BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Kerja
2.1.1 Pengertian Stres Kerja
Stres (stress) adalah suatu kondisi dinamis dimana seorang individu
dihadapkan pada peluang, tuntutan atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stres lebih sering dikaitkan dengan tuntutan (demand) dan sumber daya (resources). Stres sendiri tidak selalu buruk, meskipun biasanya dibahas dalam konteks negatif, stres juga memiliki nilai positif. Stres merupakan sebuah peluang ketika hal ini menawarkan potensi hasil. Sebagian stres bisa positif, dan sebagian lagi bisa negatif. Dewasa ini, para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan dilingkungan kerja (seperti memiliki banyak proyek, tugas dan tanggung jawab), beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan (birokrasi, politik kantor, kebingungan terkait tanggung jawab bekerja) Robbins dan Judge (2008:368).
Menurut Fahmi (2013 : 256) Stres adalah keadaan yang menekan diri dan jiwa seseorang diluar batas kemampuannya, sehingga jika terus dibiarkan tanpa ada solusi maka ini akan berdampak pada kesehatannya.
Menurut Rivai (2004: 516) stres sebagai suatu istilah yang merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan ketegangan panik, perasaan gemuruh dan hilangnya daya. Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan
adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang karyawan. Stres yang terlau besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan.
2.1.2 Faktor- Faktor Penyebab Stres Kerja
Menurut Robbins dan Judge (2008:370) ada tiga kategori potensi pemicu stres (stressor) yaitu:
1. Faktor-faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Selain mempengaruhi disain struktur sebuah perusahaan, ketidakpastian lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres para karyawan dalam perusahaan. Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi.
b. Ketidakpastian politik juga merupakan pemicu stres diantara karyawan masyarakat Amerika, dan ketidakpastian yang sama mempengaruhi karyawan di negara-negara seperti Haiti atau Venezuela.
c. Perubahan teknologi adalah faktor lingkungan ketiga yang dapat menyebabkan stres, karena inovasi-inovasi baru yang dapat membuat keterampilan dan pengalaman seorang karyawan jadi usang dalam waktu singkat, komputer, sistem robotik, otomatisasi dan berbagai bentuk inovasi teknologis lain yang serupa merupakan ancaman bagi banyak orang dan membuat mereka stres.
2. Faktor-faktor Perusahaan
Faktor-faktor perusahaan dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu : b. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan pekerjaan
seseorang, meliputi: desain pekerjaan individual (otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja dan tata letak fisik pekerjaan. c. Tuntutan peran adalah beban peran yang berlebihan dialami ketika
karyawan diharapkan melakukan lebih banyak daripada waktu yang ada. Ambiguitas peran manakala ekspektasi peran tidak dipahami secara jelas dan karyawan tidak yakin apa yang harus ia lakukan.
d. Tuntutan antarpribadi yaitu tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, tidak adanya dukungan dari kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat menyebabkan stres.
3. Faktor-faktor Pribadi
Faktor-faktor pribadi ini terutama menyangkut masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang.Berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan dan kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak merupakan masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan yang lalu terbawa sampai ketempat kerja. Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang adalah kendala pribadi lainyang menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu konsentrasi kerja mereka.
2.1.3 Dampak Stres Kerja Pada Karyawan
Menurut Gitosudarmo (2000:54) dampak stres kerja dapat menguntungkan atau merugikan karyawan. Dampak yang menguntungkan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan bersemangat sebaik-baiknya, namun jika stres tidak mampu diatasi maka akan menimbulkan dampak yang merugikan karyawan. Dampak- dampak dari stres kerja meliputi:
a. Faktor fisik seperti meningkatnya tekanan darah, meningkatnya kolesterol dan penyakit jantung koroner.
b. Faktor psikologi seperti ketidakpuasan kerja, murung, rendahnya kepercayaan dan mudah marah.
c. Faktor organisasi seperti ketidakhadiran, keterlambatan, rendahnya prestasi kerja dan sabotase.
2.1.4 Mengelola Stres Kerja
Menurut Ghani (2003:120) ada 4 mengelola stres kerja, yaitu:
1. Pendekatan pribadi
Melalui refresing / istirahat sejenak,tempo stres biasanya menurun. Seiring dengan itu biasanya muncul ide pemecahannya. Ciptakan suasana yang mampu menurunkan stres.
2. Pendekatan sosial
Dukungan orang sekitar, seperti keluarga, anak buah, dan atasan amat membantu pengelolaan stres sesorang.
3. Pendekatan kelembagaan / manajemen
Seiring terjadi stres melanda seseorang atau sekelompok orang yang bekerja dalam suatu lembaga yang tidak / kurang jelas sistem dan prosedur kerjanya. Komunikasi mendalam antar individu dalam kelompok mampu mengurangi stres kerja.
4. Pendekatan spritual
Seseorang yang memiliki kesadaran rohani, meyakini bahwa setiap persoalan pasti ada jalan, bahwa Tuhan tidak akan membebani manusia sesuatu yang diluar kemampuannya.
Rivai (2004:518) mengatakan bahwa langkah pertama dari program penanggulangan stres ialah mengakui bahwa stres itu ada, sehingga langkah tersebut masih tetap di dalam batas yang dapat ditolerir. Dua program cikal bakal manajemen stres yang sering digunakan ialah klinis dan keorganisasian. Yang pertama diprakarsai oleh perusahaan dan memusatkan perhatian atas masalah– masalah individu . Yang berikutnya menyangkut unit atau kelompok dalam angkatan kerja dan memusatkan perhatian atas masalah-masalah kelompok atau organisasi secara keseluruhan.
1. Program klinis
Program ini penanggulangannya didasarkan atas pendekatan medis tradisional. Beberapa unsur dari program tersebut mencakup : diagnosis, pengobatan dan pencegahan.
2. Program keorganisasian
Program keorganisasian ditujukan lebih luas meliputi seluruh karyawan. Program tersebut sering didorong oleh masalah-masalah yang ditemukan dalam kelompok atau suatu unit, atau oleh perubahan penangguhan seperti relokasi pabrik, dan sebagainya. Termasuk dalam daftar program semacam itu ialah manajemen, berdasarkan sasaran, program pengembangan organisasi, pengayaan pekerjaan, perancangan kembali struktur organisasi, pembentukan kelompok kerja otonom, pembentukan jadwal kerja variabel, penyediaan fasilitas kesehatan karyawan.
3. Penanggulangan secara mandiri
a. Tenang, ambil nafas panjang dan cobalah untuk santai dan tenangkan diri. b. Kenali permasalahan, coba kenali akar permasalahnnya , apa yang membuat diri resah.
c. Terapi, ikutilah kegiatan sosial sehingga dapat menghindari permasalahan sejenak.
d. Hadapilah , sebaiknya dihadapi dan selesaikan agar tidak mengganggu lagi. e. Atur jadwal, buat jadwal yang harus diprioritaskan lebih dahulu dan tentukan mana yang dapat ditunda. Perkecil peluang untuk timbulnya stres dengan mempersibuk diri sendiri.
2.2 Kepemimpinan
2.2.1 Pengertian Kepemimpinan
Mukhlas (2005:314), menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses yang sangat penting dalam setiap organisasi karena kepemimpinan inilah yang
akan menentukan sukses atau gagalnya sebuah organisasi. Salah satu elemen pokok yang menjadi perhatian setiap organisasi adalah bagaimana caranya untuk menarik, melatih dan mempertahankan orang-orang yang akan menjadi pemimpin –pemimpin yang efektif.
Robbins (2008:49) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan. Sumber pengaruh ini bisa jadi bersifat formal, seperti yang diberikan oleh pemangku jabatan manajerial dalam sebuah organisasi.
Menurut Yuli (2005:165) pentingnya pemimpin dalam sebuah organisasi terungkap dalam suatu pernyataan berikut: bahwa untuk menunjang keberhasilan fungsi manajemen dalam organisasi tentunya membutuhkan seorang pemimpin yang dapat melaksanakan tugas atau fungsi manajemen. Kepemimpinan adalah suatu faktor kemanusiaan, mengikat suatu kelompok bersama dan memberi motivasi untuk tercapainya tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan yang efektif, individu-individu maupun kelompok cenderung tidak memiliki arah, tidak puas dan kurang termotivasi.
2.2.2 Fungsi Kepemimpinan
Menurut Yuli (2005: 167), terdapat lima fungsi kepemimpinan yang hakiki, yaitu:
a. Fungsi Penentu Arah
Keterbatasan sumber daya organisasi mengharuskan pemimpin untuk mengelolanya dengan efektif, dengan kata lain arah yang hendak dicapai
oleh organisasi menuju tujuannya harus sedemikian rupa sehingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana prasarana yang ada.
b. Fungsi Sebagai Juru Bicara
Fungsi ini mengharuskan seorang pemimpin untuk berperan sebagai penghubung antara organisasi dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan. Peran ini sangat penting karena disadari bersama bahwa tidak ada satu pun organisasi yang dapat hidup tanpa bantuan dari pihak lain
c. Fungsi Sebagai Komunikator
Berkomunikasi pada hakikatnya adalah mengalihkan suatu pesan dari satu pihak kepada pihak lain. Fungsi pemimpin sebagai komunikator disini lebih ditekankan pada kemampuannya untuk mengkomunikasikan sasaran-sasaran, strategi, dan tindakan yang harus dilakukan oleh bawahan.
d. Fungsi Sebagai Mediator
Konflik-konflik yang terjadi atau adanya perbedaan-perbedaan kepentingan dalam organisasi menuntut kehadiran seorang pemimpin dalam menyelesaikan masalah yang ada.Kiranya sangat mudah membayangkan bahwa tidak akan ada seorang pemimpin yang akan membiarkan situasi demikian berlangsung dalam organisasi yang dipimpinnya dan akan berusaha untuk menanggulanginya. Jadi, kemampuan menjalankan fungsi kepemimpinan selaku mediator yang rasional, objektif dan netral merupakan salah satu indikator efektifitas kepemimpinan seseorang.
e. Fungsi Sebagai Integrator
Setiap pemimpin, terlepas dari hirarki jabatannya dalam organisasi,sesu gguhnya adalah integrator,hanya saja cakupannya berbeda-beda.Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan dalam organisasi, semakin penting pula makna peranan
2.2.3 Sifat Kepemimpinan
Menurut Kartono (2005:47) sifat – sifat kepemimpinan terdiri dari :
1) Kekuatan
Kekuatan badaniah dan rohaniah merupakan syarat pokok bagi pemimpin yang harus bekerja lama dan berat pada waktu – waktu yang lama serta tidak teratur, dan ditengah – tengah situasi yang sering tidak menentu.
2) Stabilitas Emosi
Pemimpin yang baik itu memiliki emosi yang stabil, artinya seorang pemimpintidak mudah, tersinggung perasaan, dan tidak meledak – ledak secara emosional.
3) Pengetahuan tentang relasi insani
Seorang pemimpin harus memajukan dan mengembangkan semua bakat serta potensi anggotanya, untuk dapat bersama – sama maju dan merasakan kesejahteraan.
4) Kejujuran
Pemimpin yang baik harus memiliki kejujuran yang tinggi, yaitu jujur pada diri sendiri dan pada orang lain (terutama bawahannya).
5) Objektif
Pertimbangan pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani yang bersih, supaya objektif (tidak subjektif), berdasarkan prasangka sendiri.
6) Dorongan pribadi
Keinginan dan kesesuaian untuk menjadi pemimpin itu harus muncul dari dalam hati dan sanubari sendiri. Dukungan dari luar akan memperkuat hasrat sendiri untuk memberikan pelayanan dan pengabdian diri kepada kepentingan oang banyak.
7) Keterampilan berkomunikasi
Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang luar dan mudah memahami maksud para anggotanya. Juga pandai mengkoordinasikan macam– macam sumber tenaga manusia, dan mahir mengintegrasikan berbagai opini serta aliran yang berbeda-beda untuk mencapai kerukunan dan keseimbangan.
8) Kemampuan mengajar
Pemimpin yang baik diharapkan dapat menjadi guru yang baik bagi bawahannya, mengajar secara sistematis dan intensional pada sasaran tertentu, guna mengembangkan pengetahuan, keterampila/kemahiran tekhnis tertentu, dan menambah pengalaman mereka. Hal ini dimaksudkan agar para pengikutnya dapat memberikan loyalitas dan partisipasinya
9) Keterampilan sosial
Seorang pemimpin harus dapat brsikap ramah, terbuka, dan mudah menjalin persahabatan berdasarkan rasa saling percaya, dan mudah menjalin persahabatan berdasarkan rasa saling percaya- mempercayai. Seorang pemimpin menghargai pendapat orang lain, untuk dapat memupuk kerja sama yang baik dalam suasana rukun dan damai.
10) Cakap secara tekhnis atau manajerial
Pemimpin harus superior dalam satu atau beberapa kemahiran tekhnis tertentu, juga memiliki kemahiran manajerial untuk membuat rencana, mengelola, menganalisis keadaan, membuat keputusan, mengarahkan, mengontrol, dan memperbaiki situasi yang tidak aman.
Menurut Ghani (2003:127) untuk mencapai tataran pemimpin yang bisa diterima lingkungannya, harus memiliki sifat-sifat berikut:
a. Sikap, persepsi, dan niat
b. Sifat taqwa, mengayomi, adil, dan waspada
c. Memiliki kemampuan dalam hal: pengambilan keputusan, mengarahkan organisasi, mengatur dan membagi tugas kepada bawahan, memotivasi anggota serta menilai kegiatan berdasarkan sistem dan prosedur.
2.2.4 Gaya Kepemimpinan
Robbins (2008: 58) menyatakan bahwa, salah satu faktor utama bagi kepemimpinan yang berhasil adalah gaya kepemimpinan dasar seorang individu. Ada tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda pada suatu perusahaan yaitu :
1. Gaya Otokratis
Gaya otokratis menggambarkan pemimpin yang biasanya cenderung memusatkan wewenang, mendiktekan metode kerja, membuat keputusan unilateral, dan membatasi partisipasi karyawan.
2. Gaya Demokratis
Gaya Demokratis menggambarkan pemimpin yang cenderung melibatkan karyawan dalam mengambil keputusan, mendelegasikan wewenang, mendorong partisipasi dalam memutuskan metode dan sasaran kerja, dan menggunakan umpan balik sebagai peluang untuk melatih karyawan.
3. Gaya Laissez Faire
Dalam gaya laisezz faire, pemimpin umumnya memberi kelompok kebebasan penuh untuk membuat keputusan dan menyelesaikan pekerjaan dengan cara apa saja yang dianggap sesuai.
2.3 Konflik
2.3.1 Pengertian Konflik
Menurut Rivai (2004:507) konflik dalam perusahaan terjadi dalam berbagai bentuk dan corak, yang merintangi hubungan individu dengan kelompok ataupun kelompok yang lebih besar. Berhadapan dengan orang-orang yang mempunyai pandangan yang berbeda sering berpotensi terjadinya sakit hati, mudah marah dan lain-lain. Sebagai individu sering terjebak dalam situasi konflik yang berkepanjangan, terutama antar karyawan yang dikarenakan tugas selalu berhubungan satu sama lain. Konflik merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam perusahaan, akan tetapi dapat diselesaikan dan diredakan pada
tahap yang paling minimum dan tidak mengganggu kelancaran jalannya perusahaan.
Konflik kerja menurut Rivai (2004: 507) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi/perusahaan) yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Selain itu konflik diartikan sebagai perbedaan, pertentangan dan perelisihan.
Konflik menurut Robbins dan Judge (2008: 173) adalah sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi perhatian dan kepentingan pihak pertama. Definisi ini mencakup beragam konflik yang orang alami dalam organisasi. Ketidakselarasan tujuan, perbedaan interpretasi fakta, ketidaksepahaman yang disebabkan oleh ekspektasi perilaku, dan sebagainya.
2.3.2 Jenis-Jenis Konflik
Menurut Rivai (2004: 509) ada enam jenis konflik, yaitu: 1. Konflik dalam diri seseorang
Dimana seseorang dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus memilih tujuan yang saling bertentangan.
2. Konflik antar individu
Konflik antarindividu terjadi seringkali disebabkan oleh adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan, dan tujuan dimana hasil bersama sangat menentukan.
3. Konflik antar-anggota kelompok
Suatu kelompok dapat mengalami konflik substantif atau konflik afektif. Konflik substantife adalah konflik yang terjadi karena latar belakang keahlian yang berbeda. Sedangkan konflik afektif adalah konflik yang terjadi didasarkan atas tanggapan emosional terhadap suatu situasi tertentu.
4. Konflik antar kelompok
Konflik antar kelompok terjadi karena masing-masing kelompok ingin mengejar kepentingan atau tujuan kelompoknya masing-masing.
5. Konflik intra perusahaan
Konflik intra perusahaan meliputi empat subjenis,yaitu konflik vertikal, horizontal, lini –staff, dan konflik peran. Konflik vertikal terjadi antara manajer dengan bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan suatu tugas. Konflik horizontal terjadi antara karyawan yang memiliki hirarki yang sama dalam organisasi. Konflik lini-staff sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staff dalam proses pengambilan keputusan oleh manajer. Akhirnya konflik peran dapat terjadi karena seseorang memiliki lebih dari satu peran yang saling bertentangan. 6. Konflik antar perusahaan
Konflik bisa terjadi antarorganisasi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain terhadap pemasok, pelanggan, maupun distributor.
2.3.3 Faktor- Faktor Penyebab Timbulnya Konflik
Menurut Robbins dan Judge (2008:176) faktor- faktor penyebab timbulnya konflik dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:
1) Masalah Komunikasi
Konotasi kata yan menimbulkan makna yang berbeda, pertukran informasi yang tidak memadai dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan kondisi potensial yang menimbulkan konflik. 2) Masalah Struktur
Kelompok-kelompok dalam organisasi memiliki tujuan yang beragam.Ketika kelompok-kelompok dalam sebuah organiasi mengejar tujuan yang beragam, peluang terjadinya konflik pun meningkat.
3) Masalah variabel-variabel pribadi
Kategori konflik variabel-variabel pribadi yang meliputi kepribadian ,emosi dan nilai-nilai yang berbeda dapat menjelaskan munculnya konflik.
2.3.4 Metode Penyelesaian Konflik
Menurut Ghani (2003:115), pada dasarnya pemecahan konflik dapat dilakukan melalui beberapa metode, antara lain sebagai berikut :
1. Kolaborasi
Adalah tanpa menggunakan intermediasi pihak yang berkonflik duduk satu meja mencari solusi terbaik untuk masing- masing pihak.
2. Kompromi
Merupakan mencari jalan tengah yang terbaik. Dalam hal ini, masing- masing mereduksi tuntutannya sampai bertemu di satu titik.
3. Akomodasi
Adalah pihak pertama menerima pendapat tuntutan lawan konfliknya. 4. Pressure
Dengan melakukan ancaman dan intimidasi agar pihak lawan menarik tuntutannya. Tindakan ini dilakukan oleh pihak yang kuat menekan pihak lemah. Dengan demikian, pressure bukan solusi terbaik karena sifatnya bukan
menyelesaikan konflik, melainkan hanya menekan konflik sementara waktu. 5. Mengalienasi
Adalah perilaku yang sepertinya mengabaikan konflik yang terjadi seolah tak ada masalah. Biasanya pola penghindaran ini berakibat konflik berkembang tak terkendali.
2.4 Penelitian Terdahulu
Muslim (2006) berjudul : “Pengaruh Organisasi Terhadap Stres Kerja Karyawan di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan “ dengan sampel 50 karyawan. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa organisasi yang terdiri dari variabel waktu kerja dan karakteristik tugas secara simultan berpengaruh terhadap stres kerja karyawan. Berdasarkan analisis kuantitatif melalui analisis regresi linier berganda, variabel waktu kerja (X1) adalah -0,132 artinya berpengaruh negatif terhadap stres kerja karyawan (Y) dan variabel karakteristik tugas (X2) adalah 0,976 artinya berpengaruh positif terhadap stres kerja karyawan (Y).
Wiranata (2011) yang berjudul ”Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja dan Stres Karyawan pada CV. Mertanadi ”.Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja dan stres karyawan pada CV. Mertanadi. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 30 karyawan. Hasil perhitungan korelasi diperoleh nilai korelasi sebesar 0,47 yang berarti terdapat hubungan antara kepemimpinan terhadap stres kerja karyawan, dengan tingkat hubungan sedang. Hasil determinasi menunjukkan bahwa hubungan antara pengaruh kepemimpinan terhadap stres karyawan sebesar 22,09% dan 77,81% stres karyawan disebabkan oleh faktor lain. Dari analisis test hubungan antara kepemimpinan terhadap stres karyawan menunjukkan nilai signifikan sebesar 2,81 > 2,048 maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja dan stres karyawan.
Rahmawati (2008) : Analisis Stres kerja karyawan pada PT pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda “ menyatakan bahwa Faktor-faktor penyebab stres kerja (stressor) karyawan PT BRI (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda terdiri dari tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antarpribadi, struktur oganisasi, kepemimpinan organisasi, dan tahap hidup organisasi. Tingkat stres kerja karyawan PT BRI (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda secara keseluruhan tergolong pada kategori rendah. Seluruh karakteristik karyawan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan stres kerja
Gill (2010) : “The Impact of Transformational Leadership and Empowerment on Employee Job Stress” Penelitian ini juga memperluas temuan Gill et al. [1] terkait dengan faktor-faktor yang mengurangi stres kerja di industri jasa. Sebuah penelitian survei (desain studi lapangan non-eksperimental)
dipergunakan. Studi saat ini terdiri dari populasi India karyawan industri perhotelan. Sebuah metode convenience sampling diterapkan untukmemilih dan merekrut peserta penelitian. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. P <.05 tingkat signifikansi digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis null. Hasil menunjukkan bahwa peningkatan tingkat TL dirasakan digunakan oleh para manajer dan EE mengurangi stres kerja kontak pelanggan karyawan layanan (CCSEs) di industri perhotelan India. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa TL dan EE mengurangi stres kerja dari CCSEs di industri hotel India.
Tacoma (2007) “Work stress and leadership development: The role of self-leadership, shared self-leadership, physical fitness and flow in managing demands and increasing job control” Pemimpin bekerja di lingkungan yang sangat menegangkan, namun beberapa upaya pengembangan kepemimpinan telah berfokus pada pengelolaan stres kerja. Kami mengandaikan bahwa praktik self-dan kepemimpinan bersama dapat membantu para pemimpin mengelola tuntutan pekerjaan yang tinggi dan meningkatkan kontrol pekerjaan jangka panjang. Kami meneliti efek dari kerja yang tinggi-regangan; mengidentifikasi hasil dari pekerjaan aktif, dan menyorot kebugaran fisik sebagai strategi kunci, dan mengalir sebagai hasil alami dari diri dan kepemimpinan bersama. Kami berpendapat bahwa-dan self kepemimpinan bersama, dan konsekuen dan kebugaran entailed dan aliran manfaat, mendukung regenerasi yang sehat dan meningkatkan keterlibatan dan dengan demikian penting untuk kemampuan pemimpin untuk mengelola stres kerja dan menciptakan lingkungan kerja yang
aktif. Model multi-disiplin kami menawarkan cara yang proaktif bagi para pemimpin untuk mengelola tuntutan stres lingkungan kerja saat ini.
2.5 Kerangka Konseptual
Stres (stress) adalah suatu kondisi dinamis dimana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stres lebih sering dikaitkan dengan tuntutan (demand) dan sumber daya (resources) Robbins dan Judge (2008:368).
Faktor-faktor yang menyebabkan stres kerja antara lain: beban kerja yang terlalu sulit (berlebihan), tekanan dan sikap kepemimpin yang kurang wajar (adil), waktu dan peralatan kerja yang kurang memadahi, konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja, dan masalah keluarga (Hasibuan, 2001: 203).
Menurut Yuli (2005:165) pentingnya pemimpin dalam sebuah organisasi terungkap dalam suatu pernyataan berikut: bahwa untuk menunjang keberhasilan fungsi manajemen dalam organisasi tentunya membutuhkan seorang pemimpin yang dapat melaksanakan tugas atau fungsi manajemen. Kepemimpinan adalah suatu faktor kemanusiaan,mengikat suatu kelompok bersama dan memberi motivasi untuk tercapainya tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan yang efektif, individu-individu maupun kelompok cenderung tidak memiliki arah ,tidak puas,dan kurang termotivasi.
Konflik kerja menurut Rivai (2004: 507) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi/perusahaan) yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau
kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Selain itu konflik diartikan sebagai perbedaan, pertentangan dan perelisihan.
2.5.1 Hubungan Kepemimpinan dan Stres
Menurut Robbins dan Judge (2008:372) di dalam organisasi pimpinan yang selalu menuntut dan tidak peka merupakan bentuk tekanan yang dapat menciptakan pengaruh terhadap stres. Beban peran yang diberikan atasan kepada karyawan dituntut untuk melakukan tugas dalam waktu yang singkat dan pengawasan yang ketat dapat menimbulkan stres kerja.
2.5.2 Hubungan Konflik dan Stres
Menurut Luthans (2006:445) salah satu penyebab stress adalah stressor individu yang terdiri dari tingkat konflik intraindividu yang berakar dari frustasi , tujuan dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian, kontrol personal, dan daya tahan psikologis yang mempengaruhi tingkat stres yang dialami seseorang. Pengaruh stres dan konflik intraindividu dapat menyebabkan masalah fisik, masalah psikologis dan masaalh prilaku
Berdasarkan teori yang dikemukakan maka dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :
Sumber : Robbins dan Judge (2008:62), Luthans (2006:445)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Kepemimpinan (X1) Konflik (X2) Stres Kerja Karyawan (Y)
2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku,fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi.Hipotesis merupakan pernyataan peneliti tentang hubungan antara variael-variabel dalam penelitian, serta merupakan pernyataan yang paling spesifik (Kuncoro, 2009:59)
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, serta kerangka konseptual yang telah diuraikan maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut: 1. Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Stres Kerja
Karyawan Bidang Keperawatan Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara”.
2. Konflik berpengaruh positif dan signifikan terhadap Stres Kerja Karyawan Bidang Keperawatan Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara”.
3. Kepemimpinan dan konflik berpengaruh positif dan signifikan terhadap Stres Kerja Karyawan Bidang Keperawatan Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara”.