• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Pengertian Sistem

Menurut Mathiassen et al. (2000), ”system definition: A concide description of a

computerized system expressed in natural language” (p. 24). Maknanya adalah bahwa

definisi sistem merupakan deskripsi singkat atas sistem yang terkomputerisasi yang diekspresikan dalam bahasa lazim. Definisi sistem mengekspresikan properti-properti pokok atas pengembangan dan penggunaan sistem. Menggambarkan sistem dalam konteks, apa yang sebaiknya tersedia, akan dipakai di mana, dan kondisi pengembangan yang dipergunakan.

Menurut O’Brien (2005), sistem adalah sekelompok komponen yang saling berhubungan, bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima input serta menghasilkan output dalam proses transformasi yang teratur. (h.29).

Menurut Hall (2001), sistem adalah sekelompok dua atau lebih komponen-komponen yang saling berkaitan (interrelated) atau subsistem-subsistem yang bersatu untuk mencapai tujuan yang sama. (h.5).

Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu sistem harus terdiri atas lebih dari satu bagian. Sebuah sistem setidaknya harus memiliki satu tujuan bersama yang menghubungkan semua bagian dalam sistem.

(2)

II.2. Pengertian Informasi

Menurut Mcleod (2001) informasi adalah data yang telah diproses atau data yang memiliki arti. Informasi merupakan bagian yang penting dari suatu perusahaan. (h.15).

James Hall dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf (2001), berpendapat informasi menyebabkan pemakai melakukan suatu tindakan yang dapat ia lakukan atau tidak dilakukan. Informasi ditentukan oleh efeknya pada para pemakai, bukan oleh bentuk fisiknya. (h. 14).

Menurut James Hall (2001) ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar suatu informasi dapat dikatakan mempunyai kualitas yang tinggi (h.17), yaitu :

1. Akurat, berarti informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak menyesatkan para penggunanya. Akurat juga berarti informasi harus jelas mencerminkan maksudnya.

2. Tepat pada waktunya, berarti informasi yang datang pada penerimanya tidak boleh terlambat. Informasi yang sudah usang tidak mempunyai nilai lagi karena informasi yang digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan harus tepat waktu. Informasi yang terlambat dapat berakibat terlambatnya pengambilan keputusan atau keputusan tersebut salah karena data untuk dasar pengambilan keputusan sudah out-of-date.

3. Relevan, berarti informasi tersebut mempunyai manfaat bagi user-nya (pemakainya). Relevansi untuk tiap-tiap pihak berbeda tergantung dari kepentingan masing-masing.

(3)

Secara singkat informasi adalah data yang telah diolah sehingga memiliki arti dan berguna bagi pemakainya. Jadi, informasi bukan hanya sekedar fakta yang telah diproses, informasi harus memungkinkan para pemakainya melakukan tindakan yang menyelesaikan konflik, mengurangi ketidakpastian, dan melakukan keputusan.

II.3. Sistem Informasi

II.3.1 Pengertian Sistem Informasi

Menurut O’Brien (2005), sistem informasi adalah kombinasi teratur apapun dari orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. (h.5).

Menurut Hall, James A (2001), sistem informasi adalah sebuah rangkaian prosedur formal di mana data dikumpulkan, diproses menjadi informasi, dan didistribusikan kepada para pemakai. (h.7).

Menurut Turban, Rainer, dan Potter (2003) Computer Based Information System adalah suatu sistem informasi yang mengunakan teknologi komputer dan telekomunikasi untuk melakukan suatu pekerjaan (h.16). Beberapa komponen dasar dari sitem informasi:

1. Hardware

Perangkat keras. Beberapa macam alat seperti processor, monitor, keyboard,

modem, dan lain-lain.

2. Software

(4)

3. Database

Database adalah sistem penyimpanan data yang tersusun atas sekumpulan

data yang secara logika saling berkaitan yang disimpan dalam tabel, tabel-tabel ini dapat saling berhubungan atau berdiri sendiri.

4. Network

Sistem yang saling berhubungan sehingga memungkinkan untuk saling bertukar data dan berbagi sumber daya.

5. Prosedur

Penggabungan yang mencakup strategi, metode dan rules untuk menggunakan suatu sistem informasi.

6. People

Orang yang bekerja dengan menggunakan sistem informasi dan menggunakan

output dari sistem tersebut.

Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem informasi merupakan suatu sistem yang melakukan berbagai pengolahan transaksi sebagai pendukung dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu sistem informasi akan selalu berkembang seiring dengan berkembangnya kebutuhan, perkembangan zaman serta teknologi dan organisasi yang bersangkutan.

II.3.2. Tujuan Sistem Informasi

Menurut Hall (2001), pada dasarnya tujuan disusunnya sistem informasi (h.18) adalah :

(5)

1. Untuk mendukung fungsi pertanggungjawaban (responsibility) kepengurusan (management) suatu organisasi/perusahaan, karena manajemen bertanggung jawab untuk menginformasikan pengaturan dan penggunaan sumber daya organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut.

2. Untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen, karena sistem informasi memberikan informasi yang diperlukan oleh pihak manajemen untuk melakukan tanggung jawab pengambilan keputusan.

3. Untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan hari demi hari (day to day). Sistem informasi membantu personil operasional untuk bekerja lebih efektif dan efisien.

II.3.3. Unsur-unsur Sistem Informasi

Semua sistem informasi memiliki tiga unsur atau kegiatan utama, yaitu : 1. Menerima data sebagai masukan (input);

2. Memproses data dengan melakukan perhitungan, penggabungan unsur data, pemutakhiran perkiraan, dan lain-lain;

3. Memperoleh informasi sebagai keluaran (output).

II.3.4. Sistem Informasi untuk Manajer

Informasi yang diberikan kepada manajer digunakan untuk mengendalikan operasi, strategi, perencanaan jangka panjang dan pendek, pengendalian manajemen dan pemecahan masalah khusus.

(6)

Dalam sistem yang dikomputerisasikan, program secara terus-menerus memantau transaksi pemasukan yang diproses atau yang baru di proses guna pengidetifikasian dan secara otomatis melaporkan lingkungan perkecualian yang memperoleh perhatian manajemen.

Semakin tinggi lapisan manajemen akan semakin cenderung menggunakan informasi yang berasal dari luar untuk tujuan pengendalian manajemen. Perbandingan kinerja organisasi dengan statistika ringkasan dari pesaing atau industri rata-rata jelas sangat penting artinya.

II.4. Sistem Informasi Akuntansi

II.4.1. Pengertian Sistem Informasi Akuntansi

Menurut Bodnar dan Hopwood (2001), an Accounting Information System (AIS)

is a collection of resources, such as people and equipment, designed to transform financial and other data into information. Dapat diterjemahkan bahwa Sistem

Informasi Akuntansi adalah sebuah kumpulan dari sumber daya, seperti tenaga kerja dan peralatan, yang didesain untuk mengubah data keuangan dan data lainnya menjadi informasi. (p.1).

Menurut Wilkinson (2000), pengertian sistem informasi akuntansi dijabarkan sebagai berikut: “Accounting Information Systems is a unified structure within an entity,

such as business firm, that employs physical resources and other components to transform economic data into accounting information, with the purpose of satisfying the information needs of a variety of users.” Yang diterjemahkan sebagai berikut: Sistem

(7)

bisnis, yang menggunakan berbagai sumber daya fisikal dan komponen-komponen lain untuk mengubah data ekonomi menjadi informasi akuntansi, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi berbagai macam pengguna. (p.7).

Menurut McLeod (2001) berpendapat bahwa Sistem Informasi Akuntansi bertugas untuk mengumpulkan data yang menjelaskan kegiatan perusahaan, mengubah data tersebut menjadi informasi, serta menyediakan informasi bagi pemakai di dalam maupun di luar perusahaan. (h.304).

Menurut beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian system informasi akuntansi adalah suatu sistem informasi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi yang terkait dengan kegiatan akuntansi dan keuangan, dimana didalamnya terkait dengan sumber daya seperti manusia dan peralatan yang diatur untuk mengubah data menjadi informasi.

II.4.2. Tujuan Sistem Informasi Akuntansi

Tujuan Sistem Informasi Akuntansi (Wilkinson et al, 2000), dibagi menjadi 3, yaitu :

1. To support the day-to-day operations (untuk mendukung operasi sehari-hari). 2. To support decision making by internal decision makers (untuk mendukung

pengambilan keputusan oleh pembuat keputusan internal).

3. To fulfill obligations relating to stewardship (untuk memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan penyediaan informasi yang bersifat perintah kepada pihak eksternal perusahaan, juga menyediakan informasi kepada pemegang saham). (h.8-10).

(8)

II.4.3. Fungsi atau Kegunaan dari Sistem Informasi Akuntansi

Menurut Romney dan Steinbart (2003, p22), Sistem Informasi Akuntansi memiliki tiga fungsi dasar, yaitu:

1. Mengumpulkan dan memproses data tentang aktivitas bisnis organisasi secara efisien dan efektif

2. Memberikan informasi yang berguna untuk mengambil keputusan

3. Menetapkan pengendalian yang memadai untuk menjamin bahwa data tentang aktivitas bisnis dicatat dan diproses secara akurat dan untuk menjaga antara data dan aset organisasi lainnya.

Sedangkan kegunaan Sistem Informasi Akuntansi menurut Jones dan Rama (2003, p6-7) adalah :

1. Menghasilkan External Report

Menghasilkan laporan untuk pihak-pihak luar yang berkepentingan seperti investor, kreditor, pemungut pajak, agen peraturan atau pemerintahan, dan lainnya. Laporan ini meliputi laporan keuangan, pengembalian pajak, dan laporan yang dibutuhkan oleh bank pusat, dan lain-lain.

2. Mendukung pelaksanaan aktivitas operasi rutin.

Manajer menggunakan Sistem Informasi Akuntansi untuk menangani aktivitas operasi rutin yang berlangsung dalam siklus operasi perusahaan. Contohnya adalah menerima pesanan pelanggan, mengirim barang dan jasa, menagih hutang pelanggan, dan mengumpulkan kas.

(9)

Sistem Informasi Akuntansi juga diperlukan untuk pengambilan keputusan yang tidak rutin pada semua tingkatan organisasi. Contohnya mencakup informasi mengenai produk apa yan laku terjual dan pelanggan manakah yang paling sering berbelanja. Informasi ini penting untuk merencanakan produk baru, memutuskan produk apa yang perlu distok dan memasarkan produk ke pelanggan.

4. Perencanaan dan Pengendalian

Sistem Informasi Akuntansi diperlukan untuk merencanakan dan mengendalikan aktivitas dalam organisasi secara baik. Informasi mengenai anggaran dan biaya standar disimpan dengan sistem informasi dan laporan dirancang untuk membandingkan gambaran anggaran yang sesungguhnya. Menggunakan scanners untuk mencatat barang yang dibeli dan dijual dalam pengumpulan informasi yang berjumlah sangat besar dengan biaya yang rendah, memungkinkan user untuk merencanakan dan melakukan pengendalian secara lebih rinci.

5. Menyediakan pengendalian internal

Pengendalian internal meliputi kebijakan, prosedur, dan sistem informasi yang digunakan untuk melindungi aset perusahaan dari kecurian atau korupsi dan untuk memelihara keakuratan data keuangan. Hal ini memungkinkan untuk membangun pengendalian ke dalam sistem informasi akuntansi yang terkomputerisasi dalam mencapai tujuannya.

(10)

II.4.4. Komponen-komponen Sistem Informasi Akuntansi

Berdasarkan buku Romney dan Steinbart (2003, p2), komponen Sistem Informasi Akuntansi dibagi menjadi lima, yaitu :

1. Orang yang mengoperasikan sistem dan menampilkan fungsi yang bervariasi

2. Prosedur, baik manual maupun otomatis, melibatkan kegiatan mengumpulkan, memproses, dan menyimpan data tentang aktivitas perusahaan

3. Data tentang proses bisnis perusahaan

4. Software digunakan untuk memproses data organisasi

5. Infrastruktur teknologi informasi, termasuk komputer, peripheral device (perangkat keras untuk input, proses, output, dan komunikasi

data yang terhubung dengan CPU), dan alat komunikasi jaringan (network communication devices)

II.5. Persediaan

II.5.1. Pengertian Persediaan

Menurut Assauri (2004), persediaan adalah sejumlah bahan-bahan,

parts-parts yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam

perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu. (h.219)

Menurut Handoko (2001), sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan yang bertujuan

(11)

untuk meminimumkan biaya total. Persediaan menunjukkan barang yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan normal perusahaan. (h.333-334)

Menurut Stice et al (2004), kata persediaan ditujukan untuk barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus perusahaan manufaktur, maka kata ini ditujukan untuk barang dalam proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan produksi. (h.653)

Dari definisi persediaan di atas maka dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah aset yang sangat penting karena persediaan merupakan barang yang tersedia untuk dijual (barang dagangan / barang jadi), barang yang masih dalam proses produksi untuk diselesaikan dan dijual (barang dalam proses pengolahan) dan barang yang akan dipergunakan untuk produksi barang jadi yang akan dijual (bahan baku dan bahan pembantu) dalam kegiatan usaha normal perusahaan.

II.5.2. Jenis-jenis Persediaan

Menurut Arens dan Loebbecke (2003), dalam perusahaan manufaktur, persediaan terdiri dari : persediaan produk jadi, persediaan produk dalam proses, persediaan bahan baku, persediaan bahan penolong, persediaan bahan habis pakai pabrik, persediaan suku cadang. (h.553). Dalam perusahaan dagang, persediaan hanya terdiri dari satu golongan yaitu persediaan barang dagangan, yang merupakan barang yang dibeli untuk dijual kembali.

Menurut Assauri (2004), persediaan dapat dibedakan atau dikelompokkan (h.170-172):

(12)

1. Batch Stock atau Lot Size Inventory

Yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan– bahan/barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan saat itu.

2. Fluctuation Stock

Adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Dalam hal ini, perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen, apabila tingkat permintaan tidak dapat diramalkan terlebih dahulu.

3. Anticipation Stock

Yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan yang meningkat. Di samping itu, anticipation stock juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak menggangu jalannya produk atau untuk menghindari kemacetan produksi.

b. Menurut jenis dan posisi produk di dalam urutan pengerjaan produk yaitu : 1. Persediaan bahan baku ( Raw Materials Stock)

Yaitu persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, di mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam maupun dibeli dari

supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan

pabrik yang menggunakannya.

2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (Purchased Parts/

(13)

Yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung diassembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi sebelumnya. Jadi bentuk barang yang merupakan parts ini tidak mengalami perubahan dalam operasi.

3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (supplier

stock)

Yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau digunakannya dalam kerja suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.

4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses ( work in process/progress stock)

Yaitu persediaan barang–barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses kembali untuk menjadi barang jadi.

5. Persediaan barang jadi (finished goods)

Yaitu persediaan barang jadi yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain.

II.5.3. Dokumen yang Digunakan Berhubungan dengan Persediaan

Menurut Assauri (2004) pencatatan dalam pengawasan persediaan adalah semua pencatatan atau pembukuan mengenai penerimaan, persediaan di gudang dan pengeluaran bahan baku dan bahan-bahan lainnya serta hasil produksi dalam suatu

(14)

perusahaan. Pencatatan-pencatatan tersebut diperlukan untuk menjamin bahan-bahan atau barang-barang dipergunakan secara efisien dan perusahaan dapat mengikuti perkembangan persediaannya dengan baik.

Menurut Assauri (2004) pada dasarnya terdapat lima catatan yang paling penting atau utama dalam sistem pengawasan persediaan:

1. Permintaan untuk dibeli (purchase requisition)

Dokumen permintaan pembelian bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah tertentu yang ditujukan kepada bagian pembelian. Permintaan tersebut dia adakan dengan tujuan untuk menjamin tersedianya persediaan yang cukup dari bahan-bahan atau barang- barang tersebut atau mengisi kembali persediaan bila persediaan bahan-bahan tertentu yang ada akan mendekati titik yang terendah atau minimum yang telah ditentukan lebih dahulu.

2. Laporan penerimaan (receiving report)

Dokumen yang memberikan informasi mengenai penerimaan atas barang yang telah dipesan.

3. Catatan persediaan (balance of stores record)

Merupakan istilah lain dari: perpetual inventory card, stock record card, stored

ledger sheet, balance of stores form, stores balance sheet, dan material ledger sheet.

Informasi yang terdapat dalam “balance of stores card” berbeda-beda tergantung dari perusahaan pabrik yang menggunakannya. Akan tetapi, data-data yang biasanya terdapat dalam daftar ini adalah:

(15)

b. Jumlah dari bahan-bahan yang tersedia di gudang, yang dipesan dan yang dialokasikan untuk produksi.

c. Jumlah bahan-bahan yang alan atau harus dibeli bila waktunya telah tiba untuk mengadakan pemesanan baru.

d. Harga bahan-bahan itu per unit.

e. Jumlah yang dipakai selama suatu periode atau jangka waktu tertentu. f. Nilai dari persediaan yang ada.

4. Daftar permintaan bahan (material requisition form)

Formulir yang dibuat oleh petugas gudang untuk dipergunakan oleh bagian pembelian dalam mengadakan pemesanan bahan-bahan yang perlu dibeli kembali.

5. Perkiraan pengawasan (control accounting)

Catatan yang digunakan oleh Bagian Akuntansi untuk mengawasi setiap pencatatan mutasi persediaan yang dilakukan oleh bagian gudang. Semua pembelian akan didebit dan semua pemakaian akan dikredit dalam perkiraan ini. Saldo perkiraan pengawasan harus sama dengan saldo yang terdapat pada “perpetual inventory cards.” Tidak sesuainya saldo antara keduanya mengharuskan diadakannya penyelidikan selanjutnya.

II.5.4. Sistem Pencatatan Persediaan

Menurut Yiong (2004), sistem pencatatan persediaan dibedakan menjadi sistem perpetual dan sistem periodik. Pada sistem periodik, persediaan akhir sesuai dengan jumlah fisik barang. Pada sistem perpetual, persediaan barang yang ada dalam

(16)

pencatatan akuntansi menunjukkan nilai persediaan barang saat ini. Dengan demikian, pada periode berjalan, laba kotor dapat dihitung setiap saat. Pada sistem periodik, laba kotor baru dapat dihitung pada akhir periode. Pencatatan persediaan pada sistem perpetual lebih rumit dibandingkan dengan sistem periodik. Sistem ini umumnya digunakan jika sistem pencatatannya menggunakan komputer. (h.12)

Menurut Stice at al (2004), sistem pencatatan persediaan dibagi menjadi dua sistem (h.656), yaitu:

1. Sistem persediaan periodik (periodic inventory system)

Adalah sistem dimana catatan penjual hanyalah harga jual, sehingga penjual tidak mempunyai catatan mengenai berapa banyak unit dari jenis persediaan tertentu yang telah dijual. Satu-satunya cara untuk mengecek persediaan apa yang terjual dan persediaan apa yang tersisa adalah dengan melakukan perhitungan fisik secara periodik.

2. Sistem persediaan perpetual (perpetual inventory system)

Adalah sistem dimana baik harga jual maupun jenis dari barang yang terjual dicatat untuk setiap penjualan. Dengan sistem perpetual, penjual mengetahui jumlah dari barang yang terjual dan jumlah yang seharusnya masih ada dalam persediaan. Dengan sistem perpetual, perhitungan fisik persediaan secara periodik berguna untuk mengetahui jumlah persediaan yang “menyusut” atau “lenyap”; yaitu persediaan yang hilang, dicuri, atau rusak.

(17)

II.5.5. Metode Penilaian Persediaan

Menurut Assauri (2004) ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai suatu persediaan, diantaranya dengan:

1. First-In, First-Out (FIFO Method)

Adalah cara penilaian persediaan yang berdasarkan atas asumsi bahwa harga barang yang sudah terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk. Dengan demikian persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang yang akhir masuk.

Metode FIFO (First In First Out) pertama kali dikenal dalam akuntansi keuangan sebagai salah satu metode dalam penilaian persediaan barang. Harga yang digunakan sebagai dasar dalam menilai persediaan barang dapat memakai harga lama atau harga baru. Pada metode FIFO, persediaan barang yang dikeluarkan untuk produksi atau dijual, nilainya didasarkan pada harga menurut urutan yang pertama masuk. Jadi, untuk penilaian pada persediaan barang yang tersisa, berarti harganya didasarkan pada harga baru atau harga menurut urutan yang terakhir.

Metode ini juga mengasumsikan bahwa barang yang terjual karena pesanan adalah barang yang mereka beli. Oleh karenanya, barang-barang yang dibeli pertama kali adalah barang-barang pertama yang dijual dan barang-barang sisa di tangan (persediaan akhir) diasumsikan untuk biaya akhir. Karenanya, untuk penentuan pendapatan, biaya-biaya sebelumnya dicocokkan dengan pendapatan dan biaya-biaya yang baru digunakan untuk penilaian laporan neraca.

(18)

Metode ini konsisten dengan arus biaya aktual, sejak pemilik barang dagang mencoba untuk menjual persediaan lama pertama kali. FIFO merupakan metode yang paling luas digunakan dalam penilaian persediaan.

Metode FIFO seringkali tidak nampak secara langsung pada aliran fisik dari barang tersebut karena pengambilan barang dari gudang lebih didasarkan pada pengaturan barangnya. Dengan demikian meode FIFO lebih nampak pada perhitungan harga pokok barang. Dalam metode FIFO, biaya yang digunakan untuk membeli barang pertama kali akan dikenali sebagai Cost of

Goods Sold (COGS).

2. Rata-rata tertimbang (Weighted Average Method)

Adalah cara penilaian persediaan yang berdasarkan atas harga rata-0rata dimana harga tersebut dipengaruhi oleh jumlah barang yang diperoleh pada masing-masing harganya.

Metode rata-rata tertimbang didasarkan pada anggapan bahwa barang tersedia untuk dijual adalah homogen. Metode ini tidak mudah untuk menentukan berapa unit yang harus keluar terakhir, dengan demikian pengalokasian harga perolehan barang yang tersedia untuk dilakukan atas dasar harga perolehan rata-rata.

3. Last-In, First-Out (LIFO Method)

Adalah cara penilaian persediaan berdasarkan atas asumsi bahwa barang yang telah terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terakhir masuk. Sehingga persediaan yang masih ada atual stock dinilai berdasarkan harga pembelian barang yang terdahulu.

(19)

Metode LIFO mengasumsikan bahwa pembelian terbaru item adalah akan menjadi yang pertama dijual dan sisa persediaan akhir terdiri item yang pertama kali dibeli. Dengan kata lain, pesanan yang barangnya dujual adalah kebalikan dari pesanan yang dibeli. Tidak seperti FIFO, metode LIFO mengkhususkan bahwa biaya persediaan ditangan (persediaan akhir) ditentukan oleh pekerjaan diawal dari persediaan awal juga pembelian sampai dengan terpenuhinya unit yang diperoleh untuk memperoleh persediaan akhir, tepat berlawanan dengan metode FIFO.

II.5.6. Biaya Dalam Persediaan

Menurut Assauri (2004), unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan dapat digolongkan menjadi empat golongan (h.172-173), yaitu:

1. Biaya pemesanan (ordering costs)

Adalah biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan bahan-bahan atau baang-barang dari penjual, sejak dari pesanan (order) dibuat dan dikirim ke penjual, sampai bahan-bahan atau barang-barang tersebut dikirim dan diserahkan atau diinspeksi di gudang atau di daerah pengolahan (process area). Besarnya biaya yang dikeluarkan tidak tergantung pada besarnya atau banyaknya bahan atau barang yang dipesan.

Yang termasuk dalam biaya pemesanan ini adalah:

1) Biaya administrasi pembelian dan penempatan order (cost of placing

order).

(20)

3) Biaya penerimaan. 4) Biaya pemeriksaan.

2. Biaya yang terjadi dari adanya persediaan (inventory carrying costs)

Adalah biaya-biaya yang meliputi seluruh pengeluaran akibat adanya sejumlah persediaan dan disebut juga dengan biaya mengadakan persediaan (stock holding costs). Biaya ini berhubungan dengan tingkat rata-rata persediaan yang selalu terdapat di gudang, sehingga besarnya biaya ini bervariasi tergantung dari besar kecilnya rata-rata persediaan yang ada. Besarnya inventory carrying costs ditentukan sebagai suatu persentase (%) dari nilai uang dari persediaan tersebut per unitnya dalam satu tahun.

Yang termasuk dalam biaya ini adalah:

1) Biaya pergudangan (storage costs) yang terdiri dari: i. Biaya sewa gudang.

ii. Biaya upah dan gaji tenaga pengawas dan pelaksana pergudangan.

iii. Biaya peralatan material handling di gudang. iv. Biaya administrasi gudang.

v. Dan biaya lainnya. 2) Biaya asuransi persediaan.

3) Pajak kekayaan atas investasi dari persediaan rata-rata dalam satu tahun.

4) Penghapusan dan risiko-risiko akibat persediaan ketinggalan jaman atau menjadi tua, mengalami kerusakan, kecurian, dan penurunan

(21)

nilai atau harga barang dalam persediaan (depreciation and

obselence).

5) Bunga atas modal yang diinvestasikan dalam inventory untuk mengganti biaya (cost of capital tied up) yang timbul karena hilangnya kesempatan untuk menggunakan modal tersebut dalam investasi lain (cost of forgone investment opportunity).

3. Biaya kekurangan persediaan (out of stock costs)

Adalah biaya-biaya yang timbul akibat terjadinya persediaan yang lebih kecil daripada jumlah yang diperlukan, seperti kerugian atau biaya-biaya tambahan yang diperlukan karena seorang pelanggan meminta atau memesan suatu barang, sedangkan barang yang dibutuhkan tidak tersedia. Selain daripada itu , dapat pula merupakan biaya-biaya yang timbul karena akibat pengiriman kembali pesanan (order) tersebut.

4. Biaya yang berhubungan dengan kapasiatas (capacity associated costs)

Adalah biaya-biaya yang terdiri karena adanya penambahan atau pengurangan kapasitas, atau bila terlalu sedikitnya kapasitas yang digunakan pada suatu waktu tertentu, seperti:

1) Biaya kerja lembur 2) Biaya latihan

3) Biaya pemberhentian kerja 4) Biaya pengangguran (idle time)

(22)

II.5.7. Pengawasan Persediaan

Menurut Assauri (2004, h176) Suatu sistem pengawasan persediaan harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. Terdapatnya gudang yang cukup luas dan teratur dengan pengaturan tempat bahan atau barang yang tetap dan identifikasi bahan atau barang tertentu. 2. Suatu sistem pencatatan dan pemerikasaan atas penerimaan bahan atau

barang.

3. Pengawasan mutlak atas pengeluaran bahan atau barang.

4. Pencatatan yang cukup teliti yang menunjukkan jumlah yang dipesan, yang dibagikan atau dikeluarkan dan yang tersedia digudang.

5. Pemeriksaan fisik bahan atau barang yang ada dalan persediaan secara langsung.

6. Perencanaan untuk menggantikan barang-barang yang telah dikeluarkan, barang-barang yang telah lama dalam gudang, barang-barang yang sudah usang dan ketinggalan zaman.

7. Pengecekan untuk menjamin dapat efektifnya kegiatan rutin.

II.6. Sistem Informasi Akuntansi Persediaan

II.6.1. Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Persediaan

Pengertian sistem informasi akuntansi persediaan berdasarkan pengertian dari sistem informasi akuntansi dan pengertian persediaan yang telah dicantumkan di atas adalah sistem yang menghasilkan informasi akuntansi dan keuangan, serta informasi

(23)

lainnya yang diperoleh dalam proses rutin transaksi akuntansi, yang berkaitan dengan persediaan yang dijual dalam kegiatan bisnis normal perusahaan.

II.6.2.Tujuan Sistem Informasi Akuntansi Persediaan

Jadi dapat disimpulkan, bahwa tujuan sistem informasi akuntansi persediaan berdasarkan tujuan sistem persediaan di atas dan tujuan sistem informasi akuntansi adalah :

1. Untuk mendukung operasi sehari-hari yang berkaitan dengan persediaan, seperti memberitahukan jumlah stok persediaan yang tersisa di gudang.

2. Untuk mendukung pengambilan keputusan oleh pembuat keputusan internal (seperti manajer bagian persediaan, penjualan, atau pembelian) yang berkaitan dengan persediaan yang dijual perusahaan, seperti pengambilan keputusan untuk membeli kembali persediaan yang sudah mulai menipis. 3. Untuk memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan penyediaan informasi

yang bersifat perintah kepada pihak eksternal perusahaan (dalam hal ini pemasok maupun pelanggan).

II.7. Sistem Pengendalian Internal

II.7.1. Pengertian Pengendalian Internal

Arens dan Loebbecke (2003) mendefinisikan pengendalian sebagai sistem yang terdiri dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen keyakinan memadai bahwa tujuan dan sasaran yang penting bagi satuan usaha dapat dicapai. (h.258)

(24)

Menurut Romney and Steinbart (2004) pengendalian internal adalah “The plan

of organization and the method a business used to safe guard assets, provide accurate and reliable information, promote and improve operational efficiency and encourage adherence to prescribed management policies.” (p.195)

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian internal (internal control) adalah proses atau kebijakan perusahaan untuk mengatur semua entitas perusahaan seperti dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya agar dapat mengamankan aset atau kekayaan perusahaan, menyediakan informasi (termasuk informasi akuntansi) yang akurat dan dapat dipercaya, meningkatkan efisiensi dan efektifitas, serta mendorong dipatuhinya kebijakan atau peraturan perusahaan yang ada.

II.7.2. Tujuan Pengendalian Internal

Arens dan Loebbecke (2003) mengatakan manajemen mempunyai lima kepentingan dalam merancang struktur pengendalian internal yang efektif, yaitu untuk mendorong efisiensi dan efektifitas operasional, pengamanan aktiva dan catatan, keandalan laporan keuangan, ketaatan pada hukum dan peraturan, dan penekanan pada pengendalian atas golongan transaksi. (h.258)

Menurut Gondodiyoto (2006, p167), tujuan pengendalian intern yaitu: a. Menyajikan data yang dapat dipercaya

b. Pimpinan hendaklah memiliki informasi yang benar atau tepat dalam rangka melaksanakan kegiatannya. Mengingat bahwa berbagai jenis informasi dipergunakan untuk mengambil bahan mengambil keputusan sangat penting artinya, karena itu suatu mekanisme atau sistem yang

(25)

dapat mendukung penyajian informasi yang akurat sangat diperlukan oleh pimpinan perusahaan.

c. Mengamankan aktiva dan pembukuan

d. Pengamanan atas berbagai harta benda dan catatan pembukuan menjadi sangat penting dengan adanya komputer. Data atau informasi yang begitu banyaknya yang disimpan di dalam media komputer seperti magnetic

tape dapat dirusak apabila tidak diperhatikan pengamanannya.

e. Meningkatkan efisiensi operasional

f. Pengawasan dalam suatu organisasi merupakan alat untuk mencegah penghamburan usaha, menghindarkan pemborosan dalam setiap segi dunia usaha untuk mengurangi setiap jenis penggunaan sumber-sumber yang ada secara tidak efisien.

g. Mendorong pelaksanaan kebijaksanaan yang ada

h. Pimpinan menyusun tata cara dan ketentuan yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Sistem pengendalian intern berarti memberikan jaminan yang layak bahwa kesemuanya itu telah dilaksanakan oleh karyawan perusahaan.

II.7.3. Komponen Pengendalian Internal

Arens dan Loebbecke (2003, p261) juga mendefinisikan komponen-komponen struktur pengendalian internal, antara lain:

a. Lingkungan Pengendalian b. Penetapan Resiko Manajemen

(26)

c. Sistem Informasi dan Komunikasi Akuntasi d. Aktivitas Pengendalian

e. Pemantauan

Laporan COSO mengidentifikasikan lima komponen dari internal control (Jones dan Rama, 2003, h.105), yaitu :

1. Control environment

Menunjukkan pada faktor luas yang mengatur organisasi (perusahaan) dan mempengaruhi kesadaran pengendalian dari karyawan itu sendiri. Faktor tersebut termasuk integritas, nilai etika, dan filosofi manajemen dan gaya operasi. Juga termasuk cara manajemen memberikan kekuasaan dan tanggung jawab, mengatur dan mengembangkan karyawan, dan perhatian dan perintah dari dewan direksi.

2. Risk assessment

Adalah identifikasi dan analisis resiko yang menghalangi pencapaian tujuan pengendalian internal.

3. Control activities

Adalah kebijakan dan prosedur yang dikembangkan oleh organisasi (perusahaan) untuk mengalokasikan resiko. Control activity terdiri dari :

a. Performance reviews

Adalah aktivitas menganalisis kinerja. b. Segregation of duties

Termasuk memberikan tanggung jawab untuk mengotorisasi transaksi, pelaksanaan transaksi, mencatat transaksi, dan penjagaan aset untuk karyawan yang berbeda-beda.

(27)

c. Application control

Menerapkan aplikasi sistem informasi akuntansi secara individual. d. General control

Adalah pengendalian lebih luas yang berhubungan dengan bermacam-macam aplikasi. General control termasuk juga mengendalikan proses pengembangan dan pemeliharaan software aplikasi.

4. Information and communication

Sistem informasi perusahaan adalah kumpulan prosedur (otomatis dan manual) dan ditetapkan pencatatan untuk memulai, menyimpan, memproses, dan melaporan kejadian sebuah proses entitas. Communication melibatkan pemberian sebuah pemahaman akan peran dan tanggung jawab individual.

5. Monitoring

Manajemen seharusnya mengawasi internal control untuk memastikan bahwa pengendalian organisasi (perusahaan) berfungsi sesuai dengan yang diharapkan.

II.7.4. Jenis-jenis Sistem Pengendalian Internal

II.7.4.1. Pengendalian Umum (General Controls)

Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, h.250), Pengendalian Umum ialah sistem pengendalian intern komputer yang berlaku umum meliputi seluruh kegiatan komputerisasi sebuah organisasi secara menyeluruh.

Hall (2001) mendefinisikan pengendalian umum sebagai pengendalian yang diterapkan pada serangkaian eksposur yang secara sistematis mengancam integritas

(28)

semua aplikasi yang diproses dalam lingkungan sistem informasi yang berbasis komputer. (h.352)

II.7.4.2. Pengendalian Aplikasi (Application Control)

Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006), Pengendalian Aplikasi adalah sistem pengendalian intern pada sistem informasi berbasis teknologi informasi yang berkaitan dengan pekerjaan/aplikasi tertentu (setiap aplikasi memiliki karakteristik dan kebutuhan pengendalian yang berbeda). Pengendalian aplikasi diperlukan untuk mengurangi terjadinya resiko, atau jika resiko ternyata terjadi juga, hendaknya tingkat kerugiannya supaya seminimal mungkin. (h.328)

   

Referensi

Dokumen terkait

barang Perlengkapan ( Supplier Stock ) Yaitu persediaan barang-barang atau bahan- bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi

Merupakan persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu

Persediaan Bahan-bahan Pembantu atau Barang-barang Perlengkapan (Supplies Stock), yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk

Persediaan bahan pembantu / bahan-bahan pelengkap (supplier Stock), yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk

Jadi dapat disimpulkan persediaan adalah bahan-bahan, bagian yang disediakan, dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi,

Persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang digunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi

yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya

dalam perusahaan manufaktur, persediaan terdiri dair persediaan barang jadi, persediaan barang dalam proses, persediaan bahan baku, persediaan bahan penolong, persediaan bahan habis