• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pemaparan Rene Pattiradjawane dalam seminar The Post- Tribunal s Ruling on the South China Sea Dispute di Habibie Center

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAMPIRAN. Lampiran 1. Pemaparan Rene Pattiradjawane dalam seminar The Post- Tribunal s Ruling on the South China Sea Dispute di Habibie Center"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pemaparan Rene Pattiradjawane dalam seminar “The Post-Tribunal’s Ruling on the South China Sea Dispute” di Habibie Center

Rere L. Pattiradjawane mengatakan bahwa klaim China berdasarkan sejarah sejatinya tidak dapat dibenarkan, karena jika melihat sejarah maka Indonesia dapat berkata tentang Sriwijaya yang pernah menguasai banyak wilayah, belum lagi jika melihat Majapahit. Maka dari itu, tidak ada alasan logis untuk mengakui klaim ini. Tribunal yang menyidangkan kasus ini pun tidak bisa melihat bukti yang memadai demi mendukung klaim China ini. Beliau menekankan meskipun selama ini Indonesia dan China terlihat baik-baik saja bukan berarti Indonesia tidak memiliki masalah dalam Laut China Selatan ini, karena menurut Peta nelayan Tradisional yang direlease China berdasarkan Nine-dash Line kepulauan Natuna memang bukan merupakan wilayah yang klaim oleh China, tetapi lautan yang berada dilepas pantai kepulauan Natuna merupakan wilayah yang dianggap sebagai wilayah China. Jadi bisa dikatakan menurut China, Indonesia memiliki daratannya, tetapi lautan milik kami.

Rene Pattiradjawane juga mengingatkan akan ancaman perdamaian di kawasan ASEAN, karena militer China telah melakukan ekspedisi 20 kapal flotilla angkatan lautnya dalam Skema Tim Biru Armada Laut Selatan China melewati Laut China Selatan mengitari Indonesia melalui perairan Internasional dan ini tidak pernah disadari oleh Indonesia. Negara yang pertama kali menyadari ini adalah Australia. Selama militer China melakukan ekspedisi flotilla ini mereka di ikuti oleh kapal angkatan laut Amerika Serikat dan Jepang tetapi tidak ada yang bisa mereka lakukan selain mengamati. Selain itu menurut data, jumlah submarine China merupakan salahsatu yang terbesar di Dunia. Amerika Serikat masih lebih besar, tetapi tidak semua submarine Amerika Serikat berada di Asia. Pemerintah China sudah mempersiapkan strategi berkaitan dengan kemungkinan pecahnya konflik dengan Amerika Serikat. Lantas Mr. Rere menutup diskusi dengan statement bahwa sebaiknya ASEAN memikirkan kembali hubungan keamanannya

(2)

dengan Amerika Serikat, karena selama ini budget Amerika Serikat dibidang militer terus menurun. Selain itu tidak nampak keseriusan dari Amerika Serikat untuk memayungi keaman regional ASEAN.

Lampiran 2. Pemaparan Muhammad Arif dalam seminar “The Post-Tribunal’s Ruling on the South China Sea Dispute” di Habibie Center

Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi Pemerintah China menolak untuk tunduk pada aturan UNCLOS 1982 dan putusan Pengadilan Arbitrase Internasional.

1. Terbatasnya peran dari Hukum Internasional

Selama ini tidak ada otoritas hukum yang lebih tinggi dari Negara di dunia internasional. Tentu saja hal ini menjadikan hukum internasional menjadi tumpul, karena tidak ada kekuatan yang bisa memaksa Negara untuk tunduk pada aturan. Berdasarkan pengalaman yang ada, Negara hanya akan patuh pada hukum internasional jika hukum tersebut sesuai dengan national interestnya.

2. Great Power secara natural selalu bersikap bertentangan dengan hukum internasional

Sebagai Negara yang tumbuh dengan pesat menjadi salah satu hegemon baru di dunia internasional, Pemerintah China menolak untuk tunduk atau didikte oleh Negara lain tentang apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan. Sikap ini sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh China, Great Power lainnya pun sering melakukan hal ini.

Laut China Selatan merupakan Core Interest Pemerintah China paska tumbuh menjadi great power, maka dari itu Pemerintah China menolak tunduk pada Pengadilan Arbitrase Internasional. Selain itu, Pemerintah China juga tengah menjalankan two-level game dimana mereka tentunya ingin memuaskan rakyatnya atau dengan kata lain tidak ingin kehilangan wibawanya didepan rakyatnya atas dunia internasional. Ancaman bahaya terhadap China jika tetap melakukan klaim terhadap Laut China Selatan pun rendah. Amerika Serikat akan

(3)

kesulitan untuk mengimbangi kekuatan pasukan China di Asia, karena zona konfliktual Amerika Serikat bukan hanya di laut china selatan. Hal itu berbanding terbalik dengan China yang bisa memfokuskan pasukannya di laut china selatan. Selain itu dapat dikatakan Amerika Serikat sendiri dalam posisi yang awkward dalam kasus ini. Amerika tidak bisa serta merta memaksa China untuk tunduk pada UNCLOS karena Amerika Serikat sendiri tidak meratifikasi hukum laut tersebut. Dan hal lain yang dapat menjadi dasar minimnya ancaman terhadap klaim China adalah tumpulnya ASEAN dalam isu ini.

Ada beberapa alasan mengapa ASEAN seolah tumpul dalam menanggapi isu Laut China Selatan ini. Salah satunya adalah adanya hubungan ketergantungan ekonomi yang asimetris antara ASEAN dan China. Banyak Negara-negara ASEAN yang memiliki hubungan kerjasama yang saling ketergantungan dengan China, maka dari itu jika mereka terlibat terlalu jauh dalam konflik ini maka hal itu ada berdampak buruk pada national interest negaranya. Selain itu, ASEAN tidak memiliki Credible Alliance Partner yang bisa memayungi keamanan mereka.

Kedepannya Laut China Selatan secara strategis digambarkan akan terjadi “wait and see” antara China kepada ASEAN, dan ASEAN kepada China. Wait and See ini digambarkan sebagai sikap saling menunggu dan menilai langkah apa yang kedepannya akan diambil masing-masing Negara terhadap isu ini, karena sebenarnya Negara-negara yang berkonflik ini saling membutuhkan. Maka dari itu, ada kemungkinan China juga akan semakin terbuka terhadap kemungkinan adanya resource sharing supaya kehadiran China di Laut China Selatan dapat lebih diterima Negara-negara lainnya.

(4)

Lampiran 3. Pemaparan Prof. Julian Ku dalam seminar USINDO dengan judul “The Hague’s South China Sea Ruling: Legal and Political Implication” di Habibie Centre

Prof. Julian memaparkan bahwa China memiliki sikap “Three No” terhadap hasil Mahkamah Arbitrase di Den Haag yang memenangkan tuntutan pemerintah Filipina. Ketiga Three No tersebut diantaranya:

1. No Acceptance: Pemerintah China menolak untuk menerima hasil keputusan Mahkamah Arbitrase

2. No Partisipation: Maka dari itu sejalan dengan kebijakan penolakan tersebut, Pemerintah China juga menolak untuk berpartisipasi untuk mematuhi keputusan tersebut, dengan kata lain Pemerintah China tidak akan menjalankan putusan Mahkamah Arbitrase Internasional.

3. No Compliance: Pemerintah China menolak untuk menyesuaikan kebijakannya luar negerinya terhadap laut china selatan sesuai dengan putusan Mahkamah Arbitrase Internasional.

Arbitrase Internasional UNCLOS sendiri sebenarnya menyidangkan beberapa isu pada hari itu diantaranya:

- 9 Dash Line China yang tidak sesuai dengan kesepakatan UNCLOS 1982 yang juga diratifikasi oleh Pemerintah China

- Pulau Buatan China dianggap telah merusak alam

Namun Prof. Julian mengatakan bahwa China tidak memiliki merasa tidak memilki keharusan atau kepentingan untuk mematuhi segala putusan arbitrase, maka dari itu penyelesaian konflik ini akan berkepanjangan karna China berpegangan pada legal standingnya sendiri ketimbang mematuhi hukum laut internasional. Meskipun China menolak namun Prof. Julian mengatakan biar bagaimanapun keputusan tribunal merupakan keputusan yang mengikat.

(5)

Prof. Julian lantas memaparkan mengenai sikap pemerintah Amerika Serikat terhadap keputusan ini.

1. Presiden Obama mengatakan bahwa jika China melanggar aturan internasional, maka aka nada konsekuensinya. (bisa jadi sanksi secara ekonomi, ataupun militeristik)

2. Amerika serikat akan melancarkan operasi demi menjamin Freedom of Navigation secara lebih agressif di wilayah Arbitral Award

3. Dalam hal ini, negara lain (Australia, Jepang, dan Prancis) boleh pula berpartisipasi

Prof. Julian juga lantas memaparkan sebuah fakta unik tentang sengketa laut china selatan ini. Sengketa di Laut China Selatan ini seperti mengakhiri sejarah sengketa di Asia Tenggara yang selama ini selalu terjadi di antara sesama negara-negara di Asia Tenggara.

Lampiran 4. Hasil Wawancara dengan Willy F. Sumakul (Peneliti Senior FKP Maritim)

1. Bagaimana bapak melihat sengketa yang terjadi di Laut China Selatan?

Laut China Selatan merupakan wilayah yang sangat konflikual, terutama di dua pulau utama yang diperebutkan yaitu Spartly dan Paracel. Dinamika yang terjadi di Laut China Selatan berlangsung sangat cepat, bahkan dalam hitungan bulan bisa berubah.

2. Apa yang sebenarnya mendasari sengketa berkepanjangan di Laut China Selatan?

Segala persengketaan yang terjadi di Laut China Selatan, berakar dari satu hal yang sama yaitu Kepentingan Nasional. Sebagaimana kita tahu,

(6)

kepentingan nasional merupakan Ultimate Goals bagi setiap negara dan menjadi masalah karena setiap negara tentunya memiliki kepentingan nasional yang berbeda-beda demi keuntungan negaranya.

3. Bagaimana posisi ASEAN dalam sengketa di Laut China Selatan?

Suara negara-negara ASEAN pada saat ini terbelah pada kubu yang pro dan kontra dengan sikap Republik Rakyat China. Hal ini merupakan sebuah kerugian untuk sebuah organisasi regional, karena dengan adanya perbedaan tersebut maka sangat tidak memungkinkan bagi ASEAN untuk dapat satu suara bulat mengambil sikap mengenai sengketa di Laut China Selatan ini. Kamboja yang saat ini menjadi Leader of ASEAN justru cenderung lebih dekat dengan RRC, hal itu tentunya mempersulit pengambilan suara bulat ASEAN dalam menyikap kasus ini. Filipina yang sebelumnya kontra dengan RRC pun kini mendekat ke Beijing dibawah Presiden Duterte, sedangkan Indonesia yang sampai saat ini melalui Menlunya selalu menyatakan sebagai Non Claimant State juga tidak dapat berbuat banyak untuk menyatukan suara ASEAN, karena dibalik sengketa yang terjadi di Natuna, Indonesia sebenarnya juga membutuhkan RRC.

4. Berkaitan dengan kejadian di Laut Natuna, untuk saat ini apakah militer Indonesia mampu mengimbangi militer China di Laut China Selatan?

Untuk saat ini, terus terang saja Indonesia belum mampu mengimbangi kekuatan militer China. Indonesia tidak memiliki pakta pertahanan dengan negara manapun, maka dari itu Indonesia harus pintar menjaga status quo dan mendayung diantara dua bukit dalam sengketa yang terjadi ini. Pembangunan pangkalan militer di Natuna dan pembangunan Armada

(7)

Laut Ketiga merupakan langkah yang baik bagi Indonesia dalam rangka meningkatkan pertahanan, kedaulatan dan wibawa pemerintah Indonesia.

5. Apa yang saat ini penting untuk di lakukan Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kedaulatan wilayah lautnya agar kasus seperti di Natuna tidak terus terjadi?

Pemerintah Indonesia dapat mulai meningkatkan Maritime Domain Awareness. Maritime Domain Awareness berkaitan erat dengan keamanan di Laut yaitu dengan mengajak seluruh nelayan-nelayan Indonesia untuk berperan aktif dalam menjaga wilayah Laut Indonesia dan secara aktif melaporkan jika ada kapal-kapal asing mencurigakan berada di Laut Indonesia. Sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, akan sulit jika hanya mengandalkan Pemerintah saja dalam mengatasi illegal fishing, pelanggaran kedaulatan, dan masalah-masalah di laut lainnya mengingat terbatasnya jumlah aparat. Dengan adanya laporan-laporan yang akurat dari nelayan, maka kapal Patroli Indonesia dapat bertindak lebih efektif dalam rangka penegakan hukum. Sudah saatnya mengembalikan Indonesia menjadi negara maritim dan untuk itu perlu keterlibatan seluruh masyarakat Indonesia.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tingkat pengetahuan

Ameliorasi keracunan Fe yakni tambahkan kapur untuk mencegah keracunan Fe pada lahan kering yang digenangi (dosis kapur berkisar antara 500 – 2.000 kg/ha,

Dalam proses penerbitan KTKLN, bagi TKI yang ditempatkan oleh PPTKIS dan atau yang ditempatkan oleh perusahaan untuk kepentingan sendiri harus melampirkan paspor, visa kerja,

Pada saat undang-undang ini berlaku, Pajak dan Retribusi yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah mengenai jenis Pajak Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

f. Kesalahan siswa yang tidak bisa membagi waktu dalam menyelesaiakan soal Dari table di atas dapat di simpulkan macam-macam kesalahan yang dilakukan siswa sebagai

Jadi faktor yang mempengaruhi keputusan nasabah dalam menggunakan produk tabungan wadiahadalah keadaan atau peristiwa yang menyebabkan seorang nasabah dapat

Cikal bakal kerjasama ekonomi negara- negara Asia Tenggara diawali dengan kesepakatan pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA) pada

Matakuliah Biologi Gulma merupakan mata kuliah pilihan yang memberikan kemampuan kepada mahasiswa dalam memanfaatkan tumbuhan yang dikategorikan sebagai gulma untuk kehidupan