• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN CUCI TANGAN PERAWAT DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT SWASTA DI YOGYAKARTA. Margareta Hesti Rahayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN CUCI TANGAN PERAWAT DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT SWASTA DI YOGYAKARTA. Margareta Hesti Rahayu"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

21 PELAKSANAAN CUCI TANGAN PERAWAT DI RUANG PERAWATAN ANAK

RUMAH SAKIT SWASTA DI YOGYAKARTA Margareta Hesti Rahayu

Akademi Keperawatan Panti Rapih Yogyakarta

Jl. Tantular No. 401 Pringwulung, Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta

ABSTRAK

Enam persen dari seluruh rumah sakit di Eropa memberikan kontribusi yang besar terhadap kejadian infeksi nosokomial. Sekitar 450-700 pasien meninggal dalam setahun karena infeksi nosokomial. Cuci tangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian infeksi nosokomial, namun kesadaran perawat untuk melakukan cuci tangan masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pelaksanaan cuci tangan perawat di ruang perawatan anak. Metode penelitian dengan menggunakan studi kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 63% perawat di ruang anak tidak cuci tangan sebelum melakukan tindakan dan 33% perawat tidak cuci tangan setelah tindakan. Alasan perawat tidak melakukan cuci tangan adalah karena banyak pekerjaan, kebiasaan, lupa, dan malas. Kesimpulan: pelaksanaan cuci tangan perawat di ruang anak masih kurang.

Kata kunci: cuci tangan, perawat

LATAR BELAKANG

Infeksi nosokomial memberikan kontribusi yang besar terhadap tingginya angka kematian pasien. European Centre for

Disease Prevention and Control (ECDC)

memperkirakan 6% dari seluruh rumah sakit di Eropa terjadi infeksi nosokomial. Di Itali, kejadian infeksi nosokomial mencapai 450.000-700.000 pertahun, dan lebih dari 1% pasien meninggal karena infeksi nosokomial (Squeri, 2016). Lebih dari 4 juta pasien di Eropa yang mengalami infeski nosokomial dan 1,7 juta di Amerika. Angka infeksi nosokomial tertinggi berada di ruang perawatan intensif (ICU) dan infeksi saluran kemih merupakan infeksi yang paling sering terjadi (WHO, 2002). Dampak infeksi nosokomial adalah lama rawat inap dan disabilitas pasien menjadi lebih panjang, resistensi mikroorganisme terhadap anti mikroba menjadi meningkat, biaya perawatan untuk pasien dan keluarga meningkat serta tingginya angka kematian Permasalahan yang timbul sebagai dampak dari infeksi nosokomial memerlukan penanganan khusus untuk mengatasi permasalahan tersebut. WHO mencanangkan program keselamatan pasien untuk mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial. (WHO, 2002). Cuci tangan

(hand hygiene) merupakan program yang dilakukan oleh WHO untuk mengatasi

infeksi nosokomial. WHO

mengkampanyekan save lives: clean your

hands untuk mempromosikan tindakan cuci

tangan. WHO juga membuat program global

patient safety challenge dengan clean care is safe care yang merupakan strategi untuk

mempromosikan tindakan cuci tangan pada tenaga kesehatan (WHO, 2011). Cuci tangan adalah cara pencegahan dan pengendalian infeksi yang merupakan hal yang mendasar untuk mencapai sistem pelayanan kesehatan yang aman dan efektif. Diperkirakan 70% tenaga kesehatan dan 50 % tim bedah tidak melakukan cuci tangan secara rutin. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa cuci tangan efektif untuk menurunkan infeksi nosokomial. (WHO, 2016). Namun demikian beberapa hasil penelitian didapatkan bahwa kepatuhan tenaga kesehatan khususnya perawat dalam melakukan cuci tangan masih rendah. Kepatuhan perawat dalam mencuci tangan hanya 35% dimana kepatuhan mencuci tangan tertinggi dilakukan setelah kontak dengan cairan tubuh pasien dan kepatuhan terendah sebelum kontak dengan pasien. Pengetahuan perawat tentang cuci tangan

(2)

22 juga masih rendah, dari hasil penelitian yang

sama didapatkan data bahwa 64% memiliki pengetahuan yang kurang, 32% dengan pengetahuan cukup dan hanya 4% yang memiliki pengetahuan baik (Ernawati, Tri & Wiyanto, 2014). Masih banyak perawat yang melalukan cuci tangan tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SPO). Perilaku cuci tangan perawat yang sesuai dengan SPO hanya 36% dan kepatuhan cuci tangan tertinggi ada di unit stroke. Kepatuhan terendah dalam tahapan kegiatan cuci tangan yang sesuai SPO terutama pada detil tehnik cuci tangan (Fauzia, Ansyori & Hariyanto, 2014). Kegiatan cuci tangan merupakan hal yang penting dilakukan terutama sebelum dan sesudah kontak dengan pasien untuk menurunkan resiko terjadinya infekasi nosokomial. Hampir seluruh aktivitas perawat bersentuhan dengan pasien salah satunya adalah tindakan memberikan pengobatan sehingga saat sebelum dan sesudah memberikan obat sebaiknya perawat juga melakukan cuci tangan. Berdasarkan studi pendahuluan di salah satu rumah sakit di Yogyakarta didapatkan data bahwa masih banyak perawat yang tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan obat. Hasil studi pendahuluan tersebut merekomendasikan untuk dilakukan penelitian yang bertujuan melihat pelaksanaan cuci tangan perawat dalam tindakan pemberian obat.

TINJAUAN PUSTAKA

Cuci tangan adalah segala tindakan untuk membersihkan tangan (WHO, 2009). Cuci tangan adalah suatu proses yang dilakukan secara mekanik untuk melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun dan air (Depkes RI, 2008).

Cara mencuci tangan

Menurut WHO (2009) ada cara yang dapat dilakukan untuk mencuci tangan yaitu yang pertama membersihkan tangan dengan menggunakan cairan antiseptik yang berisi alkohol (hand rub) dan yang kedua adalah mencuci tangan dengan sabun dan air (hand

washing). 1. Hand rub

Langkah-langkah untuk membersihkan tangan dengan cara hand rub adalah sebagai berikut:

a. Basahi tangan dengan cairan antiseptik

b. Gosok kedua telapak tangan c. Gosok kedua punggung tangan d. Gosok sela-sela jari

e. Gosok jari-jari dengan gerakan saling mengunci

f. Gosok ibu jari dengan gerakan memutar

g. Gosok dengan cara memutar ujung jari-jari kiri pada telapak kanandan sebaliknya

h. Biarkan mengering

i. Lama cuci tangan 20-30 detik

2. Hand wash

Langkah-langkah untuk membersihkan tangan dengan menggunakan air dan sabun adalah sebagai berikut:

a. Basahi kedua tangan dengan air mengalir

b. Ambil sabun dan tuangkan pada telapak tangan

c. Gosok kedua telapak tangan d. Gosok kedua punggung tangan e. Gosok sela-sela jari

f. Gosok jari-jari dengan gerakan saling mengunci

g. Gosok ibu jari dengan gerakan memutar

h. Gosok dengan cara memutar ujung jari-jari kiri pada telapak kanan dan sebaliknya

i. Bilas dengan air mengalir

j. Keringkan dengan handuka atau tisu sekali pakai

k. Lama cuci tangan 40-60 detik 3. Waktu cuci tangan

Pelaksanaan cuci tangan dilakukan pada: 1. Sebelum menyentuh pasien

2. Sebelum melakukan prosedur aseptik 3. Setelah terpapar dengan cairan tubuh 4. Setelah menyentuh pasien

5. Setelah menyentuh lingkungan pasien (WHO, 2009)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan cuci tangan perawat dalam tindakan pemberian obat. Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan anak di salah satu rumah sakti swasta di Yogyakarta. Waktu penelitian ini adalah

(3)

23 pada bulan Mei sampai dengan Juli 2016.

Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di ruang perawatan anak dan penentuan sampel dengan menggunakan

total populasi sampling sehingga seluruh

perawat pelaksana di ruang anak menjadi sampel dalam penelitian ini. Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 32 perawat pelaksana. Semua partisipan dalam penelitian ini diberikan informed consent dan penelitian ini telah mendapatkan ijin dari komite etik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi partisipan dan wawancara. Observasi partisipan dilakukan untuk mengamati kegiatan cuci tangan perawat saat melakukan tindakan pemberian obat. Kegiatan wawancara dilakukan sebagai triangulasi metode dan sumber karena wawancara tidak hanya dilakukan pada perawat pelaksana tetapi juga pada kepala ruang dan perawat penanggung jawab mutu di ruang perawatan anak. kegiatan wawancara dilakukan setelah semua kegiatan observasi selesai. Observasi partisipan dilakukan selama kurang lebih 4 minggu, masing-masing perawat diobservasi sebanyak 3 kali sebelum dan sesudah tindakan memberikan obat pada shift pagi dan siang. Analisis data hasil observasi menggunakan analisis deskriptif dengan menentukkan prosentase perawat yang melakukan cuci tangan dan yang tidak cuci tangan.

HASIL PENELITIAN 1. Hasil Observasi

Penelitian ini dilakukan 32 perawat pelaksana yang ada di ruang perawatan anak. Berikut ini adalah karakteristik perawat tersebut:

Tabel 1: Karakteristik perawat

Variabel Karakteristik N(%) Jenis Kelamin Kelompok masa kerja Status Pendidikan Laki-laki Perempuan < 2 tahun 2-4 tahun 5-8 Tahun > 9 tahun SPK DIII Keperawatan 0 32 (100) 8 (25) 5 (15,6) 6(18,8) 13(40,6) 5 (15,6) 27 (84,4) Status Kepegawaian Jabatan Pekerja Kontrak Waktu Tertentu (PKWT) Pekerja tetap Perawat pelaksana Perawat pelaksana utama 5 (15,6) 27 (84,4) 7 (21,9) 25(78,1)

Sumber: Studi dokumentasi

Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa seluruh perawat di ruang anak adalah perempuan dengan mayoritas memiliki latar belakang pendidikan adalah Diploma 3 keperawatan. Berdasarkan 90 kali observasi cuci tangan sebelum tindakan pemberian obat pada 30 perawat pelaksana didapatkan data bahwa 70% tindakan, perawat tidak melakukan cuci tangan 6 langkah, 1% cuci tangan tetapi tidak 6 langkah dan 28,9 % cuci tangan dengan 6 langkah (Tabel 2)

Tabel 2: Perilaku cuci tangan perawat sebelum tindakan pemberian obat (N:90) Item Observasi Tidak

Dilakukan N (%) Sebagian N (%) Dilakukan N (%) Cuci tangan 6 langkah 63 (70%) 1 (1,1%) 26 (28,9%) Sumber: Hasil observasi

Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa mayoritas perawat tidak melakukan cuci tangan sebelum memberikan obat pada pasien.

Tabel 3: Perilaku cuci tangan perawat setelah tindakan pemberian obat (N:90) Item Observasi Tidak

Dilakukan N (%) Sebagian N (%) Dilakukan N (%) Cuci tangan 6 langkah 33 (36,7%) 0 57 (63,3%) Sumber: Hasil observasi

Berdasarkan tabel diatas didapatkan data bahwa 63,3% tindakan setelah pemberian obat, perawat melakukan cuci tangan, dan 36,7% tidak mencuci tangan, dengan demikian prosentase perawat yang mencuci tangan setelah tindakan pemberian obat

(4)

24 lebih tinggi dibandingkan perawat yang

tidak cuci tangan.

Kedua tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah perawat yang melakukan cuci tangan lebih tinggi pada saat setelah tindakan pemberian obat dengan pasien yaitu setelah kontak dengan pasien. Jika kegiatan cuci tangan perawat diakumulasi sebelum dan sesudah tindakan pemberian obat maka prosentase jumlah perawat yang tidak cuci tangan lebih tinggi dibandingkan perawat yang melakukan cuci tangan.

2. Hasil Wawancara

Data hasil observasi ini kemudian divalidasi dengan melakukan wawancara pada perawat pelaksana yang menyebutkan bahwa mereka mengakui sering tidak melakukan cuci tangan. Cuci tangan lebih banyak dilakukan setelah kontak dari pasien sedangkan sebelum kontak dengan pasien perawat jarang melakukan cuci tangan.

Kalau untuk cuci tangan itu hampir semua temen kita itu sebelum melakukan tindakan itu hampir semua itu tidak pernah cuci tangan, cuci tangannya setelah ke pasien.... (Partisipan 5) Berdasarkan hasil wawancara juga didapatkan data tentang alasan perawat tidak melakukan cuci tangan yaitu: banyak pekerjaan, kebiasaan, lupa dan malas.

a. Banyak pekerjaan

Banyaknya pekerjaan menjadi alasan perawat tidak melakukan cuci tangan. Banyaknya pekerjaan menyebabkan perawat menjadi tergesa-gesa sehingga ingin segera menyelesaikan pekerjaannya, dan hal ini yang menyebabkan perawat tidak melakukan cuci tangan. Penanggung jawab ruang perawatan anak menyatakan masih banyak perawat yang tidak mencuci tangan meskipun antiseptik untuk cuci tangan secara handsrub sudah dipasang di setiap kamar dan sudah seringkali dilakukan sosialisasi tentang pentingnya cuci tangan. ... “Susah e mbak (Tertawa), saya juga sampai bingung saya juga sudah nyontohi misalnya saya keliling kalau pagi itu ayo pakai

hands rub, hands rub sudah di

pasang di kamar-kamar fungsinya

untuk itu... tapi susah-susah sekali ndak tau apa faktornya buru-buru... faktornya pengen cepet tapi memang belum memperhatikan kepentingan itu tapi di kamar-kamar sudah ada hands rub semua

five moment juga saya sosialisasi...

itu hampir paling sering sosialisasi itu... tapi tidak semudah yang kita bayangkan untuk merubah orang banyak. Mungkin five moment nya yang susah ke pasien satu ke pasien yang lain”... (Partisipan 4)

b. Kebiasaan

Cuci tangan belum menjadi kebiasaan perawat karena kesadaran untuk cuci tangan masih kurang. Kebiasaan untuk selalu mencuci tangan masih rendah meskipun sudah sering dilakukan sosialisasi pentingnya cuci tangan. ...“Mungkin masih sering yang belum cuci tangan, belum melakukan. Kendalanya mungkin budaya ya mbak masih belum.. masih belum padahal kita setiap kali mensosialisasikan untuk five

moment itu sehingga itu harus

diaplikasikan jadi harus maksudnya kadang-kadang e mungkin kalau kalau… ya sebetulnya di kamar suster itu, e di kamar pasien itu sudah ada handrub tapi teman-teman kita itu ya memang belum, kesadarannya kurang”...(Partisipan 5).

c. Lupa

Perawat juga mengatakan sering lupa saat harus mencuci tangan sebelum ke pasien.

…. Cuci tangan terus sebelum ke pasien, tapi sering kalinya kelupaan itu lho yang pakai handscrub itu. Tapi nanti kalau sudah ganti ke pasien kadang itu seringnya lupa. (Partisipan 3)

d. Malas

Malas menjadi salah alasan mengapa perawat tidak melakukan cuci tangan. Rasa malas ini disebabkan karena perawatnya merasa tangannya sudah bersih sehingga tidak melakukan cuci tangan.

(5)

25 “...mmmm...menyebabkan ga cuci

tangan?... lupa bu... malas mungkin bu... kadang kan sudah merasa.. apa ya.... mmmm bersih gitu sih bu... jadi tadi ya sudah cuci tangan jadi ga cuci tangan lagi... Mungkin masih sering yang belum cuci tangan...” (Partisipan 1)

PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang yang dilakukan oleh Pakowska, Sobala & Szatko (2013) bahwa perawat lebih sering melakukan cuci tangan setelah melakukan tindakan dibandingkan sebelum melakukan tindakan. Hasil penelitian yang serupa ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Al-Wazzan,

et.al., (2011) yang mendapatkan data bahwa

lebih banyak perawat yang melakukan cuci tangan setelah tindakan, sedangkan sebelum tindakan sering tidak melakukan cuci tangan. Perawat menggunakan sarung tangan sebagai pengganti tindakan cuci tangan, perawat percaya bahwa dengan menggunakan sarung tangan tidak perlu lagi melakukan cuci tangan.

Squeri, et.al., (2016) dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Italia mendapatkan data bahwa perawat yang mencuci tangan setelah prosedur tindakan lebih banyak dibandingkan dengan sebelum melakukan prosedur tindakan dan 30,6% tenaga kesehatan yang melakukan cuci tangan dengan benar. Bebeapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa kesadaran dan kepatuhan tenaga kesehatan khususnya perawat untuk mencuci tangan masih rendah.

Banyak pekerjaan yang harus dilakukan merupakan alasan perawat untuk tidak melakukan cuci tangan sebelum melakukan tindakan Pakowska, Sobala & Szatko (2013). Banyaknya pekerjaan perawat membuat perawat tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaannya karena ingin segera selesai dan dapat melakukan pekerjaan perawatan lainnya. Tergesa-gesa menyebabkan perawat kurang motivasi untuk melakukan cuci tangan. Sukron dan Kariasa (2013) mengatakan bahwa beban kerja perawat yang tinggi mempengaruhi kepatuhan perawat dalam mencuci tangan. Beban kerja perawat merupakan faktor individu yang mempengaruhi kepatuhan cuci tangan, sehingga beban kerja perawat yang tinggi menyebabkan kepatuhan perawat

dalam mencuci tangan rendah (Fauzia, Ansyori & Hariyanto, 2014).Beban kerja yang tinggi merupakan alasan yang paling sering diungkapkan oleh perawat. Salah satu penelitian yang dilakukan di Kuwait juga mendapatkan data bahwa beban pekerjaan yang tinggi menjadi alasan perawat untuk tidak melakukan cuci tangan (Al-Wazzan,

et.al., (2011).

Lupa untuk mencuci tangan dapat disebabkan oleh beban kerja perawat yang tinggi. Beban kerja yang tinggi menyebabkan perawat lupa untuk mencuci tangan karena terfokus dengan kegiatan pemenuhan kebutuhan pasien di ruangan (Sukron dan Kariasa, 2013). Kurangnya kesadaran perawat akan pentingnya cuci tangan juga menjadi penyebab tidak terbentuknya kebiasaan untuk melakukan cuci tangan (Qushmaq, 2008).

Rendahnya kepatuhan perawat untuk cuci tangan menjadi keprihatinan bersama sehingga perlu upaya untuk perbaikan dan meningkatkan kepatuhan perawat untuk cuci tangan. Pemberian pelatihan, workshop, audit dan umpan balik mampu efektif untuk meningkatkan kepatuhan perawat untuk melakukan cuci tangan. Salah satu cara untuk meningkatkan kepatuhan, kesadaran dan pengetahuan tentang cuci tangan adalah dengan memberikan pembelajaran menggunakan modul, melakukan pengawasan terhadap tenaga kesehatan dan melakukan diskusi, memberikan feedback pada partisipan dan memeriksa kebersihan tangan. Hal ini terbukti efektif untuk meningkatkan kepatuhan dan kesadaran perawat untuk cuci tangan (Watson, 2016). KESIMPULAN

Pelaksanaan cuci tangan di ruang perawatan anak masih kurang, hal ini dibuktikan dengan masih banyak perawat yang belum cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan pemberian obat. Jumlah perawat yang tidak cuci tangan lebih tinggi pada sebelum tindakan pemberian obat. Banyaknya pekerjaan, kebiasaan, lupa, dan malas merupakan alasan perawat untuk tidak cuci tangan. Peningkatan terhadap kepatuhan dan pengetahuan perawat terhadap cuci tangan sangat diperlukan. Usaha perbaikan dalam rangka meningkatkan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara pelatihan, pengawasan dan pemberian umpan balik secara rutin.

(6)

26 DAFTAR PUSTAKA

Al-Wazzan, Batool., Salmeen, Yasmeen., Al-Amiri, Eisa., Abul, Ala’a., Bouhaimed, Manal., Al-Taiar, Abdullah., (2011). Hand Hygiene Practices among Nursing Staffin Public Secondary Care Hospitals in Kuwait:Self-Report and Direct Observation. Med Princ Pract 2011;20:326–331. 326–331. DOI: 10.1159/000324545

Depkes RI. , (2008). Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya: Kesiapan menghadapi emerging infectious disease. Departemen kesehatan RI Ernawati, Elies., Tri, Asih., Wiyanta, Satra.,

(2014).Penerapan Hand Hygiene

Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Jurnal kedokteran Brawijaya, Vol. 28, Suplemen No. 1; 89-94

Fauzia, Neila., Ansyori, Anis., Hariyanto, Tuti., (2014). Kepatuhan standar prosedur operasional Hand Hygiene pada perawat di ruang rawat inap rumah sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, Suplemen No. 1. Pakowska, Garus., Sobala, W., Szatko, F.,

(2013).Observance of hand washing procedures performed by the medical personnel before patient contact. Part I. Int. J Occop Med Environ Health.

Mar;26(1):113-21. doi:

10.2478/s13382-013-0092-4. Epub 2013 Mar 26.

Qushmaq, Ismael A., Heels-Ansdell, Diane., Cook, Deborah J., Loeb, Mark B., Meade, Maureen O., (2008). Hand hygiene in the intensive care unit:prospective observations of clinical practice.Polskie archiwum medycyny wewnętrznej

Squeri, R., Genovese, C., Palamara, MAR., Trimarchi, G., Fauci, La F., (2016). Clean saferis care safer: correct handwashing in the prevention of health care associated infections. Ann

Ig 2016; 28: 409-415

doi:10.7416/ai.2016.2123

Sukron, Kariasa, I Made., (2013). Tingkat kepatuhan perawat dalam five

moment hand hygiene.

www.lib.ui.ac.id

Watson, Jo Andrea., (2016). Role of a multimodal educational strategy on health care workers’ handwashing. AJIC. Volume 44, Issue 4: 400-404.doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.aji c.2015.10.030

WHO. (2002). Prevention of hospital-acquired infections. WHO

WHO. (2009). Hand Hygiene: Why, how and when?. WHO

WHO. (2016)., Save lives: Clean your hands WHO’s global annual campaign advocacy toolkit., WHO

WHO (2011)., Report on the burden of endemic health care-association worldwide: Clean care is safe care. WHO

Referensi

Dokumen terkait

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan memenuhi persyaratan memiliki Surat Ijin Usaha

Surapati core blok k.18 jl. Phh

Pelumas Pertamina merupakan produk yang sesuai dengan kebutuhan saya untuk1. mendapatkan manfaat

Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, santun, responsif dan pro- aktif dalam berinteraksi secara efektif dalam lingkungan sosial sesuai dengan prinsip etika

[r]

Detection of Ace-1 gene with insecticides resistance.pdf 01.. Detection of Ace-1 gene with

Program aplikasi ini dapat digunakan oleh pemakai untuk memilih jenis produk investasi reksadana yang sesuai dengan kebutuhannya. Dalam proses pembuatan program aplikasi,

Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial dan Budaya Pesisir Selatan Terlaksananya koordinasi dan monitoring lingkup bidang sosial budaya 100% 12.000