• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN TEPUNG PEREKAT TAPIOKA DALAM PEMBUATAN BRIKET CANGKANG KELAPA SAWIT TERHADAPA KARAKTERISTIK YANG DIHASILKAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN TEPUNG PEREKAT TAPIOKA DALAM PEMBUATAN BRIKET CANGKANG KELAPA SAWIT TERHADAPA KARAKTERISTIK YANG DIHASILKAN."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

KELAPA SAWIT TERHADAPA KARAKTERISTIK YANG

DIHASILKAN

Oleh

JUNAENI

NIM. 080 500 209

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA

(2)

PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN TEPUNG PEREKAT

TAPIOKA DALAM PEMBUATAN BRIKET CANGKANG

KELAPA SAWIT TERHADAP KARAKTERISTIK YANG

DIHASILKAN

Oleh

Junaeni

NIM. 080.500.209

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan PKL : PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN TEPUNG PEREKAT TAPIOKA DALAM PEMBUATAN BRIKET CANGKANG KELAPA SAWIT TERHADAP KARAKTERISTIK YANG DIHASILKAN

Nama : Junaeni

NIM : 080 500 209

Program Studi : Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan

Jurusan : Teknologi Pertanian

Lulus pada tanggal :20 Mei 2011

Penguji,

Edy Wibowo Kurniawan, S.TP. M. Sc NIP. 19741118 200012 1 011 Pembimbing,

Ahmad Zamroni, S. Hut., MP NIP. 19830824 200912 1 006

Mengesahkan,

Ketua Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Heriad Daud Salusu, S. Hut., MP. NIP. 19700830 199703 1 001 Menyetujui,

Ketua Program Studi

Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Edi Wibowo Kurniawan, S.TP. M. Sc NIP. 19741118 200012 1 011

(4)

ABSTRAK

JUNAENI Pengaruh Jumlah Penambahan Tepung Perekat Tapioka Dalam

Pembuatan Briket Cangkang Kelapa Sawit Terhadap Karakteristik Yang

Dihasilkan (Dibawah Bimbingan AHMAD ZAMRONI)

Penelitian ini dilatar belakangi oleh tingkat kebutuhan masyarakat

terhadapa Bahan Bakar Minyak yang saat ini jumlahnya semakin terbatas

sedangkan hal itu menjadi peran penting demi kelangsungan hidup dibeberapa

bidang pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jumlah

penambahan tepung perekat tapioka yang baik dalam pembuatan briket cangkang

kelapa sawit berdasarkan karakteristik yang dihasilkan.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelapa Sawit Teknologi

Pengolahan Hasil Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan

Laboratorium PT. Carsurin Samarinda selama 2 bulan terhitung mulai bulan Juli –

Agustus 2011 dengan perlakuan penambahan tepung perekat tapioka 4%, 5% dan

6%.

Dari Penelitian yang dilakukan diproleh hasil bahwa perlakuan variasi

penambahan tepung perekat tapioka pada briket yang dihasilkan dengan kadar air,

zat mudah menguap, kadar abu, kadar karbon terikat dengan rata-rata 25,40 dan

(5)

dihasilkan belum memenuhi standar yang telah ditentukan dari beberapa negara

(6)

RIWAYAT HIDUP

JUNAENI, lahir pada tanggal 7 Mei 1988 di Nunukan. Merupakan anak

ke – empat dari pasangan Ahmad Yamin dan Hasna.

Memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 004 Nunukan, pada tanggal

18 Juli 1995 dan lulus pada tanggal 4 April 2001, kemudian melanjutkan ke SMP

Negeri 1 Nunukan pada tanggal 21 Juni 2001 dan lulus pada tanggal 26 April

2004 dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Nunukan, lulus

pada tanggal 16 Juni 2007. Mulai bekerja pada salah satu radio swasta di Nunukan

dengan berstatus siswi SMA pada tanggal 23 Maret 2005 hingga 20 Februari

2008. Pada tanggal 19 Maret 2008 hingga 30 Mei 2008 bekerja pada Indosat.

Pendidikan Tinggi dimulai pada tahun 2008 di Politeknik Pertanian Negeri

Samarinda Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan, Jurusan

Teknologi Pertanian.

Pada Tanggal 10 Maret sampai dengan 10 April 2011 mengikuti kegiatan

Praktek Kerja Lapang (PKL) di UD. VIGOUR Kecamatan Junrejo Kabupaten

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena

atas rahmat, nikmat, ridho dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dengan baik.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak

langsungsehingga laporan kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini dapat

terselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghormatan sebesar-besarnya

kepada :

1. Orang Tua penulis yang senantiasa memberikan doadandukungan.

2. Bapak Ir. Wartomo, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri

Samarinda.

3. Bapak Ed yWibowoKurniawan, S.TP., M. Sc. Selaku Ketua Program Studi

Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan dan dosen penguji Praktek Kerja

Lapang (PKL)

4. Bapak Ahmad Zamroni S. Hut, MP. Selaku dosen pembimbing Praktek Kerja

Lapang (PKL).

5. Bapak Moch. Djayadi selaku pimpinan UD. Jayadi

(8)

7. Rekan-rekan mahasiswa dalam kelompok PKL, serta mahasiswa Program

Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan, yang telah bersedia

membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini bukanlah suatu karya yang sempurna,

sehingga dengan sangat terbuka penulis akan menerima setiap kritik dan saran

demi kesempurnaan laporan ini, dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi

pembacanya.

Penulis

(9)

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN ... i KATA PENGANTAR ... ii ABSTRAK ... iv RIWAYAT HIDUP ... v DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR DIAGRAM DAN GRAFIK ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

I . PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Hasil yang Diharapkan ... 3

II. KEADAANUMUM PERUSAHAAN A. TinjauanUmumKelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) ... 4

B. Limbah Kelapa Sawit... 6

C. Perekat Tepung Tapioka ... 8

D. Briket Arang ... 10

E. Sifat Fisika dan Kimia Briket Arang ... 12

F. Kegunaan Briket Arang ... 12

G. Keunggulan Briket Arang ... 13

III. METODE PENELITIAN 1.Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

2. Alat dan Bahan... 15

3. Prosedur Penelitian ... 16

4. Parameter Yang Diamati... 19

5. Analisa Data ... 21

(10)

A. Analisa Kadar Air ... 23

B. Zat Mudah Menguap ... 25

C. Kadar Abu ... 27

D. Kadar Karbon Terikat ... 30

E. Nilai Kalor... 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 35

B. Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Komposisi kimia briket cangkang kelapa sawit ... 8

2. Standar kualitas briket arang ... 14

3. Kombinasi perlakuan penelitian ... 22

4. Rata – rata kadar air briket cangkang kelapa sawit... 23

5. Analisa sidik ragam kadar air briket cangkang kelapa sawit... 24

6. Rata – rata kadar zat mudah menguap... 26

7. Analisa sidik ragam kadar zat mudah menguap... 26

8. Rata – rata kadar abu briket cangkang kelapa sawit ... 28

9. Analisa sidik ragam kadar abu ... 29

10. Rata – rata karbon terikat briket cangkang kelapa sawit... 30

11. Analisa sidik ragam kadar karbon terikat... 31

12. Rata – rata nilai kalor briket cangkang kelapa sawit ... 33

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Diagram alir pembuatan briket arang ... 18

2. Grafik kadar air briket cangkang kelapa sawit ... 24

3. Grafik Zat mudah menguap briket cangkang kelapa sawit ... 26

4. Grafik kadar abu briket cangkang kelapa sawit ... 28

5. Grafik kadar karbon terikat briket cangkang kelapa sawit ... 31

6. Grafik nilai kalor briket cangkang kelapa sawit ... 33

7. Cangkang Kelapa Sawit ... 37

8. Pembakaran cangkang kelapa sawit ... 37

9. Arang cangkang kelapa sawit ... 37

10. Penghalusan menggunakan lesung ... 37

11. Pengayakan menggunakan mess 50 ... 37

12. Serbuk Arang ... 37

13. Perekat Tapioka ... 38

14. Pencampuran perekat dengan serbuk arang ... 38

15. Pencetakan briket... 38

16. Pencetakan briket... 38

17. Briket yang telah dicetak ... 38

18. Briket dijemur pada sinar matahari ... 38

19. Oven menguji kadar air ... 39

20. Bomb calori meter ... 39

(13)

22. Kalorimeter ... 39

23. Tanur menguji kadar abu ... 39

(14)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama bertahun-tahun, kelapa sawit memainkan peranan penting dalam

perekonomian Indonesia dan merupakan salah satu komoditas andalan dalam

menghasilkan devisa. Di samping memberikan kontribusi yang cukup besar

terhadap devisa negara, perannya cenderung meningkat dari tahun ke tahun

(Sastrosayono, 2003).

Pada tahun 2003, indonesia merupakan produsen minyak sawit kedua

terbesar dunia setelah Malaysia dengan total produksi 9,9 juta ton. Padahal, bila

dilihat dari potensi luas la han dan sumberdaya manusia yang tersedia, Indonesia

jauh lebih unggul dibanding Malaysia. Masih relatif rendahnya produksi kelapa

sawit Indonesia dibanding Malaysia disebabkan berbagai permasalahan dan

kurang optimalnya dukungan pemerintah (Prasetyani, 2004).

Meskipun demikian, di sisi lain Indonesia juga memiliki banyak kelebihan

dibanding Malaysia sehingga memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk

meningkatkan pangsa pasarnya di masa- masa mendatang, bahkan menggeser

posisi Malaysia sebagai produsen CPO nomor satu dunia. Indonesia memiliki

cadangan lahan perkebunan yang relatif masih sangat luas untuk perkebunan

kelapa sawit (Prasetyani, 2004).

Pemanfaatan buah kelapa sawit umumnya hanya daging buah dan sabutnya

(15)

seperti cangkang kelapa sawit belum begitu banyak dimanfaatkan. Bobot

cangkang mencapai 12 % dari bobot buah kelapa sawit. Dengan demikian, apabila

secara rata-rata produksi buah kelapa sawit per tahun adalah sebesar 200.686,7

ton, maka berarti terdapat sekitar 24.082,404 ton tempurung yang dihasilkan.

Potensi produksi cangkang kelapa sawit yang sedemikian besar tersebut belum

dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan

nilai tambah, sekaligus me ningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit (Anonim,

2004).

Melambungnya harga BBM di Indonesia membuat sebagian besar

masyarakat terutama di bagian industri Rumah Makan, dan usaha jajanan keliling

yang membutuhkan BBM sebagai bahan bakar utama usaha mereka mencari cara

agar tetap dapat menjalankan usahanya tanpa merogoh kantong yang dalam.

Selain itu gas elpiji yang ditawarkan oleh pemerintah sebagai salah satu wujud

usaha pemerintah dalam mensejahterahkan rakyatnya berujung pada kekhawatiran

dan ketakutan masyarakat dalam menggunakannya. Hal ini dikarenakan

banyaknya kasus gas elpiji yang tidak aman dan memakan korban jiwa, sehingga

banyak masyarakat beralih ke arang, cara tradisional yang aman.

Berdasarkan hal itu maka timbul pemikiran untuk melakukan penelitian

mengenai pembuatan briket dari bahan utama cangkang kelapa sawit dengan

kajian jumlah penambahan tepung perekat tapioka terhadap kualitas kimia dan

karakteristik briket yang dihasilkan. Dengan pembriketan ini diharapkan mampu

mengubah limbah pertanian menjadi bahan bakar dengan efisiensi konversi cukup

(16)

diharapkan akan digunakan sebagai bahan bakar alternatif dengan teknologi

pengolahan yang sederhana dan murah.

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah

penambahan tepung perekat tapioka dalam pembuatan briket cangkang sawit

terhadap karakteristik kimia briket yang dihasilkan.

D. Hasil yang diharapkan

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi mengenai jumlah penambahan tepung tapioka yang

tepat dalam pembuatan briket cangkang sawit.

2. Memberikan informasi tentang karakteristik kimia briket cangkang sawit yang

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak

masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya

menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama

dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak

kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia (Maruli, 2008).

Awalnya, industri pengolahan kelapa sawit hanya menghasilkan minyak

mentah atau CPO ( Crude Palm Oil ) untuk ekspor. Namun beberapa tahun

terakhir banyak bermunculan pabrik pengolahan minyak mentah maupun industri

lainnya yang menggunakan bahan baku yang berasal dari minyak kelapa sawit.

Akibatnya, ragam produk industri pengolahan kelapa sawit menjadi lebih banyak,

baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor (Maruli, 2008).

B. Limbah Kelapa Sawit

Industri kelapa sawit selain menghasilkan minyak kelapa sawit (CPO)

dalam proses produksinya juga menghasilkan limbah maupun produk samping.

Dari kegiatan industri kelapa sawit akan dihasilkan berbagai jenis limbah padat

maupun cair. Karena volume panen cukup tinggi pertahun maka volume limbah

yang dihasilkan juga luar biasa tingginya. Dengan keseragaman sifat-sifat dan

keberadaannya, maka peluang pengolahannya menjadi produk samping menjadi

sangat prospektif untuk dikembangkan. Untuk mengoptimalkan biaya produksi

(18)

berhasil dimanfaatkan kembali menjadi produk sampingan yang bermanfaat dan

ramah lingkungan (Prasetyani, 2008).

1. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS)

Tandan kosong kelapa sawit (TKS) merupakan limbah yang

dihasilkan dalam jumlah yang banyak. Limbah ini diproleh dari hasil proses

pabrik kelapa sawit distasiun penebahan/perontokkan buah (Thresher) yang

kemudian diangkut oleh conveyor untuk ditimbun dalam penampungan

sementara untuk didistribusikan sesuai dengan kegunaannya. Komponen

kimiawi TKSS adalah selulosa 40%, hemiselulosa 24%, lignin 21%, dan abu

15% (Fauzi, 2002).

Secara fisik tandan kosong kelapa sawit terdiri dari berbagai macam

serat dengan komposisi antara lain selulosa sekitar 5.95%, hemiselulosa

16,49%, lignin 22,48% (Darnoko, 2002).

a) Cangkang Sawit

Cangkang (Shell) merupakan kulit dari inti kelapa sawit. Proses

pemisahan cangkang dari inti kelapa sawit dilakukan pada unit

hydrocyclone, pada proses pemisahan inti. Jumlah cangkang adalah 5%

berat tandan buah segar dengan kernel. Cangkang ini dipakai untuk

tambahan bahan bakar boiler dan untuk pengeras jalan areal perkebunan.

Cangkang merupakan limbah kelapa sawit yang juga mempunyai nilai

ekonomis (Setyamidjaja, 1999).

Cangkang sawit merupakan salah satu limbah pengelolaan minyak

(19)

Cangkang kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku briket.

(Setyamidjaja, 1999).

Menurut Fauzi (2002) dalam lubis (2008), Komposisi kimia dalam

cangkang kelapa sawit adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Komposisi Kimia Cangkang Kelapa Sawit Komposisi Kadar %

Abu 15

Hemiselulosa 24

Selulosa 40

Lignin 21

Sumber : Fauzi (2002) dalam Lubis (2008)

C. Perekat Tepung Tapioka

Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk

mengikat kedua benda melalui ikatan permukaan (Ruhendi, 2007). Dengan

pemakaian bahan perekat maka tekanan akan jauh lebih kecil bila dibandingkan

dengan briket tanpa memakai bahan perekat (Josep, 1981). Dari uraian diatas

dapat dijelaskan bahwa dengan adanya penggunaan atau pemakaian bahan perekat

maka ikatan antar partikel akan semakin kuat butir-butiran arang akan saling

mengikat yang menyebabkan air terikat dalam pori-pori arang. Penggunaan bahan

perekat dimaksudkan untuk menarik air dan membentuk tekstur yang padat atau

mengikat dua substrat yang akan direkatkan. Dengan adanya bahan perekat maka

(20)

pengempaan keteguhan tekan dan arang briket akan semakin baik. Dalam

penggunaan bahan perekat harus memperhatikan faktor ekonomis maupun non

ekonomisnya (Silalahi, 2000).

Perekat yang biasa digunakan dalam pembuatan briket yaitu perekat yang

berasap (tar, molase, dan pitch) dan perekat yang tidak berasap (pati dan dekstrin

tepung beras). Untuk briket yang digunakan di rumah tangga sebaiknya memakai

bahan perekat yang tidak berasap (Abdullah, 1991). Sedangkan menurut Suryani

(1986) ada beberapa bahan yang dapat digunakan seagai perekat yaitu pati, clay,

molase, resin tumbuhan, pupuk hewan, dan ter. Perekat yang digunakan sebaiknya

mempunyai bau yang baik ketika dibakar, kemampuan merekat yang baik

harganya murah, dan mudah didapat. Perekat tapioka memiliki keuntungan

dimana jumlah perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih sedikit bila

dibandingkan dengan bahan perekat hidrokarbon. Kelemahannya adalah briket

yang dihasilkan kurang tahan terhadap kelembaban. Hal ini disebabkan tapioka

memiliki sifat dapat menyerap air dari udara. Asap yang terjadi saat pembakaran

disebabkan karena adanya komponen mudah menguap seperti air, bahan organik,

dan lain- lain yang terkandung dalam perekat molase (Boedjang, 1973).

Tepung tapioka merupakan hasil ekstraksi pati ubikayu yang telah

(21)

pengeringan. Tepung tapioka hampir seluruhnya terdiri dari pati. Ukuran granula

pati tapioka berkisar antara 5-35 mikron. Pati ubi kayu terdiri dari molekul

amilosa dan amilopektin yang jumlahnya berbeda-beda tergantung jenis patinya.

(Ma’rif, 1984). D. Briket Arang

Briket arang merupakan arang yang mempunyai bentuk tertentu dengan

kerapatan tinggi (Berat jenis 1-1,2) yang diperoleh dengan cara pengempaan arang

halus yang dicampur dengan bahan perekat seperti pati, ter kayu dan lain- lain

(Anonim, 1976).

Briket adalah arang yang dirubah bentuk, ukuran dan kerapatannya

menjadi produk yang lebih efisiensi dalam penggunaannya sebagai bahan bakar.

Dalam bahan bakar briket arang mempunyai beberapa keuntungan yaitu bentuk

dan ukurannya dapat disesuaikan dengan keperluan, dan kelebihannya tidak kotor

dan praktis digunakan serta kerapatannya dapat ditingkatkan. Limbah pertanian

pun dapat dijadikan briket, briket padatan limbah pertanian yang umumnya

berasal dari bahan yang sifat fisiknya tidak padat kemudian dibentuk menjadi

padatan arang (Suryo, 2007).

Menurut Hartoyo (1983), bahan baku untuk membuat briket arang

umumnya adalah arang kayu atau arang berukuran kecil diproleh dari limbah

(22)

ketat karena adanya proses penghancuran arang menjadi serbuk, hingga dalam

penggunaan bahan bakunya briket arang sangat efisien.

Menurut Sudrajad (1982), pada dasarnya pembuatan briket arang ada

empat tahap yaitu :

1. Pembuatan serbuk arang

Arang digiling menjadi serbuk menggunakan alat hammer mill atau

ditumbuk manual, lalu disaring/ diayak dengan saringan yang berukuran 30–50

mesh. Ukuran serbuk yang digunakan untuk briket arang adalah serbuk yang

lolos 30 sampai 50 mesh. Selanjutnya serbuk dicampur sampai merata didalam

alat pencampur (mixer).

2. Pencampuran perekat

Didalam mesin pencampuran, serbuk arang ditambahkan perekat kanji

yang telah dilarutkan didalam air dan dipanaskan pada suhu 700c selama 5

menit. Tepung kanji yang digunakan dalam pembuatan briket sebanyak 5%

dari berat serbuk arang dan air 60–70 % (ml) dari berat serbuk arang.

3. Pengepresan

Adonan arang dan perekat dicetak menjadi bentuk-bentuk tertentu

dengan proses pengepresan ada beberapa macam alat pengepressan yaitu :

sistem piston, drum press dan ekstruder.

4. Pengeringan

Briket arang yang baru dicetak masih dalam keadaan basah dan lembek,

hingga perlu dikeringkan dahulu sebelum dikemas. Pengeringan dilakukan

(23)

E. Sifat Fisika dan Kimia Briket Arang

Menurut Sudrajad (1982), arang yang berkerapatan tinggi akan

menghasilkan briket arang berkerapatan tinggi, kadar fixed karbon tinggi dan nilai

kalor yang tinggi pula. Briket arang sebagai bahan bakar rumah tangga tidak

mementingkan sifat karbon terikat yang tinggi dan zat terbang yang rendah atau

suhu pengarangan tidak perlu tinggi. Kadar karbon terikat sebesar 60% dan zat

terbang 30-35% cukup baik penggunaannya untuk memasak meskipun sedikit

menyala. Persyaratan kualitas briket arang sebagai bahan bakar rumah tangga

tidak begitu berbeda dengan persyaratan arang pada umumnya seperti kadar air

rendah (<80%), zat terbang kecil (<40%), kadar abu rendah (< 4%), kadar karbon

terikat tinggi (>60%), dan nilai kalor tinggi (>6000kal/gr).

F. Kegunaan Briket Arang dalam Kehidupan Masyarakat

Briket merupakan bahan bakar alternatif yang cukup berkualitas. Bahan

bakar ini dapat dimanfaatkan dengan teknologi yang sederhana, tetapi panas

(nyata api) yang dihasilkan cukup besar, cukup lama dan aman. Bahan bakar ini

cocok digunakan oleh para pedagang atau pengusaha yang memerlukan

pembakaran yang terus-menerus dan dalam jangka waktu yang cukup lama (Pari,

2002).

G. Keunggulan Briket Arang

Keunggulan yang dip roleh dari penggunaan briket arang antara lain adalah

biayanya relatif murah. Alat yang digunakan untuk pembuatan briket arang cukup

sederhana dan bahan bakunya pun sangat murah, bahkan tidak perlu membeli

(24)

digunakan lagi. Bahan baku untuk pembuatan arang umumnya telah tersedia

disekitar kita. Briket arang dalam penggunaannya menggunakan tungku yang

relatif kecil dibandingkan dengan tungku yang lainnya (Andry, 2000).

Briket arang di indonesia mulai berkembang dan dipergunakan untuk antara

lain : untuk tungku pemasak pada pabrik semen, pabrik pengecoran logam dan

beberapa rumah makan dan hotel.

Penentuan kualitas briket arang umumnya dilakukan terhadap komposisi

kimia seperti kadar abu, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat; dan sifat

fisika seperti kadar air, berat jenis, nilai kalor, serta sifat mekanik (Hendra,

1999). Kualitas briket arang yang berada di pasaran dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Standar Kualitas Briket Arang

No Sifat-Sifat Briket Arang

Standar

Jepang Inggris Amerika Indonesia

1 Kadar Air (%) 6 – 8 3 - 6 6 7,57

2 Zat Mudah Menguap (%) 15 – 30 16 19 16,14

3 Kadar Abu (%) 3 – 6 8 – 10 18 5,51

4 Karbon Terikat (%) 60 – 80 75 58 78,35

5 Nilai Kalor (kal/g) 6000 - 7000 7500 6500 6814,11

6 Kerapatan (gr/cm3

) 1 – 2 0.84 1 0,4407

7 Keteguhan Tekan (kg/cm2

) 60 12,7 62 0,46

(25)

III . METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kelapa Sawit Program Studi

Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri

Samarinda dan Laboratorium PT. Carsurin jl. Juanda 2 Samarinda.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 1 bulan, pada bulan

juni 2011. Penelitian ini meliputi persiapan alat dan bahan hingga penulisan

karya ilmiah.

B. Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

a. Tempat pembakaran

b. Lesung

c. Nampan

d. Mesin Pencetak briket

e. Saringan yang berukuran 50 Mess

f. Korek api

g. Sendok

h. Pengaduk

(26)

2. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

a. Cangkang kelapa sawit

b. Air bersih

c. Tepung Tapioka

C. Prosedur Penelitian

1. Persiapan Alat dan Bahan

a. Disiapkan bahan berupa cangkang kelapa sawit, air bersih dan tepung

kanji.

b. Disiapkan alat-alat yang terdiri dari nampan, saringan ukuran 40 mess,

sendok pengaduk, korek api, mesin pencetak dan timbangan.

2. Cara Kerja

a. Cangkang kelapa sawit dimasukkan kedalam tempat pembakaran, dan

dibakar selama 12 jam.

b. Arang cangkang sawit di haluskan menggunakan lesung.

c. Cangkang sawit yang berupa serbuk di saring menggunakan mess 50

dan di tampung pada nampan.

d. Arang serbuk ditimbang masing- masing sebanyak 1 kg (9 sampel).

e. Perekat tapioka ditimbang sebanyak 40 gram, 50 gram, 60 gram (4%,

5%, 6%)

f. Perekat tapioka dilarutkan didalam air sebanyak 600 ml dan dimasak

diatas kompor selama 4-5 menit hingga berbentuk adonan bening.

g. Perekat tapioka dicampurkan dengan arang serbuk cangkang sawit dan

(27)

h. Kemudian dimasukkan kedalam mesin pencetak briket dengan tekanan

60 kg/cm2

i. Dijemur pada panas matahari 4-5 hari hingga kering dan tidak lembab

jika dipegang.

j. Setelah kering briket limbah cangkang kelapa sawit siap untuk

(28)

Cangkang kelapa sawit

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Briket Arang Sumber : Sudrajad, 1982

Pembakaran selama 12 jam

Penghalusan

Penyaringan menggunakan mess 50

Pemasakan Tepung Tapioka dan Air (Perekat) Pencetakan pada tekanan 60 kg/cm2 Penjemuran selama 4-5 hari Briket

Penimbangan Perekat Tapioka (4%, 5%, 6%)

Pencampuran arang dan perekat Serbuk Arang

(29)

D. Parameter Yang Diamati 1) Analisa kadar air.

Sudarmadji (1984), menyatakan bahwa untuk menentukan kadar

air pada bahan pangan dan hasil pertanian adalah sebagai berikut :

Prosedur Kerja :

1) Cawan dioven terlebih dahulu pada suhu 1050c selama 10 menit.

2) Lalu cawan didinginkan di dalam desikator selama 10–15 menit.

3) Kemudian cawan ditimbang dengan menggunakan timbangan

analitik.

4) Sampel dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang.

5) Kemudian sampel beserta cawan dimasukkan kedalam oven,

panaskan dengan suhu 1050c selama 3 jam.

6) Keluarkan sampel, dimasukkan kembali kedalam desikator, setelah

sampel dingin, kemudian ditimbang.

7) Sampel di oven kembali selama 1 jam, kemudian dikeluarkan,

didinginkan dan ditimbang kembali.

8) Pengovenan dilakukan hingga diperoleh berat sampel konstan.

Untuk mengetahui kadar air dapat dilakukan dengan rumus :

%M = W2 – W3 x 100 %

W2 - W1

Keterangan :

M = Kadar air (%)

W1 = Berat cawan kosong + Tutup

(30)

W3 = Berat Cawan + Tutup + Sampel Setelah Pemanasan

2) Zat Mudah Menguap

Kadar zat mudah menguap diperoleh dengan cara menguapkan seluruh zat

yang mudah menguap dalam briket arang selain air (ASTM D 1762-64

dalam suharminah, 2010).

Cara kerja :

a) Atur suhu Thermolyne furnance pada suhu 400-5000c

b) Memasukan briket arang kedalam cawan porselin dan dipanaskan

kedalam Thermolyne furnance selama 6 menit

c) Kemudian keluarkan dari thermolyne furnance dan masukkan ke

dalam desikator

d) Setelah itu cawan porselin yang berisi briket arang ditimbang

e) Kadar zat mudah menguap dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

Kadar zat mudah menguap = W2 – W3 x 100 % W2 – W1

keterangan : W1 = Berat Cawan Kosong + Tutup

W2 = Berat Cawan kosong + Tutup + Sampel

W3 = Berat cawan + Tutup + sampel setelah pemanasan

3) Kadar Abu

Kadar abu pada briket ini dapat diketahui dengan pengujian lanjutan dari

uji kadar zat mudah menguap (ASTM D 2866-70 dalam Suharminah,

(31)

Cara kerja :

a) Cawan porselin yang berisi sampel dari pengujian kadar zat mudah

menguap ditempatkan dalam Thermolyne furnance pada suhu

400-6000cselama6 jam

b) Kemudian dinginkan kedalam desikator

c) Lalu ditimbang

Kadar abu dinyatakan dengan rumus sebagai berikut

Kadar abu = W3 – W4 x 100 % W2 - W1

4) Kadar karbon terikat

Kadar karbon terikat adalah fraksi karbon briket arang selain dari fraksi

air, zat mudah menguap dan abu. Kadar karbon terikat dinyatakan dalam

persen dengan rumus sebagai berikut (Sudrajat, 1982 dalam

Suharminah, 2010):

Karbon terikat = (100 – kadar zat mudah menguap – kadar abu) %

5) Nilai kalor

Nilai kalor suatu zat diukur berdasarkan kalor reaksi pada volume tetap.

Pengukuran nilai kalor dilakukan dengan alat Peroxide Bomb Calorimeter

(32)

E. Analisa Data

Analisa data penelitian menggunakan Rancang Acak Lengkap (RAL)

dengan menggunakan 3 perlakuan yaitu perbandingan jumlah tepung dengan 3

taraf perlakuan, masing- masing taraf diulang sebanyak 3 kali (r=3).

K1 : 4 %

K2 : 5 %

K3 : 6 %

Tabel 3. Kombinasi dari masing -masing perlakuan akan diulang sebanyak 3 kali sebagai berikut :

Tingkat Penambahan

Ulangan

1 2 3

K1 K1U1 K1U2 K1U3

K2 K2U1 K2U2 K2U3

K3 K3U1 K3U2 K3U3

Metode umum dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah sebagai

berikut :

ij Ti Yij ? ? ? ?? Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan karena pengaruh kematangan buah perlakuan ke-i

dengan ulangan ke-j

i = Perlakuan (t = K1, K2, dan K3)

j = Ulangan (r = U1, U2, dan U3)

(33)

Ti = (µi - µ) = Pengaruh perlakuan ke- i.

(34)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian ini meliputi analisa kadar air, kerapatan, zat mudah

menguap, kadar abu, kadar karbon terikat dan nilai kalor. Data dan analisis pada

penelitian ini berupa nilai rata-rata, analisa sidik ragam dan grafik.

A. Analisa Kadar Air 1. Hasil

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa

semakin tinggi kadar perekat maka kadar air briket yang dihasilkan semakin

tinggi, di mana pada penambahan perekat 4% diperoleh kadar air 15,99 pada

penambahan perekat 5% diperoleh kadar air 18,28 dan penambahan perekat

6% dengan kadar air 20,50 lebih jelasnya data tersebut dapat dilihat pada Tabel

4 dan Gambar 1 di bawah ini :

Tabel 4. Rata-rata Kadar Air

Perlakuan Ulangan jumlah Rata-rata

1 2 3

K1 (4%) 16,00 15,95 16,01 47,96 15,99

K2 (5%) 18,31 18,33 18,20 54,84 18,28

K3 (6%) 20,52 20,54 20,45 61,51 20,50

Keterangan :

K1 = 4% (Penambahan perekat tapioka sebanyak 40 gram)

K2 = 5% (Penambahan perekat tapioka sebanyak 50 gram)

(35)

0 5 10 15 20 25 4% 5% 6% Kadr Air (%)

Konsentrasi Tepung Perekat Tapioka

4% 5% 6%

Gambar 1. Kadar Air Briket Cangkang Kelapa Sawit

Adapun hasil analisa sidik ragam briket cangkang kelapa sawit dengan

konsentrasi penambahan tepung perekat tapioka dapat dilihat pada Tabel 5 di

bawah ini :

Tabel 5. Analisa Sidik Ragam Kadar Air Briket Cangkang Kelapa Sawit

SK DB JK KT F hitung F tabel 1% 5% Perlakuan 2 30,60287 15,3014 5620,93** 10,92477 5,143253 Galat 6 0,016333 0,00272 Total 8 30,6192 Keterangan :

(**) = Berbeda sangat nyata

Dari analisa sidik ragam diketahui bahwa perbedaan penambahan

Perekat tapioka sangat berpengaruh atau berbeda sangat nyata terhadap kadar

air briket cangkang kelapa sawit.

2. Pembahasan

Kadar air pada standard briket indonesia yang baik yakni 7,57 %

sedangkan pada penelitian ini diketahui kadar air pada briket adalah berkisar

antara 15 hingga 20%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air pada briket

(36)

hal ini disebabkan oleh semakin banyak penambahan tepung perekat tapioka

maka kadar airnya pun ikut meningkat. Hal ini disebabkan oleh tapioka

memiliki sifat dapat menyerap air dari udara (Boedjang, 1973). Faktor

lainnya yakni dalam proses penjemurannya, karena hanya memanfaatkan

sinar matahari sehingga penjemurannya pun kurang maksimal, dan

memerlukan waktu yang cukup lama yakni 5-7 hari, hal ini pun terga ntung

dari cuaca pada saat itu. Penggunaan perekat yang banyak otomatis

meningkatkan kadar air yang banyak pula sebagai media pelarut tepungnya,

semakin banyak bahan perekat, kadar airnya pun semakin tinggi (Gandhi,

2007). Kadar air pada briket cangkang kelapa sawit ini belum memenuhi

standar briket Jepang, Inggris, Amerika maupun Indonesia.

B. Zat Mudah Menguap 1. Hasil

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa

semakin tinggi kadar perekat maka kadar Zat Mudah Menguap briket yang

dihasilkan semakin tinggi, dimana pada penambahan perekat 4% diperoleh

kadar zat mudah menguap 47,36 pada penambahan perekat 5% diperoleh kadar

zat mudah menguap 48,26 dan penambahan perekat 6% dengan kadar 50,16

untuk lebih jelasnya data tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 2 di

(37)

45 46 47 48 49 50 51 4% 5% 6%

Kadar Zat Mudah Menguap

(%)

Konsentrasi Tepung Perekat Tapioka

4% 5% 6%

Tabel 6. Rata–Rata Kadar Zat Mudah Menguap Briket

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata

1 2 3

K1 (4%) 47,38 47,35 47,34 142,07 47,36

K2 (5%) 48,25 48,31 48,22 144,78 48,26

K3 (6%) 50,21 50,14 50,12 286,85 50,16

Keterangan :

K1 = 4% (Penambahan perekat tapioka sebanyak 40 gram)

K2 = 5% (Penambahan perekat tapioka sebanyak 50 gram)

K3 = 6% (Penambahan perekat tapioka sebanyak 60 gram)

Gambar 2. Zat Mudah Menguap Briket Cangkang Kelapa Sawit

Adapun hasil analisa sidik ragam briket cangkang kelapa sawit dengan

konsentrasi penambahan tepung perekat tapioka dapat dilihat pada Tabel 7 di

bawah ini :

Tabel 7. Analisa Sidik Ragam Kadar Zat Mudah Menguap

SK DB JK KT F hitung F tabel 1% 5% Perlakuan 2 12,25336 6,12668 3855,95 ** 10,92477 5,143253 Galat 6 0,009533 0,00159 Total 8 12,2629 Keterangan:

(38)

Dari analisa sidik ragam diketahui bahwa perbedaan penambahan

perekat tapioka sangat berpengaruh atau berbeda sangat nyata terhadap zat

mudah menguap briket cangkang kelapa sawit.

2. Pembahasan

Zat mudah menguap menunjukkan zat terbang yang berfungsi dalam

mudahnya suatu bahan bakar untuk menyala (Gandhi, 2007).

Dari tabel 5 terlihat bahwa zat mudah menguap tertinggi dimiliki oleh

briket K3 perlakuan 6% dengan komposisi perekat tapioka 60 gram yakni

50,16. Sedangkan yang terendah adalah briket K1 dengan perlakuan 4% yakni

47.36. Namun menurut Samsul (2004) presentase zat mudah menguap

(Volatile Matter) diatas 41,25% yang dimiliki briket akan lebih baik.

Sedangkan dari standar indonesia briket yang baik zat mudah menguapnya

berkisar 16,14%. Bila dibandingkan dengan Tabel 2 pada standar kualitas

briket arang terlihat bahwa pada masing- masing negara berbeda standar zat

mudah menguap yang diberlakukan yakni berkisar antara 15-30 % sedangkan

pada penelitian ini kadar zat mudah menguap yang dihasilkan yakni 47-50%

sehingga dapat dikatakan bahwa kadar zat mudah menguap briket ini belum

memenuhi standar.

C. Kadar Abu 1. Hasil

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa

semakin tinggi kadar perekat maka kadar abu briket yang dihasilkan semakin

(39)

8,4 8,5 8,6 8,7 8,8 8,99 9,1 9,2 9,3 4% 5% 6% Kadar Abu (%)

Konsentrasi Tepung Perekat Tapioka

4% 5% 6%

penambahan perekat 5% diperoleh kadar abu 9,00 dan penambahan perekat 6%

dengan kadar 8,69 untuk lebih jelasnya data tersebut dapat dilihat pada Tabel 8

dan Gambar 3 dibawah ini :

Tabel 8. Rata – rata Kadar Abu

Perlakuan Ulangan Jumlah

Rata-rata 1 2 3 K1 9,18 9,21 9,24 27,63 9,21 K2 8,98 9,02 9,01 27,01 9,00 K3 8,67 8,67 8,73 26,07 8,69 Keterangan :

K1 = 4% (Penambahan perekat tapioka sebanyak 40 gram)

K2 = 5% (Penambahan perekat tapioka sebanyak 50 gram)

K3 = 6% (Penambahan perekat tapioka sebanyak 60 gram)

Gambar 3. Kadar Abu Briket Cangkang Kelapa Sawit

Adapun hasil analisa sidik ragam briket cangkang kelapa sawit dengan

konsentrasi penambahan tepung perekat tapioka dapat dilihat pada Tabel 9 di

(40)

Tabel 9. Analisa Sidik Ragam Kadar Abu SK DB JK KT F hitung F tabel 1% 5% Perlakuan 2 0,411289 0,20564 243,526** 10,92477 5,143253 Galat 6 0,005067 0,00084 Total 8 0,41636 Keterangan :

(**) = Berbeda sangat nyata

Dari Tabel analisa sidik ragam tersebut diketahui bahwa perbedaan

penambahan perekat tapioka pada briket sangat berpengaruh atau berbeda

sangat nyata terhadap kadar abu briket cangkang kelapa sawit.

2. Pembahasan

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa briket dengan komposisi 4% memiliki

kadar abu sebanyak 9,21 dan briket yang memiliki komposisi 6% mempunyai

kadar abu 8,69 bahkan komposisi 5% nilainya mendekati nilai dari komposisi

4% tersebut yakni 9,00. Hal ini dikarenakan pada perlakuan 4% perekat

tapioka menyatu pada komponen-komponen serbuk cangkang kelapa sawit,

pada saat proses pengadukan. Sehingga komposisi yang rendah tadi pada saat

dipress menggunakan mesin pencetak ikut tertekan pada bahan. Saat

pembakaran penyatuan perekat dan serbuk seimbang sehingga pembakaran

yang dihasilkan baik dan memiliki abu yang banyak. Sedangkan pada

perlakuan K2 dan K3 komposisi perekat yang banyak sehingga pada proses

pencampuran dengan bahan kurang maksimal, pada saat pembakaran perekat

tapioka menghasilkan pembakaran yang kurang baik dan abu yang dihasilkan

pun sedikit. Nilai kadar abu pada briket ini tidak memenuhi standar indonesia

(41)

membuktikan pendapat Earl (1997) yang menyatakan bahwa semakin tinggi

kadar abu, nilai kalor semakin rendah. Terlihat bahwa K1 walaupun kadar

abunya yang tertinggi, ternyata nilai kalornya justru yang paling tinggi. pada

penelitian briket ini kadar abu yang dihasilkan memenuhi standar briket

Inggris.

Dari Tabel analisa sidik ragam diketahui bahwa penambahan perekat

tapioka berpengaruh sangat nyata pada kadar zat abu.

D. Kadar karbon Terikat 1. Hasil

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa

semakin tinggi kadar perekat maka kadar air briket yang dihasilkan semakin

tinggi, dimana pada penambahan perekat 4% diperoleh kadar karbon terikat

27,45 pada penambahan perekat 5% diperoleh kadar karbon terikat 24,46 dan

penambahan perekat 6% dengan kadar karbon terikat 20,56 untuk lebih

jelasnya data tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 4 di bawah ini :

Tabel 10. Rata-rata Karbon Terikat Briket Cangkang Kelapa Sawit

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata

1 2 3

K1 27,44 27,49 27,41 82,34 27,45

K2 24,46 24,34 24,57 73,37 24,46

K3 20,6 20,65 20,7 155,71 20,65

Keterangan :

K1 = 4% (Penambahan perekat tapioka sebanyak 40 gram)

K2 = 5% (Penambahan perekat tapioka sebanyak 50 gram)

(42)

0 5 10 15 20 25 30 4% 5% 6%

Kadar Karbon Terikat

(%)

Konsentrasi Tepung Perekat Tapioka

4% 5% 6%

Gambar 4. Kadar Karbon Terikat Briket Cangkang Kelapa Sawit

Adapun hasil analisa sidik ragam briket cangkang kelapa sawit dengan

konsentrasi penambahan tepung perekat tapioka dapat dilihat pada Tabel 11 di

bawah ini :

Tabel 11. Analisa Sidik Ragam Karbon Terikat Briket

SK DB JK KT F hitung F tabel 1% 5% Perlakuan 2 69,62549 34,8127 6013,72 ** 10,92477 5,143253 Galat 6 0,034733 0,00579 Total 8 69,6602 Keterangan :

(**) = Berbeda sangat nyata

Dari analisa sidik ragam diketahui bahwa perbedaan penambahan

Perekat tapioka sangat berpengaruh atau berbeda sangat nyata terhadap kadar

karbon terikat briket cangkang kelapa sawit.

2. Pembahasan

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui bahwa briket K1

dengan komposisi perekat 4% yang memiliki karbon terikat tertinggi yaitu

(43)

perekat 6% yaitu 20,65 ini disebabkan karena pada penelitian briket ini hasil

yang diperoleh pada kadar zat mudah menguap dan kadar airnya yang memiliki

rata-rata tinggi sehingga kadar karbonnya rendah. Kadar karbon terikat

menunjukkan jumlah bahan bakar dalam biomassa kandungan utamanya adalah

karbon. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap nilai kalor briket dengan

demikian semakin tinggi kandungan zat karbon maka pada suatu zat maka nilai

kalornya akan semakin tinggi pula (Gandhi, 2007). Kadar karbon terikat pada

briket ini masih terlalu rendah bila dibandingkan dengan standar briket,

sehingga belum memenuhi standar briket dari beberapa negara yakni Jepang,

Inggris, Amerika maupun Indonesia.

Pada analisa sidik ragam diperoleh hasil bahwa penambahan perekat

tapioka pada briket ternyata berpengaruh sangat nyata terhadap beberapa

karakteristik dari pengujian briket, hal ini juga termasuk pada karakteristik

kadar karbon terikatnya. Dengan melihat hasil pengujian kadar karbon terikat

briket ini diketahui bahwa kadar karbonnya tidak memenuhi standar briket

Jepang, Amerika, Inggris dan Indonesia.

E. Nilai Kalor 1. Hasil

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa

konsentrasi penambahan tepung perekat tapioka tidak mempengaruhi nilai

kalor yang dihasilkan, dimana pada penambahan perekat 4% diperoleh nilai

kalor 5046,38 pada penambahan perekat 5% diperoleh nilai kalor 4966,09 dan

(44)

4500 4600 4700 4800 4900 5000 5100 4% 5% 6%

Nilai Kalor (kal/g)

Konsentrasi Tepung Perekat Tapioka

4% 5% 6%

signifikan untuk lebih jelasnya data tersebut dapat dilihat pada Tabel 12 dan

Gambar 5 di bawah ini :

Tabel 12. Rata-Rata Nilai Kalor Briket Cangkang Kelapa Sawit

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata

1 2 3

K1 5049,24 5045,71 5044,20 15139,14 5046,38

K2 4967,08 4962,62 4968,57 14898,28 4966,09

K3 4741,93 4738,14 4735,78 30037,42 4738,62

Keterangan :

K1 = 4% (Penambahan perekat tapioka sebanyak 40 gram)

K2 = 5% (Penambahan perekat tapioka sebanyak 50 gram)

K3 = 6% (Penambahan perekat tapioka sebanyak 60 gram)

Gambar 5. Nilai Kalor Briket Cangkang Kelapa Sawit

Adapun hasil analisa sidik ragam briket cangkang kelapa sawit dengan

konsentrasi penambahan tepung perekat tapioka dapat dilihat pada Tabel 13 di

(45)

Tabel 13. Analisa Sidik Ragam Nilai Kalor Briket Cangkang Kelapa Sawit

Keterangan :

(tn) = Tidak Berbeda Nyata

Dari analisa sidik ragam diketahui bahwa perbedaan penambahan

perekat tapioka tidak berbeda nyata terhadap nilai kalor pada briket cangkang

sawit.

2. Pembahasan

Dari analisa sidik ragam pada briket dengan karakteristik K1 dengan

komposisi 4% , K2 dengan komposisi 5% dan K3 dengan komposisi 6% briket

tidak memiliki perbedaan yang signifikan terhadap nilai kalor briket yang

dihasilkan. Dari hal ini diketahui bahwa dalam pembuatan briket dengan

konsentrasi penambahan perekat tapioka yang berbeda-beda tidak

mempengaruhi nilai kalor yang dihasilkan. Konsentrasi penambahan perekat

disesuaikan pada bahan baku briket. Nilai kalor briket ini belum memenuhi

standar briket Jepang, Amerika, Inggris maupun Indonesia yang memiliki nilai

kalor Berkisar antara 6000-7500 kal/g sedangkan pada briket ini hanya

menghasilkan nilai kalor antara 4000-5000 kal/g.

SK DB JK KT F hitung F tabel

1% 5%

Perlakuan 2 26,38464 13,1923 0,00052tn 10,92477 5,143253

Galat 6 152935,6 25489,3

(46)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian pembuatan briket cangkang kelapa sawit dengan pengaruh

penambahan tepung perekat tapioka ini dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Penambahan tepung perekat tapioka pada variasi 4%, 5% dan 6% sangat

berpengaruh pada kadar air, kadar karbon terikat, zat mudah menguap, dan

kadar abu briket yang dihasilkan.

2. Penambahan tepung perekat tapioka pada variasi 4%, 5% dan 6% tidak

mempengaruhi nilai kalor briket yang dihasilkan.

3. Karakteristik briket yang dihasilkan meliputi kadar air, zat mudah menguap,

kadar abu, kadar karbon terikat dengan rata - rata 25,40 dan nilai kalor dengan

rata-rata 4966,09 tidak memenuhi standar briket dari Jepang, Amerika, Inggris

dan Indonesia.

B. Saran

1. Dalam pembuatan briket disarankan untuk lebih memperhatikan prosedur

kerjanya sehingga hasil yang dicapai akan sesuai dengan yang diharapkan

2. Pada pencetakan briket disarankan agar mesin pencetak yang digunakan dalam

keadaan yang baik (tidak rusak) dan siap pakai.

3. Pada proses penjemuran briket harus disesuaik an dengan kondisi cuaca pada

saat itu, penjemuran dilakukan hingga briket yang dipegang sudah tidak terasa

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah K, Irwanto N, Siregar E, Agustina A, Tambunan, M Yamin, dan Hartulistiyoso, 1991. Makalah Energi Listrik Pertanian, Bogor

Anonim, 1976. Vandamicum Kehutanan Indonesia. Departemen pertanian

Direktorat Kehutanan, Jakarta

Anonim, 2004. Pola Pembiayaan Kecil pengolahan Arang Tempurung. Bank

Indonesia Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM

Andry H. U, 2000. Aneka Tungku Sederhana. Penebar Swadaya, Yogyakarta Armando R dan Suryo W. P, 2007. Membuat Kompor tanpa BBM. Penebar

Swadaya, Jakarta

Boedjang K, 1973. Pembuatan Arang Cetak. Laporan Karya Utama Departemen

Teknologi Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Bogor

Darnoko, 2002. Budidaya Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta

Earl D. E, 1997. A report on corcoal, Andre Meyer Research Fellow. FAO, Rome

Fauzi, 2002. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta

Gandhi A, 2007. Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat Terhadap

Karakteristik Briket Arang Tongkol Jagung. Sekolah Menengah Kejuruan, Semarang

Hartoyo J. A, 1983.Pembuatan Arang dan Briket Arang Secara Sederhana dari

Serbuk Gergaji dan Limbah Industri Perkayuan. Pusat penelitian dan Pengembangan hasil hutan, Bogor

Hendra D, 1999. Teknologi Pembuatan Arang dan Tungku yang Digunakan.

Pusat Litbang Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Bogor

Josep S dan Hislop D, 1981. Residu Briquetting in Development Countries.

London, Aplyed Science Peblisher

Lubis K, 2008. Transformasi Mikropori ke Mesopori Cangkang Kelapa Sawit

Terhadap Nilai Kalor Bakar Briket Cangkang Kelapa Sawit. Tesis Universitas Sumatera Utara, Medan

(48)

Margono T. Detty S, Sri H, 2000. Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi

Wanita dalam Pembangunan, LIPI

Maruli P, 2008. Panduan Lengkap Pengolahan Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit.

Agromedia Pustaka, Jakarta

Ma’arif S, A.B. Ahza, Meutia, S. Harjo, 1984. Studi Pengembangan Proses

Pembuatan Tepung Tapioka dari Singkong Pres. Fakultas Teknologi Pertanian, Bogor

Nadapdap W dan Budiarto T, 1993. Briket Arang Sebagai Alternatif

Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu, Samarinda

Pari G., 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan

Kayu. Program Pasca sarjana S3. Institut Pertanian Bogor, Bogor

Prasetyani M dan Ermina M, 2004. Potensi dan Prospek Bisnis Kelapa Sawit

Indonesia (http://www. Bni.co.id/portals/0/Document/197%20potensi.pdf) diakses tanggal 28 januari 2011, 19.23

Risza S, 1994. Upaya Peningkatan Produk tivitas Kelapa Sawit. Kanisius,

Yogyakarta

Ruhendi S, Koroh F.A, Syahmani, Yanti, Nurhaida, Saad T dan Sucipto.,

2007. Analisis Perekatan Kayu. Bogor. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Samsul M, 2004. Pengaruh Penambahan Arang Tempurung Kelapa dan

Penggunaan Perekat Terhadap Sifat-Sifat, Universitas Gajah Mada

Sastrosayono S, 2003. Budi Daya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta Setyamidjaja, 1999. Budidaya Kelapa sawit. Kanisius, yogyakarta

Silalahi, 2000. Penelitian Briket Kayu dari Serbuk Gergajian Kayu. Bogor. Hasil

Penelitian Industri, Deperindag

Sudarmaji, 1984. Analisis Kadar Air dan Kadar Gula. Penebar Swadaya, Jakarta. Sudrajad R, 1982. Budidaya Arang dan Briket Arang serta Prospek

Pengusahaannya. Makalah BPHP sirkulasi Terbatas, Bogor

Suharminah T, 2010. Modul Kuliah Pengolahan Briket. Politeknik Pertanian

(49)

Suryani A, 1986. Pengaruh Tekanan Pengempaan dan Jenis Perekat dalam

Pembuatan Arang Briket dari Tempurung Kelapa. IPB, Bogor

Wibowo A. S, 2009. Kajian Pengaruh Komposisi dan Perekat pada Pembuatan

Briket Sekam Padi Terhadap Kalor yang Dihasilkan. Universitas Diponegoro, Semarang

Yudanto A dan Kartika K, 2008. Pembuatan Briket Bioarang Dari Arang

(50)

LAMPIRAN

Gambar 1 & 2. Cangkang Kelapa Sawit dan Pembakaran

Gambar 3 & 4. Arang Cangkang Kelapa Sawit dan Penghalusan Menggunakan Lesung

(51)

`

Gambar 7 & 8. Perekat Tapioka dan Pencampuran dengan Serbuk arang

Gambar 9 & 10. Pencetakan Briket menggunakan Mesin Pencetakan Pada Tekanan 60 kg/cm2

(52)

Gambar 13. Oven untuk Menguji Kadar Air Gambar 14. Bomb Calori Meter

Gambar 15. Cawan Gambar 16. Kalorimeter

Gambar

Tabel 2. Standar Kualitas Briket Arang
Gambar 1. Diagram  Alir  Pembuatan Briket Arang   Sumber : Sudrajad, 1982
Tabel 3. Kombinasi dari masing -masing perlakuan akan diulang  sebanyak 3 kali sebagai berikut :
Gambar 1. Kadar Air Briket Cangkang Kelapa Sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait

2 Apabila dilihat dari teori tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terdapat ketidakpuasan dari para pedagang terhadap los/kios yang mereka miliki sehingga para

Pada dasarnya sejarah ialah kisah masyarakat manusia atau kisah kebudayaan dunia, yaitu kisah perubahan-perubahan yang terjadi karena kodrat masyarakat itu seperti masa

Peningkatan persentase kemampuan motorik kasar anak melalui permainan hulahop dari siklus I meningkat pada siklus II, berarti perbaikan-perbaikan yang dilakukan

Berdasarkan tabel di atas peningkatan kemampuan motorik kasar anak pada : Aspek 1: Anak mampu berjalan berjinjit melalui busa geometri, anak yang memperoleh

Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa kemampuan anak dalam mengenal bentuk benda pada kelompok B di RA Babul Khairot Tanjung Morawa dapat meningkat dengan

Cempaka Kepala Sekolah maupun guru- guru berasal dari kader PKK yang pada umumnya lulusan SMA, sedangkan menurut ketentuan kualifikasi guru PAUD memiliki ijazah Diploma empat

Dari hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan angka kejadian bayi prematur sebesar 19-30% dari semua kelahiran hidup dan data tersebut sejalan

Pada Penilitian ini bersifat dekskriptif yang bertujuan untuk mengetahui mutu fisik sediaan tablet hisap ekstrak bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dengan