• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyempurnaan Proses Belajar Mengajar - Pokok-pokok Pedoman Proses Belajar Mengajar - BUKU II - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penyempurnaan Proses Belajar Mengajar - Pokok-pokok Pedoman Proses Belajar Mengajar - BUKU II - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

DAFTAR ISI

1. USAHA PERBAIKAN SISTEM PENGAJARAN...1

2. INOVASI DALAM PENDIDIKAN YANG SUKSES. ...1

3. TUJUAN PENDIDIKAN ...1

3.1. Sumber-sumber Pengaruh dalam Penetapan Tujuan Pendidikan. ...2

3.2. Fungsi Rumusan Tujuan Pendidikan. ...3

3.3. Klasifikasi Tujuan Pendidikan. ...4

3.3.1. Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut hierarki kegiatan. ...4

3.3.2. Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut Sifat Tujuan. ...4

3.3.3. Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut Perubahan Yang Dapat Terjadi pada Anak Didik. ...5

3.3.4. Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut Bloom (Taxonomy of Educational Objectives). ...5

4. SISTEM PENGAJARAN. ...6

4.1. Kurikulum. ...6

4.2. Hal-hal Fundamental dalam Pengembangan Kurikulum. ...6

5. DISAIN INSTRUKSIONAL. ...7

5.1. Asumsi Dasar Program Disain Instruksional. ...7

5.2. Tahapan Kerja Disain Instruksional. ...7

5.2.1. Penentuan Topik dan Tujuan Instruksional Umum. ...8

5.2.2. Identifikasi Kemampuan Awal dan Karakteristik Mahasiswa. ...8

5.2.3. Perumusan Spesifikasi Tujuan Instruksional Khusus (TIK). ...9

5.2.4. Penyusunan program/rencana evaluasi hasil belajar mahasiswa. ...11

5.2.5. Penentuan materi pelajaran. ...11

5.2.6. Pengembangan "pre-test" (uji-mula). ...12

5.2.7. Pemilihan kegiatan belajar-mengajar dan sumber-sumber instruksional perlu. ...12

6. PROSES MENGAJAR. ...13

6.1. Dari mana pengajaran dimulai. ...13

6.2. Penentuan Pola Kegiatan Belajar Mahasiswa. ...14

6.3. Evaluasi Tingkat Pencapaian Hasil Belajar Mahasiswa. ...14

6.4. Metodologi. ...15

6.5. Prinsip-prinsip Belajar. ...15

6.5.1. Reinforcement Positif...16

6.5.2. Meningkatkan Motivasi. ...16

6.5.3. Proses mengajar yang berhasil. ...16

7. PROSES BELAJAR. ...17

7.1. Belajar itu menambah pengetahuan. ...17

7.1.1. Identifikasi Tujuan Belajar. ...18

7.1.2. Identifikasi Posisi Mahasiswa "Sekarang". ...18

(4)

7.1.4. Tujuan Perilaku (Behavioral Objectives). ...19

7.2. Belajar itu menurut suatu hukum dan dapat diduga. ...19

7.2.1. Motivasi untuk belajar. ...19

7.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat dan derajat belajar...20

7.2.3. Partisipasi aktif. ...20

7.3. Faktor-faktor masa lalu ... ...21

7.4. Interaksi mahasiswa-dosen yang produktif ... ...21

8. PENGANTAR PEMILIHAN METODA PENGAJARAN YANG BAIK. ...22

9. PENGELOLAAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN. ...37

9.1. Sistem Kredit Semester. ...38

9.2. Proses Belajar Mengajar. ...38

9.3. Penyelenggaraan Acara Kegiatan Pendidikan. ...38

9.3.1. Program Pendidikan. ...38

9.3.2. Sarana Pendidikan. ...38

9.3.3. Cara. ...39

9.3.4. Mahasiswa. ...39

9.4. Struktur materi pendidikan. ...39

9.5. Perencanaan Kuliah. ...39

9.5.1. Tujuan...40

9.5.2. Isi atau materi serta pengorganisasian mata kuliah. ...40

9.5.3. Cara-cara pengajaran. ...40

9.5.4. Media (hasil teknologi) atau peralatan pengajaran. ...41

9.5.5. Administrasi. ...41

9.5.6. Evaluasi. ...41

9.5.7. Tabel Rencana Perkuliahan. ...41

9.6. Pelaksanaan Penyelenggaraan. ...42

(5)

1. Usaha Perbaikan Sistem Pengajaran.

Yang akan diuraikan dibawah ini adalah sebagian dari usaha-usaha perbaikan sistem pendidikan yang disponsori Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, seperti yang tertulis dalam buku Penyempurnaan Proses Belajar Mengajar - Pokok-pokok Pedoman Proses Belajar Mengajar - BUKU II - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Normalisasi Kehidupan Kampus - 1980 halaman 26-27 sebagai berikut dibawah ini :

1. mengubah pendekatan atau metoda belajar-mengajar yang berorientasi pada kelompok besar (seluruh kelas) menjadi pendekatan atau cara mengajar dan belajar yang lebih berorientasi pada diagnosa dan pengajaran individual,

2. mengubah metoda mengajar tradisional yang umumnya menekankan pada "bercerita" dan "mendengarkan" (one way communication) menjadi lebih banyak pada partisipasi dan kreativitas mahasiswa secara langsung (active learning),

3. mengubah sekolah/perguruan tinggi sebagai menara gading dengan sifat-sifat menyendiri (terpisah dari masyarakat) menjadi suatu eksistensi atau bagian dari masyarakat dan melibatkan diri dalam masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat keseluruhan,

4. mengubah sikap-sikap negatif terhadap anak/para remaja/mahasiswa menjadi sikap-sikap positif dalam menilai dan mengembangkan potensi setiap anak didik (multi talent approach),

5. mengubah kristalisasi pemenuhan persyaratan yang diwajibkan dan lulus dari mata pelajaran yang telah lewat (evaluasi fakta-fakta saja) menjadi evaluasi yang mengukur "performance" yang bermakna dalam situasi-situasi kehidupan anak didik,

6. mengubah sistem pendidikan yang tampaknya dikelola untuk kepuasan dan kepentingan para administrator menjadi suatu falsafah dan praktek yang memacu dan mendorong kreativitas dosen dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan,

7. mengubah pendekatan pola "self contained teacher" yang mempresentasikan suatu "self contained curriculum" dalam suatu "self contained classroom" menjadi suatu pendekatan-pendekatan yang luwes dan berbeda-beda dengan menggunakan berbagai macam bakat dari suatu "tim pengajar" dalam cara-cara yang paling efektif,

2. Inovasi dalam Pendidikan yang sukses.

Inovasi dalam pendidikan yang sukses sekurang-kurangnya memerlukan tiga faktor penting sbb. (1 - p. 28) :

1. Dosen yang sangat menaruh perhatian terhadap efektifitas sistem pengajaran serta dipacu oleh suatu keinginan dan kemauan untuk selalu memperbaiki/meningkatkan kualitas sistem pengajarannya.

2. Administrator yang berkemauan dan mampu mendorong dan menunjang peran dan tugas dosen. 3. Suatu perencanaan yang di-disain secara seksama untuk mengembangkan sistem pengajaran

yang telah diperbaiki.

3. Tujuan Pendidikan

Pertanyaan mendasar sehubungan dengan tujuan pendidikan dan kurikulum adalah : perubahan-perubahan yang bagaimanakah yang ingin dapat dicapai oleh anak didik setelah anak didik tersebut menjalani suatu peroses pendidikan tertentu (1 - p. 1).

Pendidikan pada dasarnya adalah proses dimana anak didik dipersiapkan (atau mempersiapkan diri) untuk menghadapi kehidupan dikemudian hari dengan peran yang lebih bertanggung jawab, oleh karenanya pendidikan berorientasi ke hari depan (1 - p. 2).

Pendidikan haruslah merupakan suatu proses yang sadar tujuan dan karena menyangkut keadaan awal dan keadaan akhir, proses pendidikan haruslah dipandang sebagai proses transisi (1 - p. 2).

(6)

2

Hakekat dari setiap tujuan pendidikan adalah : membantu terjadinya perubahan positif dalam diri anak didik, yaitu yang menyangkut sikapnya (attitudes), cara dan pola berfikirnya (ways of thinking), pengetahuannya (knowledge), serta keterampilannya (skills) (1 - p. 31).

Tujuan-tujuan pendidikan (tujuan lembaga, tujuan kurikulum, tujuan kegiatan akademik, .... ) haruslah merupakan perumusan yang menyatakan dengan jelas perubahan-perubahan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan sikap anak didik yang bagaimana yang ingin dicapai anak didik setelah ia mengakhiri proses pendidikannya dengan berhasil (1 - p. 3).

3.1. Sumber-sumber Pengaruh dalam Penetapan Tujuan

Pendidikan.

Tujuan Pendidikan bersumber dari persepsi yang ada pada semua fihak yang merasa berkepentingan dengan penyelenggaraan pendidikan tersebut, seperti : pengajar, orang tua, mahasiswa, penerima lulusan dll.... (1 - p. 8)

Tujuan Pendidikan berasal dari pandangan-pandangan yang ada tentang keperluan manusia dan masyarakat di hari depan, tentang pengetahuan dan keterampilan yang ternyatakan dalam pola pekerjaan, kesenian, ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat serta bagaimana pandangan-pandangan tersebut dipadukan dengan minat dan keperluan nyata yang ada pada pribadi-pribadi para mahasiswa (1 - p. 8).

Persepsi dan pandangan seperti yang tertulis dalam 2 alinea diatas merupakan sumber pengaruh utama dalam Penetapan Tujuan Pendidikan yang dapat digali dari masyarakat, lembaga-lembaga masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintah (1 - p. 8).

Di Indonesia, sumber-sumber pengaruh yang menentukan dalam penetapan tujuan pendidikan dan pengembangan kurikulum antara lain diantaranya adalah hal-hal sebagai berikut dibawah ini (1 - pp. 8-11 ) :

1. Pernyataan-pernyataan dalam GBHN mengenai tujuan pendidikan nasional. 2. Tridarma Perguruan Tinggi.

3. Harapan dan tuntutan masyarakat akan hasil pendidikan.

4. Tingkatan serta laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 5. Karakteristik mahasiswa.

GBHN mengenai tujuan pendidikan nasional pada dasarnya merupakan hasrat masyarakat yang

disalurkan melalui lembaga-lembaga perwakilan rakyat untuk mengantisipasi hari depannya (1 - p. 8).

Tridarma Perguruan Tinggi

• dapat belajar secara mandiri, serta dapat mengkomunikasikan ilmunya,

merupakan fungsi lembaga-lembaga pendidikan tinggi di masyarakat Indonesia yang dinyatakan dengan resmi yang dari rumusan mana diharapkan dapat diturunkan tujuan-tujuan operasional yang dapat digunakan sebagai pegangan penyelenggaraan pendidikan dan kurikulum (1 - p. 9).

Tujuan Pendidikan yang mungkin diturunkan dari Tridarma Perguruan Tinggi umpamanya adalah sebagai berikut (1 - p. 9) :

Sesudah melewati kegiatan-kegiatan akademik, diharapkan mahasiswa :

• mampu untuk menyatakan persoalan serta menemukan penyelesaiannya, • mampu mengamalkan pengetahuannya untuk kepentingan masyarakat, • ...

Harapan dan tuntutan masyarakat akan hasil pendidikan dapat ditemukan dapat

pernyataan-pernyataan masyarakat mengenai keperluannya akan tenaga-tenaga lulusan pendidikan tinggi yang dapat menyelesaikan masalah-masalah yang nyata yang dihadapinya dan dapat meningkatkan sarana-sarana produksinya (dalam arti luas) (1 - p. 9).

(7)

Keperluan-keperluan masyarakat seperti ini biasanya dinyatakan tidak hanya secara kualitatif, tapi juga secara kuantitatif. Dari pernyataan-pernyataan yang seperti ini timbul masalah yang dikenal sebagai relevansi pendidikan. Dalam usaha penetapan tujuan pendidikan, masalah relevansi pendidikan ini seyogyanya dihadapi dengan sifat yang kritis, dengan mengingat bahwa : masalah-masalah yang ditemukan di masyarakat kontemporer adakalanya menjadikan gambaran tentang masalah-masalah yang akan timbul dikemudian hari (yang sebenarnya lebih fundamental bagi penetapan tujuan pendidikan) menjadi tidak terlihat dengan jelas (1 - p. 9).

Tingkatan serta laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

1. Keperluan masyarakat akan bahan, energi, barang dan jasa selalu meningkat, namun dilain fihak, keterbatasan sumber-sumber alam dan beberapa sumberdaya lainnya menuntut adanya peningkatan efisiensi dan efektivitas.

merupakan salah satu hal yang sangat menentukan dalam usaha penetapan tujuan-tujuan pendidikan.

Laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan penerapannya dalam kehidupan masyarakat berlangsung dengan laju yang selalu dipercepat. Disamping memungkinkan terjadinya perbaikan masyarakat, sering pula masyarakat dihadapkan pada perubahan-perubahan yang tidak terantisipasi sebelumnya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan masyarakat menemukan penyelesaian-penyelesaian untuk permasalahan yang ada, namun dilain fihak, masalah-masalah yang sudah pernah dianggap terselesaikan sebelumnya muncul kembali dalam konteks berubah yang memerlukan suatu penyelesaian yang baru. Penerapan hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, pada waktunya, juga mengakibatkan terjadinya perubahan pada pola sikap dan pola kegiatan masyarakat, profesi-profesi baru timbul, sedang profesi lama sering kali menemukan dirinya dalam lingkungan kerja yang dengan peranan yang berbeda. Untuk dapat mengantisipasi pergeseran pola kegiatan dan pola tuntutan masyarakat seperti diuraikan diatas, ada beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai pegangan (1 - pp. 10-11) :

2. Dalam usaha untuk memenuhi keperluan masyarakat yang selalu meningkat, batas-batas antara teknologi, ilmu-ilmu pengetahuan sosial, ekologi, ekonomi serta kebudayaan makin lama makin kabur. Pendekatan interdisiplin dan komprehensif terhadap masalah-masalah masyarakat akan makin mempola dan diperlukan.

3. Akumulasi ilmu pengetahuan dengan laju yang dipercepat, akan memberi tekanan pada lulusan untuk belajar terus agar selalu dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang pasti selalu terjadi dalam bidang keakhliannya.

4. Lingkungan Sosial yang bagaimana yang akan menerima lulusan pada waktunya kelak seyogyanya diprakiran dengan mempertimbangkan bahwa : pola komunikasi akan berkembang sedemikian rupa sehingga gagasan-gagasan lintas budaya (cross cultural) akan sangat mempengaruhi pola kebudayaan masyarakat.

Karakteristik mahasiswa

3.2. Fungsi Rumusan Tujuan Pendidikan.

(keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada mahasiswa sebagai hasil dari pengaruh lingkungan sosialnya, yang menentukan pola aktivitasnya dalam mengejar cita-citanya) meskipun dipandang lebih banyak berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan dari pada terhadap tujuan, juga dipandang berpengaruh dalam penetapan tujuan pendidikan mengingat adanya pendapat yang didukung oleh suatu hasil penelitian bahwa : motivasi dan hasil belajar akan sangat meningkat, kalau tujuan-tujuan pendidikan yang harus dicapai serasi dengan persepsi yang ada pada mahasiswa mengenai hari depannya (1 - p. 11 )

Komunikasi sering merupakan permulaan dari suatu perbaikan. Dalam kegiatan pendidikan, komunikasi

yang didasarkan atas atau mengacu pada rumusan tujuan-tujuan pendidikan yang jelas, pasti akan lebih memungkinkan lancar dan cepatnya perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan. Dalam penyelenggaraan usaha/kegiatan pendidikan , rumusan tujuan-tujuan pendidikan merupakan dasar berkomunikasi bagi fihak-fihak yang berkepentingan (1 - p. 12).

Motivasi Belajar Anak Didik berpeluang meningkat dengan diinformasikannya rumusan tujuan

pendidikan kepada mereka. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa : mahasiswa yang mengetahui tujuan-tujuan pendidikan, pada umumnya, mampu menunjukan tingkat keberhasilan yang

(8)

4

Rumusan Tujuan Pendidikan merupakan kerangka dasar perencanaan kegiatan akademik

1. segala yang dihasilkan dari kegiatan pendidikan, khususnya yang menyangkut perubahan-perubahan yang terjadi pada anak didik (sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan) selama dan setelah menjalani proses pendidikan, selalu dapat di-evaluasi (selalu dapat diukur dan diperbandingkan terhadap tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan),

(sasaran, materi, struktur, cara belajar dan mengajar, sarana, ...) (1 - p. 13).

Dalam rangka menyelenggarakan suatu upaya pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan, paling tidak, 2 kondisi berikut mutlak perlu diciptakan :

2. hasil evaluasi seperti yang dimaksud dalam butir 1 diatas, segera dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik (feed-back), dan dimana dipandang perlu, segera dapat memacu terlaksananya berbagai proses perbaikan, penyempurnaan dan pengembangan lebih lanjut kegiatan pendidikan yang diselenggarakan.

Rumusan Tujuan Pendidikan merupakan acuan dasar dalam menetapkan berbagai ukuran tingkat

keberhasilan pencapaian tujuan.

3.3. Klasifikasi Tujuan Pendidikan.

Acuan dasar yang demikian ini, diperlukan untuk dapat berlangsung

sebagaimana mestinya proses-proses penilaian dan evaluasi tingkat keberhasilan berbagai hasil upaya pendidikan yang sedang dan telah diselenggarakan.

3.3.1. Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut hierarki kegiatan.

Tujuan Pendidikan diantaranya dapat dikelompokkan dalam 3 klasifikasi sbb :  Tujuan Pendidikan Lembaga,  Tujuan Kurikulum, dan  Tujuan Kegiatan Akademik (1 - pp. 3-4).

Tujuan Pendidikan Lembaga adalah rumusan umum pola perilaku dan pola kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan Lembaga tsb. (1 - p. 3).

Tujuan Kurikulum adalah rumusan pola perilaku dan pola kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan Lembaga Pendidikan tsb. yang diperinci lebih spesifk berorientasi pada pola pekerjaan lulusan Lembaga tsb. dikemudian hari (1 - p. 3).

Tujuan Kegiatan Akademik adalah rumusan yang menyatakan (dengan sangat terperinci) apa saja yang harus dikuasai oleh anak didik sesudah ia melewati kegiatan akademik ybs. dengan berhasil (1 - p. 4).

3.3.2. Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut Sifat Tujuan.

Menurut sifat tujuannya, Tujuan Pendidikan dapat dikelompokkan sebagai berikut (1 - p. 4-5) : 1. tujuan berdasarkan hari depan (life-skill objectives),

2. tujuan berdasarkan metodologi (methodological objectives), 3. tujuan berdasarkan isi (content objectives).

Tujuan berdasarkan hari depan (life-skill objectives) adalah tujuan-tujuan umum pendidikan yang

dijabarkan atas dasar antisipasi terhadap prakiraan kondisi di masa yang akan datang, yaitu jawaban terhadap pertanyaan dasar : kemampuan apa dan perilaku yang bagaimana yang harus diajarkan kepada anak didik agar kelak anak didik siap menjalani kondisi-kondisi di masa mendatang (1 - p. 4).

Tujuan berdasarkan metodologi (methodological objectives) adalah tujuan-tujuan yang menyatakan

kemampuan-kemampuan yang menyangkut "pola penelaahan" (modes of inquiry) dan "cara penggalian pengetahuan" (ways of knowing) yang khas dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat dikuasai anak didik setelah menyelesaikan pendidikannya (1 - p. 4).

Tujuan berdasarkan isi (content objectives) adalah tujuan-tujuan yang menyatakan

kemampuan-kemampuan yang menyangkut pengertian dan penggunaan konsep-konsep, prinsip-prinsip, serta kaidah-kaidah umum yang merupakan keseluruhan dan struktur suatu cabang ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat dikuasai anak didik setelah mempelajarinya (1 - p. 5).

(9)

3.3.3. Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut Perubahan Yang Dapat

Terjadi pada Anak Didik.

Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada anak didik karena menempuh pendidikan dikelompokkan sbb. (1 - p. 5) :

1. Kelompok Atribut A, perubahan pada sifat-sifat dasar yang tidak perlu spesifik terhadap keakhlian yang dipelajari.

2. Kelompok Atribut B, perubahan dalam sikap dan pandangan hidup (attitude) yang dianut. 3. Kelompok Atribut C, perubahan dalam pengetahuan dan keterampilan yang spesifik terhadap

keakhlian yang dipelajari.

Kelompok Atribut A

1. mampu menganalisis situasi dan permasalahan secara kritis, logis dan objektif, serta mengajukan penyelesaian permasalahan yang realistis,

: menyangkut faktor-faktor sikap dan pribadi seperti : kecerdasan, kreativitas, ketekunan dll.. yang biasanya dibagi dalam 4 kelompok sbb. :  kualitas intelek (quality of intellect),  keterampilan sosial (social skills),  kemampuan berkomunikasi (ability to communicate),  kecenderungan akan harga numerik (numeracy) (1 - p. 5).

Keempat faktor tertulis dalam alinea diatas, kemudian dapat dijabarkan lebih lanjut dalam 6 sifat pribadi sbb. (1 - p. 6) :

2. mampu menyerap fakta-fakta dan hipotesis baru (dalam keadaan dimana ada diantara hal-hal ini yang tidak sesuai dengan gagasan/pemikirannya, apabila diperlukan mampu mengubah / menyesuaikan gagasan/pemikirannya tsb.),

3. mampu melihat dengan "kaca-mata orang lain"

4. mampu bekerja dengan orang lain, dalam kedudukan memimpin, bekerja sama ataupun melakukan tugas, dan dimana perlu dapat menumbuhkan rasa segan (hormat), memberi contoh atau menimbulkan semangat pada mitra sekerjanya,

, peka terhadap pola perilaku, emosi, serta gagasan/pemikiran orang lain,

5. mampu mengkomunikasikan gagasan-gagasan dan informasi dengan jelas dan tepat serta dapat mempengaruhi fihak lain dengan cara-cara komunikasi tertulis maupun lisan,

6. mampu berfikir dan berkomunikasi secara kuantitatif, menyadari batas-batas ketelitian dalam pendekatan-pendekatannya, serta menggunakan gagasan-gagasan logika matematika.

Kelompok Atribut B : menyangkut falsafah, sikap serta sistem nilai yang dianut seseorang, seperti

sikapnya terhadap hidup dan kehidupan, terhadap orang lain, terhadap keberhasilan duniawi, terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja, terhadap gagasan politik dan agama, terhadap kebenaran dan kepalsuan, terhadap baik dan jahat dll. ....Konsep mengenai kejujuran, integritas pribadi, kerendahan hati, keadilan dll.... semuanya erat kaitannya dengan kelompok atribut B ini (1 - pp. 6-7).

Kelompok Atribut C

3.3.4. Klasifikasi Tujuan Pendidikan menurut Bloom (Taxonomy of

Educational Objectives).

: menyangkut perubahan-perubahan yang terjadi karena terhimpunnya pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skills) setelah seseorang mempelajari suatu bidang dalam ilmu pengetahuan tertentu.

Dalam klasifikasi jenis ini tujuan pendidikan dikelompokkan dalam 3 domain sbb. (1 - p. 7) :

1. Cognitive domain, menyangkut pengetahuan dan keterampilan intelektual yang harus dikuasai. 2. Affective domain, menyangkut nilai dan sikap yang harus dimiliki

(10)

6

4. Sistem Pengajaran.

4.1. Kurikulum.

Kurikulum adalah : segala kegiatan dan pengalaman belajar yang dirancangkan, direncanakan, diprogramkan dan diselenggarakan oleh lembaga bagi anak didiknya dengan maksud untuk mencapai tujuan pendidikan (1 - p. 3).

Dalam bentuknya yang paling sederhana, kurikulum merupakan himpunan dari pengalaman, sistem nilai, pengetahuan, keterampilan dan pola sikap yang ingin dihantarkan kepada anak didik dengan harapan (keyakinan) bahwa keseluruhan yang dihantarkan tsb. akan merupakan bekal untuk anak didik agar dapat menghadapi, menjalani hidup dan kehidupan, bekerja, bermasyarakat, mengembangkan masyarakat, dlsb... seperti atau lebih baik dari yang diharapkan (1 - p. 14).

Model Kurikulum

... ... (1 - p. 20)

4.2. Hal-hal Fundamental dalam Pengembangan Kurikulum.

Pertanyaan-pertanyaan fundamental yang harus terjawab dalam suatu rumusan kurikulum yang dikembangkan adalah pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut dibawah ini (1 - pp. 17-19 ) :

(11)

1. mengapa mata pelajaran ini diajarkan ?

2. dengan cara bagaimanakah tingkat keberhasilan mengajarkan suatu mata kuliah dapat diketahui/dinilai ?

Dalam menjawab 2 pertanyaan diatas, perlu dipertimbangkan :

• validitas dan signifikan terhadap apa yang sedang dikerjakan,

• kebutuhan atas keseimbangan antara luas dan mendalamnya pelajaran, serta • relevansi serta minat anak didik terhadap isi/materi pelajaran.

3. mengapa mata pelajaran ini diajarkan dengan cara atau metoda tertentu ? 4. bagaimanakah isi/materi pelajaran dapat diorganisir ?

5. buku-buku wajib dan bacaan apakah yang harus digunakan dalam mata pelajaran ini ?

6. alat/media pelajaran (hardware & software) apa yang sangat membantu keberhasilan proses belajar-mengajar dalam mata pelajaran ini ?

7. apakah yang diharapkan dari mahasiswa, apa yang harus dapat mereka lakukan sebagai hasil dari pengajaran mata pelajaran ini ?

5. Disain Instruksional.

5.1. Asumsi Dasar Program Disain Instruksional.

Asumsi dasar yang dipakai dalam Program Disain Instruksional yang diuraikan disini adalah sebagai berikut (1 - p. 31) :

1. Perubahan positif (sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan) mahasiswa haruslah timbul/terjadi sebagai hasil dari usaha-usaha yang dilakukan oleh mahasiswa itu sendiri, 2. "Pengajaran" oleh dosen hanyalah suatu alat atau cara atau pemicu atau apapun namanya, yang dengan dilakukannya tindakan pengajaran ini, berbagai kegiatan belajar mahasiswa menjadi berlangsung sedemikian rupa sehingga dalam diri mahasiswa tersebut terjadi perubahan-perubahan positif (sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan) seperti yang diharapkan.

Jadi, tugas utama dosen adalah : menyediakan dan mengelola suatu proses belajar untuk mahasiswa sedemikian rupa, sehingga dengan ini, perubahan-perubahan positif (sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan) dalam diri mahasiswa dapat terjadi seperti yang diharapkan.

5.2. Tahapan Kerja Disain Instruksional.

Tahapan Kerja Disain Instruksional terdiri dari 8 langkah sbb. (1 - pp. 31-32) :

1. Tentukan topik-topik, dan nyatakan tujuan instruksional untuk masing-masing topik (Tujuan Instruksional Umum, TIU).

2. Sebutkan satu persatu karaktersitik penting mahasiswa (individual dan/atau kelompok) yang akan diajar (terutama, yang menyangkut/terkait dengan kondisi sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan awal).

3. Rumuskan spesifikasi tujuan-tujuan instruksional khusus (TIK) yang harus dicapai yang dinyatakan dalam bentuk perilaku (kondisi sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan) yang dapat diamati dan dapat diukur, yang harus dapat disebutkan, diperagakan, dibuktikan, atau dilakukan oleh mahasiswa setelah mengikuti pelajaran.

4. Tentukan materi pelajaran yang mendukung pencapaian masing-masing tujuan instruksional khusus.

(12)

8

5. Kembangkan "pre-test" (uji-mula) untuk dapat mengetahui latar belakang dan tingkat kondisi sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa sehubungan dengan topik.

6. Pilihlah kegiatan belajar-mengajar dan sumber-sumber instruksional yang perlu/penting yang akan dapat "memperlakukan" materi pelajaran sehingga tujuan instruksional khusus dapat dicapai.

7. Koordinir dan selaraskan sarana pendukung, seperti biaya, personil, fasilitas, peralatan dan daftar waktu tersedia untuk dapat terselenggaranya program instruksional dengan baik.

8. Susun program/rencana evaluasi hasil belajar mahasiswa sesuai dengan tingkat pencapaian tujuan instruksional khusus, kemudian, dengan ini, tinjau ulang/evaluasi setiap tahapan disain yang dilakukan, serta lakukan perbaikan dimana dipandang perlu.

5.2.1. Penentuan Topik dan Tujuan Instruksional Umum.

1. waktu yang tersedia serta kapan program harus siap,

PENENTUAN TOPIK.

Yang dimaksud dengan topik disini adalah hal-hal yang merupakan lingkup kuliah atau program yang kemudian merupakan landasan umum penyusunan program instruksional lebih lanjut (1 - p. 34).

Dalam menetapkan banyaknya topik dan sejauh mana kedalamannya, faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah sbb. (1 - p. 34) :

2. korelasi dengan mata pelajaran lain,

3. pembatasan yang timbul dari karakteristik mahasiswa, biaya, fasilitas, berbagai sumber yang diperlukan serta personil.

1. untuk membangkitkan apresiasi terhadap suatu materi pelajaran,

PENENTUAN TIU.

Tujuan Instruksional Umum (TIU) ≡ tujuan yang dinyatakan secara luas dan umum yang memberikan ciri suatu program pendidikan atau pengajaran yang menggambarkan hasil pengajaran dari setiap topik (1 - p. 35).

Contoh redaksi kalimat dalam TIU (1 - p. 35) :

2. untuk memperoleh keterampilan dalam suatu kegiatan,

3. untuk menjadi sadar terhadap kejadian-kejadian/gejala-gejala tertentu,

4. untuk mengembangkan kemahiran berfikir mahasiswa melalui pemecahan masalah, interpretasi data (grafik dan tabel) yang berkaitan dengan ...

5.2.2. Identifikasi Kemampuan Awal dan Karakteristik Mahasiswa.

Yang dimaksud dengan karakteristik mahasiswa disini adalah : keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan mahasiswa sebagai hasil dari pengaruh lingkungan sosial, pengalaman-nya dll... yang menentukan pola aktivitasnya dalam mengejar cita-cita (1 - p. 11).

Identifikasi kemampuan awal dan karakteristik mahasiswa serta situasi mula menyangkut keseluruhan faktor individual, sosial dan situasional yang dapat mempengaruhi proses dan hasil proses belajar-mengajar (1 - p. 35).

Data/Informasi tentang karakteristik mahasiswa seharusnya digunakan sebagai dasar dalam menentukan tujuan-tujuan instruksional khusus, tingkat dimana suatu topik dimulai, lingkup pelajaran yang diberikan, macam dan banyaknya kegiatan belajar yang harus direncanakan (1 - p. 36).

Data/Informasi karakteristik mahasiswa yang perlu diketahui antara lain (1 - p. 36) : 1. usia,

(13)

3. tingkat kemampuan perhatian,

4. kondisi sosial-ekonomi dan latar belakang keluarga, 5. batasan lingkungan,

6. intelegensia (IQ),

7. hasil-hasil test prestasi dan sikap, 8. kebiasaan belajar,

9. latar belakang pengetahuan, 10. motivasi untuk belajar, 11. ...

5.2.3. Perumusan Spesifikasi Tujuan Instruksional Khusus (TIK).

Langkah perumusan spesifikasi tujuan instruksional khusus merupakan langkah yang sulit, namun merupakan langkah yang penting dan harus dilakukan (1 - p. 37).

TIK dinyatakan dalam bentuk-bentuk kondisi sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan (perilaku) yang harus dapat diperagakan, dibuktikan, atau dilakukan oleh mahasiswa setelah mengikuti suatu kegiatan atau pengalaman belajar (topik atau satuan pelajaran) (1 - p. 37).

Jadi TIK haruslah dinyatakan dalam satu, dua atau tiga aspek sebagai berikut (1 - p. 37) : 1. aspek pengetahuan dan keterampilan intelektual (kognitif),

2. aspek nilai dan sikap (afektif),

3. aspek keterampilan motorik (psikomotor).

Aspek pengetahuan dan keterampilan intelektual (kognitif) meliputi produk dan proses ilmiah. Produk Ilmiah antara lain : fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, generalisasi, teori, dlsb... Proses Ilmiah antara lain : pengamatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, pemecahan

masalah, dlsb....

Aspek nilai dan sikap (afektif) antara lain : emosi, minat, sikap, nilai-nilai, apresiasi, dlsb...

Aspek keterampilan motorik (psikomotor) antara lain : keterampilan-keterampilan motorik, manipulasi*)

obyek.

*) menurut apa yang tertulis dalam The Concise Oxford Dictionaries, pengertian kata manipulate

1. sekedar memiliki pengetahuan itu,

adalah : handle, treat, esp. with skill (material thing, question); manage (person by dexterous (esp. unfair); use of influence.

Tingkatan tujuan kognitif adalah sebagai berikut: (1 - p. 87) :

2. memahaminya,

3. menggunakannya (apply it), 4. menganalisisnya,

5. mensintesakannya dengan pengetahuan dan bahan lain, 6. mengevaluasinya.

Tingkatan tujuan afektif adalah sebagai berikut: (1 - p. 87) :

1. sekedar menerima atau menjadi sadar akan adanya suatu sikap, interest atau apresiasi tsb., 2. beresponsi sebagai akibat dari kesadaran itu,

(14)

10

4. menginternalisasi sikap, interest, atau aspirasi tersebut sedemikian rupa sehingga menjadi karakteristik tingkah lakunya.

Tingkatan tujuan motorik adalah sebagai berikut: (1 - p. 87) :

1. persepsi atau perhatian kepada rangsangan tertentu,

2. kesiapan untuk bertindak (secara fisik, intelektual, dan emosional), 3. respons yang terarah (fisik, visual, atau dengan kata-kata),

4. respons yang mekanis dimana berbagai keterampilan digabungkan untuk melakukan suatu tindakan yang kompleks,

5. suatu respons yang disadari, normalis dan kompleks pada waktu suatu rangsangan yang relevan.

Dalam rumusan TIK yang signifikan, haruslah termasukan didalamnya 4 komponen-komponen penting sebagai berikut (1 - p. 39) :

1. Subyek belajar (mahasiswa) yang dinyatakan secara khusus, tepat dan jelas, yaitu siapa yang akan menunjukan hasil belajar (setelah ia melakukan kegiatan belajar).

2. Kata kerja yang melukiskan sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan (perilaku atau hasil perilaku) subyek belajar yang dapat diamati dan diukur.

contoh-contoh kata kerja yang tepat a.l. : memberikan, menyebutkan, menyusun, membedakan, contoh-contoh kata kerja yang tidak tepat a.l. : mengetahui, mengerti, memahami, ...

3. Situasi atau kondisi yang ada/diberikan (yang difahami oleh subyek belajar dan fihak yang melakukan evaluasi.

4. Standar kualitas dan kuantitas yang antara lain menyangkut :

• spesifikasi tingkat kemampuan subyek belajar yang dapat diterima,

• standar untuk mengukur perilaku atau hasil perilaku subyek belajar yang dianggap cukup. TIK haruslah secara spesifik menunjukan apa yang akan dipelajari oleh mahasiswa serta diklasifikasi baik dalam aspek kognitif, afektif ataupun psikomotor (1 - p. 40).

Rumusan TIK haruslah terdiri dari suatu "action verb", content reference" dan "performance standard" (1 - p. 40).

1. ditetapkan dan difungsikannya TIK sebagai kriteria acuan dalam mengukur dan menentukan tingkat kemajuan belajar dan tingkat kemampuan mahasiswa,

Hal-hal yang perlu dilakukan sehubungan dengan Tujuan Instruksional Khusus (TIK).

Sehubungan dengan TIK yang telah dirumuskan, hal-hal penting yang perlu dilakukan adalah :

2. ditetapkan dan difungsikannya TIK sebagai dasar dalam pengembangan alat evaluasi keberlangsungan dan hasil proses kegiatan belajar-mengajar.

3. ditetapkan dan difungsikannya TIK sebagai petunjuk bagi para penyusun disain instruksional dalam menentukan materi dan strategi instruksional,

4. ditetapkan dan disampaikannya TIK kepada fihak-fihak terkait sebagai suatu konfirmasi dan informasi yang menjelaskan tingkat kemampuan dan keterampilan yang diharapkan dari mahasiswa setelah menyelesaikan masing-masing satuan pelajaran.

5. disampaikannya TIK kepada mahasiswa sebagai informasi yang menjelaskan : • apa dan untuk apa sebenarnya pelajaran (mata kuliah) ini dipelajari,

(15)

5.2.4. Penyusunan program/rencana evaluasi hasil belajar

mahasiswa.

Sesuai dengan urutan langkah dalam tahapan penyusunan disain instruksional, evaluasi adalah langkah terakhir, namun dalam lingkup perencanaan program pengembangan, teknik evaluasi harus berkaitan mengikuti TIK (1 - p. 40).

TIK akan menyarankan bentuk-bentuk alat evaluasi yang seharusnya, dan dengan ini, seyogyanya dosen merasa mantap dan yakin untuk mengukur secara langsung mengenai apa yang akan diajarkan (1 - p. 40).

Test yang dipakai untuk mengukur secara langsung tingkah laku mahasiswa yang telah ditentukan dalam TIK disebut sebagai "Criterion-Referenced-Test (CRT)", test yang didasarkan atas suatu kriteria. Dikatakan demikian karena test yang demikian ini menentukan ukuran tercapai tidaknya TIK. Berhasil tidaknya mahasiswa mencapai TIK suatu topik didasarkan atas hasil test yang demikian ini. (1 - pp. 40-41).

Macam-macam test yang berorientasi pada kriteria adalah sebagai berikut (1 - p. 41) :

1. Pre-requisite Test, test yang bertujuan untuk mengukur apakah mahasiswa telah memiliki kemampuan yang disyaratkan untuk dapat mempelajari suatu topik.

2. Pre-test, test yang bertujuan untuk mengukur apakah mahasiswa telah memiliki kemampuan seperti yang dimaksud dalam TIK yang hendak dipelajari.

3. Post-test, test yang bertujuan untuk mengukur apakah mahasiswa telah dapat mencapai TIK Data dan informasi yang dihasilkan dari proses evaluasi hasil post-test seperti dimaksud diatas haruslah dapat dimanfaatkan untuk hal-hal sebagai berikut :

1. Gambaran kenyataan derajat keberhasilan belajar mahasiswa.

2. Membantu mahasiswa untuk menyadari bagaimana ia harus mengubah atau mengembangkan perilakunya sesuai dengan TIK (umpan balik bagi mahasiswa).

3. Merupakan informasi yang memberikan kepuasan apabila mahasiswa melakukan sebagaimana mestinya (reinforcement).

4. Umpan balik bagi dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan), sehingga dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan) dapat mengkaji : apakah ada kelemahan-kelemahan dalam perencanaan dan pelaksanaan instruksional, sehingga, dimana dipandang perlu, dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan lebih lanjut.

5.2.5. Penentuan materi pelajaran.

Yang dimaksud dengan materi pelajaran dalam lingkup penyusunan disain instruksional adalah aspek-aspek, komponen-komponen ataupun faktor-faktor sehubungan dengan topik atau satuan pelajaran sebagai berikut (1 - p. 43) :

1. pengetahuan (fakta dan informasi ilmiah yang mendalam),

2. keterampilan-keterampilan (prosedur, kondisi dan persyaratan-persyaratan ilmiah), dan 3. sikap (scientific attitude).

Materi pelajaran haruslah ditentukan sedemikian rupa sehingga menyiratkan jaminan maksimal bahwa perilaku yang diharapkan terbentuk dalam diri mahasiswa seperti yang disebutkan dalam TIK dapat tercapai. Jadi, untuk dapat menjadi demikian (1 - p. 43) :

1. materi pelajaran yang ditentukan haruslah relevan dengan TIU dan TIK.

2. dalam menentukan materi pelajaran haruslah dipertimbangkan kemudian diyakini bahwa : dengan materi pelajaran yang ditentukan ini, dan pada kondisi karakteristik mahasiswa yang ada, tujuan-tujuan instruksional yang ditetapkan akan dapat dicapai oleh mahasiswa.

(16)

12

Hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan adalah : tidak mungkin bagi suatu perguruan tinggi untuk mengajarkan segala sesuatu yang dibutuhkan sepanjang hidup mahasiswa. Oleh karena itu, adalah penting bahwa : proses belajar itu dapat terlaksana sedemikian rupa sehingga apa-apa yang dipelajari dapat dengan mudah diterapkan atau di-transfer dengan baik kedalam situasi apapun dimana dibutuhkan (1 - p. 95).

5.2.6. Pengembangan "pre-test" (uji-mula).

Setelah dosen mengkaji tujuan instruksional khusus dan materi pelajaran yang mendukung masing-masing TIK, langkah lanjut yang perlu dilakukan adalah mengajukan 2 pertanyaan sbb. (1 - p. 44):

1. bagaimanakah kesiapan mahasiswa untuk mempelajari topik/satuan pelajaran ini?

2. apakah mahasiswa telah mencapai beberapa TIK yang telah dinyatakan sebelum pengajaran dimulai.

Melanjutkan pada suatu tingkat yang terlalu sulit atau terlalu mudah, atau dengan kecepatan yang terlalu lambat atau terlalu cepat adalah suatu hal yang dapat dipastikan merupakan pemborosan waktu serta segala pengorbanan yang menyertainya, karena pada setiap situasi yang demikian ini tidak akan ada yang dipelajari (1 - p. 86).

Untuk menghindari terjadinya hal seperti yang diuraikan dalam alinea diatas maka penting sekali untuk mengetahui secara spesifik hal-hal sbb :

1. sejauh mana setiap mahasiswa telah memenuhi pra-syarat yang diperlukan untuk mempelajari suatu topik/satuan pelajaran,

2. hal-hal apakah yang telah dikuasai oleh mahasiswa tentang materi pelajaran yang akan disampaikan.

Uji mula (pre-test) akan memberikan informasi hal-hal diatas, sehingga dengan ini, dosen akan lebih berpeluang untuk dapat menetapkan kegiatan belajar-mengajar yang tepat dan juga sumber-sumber yang memadai.

5.2.7. Pemilihan kegiatan belajar-mengajar dan sumber-sumber

instruksional perlu.

Semua langkah disain yang dilakukan terdahulu sebelum ini merupakan tahap-tahap yang mengawali tahap pemilihan/penentuan kegiatan belajar-mengajar yang akan diberjalankan untuk suatu program instruksional.

Pemilihan/penentuan kegiatan belajar-mengajar seperti yang dimaksud diatas menyangkut 2 hal pokok sebagai berikut :

1. metoda penyampaian yang akan dibawakan, serta

2. pengalaman belajar mahasiswa yang akan dipacu dan dikelola untuk dapat berlangsung. Dalam pemilihan metoda penyampaian, hal yang harus dipertimbangkan adalah (1 - pp. 45-46) :

1. masalah efisiensi yang bertalian dengan penggunaan waktu yang dimiliki mahasiswa, serta fasilitas dan peralatan yang ada,

2. perbedaan kesempatan, kecepatan dan langgam belajar mahasiswa,

3. metoda penyampaian yang lebih baru (walaupun sebetulnya tidak baru) yang lebih memacu interaksi antara mahasiswa-mahasiswa dan/atau dosen-mahasiswa secara positif,

4. jawaban terhadap pertanyaan sbb. :

apakah dengan metoda penyampaian yang dipilih akan dapat dicapai kondisi-kondisi sebagai berikut:

• perhatian mahasiswa terarah pada hakekat tugas belajar yang spesifik, sehingga mahasiswa akan mengetahui dengan pasti tentang apa yang diharapkan darinya,

(17)

• "interest" (ketertarikan) akan pelajaran bangkit dan menguat, • umpan balik dapat diperoleh dengan segera,

• terbuka kesempatan bagi mahasiswa untuk maju sesuai dengan kemampuan dan kesempatannya masing-masing,

• frustasi dan kegagalan dapat terhindarkan,

• proses "transfer of learning" pada situasi-situasi baru diluar kelas menjadi meningkat,

• sikap-sikap positif terhadap diri sendiri, dosen, materi pelajaran dan proses pendidikan pada umumnya menjadi berkembang dan semakin mantap.

Pola metoda dasar umum yang biasa digunakan dalam mengajar dan belajar adalah sebagai berikut (1 - pp. 45-46) :

1. Presentasi

2.

: memberikan informasi kepada mahasiswa melalui ceramah, tulisan di papan tulis,

demonstrasi, pertunjukan dengan alat-alat audiovisual (film, slides, transparant, ...), dlsb.

Studi independen

3.

: mahasiswa belajar secara individual dengan membaca text, pemecahan soal/masalah, membuat laporan tertulis/paper, menggunakan perpustakaan, kerja di laboratorium, dlsb...

Interaksi

6. Proses Mengajar.

: belajar melalui interaksi dosen-mahasiswa dan/atau mahasiswa-mahasiswa secara positif melalui diskusi, tanya jawab, seminar, dlsb...

Sehubungan dengan kegiatan mengajar, hal terpenting diantara hal-hal penting lainnya adalah : kemampuan dosen untuk meningkatkan proses belajar mahasiswa (1 - p. 81).

Proses mengajar tidaklah terbatas pada proses mempengaruhi pemilikan pengetahuan si mahasiswa, tapi juga proses mempengaruhi sikap, interest, apresiasi dan tingkah laku mahasiswa (1 - p. 81).

Mengajar adalah proses pembuatan keputusan profesional dan penjabarannya menjadi tindakan-tindakan yang menyebabkan proses belajar mahasiswa menjadi semakin baik, lebih efisien, lebih dapat diramalkan dan lebih ekonomis (1 - pp. 81-82).

Dalam konteks belajar-mengajar, keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan seorang dosen dapat dikelompokkan dalam 3 katagori sbb. (1 - p. 82):

a. yang berhubungan dengan tugas-tugas belajar mahasiswa, b. yang berhubungan dengan tingkah laku mahasiswa, c. yang berhubungan dengan tingkah laku dosen.

Mengajar, sebenarnya, dapat didefinisikan sebagai : suatu tingkah laku yang sadar yang membuat proses belajar mahasiswa menjadi berlangsung, atau berlangsung lebih intensif dan/atau menjadi lebih efisien dibandingkan dengan kalau tidak ada tingkah laku tersebut (1 - p. 84).

Cakupan tingkah laku mengajar dapat berupa sebuah senyuman sederhana atau tepukan yang memberi dorongan kepada mahasiswa, sampai pada suatu penyajian proses yang kompleks yang didisain dan diprogram dengan sangat bagus sehingga menghasilkan proses belajar yang dapat diramalkan, efisien dan efektif (1 - p. 84).

6.1. Dari mana pengajaran dimulai.

Identifikasi tingkat yang tepat dari mana hendak dimulai proses belajar adalah hal yang sangat penting untuk dapat tercapainya keberhasilan mengajar (1 - p. 86).

Pada saat pengajaran dimulai, seyogyanya dilakukan uji mula (pre-test) yang dipersiapkan dan diselenggarakan sedemikian rupa sehingga dari hasil uji mula (pre-test) ini akan dapat diperoleh informasi-informasi tentang :

(18)

14

1. sejauh mana setiap mahasiswa telah memenuhi pra-syarat yang diperlukan untuk mempelajari suatu topik/satuan pelajaran, serta

2. hal-hal apakah yang telah dikuasai oleh mahasiswa tentang materi pelajaran yang akan disampaikan.

Sehubungan dengan informasi yang diperoleh dari uji mula (pre-test), yang terpenting untuk dipertimbangkan adalah hal sebagai berikut dibawah ini :

Melanjutkan pada suatu tingkat yang terlalu sulit atau terlalu mudah, atau dengan kecepatan yang terlalu lambat atau terlalu cepat adalah suatu hal yang dapat dipastikan merupakan pemborosan waktu serta segala pengorbanan yang menyertainya, karena pada setiap situasi yang demikian ini tidak akan ada yang dipelajari (1 - p. 86).

6.2. Penentuan Pola Kegiatan Belajar Mahasiswa.

Belajar adalah suatu proses yang aktif, keberhasilan suatu proses belajar sangatlah ditentukan oleh kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar tersebut.

Dalam proses mengajar, pola kegiatan belajar mahasiswa yang bagaimana yang tepat (agar tujuan/hasil belajar mahasiswa seperti yang diharapkan dapat dicapai) haruslah diidentifikasi dan ditentukan.

Penentuan pola kegiatan belajar mahasiswa seperti dimaksud diatas mencakup 2 dimensi sbb. :

1. kegiatan belajar yang dipilih harus sesuai dengan tujuan (contoh : seseorang tidak akan pernah dapat belajar untuk dapat menjadi olahragawan hanya dengan mendengarkan ceramah, atau akan menjadi pemain biola hanya dengan membaca buku, untuk kedua tujuan ini ia harus berusaha menjadikannya dirinya seperti yang diharapkan melalui perbuatan),

2. kegiatan belajar yang dipilih harus sesuai dengan kondisi mahasiswa yang diajar (seseorang tidak akan dapat memperoleh informasi dari buku, jika ybs. tidak dapat membaca dengan baik).

6.3. Evaluasi Tingkat Pencapaian Hasil Belajar Mahasiswa.

Mengacu pada bahasan terdahulu sehubungan dengan Tujuan instruksional Khusus (TIK) :

1. dari rumusan TIK yang ditetapkan, haruslah sudah sangat jelas bentuk (perubahan bentuk) perilaku mahasiswa yang bagaimanakah yang seharusnya terwujud (terjadi) setelah mahasiswa menjalani masing-masing satuan pengajaran,

2. bentuk (perubahan bentuk) perilaku seperti dimaksud dalam butir 1 diatas haruslah juga merupakan sesuatu yang dapat diamati dan diukur,

3. TIK merupakan kriteria acuan dalam mengukur dan menentukan tingkat kemajuan belajar dan tingkat kemampuan mahasiswa,

4. TIK haruslah dijadikan dasar dalam pengembangan alat evaluasi keberlangsungan dan hasil proses kegiatan belajar-mengajar,

5. atas dasar TIK, seharusnya dosen segera dapat mengembangkan bentuk-bentuk alat evaluasi yang sebagaimana mestinya, dan dengan ini pula, seharusnya dosen merasa mantap dan yakin untuk mengukur, menguji dan melakukan evaluasi hasil dari pengajaran yang menjadi tanggung jawabnya,

6. informasi yang dihasilkan dari proses evaluasi seperti dimaksud dalam butir 5 diatas haruslah dapat dimanfaatkan untuk keperluan-keperluan sebagai berikut :

. informasi (laporan) untuk fihak-fihak yang berkepentingan sehubungan dengan kenyataan derajat keberhasilan belajar mahasiswa,

. membantu mahasiswa untuk menyadari bagaimana ia harus mengubah atau mengembangkan perilakunya sesuai dengan TIK (umpan balik bagi mahasiswa),

. merupakan informasi yang memberikan kepuasan apabila mahasiswa melakukan sebagaimana mestinya (reinforcement),

(19)

. umpan balik bagi dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan), sehingga dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan) dapat mengkaji : apakah ada kelemahan-kelemahan dalam perencanaan dan pelaksanaan instruksional, sehingga, dimana dipandang perlu, dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan lebih lanjut

Dalam hal dipandang perlu dilakukan tindakan perbaikan atau penyempurnaan lebih lanjut seperti dimaksud dalam butir 6.d., seharusnya dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan) dimungkinkan dan mampu dengan segera membuat keputusan yang syah dan dapat dipertanggung-jawabkan untuk melakukan salah satu atau beberapa tindakan (tindak lanjut) sebagai berikut (1 - p. 90) : 1. pengajaran ulang untuk bagian pelajaran pada mana belum tercapai hasil seperti yang

diharapkan,

2. meniadakan bagian pelajaran dimana tidak dapat dicapai hasil seperti yang diharapkan dan pindah ke proses belajar berikutnya yang sesuai,

3. memperpanjang proses belajar untuk bagian pelajaran pada mana belum tercapai hasil seperti yang diharapkan.

Selama proses belajar-mengajar berlangsung, evaluasi dan pelaksanaan tindak lanjutnya seperti yang diuraikan diatas haruslah merupakan suatu proses yang dilakukan secara berkesinambungan yang tercermin dalam setiap keputusan tindak mengajar yang diambil. Jadi, kegiatan evaluasi seharusnya tidak dilakukan hanya

6.4. Metodologi.

pada akhir suatu episode mengajar (1 - p. 91).

Perlu untuk ditekankan bahwa tidak ada metodologi (pada dirinya) benar atau tidak benar, tidak ada satu cara mengajar yang paling baik. Keabsyahan dari pernyataan suatu metoda mengajar baik atau tidak hanyalah dapat ditentukan setelah dinilai sejauh mana efektifitas penerapan metoda tersebut dalam mendukung tercapainya suatu tujuan belajar tertentu (1 - p.91 ).

Salah satu indikator sukses atau gagalnya seorang dosen melakukan suatu kegiatan pengajaran dapat dilihat dari : (setelah suatu tujuan pendidikan yang pantas ditetapkan) sejauh mana dosen ybs. mampu menterjemahkan prinsip-prinsip belajar

6.5. Prinsip-prinsip Belajar.

secara efektif menjadi kenyataan tindakan dan kegiatan dengan (melalui) mana mahasiswa menjadi dapat mencapai tujuan pendidikan (1 - p. 91).

Cukup banyak prinsip-prinsip mengajar yang amat penting diperhatikan dalam proses mengajar, namun semua ini, pada dasarnya, dapat dikelompokkan sebagai berikut (1 - p. 91) :

1. yang mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa, 2. yang mempengaruhi laju dan derajat belajar mahasiswa,

3. yang mempengaruhi retensi (sejauh dan selama bagaimana yang diajarkan dapat melekat di mahasiswa),

4. yang mempengaruhi kemudahan penerapan apa yang dipelajari dalam situasi-situasi yang dihadapi mahasiswa (terutama setelah mahasiswa selesai menjalani pendidikannya).

Keberhasilan pengajaran oleh seorang dosen, sebenarnya, sangatlah lebih ditentukan oleh sejauh mana dosen ybs. mampu menerapkan prinsip-prinsip belajar secara tepat didalam proses mengajar dibanding dengan berbagai alasan-alasan umum lain yang sering kali dijadikan alasan kegagalan proses mengajar seperti : IQ mahasiswa payah, latar belakang keluarga mahasiswa tidak menunjang, dll... (1 - pp. 92-93).

Didalam mempribadikan prinsip-prinsip belajar, seorang dosen mempunyai kemungkinan yang tak terhingga banyaknya untuk menyatakan kemampuan seni-mengajar-nya, ia dapat dan harus memasukkan vitalitas dirinya, kepribadiannya dan keterampilan khususnya didalam menerapkan prinsip-prinsip yang melandasi semua keberhasilan belajar mahasiswa (1 - p. 92).

(20)

16

Hasil pengamatan yang jeli atas segala situasi dan kondisi yang terjadi dalam kelas sebenarnya dapat mengungkapkan bahwa : belajar yang berhasil itu adalah hasil dari perumusan kriteria keberhasilan yang tepat/sesuai, diterapkan berdasarkan keputusan dan tindakan mengajar yang mencerminkan kepribadian dan gaya dosen tetapi serasi/selaras dengan prinsip-prinsip belajar (1 - p. 93).

Suatu pelajaran dengan rumusan tujuan yang tidak tepat, atau cara mengajar yang melanggar prinsip-prinsip dasar belajar, pasti akan gagal, betapapun dramatis atau cemerlangnya dosen dalam usaha mengajarnya (1 - p. 93).

6.5.1. Reinforcement Positif.

Reinforcement Positif adalah salah satu yang termasuk dalam prinsip-prinsip dasar belajar, yaitu hal-hal yang meningkatkan kemungkinan atau kekuatan suatu respons.

Contoh-contoh tingkah laku dosen yang sesuai (termasuk) dalam prinsip belajar Reinforcement Positif misalnya : mengatakan kepada seorang mahasiswa "Wah bagus benar pekerjaanmu" atau "Bagus, bagus Tom", sampai pada pemberian ijin beristirahat lebih awal, atau memberikan surat pujian, sampai kepada variasi-variasi yang tak terbilang banyaknya (1 - p. 92) :

6.5.2. Meningkatkan Motivasi.

Proses mengajar harus diawali dengan prinsip-prinsip yang terkait dengan motivasi, karena motivasi sangatlah mungkin merupakan faktor terpenting akan berhasilnya suatu proses belajar. Motivasi bukanlah faktor yang hanya perlu diperhatikan pada waktu permulaan belajar saja, melainkan suatu faktor yang harus dipertahankan secara berkesinambungan pada tingkat yang optimal sepanjang proses belajar-mengajar berlangsung (1 - pp. 93-94).

Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi motivasi belajar mahasiswa, ada faktor-faktor yang tidak dapat dirubah oleh dosen, namun ada pula faktor-faktor yang kondisinya berada dibawah pengaruh dosen, seperti (1 - p. 94) :

1. tingkat/derajat kepedulian (concern) mahasiswa pada pelajaran,

2. nada perasaan yang bersangkut paut dengan pelajaran yang sedang diajarkan, 3. tingkat/derajat ketertarikan (interest) mahasiswa terhadap pelajaran,

4. tingkat keberhasilan mahasiswa,

5. pertalian kegiatan belajar terhadap tujuan yang didambakan mahasiswa.

6.5.3. Proses mengajar yang berhasil.

Proses mengajar yang berhasil adalah respons berdasarkan teori terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut yang kemudian dijabarkan kedalam tingkah laku pelaksanaan tindakan belajar-mengajar (1 - p. 101) :

1. Kendala-kendala (constraints) manakah yang ada yang harus diperhitungkan ?

2. Tugas belajar manakah yang cocok untuk mahasiswa pada tahap belajar sekarang ini, dengan mengingat :

. derajat kompleksitas kognitif (cognitive domain), atau internalisasi (affective domain), atau otomatisasi (psychomotor domain) ?

. derajat kesulitan dalam penambahan kemajuan ? 3. Tingkah laku mahasiswa manakah yang :

. relevan terhadap tugas ?

. sesuai dengan karakteristik-karakteristik mahasiswa tersebut ? 4. Apa yang merupakan tujuan tingkah laku utama untuk pelajaran ini ?

(21)

5. Prinsip-prinsip belajar manakah yang harus disertakan yang berhubungan dengan : . materi yang harus dipelajari ?

. tindakan belajar ?

6. Modifikasi-modifikasi apakah yang perlu dilakukan untuk mahasiswa tertentu ini ?

7. Bagaimana dosen dapat memanfaatkan kompetensi-kompetensi dan kepribadiannya yang khas untuk lebih memantapkan penjabaran dari keputusan-keputusan mengajarnya kedalam tindakan yang efektif, yakni, tingkah laku mengajar yang memadukan pengetahuan yang kokoh dengan "yang terbaik dari diri saya" ?

8. Metoda manakah yang terbaik untuk mencapai tujuan belajar tersebut ?

9. Bagaimana semua keputusan no. 1 s.d. 8 ini dapat disintesakan secara jitu dalam tindakan mengajar-belajar :

10. Seberapa berhasilkah tindakan mengajar-belajar itu ?

11. Apa yang seharusnya menjadi langkah berikutnya dalam proses pengambilan keputusan profesional ?

7. Proses Belajar.

Belajar adalah mengingat, mengerti, menerangkan, menganalisis, mensintesa, mengevaluasi, berfikir, merasakan, percaya, berpartisipasi, melaksanakan, dll... (1 - p. 105).

Belajar adalah setiap perubahan dari tingkah laku yang bukan merupakan pendewasaan/pematangan atau yang disebabkan oleh sesuatu kondisi sementara dari organisme (1 - p. 105).

Sifat pembawaan seseorang dapat membantu atau menghalangi keterampilan belajar. Dosen tidak akan pernah mampu membuat tujuan belajar menjadi sesuatu yang sudah pasti

1.

dicapai, terlampau banyak faktor yang berada diluar jangkauan kekuasaan dosen dan mahasiswa, sehingga tujuan belajar itu sesungguhnya adalah : membuat belajar lebih mungkin, lebih ekonomis, lebih efektif dan lebih

terduga (1 - p. 107).

Agar kemungkinan keberhasilan belajar itu dapat ditingkatkan secara efektif, kita harus menerima empat dalil utama belajar yang telah dibenarkan oleh penelitian sebagai berikut (1 - pp. 107-108) :

Belajar itu menambah pengetahuan (incremental)

2.

. Komponen-komponen belajar yang lebih sederhana membentuk perilaku belajar yang lebih kompleks. Suatu pelajaran yang kompleks (complex learning) haruslah ditempuh langkah demi langkah secara sistematis.

Belajar itu pada dasarnya menurut suatu hukum dan dapat diduga (predictable)

3.

, dengan mengindahkan prinsip-prinsip belajar, maka kita akan dapat meningkatkan pengendalian terhadapnya. Sehingga, seyogyanya, pengajar dan mahasiswa mencari pengetahuan psikologis yang akan menghasilkan peningkatan kontrol maupun fasilitas untuk memudahkan upaya pencapaian tujuan pelajaran.

Faktor-faktor masa lalu tidak menutup kemungkinan maupun menjamin keberhasilan belajar saat ini,

4.

walaupun demikian, predisposisi (predisposes) dan proses belajar sebelumnya tetap berpengaruh terhadap prestasi-prestasi belajar mahasiswa saat ini, sehingga yang penting dilakukan adalah : memusatkan perhatian pada upaya belajar saat ini dan mengurangi (menghapuskan) pengaruh negatif masa lalu mahasiswa.

7.1. Belajar itu menambah pengetahuan.

Interaksi mahasiswa vs. dosen yang produktif akan menghasilkan proses belajar yang jauh lebih baik.

Dalil belajar itu menambah pengetahuan (incremental) menyiratkan pengertian bahwa : komponen-komponen belajar yang lebih sederhana membentuk perilaku belajar yang lebih kompleks. Suatu pelajaran yang kompleks (complex learning) haruslah ditempuh langkah demi langkah secara sistematis.

(22)

18

Seberapa efisien dan efektifnya suatu proses belajar, salah satu diantaranya, sangatlah ditentukan oleh : sejauh mana proses belajar tersebut selaras dengan dalil ini (1 - p. 110).

Sehubungan dengan dalil belajar itu menambah pengetahuan (incremental)

1. serangkaian tahap-tahap langkah pertambahan hasil belajar haruslah ditempuh untuk dapat tercapainya tujuan ybs.,

, tahap langkah pertambahan dalam pencapaian tujuan adalah penting untuk jelas diketahui dan teridentifikasi, dan yang lebih penting lagi :

2. dalam hal serangkaian tahap-tahap langkah untuk diperolehnya pertambahan hasil belajar telah dilalui namun belum dicapai hasil sebagaimana yang diharapkan, dosen dan mahasiswa haruslah berupaya mencari tahap langkah (tahap-tahap langkah) terlewatkan (tidak disadari sebelumnya perlu ada), kemudian menyelesaikan tahap langkah ini sebelum berlanjut pada tahap langkah selanjutnya.

7.1.1. Identifikasi Tujuan Belajar.

Untuk dapat terbentuknya perilaku belajar yang efisien, tujuan belajar haruslah terlebih dahulu teridentifikasi secara cermat. Kriteria cermat

1. menyatakan perilaku yang sesuai dengan tujuan belajar,

yang dimaksud disini kurang lebih sbb (1 - p. 109) :

2. merupakan "alat" dengan mana dapat teridentifikasi perilaku-perilaku yang tidak relevan dengan tujuan atau sia-sia,

3. menyatakan dengan jelas kapan belajar yang berhasil itu tercapai (jangka waktu pencapaian tujuan oleh mahasiswa yang masuk akal adalah hal penting yang harus ternyatakan dalam suatu rumusan tujuan belajar),

4. agar upaya belajar mahasiswa dapat lebih terarah sebagaimana mestinya, tujuan-tujuan belajar haruslah bersifat sekarang dan lebih segera

7.1.2. Identifikasi Posisi Mahasiswa "Sekarang".

, dalam konteks ini, tujuan-tujuan jangka panjang sifatnya adalah untuk meningkatkan motivasi.

Penerapan pengertian langkah-langkah "incremental"

7.1.3. Memilih Perilaku Mahasiswa (Entry Behavior).

dalam proses belajar mahasiswa menuntut dilakukannya identifikasi kompetensi mahasiswa (yang ada / telah tercapai) pada saat "sekarang", apa yang diketahui mahasiswa "sekarang" dan apa pengetahuan siapnya untuk memungkinkan ia mempelajari hal berikutnya (1 - p. 110).

Mahasiswa dan/atau dosen harus menentukan posisi mahasiswa pada "continuum" belajar tersebut sehingga pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diharapkan akan dapat terbentuk secara kumulatif dan bukan secara acak-acakan (1 - p. 110).

Setelah tujuan belajar dapat teridentifikasi secara spesifik, dalam rangka tercapainya tujuan tersebut secara efektif dan efisien, salah satu langkah yang kemudian harus ditempuh adalah memilih bentuk

perilaku yang akan paling produktif dan relevan sehubungan dengan tujuan tersebut (1 - p. 110).

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan/memilih bentuk perilaku yang akan paling produktif misalnya : dengan bahan apa dan dalam kondisi bagaimana mahasiswa belajar terbaik, apakah dengan mendengar ?, membaca ?, melihat ?, mendiskusikan ?, merasa ?, bergerak ? (1 - p. 110).

Pengajar mengenal mahasiswa dan mahasiswa mengenal dirinya merupakan suatu hal yang sangat penting, karena tujuan dasar dalam pendidikan adalah : agar pengajar dan mahasiswa semakin terampil mengatur dengan baik proses belajar mahasiswa (1 - p. 111).

Penetapan/pemilihan bentuk perilaku seperti dimaksud diatas haruslah sedemikian sehingga mahasiswa dapat semakin melibatkan diri dalam bentuk-bentuk perilaku yang dipilih/ditetapkan tersebut karena dialah yang pada akhirnya memikul tanggung jawab belajar untuk dirinya (1 - p. 111).

(23)

Apabila seorang mahasiswa berhasil menemukan untuk dirinya perilaku-perilaku belajarnya yang paling efektif, seyogyanya, yang demikian ini, dipandang sebagai suatu pencapaian yang paling berharga untuk mahasiswa tersebut (1 - p. 111).

Suatu tujuan tambahan yang penting adalah : pengembangan secara sadar dari berbagai cara belajar sehingga mahasiswa memiliki seperangkat (repertoire) perilaku belajar (1 - p. 111).

7.1.4. Tujuan Perilaku (Behavioral Objectives).

Penetapan Tujuan Perilaku (Behavioral Objectives) atau Sasaran Pendidikan dimaksudkan untuk mengidentifikasi dengan cermat serta menyesuaikan dengan kondisi mahasiswa 2 hal sbb. (1 - p. 112) :

1. tujuan-tujuan pelajaran yang hendak dicapai, serta 2. perilaku yang relevan dengan pelajaran tersebut

Semakin besar tanggung jawab yang dapat dipegang oleh mahasiswa untuk secara "intelligent"

7.2. Belajar itu menurut suatu hukum dan dapat diduga.

menentukan tujuan perilaku dirinya, semakin berdikari dan kompetenlah ia dalam mengembangkan pengendalian proses belajar dirinya (1 - p. 112).

Adalah sama salahnya untuk mengembangkan suatu program instruksional yang menempatkan semua tanggung jawab pada setiap mahasiswa ataupun melanjutkan suatu program yang tidak menaruh suatu tanggung jawab dalam diri mahasiswa. Tanggung jawab yang dipikul mahasiswa hanyalah akan berfaedah apabila hal itu produktif (1 - p. 112).

Dengan mengindahkan prinsip-prinsip belajar, maka kita akan dapat meningkatkan daya kendali terhadapnya. Sehingga, seyogyanya, pengajar dan mahasiswa mencari pengetahuan psikologis yang akan menghasilkan peningkatan daya kendali maupun fasilitas untuk memudahkan upaya pencapaian tujuan pelajaran (1 - p. 118).

7.2.1. Motivasi untuk belajar.

Motivasi untuk belajar sangatlah mungkin merupakan satu-satunya faktor yang terpenting untuk dapat tercapainya tujuan belajar (1 - p. 113).

Motivasi atau keinginan untuk belajar adalah dorongan dasar manusiawi, seperti halnya keinginan akan keamanan, pangan dan rumah. Dorongan belajar adalah dorongan untuk "mencari/menemukan"; dorongan untuk menguasai suatu "kompetensi", dorongan untuk "menguasai lingkungan", dorongan untuk dapat "menjelaskan yang tidak/belum diketahui", dll.... (1 - p. 114).

Motivasi yang ada dalam diri mahasiswa, tidak berada dibawah kendali langsung, namun sangat responsif terhadap faktor-faktor lingkungan yang berada dibawah kendali langsung mahasiswa maupun dosen yakni (1 - pp. 113-114) :

1. tingkat kecemasan atau kepribadian mahasiswa terhadap pelajaran, 2. nada perasaan mahasiswa sehubungan dengan pelajaran,

3. perhatian mahasiswa terhadap pelajaran,

4. tingkat keberhasilan belajar mahasiswa dalam belajar,

5. pengetahuannya mengenai hasil-hasil atau umpan balik dari performance belajarnya, 6. hubungan dari kegiatan belajar mahasiswa dengan tujuan yang ingin dicapainya.

Faktor-faktor yang diuraikan diatas dapat dimanipulir atau dirubah oleh mahasiswa maupun oleh dosen (1 - p. 114).

Dosen yang faham dan memiliki kecakapan mempengaruhi ke-enam faktor motivasional diatas akan dapat sangat membantu mahasiswa yang tidak termasuk "self-starter". Motivasi extrinsic yang demikian efektif untuk meningkatkan belajar mahasiswa dan merupakan dorongan pendahuluan untuk dapat berkembangnya motivasi intrinsic (1 - p. 115).

(24)

20

.Dalam keadaan-keadaan tertentu keinginan belajar, secara tidak sadar, telah terpadamkan atau telah sampai pada kondisi dimana mahasiswa telah "belajar" untuk tidak berusaha belajar lagi. Situasi yang demikian nampak pada mahasiswa remedial yang telah "menyerah", yakin bahwa ia tidak mampu untuk belajar atau yakin bahwa belajar itu tidak ada gunanya. Dalam kondisi yang demikian, apabila mahasiswa yang demikian akan dilibatkan kembali dalam proses belajar, maka motivasi belajarnya haruslah terlebih dahulu dihidupkan kembali. Penghidupan motivasi seperti yang demikian ini amat jarang dapat dilakukan sendiri oleh mahasiswa ybs., sehingga biasanya diperlukan intervensi dosen khususnya dalam menentukan variabel motivasional mana didalam lingkungannya yang dapat dimanfaatkan sehingga berdampak paling produktif terhadap upaya belajar mahasiswa ybs. (1 - p. 114).

7.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat dan derajat belajar.

Setelah pada mahasiswa timbul dorongan untuk belajar, entah dorongan itu muncul dari dirinya atau berasal dari dosen atau dari berasal dari siapapun, apa yang dilakukan oleh mahasiswa dapat merupakan kegiatan belajar yang efisien, namun dapat pula merupakan suatu penghamburan energi, waktu, berbagai sumber daya dll.... (1 - p. 115).

Sekedar mengalokasikan lebih banyak waktu sama adalah suatu cara yang sangat tidak efisien untuk menambah tingkat dan derajat belajar. Yang lebih penting adalah : apa yang diperbuat mahasiswa dalam jangka waktu yang tersedia (1 - p. 115).

Dalam rangka menaikkan tingkat dan derajat belajar mahasiswa yang penting dipertimbangkan adalah (1 - pp. 115-116) :

1. Materi yang akan dipelajari.

Dalam mempertimbangkan materi, haruslah diperoleh jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan sbb. :

• berapa banyak materi yang akan dikerjakan dalam jangka waktu yang ditentukan ? • dalam urutan yang bagaimana materi ini akan dipelajari ?

• (dan yang terpenting, bagaimana caranya membentuk hubungan-hubungan penting baik untuk hubungan-hubungan yang ada didalam materi tsb., ataupun hubungannya dengan pelajaran sebelumnya, sehingga semua itu akan lebih mempunyai arti (manfaat) ?.

Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan diatas haruslah mengindahkan prinsip-prinsip belajar yang berlaku yang kemudian diterapkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan ciri-ciri khas (idiosyncrasies) mahasiswa ybs.

2. Perilaku mahasiswa atau apa yang akan dilakukan mahasiswa untuk mencapai tujuan pelajaran tersebut.

Penilaian atau pertimbangan harus dilakukan sehubungan dengan perilaku mahasiswa pada saat ia terlibat dalam proses belajar, dalam kegiatan-kegiatan manakah (membaca, mendengar, berdiskusi, membuat ikhtisar, ... ) mahasiswa akan terlibat. Keputusan sehubungan dengan ini, selain telah mempertimbangkan karakteristik khas mahasiswa ybs.(misalnya : umur mahasiswa, kemampuan untuk memusatkan perhatian, derajat perhatian terhadap pelajaran, ....dll....), haruslah juga sejalan dengan prinsip-prinsip belajar yang berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan terbukti efektif.

Sehubungan dengan prinsip bahwa :  praktek belajar dalam jangka waktu tertentu yang dipadatkan menghasilkan proses belajar yang cepat, dan  praktek belajar yang didistribusikan dalam jangka waktu yang lebih panjang akan dapat diingat lebih lama, maka pengaturan waktu praktek belajar mahasiswa seyogyanya diatur sbb. : dipadatkan pada tahap awal, kemudian setelah derajat kompetensi tertentu dicapai, didistribusikan dalam jangka waktu yang lebih panjang

7.2.3. Partisipasi aktif.

Idealnya, mahasiswa terlibat secara aktif dalam upaya pencapaian tujuan belajar dan dosen dapat menjalankan suatu peran bimbingan yang telah tersesuaikan dengan karakteristik khas mahasiswa yang

(25)

sifatnya sangat membantu menjadikan segala kegiatan dan upaya mahasiswa relevan dengan tujuan belajar, serta efisien, efektif dan berhasil dalam mencapai tujuan tersebut (1 - p. 117).

Belajar dengan cara melakukan (learning by doing) tidaklah selamanya merupakan hal yang perlu dilakukan dan menghasilkan suatu efisiensi yang baik (1 - p. 117).

Hampir semua orang belajar secara efektif bahwa ular sendok itu berbahaya tanpa harus terlebih dahulu kena gigitan ular tersebut atau memeliharanya, sebaliknya, tak seorangpun akan pernah berhasil belajar melukis dengan cat minyak tanpa ia pernah bekerja dengan kuas dan kanvas. Dengan analogi yang sama, apabila seorang dosen tidak pernah "bekerja" dengan mahasiswa, maka, dapat dipastikan, ia akan mengalami kesulitan untuk belajar membuat keputusan-keputusan mengajar yang syah (dapat dipertanggungjawabkan) (1 - p. 118).

Ribuan orang telah bekerja dengan cat minyak, namun mereka bukanlah pelukis-pelukis yang baik, dan ada juga beberapa orang dewasa yang praktis bekerja tiap hari di depan kelas, namun mereka tidak pernah menjadi dosen yang baik. Sekedar "melakukannya" tidaklah mesti menghasilkan pelajaran yang diinginkan dan efektif, walaupun demikian, keterlibatan aktif dalam apa yang hendak dipelajari, dalam kebanyakan hal, memang terbukti, dapat mempercepat (proses) belajar (1 - p. 118).

7.3. Faktor-faktor masa lalu ...

Faktor-faktor masa lalu tidak menutup kemungkinan maupun menjamin keberhasilan belajar saat ini,

7.4. Interaksi mahasiswa-dosen yang produktif ...

walaupun demikian, predisposisi (predisposes) dan proses belajar sebelumnya tetap berpengaruh terhadap prestasi-prestasi belajar mahasiswa saat ini, sehingga yang penting dilakukan adalah : memusatkan perhatian pada upaya belajar saat ini dan mengurangi (menghapuskan) pengaruh negatif masa lalu mahasiswa (1 - p. 118).

Banyak fihak yang menjadikan masa lalu sebagai alasan atau dalih dari kegagalan belajar saat ini. Yang demikian ini tidak dapat dipertahankan lebih lama, mengingat telah terbukti bahwa tidak ada faktor keturunan maupun lingkungan yang sama sekali tidak memungkinkan belajar saat ini. Namun sebaliknya, juga tidak ada faktor keturunan maupun pengaruh pengalaman masa lalu yang menjamin sepenuhnya keberhasilan belajar saat ini. Yang pasti benar adalah : masa lalu memang merupakan faktor yang dapat mengakibatkan keberhasilan atau kegagalan lebih berkemungkinan terjadi. Hal yang ditekankan disini adalah : memang tidak semua orang dapat menjadi lulusan perguruan tinggi, namun belajar yang kondisinya tersesuaikan dengan ybs. adalah mungkin (possible) untuk setiap orang (1 - pp. 119-120).

Pengetahuan mengenai faktor-faktor masa lalu merupakan informasi yang dapat membantu mahasiswa ataupun dosen merancang masa kini dengan lebih baik. Gagal atau berhasilnya upaya pencapaian tujuan belajar lebih ditentukan oleh tujuan dan perilaku belajar di masa kini (1 - p. 120).

Pengaruh-pengaruh yang mungkin dari masa lalu sama sekali tidak boleh diremehkan. Pengetahuan mengenai masa lalu ini haruslah hanya dimanfaatkan untuk mengelola proses belajar yang sedang berlangsung sedemikian rupa sehingga pengaruh masa lalu tersebut ditekan semaksimal mungkin agar tidak lagi bersifat merugikan (1 - p. 120).

Dalil ke 4 yang menyebutkan bahwa : Interaksi mahasiswa vs. dosen yang produktif akan menghasilkan

proses belajar yang jauh lebih baik, menekan pada pentingnya arti pengajar sebagai suatu profesi.

Harus selalu diingat bahwa : "belajar" itu harus dilakukan oleh mahasiswa, tugas dosen adalah : mengupayakan agar dengan mengajar (pengajarannya) proses belajar mahasiswa menjadi ter-fasilitas-i (dapat berlangsung) (1 - p. 108).

Salah satu pembeda penting antara mahasiswa yang efisien dan tidak efisien adalah bagaimana mahasiswa tersebut dapat memanfaatkan seorang dosen sebagai tambahan sumberdaya (resources) yang (sebenarnya) disediakan untuk dirinya (1 - p. 120).

Kemampuan profesional khusus yang seyogyanya dimiliki oleh seseorang yang disebut sebagai pendidik adalah : kemampuan untuk memudahkan atau mem-fasilitas-i (facilitate) berlangsungnya proses belajar mahasiswa. Kemampuan profesional khusus yang demikian setidaknya meliputi 2 kemampuan sebagai berikut (1 - p. 121) :

Referensi

Dokumen terkait

Digital Repository Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository Universitas Jember Digital Repository

Terwujudnya prototype sistem SCADA untuk mengontrol dan memonitor Apron Flood Light di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya secara otomatis agar penggunaan

JURI HASIL NILAI PEMENANG.

Dari hasil pengujian serta uraian pada bab- bab sebelumnya terhadap aplikasi game arcade 3D Mari Selamatkan Hutan Indonesia ini maka saran untuk pengembangan game

media / saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan disesuaikan dengan tujuan yang dikehendaki, dapat berupa lisan maupun tulisan.. M enet apkan Tujuan

Perlindungan terhadap bentuk mesyaratkan secondary meaning adalah ketika tidak memiliki kekuatan pembeda yang kuat. Pengadilan mempertimbangkan bahwa bentuk sebagai tanda

Dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat bahwa efek yang ditimbulkan oleh pilokarpin sudah sesuai dengan teori yang ada, di mana efek yang dihasilkan adalah miosis dan

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang yang memenuhi persyaratan: memiliki Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) Klasifikasi Kecil dengan KBLI G.4651 dan KBLI