4 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.2,No.4 Mei 2002
peranan desain ornamen sangatlah penting, bukanlah batik jika tidak memiliki ornamen. Batik Indonesia
dikenal akan kekayaan dan
keanekaragaman ornamennya, sehingga
banyak tuns asing yang
mengaguminyakarena keunikan dan kerumitan ornamen tersebut, sementara masyarakat kita banyak yang tidak mengetahuinya, bahkan mahasiswa seni rupapun banyak yang tidak mengetahuinya, ini disebabkankarena tidak adanya buku yang membahas tentang kekayaan ornamen batik Indonesia.
Jika kita telusuri tentang keberadaan dan perkembangan ornamen batik Indonesia, khususnya yang ada di Pulau Jawa, ketika batik masih digeluti oleh keluarga keraton, ornamen batik pada zaman ini pada umumnya bergaya klasik atau mememiliki patokan aturan yang baku, sangat religius dan memiliki nilai simbolik, contohnya motif hias Sidomukti hanya khusus dipakai pada saat pernikahan
dan dalam penggambaran
ornamennyapun bentuknya telah baku tidak boleh dirubah begitu saja. Begitu pula jenis ornamen lainnya seperti
motif hias Sidoluhur dan motif hias Kangkungan dari keraton Cirebonan juga memiliki makna yang sangat religius. Akan tetapi ketika batik
dikembangkan masyarakat luar
keraton, terutama di daerah pesisiran perkembangan ragam hiasnya sangat pesat sekali, karena perkembangan ornamen batik ditentukan oleh permintaan pasar yang sangat dinamis, dan jenis ornamen yang dibuatnya sangat berbeda dengan motif hias keraton. Oleh karena itu motif hias dari daerah ini disebut motif hias pesisiran dan motif hias yang dibuat oleh keluarga keraton disebut motif hiaspedalaman. Kedua jenis batik ini berjalan sendiri-sendiri.
Baru pada tahun 1960 KRT. Harjonegoro seorang pakar dan pengusaha batik dari Solo memperoleh pesanan batik dari Persiden pertama RI Ir. Soekarno untuk membuat batik yang tidak konvensional, akan tetapi merupakan gabungan antara motif hias batik keratonan dengan motif hias batik pesisiran. Motif hias ini oleh BungKarno disebut motif hias Trikora. Sejak dikumandangkannya motif hias batik ini oleh Bung-Karno, kain batik mulai
5 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.2,No.4 Mei 2002 membudaya dan banyak disukai
masyarakat luas. Di Indonesia, kain batik menjadi bahan sandang yang menjadi tuan di negaranya sendiri, bahkan Ali Sadikin yang kala itu menjadi gubernur DKI mengintruksikan karyawannya untuk memakai baju batik pada hari-hari tertentu dan baju batik dijadikan sebagai pakaian nasional. Kejadian ini berlangsungterus dan mencapai puncakkejayaannya tahun 1986. Namun tatkala muncul bahan sandang bermotif hiaskan ornamen batik yang proses pengerjaannya dibuat secara masinal, pelan-pelan batik tradisional mulai tergeser dan banyak masarakat meninggalkanya beralih memakai batik printing, karena harganya murah dan kualitas tulisannya halus.
Metode Penelitian
Penelitian ini bukanlah mengumpulkan data angka, akan tetapi berupa data gambar yang terdapat pada kain sertadata penjelasan tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah perbatikan yang ada di Cirebon khususnya di daerah Trusmi. Karena itu penelitian ini bersifat kualitatif,
sesuai dengan sifatnya, data dan fakta yang diperoleh dan para informan dijaring secara holistik (utuh) dan konprehensif (Bogdan dan Tylor dalam Maleong 1986).
Agar diperoleh hasil yang maksimal peneliti mengikuti metode penelitian yang tepat dan ketat (rigorous), yang secara berdisiplin berpegang teguh pada aturan-aturan tertentu agar diperoleh hasil yang maksimal (Nasution 1996).Oleh karena sifatnya yang kualitatif itu maka metoda pendekatannyapun dilakukan secara kualitatif, dengan sifat-sifat sebagai berikut: sumber data adalah situasi yang wajar atau Natural Setting; Peneliti sebagai instrumen penelitian; Sangat deskriptif; Data atau informasi dan satu pihak harus dicek kebenarannya dengan perolehan data dan pihak lain (trianggulasi); Menonjolkan rincian kontekstual; Subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti; Menggunakan persepektif emic, artinya mementingkan pandangan responden; Verifikasi, antara lain melalui kasus yang bertentangan atau negatif sampling yang purposif; Menggunakan audit trail untuk
6 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.2,No.4 Mei 2002 mengetahui apakah laporan penelitian
sesuai dengan data yang dikumpulkan; Mengadakan analisis sejak awal dan sepanjangpenelitian serta desain penelitian tampil dalam proses penelitian (Nasution 1996).
Pembahasan Hasil Penelitian
Kata ornamen berasal dari bahasa Latin omare yang artinya hias/menghias bidang kosong dalam arti memberi hiasan pada bidang kosong menjadi berisi hiasan.
Kecakapan membuat ornamen sesungguhnya telah dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia sejak lama, ini dapat dilihat pada pecahan gerabah dari zaman Neolitikum berupa goresan sederhana berbentuk geometris. Selain berfungsi sebagai penghias bidang, ornamen juga berfungsi lain.
Dalam pandangan masyarakat masa lampau (terutama dalam masa pra sejarah Hindu dan Budha) fungsi ornamen adalah sebagai media untuk melampiaskan hasrat, pengabdian, persembahan, penghormatan dan kebaktian terhadap nenek moyang atau dewa yang dihormati, dengan kata lain ornamen yang diciptakan di samping
sebagai fungsi hias juga memiliki fungsi simbolik (Tjetjep Rohendi & Syafei, 1987).
Sebagai contoh hiasan burung pada nekara perunggu, gambar hiasan dibuat dengan tujuan sebagai lambang nenek moyang atau ornamen gajah pada kain dari Lampung sebagai simbol kendaraan arwah, demikian pulaornamen pada masa Hindu dan Budha terutama pada bangunan candi. Ornamen pada batik Cirehon pun ternyata juga memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai fungsi penghias dan fungsi simbolik terutama batik yang dikerjakan oleh keluarga keraton. Secara keseluruhan batik Cirebon terbagi atas dua kelompok besar yang dibentuk oleh dua kutub budaya yang berbeda, yaitu budaya keraton yang melahirkan batik bergaya keratonan dengan bentuknya yang khas wadasan dan mega serta budaya masyarakat pesisir melahirkan batik bergaya pesisiran yang sangat dominan dengan bentuk geometris dan stilasi tumbuhan berbentuk pangkaan.
Seluruh ornamen yang telah tercipta sejak awal kelahirannya sampai penelitian ini kami lakukan telah tercipta
7 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.2,No.4 Mei 2002 lebih kurang 123 bentuk ornamen
dengan rincian 3 buah bentuk ornamen yang tercipta di dalam lingkungan keraton jumlahnya tidak terlalu banyak, memiliki nilai simbolik termasuk kelompok jenis kangkungan, di antaranya:
1. Ornamen ornamen patran
kangkungan memiliki makna
persembahan pada yang maha agung, dalam arti kata bahwa hidup ini hanya untuk mengabdi pada yang maha agung dan oleh karena itu batik dengan ornamen ini hanya dipakai pada upacara ritual.
2. Ornamen dalungan masih termasuk
pada kelompok ragam hias
kangkungan yang
telahdikembangkan baik bentuk pola dasar ornamen maupun penyusunan tata letak ornamennya.
3. Ornamen lenggang kangkung juga
masih termasuk kelompok jenis ornamen kangkungan yang telah dikembangkan.
Ketiga jenis ornamen batik inilah yang memiliki nilai simbolik. Sedangkan ornamen ornamen batik Simbar Menjangan dan ornamen batik Sim bar Kendo adalah ragam hias batik keraton
yang mendapat pengaruh dari keraton Yogyakarta.
Ornamen Batik Gaya Keratonan
Ornamen batik yang dikembangkan diluar keraton dan bergaya keratonan jumlahnya lebih banyak, dikatakan bergaya keratonan karena memang lahirnya ornamen ini diilhami oleh lingkungan alam keraton dan kecintaan rakyat pada sultannya yang juga sekaligus sebagai seorang ulama, ornamen batik ini di antaranya motif hias Keblekan, motif hias Paksi Naga Liman, motif hias Sawung Galing, motif hias Buraq, motif hias Naga Seba, motif hias Kanoman, motif hias Taman Arum Kasepuhan, motif hias Taman
Sunyaragi, motif hias Gunung Jatian, motif hias Tanjakan Gunung Jati, motif hias Sunyaragian, motif hias Gedong Sunyaragi, motif hias Trusmian, motif hias Taman Teratai, motif hias Siti Inggil, motif hias Gunung Giwur, motif hias Lawang Gada, motif hias Keprabonan, motif hias Supit Urang, motif hias Puser Bumi, motif hias Rajeg
8 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.2,No.4 Mei 2002 motif hias Panji Semirang, motif hias
Sumping Darawati, motif bias Naga Utah-utahan, motif hias Sawat Pengantin dan motif hias Banjar Sarong. Ornamen batik yang berbentuk pola dasar awan ada dua yaitu motif hias Mega Mendung dan Mega Sumirat.
Ornamen Batik Gaya Pesisiran
Ornamen batik gaya ini lahir karena tuntutan pasar dimana batik yang dikembangkan masyarakat ini telah dijadikan sebagai lahan berusaha,
sumber ekonomi masyarakat,
jumlahnya sangat banyak bahkan pada saat penelitian ini berlangsung masih terjadi penciptaan desain desain baru untuk dilempar ke pasar. Selain faktor pasar ornamen batik pesisiran juga dipengaruhi ajaran agama Islam yang melarang menggambarkan mahluk hidup seperti binatang dan manusia secara realistis. Oleh karena itu maka munculah ornamen dengan pola hias dasar tumbuhan beraneka ragam berbentuk:
1. Ornamen batik Stilasi
Tumbuhandan bentuk Geometris
Adalah ornamen batik yang
menggambarkan stilasi bentuk
tumbuhan yang kadangkala dipadukan dengan bentuk geometris, diantaranya motif hias Liris Kembang Gedang, motif hias Liris Bengkol, motif hias Liris Keris, motif hias Liris Dasimah (Kata liris sama dengan kata lereng pada batik Tasik dan Garut yang berarti hiasan yang ditata secara diagonal
mengacu pada motif hias
ParangYogyakarta), motif hias Kawung
Gendewo, motif hias Kawung
Rambutan, motif hias Kawung Kentang, motif hias Banji Tepak, motif hias Tambal Sewu, motif hias Lengko-Lengko dan motif hias Angen-Angen.
2. Ornamen Pokok/Utama Pada JenisPangkaan
a. Jenis Pangkaan
Yang dimaksud dengan motif hias
pangkaan ialah ornamen yang
berbentung rangkaian tumbuhan lebih
dari satu tangkai, ada yang
digambarkan rimbun atau berdaun lebat dan ada pula yang divisualisakan dengan kondisi daun yang jarang/ sedikit
Jenis pangkaan terdiri dari motif hias Pring Sedapur, motif hias Soko Cino, motif hias Kembang Suru, motif hias