• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan. Akan tetapi, secara sosiologis, agama justru sering

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan. Akan tetapi, secara sosiologis, agama justru sering"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Setiap agama secara normatif selalu mengajarkan kebaikan, cinta-kasih dan kerukunan. Akan tetapi, secara sosiologis, agama justru sering memperlihatkan wajah konflik yang tak kujung reda, ketegangan dan kerusuhan. Sebagai contoh adalah konflik yang terjadi baru-baru ini di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten, Minggu (6/2/2011) antar umat Islam, yakni mereka yang menganut faham Ahmadiyah dan yang mengaku menjaga kemurnian agama Islam, serta sejumlah konflik atas nama agama dibeberapa daerah lainnya. Konflik-konflik tersebut berakibat kerugian yang besar baik berupa material maupun nyawa, moral dan immaterial.

Di Indonesia terdapat banyak agama diantaranya; Islam, Katolik, Protestan, Hindu dan Budha. Menurut data statistik (tahun 1990), 87,21 % penduduk Indonesia adalah muslim, 6,04 % Protestan, 3,58 % Katolik, 1,83 % Hindu, 1,03 % Budha dan 0,31 % Animis. Dengan demikian agama Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia.

Banyaknya agama yang dianut oleh bangsa Indonesia membawa persoalan hubungan antar penganut agama. Pada mulanya persoalan timbul karena penyebaran agama (Djohan, 1985 : 170). Setiap agama, terutama Islam dan Kristen sangat mementingkan masalah penyebaran agama. Karena masing-masing pemeluk merasa memiliki kewajiban untuk menyebarkannya,

(2)

masing-masing yakin bahwa agamanyalah satu-satunya kebenaran yang menyangkut keselamatan di dunia dan diakhirat. Oleh karena itu sangat wajar apabila mereka sangat terpanggil untuk menyelamatkan orang lain lewat ajakan memeluk agama yang diyakininya, ketegangan dalam penyebaran agama timbul ketika dilakukan pada masyarakat yang telah atau menganut agama tertentu.

The Wahid Institute dalam Laporan Kebebasan Beragama/

Berkeyakinan dan Toleransi Tahun 2010 menyebutkan, kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan yang terjadi selama tahun 2010 berjumlah 63 kasus atau rata-rata 5 kasus perbulan. Pelanggaran tertinggi terjadi pada bulan Januari (12 kasus), Agustus (8 kasus) dan September (7 kasus). 1

Berikut grafik pelanggaran menurut bulan:

Jika dilihat korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan pada tahun ini, paling banyak dialami kelompok yang dianggap sesat dan jemaat rumah ibadah yang dinilai bermasalah.

1

www.wahiinstitute.org Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Toleransi Tahun 2010

(3)

Dari data di atas, yang dimaksud dengan komunitas yang diduga sesat adalah mereka-mereka yang melakukan praktek-praktek yang dianggap menodai agama tertentu. Dalam kasus ini korban paling banyak dialami warga Ahmadiyah 15 kasus. Sementara yang dimaksud rumah ibadah dan jemaatnya adalah berbagai rumah ibadah dari berbagai agama yang dilarang dibangun atau dilarang digunakan baik karena masalah perijinan maupun masalah lain. Dan kasus paling banyak dialami oleh gereja HKBP 10 kasus.

Dari data tersebut membuktikan bahwa intoleransi antar umat beragama di Indonesia ternyata masih sering terjadi. Buktinya masih adanya konflik antar umat beragama, maupun sesama umat beragama. Padahal negeri yang terkenal dengan semangat Bhineka Tunggal Ika-nya ini selalu berupaya menjadikan lambang tersebut sebagai gambaran akan kerukunan dalam kemajemukan suku, agama dan budaya.

Umat beragama kini semakin tidak terbebaskan dari proses perubahan yang demikian cepat dan cair ini. Beragam literatur mencatat, segera setelah Indonesia mengalami masa transisi menuju demokrasi tiba, ekspresi

(4)

keagamaan muncul demikian beragam, misalnya pada orientasi spiritual (Howell; 2005) atau politik (baca: Islam) (Azra; 2006, Abuza; 2007).

Dari sejumlah bukti diatas, penulis berupaya mencari apakah dari sekian banyak konflik atas nama agama di negeri yang cukup luas ini, masih menyisakan satu wilayah yang hingga kini masih melestarikan warisan nilai-nilai kerukunan antar umat beragama.

Peneliti mendapati Dusun Ngepeh, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang. Dusun Ngepeh berada diwilayah paling selatan Kabupaten Jombang. Secara umum adanya sejarah yang menyebutkan bahwa kultur masyarakat Jombang, yakni ijo dan abang diyakini menciptakan masyarakatnya menjadi bersifat moderat, egaliter, pragmatis, dan terbuka pada hal-hal baru. Ijo bermakna kaum agamis atau santri dan abang bermakna nasionalis.

Keadaan itu juga didukung oleh banyaknya pondok pesantren (ponpes) di Jombang. Para santrinya tidak hanya berasal dari wilayah Jawa Timur, tetapi juga dari luar Pulau Jawa dengan latar belakang kultur berbeda. Menurut data Pemkab Jombang tahun 2002, paling sedikit terdapat 50 ponpes yang masing-masing memiliki santri di atas 50 orang. Dari seluruh ponpes itu, ada empat ponpes besar yang didirikan sejak akhir abad ke-19, yakni Ponpes Tebuireng, Tambakberas (Bahrul Ulum), Rejoso (Darul Ulum) dan Denayar (Mambaul Ma’arif). Selain bersikap terbuka terhadap nilai-nilai baru, masyarakat Jombang yang religius juga telah lama mengenal model toleransi antarpemeluk agama, bahkan sejak masa pemerintahan Kolonial Belanda.

(5)

Menurut Bupati Jombang periode tahun 2008-2013, H Suyanto, keadaan seperti itu masih bisa ditelusuri hingga saat ini.2

Lokasi masjid, gereja dan pura cukup berdekatan. Tiga bangunan tersebut hanyalah dipisahkan oleh sebuah sungai yang memiliki lebar sekitar 10 meter dan dihubungkan oleh sebuah jembatan yang besar. Dengan jarak yang sangat dekat sangat memungkinkan satu tempat dengan tempat ibadah lainnya terlihat jelas. Lebih-lebih jika masing-masing pemeluk agama saling melakukan ritual peribadatan.

"Hanya sekitar lima kilometer dari Ponpes Tebuireng, di wilayah Kecamatan Mojowarno, berdiri bangunan Gereja Kristen Jawi Wetan. Sejak tahun 1800-an, wilayah itu sekaligus menjadi cikal bakal penyebaran salah satu aliran dalam agama Kristen tersebut ke seluruh Indonesia," ujar Suyanto.

Selain itu, Suyanto juga mencontohkan masyarakat Dusun Ngepeh, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, yang terdiri dari tiga penganut agama besar di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, dan Hindu. "Masyarakat di sana sudah lama hidup bersama. Mereka bahkan mendirikan tiga rumah ibadat masing-masing secara berdampingan. Selama ini belum pernah terjadi konflik berlatar agama di Jombang," tambah Suyanto.

Dusun Ngepeh berpenduduk 1.400 jiwa. Dari jumlah tersebut, 70 persen atau 1.660 jiwa beragama Islam, 20 persen atau 93 jiwa beragama Kristen dan Katolik, serta 10 persen atau 55 jiwa beragama Hindu. Dusun yang terletak paling selatan Jombang itu juga memiliki sejumlah tempat ibadah, yakni 7 musolla atau langgar, 1 masjid, 2 buah gereja dan 1 pura.

(6)

Contoh konkrit dari kerukunan di Dusun Ngepeh yakni bila terdapat warga meninggal dunia. Semisal, jika yang meninggal orang beragama Islam, maka seluruh warga dusun ikut takziah baik yang beragama Kristen maupun Hindu. Mereka bahu membahu membantu prosesi pemakaman. Begitu juga sebaliknya, jika ada orang Kristen meninggal dunia, maka umat Islam, Hindu, dan lainnya juga datang melayat.

Area permakaman di dusun Ngepeh juga berada dalam satu komplek. Tidak tampak pembedaan signifikan antara makam Kristen, Islam atau Hindu. Hanya saja, jika yang meninggal orang Islam maka mayatnya membujur arah utara-selatan. Akan tetapi jika yang meninggal orang Kristen, maka mayatnya membujur arah timur-barat. Kalau yang meninggal umat Hindu, maka jenazahnya juga membujur arah utara-selatan. Tapi tempatnya masih satu area.

Dengan memiliki multi-agama dan kepercayaan, seperti Islam, Kristen dan Hindu, Budha, masyarakat Dusun Ngepeh hidup berdamping dan berkomunikasi satu sama lain. Meskipun masyarakatnya mayoritas menganut agama Islam (70%), tetapi mereka hidup rukun dengan masyarakat non agama Islam (30%).

Secara umum, kerukunan antar umat beragama masyarakat dusun Ngepeh sudah terjalin baik sejak lama. Masyarakat antara pemeluk agama satu dengan yang lainnya saling hidup berdampingan dan saling bekerjasama. Mereka bersatu untuk membangun desa seperti desa lainnya mulai dari kerja bakti secara gotong royong membangun rumah dan tempat ibadah.

(7)

Untuk menuju Dusun Ngepeh sangatlah mudah, karena lokasi dusun ini dilintasi jalan raya yang menghubungkan Kabupaten Malang dan Jombang. Dengan sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani, lokasi Dusun Ngepeh berada ditengah-tengah sawah dimana rumah penduduk saling berdekatan dan saling berhadap-hadapan dengan dipisahkan oleh jalan desa. Dengan tatanan tersebut cukup memungkinkan mereka bisa dengan mudah untuk saling berinteraksi antar sesama.

Harapan kerukunan tersebut agar terus terjalin dengan baik dan tetap dapat dipertahankan, maka para tokoh masyarakat setempat membentuk satu paguyuban yang mereka beri nama Paguyuban Budi Luhur. Melalui lembaga tersebut, mereka berharap dapat menjalin persatuan dan kesatuan antar umat beragama menuju hidup yang rukun damai dan sejahtera.

Semula penduduk Ngepeh menyoritas beragama Islam, meski terdapat sebagian kepala keluarga yang beragama Kristen, yakni pengikut aliran Jawi Wetan. Umumnya mereka menganut Kristen karena mengikuti nenek moyangnya dimana agama tersebut merupakan peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda. Setelah peristiwa pemberontakan PKI tahun 1965, jumlah penduduk yang beragama Kristen makin meningkat, hingga dibangunnya dua gereja di Dusung Ngepeh.

Sementara masuknya agama Hindu baru terjadi sekitar tahun 1980-an yakni dibawa oleh Nur Alim Wahyudi. Dia adalah warga asli Dusun Ngepeh yang lama merantau keluar desa dari sejak tahun 1960-an kemudian kembali lagi kekampung halamannya mendirikan padepokan pengobatan tradisional

(8)

sambil menyebarkan Agama Hindu. Hingga pada akhirnya mendirikan pura bersama pengikutnya.

Pengakuan sejumlah warga dan sebagian besar tokoh agama dan masyarakat, adanya hubungan kekerabatan antar sesama penduduk menyatukan mereka dalam kehidupan sosial masyarakat yang rukun dan damai. Meski kepercayaan dan keyakinan agama mereka berbeda. Hubungan kekerabatan tersebut juga membuat interaksi sesama warga mudah terjalin. Hubungan kekerabatan itu menjadikan warga yang tinggal di Dusun Ngepeh bukanlah masyarakat pendatang. Namun masyarakat yang masih mempunyai pertalian persaudaraan.

Kehidupan masyarakat Dusun Ngepeh berpedoman kepada sistem nilai-nilai budaya warisan nenek moyangnya, seperti sistem perkawinan adat, sistem, pola pemukiman tradisional dan sistem kemasyarakatan. Dewasa ini sistem-sistem tersebut masih terpelihara, dipertahankan dan dijadikan landasan sosial bagi kehidupan antarumat beragama.

Menurut Ferdinand Tonnies, hubungan-hubungan positif antar manusia memiliki dua sifat hubungan, yakni Gemeinschaft (paguyuban) dan

Gesellschaft (patembayan).3

3

Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid I. Jakarta: \Gramedia.

Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama anggota-anggotanya yang diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Bentuk Gemeinschaft dapat dijumpai di dalam keluarga, kelompok kekerabatan.

(9)

Menurutnya, Gemeinschaft adalah sebagai situasi yang berorientasi nilai nilai, aspiratif, memiliki peran, dan terkadang sebagai kebiasaan asal yang mendominasi kekuatan sosial.4 Jadi baginya secara tidak langsung

Gemeinschaft timbul dari dalam individu dan adanya keinginan untu memiliki

hubungan atau relasi yang didasarkan atas kesamaan dalam keinginan dan tindakan. Individu dalam hal ini diartikan sebagai pelekat/perekat dan pendukung dari kekuatan sosial yang terhubung dengan teman dan kerabatnya (keluarganya), yang dengannya mereka membangun hubungan emosional dan interaksi satu individu dengan individu yang lain. Status dianggap berdasarkan atas kelahiran, dan batasan mobilisasi juga kesatuan individu yang diketahui terhadap

4

Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial,

tempatnya di masyarakat.

Tonnies memaparkan Gemeinschaft adalah bentuk-bentuk kehendak, baik dalam arti positif maupun negatif yang berakar pada manusia dan diperkuat oleh agama dan kepercayaan, yang berlaku di dalam bagian tubuh dan prilaku atau kekuatan naluria. Tonnies membedakan Gemeinschaft menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Gemeinschaft by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ikatan darah atau keturunan. Contoh : Kekerabatan.

2. Gemeinschaft of placo, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapat saling tolong-menolong. Contoh : RT dan RW

3. Gemeinschaft of mind, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ideology atau pikiran yang sama.

(10)

Bentuk nyata dari Gemeinschaft yang ada di Dusun Ngepeh yakni terbentuknya Paguyuban Budi Luhur. Paguyuban tersebut dibentuk karena memang diikat oleh kesamaan batin, yakni saling mengindamkan kehidupan selalu rukun dan besifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kehidupan tersebut dinamakan juga sifat nyata dan organis,5

Sementara Gesellschaft

sebagaimana dapat diumpamakan dengan organ tubuh manusia atau hewan. Bentuk peguyuban terutama akan dapat dijumpai di dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga dan lain sebagainya.

6

Mata pencaharian penduduk Ngepeh mayoritas 70 persen bersumber dari pertanian dan memungkinkan terjadinya sistem kekerabatan matrilineal bertahan. Dimana masyarakat mayoritas bertahan hidup dengan mengandalkan hasil pertanian. Oleh karena itu lahan menjadi sangat urgen sekali dalam menjaga keseimbangan sistem kekerabatan matrilineal secara

atau patembayan merupakan ikatan lahir

yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk dalam fikiran belaka (imaginary), serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin. Bentuk Gesellschaft terutama dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal-balik, misalnya ikatan antara pedagang, organisasi dalam suatu pabrik atau industri dan lain sebagainya.

5

Ferdinand Tonnies anda Charles P.Loomis: “Gemeinschaf and Gesellshaft” dalam Reading in Sosiology, editor Alfred Mc Clung Lee, cetakan ke-5, Barnes & Noble College Outline Series, 1960, halaman 82 dan seterusnya.

6

Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, PT Raja Grafindo Persada, cetakan ketigapuluh satu, Maret 2001, halaman 144.

(11)

umum. Mengikuti pemikiran Weber (1986) bahwa tindakan yang bersifat tradisional sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi tradisional yang mengitarinya.

Tetapi individu akan cenderung mengarah berpikir rasional dalam mencapai harapan-harapan yang lebih besar. Tindakan berpikir secara rasional inilah yang dikatakan sebagai tindakan untuk bisa maju seperti diungkapkan oleh Mc Clelland (1994) sebagai need for achievement. Sedangkan Durkheim mengatakan sebagai perubahan dari kondisi solidaritas organik menjadi solidaritas mekanik yang ditandai dengan tingkat kesadaran kolektif masing-masing anggota masyarakat.

Need for achievement menurut Mc Clelland (1994) tumbuh dari sikap

pribadi dan kebudayaan. Pribadi meliputi dorongan yang muncul dari dalam diri individu sedangkan kebudayaan merupakan nilai dan norma yang melekat ke dalam pribadi. Dengan demikian keinginan pribadi untuk berprestasi merupakan manifestasi dari kebudayaan yang dianut oleh individu. Disinilah yang dimaksud oleh Parsons (1986) sebagai proses penyesuaian diri individu dalam menghadapi perubahan yang terjadi dilingkungannya. Proses penyesuaian ini menurut Merton (1986) terjadi melalui tahap disfungsional atau munculnya fungsi manifes dan laten dari struktur sosial. Masyarakat Dusun Ngepeh sebagai masyarakat yang berada di pinggiran kota memungkinkan terjadinya perubahan dalam fungsi-fungsi sistem sosial. Namun perubahan tersebut berjalan dalam tahap-tahap seperti yang diungkapkan oleh Parsons (1986) dan Merton (1986) tersebut.

(12)

Di Dusun Ngepeh, salah satu contoh bentuk kerjasama dan kerukunan yang setiap tahunnya rutin dilakukan dalam momen-momen keagamaan yakni dapat saat Hari Raya Kurban atau Idu Adha. Warga non Islam, yakni Kristen dan Hindu mereka selalu ikut membantu menyubangkan hewan kurban untuk disembelih secara bersama-sama. Meski pembeliannya dilakukan secara urunan. Kegiatan itu dilakukan mengantisipasi jika tidak terdapat warga yang berkurban. Saat menyembelihnya pun mereka non muslim ikut serta dalam kepanitiaan membaur bersama warga muslim.

Dari latar belakang itu, tidaklah berlebihan penelitian tentang model landasan sosial antarumat beragama dalam memelihara kerukunan dan ketertiban ini sangat urgen untuk dilakukan. Peneliti tertarik meneliti tentang adanya hubungan kekerabatan dalam keberbedaan kepercayaan agama dapat membangun kerukunan antar umat beragama. Serta bagaimana pola interaksi yang terjalin dalam sistem kekerabatan itu sehingga tercipta kerukunan antar umat beragama.

Desa Ngepeh hingga kini mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Dalam perpektif teori Tonnis kerukunan itu disebabkan oleh dimensi Gesellschaft. Artinya faktor latar kesamaan sosial historis kekerabatan menjadi penyebab terjadinya kerukunan. Jika demikian betulkah determinasi Gesellschaft teori ini mampu mengatasi persoalan-persoalan agama?

(13)

2. Fokus dan Rumusan Masalah

Berdasarkan dasar pemikiran di atas, secara lebih khusus studi ini berusaha menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1] Betulkah Gemeinschaft (nilai-nilai masyarakat paguyubanan) menjadi penyebab kerukunan antar umat beragama di Dusun Ngepeh?

2] Apakah betul kesamaan Gemeinschaft menjadi perekat sosial

dalam keragaman agama masyarakat Dusun Ngepeh, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diarahkan dalam tiga tujuan, yaitu:

1] Untuk mengetahui proses sosial yang dapat mendorong terjadinya suasana rukun dalam komposisi masyarakat heterogen yang terjadi di Dusun Ngepeh, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang.

2] Menggali dan menemukan landasan interaksi sosial atau kerjasama antarumat beragama dalam memelihara kerukunan dan ketertiban masyarakat dalam hubungan kekerabatan.

3] Merumuskan dan menemukan model interaksi sosial antarumat beragama dalam memelihara kerukunan dan ketertiban masyarakat, sehingga bisa diambil manfaatnya untuk mengembangkan pola yang sama pada wilayah lain

(14)

4. Manfaat Penelitian

Secara umum manfaat penelitian ini, Pertama, sebagai kontribusi terhadap dunia akademis mengenai persoalan kerukunan umat beragama.

Kedua, memberikan cakrawala pandang masyarakat Indonesia semakin

terbuka dan dewasa dalam menyikapi setiap persoalan yang rawan konflik.

Ketiga, penelitian ini juga berguna bagi pembinaan dan pengembangan

kerukunan dan keharmonisan masyarakat beragama baik internal umat beragama maupun antar umat berbeda agama.

Selain itu, hasil penelitian juga memberikan kontribusi kepada pengambil kebijakan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor: 9 tahun 2006 dan nomor: 8 tahun 2006 tentang pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadah.

Referensi

Dokumen terkait

Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks

Kemudian sistem akan menampilkan form untuk penambahan pengajuan perbaikan jalan dan mengambil data jalan dari database dan menampilkan sehingga dapat dilihat dan dipilih

Metode degumming yang digunakan dan kadar asam fosfat yang diberikan pada proses degumming serta interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata pada bilangan iod

pemangku kepentingan kehutanan di Indonesia, terutama para anggota Kelompok Kerja, terkait dengan inisiatif dalam rangka mendorong perbaikan tata kelola kehutanan yang baik melalui

Sehingga dapat dikatakan bahwa jamu tradisional yang diuji tersebut mempunyai khasiat yang tidak berbeda bermakna dengan obat modern (asetosal 45 mg/kgbb) atau dapat dikatakan

Kestabilan adalah kemampuan mesin sinkron dari sistem tenaga listrik untuk mencapai kondisi stabil pada kondisi operasi baru yang sama atau identik dengan kondisi

Kohlberg (dalam Papalia, dkk., 2008, hal.376) menyatakan bahwa konstansi gender, kesadaran anak bahwa jenis kelaminnya akan selalu sama, mengarah kepada akuisisi peran