REGULASI EMOSI NEGATIF
ANAK INDIGO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
R. Aj. SABINA SITI NURUL PRISTISARI
NIM : 029114016
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI, JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
HALAMAN PERSEMBAHAN
KARYA INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK DIA YANG SUDAH MENCURAHKAN ROH KUDUS UNTUK MENDAMPINGIKU SAAT MULAI LELAH BERLARI DAN IKUT BEKERJA BERSAMA
hingga purna. BAPAK DAN IBU,
MAAF AKU MEMBIARKAN BAPAK DAN IBU “BERPUASA” SEKIAN LAMA UNTUK MENANTIKU MENGENAKAN TOGA, TERIMA KASIH UNTUK KESABARAN DAN KEPRIHATINAN DALAM MEMBIMBING DAN MENDAMPINGIKU, INI HADIAH ULANG
TAHUN PERKAWINAN KE-32 UNTUK BAPAK DAN IBU.
KAMAS, DIMAS, MBAK VENSA, RAHSA & RAHDYA, TERIMA KASIH UNTUK CINTA, SEMANGAT & SUPPORTNYA.
BU IS,
CINTA & RESTUMU SELALU MENYERTAI TIAP LANGKAHKU, KUTAHU BU IS MEMANTAUKU DARI SURGA.
Papi,
Saudara seperjuanganku yang kini tinggal dalam kemah abadi, hasil perjuangan ini kupersembahan sebagai keberhasilan kita.
SAHABAT, SAUDARA serta SEMUA ORANG YANG MENDUKUNG DAN MEMBANTUKU, TERUTAMA Pr & Rm BESERTA KELUArGA,
KALIAN SEMUA MOTIVASI & INSPIRASIKU
MOTTO
Jangan pernah memulai sesuatu kalau tak mampu
mengakhirinya
so berjuanglah menyelesaikan apa yang sudah kau mulai
kalau bukan untuk orang tua, keluaga atau teman
paling tidak lakukanlah untuk dirimu sendiri.
Meski terasa berat percayalah, pasti bisa dilalui
karna Dia kan slalu membimbing langkahmu.
Hal yang tersulit adalah mengalahkan diri sendiri
karna selalu ada toleransi buat diri sendiri.
Jadilah pahlawan tuk dirimu sendiri!
Berdamailah dengan dirimu dan berjuanglah dengan
IKLAS
“Dan akhirnya kuingin mereka semua tersenyum bahagia
”
REGULASI EMOSI NEGATIF ANAK INDIGO
R. Aj. Sabina Siti Nurul Pristisari
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana regulasi emosi negatif pada anak indigo. Subjek penilitian ini adalah dua orang anak indigo laki-laki, Pr dan Rm, yang direkomendasikan oleh Pro V Klinik Jakarta, berusia sembilan dan delapan tahun. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara sebagai data utama penelitian, serta data yang berasal dari orang tua sebagai pendukung. Data dianalisa secara deskriptif dengan teknik trianggulasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak indigo memiliki perasaan yang sangat peka sehingga sangat berpengaruh terhadap reaksi emosi yang muncul. Pr dan Rm secara umum belum dapat melakukan regulasi emosi negatif sepenuhnya. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa kedua subjek belum dapat melakukan regulasi salah satu dari lima emosi negatifnya sampai pada tahap memodifikasi. Kedua subjek masih dibantu ibu dalam memodifikasi ataupun mengevaluasi beberapa emosi negatifnya tersebut. Strategi regulasi emosi negatif yang sering dilakukan oleh Pr adalah mencari kenyamanan dari ibu dan memasrahkan segalanya kepada kehendak Tuhan (acceptance), sedangkan Rm lebih sering menggulakan strategi regulasi emosi mengalihkan perhatian dari objek stres (displacement) dan melakukan kegiatan fisik yang menenangkan. Dukungan dari lingkungan keluarga terutama ibu sangat mempengaruhi kedua subjek dalam meregulasi emosi negatif Pr dan Rm. Kedua subjek merasa nyaman dengan lingkungan yang dapat memahami dan menerimanya dengan cinta. Hal tersebut membantu kedua subjek untuk lebih optimal meregulasi emosi negatifnya.
NEGATIVE EMOTIONS REGULATION OF INDIGO CHILDREN
R. Aj. Sabina Siti Nurul Pristisari
ABSTRACT
The research was held in order to have knowledge about the negative emotions regulation of indigo children. As recommended by Pro V Klinik, Jakarta, the researcher focused to two indigo boys who were nine years and eight years in age, further mentioned as Pr and Rm. For this research, the researcher used qualitative approach and case study method. Main datum which was from the subject and supporting datum which were from parents and teachers were collected by interview method. Data were analyzed descriptively by triangulation techniques. Results from this study indicate that indigo children have a very sensitive feeling so great influence on emotional reactions that arise. Rm and Pr in generally cannot accomplished the entirely negative emotion regulation. This is shown by the results of research that both the subject has not been able to regulate one of the five negative emotions till the stage to modify. Both subjects were assisted by mothers in modifying or evaluating some of these negative emotions. Negative emotion regulation strategies that are often carried out by Pr is seeking comfort from her mother and surrender everything to the will of God (acceptance), while the Rm more likely to use emotion regulation strategies by divert attention from the object of stress (displacement) and doing physical activities that soothe. Support from the family, especially the mother greatly affect both the subject in regulating negative emotions Rm and Pr. Both subjects felt comfortable with the environment that can understand and accept them with love. This will help both subject to more optimally regulate their negative emotions.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat kuasa, terang Roh Kudus serta bimbingan-Nya skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun dan dibuat untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam proses penyusunannya dari awal hingga akhirnya selesai, telah melibatkan banyak pribadi yang memberikan bantuan dengan tulus, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas kesempatan yang diberikan selama ini.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., yang selama menjabat menjadi Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, telah memberikan kesempatan perpanjangan masa studi dan ijin penelitian sehingga pembuatan skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Ibu Agnes Indar Etikawati S.Psi., Psi, M.Si. selaku Dosen pembimbing skripsi. Terima kasih telah memberikan waktu, kritik-saran, motivasi serta kesempatan yang sangat berarti dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si. dan Romo Dr. A. Priyono Marwan,
5. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si., terima kasih untuk semangat dan kesempatan yang diberikan selama menjadi Kaprodi.
6. Ibu Aquilina Tanti Arini S.Psi., M.Si, Ibu Titik Kristiyani, M.Psi. dan Bapak C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih untuk bimbingan, motivasi dan arahan selama saya berproses di Fakultas Psikologi Sanata Dharma.
7. Seluruh dosen dan karyawan yang telah membimbing maupun membantu selama penulis menempa ilmu dan berproses sangat panjang di fakultas psikologi USD ini. Mas Muji, Mas Donny, Mas Gandung, Bu Nanik dan Pak Gik terima kasih atas bantuan, motivasi dan perhatiannya untuk menyelesaikan urusan kampus.
8. Dr. Erwin Kusuma dan Ibu Cahya di Pro V Clinic, terima kasih atas segala bantuan dan referensi yang diberikan untuk penyusunan skripsi ini.
9. Pr dan Rm yang sudah bersedia menjadi subjek serta kesempatan unik yang boleh dibagi. Terima kasih untuk keluarga Pr dan Rm atas penerimaan dan rasa kekeluargaan yang diberikan selama pengambilan data.
11.Keluarga Kelapa Gading dan Pangkalan Jati, terima kasih sudah bersedia menampung selama proses pengambilan data. Terima kasih buat kehangatan kekeluargaan yang bisa saya rasakan, menjadi energi dalam berjuang di Jakarta.
12.Keluarga Besar Ndanero Suryobrantan, Winotodiningrat, dan The Mondros. Terima kasih buat doa, motivasi dan sindiran yang selalu
memacu untuk mengakhiri masa panjang studi ini.
13.Bu Is dan Mas Ari “Papi” yang selalu jadi semangatku dari Rumah Bapa, seandainya bisa mempersembahkannya di dunia fana, miss u…….
14.Bona, Aan, Honey, Iunt, Putri, Mas Siuz, dan Mas Danang, thanks buat semua semangatnya dan juga pontang-pantingnya ngurus kebutuhan kampus selama aku di kota Metropolitan. Aku sangat beruntung menemukan kalian di puing-puing masa kejayaan angkatan 2002.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
HALAMAN MOTTO... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKAS... ix
BAB II. TINJAUAN TEORI……….……….………. 6
3. Strategi Regulasi Emosi……… 16
4. Faktor Regulasi Emosi….………. 19
C. Anak Indigo………..………... 20
1. Pengertian Anak Indigo……… 20
2. Karakteristik Anak Indigo……… 22
3. Tipe-Tipe Anak Indigo………. 23
4. Emosi Negatif Anak Indigo………. 23
D. Regulasi Emosi Negatif Anak Indigo………... BAB III. METODE PENELITIAN………. 29
A. Jenis Penelitian……….. 29
B. Fokus Penelitian………...………. 29
C. Subjek Penelitian………...……….... 30
D. Metode Pengambilan Data.………...……….... 30
E. Prosedur Pengumpulan Data………. 34
G. Keabsahan Data……….………... 39
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….…………. 40
A. Pelaksanaan Penelitian………... 40
B. Deskripsi Subjek……… 41
C. Hasil Penelitian……….. 54
D. Pembahasan………... 78
BAB V. PENUTUP………. 85
A. Kesimpulan……….... 85
B. Saran……….. 87
DAFTAR PUSTAKA………... 89
LAMPIRAN………. 93 39
40 40 41 54 80
87 87 89
DAFTAR TABEL
Table 3.1 Pedoman Wawancara……….
Table 3.2 Koding dalam Wawancara Latar Belakang Subjek……… 38 Table 3.3 Koding dalam Wawancara Regulasi Emosi Negatif……….. 38 Table 4.1 Ringkasan Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian………….. 40
Table 4. 2 Ringkasan Hasil Penelitian……….... 55
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Informasi mengenai anak indigo telah lama berkembang di Indonesia. Sejak kira-kira tahun 2000 (W, 2007), istilah anak indigo muncul setelah ditemukannya kasus unik tersebut pada beberapa anak di Indonesia. Harian
Kompas menulis pemberitaan yang terkait dengan keberadaan anak indigo dalam artikel Disangka Gila karena Indigo (2003). Berita tersebut menceritakan pengalaman Abel (bukan nama sebenarnya). Abel adalah seorang anak indigo yang dibawa orang tuanya ke psikiater karena hampir setiap malam merasa jiwanya lepas dari raganya dan pergi mengembara, serta sering melihat kejadian yang akan terjadi. Abel didiagnosis menderita halusinasi dan diberi obat, tetapi obat-obat itu tidak diminumnya. Dia terus mencari jawaban atas keadaannya dengan membaca buku dan mempelajari tentang trans dari seorang guru di Bali. Sampai akhirnya ia kecanduan narkoba karena dijerumuskan temannya. Teman-teman sebayanya menawari pil-pil psikotropika sebagai media untuk dapat sampai pada keadaan trans. Abel diketahui sebagai indigo setelah menjalankan pemeriksaan oleh Dr. Erwin Kusuma di Pro V Clinic.
tahun. Sekarang Viktor merasa diterima dengan baik setelah diasuh oleh keluarga pendeta asal Amerika yang tinggal di Bandung. Kasus berbeda dialami Satrio Wibowo (Ysahnaz, 2009). Dia adalah anak indigo yang memiliki kemampuan menulis novel ratusan halaman dalam bahasa Inggris tanpa pendidikan khusus dan melukis dengan sangat detil. Ia tidak suka menyerap pelajaran karena merasa tidak dipahami oleh gurunya dan baginya pelajaran tidak penting.
Anak indigo yang memiliki keunikan ternyata memiliki permasalahan dalam kehidupannya. Anak indigo memiliki ciri khas old soul. Old soul berarti mereka memiliki kepribadian yang lebih matang daripada kepribadian anak seusianya dan tampak sebagai orang yang bersikap arif (Chapman, 2005). Kekhasan tersebut ternyata juga menimbulkan permasalahan bagi anak indigo dalam relasi dengan teman sebaya. Anak indigo merasa tidak nyaman bergaul dengan teman sebayanya. Silalahi (2009) menemukan bahwa ketiga subjek indigo penelitiannya mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan sosial dengan teman sebayanya karena mereka merasa memiliki pemahaman yang berbeda.
tidak menyenangkan dan menyusahkan. Emosi ini adalah emosi yang sering dihindari dan berusaha dikendalikan, tetapi jika gagal individu akan sulit merasakan kepuasan hidup dan kebahagiaan. Emosi negatif dapat dikendalikan dengan cara meregulasinya.
Regulasi emosi merupakan suatu cara bagaimana seseorang dapat menyadari serta mengatur pikiran dan perilakunya dalam emosi yang berbeda, baik emosi positif maupun emosi negatif (Richard dan Gross, 2000). Tompson (1994) mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan untuk memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional individu untuk mencapai tujuan individu tersebut. Seseorang yang mengalami emosi negatif biasanya tidak dapat berpikir dengan jernih dan cenderung melakukan tindakan di luar kesadaran sehingga perlu adanya regulasi emosi negatif. Regulasi emosi yang baik memungkinkan seseorang untuk menikmati interaksi sosialnya dengan orang lain. Berkembangnya regulasi emosi pada masa kanak-kanak sangat penting untuk mempelajari bahasa dan kemampuan berkomunikasi sebagai dasar kehidupan selanjutnya (Giles, 2005). Anak menjadi lebih adaptif dan dapat diterima oleh lingkungannya. Regulasi emosi negatif penting dimiliki oleh anak pada akhir masa kanak-kanak, karena pada masa ini terdapat tuntutan agar anak dapat berelasi baik terhadap lingkungan dan teman sebayanya (Gunarsa, 1997 dan Santrock, 2002).
ingin melihat regulasi emosi negatif pada anak indigo. Regulasi emosi negatif tersebut menarik karena anak indigo memiliki karakteristik yang memerlukan regulasi emosi negatif dan anak indigo, sebagai anak yang berada pada akhir masa kanak-kanak, membutuhkan regulasi emosi negatif.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana regulasi emosi negatif yang dilakukan oleh anak indigo?”.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana regulasi emosi negatif yang dilakukan oleh anak indigo.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki dua manfaat yang utama, yaitu: 1. Secara teorietik
2. Secara praktis
a. Bagi anak indigo
Anak indigo dapat mengenali regulasi emosi negatif yang digunakan sehingga anak dapat lebih tepat dalam menghadapi emosi negatif yang muncul.
b. Bagi orang tua
Orang tua mengetahui regulasi emosi anak indigo. Berdasarkan pengetahuan itu, orang tua dapat meningkatkan komunikasi dengan anak indigo. Dengan demikian orang tua dapat mendampingi anak indigo dalam proses belajar meregulasi emosi negatif.
c. Bagi lembaga yang menangani anak indigo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka menyajikan sub bab emosi negatif, regulasi emosi, anak
indigo dan regulasi emosi negatif anak indigo. Keempat sub bab tersebut
memberikan deskripsi mengenai regulasi emosi, anak indigo serta emosi negatif
anak indigo.
A. Emosi Negatif
Sub bab emosi negatif menyajikan pengertian emosi dan macam emosi.
Macam emosi yang diuraikan adalah emosi positif dan emosi negatif.
1. Pengertian Emosi
Pengertian emosi menurut Ahmadi dan Umar (1992) adalah suatu
pengalaman sadar, kompleks dan meliputi unsur perasaan. Pengalaman
tersebut mengikuti keadaan fisiologis dan mental yang muncul serta
penyesuaian batiniah, kemudian diekspresikan dalam tingkah laku yang
tampak. Emosi dapat dirumuskan sebagai keadaan organisme yang
terangsang, sehingga secara sadar mengakibatkan perubahan perilaku
(Chaplin, 2004). Goleman (2007) mengartikan emosi sebagi kegiatan atau
pengolahan pikiran, perasaan, nafsu dari setiap keadaan mental yang hebat
atau meluap-luap. Goleman (2007) menganggap bahwa emosi merujuk pada
suatu perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis
Emosi merupakan situasi stimulasi yang melibatkan perubahan pada
tubuh dan wajah, aktivasi pada otak, penilaian kognitif, perasaan subjektif,
serta kecenderungan melakukan suatu tindakan, yang dibentuk seluruhnya
oleh peraturan-peraturan dalam suatu kebudayaan (Wade dan Tavris, 2007).
Emosi setiap orang mencerminkan keadaan jiwanya, yang akan tampak
secara nyata pada perubahan jasmaninya. Sebagai contoh ketika seseorang
diliputi emosi marah, wajahnya memerah, nafasnya menjadi sesak, otot-otot
tangannya menegang, dan energi tubuhnya memuncak.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu
pengalaman atau keadaan yang disadari, kompeks, mendalam, mempengaruhi
secara fisik dan mental yang menstimulus individu untuk
mengekspresikannya dalam tingkah laku yang tampak.
2. Macam Emosi
Emosi manusia dapat dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut :
a. Emosi Positif
Emosi positif memberikan dampak yang menenangkan dan
menyenangkan. Emosi positif membuat seseorang merasakan keadaan
psikologis yang positif. Bentuk emosi positif adalah tenang, santai, rileks,
gembira, lucu, haru, dan senang (Safaria dan Saputra, 2009). Emosi positif
menurut Lazarus (1991) adalah bentuk emosi yang muncul ketika tujuan
Bentuk-bentuk emosi positif adalah:
1) Bahagia (happy)
Bahagia muncul pada saat individu merasa bahwa ia telah membuat
kemajuan yang berarti dalam proses pencapaian tujuan atau pada saat
tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Emosi bahagia dapat
termanifestasi dalam kecenderungan berperilaku, berupa dorongan yang
kuat sehingga individu mudah untuk melakukan tindakan tertentu.
2) Bangga (pride)
Emosi bangga timbul ketika individu memiliki keterlibatan yang
tinggi dalam mencapai tujuan sehingga emosi bangga lebih ditujukan
pada diri sendiri. Bentuk emosi bangga termaniferstasi dalam
kecenderungan individu untuk menceritakan atau menunjukkan pada
orang lain bahwa dia telah berhasil dalam mencapai tujuan.
3) Kasih sayang (love)
Kasih sayang merupakan suatu reaksi emosi yang terlihat dari suatu
hubungan sosial. Terjalinnya hubungan sosial yang hangat didorong
oleh penghargaan yang diberikan orang lain, ketika individu berhasil
mencapai tujuannya.
4) Lega (relief)
Emosi lega akan tampak melalui interaksi individu dengan
lingkungannya. Emosi lega terlihat pada saat tujuan yang semula dinilai
tidak sesuai menjadi kebutuhan yang penting bagi individu dan terjadi
lain yang memberikan bantuan. Pada emosi lega individu cenderung
untuk tenang (relax) dengan perubahan yang dirasakan.
b. Emosi Negatif
Emosi negatif, menurut Safaria dan Saputra (2009), memberikan
dampak tidak menyenangkan dan menyusahkan. Emosi negatif adalah
emosi yang sering dihindari dan berusaha dikendalikan. Emosi negatif
yang gagal dikendalikan menyebabkan individu sulit merasakan kepuasan
hidup dan kebahagiaan. Bentuk emosi negatif adalah sedih, kecewa, putus
asa, depresi, tidak berdaya, frustasi, marah, dendam, dan sebagainya.
Lazarus (1991) mengungkapkan emosi negatif adalah bentuk emosi
yang muncul ketika pencapaian tujuan tidak tercapai. Lima bentuk emosi
negatif adalah:
1) Marah (anger)
Marah merupakan salah satu bentuk emosi yang paling kuat. Emosi
marah dapat berbentuk menyalahkan orang lain, diri sendiri, atau objek
lain. Pelampiasan menyalahkan ini tergantung kepada seseorang atau
sesuatu yang dirasakan dapat mengancam diri. Bila sumbernya internal
(individu yang merasa bertanggung jawab sendiri) maka marah akan
dilampiaskan pada diri sendiri sedangkan emosi marah pada orang lain
atau sesuatu di luar dirinya disebut sumber eksternal. Emosi marah
memiliki kecenderungan untuk menyerang pihak yang dianggap
2) Cemas (fright-anxiety)
Kecemasan muncul pada saat individu mengalami suatu
ketidakpastian dalam menilai sesuatu. Ketidakpastian tersebut dapat
menimbulkan ancaman pada individu. Cemas juga terjadi ketika
individu kurang mampu memperkirakan apa yang akan terjadi.
Dalam prosesnya, cemas dapat terlihat ketika tujuan yang telah
ditetapkan tidak tercapai individu. Ketika individu kurang berhasil,
individu akan mencemaskan penerimaan orang lain terhadap dirinya.
Ketidakpastian mengenai sesuatu yang akan terjadi, merupakan hal
yang tidak dapat dikendalikan oleh individu, dan selanjutnya individu
cenderung untuk menghindarinya.
3) Malu–merasa bersalah (guilt-shame)
Kondisi malu yang disertai rasa bersalah ini timbul dari nilai-nilai
benar-salah yang telah diinternalisasi individu dan berasal dari identitas
diri. Identits diri adalah kesesuaian antara keadaan diri yang senyatanya
dan diri yang diinginkan oleh individu tersebut. Kegagalan dalam
mencapai tujuan dapat dipandang sebagai bentuk kesalahan dan
terdapat perbedaan yang tinggi antara penilaian sebagian orang yang
mampu mencapai tujuan dan kenyataan adanya kegagalan dalam
pencapaiannya.
Ditinjau dari segi kecenderungan untuk melakukan tindakan,
bentuk dari emosi malu-merasa bersalah ini adalah kecenderungan
diketahui orang lain dan kesediaan untuk menerima hukuman akibat
kegagalan dalam mencapai tujuan.
4) Sedih (sadness)
Emosi sedih dikaitkan dengan reaksi akibat kehilangan seseorang,
kegagalan dalam menjalankan peran atau tidak dihargai oleh orang lain.
Sedih ditandai dengan rendahnya usaha untuk melakukan sesuatu dan
sikap menyerah. Individu yang mengalami emosi ini merasa bahwa
tidak ada yang dapat dilakukan lagi setelah mengalami suatu kegagalan.
Pada emosi sedih, individu cenderung untuk menarik diri (withdrawal)
dari kegiatan, namun tidak menyalahkan diri atau orang lain.
5) Iri (envy-jealously)
Emosi iri terlihat ketika individu ingin memiliki sesuatu seperti
yang dimiliki orang lain dan menginginkan kasih sayang dari orang
tertentu hanya untuk dirinya. Iri tampak ketika terjadi perbandingan
sosial atau perbandingan dengan orang lain.
Individu cenderung berupaya mendapatkan penghargaan dari orang
lain dengan pola perilaku yang tidak impulsif. Dapat pula digambarkan
bahwa individu cenderung untuk menuntut dan mengharap pengakuan
dari orang lain.
Penelitian mengenai aspek-aspek fisiologis dari emosi menunjukkan
bahwa manusia memiliki dasar-dasar emosi atau telah memiliki emosi primer
berbeda-beda mengenai apa saja yang termasuk emosi primer, umumnya
emosi primer meliputi (Wade dan Tavris, 2007):
a. rasa takut (fear)
b. marah (anger)
c. sedih (sadness)
d. senang (joy)
e. terkejut (surprise)
f. jijik (disgust)
g. sebal (contempt)
Wade dan Tavris (2007) mengatakan emosi sekunder meliputi semua
variasi dan campuran dari emosi, yang mungkin saja berbeda-beda pada tiap
budaya.
Sejumlah teorikus mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan
besar (Goleman, 2007), sebagai berikut:
a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,
terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan
barangkali yang paling hebat, tindak kekerasan dan kebencian
patologis.
b. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasiani diri,
kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi
berat.
c. Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut
d. Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur,
bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa
terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali dan batas
ujungnya, mania.
e. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa
dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
f. Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana.
g. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
h. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur
lebur.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan emosi negatif adalah suatu
pengalaman atau keadaan tidak menyenangkan yang disadari, kompeks,
mendalam, mempengaruhi secara fisik dan mental yang menstimulus individu
untuk mengekspresikannya dalam tingkah laku yang tampak. Penelitian ini
menggunakan lima emosi negatif yang sering digunakan dalam penelitian
menurut Lazarus (1991). Lima emosi negatif tersebut adalah marah, sedih,
cemas, malu-rasa bersalah dan iri.
B. Regulasi Emosi
Sub bab regulasi emosi menyajikan pengertian regulasi emosi, strategi
regulasi emosi dan faktor regulasi emosi.
1. Pengertian Regulasi Emosi
dari kemampuan untuk mengatur rangsangan (arousal) dalam rangka
beradaptasi dan meraih suatu tujuan secara efektif. Thompson (1994)
mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan untuk memonitor,
mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional individu untuk mencapai
tujuan individu tersebut. Regulasi emosi juga didefinisikan sebagai
kemampuan untuk mengontrol ekspresi emosi (Berk, 2008). McDevitt dan
Ormord (2002) mendefinisikan regulasi emosi sebagai strategi yang dilakukan
anak untuk mengelola situasi yang penuh stress.
Penelitian ini menggunakan pengertian regulasi emosi menurut
Thompson (1994) dan Berk (2008) karena peneliti ingin melihat regulasi
emosi yang dilakukan subjek terhadap reaksi emosi.
2. Indikator Regulasi Emosi
Indikator regulasi emosi menurut Thompson (1994) adalah:
a. Memonitor emosi berarti individu menyadari dan memahami
keseluruhan proses yang terjadi di dalam diri, perasaan, dan latar belakang
dari tindakannya. Memonitor emosi dapat pula diartikan bahwa individu
mampu terhubung dengan emosi-emosi dan pikiran-pikirannya, sehingga
individu mampu menamakan setiap emosi yang muncul. Aspek ini
merupakan dasar dari seluruh aspek lainnya.
b. Mengevaluasi emosi berarti individu mengelola dan menyeimbangkan
emosi-emosi yang dialaminya. Pengelolaan diutamakan pada emosi negatif
tersebut membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh emosi secara
mendalam sehingga mampu berpikir rasional.
Sebagai contoh, ketika individu mengalami perasaan kecewa dan
benci, dia kemudian menerima perasaan tersebut apa adanya, tidak
berusaha menolaknya dan berusaha menyeimbangkan emosi tersebut
secara konstruktif. Individu tersebut melihat peristiwa yang menimbulkan
kekecewaan dan kebencian dari sudut pandang yang lebih positif,
mengambil hikmah di balik masalah tersebut, dan mencoba untuk
memaafkan diri sendiri atau orang lain yang terlibat dalam masalah
tersebut. Ia mampu meredakan kekecewaan dan kebenciannya tersebut,
sehingga tidak berlarut-larut dalam kekecewaan dan kebencian.
c. Memodifikasi emosi berarti individu mengubah emosi sehingga
mampu memotivasi diri, terutama ketika individu berada dalam keadaan
putus asa, cemas dan marah. Individu menjadi lebih optimis dalam
hidupnya. Modifikasi emosi menyebabkan individu mampu bertahan
dalam masalah yang membebaninya, terus berjuang ketika menghadapi
hambatan yang besar, tidak pernah mudah putus asa serta selalu memiliki
harapan.
Regulasi emosi menjadi penting bagi individu. Individu dapat efektif
melakukan coping terhadap berbagai masalah yang mendorongnya mengalami
kecemasan dan depresi. Individu yang mampu meregulasi emosi-emosinya
secara efektif, lebih tahan terhadap kecemasan dan depresi. Terutama jika
perasaan sedih, marah, benci, kecewa, atau frustasi (Goleman, 2007 dan
Thompson, 1994).
3. Strategi Regulasi Emosi
Strategi regulasi emosi menyajikan strategi regulasi emosi secara umum
dan strategi regulasi pada anak secara khusus.
a. Strategi Regulasi Emosi
Strategi-strategi untuk meregulasi emosi menurut Garnefski, Kraaij dan
Spinhoven (2001) adalah:
1) Selfblame mengacu kepada pola pikir menyalahkan diri sendiri.
Beberapa peneliti menemukan bahwa self blame berhubungan dengan
depresi dan pengukuran kesehatan lainnya.
2) Blaming others mengacu pada pola pikir menyalahkan orang lain
atas kejadian yang menimpa dirinya.
3) Acceptance mengacu pada pola pikir menerima dan pasrah atas
kejadian yang menimpa dirinya. Acceptance merupakan strategi coping
yang memiliki hubungan positif dengan pengukuran keoptimisan dan
penerimaan diri serta memiliki hubungan yang negatif dengan
pengukuran kecemasan.
4) Refocus onplanning mengacu pada pemikiran terhadap langkah apa
yang harus diambil dalam menghadapi peristiwa negatif yang dialami.
Perlu diperhatikan, kalau dimensi ini hanya pada tahap kognitif saja.
hubungan positif dengan pengukuran keoptimisan dan penerimaan diri
serta memiliki hubungan yang negatifdengan pengukuran kecemasan.
5) Positive refocusing adalah kecenderungan individu untuk lebih
memikirkan hal-hal yang lebih menyenangkan dan menggembirakan
daripada memikirkan situasi yang sedang terjadi. Berfokus pada hal-hal
yang positif bisa dianggap membantu pada jangka pendek, namun pada
jangka panjang bisabersifat maladaptif.
6) Rumination or focus on thought adalah apabila individu cenderung
selalu memikirkan perasaan yang berhubungan dengan situasi yang
sedang terjadi. Rumination cenderung berasosiasi dengan tingkat
depresi yang tinggi.
7) Positive reappraisal adalah kecenderungan individu untuk
mengambil makna positif dari situasi yang sedang terjadi. Positive
reappraisal berasosiasi dengan optimisme dan penerimaan diri serta
berkorelasi negatif dengankecemasan.
8) Putting into perspective adalah kecenderungan individu untuk
bertindakacuh (tidak perduli) atau meremehkan suatu keadaan. Konsep
ini belum pernah dimasukan dalam pengukuran coping.
9) Catastrophizing mengacu pada pemikiran yang menekankan
ketakutan dari peristiwa yang sudah dialami. Secara umum gaya
catastrophizing tampaknya terkait dengan maladaptasi, penderitaan
b. Strategi Regulasi Emosi pada Anak
Anak melakukan beberapa strategi penyesuaian emosional untuk
membuat mereka lebih nyaman. Anak-anak mungkin melakukan
strategi-strategi yang secara umum dilakukan oleh orang dewasa seperti selfblame,
blaming others, acceptance, refocus on planning, positive refocusing,
rumination or focus on thought, positive reappraisal, putting into
perspective dan catastrophizing, meskipun secara khusus anak melakukan
strategi regulasi emosi yang khas. Strategi emosi yang biasa dilakukan
anak-anak (Berk, 2008) adalah:
1) Membatasi rangsangan yang masuk. Contoh tindakan yang
dilakukan anak adalah memejamkan mata atau menutup telinga.
2) Berbicara dengan dirinya sendiri. Anak menenangkan dirinya
dengan berbicara pada dirinya sendiri seperti contoh berikut ini, ibu
mengatakan bahwa ibu akan pulang sebentar lagi.
3) Mengubah tujuannya. Contoh tindakan yang dilakukan anak adalah
anak menginginkan sebuah mainan tetapi orang tuanya tidak bisa
memenuhi, kemudian anak mengubah permintaannya, dengan harapan
permintaan yang baru dapat terpenuhi.
Perilaku regulasi emosi yang digunakan oleh anak-anak menurut
Bridges, Denham, dan Ganiban (2004) adalah:
1) Mengalihkan perhatian dari objek yang membuatnya stress
2) Melakukan aktifitas fisik yang menenangkan (misalnya: menghisap
jempol).
3) Mencari kenyamanan dari pengasuh.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa strategi regulasi emosi
yang dilakukan anak-anak adalah membatasi rangsangan yang masuk,
berbicara dengan dirinya sendiri, mengubah tujuannya, mengalihkan
perhatian dari objek yang membuatnya stress, melakukan aktifitas fisik yang
menenangkan serta mencari kenyamanan dari pengasuh.
4. Faktor Regulasi Emosi
Regulasi emosi dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut:
a. Kecerdasan emosi
Goleman (2007) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri,
ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan
menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan
emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi
yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Menurut
Solovey dan Mayer (2004) kecerdasan emosi adalah kemampuan individu
untuk mengenali, menggunakan, mengekspresikan emosi,
mengikutsertakan emosi sehingga memudahkan ia dalam melakukan
meregulasi emosi untuk mengembangkan emosi dan menampilkan tingkah
laku yang sesuai dengan tuntutan lingkungan.
b. Orang tua
Orang tua merupakan salah satu faktor regulasi emosi. Anak belajar
melakukan strategi regulasi emosi dengan melihat orang tua mengelola
perasaan-perasaan mereka. Kepedulian dan penerimaan orang tua
berpengaruh terhadap pengungkapan emosi anak, karena orang tua
merupakan sasaran awal pengungkapan emosi pada waktu anak-anak
(Retnowati, 2003).
Penelitian ini lebih memfokuskan pada faktor orang tua yang
mempengaruhi regulasi emosi karena orang tua dilibatkan secara langsung
dalam penelitian.
C. Anak Indigo
Sub bab ini menyajikan pengertian anak indigo, karakteristik anak indigo,
tipe-tipe anak indigo serta emosi negatif pada anak indigo.
1. Pengertian Anak Indigo
Istilah indigo pertama kali dipopulerkan oleh Tape (1982), dalam bukunya
The Colour of Live. Buku tersebut memuat pengelompokan perilaku dan
pemetaan kepribadian manusia berdasar warna aura. Tape (1982) dalam
penelitiannya menemukan warna aura baru yang belum dimiliki anak-anak
sebelumnya adalah indigo. Menurut Carrol dan Tober (2000) anak indigo
biasa, serta menunjukkan sebuah pola perilaku yang pada umumnya tidak
didokumentasikan sebelumnya.
Menurut Chapman (2005) anak indigo adalah generasi baru yang
dilahirkan sekarang ini, namanya mengindikasikan warna kehidupan yang
dibawa dalam auranya dan menunjukkan cakra mata ketiga, yang
mempresentasikan kemampuan intuisi dan batiniah. Cakra menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia artinya roda. Mata ketiga karena letaknya di dahi, di
antara kedua mata. Cakra mata ketiga mengandung makna sesuatu yang
berbentuk seperti roda yang letaknya di dahi, antara kedua mata.
Nama-nama lain untuk anak indigo (Kusuma, 2005):
a. Pemimpin-pemimpin “bersorban”
b. Highly spiritual children
c. The Super-psychic children
Kusuma (2005), M.H. (2004), serta Senior (2005), mengemukakan anak
indigo merupakan anak yang memiliki fisik sama seperti anak-anak lain tetapi
batinnya tua (old soul) sehingga tidak jarang ia menampakan sifat yang
dewasa. Anak dapat dikatakan indigo melalui beberapa tahapan pemeriksaan
yaitu melalui wawancara psikiatri, evaluasi psikologi, evaluasi pedagogi,
pencitraan aura serta hipnografi (Kusuma, 2005). Alat yang digunakan dalam
pencitraan aura adalah AVS (Aura Video Station) dan aura imaging photon
2. Karakteristik Anak Indigo
Anak indigo secara fisik memang terlihat sama seperti anak-anak pada
umumnya, tetapi mereka memiliki karakteristik yang unik bila dibandingkan
dengan anak-anak seusianya. Karakteristik anak indigo (Kusuma, 2005)
adalah:
a. Cerdas (superior), karena telah melampaui “generasi biru” (nalar) maka
enggan mengikuti tradisi yang tidak rasional dan tidak spiritual.
b. Dapat melakukan sesuatu yang belum pernah diajarkan.
c. Pembicaraannya jauh melampaui anak sebayanya, sehingga tidak mau
bermain seperti mereka.
d. Dapat “membaca” perasaan, kemauan dan pikiran orang lain.
e. Dapat mengetahui keberadaan mahluk halus.
f. Dapat mengetahui yang sudah berlalu dan yang akan datang, termasuk
tentang dirinya.
g. Lebih tertarik terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan dan
alam.
Sumber lain, Chapman (2005) mengungkapkan anak indigo merupakan
anak dengan karakter yang unik, IQ-nya termasuk diatas rata-rata (antara
125-130), memiliki bakat yang tinggi, mempunyai empati dan bersikap arif melampaui
usia sebenarnya. Anak indigo sering disebut sebagai anak Attention Defisit
Disorder disingkat ADD karena mereka memiliki sifat pemberontak terhadap
cenderung tidak mau atau sulit menunggu giliran, mudah kecewa terhadap ritual,
atau hal-hal yang tidak membutuhkan pemikiran kreatif (Juanita, 2003).
3. Tipe-Tipe Anak Indigo
Anak indigo memang berbeda dari anak-anak pada umumnya.
Keunikan-keunikan yang dimiliki anak indigo membuatnya digolongkangkan menjadi
empat tipe (Carroll dan Tober, 2006) sebagai berikut:
a. Indigo humanis adalah anak indigo yang berorientasi pada manusia.
Mereka menyukai pekerjaan yang melibatkan banyak orang. Sejak kecil
mereka memiliki kemampuan bicara yang baik.
b. Indigo konseptual, anak indigo tipe ini sangat mudah memahami
konsep yang rumit dan sulit dimengerti anak-anak, bahkan orang
dewasa.
c. Indigo artis adalah anak yang memiliki kemampuan artistik luar biasa
dalam berbagai bidang seni.
d. Indigo interdimensional adalah anak yang kemiliki kepekaan terhadap
dunia lain (berkaitan dengan mahluk halus). Mereka memiliki
kebijaksanaan yang luar biasa dan pernah menjadi siapa saja di masa
lalu.
4. Emosi Negatif pada Anak Indigo
Selain digolongkan menjadi empat macam seperti yang telah dikemukakan
(2004), emosi negatif yang dirasakan oleh anak-anak indigo bersumber pada
perbedaan yang dialami anak antara ”bagian dalam” (yang diketahui anak
secara intuitif) dan “bagian luar” (yang dialami anak di dunia ini). Emosi
negatif tersebut adalah:
a. Kemarahan
Kemarahan merupakan kebutuhan untuk mempertahankan diri sendiri
melawan kekerasan pengalaman dunia ini. Seorang anak yang marah
mengeluarkan emosi yang hebat, meninju, memilih berkelahi, menolak
bergabung atau berpatisipasi dalam kegiatan, menolak bermain menurut
peraturan dan bersikap menentang.
b. Duka cita
Duka cita merupakan perasaan kehilangan yang mendalam.
c. Ketakutan
Ketakutan merupakan pengalaman berada dalam bahaya karena terlalu
kecil (terlalu sedikit).
d. Ketidakpercayaan
Ketidakpercayaan berarti tidak dapat mengandalkan realitas apapun
sebagai hal yang pasti.
e. Keputusasaan
Keputusasaan menyebabkan anak menyerah, menarik diri, tidak
mencoba, tidak mau makan, atau tidur, tidak mau mengikuti
f. Penderitaan
Penderitaan merupakan keyakinan pada kesendirian. Anak merasa
cemas, tertekan, tegang, tidak bisa memusatkan perhatian, mudah
frustasi, khawatir dan sulit tidur.
g. Rasa malu
Anak merasa jengah di hadapan seluruh jagat raya. Perilakunya adalah
menarik diri, tidak ingin berpartisipasi, menghukum diri sendiri, dan
bersembunyi.
h. Ketidakamanan
Ketidakamanan menimbulkan perilaku tidak mau lepas dari seseorang,
memperlihatkan sifat-sifat kompulsif, memiliki ketakutan-ketakutan,
berbohong, membual, melebih-lebihkan dan memhabiskan banyak
waktu di dunia hayalan.
i. Egoisme
Egoisme merupakan ketakutan anak untuk keluar berinteraksi dengan
pengalaman sekitarnya. Perilakunya adalah tidak mau berbagi barang
atau pikiran atau perasaan, pelit, tertutup, tampak menarik diri, dan
mengalami ledakan emosi.
j. Kehilangan
Kehilangan berarti tidak dapat menemukan hatinya sendiri. Perilakunya
adalah tidak mau lepas dari seseorang, lengket, perpegang, terlalu
k. Kepanikan
Anak merasa seperti tergantung di udara tanpa ada sesuatu untuk
dipegang atau bertahan.
l. Perasaan rendah diri
Perasaan rendah diri memunculkan keyakinan anak terhadap perasaan
bahwa dirinya tidak pernah sebaik Tuhan.
m. Kebencian
Kebencian memunculkan rasa seolah-olah orang tidak pantas
mendapatkan pernyatuan kembali.
n. Kejengkelan
Kejengkelan memegang kebenaran sebagai respons terhadap kurangnya
martabat yang diekspresikan untuk mahluk-mahluk Tuhan.
o. Dendam
Dendam memunculkan keinginan agar dunia sesuai dengan visi
internal.
p. Iri hati
Iri hati berarti menginginkan apa yang dimiliki oleh para malaikat.
q. Perasaan bersalah
Perasaan bersalah membuat diri bertanggung jawab atas
kekurangsempurnaan di dunia.
Jika melihat pengelompokan emosi dalam golongan-golongan besar
1991) seperti sudah dikemukakan di atas, emosi negatif pada anak indigo dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. marah: kemarahan, egoisme, dendam, kejengkelan, kebencian
b. cemas: ketakutan, ketidakpercayaan, ketidakamanan, kepanikan, rendah
diri
c. sedih: kehilangan, penderitaan, keputusasaan, duka cita
d. malu-rasa bersalah: malu, rasa bersalah
e. iri: iri hati
D. Regulasi Emosi Negatif Anak Indigo
Regulasi emosi adalah strategi untuk mengelola respon emosional individu
dengan cara memonitor, mengevaluasi dan memodifikasinya untuk mencapai
tujuan individu tersebut (Thompson, 1994). Individu akan dianggap adaptif bila
dapat meregulasi emosinya dengan baik. Anak indigo pada usia akhir masa
kanak-kanak dituntut untuk dapat mengendalikan emosinya, terutama
emosi-emosi negatifnya.
Emosi negatif adalah emosi yang tidak menyenangkan sehingga cenderung
untuk dihindari (Safaria dan Saputra, 2009). Bentuk-bentuk emosi negatif
menurut Lazarus (1991) adalah marah, sedih, cemas, malu-rasa bersalah dan iri.
Bentuk-bentuk emosi tersebut yang berusaha dikendalikan oleh anak indigo agar
dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya. Anak indigo melakukan strategi untuk
mengelola respon-respon negatif tersebut yang sering muncul dalam keadaan
McDevitt dan Ormord, 2002). Upaya yang dilakukan anak tersebut merupakan
regulasi emosi negatif.
Anak indigo memiliki karakteristik yang berbeda dari anak seusianya, seperti
misalnya cerdas (superior), dapat melakukan sesuatu yang belum diajarkan,
pembicaraannya jauh melampai anak seusianya, dapat mengetahui keberadaan
mahluk halus, dapat membaca pikiran, kemauan serta perasaan orang lain, tertarik
pada hal-hal kemanusiaan dan alam. Namun, karakteristik tersebut dapat
mengakibatkan anak indigo menjadi lebih kritis dan kurang dapat berinteraksi
dengan anak sebaya. Terhadap otoritas anak indigo cenderung untuk menolak
peraturan yang kaku, dan mudah bosan, sedangkan terhadap teman sebaya anak
indigo memiliki perbedaaan minat dan pemahaman sehingga anak indigo
cenderung enggan bergaul dengan teman sebaya (Chapman, 2005).
Dari sumber teori juga diperoleh bahwa anak indigo masih memiliki
emosi negatif yaitu kemarahan, duka cita, egoisme, kejengkelan, kebencian,
dendam, ketakutan, ketidakpercayaan, ketidakamanan, kepanikan, rendah diri,
kehilangan, penderitaan, keputusasaan, malu, rasa bersalah dan iri hati. Anak
indigo masih memiliki emosi negatif berarti emosi-emosi tersebut harus
diregulasi. Regulasi emosi negatif anak indigo adalah strategi untuk mengelola
respon emosional yang tidak menyenangkan dengan cara memonitor,
mengevaluasi dan memodifikasinya untuk mencapai suatu tujuan yang dilakukan
oleh anak indigo. Emosi negatif anak indigo yang diregulasi adalah emosi-emosi
negatif anak indigo yang dikelompokkan berdasarkan lima emosi negatif Lazarus
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian menyajikan sub bab jenis penelitian, batasan istilah,
subjek penelitian, metode pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, metode
analisis data dan keabsahan data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif (Shaughnessy, Zechmeister dan Zechmeister, 2007)
menghasilkan rangkuman verbal dari temuan-temuan penelitian tanpa rangkuman
atau analisis statistik. Data penelitian kualitatif biasanya diperoleh dari wawancara
dan observasi, dapat digunakan mendeskripsikan individu-individu,
kelompok-kelompok serta gerakan-gerakan sosial. Studi kasus menurut Audifax (2008)
adalah analisis multiperspektif, dimana peneliti tidak hanya berpegang pada
perkataan dan sudut pandang pelaku, tetapi juga kelompok yang memiliki
relevansi dengan pelaku dan interaksi di antara mereka.
Peneliti mengolah data yang sifatnya deskriptif tentang gambaran regulasi
emosi negatif anak indigo.
B.Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah regulasi emosi negatif anak indigo. Regulasi
tidak menyenangkan dengan cara memonitor, mengevaluasi dan memodifikasinya
untuk mencapai suatu tujuan yang dilakukan oleh anak indigo. Respon emosional
yang tidak menyenangkan tersebut adalah marah, sedih, cemas, malu-rasa
bersalah dan iri.
Regulasi emosi negatif anak indigo dapat dilihat dari hasil analisis data
wawancara yang diakukan oleh peneliti.
C.Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah dua orang anak laki-laki yang telah memenuhi
syarat indigo berdasarkan pemeriksaan dan rekomendasi dari Pro V Clinic Jakarta.
Subjek berusia 8 dan 9 tahun. Anak-anak yang berada pada tahap perkembangan
akhir masa kanak-kanak adalah anak berusia 6 sampai dengan 11 tahun (Santrok,
2002; Papalia, 2007). Peneliti memilih kedua subjek ini karena sesuai dengan
tujuan penelitian.
D. Metode Pengambilan Data
Data penelitian ini diambil dengan metode wawancara, observasi dan
pemberian tes grafis. Metode wawancara yang digunakan adalah semi
terstruktur. Wawancara semi terstruktur merupakan perpaduan antara
wawancara terstruktur dengan wawancara non terstruktur (Moleong, 2000).
Wawancara dilakukan langsung dengan subjek penelitian dan orang tua untuk
memperoleh keakuratan data. Observasi dilakukan untuk mengamati perilaku
wawancara. Observasi dilakukan di waktu dan tempat yang sama dengan
ketika dilakukan wawancara, selain itu observasi dilakukan di dalam kelas
Sekolah I Indigo. Peneliti akan mencatat hasil observasi yang dilakukan hari
itu juga dalam buku catatan.
Tes grafis digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini. Tes
grafis digunakan karena dapat memproyeksikan aspek-aspek yang mendasari
perilaku manusia (Tim Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang, 1992) selain itu alat yang digunakan sederhana dan mudah didapat.
Tes grafis dapat melihat tingkat energi, derajat pengontrolan diri, kemampuan
mengintergrasikan pengalaman-pengalaman serta kesiapan dalam
menghadapi masalah-masalah atau kegagalan-kegagalan. Interpretasi tes
grafis tersebut telah dikonsultasikan kepada dua orang psikolog. Tes grafis
digunakan untuk mengetahui perkembangan kepribadian subjek dalam aspek
okupasi atau pekerjaan, emosi dan relasi sosialnya.
Hal-hal yang diungkap dalam wawancara adalah sebagai berikut:
a. Latar belakang subjek:
1) identitas subjek
2) latar belakang keluarga
3) riwayat indigo
4) relasi sosial dan sebaya
b. Regulasi emosi negatif:
Peneliti membuat daftar atau pedoman pertanyaan untuk melihat
mengingatkan dan mengontrol apakah data yang ingin digali peneliti
sudah ditanyakan atau belum.
Table3.1
Panduan Wawancara Regulasi Emosi Negatif
Emosi Negatif Data Yang Digali Pertanyaan
Kesadaran anak terhadap emosi marah yang muncul.
a. Seberapa sering muncul rasa marah?
Bagaimana anak meregulasi marahnya?
Kesadaran anak terhadap emosi sedih yang muncul.
a. Seberapa sering muncul rasa sedih? c. Apa yang dirasakan anak
setelah sedih?
Sedih
Regulasi emosi yang dilakukan anak.
Emosi Negatif Data Yang Digali Pertanyaan
Kesadaran anak terhadap emosi cemas yang muncul.
a. Seberapa sering muncul rasa cemas? c. Apa yang dirasakan anak
setelah cemas?
Cemas
Regulasi emosi yang dilakukan anak.
Bagaiman anak meregulasi rasa cemasnya?
Kesadaran anak terhadap emosi malu-merasa bersalah yang muncul.
a. Seberapa sering muncul malu-merasa bersalah? b. Seberapa kuat
malu-merasa bersalah yang muncul?
Emosi Negatif Data Yang Digali Pertanyaan
Kesadaran anak terhadap emosi iri yang muncul.
a. Seberapa sering muncul rasa iri?
c. Apa yang dirasakan anak setelah iri?
Iri
Regulasi emosi yang dilakukan anak.
Bagaimana anak meregulasi rasa irinya?
Panduan wawancara di atas juga digunakan untuk memperoleh data
pendukung dari orang tua subjek penelitian.
E. Prosedur Pengumpulan Data
Pada tahap awal sebelum bertemu subjek, peneliti dua kali menghubungi
Pro V Clinic untuk melakukan wawancara dengan Dr. Erwin Kusuma,
memberikan surat ijin penelitian kepada klinik, mengutarakan maksud dan tujuan
penelitian serta meminta rekomendasi klinik untuk mendapatkan subjek
berdasarkan pemeriksaan klinik (memenuhi syarat indigo).
Selanjutnya, peneliti menghubungi orang tua subjek untuk meminta
persetujuan dan mengutarakan maksud penelitian. Peneliti melakukan pendekatan
awal kepada subjek. Prosedur pengambilan data sebagai berikut:
2. Peneliti memberikan gambaran tentang maksud dan tujuan penelitian.
3. Peneliti menanyakan kesediaan calon subjek penelitian. Peneliti juga
mengkonfirmasikan bahwa subjek berhak menentukan sendiri apakah
identitasnya akan dirahasiakan atau tidak.
4. Peneliti menetapkan waktu dan tempat wawancara berdasarkan
kesepakatan dengan subjek penelitian.
5. Peneliti meminta kesediaan subjek untuk direkam (secara audio) selama
proses wawancara dan mencatat hal-hal yang penting selama wawancara
dan observasi berlangsung.
6. Peneliti melakukan pengambilan data berupa wawancara, observasi dan
pemberian tes grafis.
7. Peneliti menyusun laporan.
Pengambilan data dilakukan di tempat tinggal subjek, tempat usaha orang
tua subjek dan Sekolah I Indigo.
F. Metode Analisis Data
Peneliti melakukan analisis thematic transkrip wawancara. Hasil analisis
berupa tema-tema khusus yang mendeskripsikan regulasi emosi negatif pada anak
indigo. Analisis data kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Organisasi Data
Pengolahan dan analisis data sesungguhnya dimulai dengan
banyak, menjadi kewajiban peneliti untuk mengorganisasikan datanya
dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Organisasi data yang
sistematis memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas data yang
baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan dan menyimpan data
analisis yang berkaitan dengan penyelesaian penelitian (Poerwandari,
2005). Data-data yang akan diorganisasikan dalam penelitian ini antara
lain:
a. Data mentah (catatan lapangan, kaset, atau catatan hasil wawancara
dan observasi serta hasil tes grafis).
b. Data yang sudah diproses (verbatim wawancara, transkrip observasi
dan interpretasi tes grafis).
c. Data yang sudah ditandai kode-kode spesifik dan kesimpulan grafis
yang sudah dikonsultasikan kepada 2 psikolog.
2. Pengkodean (koding)
Pengkodean dilakukan untuk mengorganisasikan dan memaparkan
data secara lengkap dan mendetail sehingga dapat memunculkan gambaran
tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2005). Pengkodean yang
dilakukan adalah pengkodean terbuka (open coding). Pengkodean terbuka
adalah pengkodean yang berkaitan dengan pemberian nama dan
pengelompokan fenomena melalui pemeriksaan data yang cermat.
a. Peneliti menyusun transkrip wawancara, catatan observasi, dengan
memberikan kolom kosong yang cukup besar di sebelah kanan dan
kiri transkrip. Kolom ini digunakan untuk membubuhkan kode dan
catatan-catatan tertentu di atas transkrip tersebut.
b. Peneliti memberikan penomoran secara urut pada baris transkrip
wawancara dan catatan observasi.
c. Peneliti memberi nama untuk masing-masing berkas dengan kode
tertentu yang dapat mewakili berkas tersebut. Terdapat tiga kode yang
digunakan dalam penelitian ini. Pengkodean penelitian ini
dikelompokkan menjadi tiga sebagai berikut:
1) Pengkodean transkrip wawancara subjek, yaitu: Subjek ke- ,
wawancara ke-, baris ke-, contoh: S1, W1, sb 9 (Subjek pertama,
wawancara pertama sub baris 9).
2) Pengkodean transkrip wawancara significant others (ibu subjek),
yaitu: subjek ke-, wawancara significant others ke-, baris ke-,
contoh: S1, WS, O1 sb 6 (subjek pertama, wawancara significant
others pertama, sub baris 6).
3) Pengkodean observasi, yaitu: Observasi subjek ke-, observasi ke-,
baris ke-, contoh: S1, O1, sb 14 (observasi subjek pertama,
observasi pertama, sub baris 14).
Selain pemberian kode pada masing-masing berkas verbatim
wawancara dan observasi, pengkodean juga dilakukan dalam melakukan
Table 3.2
Koding dalam Wawancara Latar Belakang Subjek
No. Kode Keterangan
1. KS Kegiatan Sehari-hari
2. HS Hubungan Sosial
8. Psi Perasaan sebagai indigo
9. PE Pengertian Emosi
Koding dalam Wawancara Regulasi Emosi Negatif
No. Kode Keterangan rumination or focus on thought
G.Keabsahan Data
Kredibilitas dan validitas penelitian ini menggunakan trianggulasi.
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Moleong (2000) membedakan empat
macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan
penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Trianggulasi yang akan
digunakan oleh penulis pada penelitian ini adalah trianggulasi dengan
sumber. Hal tersebut dapat dicapai dengan jalan:
1) Peneliti membandingkan data hasil wawancara subjek dengan hasil
wawancara orang tua.
2) Peneliti membandingkan apa yang diperoleh dari hasil wawancara
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dan pembahasan menyajikan pelaksanaan penelitian, hasil
penelitian dan pembahasan.
A. Pelaksanaan Penelitian
Data penelitian diperoleh dengan melakukan tiga metode pengambilan data,
yaitu melalui wawancara (data utama), observasi serta tes grafis (data penunjang).
Wawancara dilakukan antara tanggal 12 Januari 2010, hingga 31 Januari 2010,
dan disesuaikan berdasarkan kesepakatan waktu dengan subjek beserta orang
tuannya. Rincian pelaksanaan penelitian dijabarkan dalam tabel ringkasan waktu
dan tempat pelaksanaan penelitian berikut ini:
Tabel 4.1
Ringkasan Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
No. Subjek Waktu
Penelitian
Tempat Penelitian Kegiatan
1. -
Sabtu, 12 Desember
2009
Pro V Clinic
menghubungi pihak klinik, pembaharuan
ijin penelitian (sebelumnya 12 Maret 2008) dan kesiapan pengambilan
Sekolah I Indigo observasi subjek
Kamis,
Sekolah I Indigo observasi subjek
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Deskripsi subjek penelitian disajikan mengikuti subjek penelitian dengan
1. Subjek 1
Sub sub-bab ini menyajikan identitas subjek dan latar belakang subjek.
a. Identitas Subjek
Nama : Pr
Usia : 9 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 21 Agustus 2000
Urutan lahir : Bungsu dari empat bersaudara
Hobi : main catur, computer, basket dan taekwondo
Tipe keindigoan : humanis dan interdimensional
Nama ayah : AC
Pekerjaan ayah : wiraswasta (pendidikan)
Nama ibu : PP
Pekerjaan ibu : wiraswasta (pendidikan)
b. Latar Belakang Subjek
Latar belakang subjek menyajikan latar belakang kehidupan subjek, latar
belakang keindigoan subjek dan kesimpulan tes grafis subjek.
1) Latar Belakang Kehidupan Subjek
Subjek adalah anak yang ramah. Ia menyapa lebih dahulu orang
yang dikenalnya. Sehari-hari sepulang sekolah, ia tidak langsung pulang
ke rumah tetapi terlebih dahulu ke tempat usaha milik orang tuanya di
bakat anak di bidang olah raga (bela diri khususnya) dan seni di tempat
tersebut. Di sanalah biasanya subjek menghabiskan waktu untuk belajar,
mengerjakan tugas-tugas sekolah dan bermain. Dia juga senang sekali
membaca buku di tempat usaha sebelahnya atau mengajak penjaganya
bermain catur bersama, tetapi hal yang paling digemarinya adalah
bermain komputer, biasanya kalau sudah asik dia lupa mengerjakan tugas
sehingga harus diingatkan oleh ibunya. Menurut ibunya, subjek termasuk
pribadi yang sangat tertutup, perasaannya sangat halus. Subjek sangat
sedih bila memperoleh penglihatan tentang bencana alam, seperti ketika
akan terjadi gempa di Padang. Kesedihan itu bisa dirasakan berhari-hari
sehingga ia terlihat sangat gelisah. Subjek biasanya menceritakan apa
yang dilihat kepada ibunya. Subjek juga pernah merasa sangat marah,
hingga membuat mobil yang ditumpangi tiba-tiba mogok setelah subjek
berteriak. Subjek lupa apa yang menyebabkan ia begitu marah, tetapi
menurut ibunya subjek marah karena ayahnya tidak percaya dan
menuduhnya berbohong.
Subjek sangat senang membaca, terutama membaca tentang anatomi
tubuh manusia. Bahkan ia dapat dengan cepat memahami cara kerja
organ-organ tubuh tersebut. Kegemaran subjek akan komputer
membuatnya dapat membuka password orang lain. Kemampuan tersebut didapat dengan mencoba-coba sendiri tanpa diberi tahu pemiliknya.
password-nya berhasil dibuka. Setiap Sabtu dua minggu sekali subjek biasanya sekolah di Sekolah I Indigo.
Subjek sangat dekat dengan ibu dan kakak sulungnya, Rt, yang juga
indigo. Subjek merasa nyaman berada di dekat Rt karena subjek merasa
Rt bisa memahami subjek. Subjek sering merasa jengkel terhadap kedua
kakak yang lain, Ag dan An, karena mereka sering mengganggu subjek
dengan keisengannya.
Subjek lebih banyak bermasalah dengan guru dibandingkan teman
sebayanya di sekolah. Subjek sering tidak sekolah karena harus
mengobati orang yang sangat membutuhkannya, tetapi guru subjek tidak
mau mengerti. Subjek sering dimarahi atau disindir oleh gurunya. Hal
tersebut sering kali membuat subjek merasa jengkel, tapi ia tidak bisa
berbuat apa-apa untuk mempertahankan pendapatnya. Subjek merasa
gurunya tidak pernah mempercayai penjelasannya mengenai peristiwa
yang sesungguhnya terjadi. Hal tersebut membuat subjek memilih untuk
diam karena tidak ingin memperpanjang masalah. Subjek merasa tidak
mungkin melawan gurunya meskipun dia benar.
Subjek tidak pernah bermain dengan tetangganya, karena selain
ibunya tidak membiasakan ia untuk nangga (bermain ke tempat tetangga), biasanya ia sampai dirumah sudah malam dan langsung tidur. Subjek baru pindah beberapa bulan yang lalu sehingga belum banyak
mengenal tetangganya. Di lingkungan rumah yang lama subjek juga
Di keluarga, orang tua subjek menerapkan komunikasi dua arah
dalam mengasuh putra dan putrinya. Ibu subjek menjelaskan bahwa
memperlakukan anak indigo memang harus berbeda dari memperlakukan
anak yang tidak indigo, tetapi tidak berarti mengistimewakan anak
indigo. Pendekatan yang dilakukan orang tua subjek pada anaknya yang
indigo lebih banyak berbagi dan diskusi. Orang tua subjek cenderung
memberikan gambaran dampak positif dan negatif dari tindakan yang
akan diambil, kemudian anak yang tetap menentukan pilihan dan harus
siap menghadapi konsekuensi dari keputusannya itu. Orang tua subjek
memahami bahwa anak indigo tidak dapat didoktrin karena mereka bisa
marah, tetapi anak indigo tetap harus diberi batasan-batasan untuk
bertindak sehingga lebih terarah. Orang tua subjek memberikan doktrin
yang lebih ketat kepada anak-anaknya yang tidak indigo.
2) Latar Belakang Keindigoan Subjek
Subjek dilahirkan melalui proses normal meskipun ibunya harus
mengalami pendarahan pasca melahirkan. Subjek dilahirkan dengan proses yang tidak mudah karena ibu subjek sempat urus-urus sebanyak tiga belas kali sebelum melahirkan. Subjek lahir bungkus seperti kedua
kakaknya yang lain. Ibu subjek merasakan setengah mati kala melahirkan
subjek karena kehabisan tenaga, untunglah waktu itu subjek bisa lahir
menyelubungi itu dengan pari (padi), maka maknanya akan lebih baik. Sebelum melahirkan ibu subjek tidak mendapat firasat apapun kalau akan
melahirkan anak indigo.
Keistimewaan subjek mulai tampak ketika subjek berusia 6 bulan,
subjek mulai mencari lantai dan tidur sampai pagi. Subjek tidak mau
berbicara sampai usia 3 tahun kecuali subjek memang harus bicara.
Dokter menyatakan tidak ada hambatan bicara yang dialami subjek,
tetapi mungkin subjek bayi tirakat.
Subjek memiliki kemampuan melihat dan berteman dengan mahluk
halus. Pada awalnya keluarga menganggap normal anak-anak dapat
melihat mahluk halus. Menurut keluarganya kemampuan tersebut akan
hilang setelah usia anak 5 tahun. Ternyata kemampuan tersebut tidak
hilang, bahkan semakin lama subjek mampu menemukan cara sendiri
untuk meng-on atau off jika melihat mahluk halus, hanya dengan berdiam diri sejenak.
Subjek dapat menyembuhkan dirinya sendiri ketika sakit dengan
cara tidur di lantai. Kemampuan subjek berkembang lagi dengan dapat
meramalkan kejadian alam, menguasai ilmu pengobatan, serta telepati.
Semua itu di dapatkan begitu saja tanpa proses belajar secara khusus.
Ketika menyembuhkan orang biasanya subjek akan mendapat bisikan
dari Tuhan apakah orang tersebut bisa disembuhkan atau tidak. Biasanya
ada batasan waktu untuk mengobati orang yang sakit, tergantung dengan