• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci : sosial ekonomi, sayuran, lahan rawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci : sosial ekonomi, sayuran, lahan rawa"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK SOSIAL EKONOMI KOMODITAS SAYURAN UTAMA DI LAHAN RAWA

Yanti Rina D.

Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Banjarbaru email : tuha13@yahoo.co.id

ABSTRAK

Permintaan akan sayuran semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan gizi. Oleh karena itu harus diimbangi dengan peningkatan produksi dan kualitas sayuran. Disisi lain peningkatan produksi sayuran bagi petani tidak menjamin terjadinya peningkatan pendapatan jika tidak diikuti dengan system pemasaran yang baik. Makalah ini bertujuan untuk mengemukakan tentang aspek sosial ekonomi komoditas sayuran utama di lahan rawa. Sayuran utama seperti sawi, kangkung, cabai diusahakan petani di lahan gambut tipe luapan C dengan membuat bedengan dan saluran kemalir sedangkan tomat, dan cabai rawit diusahakan di guludan pada tipe luapan A dan B. Sayuran tomat, cabai, gambas dan terung di lahan rawa lebak diusahakan pada musim kemarau dengan membuat bedengan di lahan lebak dangkal dan di guludan pada lebak tengahan. Secara ekonomi komoditas tomat, cabai, mentimun, terung dan kubis menguntungkan dan efisien diusahakan di lahan gambut dan sulfat masam potensial. Demikian pula komoditas tomat, cabai dan kubis efisien diusahakan di lahan lebak. Kontribusi sayuran terhadap pendapatan petani di lahan gambut 83 %, di lahan rawa pasang surut sulfat masam 0,76% dan di lahan lebak dangkal 17,47 % dan lebak tengahan 11,85 %. Struktur pasar komoditas cabai, tomat, terung, dan gambas berada pada pasar yang bersifat oligopoly sedangkan struktur pasar komoditas sawi dan kangkung dalam bentuk persaingan sempurna. Masalah utama dalam usahatani adalah hama penyakit dan kestabilan harga.

Kata kunci : sosial ekonomi, sayuran, lahan rawa PENDAHULUAN

Masalah dan tantangan pembangunan pertanian di Indonesia akan semakin berat dan kompleks terutama dalam kaitannya dengan: (1) meningkatnya kebutuhan hasil pertanian termasuk sayuran akibat bertambahnya jumlah penduduk, (2) menyusutnya lahan subur, (3) melandainya laju peningkatan produktivitas lahan akibat menurunnya kualitas lahan, (4) meningkatnya cekaman lingkungan baik fisik maupun biologis, dan (5) meningkatnya kebutuhan lapangan kerja akibat bertambahnya penduduk dan makin berkurangnya minat generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian.

Komoditas hortikultura dibutuhkan dalam kehidupan manusia karena sebagai sumber vitamin dan mineral. Konsumsi oleh penduduk Indonesia akan buah-buahan meningkat setiap tahun, pada tahun 1993 sebesar 26,06 kg/kapita/th, kemudian pada tahun 2005,30 kg/kapita/th. Demikian pula tingkat konsumsi rata-rata akan sayuran pada tahun 2004 sebesar 57,12 kg/kapita/th. Untuk memenuhi kebutuhan akan sayuran, pemerintah Indonesia mengimpor sebanyak 21.000 t/th. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan produksi komoditas hortikultura mutlak dilakukan

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(2)

Salah satu alternatif pemecahan masalah dan sekaligus menjawab tantangan tersebut adalah memanfaatkan lahan rawa untuk sayuran. Lahan rawa dicirikan oleh genangan karena pengaruh gerakan pasang surut pada rawa pasang surut dan genangan akibat pengaruh curah hujan dan banjir kiriman dari daerah teresterial khususnya pada rawa lebak. Lahan rawa juga mempunyai sifat yang marginal dan rapuh (fragile) diantaranya adanya lapisan gambut dengan berbagai ketebalan dan lapisan senyawa pirit (FeS2) dengan berbagai kedalaman. Oleh karena itu maka pemanfaatan lahan rawa

untuk pengembangan sayuran memerlukan penataan lahan dan pengelolaan air yang disesuaikan dengan tipe luapannya untuk rawa pasang surut dan pemilihan waktu yang tepat serta kedalaman dan lama genangan untuk lahan lebak serta perbaikan tanah.

Permasalahan dan kendala yang dihadapi pengembangan komoditas hortikultura terutama pada sentra-sentra produksi antara lain : pola usaha masih skala kecil dan tersebar, lemahnya permodalan, rendahnya penguasaan teknologi budidaya, belum terjalinnya keserasian hubungan antara tingkat produksi pada daerah sentra produksi dengan tingkat permintaan di pusat-pusat konsumsi, belum terbentuknya stabilitas harga-harga saat panen rendah dan penanganan pasca panen belum terlaksana dengan baik, pemasaran yang belum efisien, bagian keuntungan yang diterima petani relatif rendah, dan adanya rantai tataniaga yang cukup panjang, kebijakan dan strategi pemerintah disinsentif, dan kebijakan pemerintah daerah yang cenderung memproduksi berbagai komoditas sayuran untuk tujuan swasembada atau pemenuhan daerah lain yang kurang menguntungkan dari segi pembangunan ekonomi wilayah (Saptana et al., 2005).

Perkembangan produksi cabai di Kalimantan Selatan menurun, pada tahun 2008 sebesar 4,424 ton dan tahun 2009 sebesar 4,047 ton sehingga terjadi penurunan sebesar 9,3%. Sedangkan komoditas tomat produksi meningkat pada tahun 2008 sebesar 4.350 ton dan tahun 2009 sebesar 4.579 ton menunjukkan peningkatan sebesar 5,3%, demikian juga pada terung produksinya meningkat yaitu pada tahun 2008 sebesar 5,148 ton dan tahun 2009 sebesar 8,677 ton maka terjadi peningkatan sebesar 68,5% (BPS, 2010 ; Diperta dan Hortikultura Prov Kal Sel., 2010). Makalah ini bertujuan untuk mengemukakan aspek sosial ekonomi sayuran utama di lahan rawa.

SAYURAN DALAM PERSPEKTIF SISTEM USAHATANI

Sayuran umumnya diusahakan petani di lahan rawa pasang surut gambut dan sulfat masam potensial maupun aktual. Perbedaannya pada penataan lahan, pada tipe luapan C dan D, sayuran dapat ditanam di lahan sawah dengan membuat bedengan atau kemalir, sedangkan di lahan tipe luapan A dan B, petani membuat sistem surjan dan sayuran diusahakan di galengan/di atas surjan. Penanaman sayuran di lahan pasang surut dapat dilakukan pada musim hujan dan musim kemarau sedangkan di lahan lebak umumnya dilakukan pada musim kemarau kecuali pada lebak dangkal. .

Sayuran ditanam secara monokultur maupun tumpang sari seperti gambas, pare, terung, kacang panjang dan cabai. Penanaman sayuran dilakukan setelah bertanam padi, yaitu pada bulan Desember dan Mei di lahan pasang surut, bulan Januari di lebak dangkal dan bulan Mei/Juni pada lahan lebak tengahan Oleh karena itu panen sayuran pada lebak dangkal dilakukan pada bulan Januari/Pebruari atau April/Mei, sehingga

(3)

mendapat harga yang lebih baik misalnya terung yang dihasilkan pada lahan lebak dangkal dipanen bulan Pebruari dengan harga Rp 4000/kg sementara terung pada lahan lebak tengahan dipanen bulan Juli/Agustus dengan harga Rp 1500/kg.

ANALISIS USAHATANI

Berdasarkan hasil analisis biaya dan pendapatan seperti disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sayuran cabai rawit, pare dan gambas cukup efisien diusahakan di lahan rawa pasang surut gambut Lamunti Kalimantan Tengah. Sementara Sawi dan Kangkung diusahakan petani di desa Kelampangan Kotamadya Palangkaraya menunjukkan bahwa sayuran sawi memberikan keuntungan sebesar Rp 13.745.953/ha yang lebih tinggi dibanding kangkung sebesar Rp 5.895.758/ha dengan nilai R/C masing-masing Sawi =2,28 dan Kangkung 1,78 (Sutikno et al., 2008). Demikian juga dengan tanaman sayuran yang diusahakan di lahan gambut Desa Siantan Hulu Kalimantan Barat menunjukkan bahwa komoditas bawang daun memiliki R/C tertinggi (3,36) dibanding sayuran lainnya, namun demikian semua jenis sayuran yang diusahakan di lahan gambut cukup layak untuk dikembangkan karena R/C > 1. (Noorginayuwati et al., 2006). Hasil analisis biaya dan pendapatan beberapa sayuran seluas 0,1 hektar di lahan gambut disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sayuran memiliki potensi yang cukup besar di lahan gambut. Berdasarkan hasil percobaan secara ekonomis usahatani tomat, terung, kubis dan mentimun menguntungkan dan efisien di lahan gambut, hal ini ditunjukkan dengan nilai R/C yang cukup tinggi (Alwi et al., 2006)

Tabel 1. Analisis Biaya Dan Pendapatan Usahatani Sayuran Seluas 0,1 Ha Di Lahan Rawa Pasang Surut Gambut

No. Lahan/Komoditas Produksi

(ton) Penerimaan (Rp) Biaya Total (Rp) Keuntungan (Rp) R/C 1. Tingkat petani Terung1 0,631 631.000 441.707 189.303 1,43 Waluh1 0,750 750.000 429.000 321.000 1,75 Kacang Panjang1 0,928 1.392.000 793.044 598.956 1.76 Cabai Rawit1 0,200 2.000.000 1.243.000 757.000 1,61 Pare1 0,375 1.125.000 495.000 630.000 2,27 Kangkung2 0,600 1.349.175 7 75.599 573.576 1,74 Sawi2 0,660 2.444.775 1.070.180. 1.374.595 2,28 Kucai3 3,333 9.999.000 6.107.139 3.891.861 1,64 Seledri3 2,775 22.200.000 7.829.440 14.370.560 2,83 Bawang Daun3 2,775 24.975.000 7.427.065 17.547.935 3,36 1. Hasil Penelitian4 Tomat 3,598 8.995.000 2.675.050 6.319.950 3,36 Cabai 1,197 5.985.000 2.532.286 3.452.714 2,36 Mentimun 3,132 7.830.000 2.034.943 5.795.057 3,84 Terung 2,583 5.166.000 1.881.393 3.284.607 2,74

Sumber : 1) Rina et al., 2009; 2) Rina et al., 2008; 3) Noorginayuwati et al., 2006; 4) Alwi et al.,2006, diolah

Sedangkan produksi sayuran di lahan rawa pasang surut sulfat masam potensial umumnya lebih tinggi dibandingkan produksi di lahan sulfat masam aktual. Hal ini

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(4)

karena lahan pada sulfat masam aktual lapisan piritnya < 50 cm dari muka tanah. Oleh karena itu jika petani mengolahnya tidak hati-hati maka hasil tanaman yang dicapai rendah bahkan tidak dapat menghasilkan dengan baik. Hasil percobaan menunjukkan bahwa usahatani tomat, terung, kubis dan mentimun menguntungkan dan efisien di lahan sulfat masam potensial, sedangkan cabai di lahan sulfat masam aktual (Tabel 2). Tabel 2. Analisis Biaya Dan Pendapatan Usahatani Sayuran Hasil Penelitian Seluas 0,1

Ha Di Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Kalimantan Selatan

No. Lahan/ Komoditas Produksi (ton) Penerimaan (Rp) Biaya Total (Rp) Keuntungan (Rp) R/C I Tingkat Petani1 1. Sulfat.M Potensial Tomat 0,800 3.200.000 542.197 2.657.803 5,9 Cabai rawit 0,250 7.500.000 3.344.338 4.156.662 2,2 Terung 0,900 2.700.000 1.927.536 772.464 1,4 2. Sulfat.M.Aktual Cabai Rawit 0,225 6.750.000 3.344.338 3.405.662 2,0 Tomat 0,800 3.200.000 542.197 2.657.803 5,9 Terung 0,900 2.700.000 1.927.536 772.464 1,4 II Hasil Penelitian 1. Sulfat. M. Potensial2 Tomat 2,979 7.447.500 2.519.804 4.927.696 2,9 Cabai 0,752 3.760.000 2.658.090 1.101.910 1,4 Mentimun 1,059 2.647.500 1.234.950 1.412.550 2,1 Terung 3,039 6.078.000 1.856.643 4.221.357 3,3 Kubis 1.886 5.658.000 2.572.928 3.085.072 2,2

2. Sulfat masam aktual3

Tomat 1,148 2.870.000 2.015.750 854.250 1,4

Cabai 0,781 3.905.000 2.407.036 1.497.964 1,6

Mentimun 0,902 2.255.000 1.346.893 908.107 1,7

Sumber : 1) Sutikno et al.,2009; 2) Kuesrini et al.,2006 ; 3) Haerani et al.,2007, diolah

Lahan Lebak

Tabel 3 menunjukkan bahwa usahatani sayuran cabai, tomat dan pare cukup efisien diusahakan petani di lahan lebak dangkal. Demikian pula sayuran cabai, tomat di usahakan efisien diusahakan di lahan lebak tengahan (Rina dan Noorginayuwati, 2008).

Tabel 3. Analisis Biaya Dan Pendapatan Usahatani Sayuran Utama Luas 0,1 Ha Di Lahan Lebak Kal-Sel

No Lokasi/ Komoditas Produksi

(ton) Penerimaan (Rp/ha) Biaya (Rp) Keuntungan (Rp) R/C Tingkat Petani1 I. Lebak Dangkal Terung 1,512 1.511.900 841.617 670.283 1,8 Gambas 1,750 1.750.000 989.500 760.500 1,8 Cabai 1,216 4.864.000 2.176.700 2.687.300 2,2 Tomat 1,804 3.608.800 1.711.555 1.897.245 2,1 Mentimun 3,294 3.294.000 2.340.588 953.412 1,4 Pare 1,607 1.607.500 615.085 992.415 2,6

II. Lebak Tengahan

Cabai 1,071 4.284.000 2.389.822 1.894.178 1,8

Tomat 1,524 3.048.000 2.003.787 1,044.213 1,5

Terung 1,682 1.682.000 1.246.511 435.489 1,3

Gambas 1,813 1.813.000 989.500 823.500 1,8

(5)

Tomat 1,930 5.790.000 2.451.670 3.338.330 2,4

Cabai 1,320 6.600.000 2.582.750 4.017.250 2,5

Kubis 2,730 6.825.000 3.242.000 3.583.000 2.1

Sumber : 1 ) Rina dan Noorginayuwati, 2008; 2 ) Noor et al., 2006, diolah

Dilihat dari nilai R/C komoditas cabai ternyata merupakan komoditas dengan kemampuan rentabilitas modal tertinggi, karenanya tak mengherankan bila jadi pilihan petani daerah lebak dangkal. Berdasarkan hasil percobaan komoditas tomat, cabai dan kubis cukup menguntungkan dan efisien untuk diusahakan di lahan lebak (Noor et al., 2006.

KEUNGGULAN KOMPETITIF

Berdasarkan analisis keunggulan kompetitif, lahan lebak dangkal akan lebih menguntungkan bila diusahakan dengan komoditas cabai, tomat, mentimun, pare, gambas, dan terung yang ternyata lebih kompetitif dari padi unggul. Untuk lebak tengahan komoditas yang paling kompetitif adalah cabai, tomat, gambas, terung, labu kuning, semangka dan blewah ternyata lebih kompetitif dibanding padi unggul (Rina dan Noorgiyuwati, 2009). Sedangkan untuk lahan pasang surut, tanaman sayuran diusahakan di atas guludan pada tipologi lahan sulfat masam dan potensial untuk semua tipologi luapan pola tanam cabai rawit (MH)-tomat (MK1 dan MK2) adalah paling kompetitif dan untuk tipologi luapan C yang paling kompetitip adalah pola cabai rawit (MH)-tomat (MK1) (Sutikno et al., 2009)

KONTRIBUSI USAHATANI SAYURAN TERHADAP PENDAPATAN

Tanaman sayuran memiliki kontribusi cukup besar terhadap pendapatan rumah tangga petani terutama pada lahan rawa gambut, lahan lebak dan lahan sulfat masam. Pendapatan petani yang terbesar adalah petani di lahan sulfat masam yakni sebesar Rp. 15.653.794,4/th/KK dan penerimaan terbesar berasal dari usahatani jeruk. Sedangkan lahan gambut menempati urutan kedua sebesar Rp. 14.951.587/th/KK dengan penerimaan terbesar berasal dari usahatani sayuran. Sedangkan di lahan lebak dangkal sebesar Rp 12.880.117,-/th/KK dan di lahan lebak tengahan sebesar Rp 11.052.716,-/th/KK

Usahatani sayuran di lahan gambut memberikan kontribusi penerimaan terbesar 83 % dari total pendapatan petani per tahun per keluarga dibandingkan kontribusi penerimaan sayuran di lahan sulfat masam 0,76%, lebak dangkal 17,47% dan lebak tengahan 11,85% (Antarlina et al., 2005; Noorginayuwati et al., 2006; Rina et al., 2009)

PEMASARAN SAYURAN

Komoditas cabai, tomat, gambas dan terung sebagian besar dipasarkan di wilayah Kalimantan Selatan, hanya komoditas terung yang sudah dipasarkan ke Kalimantan Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pasar komoditas tomat, cabai, terung dan gambas dalam bentuk oligopoly. Ada lima saluran pemasaran untuk mendistribusikan tomat, cabai, terung, dan gambas dari produsen ke konsumen akhir dengan marjin pemasaran berturut-turut masing-masing tomat 40-80,54%, cabai 52,92-77,03% terung berkisar 48.57-74,29% dan gambas 50,0–83,33 % dari harga yang

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(6)

dibayar konsumen. Masalah utama dalam pemasaran tomat, cabai, terung dan gambas adalah permodalan dan kestabilan harga (Rina et al., 2008). Sedangkan pemasaran Sawi yang berasal dari Kalimantan Tengah umumnya di pasarkan di wilayah Kalimantan Tengah. Pada sayuran Sawi dan Kangkung di Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa terjadi integrasi pasar pada harga pedagang pengecer dengan harga pedagang pengumpul di pasar kota pada komoditas sawi. Struktur pasar komoditas sawi dan kangkung dalam bentuk persaingan sempurna. Saluran pemasaran yang efisien pada pemasaran Sawi adalah petani pedagang pengumpul pengecer (Rina dan Noorginayuwati, 2009).

PERSEPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA

Berdasarkan tanggapan petani terhadap karakterisitik teknologi budidaya sayuran antara lain keuntungan relatif, kemudahan budidaya, kesesuaian dengan kebutuhan petani, kemungkinan untuk dicoba dan kemungkinan untuk dirasakan menunjukkan bahwa persepsi/tanggapan petani terhadap karakteristik teknologi cukup baik. Berdasarkan nilai skor maka diperoleh nilai rata-rata 3,6 yang berarti tanggapan petani positif (Tabel 5)

Tabel 4. Nilai Skor Persepsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Sayuran Di Desa Petak Batuah, Kapuas, 2006

No. Karakteristik teknologi Rerata skor persepsi

1. Keuntungan relatif 3,99

2. Kesesuaian dengan kebutuhan petani 3.76

3. Kemudahan untuk dilaksanakan 3,43

4. Kemungkinan untuk dicoba 2,99

5. Kemungkinan untuk diamati 4,00

Rata-rata 3,60

Sumber : AR-Riza dan Alkasuma.,2006

MASALAH USAHATANI

Persentase jawaban petani terhadap masalah utama yang dihadapi petani dalam berusahatani sayuran di lahan rawa disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase Jawaban Petani Terhadap Masalah Usahatani Sayuran Di Lahan Rawa, 2008

No. Uraian Persentase

1. Bibit/Benih 4,0 2. Tenaga kerja 3,0 3. Pemasaran Hasil 20,0 4. Kestabilan harga 41,0 5. Modal 10,0 6. Hama Penyakit 22,0 Sumber : Rina et al (2008)

Tabel 5 menunjukkan bahwa masalah utama usahatani sayuran adalah kestabilan harga dan serangan hama penyakit. Hama penyakit utama adalah antraknose pada cabai,

(7)

yang tahun ini cukup besar serangannya pada komoditas cabai di wilayah lebak tengahan. Penyakit layu pada tomat dan ulat penggerek pada terung dan sebagainya.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Secara ekonomi komoditas tomat, cabai, mentimun, terung dan kubis menguntungkan dan efisien diusahakan di lahan gambut dan sulfat masam potensial. Demikian pula komoditas tomat, cabai dan kubis efisien diusahakan di lahan lebak.

2. Kontribusi sayuran terhadap pendapatan petani di lahan gambut 83 %, di lahan rawa pasang surut sulfat masam 0,76% dan di lahan lebak dangkal 17,47 % dan lebak tengahan 11,85%.

3. Persepsi petani terhadap teknologi sayuran di lahan rawa pasang surut adalah positif.

4. Struktur pasar komoditas cabai, tomat, terung, dan gambas berada pada pasar yang bersifat oligopoly sedangkan struktur pasar komoditas sawi dan kangkung dalam bentuk persaingan sempurna.

5. Masalah utama dalam usahatani sayuran adalah hama penyakit dan kestabilan harga

Saran

Perlunya perwilayahan komoditas berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) atau pengaturan lain yang adil bagi petani.

DAFTAR PUSTAKA

AR-Riza, I dan Alkasuma. 2006. Karakteristik Wilayah dan Perancangan Model Penataan Lahan dan Komoditas di Lahan Rawa Pasang Surut. Laporan Hasil Penelitian Balittra. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Alwi, M.,M. Noor dan Y.Lestari. 2006. Budidaya Sayuran di Lahan Gambut. Teknologi budidaya sayuran di lahan sulfat masam potensial. Budidaya Sayuran di Lahan Rawa: Teknologi budidaya dan Peluang Agribisnis (Monograf). Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Antarlina, S.S., A.Jumberi, Y.Rina, Noorginayuwati, I. Noor, W. Annisa, E. Maftuah, Muhammad, M. Saleh dan A. Budiman, 2005. Hubungan Sifat Kimia Tanah dengan Komoditas buah jeruk di lahan pasang surut. Laporan Hasil Penelitian Balittra. BBSDL.

Biro Pusat Statistik Tk I Kal Sel. 2010. Kalimantan Selatan Dalam Angka. BPS Provinsi Kalimantan Selatan.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Selatan. 2010. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Selatan.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(8)

Haerani, A. I. Noor, M. Najib, Mukhlis, K. Anwar. 2007. Teknologi Pengelolaan Lahan, Hara, Air dan Amelioran di Lahan Sulfat Masam Aktual. Laporan Akhir TA 2007. Balittra.

Kuesrini, L. Indrayati dan E. William. 2006. Teknologi budidaya sayuran di lahan sulfat masam potensial. Budidaya Sayuran di Lahan Rawa: Teknologi budidaya dan Peluang Agribisnis (Monograf). Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Noor, H.D, D.Nazemi dan N. Fauziati. 2006. Budidaya Sayuran di Lahan Lebak Budidaya Sayuran di Lahan Rawa: Teknologi budidaya dan Peluang Agribisnis (Monograf). Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Noorginayuwati, A.Rafiq, Yanti R., M. Alwi, A.Jumberi, 2006. Penggalian Kearifan Lokal Petani untuk Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan. Laporan Hasil Penelitian Balittra 2006.

Rina, Y dan Noorginayuwati. 2008. Analisis Pemasaran Sawi dan Kangkung di Lahan Pasang Surut Kalimantan Tengah. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Lahan Rawa. Banjarbaru 5 Agustus 2008. Dalam A. Supriyo, M. Noor, I. AR-Riza dan K. Anwar (Penyunting) Kerjasama Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

Rina, Y dan Noorginayuwati. 2009. Analisis Keunggulan Kompetitip Komoditas Pertanian di Lahan Lebak Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar dan Temu Ilmiah Nasional Revitalisasi Pertanian dalam Menghadapi Krisis Ekonomi Global, Surakarta, 21 Maret 2009. dalam Moh. Harisuddin, V.Ratri C, Kusnandar, Suwarto dan Supyani (Penyunting). Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret-Surakarta.

Rina, Y. A. Rafieq dan M. Sabran. 2007. Analisis Finansial Usahatani Padi Unggul Dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu di Lahan Lebak. 2009. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Inovasi Sumberdaya Lahan Pengelolaan Air, Iklim dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor 24-25 November 2009. Buku III.

Saptana, M. Siregar, S. Wahyudi, S.K. Dermoredjo, E. Ariningsih, dan V. Darwis. 2005. Pemantapan Model Pengembangan Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera (KASS). Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Bogor. 232 hlm

Sutikno, H, Y. Rina, S. Umar dan M. Imberan. 2009. Model Pengembangan Pertanian Melalui Optimasi Penggunaan Sumberdaya-Sumberdaya Lahan, Manusia dan Teknologi untuk Mendukung Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Daerah Pasang Surut Kalimantan Selatan. Laporan Akhir APBN 2009 melalui Dana Bansos DIKTI. Balai Pertanian Pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru

Sutikno, H, Y.Rina, Y, Noorginayuwati, A. Supriyo dan A. Budiman. 2008. Evaluasi keragaan dan ketersediaan teknologi budidaya pertanian dan adopsinya di lahan rawa. Laporan akhir Tahun Anggaran 2008, Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Banjarbaru.

Gambar

Tabel  1.  Analisis  Biaya  Dan  Pendapatan  Usahatani  Sayuran  Seluas  0,1  Ha  Di  Lahan  Rawa Pasang Surut Gambut
Tabel 2. Analisis Biaya Dan Pendapatan Usahatani Sayuran Hasil Penelitian Seluas 0,1  Ha Di Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Kalimantan Selatan
Tabel  5.  Persentase  Jawaban  Petani  Terhadap  Masalah  Usahatani  Sayuran  Di  Lahan  Rawa, 2008

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan capaian pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga dengan menggunakan indikator evaluasi

Dimana R merupakan nilai dari koefisien korelasi sehingga didapat hasil nilai koefisien determinasi secara simultan yaitu 43,9% yang artinya store atmosphere

dengan masalah sosial. Dari berbagai sumber di atas Role Playing dapat diartikan suatu metode pembelajaran yang berusaha melibatkan siswa dalam situasi. tertentu. Situasi

"Kita bekerja sama dengan pihak Kantor Urusan Agama untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang adanya peraturan pemerintah untuk proses pelaksanaan pencatatan nikah di

DOK STRUKTUR

Kalsium karbonat sendiri memiliki densitas yang mirip dengan aluminium yaitu sekitar 2710 kgm -3 sehingga dapat terdispersi secara baik pada lelehan aluminium dan telah

An accurate placement of pitcher depth in soil is important to provide effective soil wetness in the root zone and reduce evaporation rate.. The right placement of pitcher

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota | Institut Teknologi Sepuluh Nopember | 13 April 2015 Page 9 bersejarah, juga merupakan ruang publik atau taman kota karena kawasannya