• Tidak ada hasil yang ditemukan

Corporate Hypocrisy : Manajemen ala Callicles

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Corporate Hypocrisy : Manajemen ala Callicles"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Corporate Hypocrisy

: Manajemen ala Callicles

Antara tahun 2006-2013, minimal sekali dalam setahun, saya berkunjung ke Riau. Berkunjung ke

Rumbai, Duri, Dumai, Minas dan beberapa tempat lain di propinsi kaya minyak ini. Daerah dimana dalam perut bumi terkandung cadangan minyak yang luar biasa besar dan dipermukaan bumi berjuta-juta pohon kelapa sawit tumbuh subur.

Dari kunjungan tersebut, saya mengetahui PT. Chevron Pasific Indonesia (CPI) sebagai salah satu perusahaan asing yang melakukan eksplorasi minyak di Riau, yang asetnya bisa lihat di Rumbai, Duri, Dumai maupun Minas. Di Rumbai, berdiri lokasi kantor maupun perumahan karyawan CPI serta berdiri megah Politeknik Caltex Riau hasil kerjasama CPI dengan pemerintah daerah. Sekolah Cendana

dibawah naungan Yasayan Pendidikan Cendana, yang awalnya merupakan Sekolah Rakyat Caltex dengan bangunan yang mewah serta prestasi yang luar biasa. Sekolah Cendana, tersebar di Rumbai, Duri, Dumai dan Minas, meliputi TK, SD, SMP dan SMA.

CPI juga beriklan secara intensif di berbagai media, salah satu yang bisa diingat adalah iklan CPI di televisi. Dalam iklan tersebut salah satu bunyi pesan-nya adalah “Perusahaan minyak harus

memberdayakan masyarakat. Kami Setuju”. Didalam iklan tersebut CPI menunjukkan bahwa perusahaan telah membuka lapangan pekerjaan bagi lebih 40.000 tenaga kerja Indonesia; CPI juga memberikan pelatihan manajemen keuangan, pengadaan dan perencanaan bisnis bagi lebih dari 5.000 pengusaha kecil. (D. Susanto, 2016)

Chevronomics D Susanto

Dalam sampul depan buku-nya, D Susanto (2016) menulis “Bila sebuah investasi tambang asing, terhadap sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui, telah melebihi 50 tahun, di suatu negara, sejatinya ini adalah bentuk invasi. Bukan lagi investasi”. Sebuah ilustrasi pas untuk mengambarkan realitas CPI di Indonesia. Investasi mesti dilakukan dalam koridor kepatuhan terhadap regulasi, tetapi jika suatu investasi dilakukan dengan mengacuhkan regulasi maka tindakan tersebut tidaklah layak disebut sebagai investasi, namun merupakan tindakan invasi.

Dalam buku Chevronomics : Oil Company, Oil Service Company, Awas Kompeni!, D Susanto mengambarkan bagaimana CPI mengawali usahanya sejak tahun 1938 dengan datangnya Richard Hopper di Sumatera. Dia adalah ahli geologi NPPM (Nederlandsche Pacific Petroleum Maatschappij), anak perusahaan Socal (Standard Oil Company California), yang merupakan cikal bakal PT. Caltex Pacific Indonesia (sekarang Chevron Pacific Indonesia). Setelah kedatangan Richard Hopper, beragam perilaku CPI di Indonesia dikupas oleh D Susanto.

(2)

Perilaku CPI yang dipotret oleh D Susanto antara lain, peran CPI dalam pemaksaan Indonesia agar menerima hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB), peran CPI dalam membantu pemberontakan PRRI, peran CPI dalam rencana penggulingan Presiden Sukarno, perilaku CPI dalam proses marginalisasi Suku Sakai, perilaku dan kebijakan CPI dalam penggunaan teknologi “fracking”, hidraulic fracturing (teknologi injeksi bahan kimia dan air), steamflood (injeksi uap) yang dikhawatirkan menyebabkan terjadinya pencemaran air tanah dan gangguan ekologis. Teknologi yang di Amerika sendiri merupakan

konstroversi dan dilarang digunakan, namun CPI menggunakan teknologi itu di Indonesia. (D Susanto, 2016: 31)

Pada sisi perilaku CPI terkait dengan masalah cost recovery. D. Susanto mengambarkan bagaimana perilaku CPI memasukkan pengeluaran atau biaya yang sebenarnya tidak berhubungan dengan kegiatan produksi pada cost recovery dan meminta negara untuk mengganti pengeluaran tersebut. (D Susanto, 2016: 45). Dalam poin ini, D Susanto mengutip temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006. Belum lagi, jika kita melihat bagaimana besarnya hutang ekologis CPI kepada Indonesia.

Investasi: Invasi Kompani

Investasi bukanlah suatu larangan, namun sebaliknya, investasi dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Tentunya mesti ada regulasi yang mengatur agar investasi tersebut

menghasilkan implikasi positif bagi masyarakat dan negara serta meminimalkan dampak negatif dari kegiatan tersebut. Sehingga regulasi mesti dibuat dengan benar. Ketika investasi tidak dilakukan dengan menaati regulasi, atau regulasi dibuat dengan tidak benar (misalnya lebih menguntungkan para pemilik modal semata) maka investasi tersebut tidaklah layak disebut sebagai investasi, melainkan berubah sebagai upaya invasi.

Naomi Klein, Shock Doctrine (2007) dalam D Susanto (2016; 118) mengatakan bahwa pada masa sekarang lawan semua negara dan semua warga negara adalah korporasi, terutama korporasi multinasional. Dan Veblen dalam bukunya The Theory of Business Enterprise, menyebutkan bahwa perilaku para pengusaha Amerika masa sekarang semakin banyak dijumpai jenis pengusaha pemangsa atau predator. (D Susanto, 2016: 33).

Perkataan Klein dan Veblen ini meneguhkan ilustrasi dari D Susanto (2016) mengenai perilaku CPI dalam investasi-nya di Indonesia. Menurut McCawley (1982) dalam Rahmat & Yustika (2017: 193-194),

investasi asing dapat menimbulkan dampak negatif, antara lain: Pertama, banyaknya keringanan pajak dan perdagangan yang diberikan jauh melebihi apa yang secara minimal diperlukan untuk menarik investor asing. Kedua, adanya biasa penyesuaian (adjustment cost) yang harus ditanggung oleh industri tradisional dan Ketiga, adanya pengaruh sosial politik dari modal asing.

Aktivitas perusahaan multinasional merupakan penyebab utama dari deforestasi di Indonesia dan Malaysia (Madeley, 2008) dalam Rahmat & Yustika (2017: 194). Terkait dengan investasi pada bidang kontrak pertambangan, masih terjadi ketimpangan pembagian hasil antara pemerintah dan perusahaan

(3)

asing. (Rahmad & Yustika, 2017: 196). Modal asing telah memperbesar tingkat ketergantungan

Indonesia terhadap negara-negara industri maju, sampai pada tingkat dimana pemerintah tidak berani meluruskan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing.

Dampak dari investasi asing sesungguhnya bergantung pada sejauh mana peran negara dalam mengelola investasi asing demi kepentingan nasional. (Rahmad & Yustika, 2017: 197). Peran tersebut berbentuk bagaimana negara mengatur investasi dengan menciptakan regulasi yang baik dan benar serta bagaimana kemampuan dan kemauan negara dalam melakukan penegakan hukum yang tepat. Namun, seperti dikatakan oleh James Freeman Clarke, penulis Amerika, 1810-1888 bahwa “The difference between a politician and a statesman is: a politician thinks of the next election and a statesman thinks of the next generation” , jika di negara ini politisi jauh melebihi jumlah negarawan, maka akan terasa sulit untuk mendapatkan seperangkat regulasi sekaligus penegakan hukum yang baik, benar sekaligus tepat.

Manajemen ala Callicles

Dalam suatu dialog yang dilukiskan oleh Plato dalam Gorgias, disebutkan bahwa Socrates berdebat dengan Callicles. Sementara dalam Republic ada seorang tokoh yang bernama Thrasymachus. Baik Callicles maupun Thrasymachus meyakini bahwa hasrat yang membuat sesuatu berharga. Oleh karena itu, kehidupan yang baik adalah kehidupan dimana kita berhasil mendapatkan apa yang kita inginkan. Jika hal yang kita inginkan kita harus menguasai orang lain dan mengalahkan tujuan mereka, maka itulah yang akan kita lakukan. Callicles mengatakan “aku menjalani kehidupan terbaik ketika aku bisa

mendapatkan apa yang aku inginkan, peduli setan dengan penderitaan orang lain karena perbuatanku”. (Graham, 2015: 28).

Apa yang diyakini dan dikatakan oleh Callicles ini nampak sesuai dengan apa yang telah tergambar dari Chevronomics dan perilaku-perilaku korporasi yang sebagian bermental predator. Korporasi yang dikelola dengan cara-cara Callicles ini, merupakan musuh negara dan masyarakat. Jika negara malah berbalik menjadi kawan bagi para predator, itulah yang menjadi bencana kebangsaan dan kedaulatan sesungguhnya. Kedaulatan rakyat bermutasi menjadi kedaulatan pasar. Inilah salah satu kutukan atas kekayaan sumber daya alam.

Beberapa waktu yang lalu, di Jakarta telah diselenggarakan “Responsible Business Forum on Food and Agriculture”. Forum ini digagas untuk mendapatkan suatu pola hubungan antar korporasi dan pelaku-pelaku usaha lain dalam model supply chain yang baik untuk menjamin adanya kesinambungan bisnis antar mereka. Beberapa korporasi besar menjadi sponsor kegiatan ini, sebagian perusahaan

multinasional. Keberadaan forum dengan nama manis tersebut menyisakan prasangka, seberapa baik dan mulia motif atas terselenggaranya forum tersebut. Semoga bukan hanya sekedar sebagai tools of business dalam merawat kesinambungan bisnis mereka semata.

(4)

Forum itu hadir ditengah-tengah pemberitaan tentang kematian Patmi (48), seorang petani perempuan Kendeng Rembang yang meninggal setelah demontrasi penolakan pembangunan pabrik semen di Rembang Jawa Tengah. Laporan Harian Kompas (Edisi 20 dan 21 Maret 2017) mengenai terjadinya kerusakan lingkungan yang semakin masif dan dampaknya pada masyarakat. Serta adanya biopiracy yang merugikan negara kita. (The Jakarta Post, 20 dan 21 Maret 2017).

Intensitas dan skala bencana hidrometeorologi, meliputi banjir, lonsor, kekeringan hinga kebakaran hutan dan lahan, terus meningkat. Perubahan cuaca hanya memicu, tetapi penyebab utamanya adalah kerusakan lingkungan yang masif akibat penurunan daya dukung lingkungan. (Kompas, 20 Maret 2017) Praktik pembangunan yang hanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomi telah membawa pada bubuh diri ekologi. Daya dukung lingkungan terlampaui, ditandai dengan tren peningkatan intensitas dan skala bencana. Situasi ini juga memperdalam ketimpangan sosial dan merugikan ekonomi negara. (Kompas, 21 Maret 2017). Lingkungan selalu menjadi pihak yang yang dikalahkan jika dihadapkan pada

kepentingan investasi. Apakah dalam Responsible Business Forum, forum yang manis tersebut, hal ini juga dibicakan, didiskusikan atau setidaknya diobrolkan saat rehat ?

Apakah atas pertanyaan itu, harus dicari jawabannya. Dalam Memorobilia Kesedihan, Agus Noor sudah mengingatkan “…. kadang kita tak menemukan apa yang kita cari. Tapi mendapatkan sesuatu yang lebih berarti”. (Noor, 2017).

Jika manajemen ala Callicles ini dibiarkan maka dampak kerusakan yang ditimbulkannya juga akan semakin dasyat, karena itu dalam manajemen perlu diinfiltrasi sikap sih-samasta bhuana, menyayangi seluruh dunia !. (Jamsari, 2013). Diperlukan ilmu manajemen yang lebih etis dan humanis dalam menjaga dunia ini untuk kehidupan generasi mendatang. Jika itu terjadi, maka akan lahir korporasi yang tidak hidup dalam kemunafikan (Coporate Hypocrisy), secara substansi merusak namun ditampakkan dalam iklan bahwa mereka seakan-akan baik. Karena itu, manajemen bukan dan sekali lagi bukan, manajemen ala Callicles !

Daftar Pustaka

D Susanto, Agung Marsudi, Chevronomics: Oil Company, Oil Service Company, Awas Kompeni !, Quantum, Jakarta, 2016

Endraswara, Suwardi, Berpikir Positif Orang Jawa, Narasi, Yogyakarta, 2016

Graham, Gordon, Teori-Teori Etika, Terjemahan dari Eight Theories of Ethics, Nusa Media, Bandung, 2015

Jamsari, Falsafah Bisnis Kompas: Pemikiran dan Falsafah Hidup Dua Pendiri Kompas, Buku Litera, Yogyakarta, 2013

(5)

Rahmat, Muhammad & Yustika, Ahmad Erani, Dibawah Bendera Pasar: Dari Nasionalisasi Menuju Liberalisasi Ekonomi, Empatdua-Kelompok Intrans Publishing, Malang, 2017

Kompas, 20 dan 21 Maret 2017

The Jakarta Post, 20 dan 21 Maret 2017

Referensi

Dokumen terkait

Penulis akan menganalisis 4 (empat) iklan rokok pada papan reklame. Salah satu iklan yang menjadi objek penelitian adalah iklan rokok Dunhill Mild edisi Discover

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan dengan interval waktu 2 (dua) kali seminggu atau selama 14 hari sekali. Pengukuran parameter fisika kimia perairan. Benih

Kedua, jika penelitian ini menunjukkan bahwa keluhan dalam makna relatif mempengaruhi kepatuhan pajak, maka pemerintah harus melakukan sosialisasi untuk

Masih banyak terjadi kesalahan konsep pembelajaran pecahan di antara calon-calon guru di Indonesia yang disebabkan kurangnya pemahaman tentang konsep dasar pecahan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang kemampuan menulis karangan argumentasi mengunakan media Wall Chart (bagan dinding) siswa kelas VII SMP

(1) Jika ada suatu tempat usaha yang didirikan tanpa izin, atau yang terus bekerja juga sesudah izinnya dicabut atau yang dijalankan tanpa izin baru sebagaimana

Pasien baru rawat inap yang masuk melalui IGD (Instalasi Gawat Darurat) diukur berat badan dan tinggi badannya atau bila tidak bisa ditimbang dilakukan pengukuran LLA ( Lingkar

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul