Pratumbuh, herbisida yang diaplikasikan sebelum gulma dan tanaman berkecambah, atau herbisida yang diaplikasikan pada gulma belum berkecambah tetapi tanaman sudah tumbuh.

Aplikasi herbisida biasanya dilakukan pada 0-4 hari setelah pengolahan tanah (sebelum atau setelah tanam).

Biji-biji gulma akan berkecambah pada umur 3-5 hari setelah pengolahan tanah. Oleh karena itu, aplikasi herbisida pra-tumbuh harus dilakukan sebelum 3-4 hari setelah pengolahan tanah.

Pasca-tumbuh, aplikasi herbisida ini dilakukan pada gulma dan tanaman sudah tumbuh. Herbisida pasca-tumbuh yang tidak selektif seperti glifosat bisa juga digunakan untuk pemeliharaan atau penyiangan, asalkan dalam penyemprotannya tidak boleh mengenai tanaman padi (harus menggunakan corong), karena bila terkena akan menimbulkan keracunan dan bahkan tanaman padinya bisa mati.

4. Menghitung kebutuhan herbisida

Penyemprotan membutuhkan alat penyemprot dan larutan herbisida yang disemprotkan. Larutan herbisida dapat pula ditentukan dan penentuannya dengan menghitung. Sebelum penyemprotan, tindakan yang penting untuk diingat adalah menjaga agar penyemprotan secara menyeluruh harus bersih. Jelasnya, tangki harus bersih dari bekas penggunaan sebelumnya. Larutan harus homogeny, kalibrasi seyogyanya dilaksanakan beberapa kali. Kalibrasi adalah menghitung/mengukur kebutuhan air suatu alat semprot untuk luasan areal tertentu. Kalibrasi harus dilakukan pada setiap kali akan melakukan penyemprotan yang gunanya adalah :

- Menghindari pemborosan herbisida

- Memperkecil terjadinya keracunan pada tanaman akibat penumpukan herbisida

(9)

Apabila menggunakan alat semprot (tangki) ukuran 2,5 liter dan lebar semprotnya 1,5 meter, maka apabila luas areal yang akan disemprot adalah 1 Ha (10.000m2) maka banyaknya air yang dibutuhkan adalah :

Volume air = =

= 500 liter/Ha

Apabila takaran herbisida yang akan digunakan adalah tiga liter (3000 ml)/Ha maka herbisida yang dibutuhkan untuk 15 liter air air pencampur adalah :

Volume herbisida =

= 90 ml herbisida/15 liter air 5. Cara mengaplikasikan herbisida

Herbisida akan berhasil dan efektif apabila digunakan dengan benar sesuai petunjuk yaitu :

- Merata keseluruh areal sasaran

- Takaran sesuai dengan kebutuhan per satuan luas Langkah-langkah penyemprotan :

1. Menyiapkan hand sprayer (tipe semi otomatis)

2. Menyiapkan gelas ukur, ember (kapasitas + 10 liter), pengaduk, sarung tangan, masker, corong, topi, wear park, herbisida dan air.

3. Gunakan masker dan sarung tangan.

4. Ukur volume herbisida, dan campurkan dengan air + 10 liter 5. Mengaduk herbisida dengan air, gunakan pengaduk

6. Menuangkan dalam tangki hand sprayer, gunakan corong 7. Menutup tangki hand sprayer dengan rapat.

8. Menggendong hand sprayer

9. Menutup kran nozel, gerakkan tuas pompa hand sprayer 3-5 kali, selanjutnya buka kran nozel

10. Menyemprot lahan tanaman jagung yang ada gulmanya. 11. Membersihkan hand sprayer

(10)

b. Cara pengendalian gulma secara mekanis

Tehnik pengendalian gulma secara mekanis antara lain adalah sebagai berikut :

1. Menggunakan tangan

Tehnik pengendalian gulma dengan mekanik pada jenis-jenis gulma terutama gulma yang berdaun lebar, yang baru tumbuh dan mempunyai perakaran yang dangkal dapat dilakukan dengan cara mencabut secara manual dengan menggunakan tangan.

Gambar 4: Mengendalikan Gulma Dengan Tangan

2. Menggunakan cangkul

Tehnik pengendalian gulma dengan menggunakan cangkul, sangat mudah dilaksanakan, yaitu dengan cara mencangkul permukaan tanah yang ditumbuhi oleh gulma/tanaman liar yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman jagung. Pada saat mencangkul gulma diusahakan kedalaman cangkul dapat mengangkat tanaman gulma berikut dengan akarnya, dengan kemiringan cangkul 450, kemudian gulma yang telah dicangkul

(11)

dibersihkan dari tanah yang masih terikut dan selanjutnya gulma-gulma tersebut dibuang.

Gambar 5: Mengendalikan Gulma dengan cangkul

3. Membumbun tanaman jagung

Pembumbunan tanaman umumnya dilakukan petani dengan menggunakan cangkul. Tanah disekitar tanaman diambil dengan cangkul dan dipindahkan ke sekitar perakaran tanaman. Cara pembumbunan seperti ini efektif memperkuat perakaran tanaman.

Ditinjau dari produktifitas kerja, kegiatan pembumbunan konvensional ini sebenarnya sangat melelahkan dan biaya tinggi., Untuk membumbun lahan seluas 1 Ha diperlukan waktu 176 jam. Apabila diasumsikan kapasitas kerja petani 8 jam/hari, maka diperlukan waktu 21 hari untuk pembumbunan. Namun demikian kegiatan pembumbunan perlu dilakukan mengingat manfaatnya untuk memperkokoh dan memperkuat pertanaman.

Selain itu kedalaman pembumbunan dengan cangkul hanya 9 – 10 cm, sehingga pengairan yang diberikan melimpah diatas alur dan menggenangi seluruh lahan. Cara ini tentu tidak efisien dalam penggunaan air.

(12)

Kegiatan pembumbunan biasanya dilakukan bersamaan dengan penyiangan pertama dan pembuatan saluran, atau setelah pemupukan ke dua (35 HST) bersamaan dengan penyiangan ke dua secara mekanis

Penyiangan dapat dilakukan bilamana tumbuhan pengganggu mulai tumbuh dan bersaing untuk mendapatkan makanan atau hara. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda atau kecil biasanya dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dan sebagainya. Yang penting penyiangan ini tidak mengganggu tanaman pokok, terutama perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah.

Ke dalaman alur pembumbunan yang mencapai 22 cm memungkinkan tanaman tumbuh lebih cepat dan tahan rebah. Tanah yang gembur disebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul pada bidang dekat pangkal tanaman jagung, kemudian ditimbun dibarisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang

Gambar 6 : Membumbun Tanaman Jagung

(13)

Gambar 7: Tanaman Jagung Yang Telah Dibumbun

2.1. Mengenal jenis-jenis dan Cara mengendalikan hama pada Tanaman jagung

1. Penggerek Batang Jagung (Ostrinia furnacalis guen) a. Ciri-ciri Bioekologi Penggerek Batang Jagung

Ngengat, ngengat aktif malam hari, dan menghasilkan beberapa generasi pertahun, umur imago/ngengat dewasa 7-11 hari.

Telur, telur diletakkan berwarna putih, berkelompok, satu kelompok telur beragam antara 30-50 butir, seekor ngengat betina mampu meletakkan telur 602-817 butir, umur telur 3-4 hari. Ngengat betina lebih menyukai meletakkan telur pada tanaman jagung yang tinggi dan telur di letakkan pada permukaan bagian bawah daun utamanya pada daun ke 5-9, umur telur 3-4 hari.

Larva, larva yang baru menetas berwarna putih kekuning-kuningan, makan berpindah pindah, larva muda makan pada bagian alur bunga jantan, setelah instar lanjut menggerek batang, umur larva 17-30 hari.

Pupa, pupa biasanya terbentuk di dalam batang, berwarna coklat kemerah merahan, umur pupa 6-9 hari.

Tanaman inang, tanaman inang untuk penggerek batang jagung jagung, sorgum, Panicum spp.

(14)

b. Menentukan tingkat serangan hama

Gejala serangan Larva O. furnacalis ini mempunyai karakteristik kerusakan pada setiap bagian tanaman jagung yaitu lubang kecil pada daun, lubang gorokan pada batang, bunga jantan, atau pangkal tongkol, batang dan tassel yang mudah patah, tumpukan tassel yang rusak. Bentuk larva dan tanaman yang diserang hama penggerek batang disajikan pada Gambar 1.

3. Mengendalikan Hama Tanaman Jagung a. Mengendalikan Hama secara Teknis

1. Waktu tanam yang tepat,

2. Tumpangsari jagung dengan kedelai atan kacang tanah. 3. Pemotongan sebagian bunga jantan (4 dari 6 baris tanaman)

Gambar 8. Penggerek batang jagung

b. Mengendalikan Hama secara Hayati

Pemanfaatan musuh alami seperti : Parasitoid Trichogramma spp. Parasitoid tersebut dapat memarasit telur O. furnacalis. Predator Euborellia

(15)

annulata memangsa larva dan pupa O. furnacalis. Bakteri Bacillus thuringiensis Kurstaki mengendalikan larva O. furnacalis, Cendawan

sebagai entomopatogenik adalah Beauveria bassiana dan Metarhizium

anisopliae mengendalikan larva O. furnacalis. Ambang ekonomi 1 larva

/tanaman.

c. Mengendalikan Hama secara Kimia

Penggunaan insektisida yang berbahan aktif monokrotofos, triazofos, diklhrofos, dan karbofuran efektif untuk menekan serangan penggerek batang jagung.

2. Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) a. Ciri-ciri Bioekologi Ulat Grayak

Ngengat, dengan sayap bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap belakang berwarna keputihan, aktif malam hari.

Telur, berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing berisi 25 – 500 butir) tertutup bulu seperti beludru (Gambar).

Larva, mempunyai warna yang bervariasi, ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup berkelompok. Ulat menyerang tanaman pada malam hari, dan pada siang hari bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab). Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.

Pupa, ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwana coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm.

Siklus hidup, siklus hidup berkisar antara 30 – 60 hari (lama stadium telur 2 – 4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 – 46 hari, pupa 8 – 11 hari).

Tanaman Inang, hama ini bersifat polifag, selain jagung juga menyerang tomat, kubis, cabai, buncis, bawang merah, terung, kentang, kangkung, bayam, padi, tebu, jeruk, pisang, tembakau, kacang-kacangan,

(16)

tanaman hias, gulma Limnocharis sp., Passiflora foetida, Ageratum sp., Cleome sp., dan Trema sp.

Gambar 9. Ngenat, kelompok telur dan larva Ulat grayak

2). Menentukan tingkat serangan hama

Gejala Serangan larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok. dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim kemarau.

3). Mengendalikan Hama Tanaman Jagung a. Mengendalikan hama secara teknis

1. Pembakaran tanaman

2. Pengolahan tanah yang intensif.

b. Mengendalikan hama secara fisik / mekanis

1. Mengumpulkan larva atau pupa dan bagian tanaman yang terserang kemudian memusnahkannya

2. Penggunaan perangkap feromonoid seks untuk ngengat sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang di tengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu.

(17)

c. Mengendalikan hama secara hayati

Pemanfaatan musuh alami seperti : patogen Sl-NPV (Spodoptera litura – Nuclear Polyhedrosis Virus), cendawan Cordisep, Aspergillus flavus,

Beauveria bassina, Nomuarea rileyi, dan Metarhizium anisopliae, bakteri Bacillus thuringensis, nematoda Steinernema sp., predator Sycanus sp., Andrallus spinideus, Selonepnis geminada, parasitoid Apanteles sp., Telenomus spodopterae, Microplistis similis, dan Peribeae sp.

d. Mengendalikan hama secara kimiawi

Beberapa insektisida yang dianggap cukup efektif adalah monokrotofos, diazinon, khlorpirifos, triazofos, dikhlorovos, sianofenfos, dan karbaril apabila berdasarkan hasil pengamatan tanaman contoh, intensitas serangan mencapai lebih atau sama dengan 12,5 % per tanaman contoh.

3. Penggerek Tongkol Jagung (Helicoverpa armigera HBN.) a. Ciri-ciri Bioekologi Penggerek Tongkol Jagung

Imago, imago betina H. armigera meletakkan telur pada rambut jagung. Rata-rata produksi telur imago betina adalah 730 butir, telur menetas dalam tiga hari setelah diletakkan .

Larva, larva spesies ini terdiri dari lima sampai tujuh instar. Khususnya pada jagung, masa perkembangan larva pada suhu 24 sampai 27,2oC adalah 12,8 sampai 21,3 hari. Larva serangga ini memiliki sifat kanibalisme. Spesies ini mengalami masa pra pupa selama satu sampai empat hari. Masa pra pupa dan pupa biasanya terjadi dalam tanah dan kedalamannya bergantung pada kekerasan tanah.

Pupa, pupa pada umumnya pupa terbentuk pada kedalaman 2,5 sampai 17,5 cm. Terkadang pula serangga ini berpupa pada permukaan tumpukan limbah tanaman atau pada kotoran serangga ini yang terdapat pada tanaman. Pada kondisi lingkungan mendukung, fase pupa bervariasi dari enam hari pada suhu 35oC sampai 30 hari pada suhu 15oC.

(18)

Gambar 10. Ngengat, larva, pupa Penggerek tongkol jagung (Helicoverpa

armigera Hbn)

b. Menentukan tingkat serangan hama

Gejala Serangan, Imago betina akan meletakkan meletakkan telur pada silk jagung dan sesaat setelah menetas larva akan menginvasi masuk kedalam tongkol dan akan memakan biji yang sedang mengalami perkembangan. Infestasi serangga ini akan menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung.

c. Mengendalikan Hama Penggerek tongkol jagung 1. Hayati

Musuh alami yang digunakan sebagai pengendali hayati dan cukup efektif untuk mengendalikan penggerek tongkol adalah Parasit, Trichogramma spp. yang merupakan parasit telur sedangkan Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae) parasit pada larva muda.Cendwan,Metarhizium

anisopliae.menginfeksi larva. Bakteri, Bacillus thuringensis, Virus

Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) menginfeksi larva.

2. Pengendalian secara Kultur Teknis

Pengelolaan tanah yang baik akan merusak pupa yang terbentuk dalam tanah dan dapat mengurangi populasi H. armigera berikutnya.

(19)

3. Pengendalian secara Kimiawi

Untuk mengendalikan larva H. armigera pada jagung, penyemprotan insektisida Decis dilakukan setelah terbentuknya rambut jagung pada tongkol dan diteruskan (1-2) hari hingga rambut jagung berwarna coklat. 4. Lalat Bibit (Atherigona sp.)

a. Ciri-ciri Bioekologi Lalat Bibit (Atherigona sp)

Imago, Lama hidup serangga dewasa bervariasi antara lima sampai 23 hari dimana betina hidup dua kali lebih lama dari pada jantan. Serangga dewasa sangat aktif terbang dan sangat tertarik pada kecambah atau tanaman yang baru muncul di atas permukaan tanah. Imago kecil dengan ukuran panjang 2,5 mm sampai 4,5 mm.

Telur, Imago betina mulai meletakkan telur tiga sampai lima hari setelah kawin dengan jumlah telur tujuh sampai 22 butir atau bahkan hingga 70 butir. Imago betina meletakkan selama tiga sampai tujuh hari, diletakkan secara tunggal, berwarna putih, memanjang, diletakkan dibawah permukaan daun.

Larva terdiri dari tiga instar yang berwarna putih krem pada awalnya dan selanjutnya menjadi kuning hingga kuning gelap. Larva yang baru menetas melubangi batang yang kemudian membuat terowongan hingga dasar batang sehingga tanaman menjadi kuning dan akhirnya mati.

Pupa, pupa terdapat pada pangkal batang dekat atau di bawah permukaan tanah, umur pupa 12 hari pada pagi atau sore hari. Puparium berwarna coklat kemerah-merahan sampai coklat dengan ukuran panjang 4,1 mm.

(20)

Gambar 11. Imago, larva, pupa, gejala serangan lalat bibit (Atherigona sp.)

Inang tanaman Jagung, padi gogo, sorgum, gandum, rumput, Cynodon sp.,

Panicum sp., dan Paspalum.

b. Mengendalikan lalat bibit (Atherigona sp.) 1. Mengendalikan secara hayati

Parasitoid yang memarasit telur adalah Trichogramma spp. dan parasit larva adalah Opius sp. dan Tetrastichus sp. Predator Clubiona

japonicola yang merupakan predator imago.

2. Mengendalikan secara Kultur Teknis dan Pola Tanam

Lalat bibit beraktifitas selama satu sampai dua bulan pada musim hujan, maka dengan mengubah waktu tanam, pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi, dan tanam serempak maka serangan dapat dihindari. Varietas Resisten

Galur-galur jagung QPM putih yang tahan terhadap lalat bibit adalah 11, 12, 44, MSQ-P1(S1)-C1-45, sementara galur-galur jagung QPM kuning yang tahan terhadap

(21)

serangga hama ini adalah K1(S1)-C1-16, K1(S1)-C1-35, MSQ-K1(S1)-C1-50.

3. Pengendalian secara kimiawi

Pengendalian dengan insektisida dapat dilakukan dengan perlakuan benih (seed dressing) yaitu thiodikarb dengan dosis 7,5-15 g b.a./kg benih atau karbofuran dengan dosis 6 g b.a./kg benih. Selanjutnya setelah tanaman berumur 5-7 hari, tanaman disemprot dengan karbosulfan dengan dosis 0,2 kg b.a./ha atau thiodikarb 0,75 kg b.a/ha. Penggunaan insektisida hanya dianjurkan di daerah endemik .

5. Mengendalikan Belalang (Locusta migratoria) a. Ciri-ciri Bioekologi belalang

Telur, seekor betina mampu menghasilkan telur sekitar 270 butir. Telur ini berwarna keputih-putihan dan berbentuk buah pisang, tersusun rapi dalam tanah sedalam sekitar 10 cm. menetas setelah 10-50 hari. Seekor betina mampu menghasilkan enam sampai tujuh kantong telur dalam tanah dengan jumlah 40 butir per kantong. Nimfa mengalami lima kali ganti kulit (lima instar, Stadiaum nimfa terjadi selama 38 hari.

Imago betina yang memiliki warna coklat kekuning-kuningan siap meletakkan telur setelah lima sampai 20 hari bergantung temperatur. Imago betina hanya membutuhkan satu kali kawin untuk meletakkan telur-telurnya dalam kantong-kantong. Sementara Imago jantan yang memiliki warna kuning mengkilap berkembang lebih cepat dibandingkan dengan betinanya. Lama hidup dewasa adalah 11 hari.

(22)

Siklus hidup rata-rata 76 hari sehingga dalam setahun dapat mengahsilkan empat sampai lima generasi di daerah tropis utamanya Asia Tenggara, sementara di daerah Subtropis serangga ini hanya menghasilkan satu generasi per tahun.

Gambar 12. Kelompok belalang

Dalam kehidupan dan perkembangan koloni belalang kembara dikenal mengalami tiga fase pertumbuhan populasi yaitu fase soliter, fase transien, dan fase gregaria. Pada fase “soliter”, belalang hidup sendiri-sendiri dan tidak menimbulkan kerugian atau kerusakan tanaman. Pada fase “gregaria”, belalang kembara hidup bergerombol dalam kelompok-kelompok besar, berpindah-pindah tempat dan menimbulkan kerusakan tanaman secara besar-besaran pula. Perubahan fase dari soliter ke gregaria dan sebaliknya dari gregaria kembali ke soliter dipengaruhi oleh kondisi iklim, melalui fase yang disebut transien.

Tanaman yang paling disukai belalang kembara adalah kelompok “Graminae” yaitu padi, jagung, sorgum, tebu, alang-alang, gelagah dan berbagai jenis rumput. Selain itu, belalang dapat memakan daun kelapa, bambu, kacang tanah, petsai, sawi, kubis daun. Tanaman yang tidak disukai

(23)

antara lain kacang hijau, kedelai, kacang panjang, ubi kayu, tomat, ubi jalar dan kapas.

b. Menentukan Gejala Serangan

Gejala serangan daun biasanya bagian pertama yang diserang dan termakan hampir keseluruhan daun termasuk tulang daun jika serangannya parah. Spesies ini dapat pula memakan batang dan tongkol jagung jika populasinya sangat tinggi dengan sumber makanan terbatas

Gambar 13. Gejala serangan belalang c. Mengendalikan Belalang

1. Mengendalikan secara hayati

Agens hayati Metharrizium anisopliae var. acridium, Beauveria bassiana,

Enthomophaga sp. dan Nosuma cocustal di beberapa negara terbukti dapat

digunakan pada saat populasi belum meningkat. 2. Mengendalikan dengan Pola tanam

Mengatur pola tanam dengan tanaman alternatif yang tidak atau kurang disukai belalang atau penanaman tumpang sari dan diversifikasi pada areal yang sudah terserang belalang apabila musim tanam belum terlambat, maka upayakan segera dilakukan penanaman kembali dengan tanaman yang tidak disukai belalang seperti, kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang

(24)

panjang, tomat, atau tanaman yang kurang disukai belalang seperti kacang tanah, petsai, kubis, sawi.

3. Mengendalikan secara Mekanis

Melakukan gerakan massal pengendalian mekanis sesuai stadia populasi, dilakukan kegiatan pengumpulan kelompok telur yaitu dengan melakukan pengolahan tanah sedalam 10 cm, kelompok telur diambil dan dimusnahkan, kemudian lahannya segera ditanami kembali dengan tanaman yang tidak disukai belalang.

Pengendalian nimfa dengan cara memukul, menjaring, membakar atau perangkap lainnya. Pengendalian pada saat nimfa adalah kunci penting menghalau nimfa ke suatu tempat yang sudah disiapkan di tempat terbuka untuk kemudian dimatikan.

4. Mengendalikan secara Kimiawi

Pada keadaan populasi tinggi, dalam waktu singkat harus diupayakan penurunan populasi. Apabila cara-cara lain sudah ditempuh populasi masih tetap tinggi alternatif lainnya yaitu penggunaan insektisida yang efektif dan diijinkan. Pengendalian yang tepat dilakukan sejak stadia nimfa kecil karena belum merusak, lebih peka terhadap insektisida, dapat dilakukan pada siang hari. Apabila terpaksa karena terlambat atau tidak diketahui sebelumnya, pengendalian terhadap imago dilaksanakan pada malam hari pada saat belalang beristirahat. Jenis insektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan belalang adalah jenis insektisida berbahan aktif organofosfat seperti fenitrothion.

5. Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais (MOTSCH))

a. Ciri-ciri Bioekologi Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais)

Sitophilus zeamais Motsch dikenal dengan maize weevil atau kumbang

bubukan merupakan serangga yang bersifat polifag, selain menyerang jagung, juga beras, gandum, kacang tanah, kacang kapri, kacang kedelai, kelapa dan jambu mente, S. zeamais lebih dominan terdapat pada jagung dan beras. S.

(25)

zeamais merusak biji jagung dalam penyimpanan dan juga dapat menyerang

tongkol jagung yang masih berada di pertanaman.

Telur, telur diletakkan satu per satu pada lubang gerekan didalam biji, Keperidian imago sekitar 300-400 butir telur; stadia telur kurang lebih enam hari pada suhu 250C

Larva, larva kemudian menggerek biji dan hidup di dalam biji, umur kurang lebih 20 hari pada suhu 250C dan kelembaban nisbi 70%.

Pupa, pupa terbentuk di dalam biji dengan stadia pupa berkisar 5-8 hari. Imago, imago yang terbentuk berada di dalam biji selama beberapa hari sebelum membuat lubang keluar. Imago dapat bertahan hidup cukup lama yaitu dengan makan sekitar 3-5 bulan jika tersedia makanan dan sekitar 36 hari jika tanpa makan.

Siklus hidup, siklus hidup sekitar 30-45 hari pada kondisi suhu optimum 290C, kadar air biji 14% dan kelembaban nisbi 70%. Perkembangan populasi sangat cepat bila bahan simpanan kadar airnya di atas 15%.

(26)

b. Mengendalikan kumbang bubuk

1. Mengendalikan dengan Pengelolaan tanaman dan gudang

Tanaman, serangan selama tanaman di lapangan dapat terjadi jika tongkol terbuka, sehingga mudah terserang kumbang bubuk. Tanaman yang kekeringan, dengan pemberian pupuk yang rendah menyebabkan tanaman mudah terserang busuk tongkol sehingga dapat diinfeksi oleh kumbang bubuk. Panen yang tepat pada saat jagung mencapai masak fisiologis, Panen yang tertunda dapat menyebabkan meningkatnya kerusakan biji di penyimpanan.

Varietas tanaman yang tahan, penggunaan varietas dengan kandungan asam fenolat tinggi dan kandungan asam aminonya rendah dapat menekan kumbang bubuk. Penggunaan varietas yang mempunyai penutupan kelobot yang baik

Kebersihan dan pengelolaan gudang, kebanyakan hama gudang cenderung bersembunyi atau melakukan hibernasi sesudah gudang tersebut kosong. Taktik yang digunakan termasuk membersihkan semua struktur gudang dan membakar semua biji yang terkontaminasi dan membuang dari area gudang. Selain itu karung-karung bekas yang masih berisi sisa biji harus dibuang. Semua struktur gudang harus diperbaiki, termasuk dinding yang retak-retak dimana serangga dapat bersembunyi, dan memberi perlakuan insektisida baik pada dinding maupun plafon gudang.

Persiapan biji jagung yang disimpan, kadar air biji ≤ 12% dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk. Perkembangan populasi kumbang bubuk akan meningkat pada kadar air 15% atau lebih.

Mengendalikan secara fisik dan mekanis, pada suhu lebih rendah dari 50C dan di atas 350C perkembangan serangga akan berhenti. Penjemuran dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk. Sortasi dapat dilakukan dengan memisahkan biji rusak yang terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat (utuh).

Mengendalikan kumbang bubuk secara hayati, bahan nabati yang dapat digunakan yaitu daun Annona sp., Hyptis spricigera, Lantana camara, daun Ageratum conyzoides, Chromolaena odorata, akar dari Khaya

(27)

senegelensis, Acorus calamus, bunga dari Pyrethrum sp., Capsicum sp., dan tepung biji dari Annona sp. dan Melia sp.

Penggunaan agensi patogen dapat mengendalikan kumbang bubuk seperti Beauveria bassiana pada konsentrasi 109 konidia/ml takaran 20 ml/kg biji dapat mencapai mortalitas 50%. Penggunaan parasitoid Anisopteromalus calandrae (Howard) mampu menekan kumbang bubuk.

Mengendalikan kumbang bubuk secara kimia melalui fumigas,fumigan merupakan senyawa kimia yang dalam suhu dan tekanan tertentu berbentuk gas, dapat membunuh serangga/hama melalui sistem pernafasan. Fumigasi dapat dilakukan pada tumpukan komoditas kemudian ditutup rapat dengan lembaran plastik. Fumigasi dapat pula dilakukan pada penyimpanan yang kedap udara seperti penyimpanan dalam silo, dengan menggunakan kaleng yang dibuat kedap udara atau pengemasan dengan menggunakan jerigen plastik, botol yang diisi sampai penuh kemudian mulut botol atau jerigen dilapisi dengan parafin untuk penyimpanan skala kecil. Jenis fumigan yang paling banyak digunakan adalah phospine (PH3), dan Methyl Bromida (CH3Br).

7. Kutu Daun (Aphids maidis)

a. Ciri-ciri Bioekologi Kutu Daun (Aphids maidis)

Kutu daun membentuk koloni yang besar pada daun yang meliputi betina yang bereproduksi secara partenogenesis (tanpa kawin). Seekor betina yang tidak bersayap mampu melahirkan rata-rata sebanyak 68.2 ekor nimfa, sementara betina bersayap 49 nimfa. Lama hidup imago adalah 4-12 hari

Nimfa, stadium nimfa terjadi selama 16 hari pada suhu 15oC, sembilan hari pada suhu 20oC, dan lima hari pada suhu 30oC. Ketiadaan fase telur di luar tubuh Aphids maidis betina karena proses inkubasi dan penetasan terjadi di dalam alat reproduksi betina dan diduga pula bahwa telur tidak mampu bertahan pada semua kondisi lingkungan. Serangga ini lebih senang berada pada suhu yang hangat dibandingkan pada suhu yang dingin. Aphids

maidis dalam kelompok yang besar di daun dan batang mengisap cairan daun

dan batang akibatnya daun berwarna tidak normal demikian pula bentuk daun yang tidak normal yang pada akhirnya tanaman mengering

(28)

Gambar 15. Kutu daun (Aphids maidis) dan gejala serangan b. Gejala serangan

Gejala serangan kutu daun dapat menyebabkan fotosintesis terhambat, sehingga daun berwarna tidak normal (kekuning-kuningan) sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan pada akhirnya daun akan mengering.

c. Mengendalikan kutu daun 1) Mengendalikan secara hayati

Aphelinus maidis dan Lysiphlebus mirzai (Famili: Braconidae) diketahui

berpotensil sebagai parasit pada hama ini. Coccinella sp. dan Micraspis sp. dapat dimanfaatkan sebagai predator

2) Mengendalikan dengan Kultur Teknis

Dengan polikultur akan meningkatkan predasi dari predator kutu daun dibandingkan dengan monokultur jagung.

3) Mengendalikan secara Kimiawi

Umumnya, kutu daun dapat dengan mudah dikendalikan dengan menggunakan insektisida kontak atau sistemik. Insektisida granular sering dipakai untuk mengendalikan hama ini pada tanaman sereal. Beberapa insektisida seperti malathion lebih disenangi dibanding yang lain karena lebih sedikit efeknya terhadap populasi musuh alami. Selain itu dimethoate dan methyl dimeton juga efektif untuk mengendalikan A. maidis pada jagung

(29)

3.1. Mengenal jenis-jenis dan cara mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh cendawan

1. Penyakit Bulai (Downy midew)  Penyebab penyakit

Penyakit bulai di Indonesia disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora

maydis dan Peronosclerospora philippinensis yang tersebar luas,

sedangkan Peronoscle-rospora sorghii hanya ditemukan di dataran tinggi Berastagi Sumatera Utara dan Batu Malang Jawa Timur.

 Gejala serangan penyakit

Gejala penyakit ini terjadi pada permukaan daun jagung berwarna putih sampai kekuningan diikuti dengan garis-garis klorotik, ciri lainnya adalah pada pagi hari di sisi bawah daun jagung terdapat lapisan beludru putih yang terdiri dari konidiofor dan konidium cendawan. Penyakit bulai pada tanaman jagung menyebabkan gejala sistemik yang meluas keseluruh bagian tanaman dan menimbulkan gejala lokal (setempat). Gejala sistemik terjadi bila infeksi cendawan mencapai titik tumbuh sehingga semua daun yang dibentuk terinfeksi. Tanaman yang terinfeksi penyakit bulai pada umur masih muda biasanya tidak membentuk buah, tetapi bila infeksinya pada tanaman yang lebih tua masih terbentuk buah dan umumnya pertumbuhannya kerdil.

Berdasarkan tingkatan umur dibedakan 3 tipe gejala

1. Tanaman jagung berumur 2-3 minggu yang terserang penyakit bulai ditandai dengan bentuk daun meruncing dan kecil. Daun Nampak kaku dan pertumbuhan batang terhambat. Warna daun menguning atau kuning kehijauan sampai kuning keputihan. Pada sisi bawah dain terdapat lapisan spora cendawan yang berwarna putih. Gejala ini tamptak jelas jika diamati pada pagi hari pukul 07.00

2. Tanaman jagung berumur 3-5 minggu yang terserang penyakit bulai mengalami gangguan pertumbuhan . pada daun yang sedang membuka terjadi perubahan warna dimulai dari pangkal daun. Pada tanaman

(30)

yang mulai berubah menyebabkan tongkol, abnormal, kecil, biji dalam tongkol sedikit, serta kelobot tidak dapat membungkus tongkol

3. Tanaman jagung dewasa yang terserang penyakit bulai ditandai dengan garis-garis klorotis kecoklatan dan berbatas tegas pada daun-daun tua. Tetapi serangan pada daun dewasa kurang berarti bagi tanaman yang telah berproduksi.

Gambar 16. Tanda-tanda serangan penyakit bulai

 Cara Pengendalian

1. Menanam varietas tahan: Sukmaraga, Lagaligo, Srikandi, Lamuru dan Gumarang

2. Melakukan periode waktu bebas tanaman jagung minimal dua minggu sampai satu bulan

3. Penanaman jagung secara serempak

4. Penanaman menjelang awal musim hujan sehingga pada waktu banyak hujan umur tanaman sudah lebih dari 5 minggu.

5. Eradikasi (pencabutan) tanaman yang terinfeksi bulai

6. Penggunaan fungisida yang efektif seperti metalaksil (perlakuan benih) dengan dosis 0,7 gram per kg benih atau dapat juga menggunakan Ridomil 35 SD sebanayk 5-7 gram per kg benih jagung,

2. Bercak daun (Southern leaf blight)  Penyebab penyakit

Penyebab penyakit bercak daun disebab oleh Bipolaris maydis Syn. yang terdiri dari dua ras yaitu ras O dan ras T

(31)

 Gejala serangan

Penyakit bercak daun pada tanaman jagung dikenal dua tipe menurut ras patogennya yaitu ras O, bercak berwarna coklat kemerahan dengan ukuran 0,6 x (1,2_1,9) Cm. Ras T bercak berukuran lebih besar yaitu (0,6_1,2) x (0,6_2,7) Cm, berbentuk kumparan dengan bercak berwarna hijau kuning atau klorotik kemudian menjadi coklat kemerahan. Kedua ras ini, ras T lebih virulen dibanding ras O dan pada bibit jagung yang terserang menjadi layu atau mati dalam waktu 3_4 minggu setelah tanam. Tongkol yang terinfeksi dini, biji akan rusak dan busuk, bahkan tongkol dapat gugur. Bercak pada ras T terdapat pada seluruh bagian tanaman (daun, pelepah, batang, tangkai kelobot, biji dan tongkol). Permukaan biji yang terinfeksi ditutupi miselium berwarna abu-abu sampai hitam sehingga dapat menurunkan hasil yang cukup besar. Cendawan ini dalam bentuk miselium dan spora dapat bertahan hidup dalam sisa tanaman di lapang atau pada biji di penyimpanan. Konidia yang terbawa angin atau percikan air hujan dapat menimbulkan infeksi pertama pada tanaman jagung.

(32)

 Cara Pengendalian

1. Menanam varietas tahan : Bima 1, Srikandi Kuning -1, Sukmaraga dan Palakka

2. Eradikasi (pencabutan) tanaman yang terinfeksi bercak daun

3. Penggunaan fungisida dengan bahan aktif mancozeb dan carbendazim 3. Penyakit Hawar daun (Northern leaf blight)

 Penyebab penyakit

Penyebab penyakit hawar daun adalah Helminthosporium turcicum  Gejala serangan

Pada awal infeksi gejala berupa bercak kecil, berbentuk oval kemudian bercak semakin memanjang berbentuk ellips dan berkembang menjadi nekrotik dan disebut hawar, warnanya hijau keabu-abuan atau coklat. Panjang hawar 2,5_15 Cm, bercak muncul awal pada daun yang terbawah kemudian berkembang menuju daun atas. Infeksi berat dapat mengakibatkan tanaman cepat mati atau mengering dan cendawan ini tidak menginfeksi tongkol atau klobot. Cendawan ini dapat bertahan hidup dalam bentuk miselium dorman pada daun atau pada sisa sisa tanaman di lapang.

(33)

 Cara Pengendalian

1. Menanam varietas tahan Bisma, Pioner2, pioner 14, Semar 2 dan 5 2. Eradikasi tanaman yang terinfeksi bercak daun

3. Penggunaan fungisida dengan bahan aktif mankozeb dan dithiocarbamate 4. Penyakit Karat (Southern rust)

 Penyebab Penyakit

Penyakit karat disebabkan oleh cendawan Puccina polysora Underw  Gejala serangan

Penyakit ini menyerang tanaman jagung dewasa. Gejala serangan tampak pada daun tua terdapat titik-titik noda berwarna merah kecokelatan seperti karat dan terdapat serbuk yang berwarna kuning kecokelatan. Serangan berat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman dan gagalnya pembentukan tongkol dan biji.

Bercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat pada permukaan daun jagung di bagian atas dan bawah, uredinia menghasilkan uredospora yang berbentuk bulat atau oval dan berperan penting sebagai sumber inokulum dalam menginfeksi tanaman jagung yang lain dan sebarannya melalui angin. Penyakit karat dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi dan infeksinya berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau.

(34)

 Cara Pengendalian

1. Menanam varietas tahan Lamuru, Sukmaraga, Palakka, Bima 1 dan Semar 10

2. Eradikasi tanaman yang terinfeksi karat daun dan gulma 3. Penggunaan fungisida dengan bahan aktif benomil 5. Penyakit busuk pelepah (Sheat blight)

 Penyebab Penyakit

Penyebab penyakit busuk pelepah adalah Rhizoctonia solani  Gejala serangan

Gejala penyakit busuk pelepah pada tanaman jagung umumnya terjadi pada pelepah daun, bercak berwarna agak kemerahan kemudian berubah menjadi abu-abu, bercak meluas dan seringkali diikuti pembentukan sklerotium dengan bentuk yang tidak beraturan mula-mula berwarna putih kemudian berubah menjadi cokelat. Gejala hawar dimulai dari bagian tanaman yang paling dekat dengan permukaan tanah dan menjalar kebagian atas, pada varietas yang rentan serangan jamur dapat mencapai pucuk atau tongkol. Cendawan ini bertahan hidup sebagai miselium dan sklerotium pada biji, di tanah dan pada sisa-sisa tanaman di lapang. Keadaan tanah yang basah, lembab dan drainase yang kurang baik akan merangsang pertumbuhan miselium dan sklerotia, sehingga merupakan sumber inokulum utama.

(35)

 Cara Pengendalian

1. Menggunakan varietas/galur yang tahan sampai agak tahan terhadap penyakit hawar pelepah misalnya: Semar 2, Rama, Galur GM 27,

2. Diusahakan agar pertanaman tidak terlalu rapat sehingga kelembaban tidak terlalu tinggi

3. Lahan mempunyai drainase yang baik

4. Mengadakan pergiliran tanaman, tidak menanam jagung terus menerus di lahan yang sama

5. Penggunaan fungisida dengan bahan aktif mancozeb dan carbendazim 6. Penyakit Busuk Batang (Stalk Rot)

 Penyebab Penyakit

Penyakit busuk batang jagung dapat disebabkan oleh delapan spesies/cendawan seperti Colletotrichum graminearum, Diplodia maydis,

Gibberella zeae, Fusarium moniliforme, Macrophomina phaseolina, Pythium apanidermatum, Cephalosporium maydis, dan Cephalosporium acremonium.

Cendawan patogen penyebab penyakit busuk batang memproduksi konidia pada permukaan tanaman inangnya . Konidia dapat disebarkan oleh angin, air hujan ataupun serangga. Pada waktu tidak ada tanaman, cendawan dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dalam fase hifa atau piknidia dan peritesia yang berisi spora. Pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkembangannya, spora akan keluar dari piknidia atau peritesia. Spora pada permukaan tanaman jagung akan tumbuh dan menginfeksi melalui akar ataupun pangkal batang. Infeksi awal dapat melalui luka atau membentuk sejenis apresoria yang mampu penetrasi ke jaringan tanaman. Spora/konidia yang terbawa angin dapat menginfeksi ke tongkol, dan biji yang terinfeksi bila ditanam dapat menyebabkan penyakit busuk batang.

 Gejala serangan

Tanaman jagung terserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan pathogen akan tampak layu atau kering seluruh daunnya. Umumnya gejala tersebut terjadi pada stadia generatif, yaitu setelah fase pembungaan. Pangkal batang yang terinfeksi berubah warna dari hijau menjadi kecoklatan, bagian dalam busuk, sehingga mudah rebah, pada bagian kulit luarnya tipis. Pada pangkal

(36)

batang terinfeksi tersebut ada yang memperlihatkan warna merah jambu, merah kecoklatan atau coklat.

Gambar 21. Gejala penyakit busuk batang  Cara Pengendalian

1. Pengendalian penyakit busuk batang jagung dapat dilakukan dengan menanam varietas tahan, hasil pengujian 54 varietas/galur jagung terhadap Fusarium sp. melalui inokulasi tusuk gigi di dapat 17 varietas/galur yang paling tinggi ketahanannya yaitu BISI-1, BISI-4, BISI-5, Surya, Exp.9572, Exp. 9702, Exp. 9703, CPI-2, FPC 9923, Pioneer-8, Pioneer-10, Pioneer-12, Pioneer-13, Pioneer-14, Semar-9, Palakka, dan J1-C3.

2. Pergiliran tanaman, pemupukan berimbang, menghindari pemberian N tinggi, K rendah, dan drainase yang baik.

3. Pengendalian penyakit busuk batang (Fusarium) secara hayati dapat dilakukan dengan cendawan antagonis Trichoderma sp.

7. Penyakit busuk tongkol (Ear rot) a. Penyakit busuk tongkol Fusarium  Penyebab Penyakit

Penyakit busuk tongkol fusarium disebabkan oleh infeksi cendawan Fusarium moniliforme

 Gejala serangan

Gejala serangan, permukaan biji pada tongkol berwarna merah jambu sampai coklat, kadang-kadang diikuti oleh pertumbuhan miselium seperti kapas yang

(37)

berwarna merah jambu. Cendawan berkembang pada sisa tanaman dan di dalam tanah, cendawan ini dapat terbawa benih, dan penyebarannya dapat melalui angin atau tanah

b. Busuk tongkol Diplodia  Penyebab penyakit

Penyakit busuk tongkol Diplodia disebabkan oleh infeksi cendawan Diplodia maydis

 Gejala serangan

Kelobot yang terinfeksi pada umumnya berwarna coklat, infeksi pada kelobot setelah 2 minggu keluarnya rambut jagung, menyebabkan biji berubah menjadi coklat, kisut dan busuk. Miselium berwarna putih, piknidia berwarna hitam tersebar pada klobot infeksi dimulai pada dasar tongkol berkembang ke bongkol kemudian merambat ke permukaan biji dan menutupi klobot. Cendawan dapat bertahan hidup dalam bentuk spora dan piknidia yang berdinding tebal pada sisa tanaman di lapang.

c. Busuk tongkol Gibberella  Penyebab penyakit

Penyakit busuk tongkol Gibberella disebabkan oleh infeksi cendawan Gibberella roseum

 Gejala serangan

Tongkol yang terinfeksi dini oleh cendawan dapat menjadi busuk dan klobotnya saling menempel erat pada tongkol, badan buah berwarna biru hitam tumbuh di permukaan klobot dan bongkol.

(38)

Gambar 22. Gejala serangan penyakit busuk tongkol Fusarium Diplodia,

Gibberella (baca dari kiri ke kanan)

 Cara Pengendalian

1. Pemeliharaan tanaman yang sebaik-baiknya, antara lain dengan pemupukan seimbang

2. Tidak membiarkan tongkol terlalu lama mengering di lapangan, jika musim hujan bagian batang dibawah tongkol dipatahkan agar ujung tongkol tidak mengarah keatas

3. Mengadakan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan termasuk padi-padian, karena patogen ini mempunyai banyak tanaman inang

3.2. Mengenal dan mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh virus 1. Penyakit Mosaik

 Penyebab penyakit

Penularan virus dapat terjadi secara mekanis atau melalui serangga Myzus

percicae dan Rhopalopsiphum maydis secara non persisten.

 Gejala serangan

Gejala penyakit ini tanaman menjadi kerdil, daun berwarna mosaik atau hijau dengan diselingi garis-garis kuning, dilihat secara keseluruhan tanaman tampak berwarna agak kekuningan mirip dengan gejala bulai tetapi apabila permukaannya daun bagian bawah dan atas dipegang tidak terasa adanya

(39)

serbuk spora. Tanaman yang terinfeksi virus ini umumnya terjadi penurunan hasilnya.

Gambar 23. Gejala serangan penyakit mosaic kerdil jagu

 Cara Pengendalian

1. Mencabut tanaman yang terinfeksi seawal mungkin agar tidak menjadi sumber infeksi bagi tanaman sekitarnya ataupun pertanaman yang akan datang

2. Mengadakan pergiliran tanaman, tidak menanam jagung terus menerus di lahan yang sama

3. Penggunaan pestisida apabila di lapangan populasi vektor cukup tinggi

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Panduan Umum Pengelolaan Tanaman Terpadu Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sulawesi Selatan.

Effendi S (1985), Becocok Tanam Jagung, CV. Yasaguna Jakarta.

Fadhly, A.F dan Fahdiana ,T. 2007. Pengendalian Gulma pada pertanaman Jagung dalam Jagung Tehnik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan . Bogor.

Hendriadi, A, dkk. 2007. Tehnologi Mekanisasi Budidaya Jagung dalam Jagung Tehnik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan . Bogor.

Nenet Susniahti dan Sumeno H. Bahan Ajar. Ilmu Hama Tumbuhan Universitas Padjadjaran http://www.google.co.id, Tanggal 25 Maret 2011,. fakultas pertanian Bandung

Purwono, M.S, Ir dan Hartono Rudi, S.P. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rukmana R, Budidaya dan Pasca Panen Jagung Manis, CV. Aneka Ilmu Semarang.

Suryana Achmad, (2008). Sekolah Lapang PengelolaanTanaman Terpadu.

Gambar

Gambar 1.  Gulma,  golongan rumput Cynodon dactylon L.
Gambar 2.  Gulma golongan teki Cyperus rotundus L.
Gambar  4: Mengendalikan Gulma Dengan Tangan
Gambar 5: Mengendalikan Gulma dengan cangkul
+7

Referensi

Dokumen terkait

Herbisida IPA-glyphosate dengan konsentrasi 3 cc/liter dapat efektif menekan pertumbuhan gulma khususnya gulma berdaun sempit di perkebunan kelapa sawit mulai 8

Kerugian yang akan timbul jika suatu jenis gulma resisten terahadap herbisida tertentu antara lain adalah: jumlah herbisida alternatif di lapangan berkurang, herbisida yang

Pada pengamatan umur 63 hst menunjukkan perlakuan herbisida oksifluorfen memiliki bobot kering gulma yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan bebas gulma

Campuran herbisida Atrazin + Nicosulfuron dosis 1.5 – 3.0 l/ha efektif mengendalikan gulma daun lebar seperti Richardia brasiliensis dan Synedrella nodiflora, gulma rumput

Pengaruh pengendalian gulma aplikasi herbisida berbahan aktif campuran bentazon dan MCPA ditunjukkan dengan rendahnya bobot kering biomassa dan jumlah gulma pada

Pengendalian gulma pada pembibitan main nursey tanaman kelapa sawit dilakukan dengan cara manual dan kimia, untuk gulma di dalam polybag dengan cara manual sedangkan gulma di

Dosis herbisida yang efektif dalam mengendalikan gulma adalah herbisida campuran glifosat + 2,4-D dosis 2,6 l.ha-1 mampu menekan bobot kering gulma hingga 12 Minggu Setelah Aplikasi dan

3 Persentase penutupan gulma yaitu dihitung dengan cara mengajak kawan sekitar 8 org untuk mengamati gulma pada tanaman jagung tersebut berupa persenan dillakukan pada 4 dan 8 MST 4