• Tidak ada hasil yang ditemukan

Regulasi emosi negatif anak indigo - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Regulasi emosi negatif anak indigo - USD Repository"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

REGULASI EMOSI NEGATIF

ANAK INDIGO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

R. Aj. SABINA SITI NURUL PRISTISARI

NIM : 029114016

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI, JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

KARYA INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK DIA YANG SUDAH MENCURAHKAN ROH KUDUS UNTUK MENDAMPINGIKU SAAT MULAI LELAH BERLARI DAN IKUT BEKERJA BERSAMA

hingga purna. BAPAK DAN IBU,

MAAF AKU MEMBIARKAN BAPAK DAN IBU “BERPUASA” SEKIAN LAMA UNTUK MENANTIKU MENGENAKAN TOGA, TERIMA KASIH UNTUK KESABARAN DAN KEPRIHATINAN DALAM MEMBIMBING DAN MENDAMPINGIKU, INI HADIAH ULANG

TAHUN PERKAWINAN KE-32 UNTUK BAPAK DAN IBU.

KAMAS, DIMAS, MBAK VENSA, RAHSA & RAHDYA, TERIMA KASIH UNTUK CINTA, SEMANGAT & SUPPORTNYA.

BU IS,

CINTA & RESTUMU SELALU MENYERTAI TIAP LANGKAHKU, KUTAHU BU IS MEMANTAUKU DARI SURGA.

Papi,

Saudara seperjuanganku yang kini tinggal dalam kemah abadi, hasil perjuangan ini kupersembahan sebagai keberhasilan kita.

SAHABAT, SAUDARA serta SEMUA ORANG YANG MENDUKUNG DAN MEMBANTUKU, TERUTAMA Pr & Rm BESERTA KELUArGA,

KALIAN SEMUA MOTIVASI & INSPIRASIKU

(5)

MOTTO

Jangan pernah memulai sesuatu kalau tak mampu

mengakhirinya

so berjuanglah menyelesaikan apa yang sudah kau mulai

kalau bukan untuk orang tua, keluaga atau teman

paling tidak lakukanlah untuk dirimu sendiri.

Meski terasa berat percayalah, pasti bisa dilalui

karna Dia kan slalu membimbing langkahmu.

Hal yang tersulit adalah mengalahkan diri sendiri

karna selalu ada toleransi buat diri sendiri.

Jadilah pahlawan tuk dirimu sendiri!

Berdamailah dengan dirimu dan berjuanglah dengan

IKLAS

“Dan akhirnya kuingin mereka semua tersenyum bahagia

(6)
(7)

REGULASI EMOSI NEGATIF ANAK INDIGO

R. Aj. Sabina Siti Nurul Pristisari

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana regulasi emosi negatif pada anak indigo. Subjek penilitian ini adalah dua orang anak indigo laki-laki, Pr dan Rm, yang direkomendasikan oleh Pro V Klinik Jakarta, berusia sembilan dan delapan tahun. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara sebagai data utama penelitian, serta data yang berasal dari orang tua sebagai pendukung. Data dianalisa secara deskriptif dengan teknik trianggulasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak indigo memiliki perasaan yang sangat peka sehingga sangat berpengaruh terhadap reaksi emosi yang muncul. Pr dan Rm secara umum belum dapat melakukan regulasi emosi negatif sepenuhnya. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa kedua subjek belum dapat melakukan regulasi salah satu dari lima emosi negatifnya sampai pada tahap memodifikasi. Kedua subjek masih dibantu ibu dalam memodifikasi ataupun mengevaluasi beberapa emosi negatifnya tersebut. Strategi regulasi emosi negatif yang sering dilakukan oleh Pr adalah mencari kenyamanan dari ibu dan memasrahkan segalanya kepada kehendak Tuhan (acceptance), sedangkan Rm lebih sering menggulakan strategi regulasi emosi mengalihkan perhatian dari objek stres (displacement) dan melakukan kegiatan fisik yang menenangkan. Dukungan dari lingkungan keluarga terutama ibu sangat mempengaruhi kedua subjek dalam meregulasi emosi negatif Pr dan Rm. Kedua subjek merasa nyaman dengan lingkungan yang dapat memahami dan menerimanya dengan cinta. Hal tersebut membantu kedua subjek untuk lebih optimal meregulasi emosi negatifnya.

(8)

NEGATIVE EMOTIONS REGULATION OF INDIGO CHILDREN

R. Aj. Sabina Siti Nurul Pristisari

ABSTRACT

The research was held in order to have knowledge about the negative emotions regulation of indigo children. As recommended by Pro V Klinik, Jakarta, the researcher focused to two indigo boys who were nine years and eight years in age, further mentioned as Pr and Rm. For this research, the researcher used qualitative approach and case study method. Main datum which was from the subject and supporting datum which were from parents and teachers were collected by interview method. Data were analyzed descriptively by triangulation techniques. Results from this study indicate that indigo children have a very sensitive feeling so great influence on emotional reactions that arise. Rm and Pr in generally cannot accomplished the entirely negative emotion regulation. This is shown by the results of research that both the subject has not been able to regulate one of the five negative emotions till the stage to modify. Both subjects were assisted by mothers in modifying or evaluating some of these negative emotions. Negative emotion regulation strategies that are often carried out by Pr is seeking comfort from her mother and surrender everything to the will of God (acceptance), while the Rm more likely to use emotion regulation strategies by divert attention from the object of stress (displacement) and doing physical activities that soothe. Support from the family, especially the mother greatly affect both the subject in regulating negative emotions Rm and Pr. Both subjects felt comfortable with the environment that can understand and accept them with love. This will help both subject to more optimally regulate their negative emotions.

(9)
(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat kuasa, terang Roh Kudus serta bimbingan-Nya skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun dan dibuat untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam proses penyusunannya dari awal hingga akhirnya selesai, telah melibatkan banyak pribadi yang memberikan bantuan dengan tulus, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas kesempatan yang diberikan selama ini.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., yang selama menjabat menjadi Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, telah memberikan kesempatan perpanjangan masa studi dan ijin penelitian sehingga pembuatan skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Ibu Agnes Indar Etikawati S.Psi., Psi, M.Si. selaku Dosen pembimbing skripsi. Terima kasih telah memberikan waktu, kritik-saran, motivasi serta kesempatan yang sangat berarti dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si. dan Romo Dr. A. Priyono Marwan,

(11)

5. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si., terima kasih untuk semangat dan kesempatan yang diberikan selama menjadi Kaprodi.

6. Ibu Aquilina Tanti Arini S.Psi., M.Si, Ibu Titik Kristiyani, M.Psi. dan Bapak C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih untuk bimbingan, motivasi dan arahan selama saya berproses di Fakultas Psikologi Sanata Dharma.

7. Seluruh dosen dan karyawan yang telah membimbing maupun membantu selama penulis menempa ilmu dan berproses sangat panjang di fakultas psikologi USD ini. Mas Muji, Mas Donny, Mas Gandung, Bu Nanik dan Pak Gik terima kasih atas bantuan, motivasi dan perhatiannya untuk menyelesaikan urusan kampus.

8. Dr. Erwin Kusuma dan Ibu Cahya di Pro V Clinic, terima kasih atas segala bantuan dan referensi yang diberikan untuk penyusunan skripsi ini.

9. Pr dan Rm yang sudah bersedia menjadi subjek serta kesempatan unik yang boleh dibagi. Terima kasih untuk keluarga Pr dan Rm atas penerimaan dan rasa kekeluargaan yang diberikan selama pengambilan data.

(12)

11.Keluarga Kelapa Gading dan Pangkalan Jati, terima kasih sudah bersedia menampung selama proses pengambilan data. Terima kasih buat kehangatan kekeluargaan yang bisa saya rasakan, menjadi energi dalam berjuang di Jakarta.

12.Keluarga Besar Ndanero Suryobrantan, Winotodiningrat, dan The Mondros. Terima kasih buat doa, motivasi dan sindiran yang selalu

memacu untuk mengakhiri masa panjang studi ini.

13.Bu Is dan Mas Ari “Papi” yang selalu jadi semangatku dari Rumah Bapa, seandainya bisa mempersembahkannya di dunia fana, miss u…….

14.Bona, Aan, Honey, Iunt, Putri, Mas Siuz, dan Mas Danang, thanks buat semua semangatnya dan juga pontang-pantingnya ngurus kebutuhan kampus selama aku di kota Metropolitan. Aku sangat beruntung menemukan kalian di puing-puing masa kejayaan angkatan 2002.

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKAS... ix

(14)

BAB II. TINJAUAN TEORI……….……….………. 6

3. Strategi Regulasi Emosi……… 16

4. Faktor Regulasi Emosi….………. 19

C. Anak Indigo………..………... 20

1. Pengertian Anak Indigo……… 20

2. Karakteristik Anak Indigo……… 22

3. Tipe-Tipe Anak Indigo………. 23

4. Emosi Negatif Anak Indigo………. 23

D. Regulasi Emosi Negatif Anak Indigo………... BAB III. METODE PENELITIAN………. 29

A. Jenis Penelitian……….. 29

B. Fokus Penelitian………...………. 29

C. Subjek Penelitian………...……….... 30

D. Metode Pengambilan Data.………...……….... 30

E. Prosedur Pengumpulan Data………. 34

(15)

G. Keabsahan Data……….………... 39

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….…………. 40

A. Pelaksanaan Penelitian………... 40

B. Deskripsi Subjek……… 41

C. Hasil Penelitian……….. 54

D. Pembahasan………... 78

BAB V. PENUTUP………. 85

A. Kesimpulan……….... 85

B. Saran……….. 87

DAFTAR PUSTAKA………... 89

LAMPIRAN………. 93 39

40 40 41 54 80

87 87 89

(16)

DAFTAR TABEL

Table 3.1 Pedoman Wawancara……….

Table 3.2 Koding dalam Wawancara Latar Belakang Subjek……… 38 Table 3.3 Koding dalam Wawancara Regulasi Emosi Negatif……….. 38 Table 4.1 Ringkasan Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian………….. 40

Table 4. 2 Ringkasan Hasil Penelitian……….... 55

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Informasi mengenai anak indigo telah lama berkembang di Indonesia. Sejak kira-kira tahun 2000 (W, 2007), istilah anak indigo muncul setelah ditemukannya kasus unik tersebut pada beberapa anak di Indonesia. Harian

Kompas menulis pemberitaan yang terkait dengan keberadaan anak indigo dalam artikel Disangka Gila karena Indigo (2003). Berita tersebut menceritakan pengalaman Abel (bukan nama sebenarnya). Abel adalah seorang anak indigo yang dibawa orang tuanya ke psikiater karena hampir setiap malam merasa jiwanya lepas dari raganya dan pergi mengembara, serta sering melihat kejadian yang akan terjadi. Abel didiagnosis menderita halusinasi dan diberi obat, tetapi obat-obat itu tidak diminumnya. Dia terus mencari jawaban atas keadaannya dengan membaca buku dan mempelajari tentang trans dari seorang guru di Bali. Sampai akhirnya ia kecanduan narkoba karena dijerumuskan temannya. Teman-teman sebayanya menawari pil-pil psikotropika sebagai media untuk dapat sampai pada keadaan trans. Abel diketahui sebagai indigo setelah menjalankan pemeriksaan oleh Dr. Erwin Kusuma di Pro V Clinic.

(18)

tahun. Sekarang Viktor merasa diterima dengan baik setelah diasuh oleh keluarga pendeta asal Amerika yang tinggal di Bandung. Kasus berbeda dialami Satrio Wibowo (Ysahnaz, 2009). Dia adalah anak indigo yang memiliki kemampuan menulis novel ratusan halaman dalam bahasa Inggris tanpa pendidikan khusus dan melukis dengan sangat detil. Ia tidak suka menyerap pelajaran karena merasa tidak dipahami oleh gurunya dan baginya pelajaran tidak penting.

Anak indigo yang memiliki keunikan ternyata memiliki permasalahan dalam kehidupannya. Anak indigo memiliki ciri khas old soul. Old soul berarti mereka memiliki kepribadian yang lebih matang daripada kepribadian anak seusianya dan tampak sebagai orang yang bersikap arif (Chapman, 2005). Kekhasan tersebut ternyata juga menimbulkan permasalahan bagi anak indigo dalam relasi dengan teman sebaya. Anak indigo merasa tidak nyaman bergaul dengan teman sebayanya. Silalahi (2009) menemukan bahwa ketiga subjek indigo penelitiannya mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan sosial dengan teman sebayanya karena mereka merasa memiliki pemahaman yang berbeda.

(19)

tidak menyenangkan dan menyusahkan. Emosi ini adalah emosi yang sering dihindari dan berusaha dikendalikan, tetapi jika gagal individu akan sulit merasakan kepuasan hidup dan kebahagiaan. Emosi negatif dapat dikendalikan dengan cara meregulasinya.

Regulasi emosi merupakan suatu cara bagaimana seseorang dapat menyadari serta mengatur pikiran dan perilakunya dalam emosi yang berbeda, baik emosi positif maupun emosi negatif (Richard dan Gross, 2000). Tompson (1994) mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan untuk memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional individu untuk mencapai tujuan individu tersebut. Seseorang yang mengalami emosi negatif biasanya tidak dapat berpikir dengan jernih dan cenderung melakukan tindakan di luar kesadaran sehingga perlu adanya regulasi emosi negatif. Regulasi emosi yang baik memungkinkan seseorang untuk menikmati interaksi sosialnya dengan orang lain. Berkembangnya regulasi emosi pada masa kanak-kanak sangat penting untuk mempelajari bahasa dan kemampuan berkomunikasi sebagai dasar kehidupan selanjutnya (Giles, 2005). Anak menjadi lebih adaptif dan dapat diterima oleh lingkungannya. Regulasi emosi negatif penting dimiliki oleh anak pada akhir masa kanak-kanak, karena pada masa ini terdapat tuntutan agar anak dapat berelasi baik terhadap lingkungan dan teman sebayanya (Gunarsa, 1997 dan Santrock, 2002).

(20)

ingin melihat regulasi emosi negatif pada anak indigo. Regulasi emosi negatif tersebut menarik karena anak indigo memiliki karakteristik yang memerlukan regulasi emosi negatif dan anak indigo, sebagai anak yang berada pada akhir masa kanak-kanak, membutuhkan regulasi emosi negatif.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana regulasi emosi negatif yang dilakukan oleh anak indigo?”.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana regulasi emosi negatif yang dilakukan oleh anak indigo.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua manfaat yang utama, yaitu: 1. Secara teorietik

(21)

2. Secara praktis

a. Bagi anak indigo

Anak indigo dapat mengenali regulasi emosi negatif yang digunakan sehingga anak dapat lebih tepat dalam menghadapi emosi negatif yang muncul.

b. Bagi orang tua

Orang tua mengetahui regulasi emosi anak indigo. Berdasarkan pengetahuan itu, orang tua dapat meningkatkan komunikasi dengan anak indigo. Dengan demikian orang tua dapat mendampingi anak indigo dalam proses belajar meregulasi emosi negatif.

c. Bagi lembaga yang menangani anak indigo.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka menyajikan sub bab emosi negatif, regulasi emosi, anak

indigo dan regulasi emosi negatif anak indigo. Keempat sub bab tersebut

memberikan deskripsi mengenai regulasi emosi, anak indigo serta emosi negatif

anak indigo.

A. Emosi Negatif

Sub bab emosi negatif menyajikan pengertian emosi dan macam emosi.

Macam emosi yang diuraikan adalah emosi positif dan emosi negatif.

1. Pengertian Emosi

Pengertian emosi menurut Ahmadi dan Umar (1992) adalah suatu

pengalaman sadar, kompleks dan meliputi unsur perasaan. Pengalaman

tersebut mengikuti keadaan fisiologis dan mental yang muncul serta

penyesuaian batiniah, kemudian diekspresikan dalam tingkah laku yang

tampak. Emosi dapat dirumuskan sebagai keadaan organisme yang

terangsang, sehingga secara sadar mengakibatkan perubahan perilaku

(Chaplin, 2004). Goleman (2007) mengartikan emosi sebagi kegiatan atau

pengolahan pikiran, perasaan, nafsu dari setiap keadaan mental yang hebat

atau meluap-luap. Goleman (2007) menganggap bahwa emosi merujuk pada

suatu perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis

(23)

Emosi merupakan situasi stimulasi yang melibatkan perubahan pada

tubuh dan wajah, aktivasi pada otak, penilaian kognitif, perasaan subjektif,

serta kecenderungan melakukan suatu tindakan, yang dibentuk seluruhnya

oleh peraturan-peraturan dalam suatu kebudayaan (Wade dan Tavris, 2007).

Emosi setiap orang mencerminkan keadaan jiwanya, yang akan tampak

secara nyata pada perubahan jasmaninya. Sebagai contoh ketika seseorang

diliputi emosi marah, wajahnya memerah, nafasnya menjadi sesak, otot-otot

tangannya menegang, dan energi tubuhnya memuncak.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu

pengalaman atau keadaan yang disadari, kompeks, mendalam, mempengaruhi

secara fisik dan mental yang menstimulus individu untuk

mengekspresikannya dalam tingkah laku yang tampak.

2. Macam Emosi

Emosi manusia dapat dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut :

a. Emosi Positif

Emosi positif memberikan dampak yang menenangkan dan

menyenangkan. Emosi positif membuat seseorang merasakan keadaan

psikologis yang positif. Bentuk emosi positif adalah tenang, santai, rileks,

gembira, lucu, haru, dan senang (Safaria dan Saputra, 2009). Emosi positif

menurut Lazarus (1991) adalah bentuk emosi yang muncul ketika tujuan

(24)

Bentuk-bentuk emosi positif adalah:

1) Bahagia (happy)

Bahagia muncul pada saat individu merasa bahwa ia telah membuat

kemajuan yang berarti dalam proses pencapaian tujuan atau pada saat

tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Emosi bahagia dapat

termanifestasi dalam kecenderungan berperilaku, berupa dorongan yang

kuat sehingga individu mudah untuk melakukan tindakan tertentu.

2) Bangga (pride)

Emosi bangga timbul ketika individu memiliki keterlibatan yang

tinggi dalam mencapai tujuan sehingga emosi bangga lebih ditujukan

pada diri sendiri. Bentuk emosi bangga termaniferstasi dalam

kecenderungan individu untuk menceritakan atau menunjukkan pada

orang lain bahwa dia telah berhasil dalam mencapai tujuan.

3) Kasih sayang (love)

Kasih sayang merupakan suatu reaksi emosi yang terlihat dari suatu

hubungan sosial. Terjalinnya hubungan sosial yang hangat didorong

oleh penghargaan yang diberikan orang lain, ketika individu berhasil

mencapai tujuannya.

4) Lega (relief)

Emosi lega akan tampak melalui interaksi individu dengan

lingkungannya. Emosi lega terlihat pada saat tujuan yang semula dinilai

tidak sesuai menjadi kebutuhan yang penting bagi individu dan terjadi

(25)

lain yang memberikan bantuan. Pada emosi lega individu cenderung

untuk tenang (relax) dengan perubahan yang dirasakan.

b. Emosi Negatif

Emosi negatif, menurut Safaria dan Saputra (2009), memberikan

dampak tidak menyenangkan dan menyusahkan. Emosi negatif adalah

emosi yang sering dihindari dan berusaha dikendalikan. Emosi negatif

yang gagal dikendalikan menyebabkan individu sulit merasakan kepuasan

hidup dan kebahagiaan. Bentuk emosi negatif adalah sedih, kecewa, putus

asa, depresi, tidak berdaya, frustasi, marah, dendam, dan sebagainya.

Lazarus (1991) mengungkapkan emosi negatif adalah bentuk emosi

yang muncul ketika pencapaian tujuan tidak tercapai. Lima bentuk emosi

negatif adalah:

1) Marah (anger)

Marah merupakan salah satu bentuk emosi yang paling kuat. Emosi

marah dapat berbentuk menyalahkan orang lain, diri sendiri, atau objek

lain. Pelampiasan menyalahkan ini tergantung kepada seseorang atau

sesuatu yang dirasakan dapat mengancam diri. Bila sumbernya internal

(individu yang merasa bertanggung jawab sendiri) maka marah akan

dilampiaskan pada diri sendiri sedangkan emosi marah pada orang lain

atau sesuatu di luar dirinya disebut sumber eksternal. Emosi marah

memiliki kecenderungan untuk menyerang pihak yang dianggap

(26)

2) Cemas (fright-anxiety)

Kecemasan muncul pada saat individu mengalami suatu

ketidakpastian dalam menilai sesuatu. Ketidakpastian tersebut dapat

menimbulkan ancaman pada individu. Cemas juga terjadi ketika

individu kurang mampu memperkirakan apa yang akan terjadi.

Dalam prosesnya, cemas dapat terlihat ketika tujuan yang telah

ditetapkan tidak tercapai individu. Ketika individu kurang berhasil,

individu akan mencemaskan penerimaan orang lain terhadap dirinya.

Ketidakpastian mengenai sesuatu yang akan terjadi, merupakan hal

yang tidak dapat dikendalikan oleh individu, dan selanjutnya individu

cenderung untuk menghindarinya.

3) Malu–merasa bersalah (guilt-shame)

Kondisi malu yang disertai rasa bersalah ini timbul dari nilai-nilai

benar-salah yang telah diinternalisasi individu dan berasal dari identitas

diri. Identits diri adalah kesesuaian antara keadaan diri yang senyatanya

dan diri yang diinginkan oleh individu tersebut. Kegagalan dalam

mencapai tujuan dapat dipandang sebagai bentuk kesalahan dan

terdapat perbedaan yang tinggi antara penilaian sebagian orang yang

mampu mencapai tujuan dan kenyataan adanya kegagalan dalam

pencapaiannya.

Ditinjau dari segi kecenderungan untuk melakukan tindakan,

bentuk dari emosi malu-merasa bersalah ini adalah kecenderungan

(27)

diketahui orang lain dan kesediaan untuk menerima hukuman akibat

kegagalan dalam mencapai tujuan.

4) Sedih (sadness)

Emosi sedih dikaitkan dengan reaksi akibat kehilangan seseorang,

kegagalan dalam menjalankan peran atau tidak dihargai oleh orang lain.

Sedih ditandai dengan rendahnya usaha untuk melakukan sesuatu dan

sikap menyerah. Individu yang mengalami emosi ini merasa bahwa

tidak ada yang dapat dilakukan lagi setelah mengalami suatu kegagalan.

Pada emosi sedih, individu cenderung untuk menarik diri (withdrawal)

dari kegiatan, namun tidak menyalahkan diri atau orang lain.

5) Iri (envy-jealously)

Emosi iri terlihat ketika individu ingin memiliki sesuatu seperti

yang dimiliki orang lain dan menginginkan kasih sayang dari orang

tertentu hanya untuk dirinya. Iri tampak ketika terjadi perbandingan

sosial atau perbandingan dengan orang lain.

Individu cenderung berupaya mendapatkan penghargaan dari orang

lain dengan pola perilaku yang tidak impulsif. Dapat pula digambarkan

bahwa individu cenderung untuk menuntut dan mengharap pengakuan

dari orang lain.

Penelitian mengenai aspek-aspek fisiologis dari emosi menunjukkan

bahwa manusia memiliki dasar-dasar emosi atau telah memiliki emosi primer

(28)

berbeda-beda mengenai apa saja yang termasuk emosi primer, umumnya

emosi primer meliputi (Wade dan Tavris, 2007):

a. rasa takut (fear)

b. marah (anger)

c. sedih (sadness)

d. senang (joy)

e. terkejut (surprise)

f. jijik (disgust)

g. sebal (contempt)

Wade dan Tavris (2007) mengatakan emosi sekunder meliputi semua

variasi dan campuran dari emosi, yang mungkin saja berbeda-beda pada tiap

budaya.

Sejumlah teorikus mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan

besar (Goleman, 2007), sebagai berikut:

a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,

terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan

barangkali yang paling hebat, tindak kekerasan dan kebencian

patologis.

b. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasiani diri,

kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi

berat.

c. Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut

(29)

d. Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur,

bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa

terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali dan batas

ujungnya, mania.

e. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa

dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.

f. Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana.

g. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.

h. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur

lebur.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan emosi negatif adalah suatu

pengalaman atau keadaan tidak menyenangkan yang disadari, kompeks,

mendalam, mempengaruhi secara fisik dan mental yang menstimulus individu

untuk mengekspresikannya dalam tingkah laku yang tampak. Penelitian ini

menggunakan lima emosi negatif yang sering digunakan dalam penelitian

menurut Lazarus (1991). Lima emosi negatif tersebut adalah marah, sedih,

cemas, malu-rasa bersalah dan iri.

B. Regulasi Emosi

Sub bab regulasi emosi menyajikan pengertian regulasi emosi, strategi

regulasi emosi dan faktor regulasi emosi.

1. Pengertian Regulasi Emosi

(30)

dari kemampuan untuk mengatur rangsangan (arousal) dalam rangka

beradaptasi dan meraih suatu tujuan secara efektif. Thompson (1994)

mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan untuk memonitor,

mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional individu untuk mencapai

tujuan individu tersebut. Regulasi emosi juga didefinisikan sebagai

kemampuan untuk mengontrol ekspresi emosi (Berk, 2008). McDevitt dan

Ormord (2002) mendefinisikan regulasi emosi sebagai strategi yang dilakukan

anak untuk mengelola situasi yang penuh stress.

Penelitian ini menggunakan pengertian regulasi emosi menurut

Thompson (1994) dan Berk (2008) karena peneliti ingin melihat regulasi

emosi yang dilakukan subjek terhadap reaksi emosi.

2. Indikator Regulasi Emosi

Indikator regulasi emosi menurut Thompson (1994) adalah:

a. Memonitor emosi berarti individu menyadari dan memahami

keseluruhan proses yang terjadi di dalam diri, perasaan, dan latar belakang

dari tindakannya. Memonitor emosi dapat pula diartikan bahwa individu

mampu terhubung dengan emosi-emosi dan pikiran-pikirannya, sehingga

individu mampu menamakan setiap emosi yang muncul. Aspek ini

merupakan dasar dari seluruh aspek lainnya.

b. Mengevaluasi emosi berarti individu mengelola dan menyeimbangkan

emosi-emosi yang dialaminya. Pengelolaan diutamakan pada emosi negatif

(31)

tersebut membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh emosi secara

mendalam sehingga mampu berpikir rasional.

Sebagai contoh, ketika individu mengalami perasaan kecewa dan

benci, dia kemudian menerima perasaan tersebut apa adanya, tidak

berusaha menolaknya dan berusaha menyeimbangkan emosi tersebut

secara konstruktif. Individu tersebut melihat peristiwa yang menimbulkan

kekecewaan dan kebencian dari sudut pandang yang lebih positif,

mengambil hikmah di balik masalah tersebut, dan mencoba untuk

memaafkan diri sendiri atau orang lain yang terlibat dalam masalah

tersebut. Ia mampu meredakan kekecewaan dan kebenciannya tersebut,

sehingga tidak berlarut-larut dalam kekecewaan dan kebencian.

c. Memodifikasi emosi berarti individu mengubah emosi sehingga

mampu memotivasi diri, terutama ketika individu berada dalam keadaan

putus asa, cemas dan marah. Individu menjadi lebih optimis dalam

hidupnya. Modifikasi emosi menyebabkan individu mampu bertahan

dalam masalah yang membebaninya, terus berjuang ketika menghadapi

hambatan yang besar, tidak pernah mudah putus asa serta selalu memiliki

harapan.

Regulasi emosi menjadi penting bagi individu. Individu dapat efektif

melakukan coping terhadap berbagai masalah yang mendorongnya mengalami

kecemasan dan depresi. Individu yang mampu meregulasi emosi-emosinya

secara efektif, lebih tahan terhadap kecemasan dan depresi. Terutama jika

(32)

perasaan sedih, marah, benci, kecewa, atau frustasi (Goleman, 2007 dan

Thompson, 1994).

3. Strategi Regulasi Emosi

Strategi regulasi emosi menyajikan strategi regulasi emosi secara umum

dan strategi regulasi pada anak secara khusus.

a. Strategi Regulasi Emosi

Strategi-strategi untuk meregulasi emosi menurut Garnefski, Kraaij dan

Spinhoven (2001) adalah:

1) Selfblame mengacu kepada pola pikir menyalahkan diri sendiri.

Beberapa peneliti menemukan bahwa self blame berhubungan dengan

depresi dan pengukuran kesehatan lainnya.

2) Blaming others mengacu pada pola pikir menyalahkan orang lain

atas kejadian yang menimpa dirinya.

3) Acceptance mengacu pada pola pikir menerima dan pasrah atas

kejadian yang menimpa dirinya. Acceptance merupakan strategi coping

yang memiliki hubungan positif dengan pengukuran keoptimisan dan

penerimaan diri serta memiliki hubungan yang negatif dengan

pengukuran kecemasan.

4) Refocus onplanning mengacu pada pemikiran terhadap langkah apa

yang harus diambil dalam menghadapi peristiwa negatif yang dialami.

Perlu diperhatikan, kalau dimensi ini hanya pada tahap kognitif saja.

(33)

hubungan positif dengan pengukuran keoptimisan dan penerimaan diri

serta memiliki hubungan yang negatifdengan pengukuran kecemasan.

5) Positive refocusing adalah kecenderungan individu untuk lebih

memikirkan hal-hal yang lebih menyenangkan dan menggembirakan

daripada memikirkan situasi yang sedang terjadi. Berfokus pada hal-hal

yang positif bisa dianggap membantu pada jangka pendek, namun pada

jangka panjang bisabersifat maladaptif.

6) Rumination or focus on thought adalah apabila individu cenderung

selalu memikirkan perasaan yang berhubungan dengan situasi yang

sedang terjadi. Rumination cenderung berasosiasi dengan tingkat

depresi yang tinggi.

7) Positive reappraisal adalah kecenderungan individu untuk

mengambil makna positif dari situasi yang sedang terjadi. Positive

reappraisal berasosiasi dengan optimisme dan penerimaan diri serta

berkorelasi negatif dengankecemasan.

8) Putting into perspective adalah kecenderungan individu untuk

bertindakacuh (tidak perduli) atau meremehkan suatu keadaan. Konsep

ini belum pernah dimasukan dalam pengukuran coping.


9) Catastrophizing mengacu pada pemikiran yang menekankan

ketakutan dari peristiwa yang sudah dialami. Secara umum gaya

catastrophizing tampaknya terkait dengan maladaptasi, penderitaan

(34)

b. Strategi Regulasi Emosi pada Anak

Anak melakukan beberapa strategi penyesuaian emosional untuk

membuat mereka lebih nyaman. Anak-anak mungkin melakukan

strategi-strategi yang secara umum dilakukan oleh orang dewasa seperti selfblame,

blaming others, acceptance, refocus on planning, positive refocusing,

rumination or focus on thought, positive reappraisal, putting into

perspective dan catastrophizing, meskipun secara khusus anak melakukan

strategi regulasi emosi yang khas. Strategi emosi yang biasa dilakukan

anak-anak (Berk, 2008) adalah:

1) Membatasi rangsangan yang masuk. Contoh tindakan yang

dilakukan anak adalah memejamkan mata atau menutup telinga.

2) Berbicara dengan dirinya sendiri. Anak menenangkan dirinya

dengan berbicara pada dirinya sendiri seperti contoh berikut ini, ibu

mengatakan bahwa ibu akan pulang sebentar lagi.

3) Mengubah tujuannya. Contoh tindakan yang dilakukan anak adalah

anak menginginkan sebuah mainan tetapi orang tuanya tidak bisa

memenuhi, kemudian anak mengubah permintaannya, dengan harapan

permintaan yang baru dapat terpenuhi.

Perilaku regulasi emosi yang digunakan oleh anak-anak menurut

Bridges, Denham, dan Ganiban (2004) adalah:

1) Mengalihkan perhatian dari objek yang membuatnya stress

(35)

2) Melakukan aktifitas fisik yang menenangkan (misalnya: menghisap

jempol).

3) Mencari kenyamanan dari pengasuh.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa strategi regulasi emosi

yang dilakukan anak-anak adalah membatasi rangsangan yang masuk,

berbicara dengan dirinya sendiri, mengubah tujuannya, mengalihkan

perhatian dari objek yang membuatnya stress, melakukan aktifitas fisik yang

menenangkan serta mencari kenyamanan dari pengasuh.

4. Faktor Regulasi Emosi

Regulasi emosi dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut:

a. Kecerdasan emosi

Goleman (2007) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah

kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri,

ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan

menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan

emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi

yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Menurut

Solovey dan Mayer (2004) kecerdasan emosi adalah kemampuan individu

untuk mengenali, menggunakan, mengekspresikan emosi,

mengikutsertakan emosi sehingga memudahkan ia dalam melakukan

(36)

meregulasi emosi untuk mengembangkan emosi dan menampilkan tingkah

laku yang sesuai dengan tuntutan lingkungan.

b. Orang tua

Orang tua merupakan salah satu faktor regulasi emosi. Anak belajar

melakukan strategi regulasi emosi dengan melihat orang tua mengelola

perasaan-perasaan mereka. Kepedulian dan penerimaan orang tua

berpengaruh terhadap pengungkapan emosi anak, karena orang tua

merupakan sasaran awal pengungkapan emosi pada waktu anak-anak

(Retnowati, 2003).

Penelitian ini lebih memfokuskan pada faktor orang tua yang

mempengaruhi regulasi emosi karena orang tua dilibatkan secara langsung

dalam penelitian.

C. Anak Indigo

Sub bab ini menyajikan pengertian anak indigo, karakteristik anak indigo,

tipe-tipe anak indigo serta emosi negatif pada anak indigo.

1. Pengertian Anak Indigo

Istilah indigo pertama kali dipopulerkan oleh Tape (1982), dalam bukunya

The Colour of Live. Buku tersebut memuat pengelompokan perilaku dan

pemetaan kepribadian manusia berdasar warna aura. Tape (1982) dalam

penelitiannya menemukan warna aura baru yang belum dimiliki anak-anak

sebelumnya adalah indigo. Menurut Carrol dan Tober (2000) anak indigo

(37)

biasa, serta menunjukkan sebuah pola perilaku yang pada umumnya tidak

didokumentasikan sebelumnya.

Menurut Chapman (2005) anak indigo adalah generasi baru yang

dilahirkan sekarang ini, namanya mengindikasikan warna kehidupan yang

dibawa dalam auranya dan menunjukkan cakra mata ketiga, yang

mempresentasikan kemampuan intuisi dan batiniah. Cakra menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia artinya roda. Mata ketiga karena letaknya di dahi, di

antara kedua mata. Cakra mata ketiga mengandung makna sesuatu yang

berbentuk seperti roda yang letaknya di dahi, antara kedua mata.

Nama-nama lain untuk anak indigo (Kusuma, 2005):

a. Pemimpin-pemimpin “bersorban”

b. Highly spiritual children

c. The Super-psychic children

Kusuma (2005), M.H. (2004), serta Senior (2005), mengemukakan anak

indigo merupakan anak yang memiliki fisik sama seperti anak-anak lain tetapi

batinnya tua (old soul) sehingga tidak jarang ia menampakan sifat yang

dewasa. Anak dapat dikatakan indigo melalui beberapa tahapan pemeriksaan

yaitu melalui wawancara psikiatri, evaluasi psikologi, evaluasi pedagogi,

pencitraan aura serta hipnografi (Kusuma, 2005). Alat yang digunakan dalam

pencitraan aura adalah AVS (Aura Video Station) dan aura imaging photon

(38)

2. Karakteristik Anak Indigo

Anak indigo secara fisik memang terlihat sama seperti anak-anak pada

umumnya, tetapi mereka memiliki karakteristik yang unik bila dibandingkan

dengan anak-anak seusianya. Karakteristik anak indigo (Kusuma, 2005)

adalah:

a. Cerdas (superior), karena telah melampaui “generasi biru” (nalar) maka

enggan mengikuti tradisi yang tidak rasional dan tidak spiritual.

b. Dapat melakukan sesuatu yang belum pernah diajarkan.

c. Pembicaraannya jauh melampaui anak sebayanya, sehingga tidak mau

bermain seperti mereka.

d. Dapat “membaca” perasaan, kemauan dan pikiran orang lain.

e. Dapat mengetahui keberadaan mahluk halus.

f. Dapat mengetahui yang sudah berlalu dan yang akan datang, termasuk

tentang dirinya.

g. Lebih tertarik terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan dan

alam.

Sumber lain, Chapman (2005) mengungkapkan anak indigo merupakan

anak dengan karakter yang unik, IQ-nya termasuk diatas rata-rata (antara

125-130), memiliki bakat yang tinggi, mempunyai empati dan bersikap arif melampaui

usia sebenarnya. Anak indigo sering disebut sebagai anak Attention Defisit

Disorder disingkat ADD karena mereka memiliki sifat pemberontak terhadap

(39)

cenderung tidak mau atau sulit menunggu giliran, mudah kecewa terhadap ritual,

atau hal-hal yang tidak membutuhkan pemikiran kreatif (Juanita, 2003).

3. Tipe-Tipe Anak Indigo

Anak indigo memang berbeda dari anak-anak pada umumnya.

Keunikan-keunikan yang dimiliki anak indigo membuatnya digolongkangkan menjadi

empat tipe (Carroll dan Tober, 2006) sebagai berikut:

a. Indigo humanis adalah anak indigo yang berorientasi pada manusia.

Mereka menyukai pekerjaan yang melibatkan banyak orang. Sejak kecil

mereka memiliki kemampuan bicara yang baik.

b. Indigo konseptual, anak indigo tipe ini sangat mudah memahami

konsep yang rumit dan sulit dimengerti anak-anak, bahkan orang

dewasa.

c. Indigo artis adalah anak yang memiliki kemampuan artistik luar biasa

dalam berbagai bidang seni.

d. Indigo interdimensional adalah anak yang kemiliki kepekaan terhadap

dunia lain (berkaitan dengan mahluk halus). Mereka memiliki

kebijaksanaan yang luar biasa dan pernah menjadi siapa saja di masa

lalu.

4. Emosi Negatif pada Anak Indigo

Selain digolongkan menjadi empat macam seperti yang telah dikemukakan

(40)

(2004), emosi negatif yang dirasakan oleh anak-anak indigo bersumber pada

perbedaan yang dialami anak antara ”bagian dalam” (yang diketahui anak

secara intuitif) dan “bagian luar” (yang dialami anak di dunia ini). Emosi

negatif tersebut adalah:

a. Kemarahan

Kemarahan merupakan kebutuhan untuk mempertahankan diri sendiri

melawan kekerasan pengalaman dunia ini. Seorang anak yang marah

mengeluarkan emosi yang hebat, meninju, memilih berkelahi, menolak

bergabung atau berpatisipasi dalam kegiatan, menolak bermain menurut

peraturan dan bersikap menentang.

b. Duka cita

Duka cita merupakan perasaan kehilangan yang mendalam.

c. Ketakutan

Ketakutan merupakan pengalaman berada dalam bahaya karena terlalu

kecil (terlalu sedikit).

d. Ketidakpercayaan

Ketidakpercayaan berarti tidak dapat mengandalkan realitas apapun

sebagai hal yang pasti.

e. Keputusasaan

Keputusasaan menyebabkan anak menyerah, menarik diri, tidak

mencoba, tidak mau makan, atau tidur, tidak mau mengikuti

(41)

f. Penderitaan

Penderitaan merupakan keyakinan pada kesendirian. Anak merasa

cemas, tertekan, tegang, tidak bisa memusatkan perhatian, mudah

frustasi, khawatir dan sulit tidur.

g. Rasa malu

Anak merasa jengah di hadapan seluruh jagat raya. Perilakunya adalah

menarik diri, tidak ingin berpartisipasi, menghukum diri sendiri, dan

bersembunyi.

h. Ketidakamanan

Ketidakamanan menimbulkan perilaku tidak mau lepas dari seseorang,

memperlihatkan sifat-sifat kompulsif, memiliki ketakutan-ketakutan,

berbohong, membual, melebih-lebihkan dan memhabiskan banyak

waktu di dunia hayalan.

i. Egoisme

Egoisme merupakan ketakutan anak untuk keluar berinteraksi dengan

pengalaman sekitarnya. Perilakunya adalah tidak mau berbagi barang

atau pikiran atau perasaan, pelit, tertutup, tampak menarik diri, dan

mengalami ledakan emosi.

j. Kehilangan

Kehilangan berarti tidak dapat menemukan hatinya sendiri. Perilakunya

adalah tidak mau lepas dari seseorang, lengket, perpegang, terlalu

(42)

k. Kepanikan

Anak merasa seperti tergantung di udara tanpa ada sesuatu untuk

dipegang atau bertahan.

l. Perasaan rendah diri

Perasaan rendah diri memunculkan keyakinan anak terhadap perasaan

bahwa dirinya tidak pernah sebaik Tuhan.

m. Kebencian

Kebencian memunculkan rasa seolah-olah orang tidak pantas

mendapatkan pernyatuan kembali.

n. Kejengkelan

Kejengkelan memegang kebenaran sebagai respons terhadap kurangnya

martabat yang diekspresikan untuk mahluk-mahluk Tuhan.

o. Dendam

Dendam memunculkan keinginan agar dunia sesuai dengan visi

internal.

p. Iri hati

Iri hati berarti menginginkan apa yang dimiliki oleh para malaikat.

q. Perasaan bersalah

Perasaan bersalah membuat diri bertanggung jawab atas

kekurangsempurnaan di dunia.

Jika melihat pengelompokan emosi dalam golongan-golongan besar

(43)

1991) seperti sudah dikemukakan di atas, emosi negatif pada anak indigo dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

a. marah: kemarahan, egoisme, dendam, kejengkelan, kebencian

b. cemas: ketakutan, ketidakpercayaan, ketidakamanan, kepanikan, rendah

diri

c. sedih: kehilangan, penderitaan, keputusasaan, duka cita

d. malu-rasa bersalah: malu, rasa bersalah

e. iri: iri hati

D. Regulasi Emosi Negatif Anak Indigo

Regulasi emosi adalah strategi untuk mengelola respon emosional individu

dengan cara memonitor, mengevaluasi dan memodifikasinya untuk mencapai

tujuan individu tersebut (Thompson, 1994). Individu akan dianggap adaptif bila

dapat meregulasi emosinya dengan baik. Anak indigo pada usia akhir masa

kanak-kanak dituntut untuk dapat mengendalikan emosinya, terutama

emosi-emosi negatifnya.

Emosi negatif adalah emosi yang tidak menyenangkan sehingga cenderung

untuk dihindari (Safaria dan Saputra, 2009). Bentuk-bentuk emosi negatif

menurut Lazarus (1991) adalah marah, sedih, cemas, malu-rasa bersalah dan iri.

Bentuk-bentuk emosi tersebut yang berusaha dikendalikan oleh anak indigo agar

dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya. Anak indigo melakukan strategi untuk

mengelola respon-respon negatif tersebut yang sering muncul dalam keadaan

(44)

McDevitt dan Ormord, 2002). Upaya yang dilakukan anak tersebut merupakan

regulasi emosi negatif.

Anak indigo memiliki karakteristik yang berbeda dari anak seusianya, seperti

misalnya cerdas (superior), dapat melakukan sesuatu yang belum diajarkan,

pembicaraannya jauh melampai anak seusianya, dapat mengetahui keberadaan

mahluk halus, dapat membaca pikiran, kemauan serta perasaan orang lain, tertarik

pada hal-hal kemanusiaan dan alam. Namun, karakteristik tersebut dapat

mengakibatkan anak indigo menjadi lebih kritis dan kurang dapat berinteraksi

dengan anak sebaya. Terhadap otoritas anak indigo cenderung untuk menolak

peraturan yang kaku, dan mudah bosan, sedangkan terhadap teman sebaya anak

indigo memiliki perbedaaan minat dan pemahaman sehingga anak indigo

cenderung enggan bergaul dengan teman sebaya (Chapman, 2005).

Dari sumber teori juga diperoleh bahwa anak indigo masih memiliki

emosi negatif yaitu kemarahan, duka cita, egoisme, kejengkelan, kebencian,

dendam, ketakutan, ketidakpercayaan, ketidakamanan, kepanikan, rendah diri,

kehilangan, penderitaan, keputusasaan, malu, rasa bersalah dan iri hati. Anak

indigo masih memiliki emosi negatif berarti emosi-emosi tersebut harus

diregulasi. Regulasi emosi negatif anak indigo adalah strategi untuk mengelola

respon emosional yang tidak menyenangkan dengan cara memonitor,

mengevaluasi dan memodifikasinya untuk mencapai suatu tujuan yang dilakukan

oleh anak indigo. Emosi negatif anak indigo yang diregulasi adalah emosi-emosi

negatif anak indigo yang dikelompokkan berdasarkan lima emosi negatif Lazarus

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian menyajikan sub bab jenis penelitian, batasan istilah,

subjek penelitian, metode pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, metode

analisis data dan keabsahan data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan

kualitatif. Penelitian kualitatif (Shaughnessy, Zechmeister dan Zechmeister, 2007)

menghasilkan rangkuman verbal dari temuan-temuan penelitian tanpa rangkuman

atau analisis statistik. Data penelitian kualitatif biasanya diperoleh dari wawancara

dan observasi, dapat digunakan mendeskripsikan individu-individu,

kelompok-kelompok serta gerakan-gerakan sosial. Studi kasus menurut Audifax (2008)

adalah analisis multiperspektif, dimana peneliti tidak hanya berpegang pada

perkataan dan sudut pandang pelaku, tetapi juga kelompok yang memiliki

relevansi dengan pelaku dan interaksi di antara mereka.

Peneliti mengolah data yang sifatnya deskriptif tentang gambaran regulasi

emosi negatif anak indigo.

B.Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah regulasi emosi negatif anak indigo. Regulasi

(46)

tidak menyenangkan dengan cara memonitor, mengevaluasi dan memodifikasinya

untuk mencapai suatu tujuan yang dilakukan oleh anak indigo. Respon emosional

yang tidak menyenangkan tersebut adalah marah, sedih, cemas, malu-rasa

bersalah dan iri.

Regulasi emosi negatif anak indigo dapat dilihat dari hasil analisis data

wawancara yang diakukan oleh peneliti.

C.Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah dua orang anak laki-laki yang telah memenuhi

syarat indigo berdasarkan pemeriksaan dan rekomendasi dari Pro V Clinic Jakarta.

Subjek berusia 8 dan 9 tahun. Anak-anak yang berada pada tahap perkembangan

akhir masa kanak-kanak adalah anak berusia 6 sampai dengan 11 tahun (Santrok,

2002; Papalia, 2007). Peneliti memilih kedua subjek ini karena sesuai dengan

tujuan penelitian.

D. Metode Pengambilan Data

Data penelitian ini diambil dengan metode wawancara, observasi dan

pemberian tes grafis. Metode wawancara yang digunakan adalah semi

terstruktur. Wawancara semi terstruktur merupakan perpaduan antara

wawancara terstruktur dengan wawancara non terstruktur (Moleong, 2000).

Wawancara dilakukan langsung dengan subjek penelitian dan orang tua untuk

memperoleh keakuratan data. Observasi dilakukan untuk mengamati perilaku

(47)

wawancara. Observasi dilakukan di waktu dan tempat yang sama dengan

ketika dilakukan wawancara, selain itu observasi dilakukan di dalam kelas

Sekolah I Indigo. Peneliti akan mencatat hasil observasi yang dilakukan hari

itu juga dalam buku catatan.

Tes grafis digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini. Tes

grafis digunakan karena dapat memproyeksikan aspek-aspek yang mendasari

perilaku manusia (Tim Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah

Malang, 1992) selain itu alat yang digunakan sederhana dan mudah didapat.

Tes grafis dapat melihat tingkat energi, derajat pengontrolan diri, kemampuan

mengintergrasikan pengalaman-pengalaman serta kesiapan dalam

menghadapi masalah-masalah atau kegagalan-kegagalan. Interpretasi tes

grafis tersebut telah dikonsultasikan kepada dua orang psikolog. Tes grafis

digunakan untuk mengetahui perkembangan kepribadian subjek dalam aspek

okupasi atau pekerjaan, emosi dan relasi sosialnya.

Hal-hal yang diungkap dalam wawancara adalah sebagai berikut:

a. Latar belakang subjek:

1) identitas subjek

2) latar belakang keluarga

3) riwayat indigo

4) relasi sosial dan sebaya

b. Regulasi emosi negatif:

Peneliti membuat daftar atau pedoman pertanyaan untuk melihat

(48)

mengingatkan dan mengontrol apakah data yang ingin digali peneliti

sudah ditanyakan atau belum.

Table3.1

Panduan Wawancara Regulasi Emosi Negatif

Emosi Negatif Data Yang Digali Pertanyaan

Kesadaran anak terhadap emosi marah yang muncul.

a. Seberapa sering muncul rasa marah?

Bagaimana anak meregulasi marahnya?

Kesadaran anak terhadap emosi sedih yang muncul.

a. Seberapa sering muncul rasa sedih? c. Apa yang dirasakan anak

setelah sedih?

Sedih


Regulasi emosi yang dilakukan anak.

(49)

Emosi Negatif Data Yang Digali Pertanyaan

Kesadaran anak terhadap emosi cemas yang muncul.

a. Seberapa sering muncul rasa cemas? c. Apa yang dirasakan anak

setelah cemas?

Cemas

Regulasi emosi yang dilakukan anak.

Bagaiman anak meregulasi rasa cemasnya?

Kesadaran anak terhadap emosi malu-merasa bersalah yang muncul.

a. Seberapa sering muncul malu-merasa bersalah? b. Seberapa kuat

malu-merasa bersalah yang muncul?

(50)

Emosi Negatif Data Yang Digali Pertanyaan

Kesadaran anak terhadap emosi iri yang muncul.

a. Seberapa sering muncul rasa iri?

c. Apa yang dirasakan anak setelah iri?

Iri

Regulasi emosi yang dilakukan anak.

Bagaimana anak meregulasi rasa irinya?

Panduan wawancara di atas juga digunakan untuk memperoleh data

pendukung dari orang tua subjek penelitian.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Pada tahap awal sebelum bertemu subjek, peneliti dua kali menghubungi

Pro V Clinic untuk melakukan wawancara dengan Dr. Erwin Kusuma,

memberikan surat ijin penelitian kepada klinik, mengutarakan maksud dan tujuan

penelitian serta meminta rekomendasi klinik untuk mendapatkan subjek

berdasarkan pemeriksaan klinik (memenuhi syarat indigo).

Selanjutnya, peneliti menghubungi orang tua subjek untuk meminta

persetujuan dan mengutarakan maksud penelitian. Peneliti melakukan pendekatan

awal kepada subjek. Prosedur pengambilan data sebagai berikut:

(51)

2. Peneliti memberikan gambaran tentang maksud dan tujuan penelitian.

3. Peneliti menanyakan kesediaan calon subjek penelitian. Peneliti juga

mengkonfirmasikan bahwa subjek berhak menentukan sendiri apakah

identitasnya akan dirahasiakan atau tidak.

4. Peneliti menetapkan waktu dan tempat wawancara berdasarkan

kesepakatan dengan subjek penelitian.

5. Peneliti meminta kesediaan subjek untuk direkam (secara audio) selama

proses wawancara dan mencatat hal-hal yang penting selama wawancara

dan observasi berlangsung.

6. Peneliti melakukan pengambilan data berupa wawancara, observasi dan

pemberian tes grafis.

7. Peneliti menyusun laporan.

Pengambilan data dilakukan di tempat tinggal subjek, tempat usaha orang

tua subjek dan Sekolah I Indigo.

F. Metode Analisis Data

Peneliti melakukan analisis thematic transkrip wawancara. Hasil analisis

berupa tema-tema khusus yang mendeskripsikan regulasi emosi negatif pada anak

indigo. Analisis data kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Organisasi Data

Pengolahan dan analisis data sesungguhnya dimulai dengan

(52)

banyak, menjadi kewajiban peneliti untuk mengorganisasikan datanya

dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Organisasi data yang

sistematis memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas data yang

baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan dan menyimpan data

analisis yang berkaitan dengan penyelesaian penelitian (Poerwandari,

2005). Data-data yang akan diorganisasikan dalam penelitian ini antara

lain:

a. Data mentah (catatan lapangan, kaset, atau catatan hasil wawancara

dan observasi serta hasil tes grafis).

b. Data yang sudah diproses (verbatim wawancara, transkrip observasi

dan interpretasi tes grafis).

c. Data yang sudah ditandai kode-kode spesifik dan kesimpulan grafis

yang sudah dikonsultasikan kepada 2 psikolog.

2. Pengkodean (koding)

Pengkodean dilakukan untuk mengorganisasikan dan memaparkan

data secara lengkap dan mendetail sehingga dapat memunculkan gambaran

tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2005). Pengkodean yang

dilakukan adalah pengkodean terbuka (open coding). Pengkodean terbuka

adalah pengkodean yang berkaitan dengan pemberian nama dan

pengelompokan fenomena melalui pemeriksaan data yang cermat.

(53)

a. Peneliti menyusun transkrip wawancara, catatan observasi, dengan

memberikan kolom kosong yang cukup besar di sebelah kanan dan

kiri transkrip. Kolom ini digunakan untuk membubuhkan kode dan

catatan-catatan tertentu di atas transkrip tersebut.

b. Peneliti memberikan penomoran secara urut pada baris transkrip

wawancara dan catatan observasi.

c. Peneliti memberi nama untuk masing-masing berkas dengan kode

tertentu yang dapat mewakili berkas tersebut. Terdapat tiga kode yang

digunakan dalam penelitian ini. Pengkodean penelitian ini

dikelompokkan menjadi tiga sebagai berikut:

1) Pengkodean transkrip wawancara subjek, yaitu: Subjek ke- ,

wawancara ke-, baris ke-, contoh: S1, W1, sb 9 (Subjek pertama,

wawancara pertama sub baris 9).

2) Pengkodean transkrip wawancara significant others (ibu subjek),

yaitu: subjek ke-, wawancara significant others ke-, baris ke-,

contoh: S1, WS, O1 sb 6 (subjek pertama, wawancara significant

others pertama, sub baris 6).

3) Pengkodean observasi, yaitu: Observasi subjek ke-, observasi ke-,

baris ke-, contoh: S1, O1, sb 14 (observasi subjek pertama,

observasi pertama, sub baris 14).

Selain pemberian kode pada masing-masing berkas verbatim

wawancara dan observasi, pengkodean juga dilakukan dalam melakukan

(54)

Table 3.2

Koding dalam Wawancara Latar Belakang Subjek

No. Kode Keterangan

1. KS Kegiatan Sehari-hari

2. HS Hubungan Sosial

8. Psi Perasaan sebagai indigo

9. PE Pengertian Emosi

Koding dalam Wawancara Regulasi Emosi Negatif

No. Kode Keterangan rumination or focus on thought

(55)

G.Keabsahan Data

Kredibilitas dan validitas penelitian ini menggunakan trianggulasi.

Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu

yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu. Moleong (2000) membedakan empat

macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan

penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Trianggulasi yang akan

digunakan oleh penulis pada penelitian ini adalah trianggulasi dengan

sumber. Hal tersebut dapat dicapai dengan jalan:

1) Peneliti membandingkan data hasil wawancara subjek dengan hasil

wawancara orang tua.

2) Peneliti membandingkan apa yang diperoleh dari hasil wawancara

(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan pembahasan menyajikan pelaksanaan penelitian, hasil

penelitian dan pembahasan.

A. Pelaksanaan Penelitian

Data penelitian diperoleh dengan melakukan tiga metode pengambilan data,

yaitu melalui wawancara (data utama), observasi serta tes grafis (data penunjang).

Wawancara dilakukan antara tanggal 12 Januari 2010, hingga 31 Januari 2010,

dan disesuaikan berdasarkan kesepakatan waktu dengan subjek beserta orang

tuannya. Rincian pelaksanaan penelitian dijabarkan dalam tabel ringkasan waktu

dan tempat pelaksanaan penelitian berikut ini:

Tabel 4.1

Ringkasan Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

No. Subjek Waktu

Penelitian

Tempat Penelitian Kegiatan

1. -

Sabtu, 12 Desember

2009

Pro V Clinic

menghubungi pihak klinik, pembaharuan

ijin penelitian (sebelumnya 12 Maret 2008) dan kesiapan pengambilan

(57)

Sekolah I Indigo observasi subjek

Kamis,

Sekolah I Indigo observasi subjek

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Deskripsi subjek penelitian disajikan mengikuti subjek penelitian dengan

(58)

1. Subjek 1

Sub sub-bab ini menyajikan identitas subjek dan latar belakang subjek.

a. Identitas Subjek

Nama : Pr

Usia : 9 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 21 Agustus 2000

Urutan lahir : Bungsu dari empat bersaudara

Hobi : main catur, computer, basket dan taekwondo

Tipe keindigoan : humanis dan interdimensional

Nama ayah : AC

Pekerjaan ayah : wiraswasta (pendidikan)

Nama ibu : PP

Pekerjaan ibu : wiraswasta (pendidikan)

b. Latar Belakang Subjek

Latar belakang subjek menyajikan latar belakang kehidupan subjek, latar

belakang keindigoan subjek dan kesimpulan tes grafis subjek.

1) Latar Belakang Kehidupan Subjek

Subjek adalah anak yang ramah. Ia menyapa lebih dahulu orang

yang dikenalnya. Sehari-hari sepulang sekolah, ia tidak langsung pulang

ke rumah tetapi terlebih dahulu ke tempat usaha milik orang tuanya di

(59)

bakat anak di bidang olah raga (bela diri khususnya) dan seni di tempat

tersebut. Di sanalah biasanya subjek menghabiskan waktu untuk belajar,

mengerjakan tugas-tugas sekolah dan bermain. Dia juga senang sekali

membaca buku di tempat usaha sebelahnya atau mengajak penjaganya

bermain catur bersama, tetapi hal yang paling digemarinya adalah

bermain komputer, biasanya kalau sudah asik dia lupa mengerjakan tugas

sehingga harus diingatkan oleh ibunya. Menurut ibunya, subjek termasuk

pribadi yang sangat tertutup, perasaannya sangat halus. Subjek sangat

sedih bila memperoleh penglihatan tentang bencana alam, seperti ketika

akan terjadi gempa di Padang. Kesedihan itu bisa dirasakan berhari-hari

sehingga ia terlihat sangat gelisah. Subjek biasanya menceritakan apa

yang dilihat kepada ibunya. Subjek juga pernah merasa sangat marah,

hingga membuat mobil yang ditumpangi tiba-tiba mogok setelah subjek

berteriak. Subjek lupa apa yang menyebabkan ia begitu marah, tetapi

menurut ibunya subjek marah karena ayahnya tidak percaya dan

menuduhnya berbohong.

Subjek sangat senang membaca, terutama membaca tentang anatomi

tubuh manusia. Bahkan ia dapat dengan cepat memahami cara kerja

organ-organ tubuh tersebut. Kegemaran subjek akan komputer

membuatnya dapat membuka password orang lain. Kemampuan tersebut didapat dengan mencoba-coba sendiri tanpa diberi tahu pemiliknya.

(60)

password-nya berhasil dibuka. Setiap Sabtu dua minggu sekali subjek biasanya sekolah di Sekolah I Indigo.

Subjek sangat dekat dengan ibu dan kakak sulungnya, Rt, yang juga

indigo. Subjek merasa nyaman berada di dekat Rt karena subjek merasa

Rt bisa memahami subjek. Subjek sering merasa jengkel terhadap kedua

kakak yang lain, Ag dan An, karena mereka sering mengganggu subjek

dengan keisengannya.

Subjek lebih banyak bermasalah dengan guru dibandingkan teman

sebayanya di sekolah. Subjek sering tidak sekolah karena harus

mengobati orang yang sangat membutuhkannya, tetapi guru subjek tidak

mau mengerti. Subjek sering dimarahi atau disindir oleh gurunya. Hal

tersebut sering kali membuat subjek merasa jengkel, tapi ia tidak bisa

berbuat apa-apa untuk mempertahankan pendapatnya. Subjek merasa

gurunya tidak pernah mempercayai penjelasannya mengenai peristiwa

yang sesungguhnya terjadi. Hal tersebut membuat subjek memilih untuk

diam karena tidak ingin memperpanjang masalah. Subjek merasa tidak

mungkin melawan gurunya meskipun dia benar.

Subjek tidak pernah bermain dengan tetangganya, karena selain

ibunya tidak membiasakan ia untuk nangga (bermain ke tempat tetangga), biasanya ia sampai dirumah sudah malam dan langsung tidur. Subjek baru pindah beberapa bulan yang lalu sehingga belum banyak

mengenal tetangganya. Di lingkungan rumah yang lama subjek juga

(61)

Di keluarga, orang tua subjek menerapkan komunikasi dua arah

dalam mengasuh putra dan putrinya. Ibu subjek menjelaskan bahwa

memperlakukan anak indigo memang harus berbeda dari memperlakukan

anak yang tidak indigo, tetapi tidak berarti mengistimewakan anak

indigo. Pendekatan yang dilakukan orang tua subjek pada anaknya yang

indigo lebih banyak berbagi dan diskusi. Orang tua subjek cenderung

memberikan gambaran dampak positif dan negatif dari tindakan yang

akan diambil, kemudian anak yang tetap menentukan pilihan dan harus

siap menghadapi konsekuensi dari keputusannya itu. Orang tua subjek

memahami bahwa anak indigo tidak dapat didoktrin karena mereka bisa

marah, tetapi anak indigo tetap harus diberi batasan-batasan untuk

bertindak sehingga lebih terarah. Orang tua subjek memberikan doktrin

yang lebih ketat kepada anak-anaknya yang tidak indigo.

2) Latar Belakang Keindigoan Subjek

Subjek dilahirkan melalui proses normal meskipun ibunya harus

mengalami pendarahan pasca melahirkan. Subjek dilahirkan dengan proses yang tidak mudah karena ibu subjek sempat urus-urus sebanyak tiga belas kali sebelum melahirkan. Subjek lahir bungkus seperti kedua

kakaknya yang lain. Ibu subjek merasakan setengah mati kala melahirkan

subjek karena kehabisan tenaga, untunglah waktu itu subjek bisa lahir

(62)

menyelubungi itu dengan pari (padi), maka maknanya akan lebih baik. Sebelum melahirkan ibu subjek tidak mendapat firasat apapun kalau akan

melahirkan anak indigo.

Keistimewaan subjek mulai tampak ketika subjek berusia 6 bulan,

subjek mulai mencari lantai dan tidur sampai pagi. Subjek tidak mau

berbicara sampai usia 3 tahun kecuali subjek memang harus bicara.

Dokter menyatakan tidak ada hambatan bicara yang dialami subjek,

tetapi mungkin subjek bayi tirakat.

Subjek memiliki kemampuan melihat dan berteman dengan mahluk

halus. Pada awalnya keluarga menganggap normal anak-anak dapat

melihat mahluk halus. Menurut keluarganya kemampuan tersebut akan

hilang setelah usia anak 5 tahun. Ternyata kemampuan tersebut tidak

hilang, bahkan semakin lama subjek mampu menemukan cara sendiri

untuk meng-on atau off jika melihat mahluk halus, hanya dengan berdiam diri sejenak.

Subjek dapat menyembuhkan dirinya sendiri ketika sakit dengan

cara tidur di lantai. Kemampuan subjek berkembang lagi dengan dapat

meramalkan kejadian alam, menguasai ilmu pengobatan, serta telepati.

Semua itu di dapatkan begitu saja tanpa proses belajar secara khusus.

Ketika menyembuhkan orang biasanya subjek akan mendapat bisikan

dari Tuhan apakah orang tersebut bisa disembuhkan atau tidak. Biasanya

ada batasan waktu untuk mengobati orang yang sakit, tergantung dengan

Gambar

Table 3.3 Koding dalam Wawancara Regulasi Emosi Negatif…………….. 38 38
Table 3.3 Koding dalam Wawancara Regulasi Emosi Negatif
Tabel 4.1 Ringkasan Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Table 4.2 Ringkasan Hasil Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dilakukan pengembangan perangkat lunak sistem, dengan cara menambah kemampuan analisis data hasil pengukuran untuk keperluan prediksi kecepatan dan arah angin

Realitas lain yang harus diinterpretasi secara luas adalah mengapa ketika hadis Rasul saw. tersebut dijadikan legitimasi hukum untuk memasung aktifitas perempuan,

SATUAN HARGA SATUAN KETERANGAN... SATUAN HARGA

Dengan menggunakan panah hitam atau Selection Tool (V) , lengkungkan garis hidung dan mulut menjadi seperti gambar di bawah ini... Student Exercise Series: Animasi Kartun

Kejadian tersebut tidak jauh beda terjadi pada SMAN 02 Lumajang dengan keadaan sarana dan prasarana yang dimiliki yakni 5 buah bola sepak dengan keadaan tidak layak pakai

[r]

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : (1) pemahaman yang dimiliki oleh informan sebagai pendidik dan siswa tentang konsep gender dan konsep pendidikan adil gender

Dicitur nobis pro parte domini fratris Georgii guardiani et fratrum claustri seu loci aut conuentus ordinis minorum de Scardona quod nuper dante operam domino episcopo