• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

5.1. Konfigurasi Model

Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam, baik kebutuhan yang saling menguatkan maupun yang saling melemahkan. Kondisi ini menyebabkan pengembangan agroindustri sutera menghadapi masalah yang kompleks. Untuk itu perlu pemodelan sistem untuk menyederhanakan sistem nyata. Pemodelan sistem pengembangan agroindustri sutera dengan pendekatan klaster mencakup model pengembangan industri inti, model kelembagaan klaster, dan model kelayakan usaha.

Dinamika lingkungan yang selalu berubah terhadap waktu, memerlukan model yang memiliki karakteristik cepat dan tepat. Salah satu bentuk model yang memiliki karakteristik seperti ini adalah model yang dirancang dalam suatu perangkat lunak berbasis komputer. Dengan demikian, model yang dirancang merupakan model sistem penunjang keputusan berbasis komputer dari sistem pengembangan agroindustri sutera alam yang diberi nama AI-Sutera.

AI-Sutera ditujukan untuk membantu pengguna dalam proses pengambilan keputusan secara interaktif dengan tujuan keputusan dapat diambil lebih cepat dan akurat, apabila terjadi perubahan lingkungan.

AI-Sutera dirancang dengan bahasa pemograman Microsoft Visual Basic Versi 6.0. Terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis model, sistem manajemen basis data, dan sistem manajemen dialog. Konfigurasi model sistem penunjang keputusan pengembangan agroindustri sutera dengan pendekatan klaster yang tercakup dalam AI-Sutera disajikan pada Gambar 23.

(2)

Gambar 23. Konfigurasi Sistem Pendukung Keputusan Strategi Pengembangan Agroindustri Sutera dengan Pendekatan Klaster

SISTEM MANAJEMEN DIALOG

PENGGUNA

DATA MODEL

Sistem Manajemen Basis Data

Data Lokasi

• Jumlah Unit Usaha (UU) Sutera Alam di Kab-Kota

• Jumlah UU Industri Kab-Kota • Jumlah UU Sutera Alam Nasional • Jumlah UU Industri Nasional • Pendapat Pakar

Data Industri Inti

• Rantai Nilai Agroindustri Sutera Alam • Elemen Sistem • Pendapat Pakar Data Kelembagaan • Elemen Pelaku • Pendapat Pakar Data Kelayakan Usaha • Luas Lahan

• Produktivitas lahan, alat, mesin • Struktur biaya

• Harga Jual

Sistem Manajemen Basis Model • Model Lokasi Klaster

• Model Industri Inti

• Model Kelembagaan • Model Kelayakan Usaha • Model Kesetaraan Harga

SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT

(3)

5.2. Sistem Manajemen Basis Model

Basis model dalam AI-Sutera terdiri dari 5 (lima) model utama yaitu (1) Model Lokasi Pengembangan Klaster, (2) Model Industri Inti, (3) Model Kelembagaan Klaster Agroindustri Sutera Alam, (4) Model Kelayakan Usaha Agroindustri dan (5) Model Kesetaraan. Konfigurasi basis model secara lengkap disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Konfigurasi Basis Model Sistem Pengembangan Agroindustri Sutera Alam

Basis Model Model Sub Model

Pengembangan Sistem Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster Lokasi 1. Identifikasi Lokasi Pengembangan

2. Pemilihan Lokasi Pengembangan 1. Identifikasi Elemen Rantai Nilai Industri Inti 2. Pemilihan Industri Inti

3. Pengembangan Industri Inti

Kelembagaan

1. Identifikasi Elemen 2. Strukturisasi Elemen 3. Keberhasilan Klaster

4. Hambatan Pembentukan Klaster 5. Peran Pemerintah

Kelayakan Usaha

1. Usaha Perkebunan/Pemeliharaan ulat sutera

2. Usaha Industri Pemintalan sutera 3. Usaha Industri Pertenunan sutera 4. Usaha Integrasi Kebun dan

Industri Kesetaraan Harga

5.3. Model Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster

Model pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster merupakan model deskriptif yang dirancang dengan tujuan untuk mendapatkan keterkaitan hubungan antar pelaku dengan industri/institusi yang terlibat dalam mengembangkan agroindustri sutera alam. Model dirancang dari keluaran sub model sebagaimana digambarkan pada Tabel 7.

(4)

5.4. Model Pemilihan Lokasi Pengembangan Klaster Agroindustri sutera alam Dalam pemilihan lokasi/wilayah pengembangan klaster agroindustri sutera alam diawali dengan pengidentifikasian kabupaten/kota yang mempunyai industri sutera alam, kemudian ditentukan lokasi/wilayah yang paling potensial untuk pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster. Secara garis besar model pemilihan lokasi dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Diagram Alir Model Pemilihan Lokasi Pengembangan Agroindustri Sutera Alam

Input: Daerah Potensial agroindustri sutera alam

Bobot Terbesar? Pemilihan Lokasi (metoda AHP) Identifikasi Daerah Potensial Agroindustri sutera alam dengan teknik Location Quotient (LQ) Lokasi pengembangan agroindustri sutera alam Daerah Potensial pengembangan agroindustri sutera alam Mulai Selesai

(5)

5.5. Model Pemilihan Industri Inti

Dalam penentuan industri inti kajian diawali dengan mengidentifikasi rantai nilai agroindustri sutera alam, kemudian ditentukan elemen-elemen rantai nilai yang tergolong inti. Secara garis besar model penentuan industri inti dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25. Diagram Alir Model Pemilihan Industri Inti Agroindustri sutera alam

Bobot Terbesar?

Pemilihan industri inti (metoda AHP)

Identifikasi Rantai Nilai Agroindustri sutera alam: Produsen kokon,

Petani/Pemelihara ulat sutera, industri pemintalan sutera, industri pertenunan sutera, industri pembatikan, pedagang perantara Input: Rangkaian

kegiatan agroindustri sutera alam mulai dari hulu

ke hilir Mulai

Rantai nilai utama agroindustri sutera alam

Industri Inti Selesai

Bobot Prioritas rantai nilai utama agroindustri sutera alam

(6)

5.6. Model Pengembangan Industri Inti

Model pengembangan industri inti terdiri dari sub model identifikasi elemen dan strukturisasi elemen.

1) Sub Model Identifikasi Elemen Pengembangan Industri inti

Proses identifikasi elemen pengembangan industri inti menggunakan teknik

Independent Preference Evaluation (IPE). Gambar 26 menunjukkan diagram alir

sub model Identifikasi Elemen Pengembangan Industri Inti.

2). Sub Model Strukturisasi Elemen Sistem Pengembangan Industri Inti

Setelah dilakukan identifikasi elemen sistem pengembangan, maka selanjutnya akan dilakukan strukturisasi elemen sistem pengembangan industri inti. Struktur sistem dinyatakan dalam hirarki dan klasifikasi elemen yang dihasilkan dari proses strukturisasi elemen sistem dengan menggunakan teknik Interpretative

Structural Modelling (ISM). Tahapan proses permodelan adalah (1) penyusunan

matriks SSIM, (2) transformasi matriks SSIM menjadi matriks Reachability, (3) Revisi matriks Reachability menjadi Reachability final, (4) Penentuan sub elemen

Penentuan Bobot nilai Penilaian pakar

Nilai Hasil Pembobotan Penentuan urutan elemen pengembangan industri inti Mulai

Selesai Nama dan jumlah elemen Nama dan jumlah subelemen Nama dan Jumlah Pakar Jumlah skala penilaian

Hasil penilaian pakar

Urutan elemen

Gambar 26. Diagram Alir Sub Model Identifikasi Elemen Pengembangan Industri Inti.

(7)

kunci, struktur sub-elemen dan klasifikasi sub elemen ke dalam koordinat Driver

Power-Dependency. Secara digramatik model strukturisasi sistem dapat dilihat

pada Gambar 27.

Ya

Tidak

Gambar 27. Diagram Alir Sub Model Strukturisasi Elemen Sistem Pengembangan Industri Inti

Penilaian Hubungan Kontekstual antar Sub elemen untuk setiap Elemen pada setiap Pakar

Pembentukan Reachability

Matrix (RM) untuk setiap

elemen pada setiap Pakar Transitive

Modifikasi SSIM

Pembentukan RM Gabungan Penentuan Sub elemen Kunci

Penentuan Struktur Sub elemen Penentuan Kategori Sub elemen

Structural Self Interaction Matrix

(SSIM) untuk setiap Elemen pada setiap Pakar

Jumlah dan Nama Elemen Jumlah dan Nama Sub-Elemen Jumlah dan Nama Pakar Mulai

RM Gabungan

Sub elemen Kunci, Struktur dan Kategori Sub elemen dari Elemen Sistem

Pengembangan

(8)

5.7. Model Pengembangan Kelembagaan

Model pengembangan Kelembagaan terdiri dari sub model identifikasi elemen pelaku/lembaga dan strukturisasi elemen pelaku/lembaga.

5.7.1 SubModel Identifikasi Elemen Pelaku/Lembaga

Proses identifikasi elemen pelaku/lembaga menggunakan teknik Independent Preference Evaluation (IPE). Gambar 28 menunjukkan diagram alir sub model Identifikasi Elemen Pelaku/Lembaga.

Gambar 28. Diagram Alir Sub Model Identifikasi Elemen Pelaku/Lembaga.

5.7.2. Sub Model Strukturisasi Elemen Pelaku/Lembaga

Setelah dilakukan identifikasi elemen pelaku/lembaga maka selanjutnya akan dilakukan strukturisasi elemen pelaku/lembaga. Struktur sistem dinyatakan dalam hirarki dan klasifikasi elemen yang dihasilkan dari proses strukturisasi elemen sistem dengan menggunakan teknik Interpretative Structural Modelling (ISM). Tahapan proses permodelan adalah (1) penyusunan matriks SSIM, (2) transformasi matriks SSIM menjadi matriks Reachability, (3) Revisi matriks Reachability menjadi

Reachability final, (4) Penentuan sub elemen kunci, struktur sub-elemen dan

Penentuan Bobot nilai Penilaian pakar

Nilai Hasil Pembobotan Penentuan urutan elemen Pelaku/ Lembaga Mulai

Selesai Nama dan jumlah elemen Nama dan jumlah subelemen Nama dan Jumlah Pakar Jumlah skala penilaian

Hasil penilaian pakar

(9)

klasifikasi sub elemen ke dalam koordinat Driver Power-Dependency. Secara digramatik model strukturisasi sistem dapat dilihat pada Gambar 29.

Tidak Ya

Gambar 29. Diagram Alir Sub Model Strukturisasi Elemen Pelaku/Lembaga

Penilaian Hubungan Kontekstual antar Sub elemen untuk setiap Elemen pada setiap Pakar

Pembentukan Reachability

Matrix (RM) untuk setiap

elemen pada setiap Pakar Transitive

Modifikasi SSIM

Pembentukan RM Gabungan

Penentuan Sub elemen Kunci Penentuan Struktur Sub elemen Penentuan Kategori Sub elemen

Structural Self Interaction Matrix

(SSIM) untuk setiap Elemen pada setiap Pakar

Jumlah dan Nama Elemen Jumlah dan Nama Sub-Elemen Jumlah dan Nama Pakar Mulai

RM Gabungan

Sub elemen Kunci, Struktur dan Kategori Sub elemen dari

(10)

5.8. Model Kelayakan Usaha

Model kelayakan usaha dirancang untuk membantu pengguna dalam menganalisis kelayakan dan resiko usaha agroindustri sutera alam. Model ini terdiri dari 5 (lima) sub model yaitu (1) sub-model kelayakan usaha pemeliharaan ulat sutera/penghasil kokon, (2) sub-model kelayakan pemintalan sutera dan (3) sub model kelayakan pertenunan sutera, (4) sub model kelayakan pembatikan dan (5) sub-model usaha integrasi kedua usaha di atas. Gambar 30,31,32, 33 dan 34 menyajikan diagram alir sub-model sub-model kelayakan usaha agroindustri sutera alam .

Gambar 30 menunjukkan kelayakan usaha pemeliharaan ulat sutera, Gambar 31 menunjukkan kelayakan usaha industri pemintalan sutera, Gambar 32 menunjukkan kelayakan usaha industri pertenunan sutera, Gambar 33 menunjukkan kelayakan usaha pembatikan sutera dan Gambar 34 menunjukkan kelayakan usaha integrasi kebun dan industri.

(11)

Tidak Tidak Ya

Gambar 30. Diagram Alir Sub Model Kelayakan Usaha Kebun dan Pemeliharaan Ulat Sutera

Proses Perhitungan : Rugi Laba,

Cash-Flow, Kelayakan Usaha

NPV > 0, IRR > 18%, Net B/C > 1, PBP < 10?

Input Finansial : Biaya investasi kebun

Biaya pengadaan tanaman murbey

Fix cost, Variable cost

Input Teknis :

Luas Lahan, Produktivitas lahan Produktivitas pemeliharaan ulat sutera

Mulai

Input Skenario Usaha : Pembiayaan

Harga Jual

Output : Rugi Laba, Cash flow,

NPV, IRR, Net B/C, PBP

(12)

Tidak

Ya

Gambar 31. Diagram Alir Sub Model Kelayakan Usaha Pemintalan Sutera

Proses Perhitungan : Rugi Laba,

Cash-Flow, Kelayakan Usaha

NPV > 0, IRR > 18 %, Net B/C > 1, PBP < 10?

Input Finansial :

Biaya investasi mesin/alat, sarana prasarana Fix cost Variable cost Input Teknis : Produktivitas mesin Mulai

Input Skenario Usaha : Pembiayaan

Harga Jual

Output : Rugi Laba, Cash flow,

NPV, IRR, Net B/C, PBP

(13)

Tidak

Ya

Gambar 32. Daiagram Alir Sub Model Kelayakan Usaha Pertenunan Sutera

Proses Perhitungan : Rugi Laba,

Cash-Flow, Kelayakan Usaha

NPV > 0, IRR > 18%, Net B/C > 1, PBP < 10?

Input Finansial :

Biaya investasi peralatan, sarana prasarana Fix cost Variable cost Input Teknis : Produktivitas peralatan Mulai

Input Skenario Usaha : Pembiayaan

Harga Jual

Output : Rugi Laba, Cash flow,

NPV, IRR, Net B/C, PBP

(14)

Tidak

Ya

Gambar 33. Diagram Alir Sub Model Kelayakan Usaha Pembatikan Sutera

Proses Perhitungan : Rugi Laba,

Cash-Flow, Kelayakan Usaha

NPV > 0, IRR > 18%, Net B/C > 1, PBP < 10?

Input Finansial :

Biaya investasi mesin/alat, sarana prasarana

Fix cost Variable cost

Input Teknis :

Produktivitas Tenaga Kerja Mulai

Input Skenario Usaha : Pembiayaan

Harga Jual

Output : Rugi Laba, Cash flow,

NPV, IRR, Net B/C, PBP

(15)

Tidak

Ya

Gambar 34. Diagram Alir Model Kelayakan Usaha Integrasi

Proses Perhitungan : Rugi Laba,

Cash-Flow, Kelayakan Usaha

NPV > 0, IRR > 18%, Net B/C > 1, PBP < 10? Input Finansial :

Biaya investasi kebun, mesin/alat, bangunan

Biaya pengadaan tanaman

Fix cost Variable cost

Input Teknis : Produktivitas lahan, Produktivitas kokon

Produktivitas mesin dan peralatan, tenaga kerja

Mulai

Input Skenario Usaha : Pembiayaan

Harga Jual

Output : Rugi Laba, Cash flow,

NPV, IRR, Net B/C, PBP

(16)

5.9. Model Kesetaraan Harga

Model kesetaraan harga merupakan model yang dirancang dengan tujuan untuk mencari titik kesetaraan hubungan antara pemelihara ulat sutera/produsen kokon dengan industri pemintalan benang sutera dan pertenunan. Diagram alir model kesetaraan dapat ditunjukkan pada Gambar 35.

Perhitungan kesetaraan harga: Min B/C (P)1 - (P)2 B/C (P)1 ≥ 1 B/C (P)2 ≥ 1 P > 0 Mulai Kelayakan : NPV, IRR, PBP, B/C, Keuntungan (U), Target produksi (Tp), Kapasitas produksi (Kp), Keuntungan maksimum (Um).

Kesesuaian/ Harmonisasi harga

Selesai

(17)

5.10. Sistem Manajemen Basis Data

Sistem manajemen basis data merupakan komponen Sistem Penunjang Keputusan (SPK) yang terdiri dari basis data dan set program pengelola untuk menambah, menghapus, mengambil dan membaca. data. Melalui sistem manajemen basis data (Data Base Manajemen System/DBMS), akses dan ekstraksi data cepat dilakukan. Menurut Suryadi dan Ramdhani (2000), kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen basis data pada dasarnya adalah (1) Kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai variasi data melalui pengambilan dan ekstraksi data; (2) Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara cepat dan mudah; (3) Kemampuan untuk menggambarkan struktur data sesuai dengan pengertian pemakai sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan data; (4) Kemampuan untuk mengolah berbagai variasi data.

Basis data dalam model AI-Sutera mencakup data lokasi, data industri inti, data kelembagaan, data kelayakan usaha dan data kesetaraan harga. Basis Data Lokasi mencakup data Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, jumlah unit usaha agroindustri sutera alam di masing-masing Kabupaten Kota, jumlah unit usaha industri di masing-masing Kabupaten /Kota, jumlah agroindustri sutera alam nasional dan jumlah industri nasional serta data pendapat pakar.

Basis data industri inti mencakup data rantai nilai agroindustri sutera alam, elemen sistem pengembangan dan data pendapat pakar. Basis data kelembagaan meliputi data pelaku dalam klaster dan data pendapat pakar.

Basis data kelayakan usaha mencakup biaya tetap, biaya tidak tetap, skala usaha, kapasitas produksi, harga, produk, bunga bank. Data masukan pada basis data kelayakan usaha terdiri dari struktur biaya usaha tani/pemelihara ulat sutera, pemintalan, pertenunan dan pembatikan.

Data pada struktur biaya usaha tani meliputi biaya pengolahan tanah, pembibitan, pemupukan, pemeliharaan, pemanenan, distribusi, biaya atas modal dan harga jual kokon. Data pada struktur biaya usaha pemintalan meliputi biaya-biaya pembelian mesin peralatan, depresiasi, pemeliharaan, pengadaan bahan baku, biaya tenaga kerja, distribusi/pemasaran dan harga jual. Data pada struktur biaya usaha

(18)

baku dan biaya produksi, distribusi/pemasaran dan harga jual benang. Data pada struktur biaya usaha pembatikan meliputi biaya-biaya pembelian peralatan, zat warna, depresiasi, pemeliharaan, pengadaan bahan baku, tenaga kerja, distribusi/pemasaran dan harga jual. Data kesetaraan harga mencakup data yang dihasilkan dari kelayakan usaha.

5.11. Sistem Pengolahan Terpusat

Sistem pengolahan terpusat sering juga disebut subsistem pengolahan problematik yang mempunyai fungsi utama adalah sebagai penyangga untuk menjamin adanya keterkaitan antar system atau sebagai koordinator dan pengendali dari operasi SPK secara menyeluruh. Subsistem ini menerima input dari ketiga subsistem lainnya dalam bentuk baku dan menyerahkan output ke subsistem yang dikehendaki dalam bentuk baku juga.

Gambar

Gambar 23.    Konfigurasi Sistem Pendukung Keputusan Strategi Pengembangan  Agroindustri Sutera dengan Pendekatan Klaster
Tabel 7.  Konfigurasi Basis Model Sistem Pengembangan Agroindustri Sutera  Alam
Gambar 24. Diagram Alir Model Pemilihan Lokasi Pengembangan Agroindustri  Sutera Alam
Gambar 25. Diagram Alir Model Pemilihan Industri Inti Agroindustri sutera alam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dosis Bahan kimia yang digunakan untuk proses koagulasi dan Dosis Bahan kimia yang digunakan untuk proses koagulasi dan flokulasi untuk kebutuhan perjam air sesuai kapasitas

Masyarakat agama merupakan bentuk kehidupan individu yang saling berinteraksi, bergaul cukup lama dan menganut kepercayaan atau agama sebagai dasar hidup

15 Kamis, 11 Juni 2020 10:10 11:50 A105 Selesai Menyelenggarakan Pembelajaran yang dapat membangun komunikasi antar peserta didik. Menyelenggarakan Pembelajaran yang dapat

Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian Quasi- EksperimentaI dengan rancangan Equivalent ControI Group. Populasi dalam penelitian ini adaIah seluruh pasien

menopause adalah haid terakhir, atau saat terjadinya haid terakhir atau saat terjadinya haid terakhir. +iagnosis dibuat setelah terdapat aminorhea sekurang-kurangnya satu

Kemudian, jika menggunakan kriteria batas penerimaan item menggunakan INFIT MNSQ, maka dapat diketahui bahwa Item 19 diterima atau  fit dengan modelnya..

ditampilkan hasil utuk gaya batang (Element Force-Frames), untuk berpindah / menampilkan output yang lain klik pada bagian kanan atas kotak dan pilih tipe