• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I I KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Mudharabah - ANALISIS MANFAAT MUDHARABAH MUQAYYADAH PRODUK PEMBIAYAAN LINKAGE PADA BANK BRI SYARIAH CABANG PURWOKERTO - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I I KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Mudharabah - ANALISIS MANFAAT MUDHARABAH MUQAYYADAH PRODUK PEMBIAYAAN LINKAGE PADA BANK BRI SYARIAH CABANG PURWOKERTO - repository perpustakaan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB I I

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Mudharabah

a. Pengertian Mudharabah

Secara etimologi mudharabah mempunyai arti berjalan di atas bumi yang biasa dinamakan berpergian, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. An-Nissa (4) : 101, sebagai berikut :

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah

mengapa kamu meng-qashar shalat.”

Secara terminologi mudharabah adalah bentuk kontrak (perjanjian) antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengguna dana (mudharib) untuk digunakan aktivitas yang produktif di mana

(2)

8

Menurut Ismail (2011) Pembiayaan mudharabah merupakan akad pembiayaan antara bank syariah (shahibul maal) dan nasabah (mudharib) untuk melaksanakan kegiatan usaha, di mana bank syariah

memberikan modal seluruhnya dan nasabah menjalankan usahanya. Keuntungan atas pembiayaan mudharabah akan dibagi antara bank syariah dan nasabah dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati kedua belah pihak pada saat akad. Dalam pembiayaan mudharabah, terdapat dua pihak yang melaksanakan perjanjian kerja

sama yaitu : 1) Bank syariah

Bank yang menyediakan dana untuk membiayai proyek atau usaha yang memerlukan pembiayaan. Bank syariah menyediakan seluruh modal disebut dengan shahibul maal.

2) Nasabah atau pengusaha

Nasabah yang memerlukan modal dan menjalankan proyek yang dibiayai oleh bank syariah. Nasabah pengelola usaha dibiayai 100% oleh bank syariah dalam akad mudharabah disebut dengan mudharib (Ismail, 2011: 168-169).

(3)

9

kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan merusak ajaran Islam. Ketentuan skema pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut :

1) Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola

modal harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap harus jelas tahapannya.

2) Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan cara, yakni :

(a) Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) (b) Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing).

3) Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.

(4)

10

Mudharabah disyariatkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para sahabat dan berdasarkan kesepakatan para imam yang menyatakan kebolehannya. Hal ini berdasarkan dalil yang mengungkapkan bahwa tolong-menolong dalam kebaikan dan saling mencegah dalam hal kemungkaran (Zainuddin Ali, 2006 : 155). Namun, tetap berprinsip pada ketentuan hukum perdata Islam yang diungkapkan sebagai berikut :

1) Harus dilakukan antara sesama muslim yang sudah dianggap sah untuk melakukan jual-beli. Orang kafir dengan orang muslim boleh melakukan mudharabah dengan catatan modal harus dari orang kafir dan kerjanya dari orang muslim, karena seorang muslim tidak dikhawatirkan akan mencari harta yang haram. 2) Modal harus jelas jumlahnya.

3) Bagian pengelola (keuntungan pengelola) harus ditetapkan.

Apabila tidak ditetapkan, pengelola berhak atas upah kerjanya dan pemilik harta berhak atas seluruh keuntungan. Jika kedua belah pihak sepakat berpendapat bahwa keuntungan dibagi antara mereka, maka pembagian dilakukan dengan dibagi dua.

4) Jika berselisih dalam hal bagian yang disyaratkan, apakah 25%

(5)

11

bagi hasil dengan pihak lain bila akan membahayakan harta pemilik modal, kecuali kalau mendapatkan izinnya.

5) Keuntungan tidak dibagikan selama perjanjian masih tetap ada, terkecuali kalau kedua belah pihak setuju dan sepakat melakukan pembagian.

6) Apabila hubungan kerja sama telah terputus, namun masih ada harta yang masih menjadi hak orang lain, baik berupa barang atau sisa utang pada seseorang, maka pihak pemilik uang memohon agar barang tersebut diuangkan, atau menjual barang sisa, atau membayar sisa utang pada orang lain dengan uang kontan, atau meminta agar utang dikembalikan maka pekerja harus melakukannya.

7) Laporan dan pengakuan pihak pengelola mengenai kerusakan dan kerugian barang dapat diterima bila dia membawa bukti-bukti dan mau bersumpah, bila tidak demikian, maka laporannya tidak bisa diterima (Zainuddin Ali, 2006 : 155-156).

b. Landasan Syariah

Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini (Muhammad Syafi’i Antonio, 2001 : 95-96).

(6)

12

“...dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT...” (Q.S Al-Muzzammil : 20)

Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari Q.S al-Muzzammil : 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.

Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebarlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT...” (Q.S Al-Jumu’ah : 10)

“Tidak ada dosa (halangan bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu...” (Q.S Al-Baqarah : 198)

Q.S al-Jumu’ah : 10 dan Q.S al-Baqarah : 198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha.

2) Al-Hadits

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Syayidina Abbas bin

Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa

(7)

13

bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah Saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR Thabrani)

“Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda,“ Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah) (Mardani, 2012 : 196). Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib Radhiyallahu Anhu,

“Ada tiga perkara yang diberkati : jual beli yang ditangguhkan, memberi modal, dan mencampur gandum dengan jelai untuk keluarga, bukan untuk di jual” (HR Ibnu Majah) (Mardani, 2012 : 194).

3) Ijma

Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit

hadits yang dikutip Abu Ubaid.

(8)

14

yaitu bagi hasil yang umum dilakukan dalam bidang perkebunan. Dalam hal ini, pemilik kebun bekerja sama dengan orang lain dengan pekerjaan menyiram, memelihara dan merawat isi perkebunan. Dalam perjanjian ini, sang perawat (penyiram) mendapatkan bagi hasil tertentu sesuai dengan kesepakatan di depan dari out put perkebunan (pertanian).

Dalam mudharabah, pemilik dana (shahibul maal) dianalogikan dengan pemilik kebun, sedangkan pemeliharaan kebun dianalogikan dengan pengusaha (entrepreneur). Mengingat dasar hukum muqasat lebih valid dan tegas yang diambil dari sunnah Rasulullah Saw, maka metodologi qiyas dapat dapat dipakai untuk menjadi dasar diperbolehkannya mudharabah (Dimyauddin Diuwani, 2008 : 227).

c. Jenis-jenis al-Mudharabah

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis : mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.

1) Mudharabah muthlaqah

(9)

15

(lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.

2) Mudharabah muqayyadah

Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah

restricted mudharabah atau specified mudharabah adalah

kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.

Mudharabah Muqayyadah

a) Shahibul maal memberikan batasan atas dana yang

diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan yang diberikan oleh shahibul maal. Misalnya, hanya untuk jenis usaha tertentu, tempat

tertentu, waktu tertentu, dan lain-lain yang sudah ditentukan oleh shahibul maal.

b) Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah special investment.

Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana

pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai dananya, yaitu :

(10)

16

2) Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan.

3) Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.

d. Syarat dan Rukun Mudharabah

Syarat-syarat sah mudharabah berhubungan dengan rukun-rukun mudharabah itu sendiri. Syarat-syarat sah mudharabah adalah sebagai berikut :

1) Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai.

Apabila barang itu berbentuk emas atau perak batangan (tabar), maka emas hiasan atau barang dagangan lainnya, mudharabah tersebut batal.

2) Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasaruf, maka akad akan batal jika dilakukan oleh anak-anak yang

masih kecil, orang gila, dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan.

3) Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang diperdagangkan dan laba atau keuntungan dari perdagangan tersebut yang akad dibagikan kepada dua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

(11)

17

5) Melafazkan ijab dari pemilik modal misalnya aku serahkan uang ini kepadamu untuk dagang jika ada keuntungan akan dibagi dua dan kabul dari pengelola.

6) Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat

pengelola harta untuk berdagang di negara tertentu, memperdagangkan barang-barang tertentu, pada waktu-waktu tertentu, sementara di waktu lain tidak terkena persyaratan yang mengikat sering menyimpang dari tujuan akad mudharabah, yaitu keuntungan. Bila dalam mudharabah ada persyaratan-persyaratan, maka mudharabah tersebut menjadi rusak (fasid) menurut pendapat al-Syaf’i danMalik. Adapun menurut Abu Hanifah dan Ahmad Ibn Hambal, mudharabah tersebut sah. Menurut pasal 231 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, syarat mudharabah, yaitu sebagai berikut :

1) Pemilik modal wajib menyerahkan dana dan/atau barang yang berharga kepada pihak lain untuk melakukan kerja sama dalam usaha.

2) Penerima modal menjalankan usaha dalam bidang yang disepakati.

3) Kesepakatan bidang usaha yang akan dilakukan ditetapkan dalam akad (Mardani, 2012 : 197-198).

(12)

18

1) Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola harus cakap hukum. 2) Penyertaan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk

menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut :

a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).

b) Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak (akad).

c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau

dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

3) Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut :

a) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.

b) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.

c) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

(13)

19

a) Harus diperuntukan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.

b) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus sesuai kesepakatan.

c) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung

kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

5) Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut :

a) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

b) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikaian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.

(14)

20

dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.

e. Pembatalan Mudharabah

Mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara

sebagai berikut :

1) Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.

Jika salah satu syarat mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh pengelola dan sudah diperdagangkan, maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungannya sebagai upah, karena tindakan atas izin pemilik modal dan ia melakukan tugas berhak menerima upah. Jika terdapat keuntungan, maka keuntungan tersebut untuk pemilik modal. Jika ada kerugian, kerugian itu menjadi tanggung jawab pemilik modal karena pengelola adalah sebagai buruh yang hanya berhak menerima upah dan tidak bertanggung jawab sesuatu apa pun, kecuali atas kelalaiannya.

(15)

21

3) Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal (Mardani, 2012 : 203-204).

f. Ketentuan Pembiayaan Mudharabah.

Ada beberapa ketentuan yang harus dimengerti dan dipatuhi oleh masing-masing pihak yang melaksanakan akad mudharabah. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Pada akad mudharabah mutlaqah, pengelola modal (mudharib) tidak diperbolehkan melakukan tindakan-tindakan yang keluar dari ketentuan syara’.

2) Pada akad mudharabah muqayyadah, pengelola modal (mudharib) dalam pengelolaan modal tidak boleh menjalankan modal di luar usaha yang telah ditentukan bersama dengan pemilik modal.

3) Bagi pengelola modal (mudharib) tidak diperbolehkan mengambil atau berhutang dengan menggunakan uang modal untuk keperluan lain tanpa seizin pemilik modal.

4) Bagi pengelola modal (mudharib) tidak diperbolehkan membeli komoditi atau barang yang harganya lebih tinggi dari modal yang telah disediakan.

5) Bagi pengelola modal (mudharib) tidak diperbolehkan mengalihkan modal kepada orang lain dengan akad mudharabah, atau dengan kata lain mengoper modal untuk akad

(16)

22

6) Bagi pengelola modal (mudharib) tidak diperbolehkan mencampur modal dengan harta miliknya.

7) Pengelola modal (mudharib) hendaknya melaksanakan usaha sebagaimana mestinya (Imam Mustofa, 2016 : 158).

g. Tindakan setelah matinya pemilik modal

Pemilik modal (sahibul maal) meninggal dunia, mudharabah menjadi fasakh. Bila mudharabah telah fasakh pengelola modal tidak berhak mengelola modal mudharabah lagi. Jika pengelola bertindak menggunakan modal tersebut, sedangkan pengelola modal mengetahui bahwa pemilik modal telah meninggal dan tanpa izin para ahli waris, maka perbuatan seperti ini dianggap sebagai ghasab. Pengelola modal (mudharib) wajib menjamin (mengembalikan), kemudian jika modal itu menguntungkan kemudian keuntungannya dibagi dua.

Jika mudharabah telah fasakh (batal), sedangkan modal berbentuk „urud (barang dagangan), pemilik modal (shahibul mal) dan pengelola modal (mudharib) menjual atau membaginya karena harta tersebut itu adalah milik hak berdua antara shabibul mal dan mudharib. Jika pelaksana (pengelola modal) setuju dengan

(17)

23

demikian pendapat mazhab Syafi’i dan Hanbali (Hendi Suhendi, 2013 : 142).

h. Aplikasi mudharabah dalam lembaga keuangan syariah 1) Pengertian (dalam konteks pembiayaan)

a) Keuntungan usaha dibagi berdasarkan perbandingan nisbah yang telah disepakati dan apada akhir periode kerja sama nasabah harus mengembalikan semua modal usaha lembaga keuangan.

b) Dalam hal terjadinya kerugian, maka akan menjadi

tanggungan lembaga keuangan, kecuali bila kerugian diakibatkan oleh kelalaian nasabah. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerugian, lembaga keuangan harus memahami karakteristik risiko usaha tersebut dan kerja sama dengan nasabah untuk mengatasi berbagai masalah. 2) Aplikasi (dalam konteks pembiayaan)

a) Pembiayaan modal kerja; modal bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, pedagang, dan jasa.

b) Pembiayaan investasi; untuk pengadaan barang-barang modal, aktiva tetap dan sebagainya.

(18)

24

3) Praktik Pembiayaan Mudharabah

Penempatan dana dapat dilakukan dalam bentuk pembiayaan berakad jual beli maupun syirkah atau kerja sama bagi hasil. Jika pembiayaan berakad jual beli (ba‟ bil tsaman al -ajil dan murabahah), maka bank akan mendapatkan margin

keuntungan. Pembagiannya tidak begitu rumit.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kedua belah pihak dalam pembiayaan mudharabah (bagi hasil), yaitu (a) nisbah bagi hasil yang disepakati, (b) tingkat keuntungan bisnis aktual yang didapat. Oleh karena itu, bank sebagai pihak yang memiliki dana akan melakukan perhitungan nisbah yang ada dijadikan kesepakatan pembagian pendapatan (Imam Mustofa, 2016 : 163-164).

2. Pembiayaan

1) Pengertian pembiayaan

(19)

25

Ismail mendefinisikan pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya kepada penerima dana, bahwa dana dalam bentuk pembiayaan yang diberikan pasti akan terbayar. Penrima pembiayaan mendapat kepercayaan dari pemberi pembiayaan, sehingga penerima pembiayaan berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan (Ismail, 2011 : 105-106). 2) Jenis-jenis Pembiayaan

Menurut Ikatan Bankir Indonesia (2015) dalam menjalankan bisnis pembiayaan, bank syariah mempunyai beberapa macam modal transaksi yang dibedakan sebagi berikut :

a) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.

b) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.

c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan Istishna‟.

(20)

26

e) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa (Ikatan Bankir Indonesia, 2015 : 48).

3) Unsur-unsur pembiayaan

Ada beberapa unsur pembiayaan yang harus diperhatikan menurut Ismail (2011), yaitu :

1) Bank syariah

Merupakan badan usaha yang memberikan pembiayaan kepada pihak lain yang membutuhkan dana.

2) Mitra usaha atau partner

Merupakan pihak yang mendapatkan pembiayaan dari bank syariah, atau pengguna dana yang disalurkan oleh bank syariah.

3) Kepercayaan (Trust)

(21)

27

4) Akad

Akad merupakan suatu kontrak perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan antara bank syariah dan pihak nasabah atau mitra.

5) Risiko

Setiap dana yang disalurkan atau diinvestasikan oleh bank syariah selalu mengandung risiko tidak kembalinya dana. Risiko pembiayaan merupakan kemungkinan kerugian yang akan timbul karena dana yang disalurkan tidak dapat kembali. 6) Jangka waktu

Merupakan periode waktu yang diperlukan oleh nasabah untuk membayar kembali pembiayaan yang telah diberikan oleh bank syariah. Jangka waktu dapat bervariasi antara lain jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Jangka pendek adalah jangka waktu pembayaran kembali pembiayaan hingga 1 tahun. Jangka menengah merupakan jangka waktu yang diperlukan dalam melakukan pembayaran kembali antara 1 hingga 3 tahun. Jangka panjang adalah jangka waktu pembayaran kembali pembiayaan yang lebih dari 3 tahun. 7) Balas jasa

(22)

28

4) Fungsi Pembiayaan

Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah berfungsi membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan usahanya, masyarakat merupakan individu, pengusaha, lembaga, badan usaha, dan lain-lain yang membutuhkan dana.

Secara perinci pembiayaan memiliki fungsi antara lain : 1) Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar-menukar barang dan

jasa.

Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar barang, hal ini seandainya belum tersedia uang sebagai alat pembayaran, maka pembiayaan akan membantu melancarkan lalu lintas pertukaran barang dan jasa.

2) Pembiayaan merupakan alat yang dipakai untuk memanfaatkan idle fund.

(23)

29

maka akan efektif, karena dana tersebut dimanfaatkan oleh pihak ynag membutuhkan dana.

3) Pembiayaan sebagai alat pengendali harga.

Ekspansi pembiayaan akan mendorong meningkatnya jumlah uang yang beredar, dan peningkatan peredaran uang akan mendorong kenaikan harga. Sebaliknya, pembatasan pembiayaan, akan perpengaruh pada jumlah uang yang beredar, dan keterbatasan uang yang beredar di masyarakat memiliki dampak pada penurunan harga.

4) Pembiayaan dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi yang ada.

Pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang diberikan oleh bank syariah memiliki dampak pada kenaikan makro-ekonomi. Mitra (pengusaha), setelah mendapatkan pembiayaan dari bank syariah, akan memproduksi barang, mengolah bahan baku menjadi barang jadi, meningkatkan volume perdagangan, dan melaksanakan kegiatan ekonomi lainnya.

5) Fasilitas Pembiayaan

Berdasarkan tujuan penggunaanya, fasilitas pembiayaan dibedakan menjadi :

(24)

30

pengadaan atau penyediaan unsur-unsur barang dalam rangka perputaran usaha.

b) Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan pengadaan sarana atau prasarana usaha (aktiva tetap).

c) Pembiayaan multiguna, yaitu pembiayaan yang dapat digunakan untuk sewa suatu barang, talangan dana, maupun biaya jasa suatu pengurusan dan lain-lain.

d) Pembiayaan sindikasi, yaitu pembiayaan yang dilakukan secara

musyarakah dengan lembaga keuangan syari’ah lainnya kepada

mitra yang jumlah kebutuhan pembiayaannya melebihi kemampuan bank (Adiwarman A Karim, 2011 : 322).

6) Analisis Pembiayaan

Merupakan suatu proses analisis yang dilakukan oleh bank syariah untuk menilai suatu permohonan pembiayaan yang telah diajukan oleh calon nasabah. Dengan melakukan analisis permohonan pembiayaan, bank syariah akan memperoleh keyakinan bahwa proyek yang akan dibiayai layak (feasible).

(25)

31

baik akan menghasilkan keputusan yang tepat. Analisis pembiayaan merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan sebagai acuan bagi bank syariah untuk meyakini kelayakan atas permohonan pembiayaan nasabah (Ismail, 2011 : 108-120).

1) Linkage Program

a) Pengertian linkage program

Linkage Program adalah program kerjasama antara

bank umum termasuk bank umum peserta KUR dengan koperasi dalam rangka meningkatkan akses pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) (Peraturan Menteri No. 03/Per/M.KUKM.III/2009).

Jadi linkage program adalah program pembiayaan yang bersifat kemitraan. Pembiayaan ini disalurkan lewat perusahaan mitra. Perusahaan mitra yang menjadi partner Bank Syariah bisa berupa Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), multifinance dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) seperti Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) .

(26)

32

(1) Pembiayaan yang ditujukan kepada karyawan suatu perusahaan atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) suatu instansi yang memiliki pendapatan bulanan berupa gaji. (2) Pemberian pembiayaan tersebut tidak dilakukan secara

langsung kepada masing-masing individu karyawan atau PNS melainkan melalui kopkar atau KPRI dengan mekanisme secara executing.

(3) Mekanisme executing adalah kondisi dimana kopkar atau KPRI bertindak secara badan hukum yang melakukan perjanjian pembiayaan dengan bank BRI Syariah sehingga kopkar atau KPRI bertanggung jawab penuh terhadap pengembalian pembiayaan tersebut kepada Bank BRI Syariah, namun kopkar atau KPRI tetap berkewajiban untuk menyalurkan pembiayaan tersebut yang diterimanya kepada karyawan atau PNS yang menjadi anggotanya.

2) Model Linkage Program

Model Linkage Program antara bank umum dengan koperasi, dilakukan dalam bentuk :

a) Executing

(27)

33

umum sebagai pinjaman kepada koperasi, sedangkan pencatatan di koperasi sebagai pinjaman kepada anggota koperasi.

b) Channeling

Pinjaman yang diberikan oleh bank umum kepada anggota koperasi melalui koperasi yang bertindak sebagai agen dan tidak mempunyai kewenangan memutus kredit kecuali mendapat surat kuasa dari Bank Umum. Pencatatan di Bank Umum sebagai pinjaman kepada anggota koperasi, sedangkan pencatatan di koperasi pada off balance sheet. c) Joint Financing

Pembiayaan bersama oleh bank umum dan koperasi terhadap anggota koperasi. Pencatatan outstanding credit bagian bank umum dan bagian koperasi sebesar porsi pembiayaan kepada anggota koperasi.

3) Tujuan Linkage Program

Adapun tujuan linkage program menurut Peraturan Menteri No. 03/Per/M.KUKM/III/2009, yaitu :

(28)

34

b) Mengembangkan kerjasama antara bank umum termasuk bank umum peserta KUR dengan koperasi.

c) Meningkatkan peran KSP atau USP-koperasi dan KJKS atau UJKS-koperasi sebagai lembaga keuangan mikro yang mampu melayani UMK dalam mendukung upaya perluasan kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan, terutama untuk daerah-daerah yang jauh dari pelayanan perbankan. 4) Kode Etik Peserta Linkage Program Pola Syariah

Kode etik peserta linkage program pola syariah menurut Peraturan Menteri No. 03/Per/M.KUKM.III/2009, yaitu :

a) Bagi anggota atau mitra pembiayaan KJKS atau UJKS yang telah naik kelas (dari debitur mikro menjadi kecil) dan memerlukan dan pembiayaan yang lebih besar, namun KJKS atau UJKS-Koperasi tidak mampu membiayai, maka BUS atau UUS dapat membiayai anggota KJKS atau UJKS-Koperasi dimaksud dengan memperhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit yang sehat.

(29)

35

c) Bagi KJKS atau UJKS-Koperasi, satu jaminan hanya untuk dijaminkan kepada satu shahibul maal mitra pembiayaan (BUS atau UUS).

d) BUS atau UUS dan KJKS atau UJKS-Koperasi yang

melaksanakan linkage program dengan pola joint financing dan channeling, tidak diperkenankan membebani debitur dengan marjin atau nisbah bagi hasil yang lebih tinggi dari harga pasar untuk sektor usaha UMK yang dibiayai.

e) KJKS atau UJKS-Koperasi yang mengikuti linkage

program harus memelihara predikat penilaian kesehatan.

f) Setiap pelanggaran kode etik di atas oleh BUS atau UUS dan KJKS atau UJKS-Koperasi dilaporkan kepada Bank Indonesia dan Kementrian Negara Koperasi dan UKM (Peraturan Menteri No. 03/Per/M.KUKM.III/2009).

B. Penelitian Terdahulu

1. Skripsi Siti Maesaroh (2011), yang berjudul “Efektifitas Linkage Program Bank Syariah Mandiri dalam Penguatan Pembiayaan Lembaga

Keuangan Mikro” ini memberikan hasil bahwa lembaga keuangan mikro

(30)

36

melayani nasabah. Sehingga disaat kegiatan Bank Syariah mengalami peningkatan diikuti juga dengan peningkatan tenaga kerja, hal ini berakibat pada menurunnya laba yang diperoleh Bank Syariah Mandiri. 2. Skripsi Jubaedah (2009), yang berjudul “Peran Strategis Linkage

Program Bank Syariah Terhadap Penguatan Lembaga Keuangan Mikro

(Studi Pada Bank Muamalat Indonesia” skripsi ini menjelaskan bahwa

linkage program melalui pola executing lebih berperan karena lebih

signifikan bagi BPRS, dan permasalahan yang dihadapi BMI adalah ketidaksesuaian potensi dan kopetensi antara BPRS dan BMI, strateginya yaitu penguatan manajemen, administrasi dan operasional BPRS dan memantapkan sistem, SDM, pendampingan yang maksimal dari BMI, penggunaan yang maksimal atas infrastruktur perbankan syariah Indonesia.

3. Skripsi Fida’ Nur Oktafia (2014), yang berjudul “Analisis Pembiayaan

Linkage Koperasi dengan Prinsip Mudharabah (Studi pada BRI Syariah

cabang Malang)” skripsi ini menjelaskan bahwa Bank BRI Syariah dalam

(31)

37

diketahui pihak bank dan tidak sesuai dengan kesepakatan diawal perjanjian antara koperasi dan pihak bank.

4. Skripsi Ahmad Al-ghazali (2013), yang berjudul “Tingkat Kompotitif Pola-pola Linkage Program Pada Bank Syariah” skripsi ini menganalisis tingkat kompotitif masing-masing pola linkage program dari segi risiko, profit dan dari segi pembiayaan. Juga menjelaskan pada setiap pola-pola yang dijalankan pada bank Muamalat Indonesia, dimana setiap pola yang dijalankan berbeda satu dengan yang lainnya.

5. Skripsi Siti Masniah (2007), yang berjudul “Pembiayaan Mudharabah

pada Koperasi Bitulmal Wa Tamwil Maslahah Mursalah lil Ummah Studi Kasus pada BMT Sidogiri Pasuruan” skripsi ini menyatakan bahwa

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan kondisi saat ini (as-is), kondisi yang diharapkan (to- be), tingkat kematangan Tata Kelola TI yang ada di STMIK Kharisma,

20 m 300 3 K m SWADAYA - Malang, 8 Agustus 2014 SUMBER DANA Mengetahui, KMP KARANG TARUNA dibuat oleh:.. SIH RENO WIBOWO AMI

sangat penting untuk melakukan penelitian tentang “Meningkatkan Kecerdasan Kinestetik Melalui Media Alat Musik Perkusi pada Anak Kelompok B 2 RA.

Data bulanan Nilai Aktiva Bersih (NAB) dan Unit Pernyertaan (UP) Reksadana yang berasal dari website portalreksadana dengan sampel penelitian untuk periode 30 Desember 2004

Jadi pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam proses kegiatan belajar mengajarnya, dengan setiap kelompok

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan dalam penelitian ini bahwa penerapan model problem based learning dapat memperbaiki proses

Metode Northwest Corner, Metode Biaya Terkecil, dan Metode Vogel,s Approximation (VAM) digunakan untuk mencari penyelesaian awal dari masalah transshipment

Lima faktor yang diduga mempengaruhi efektivitas TTM di UPBJJ-UT Banda Aceh adalah keberadaan BMP pada mahasiswa saat masa tutorial dimulai, sarana dan prasarana, peran