• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

6.1 Sarana Produksi

Pada umumnya kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng di lokasi penelitian memiliki karakteristik usaha yang hampir sama antara satu unit analisis dengan unit analisis yang lainnya. Berikut ini adalah deskripsi mengenai sarana yang digunaka n dalam kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng di lokasi penelitian.

6.1.1 Lahan Tambak

Tambak merupakan sarana yang digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan budidaya Ikan Bandeng di Kabupaten Serang. Gambar 13 menunjukkan gambaran areal pertambakan di Zona Tirtayasa. Dalam gambar tersebut terlihat, bahwa alur tambak mengelompok dalam arah alur muara sungai. Pada daerah muara sungai luas areal tambak yang berwarna kuning tampak lebih besar dibanding daerah yang jauh dari alur sungai.

Sumber: Dokumentasi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang,2004 Gambar 13. Areal pertambakan di Zona Tirtayasa.

(2)

Usaha budidaya tambak yang dikembangkan oleh masyarakat pesisir Kabupaten Serang, tepatnya masyarakat pesisir di Kawasan Zona Tirtayasa merupakan usaha turun temurun, sehingga kepemilikan lahan tambak di kawasan tersebut rata-rata juga merupakan warisan turun temurun.

Areal pertambakan yang secara administrasi terletak dalam wilayah Kecamatan Pontang, mendapatkan supply air tawar dari Sungai Ciujung Lama dan anak-anak Sungai Ciujung Lama, diantaranya adalah Sungai Cikemanyungan, Kali Teluk, dan Sungai Cianyar. Lokasi tambak yang secara administrasi terletak dalam wilayah Kecamatan Tirtayasa juga mendapatkan supply air tawar dari Sungai Ciujung lama, sementara lokasi tambak yang secara administrasi termasuk dalam wilayah Keca matan Tanara mendapatkan supply air tawar dari sungai dan anak-anak Sungai Ciujung dan Cidurian. Gambar 14 adalah gambar beberapa sungai yang menjadi sumber air tawar bagi kegiatan budidaya tambak Bandeng di Kawasan Zona Tirtayasa.

(a) (b) (c)

Gambar 14. Sungai – Sungai yang Menjadi Sumber Air Tawar Bagi Kegiatan Budidaya Tambak di Kawasan Zona Tirtayasa

Pada saat ini rata-rata luasan lahan yang diusahakan oleh masyarakat di masing-masing unit analisis hampir sama yaitu 2 Ha – 3 Ha di Kecamatan Pontang, 2 Ha di Kecamatan Tirtayasa dan Tanara. Data mengenai luasan lahan yang diusahakan oleh petambak di masing-masing unit analisis disajikan dalam Tabel 18.

(3)

Tabel 18. Rata-Rata Luasan Lahan Tambak Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng di Masing -Masing Unit Analisis

Kecamatan Luas Lahan (Ha)

1. Pontang 2 – 3

2. Tirtayasa 2

3. Tanara 2

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, rata -rata jenis kepemilikan lahan tambak di masing-masing unit analisis adalah milik sendiri yang dimiliki secara turun temurun, namun demikian ada juga beberapa petambak yang menyewa lahan tambak untuk kegiatan budidaya perikanan tambak. Harga sewa lahan tambak berkisar antara Rp 2.000.000,00 sampai dengan Rp 3.000.000,00 per Ha per tahun. Harga lahan tambak di masing-masing unit analisis sendiri bekisar antara Rp 4.000,00 sampai dengan Rp 5.000,00 per M2. Data mengenai harga lahan di masing-masing unit analisis disajikan dalam Tabel 19.

Tabel 19. Harga Lahan Tambak di Maisng -Masing Unit Analisis Kecamatan / Desa Harga Lahan (Rp)

1. Pontang 4.000,00 – 5.000,00

2. Tirtayasa 5.000,00

3. Tanara 5.000,00 – 7000,00

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

6.1.2 Peralatan Kegiatan Budidaya

Sarana lainnya yang digunakan adalah peralatan pendukung budidaya Bandeng. Ada beberapa jenis alat yang digunakan dalam kegiatan budidaya tambak Bandeng, antara lain jaring untuk memanen hasil tambak; pompa untuk memompa air sungai agar supplay air tawar kontinyu; keranjang ikan; petromaks untuk penerangan selama masa pemeliharaan dan bangunan yang terletak di areal pertambakan sebagai tempat untuk penjaga tambak selama kegiatan pemeliharaan berlangsung. Tidak semua jenis peralatan tersebut digunakan di masing-masing unit analisis, untuk lebih jelasnya penggunaan peralatan budidaya tambak bandeng di masing-masing unit analisis, dapat dilihat dalam Tabel 20.

(4)

Tabel 20. Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Tambak Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis

Kecamatan Jenis Jlm Satuan Harga (Rp)

Umur Teknis (Tahun) B. Operasional / B. Pemeliharaan (Rp per Siklus / RpperTahun) 1. Pontang Jaring Pompa Keranjang Petromaks Bangunan 2 1 10 2 12 Unit Unit Buah Unit M2 150.000,00 2.500.000,00 20.000,00 130.000,00 500.000,00 3 10 1 3 3 - 200.000 / 100.000 50.000 / 20.000 85.000 2. Tirtayasa Jaring Keranjang Petromaks Bangunan 1 12 1 12 Unit Buah Unit M2 150.000,00 20.000,00 125.000,00 650.000,00 3 2 3 3 40.000 15.000 50.000/10.000 70.000 3. Tanara Pompa Keranjang Petromaks Bangunan Jaring 1 15 1 12 1 Unit Buah Unit M2 Unit 3.000.000,00 50.000,00 150.000,00 1.000.000,00 150.000,00 11 3 4 5 3 200.000 / 75.000 10.000 50.000 / 15.000 50.000 10.000 Sumber: Diolah dari data primer, 2005

Data Tabel 20 memberikan informasi bahwa para petambak disemua unit analisis membangun sebuah bangunan di areal tambaknya sebagai tempat tinggal penjaga tambak yang rata-rata lusnya adalah 12 M2. Luas bangunan yang sama tidak berarti biaya yang dikeluarkan untuk membengunnya sama di masing-masing unit analisis. Di Pontang rata -rata biaya yang dikeluarkan untuk membangunan bangunan di areal tambak adalah sebesar Rp 500.000,00 dengan biaya pemeliharaan Rp 85.000,00 per tahunnya, sementara di Tirtayasa, rata -rata biaya yang dikeluarkan Rp 650. 000,00 dengan biaya pemeliharaan Rp 70.000,00 per tahun dan di Tanara rata-rata biaya yang dikeluarkan adalah Rp 1.000.000,00 dengan biaya pemeliharaan pertahun Rp 50.000,00. Umur Teknis bangunan di areal tambak berkisar antara 3 sampai dengan 5 tahun.

Tidak ada jaringan listrik yang masuk di areal petambakan di Kabupaten Serang, oleh sebab it u untuk sarana penerangan terutama di malam hari petambak menggunakan alat petromaks. Biaya operasional petromaks dalam 1 siklus produksi rata-rata adalah sebesar Rp 50.000,00 dan biaya pemeliharaanya per tahun berkisar antara Rp 10.000,00 sampai dengan Rp 20.000,00.

(5)

Tidak semua petambak menggunakan pompa untuk menarik air dari sungai. Rata -rata petambak yang menggunakan pompa adalah petambak yang lokasi tambaknya sedikit jauh dari sumber air. Beberapa petambak yang menggunakan pompa antara lain beberapa petambak di Kecamatan Pontang dan Tanara. Biaya operasional Pompa yang dikeluarkan dalam 1 siklus produksi budidaya Ikan Bandeng rata-rata adalah Rp 200.000,00, sementara biaya pemeliharaan pompa untuk 1 tahunnya berkisar antara Rp 75.000,00 sampai dengan Rp 100.000,00. Perlengkapan lainnya dalam usaha budidaya Bandeng di lokasi penelitian adalah keranjang ikan dan jaring yang digunakan pada saat kegiatan pemanenan ikan.

6.1.3 Benih Ikan Bandeng

Benih Ikan Bandeng dikenal dengan nama nener. Diakui oleh pa ra petambak Bandeng di kawasan Zona Tirtayasa bahwa dahulu nener diperoleh dari hasil tangkapan dari alam, yang kemudian dibesarkan dalam media tambak. Pada saat ini nener alam tersebut sudah sangat terbatas jumlahnya dan untuk memenuhi kebutuhan nener bagi kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng, saat ini para petambak memperolehnya dari panti-panti benih baik yang berada di dalam Kabupaten Serang ataupun di luar Kabupaten Serang seperti misalnya dari panti benih di daerah Lampung dan Sulawesi Selatan. Kegiatan pembesaran bandeng yang dilakukan oleh petambak di masing-masing unit analisis menggunkan benih yang berumumr 60 hari yang disebut dengan ”sodok” atau ”gelondongan”. Harga benih ukuran ”sodok” ini cukup beragam, ya itu berkisar antara Rp 125,00 sampai dengan Rp 140,00.

Padat tebar nener untuk 1 Ha di masing-masing unit analisis cukup beragam. Pada dasarnya padat tebar benih juga sangat ditentukan oleh modal yang dimiliki oleh petambak untuk diinvestasikan dalam kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng itu. Selain itu pertimbangan lainnya adalah daya dukung dan kapasitas perairan, karena kegiatan budidaya tambak Bandeng di Pesisir Kabupaten Serang pada umumnya sangat mengandalkan pakan alami yang disediakan oleh perairan tersebut. Tabel 21 menginformasikan mengenai padat

(6)

tebar nener dalam 1 Ha lahan tambak dan harga beli nener di masing-masing unit analisis.

Tabel 21. Padat Tebar Per Ha dan Harga Benih Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis

Kecamatan Padat Tebar (ekor / Ha) Harga (Rp/ ekor)

1. Pontang 4.000 125,00 – 130,00

2. Tirtayasa 4.000 125,00 – 140,00

3. Tanara 4.000 125,00 – 130,00

Sumber: Diolah dari data primer,2005

6.1.4 Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng, dibagi ke dalam 3 bagian sesuai dengan 3 tahap pada kegiatan tersebut. Pada masa persiapan di Pontang rata-rata dibutuhkan antara 3 sampai dengan 5 orang dengan masa kerja berkisar antara 6 sampai dengan 5 hari. Di Tirtayasa dan Tanara rata -rata dibutuhkan antara 3 sampai dengan 4 orang dengan masa kerja berkisar antara 6 sampai dengan 7 hari. Pada masa pemeliharaan di Pontang rata-rata dibutuhkan 1 sampai dengan 2 orang untuk menjaga dan mengawasi kegiatan budidaya sementara di Tirtayasa dan Tanara rata-rata hanya dibutuhkan 1 orang. Pada masa panen di Pontang dan Tirtayasa rata-rata dibutuhkan 7 sampai dengan 10 orang, sementara di Tanara tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan pemanenan berkisar antara 6 sampai dengan 7 orang. Tabel 22 menampilkan data kebutuhan tenaga kerja dalam kegiatan budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis.

Tabel 22. Jumlah Tenaga Kerja Pada Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Masing-masing unit analisis.

Kecamatan Luas Lahan (Ha) Masa Persiapan (Orang) Masa Pemeliharaan (Orang) Masa Panen (Orang) 1. Pontang 2 – 3 3 – 5 1-2 7 -10 2. Tirtayasa 2 3 – 4 1 7-10 3. Tanara 2 3 – 4 1 6-7

(7)

Sistem kerja tenaga kerja tersebut juga bervariasi di setiap unit analisis, ada yang dibayar secara borongan, ada yang dibayar harian/bulanan dan juga ada yang dibayar dengan sistem bagi hasil. Di Pontang pada masa persiapan tenaga kerja biasanya dibayar dengan sistem harian sebesar Rp 25.000,00 per hari per orang, atau dengan sistem borongan sebesar Rp 500.000,00 sampai dengan Rp 750.000,00, sementara pada masa pemeliharaan tenaga kerja dibayar dengan sistem bulanan yang berkisar antara Rp 250.000,00 sampai dengan Rp 300.000,00 atau dengan sistem harian sebesar Rp 10.000,00 per hari per orang dan pada masa pemane nan tenaga kerja dibayar dengan sistem borongan yang nilainya mencapai Rp 500.000,00 – Rp 700.000,00 atau sesuai dengan hasil panen. Di Tirtayasa tenaga kerja pada masa persiapan rata-rata dibayar dengan sistem harian sebesar Rp 25.000,00 per hari per orang, sementara pada masa pemeliharaan tenaga kerja juga dibayar harian sebesar Rp 10.000,00 per hari per orang dan pada masa panen tenaga kerja dibayar dengan sistem borongan sebesar Rp 500.000,00 atau sesuai dengan besarnya hasil panen. Di Tanara tenaga ke rja pada masa pemeliharaan dibayar dengan sistem borongan rata-rata sebesar Rp 500.000,00, sementara untuk masa pemeliharaan tenaga kerja dibayar dengan sistem bulanan sebesar Rp 300.000,00 per bulan dan pada masa panen tenaga kerja dibayar dengan sistem borongan rata -rata sebesar Rp 300.000,00 atau sesuai dengan hasil panen.

Selain jenis sistem kerja diatas ada juga sistem kerja dengan bagi hasil dari jumlah hasil panen yang besarannya ditetapkan dan disepakati sebelumnya dengan perbandingan hasil pemilik tambak dan pekerja rata -rata 70:30 atau 80:20. Tabel 23 menampilkan data mengenai sistem kerja tenaga kerja dalam kegiatan budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis.

Tabel 23. Sistem Kerja Tenaga Kerja dalam Kegiatan Budidaya Tambak Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis.

Kecamatan Masa Persiapan Masa Pemeliharaan Masa Panen 1. Pontang Harian / Rp 25.000,00 Borongan/ Rp 750.000,00 Bulanan/ Rp 250.000,00 - Rp 300.000,00 Harian / Rp 10.000,00 Borongan / Rp 500.000,00 – Rp 700.000,00 2. Tirtayasa Harian / Rp 25.000,00 Harian / Rp 10.000,00 Borongan/

Rp 500.000,00 3. Tanara Borongan/

Rp 500.000,00

Bulanan/ Rp 300.000,00 Borongan/ Rp 300.000,00 Sumber: Diolah dari data primer, 2005

(8)

6.1.5 Sarana Produksi Lainnya

Sarana pendukung lainnya dalam kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng lainnya antara lain adalah pupuk, bahan kimia pembasmi hama, pakan atau vitamin untuk bandeng. Pupuk dibutuhkan dalam masa persiapan lahan tambak, yang dimaksudkan untuk menyuburkan lahan tambak dan memicu pertumbuhan pakan alami di perairan. Di lokasi penelitian pada umumnya jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk anorganik, yaitu Urea dan TSP dengan perbandingan 1:1. Dosis yang diberikan untuk 1 ha luasan tambak berkisar antara 75 sampai dengan 100 Kg.

Salah satu permasalahan yang umumnya dihadapi oleh hampir semua petambak di lokasi penelitian adalah adanya hama sumpil. Untuk memberantas hama tersebut pada saat ini petambak menggunakan obat pembasmi hama yang bermerek dagang Bristan atau Bentan. Untuk 1 Ha luasan lahan tambak dibutuhkan kurang lebih 0,5 Kg obat pembasmi hama tersebut. Untuk menunjang pertumbuhan Ikan Bandeng, petambak memberikan sejenis vitamin yang bernama Raja Bandeng. Dosis yang diberikan untuk 1 Ha lahan tambak adalah 15 Kg, namun tidak semua petambak menggunakan bahan tambahan ini, rata-rata hanya sebahagian petambak di Pontang dan Tanara yang menggunakannya. Tabel 24 menampilkan data penggunaan pupuk dan bahan kimia pembasmi hama di masing-masing unit analisis. Penggunaan Pupuk di Pontang dengan luasan lahan berkisar antara 2-3 Ha adalah berkisar antara 150 – 200 Kg, sementara di Tirtayasa dengan luasan lahan 2 Ha pupuk yang digunakan rata -rata 150 Kg dan Tanara denga n luas lahan 2 Ha penggunaan pupuk rata-rata 150 – 200 Kg.

Tabel 24. Dosis Penggunaan Pupuk di Masing-Masing Unit Analisis Kecamatan Luas Lahan

(Ha) Urea (Kg) TSP (Kg) Bristan/ Bentan (Kg) 1. Pontang 2 – 3 150 - 200 150 – 200 1 2. Tirtayasa 2 150 150 1 3. Tanara 2 150 - 200 150 – 200 1

(9)

6.1.6 Modal Investasi

Modal usaha dapat menjadi ukuran skala kegiatan usaha yang dilakukan. Pada umumnya yang termasuk biaya modal usaha dalam kegiatan budidaya Ikan Bandeng di lokasi penelitian adalah pembelian atau penyewaan lahan tambak, peralatan budidaya, dan juga biaya operasional kegiatan budidaya tambak Bandeng. Sumber permodalan dalam usaha budidaya tambak Bandeng di lokasi penelitian, pada umumnya berasal dari dana pribadi yang sengaja diinvestasikan untuk kegiatan ini. Modal usaha tersebut juga merupakan warisan turun temurun dalam masyarakat komunitas masyarakat pesisir di lokasi penelitian. Tabel 25, menampilkan data mengenai rata-rata jumlah modal yang dikeluarkan oleh petambak untuk memulai usaha budidaya Ikan Bandeng.

Tabel 25. Rata-Rata Jumlah Modal Usaha Kegiatan B udidaya Tambak Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis

Kecamatan Jumlah Modal

(Juta Rp) Sumber Modal

Pontang 80 – 90 Sendiri

Tirtayasa 100 Sendiri

Tanara 80 –100 Sendiri

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

Saat ini para petambak mengakui masih membutuhkan modal untuk pengembangan usaha budidaya tambak Ikan Bandeng, namun dirasakan sulit untuk dapat memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan formal setempat. Jika pun ada petambak yang meminjam uang untuk modal usaha ini adalah bersumber dari lembaga keuangan informal yaitu juragan. Diakui oleh petambak, hal ini sangat memberatkan, karena kelak hasil produksi harus dijual kepada juragan tersebut dan dalam hal ini para petambak memiliki posisi tawar yang sangat lemah dalam menentukan harga jual Ikan Bandeng .

6.2 Kegiatan Produksi

Satu siklus kegiatan pembesaran Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis rata -rata akan berlangsung selama 4 bulan, yang terdiri atas masa persiapan, masa pemeliharaan dan masa pemanenan, sehingga dalam satu tahun

(10)

petambak dapat melakukan kegiatan usaha ini sebanyak 3 siklus. Selain itu ada juga beberapa petambak di Pontang yang melakukan pemeliharaan sampai dengan 6 bulan. Tabel 26 berisi tentang informasi siklus budidaya di masing-masing unit analisis.

Tabel 26. Siklus Budidaya di Masing-Masing Unit Analisis

Kecamatan 1 Siklus (Bulan) 1 Tahun (Siklus)

Pontang 4-6 2-3

Tirtayasa 4 3

Tanara 4 3

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

6.2.1 Masa Persiapan

Kegiatan yang dilakukan dalam masa persiapan adalah mempersiapkan lahan tambak agar siap dan layak untuk digunakan sebagai media budidaya ikan Bandeng. Masa persiapan ini akan memaka n waktu kurang lebih 7 sampai dengan 10 hari. Adapun kegiatan yang dilakukan selama masa persiapan antara lain adalah sebagai berikut:

1) Membalikkan lahan tambak, menyingkirkan lumpur-lumpur hitam dan mengeringkan lahan selama beberapa hari. Kegiatan dimaksudkan untuk menjaga kualitas tanah agar tidak bermasalah pada saat kegiatan pemeliharaan dan juga untuk mematikan hama atau mikro organisme yang tidak menguntungkan bagi kegiatan budidaya Ikan Bandeng. Salah satu contoh hama yang sering mengganggu kegiatan budidaya Ikan Bandeng di Kabupaten Serang adalah hama Sumpil. Sumpil merupakan jenis kerang-kerangan kecil yang menjadi saingan Ikan Bandeng dalam memperoleh pakan alami yang ada di perairan. Jadi jika Sumpil ini banyak ditemukan di perairan tambak, sudah dapat dipastikan pertumbuhan Ikan Bandeng akan terganggu. Salah satu jalan yang ditempuh oleh para petambak untuk membasmi hama ini adalah dengan mengeringkan lahan dan juga memberikan obat pembasmi hama yaitu Bristan. Dosis yang digunakan adalah 0,5 kg bristan untuk 1 Ha lahan Tambak. 2) Setelah lahan tambak diolah, kemudian diberi pupuk yang bertujuan untuk

menyuburkan lahan agar dapat menunjang pertumbuhan pakan alami, yaitu kelekap. Jenis pupuk yang digunakan adalah paduan antara Urea dan TSP.

(11)

Dosis yang diberikan adalah 100 Kg Urea dan 100 Kg TSP untuk 1 Ha lahan tambak.

3) Setelah lahan siap digunakan, kemudian setiap petakan tambak di isi air setinggi 30-40 Cm, dan benih siap untuk ditebar.

6.2.2 Masa Pemeliharaan

Masa pemeliharaan dimulai sejak nener ditebar dalam petakan tambak, dan ini akan berlangsung selama kurang lebih 4 sampai 6 bulan. Masyarakat pesisir Kabupaten Serang pada umumnya masih menggunakan teknologi tadisional dalam melakukan kegiatan usaha budidaya tambak Ikan Bandeng. Hal ini dicirikan dengan padat tebar benih yang hanya berkisar antara 3.000 ekor sampai dengan 4.000 ekor per Ha. Selain itu, dalam menunjang pertumbuhan Ikan Bandeng, pada umumnya petambak hanya mengandalkan pakan alami berupa kelekap yang ada di perairan, jikapun ada petambak yang memberikan pellet sebagai pakan tambahan, namun jumlahnya sangat sedikit. Untuk menunjang pertumbuhan Ikan Bandeng, petambak hanya memberi nutrisi berupa vitamin yang dikenal dengan nama Raja Bandeng. Dosis yang diberikan adalah 15 Kg untuk 1 Ha lahan.

6.2.3 Masa Pemanenan

Masa pemanenan adalah akhir dari 1 siklus kegiatan budidaya Bandeng. Selama pemeliharaan di petak tambak selama kurang lebih 4 bulan ikan sudah siap dipanen, dengan berat berkisar antara 200 gram sampai dengan 250 gram per ekor. Petambak memanen Bandeng dengan menggunakan jaring.

Dari hasil pengamatan selama masa pemeliharaan, jika diperkirakan ukuran Ikan Bandeng relatif seragam, maka petambak akan melakukan pemanen total, namun jika dari hasil pengamatan pertumbuhan ikan tidak merata, maka dila kukan panen selektif. Pemanena n selektif dilakukan dengan cara menggunakan jaring, sementara pemanenan secara total dilakkan dengan cara mengeringkan petakan tambak. Air dikeringkan, sampai yang tersisa hanya di bagian caren saja, selanjutnya penangkapan dilakukan dengan tanggok dan jaring.

(12)

Petambak di lokasi penelitian, biasanya melakukan kegiatan pemanenan ikan pada pagi hari sebelum matahari terbit, dengan persiapan pada malam harinya.

6.3 Hasil Produksi dan Pemasaran

6.3.1 Hasil Produksi

Hasil produksi kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng pada umumnya tidak selalu sama dari satu siklus dengan siklus berikutnya atau sebelumnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain yaitu kondisi lahan dan air, kualitas benih dan juga ketersediaan pakan alami di perairan tambak. Dari pengalaman bertahun-tahun melakukan kegiatan ini para petambak di lokasi penelitian menyampaikan bahwa jumlah produksi per Ha berkisar antara 150 sampai dengan 700 Kg. Di Pontang, tingkat produksi 1 Ha lahan pada saat ini berkisar antara 350 sampai dengan 450 Kg, namun pada waktu sebelumnya tingkat produksi tersebut pernah mencapai 700 kg per ha tertinggi dan 200 Kg per ha terendah. Di Tirtayasa tingkat produksi saat ini rata -rata mencapai 375 Kg per Ha, namun sebelumnya pernah mencapai 600 Kg tertinggi dan 250 Kg per Ha terendah. Di Tanara, pada saat ini nilai produksi berkisar antara 275 – 300 Kg per Ha, namun pada waktu sebelumnya pernah mencapai 650 Kg per Ha tertinggi dan 250 Kg per Ha terendah. Tabel 27 menya jikan data-data tersebut.

Tabel 27. Jumlah Produksi Ikan Bandeng Per Ha di Masing-Masing Unit Analisis

Hasil Panen (Kg / Ha) Kecamatan Luas Lahan

(Ha) Saat Ini Tertinggi Terendah

1. Pontang 2 -3 350 - 450 700 200

2. Tirtayasa 2 400 600 250

3. Tanara 2 275 – 300 650 250

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

6.3.2 Pemasaran Hasil Produksi

Simpul pertama penjualan atau pemasaran usaha budidaya tambak Ikan Bandeng di lokasi penelitian adalah di tepi tambak, karena pada umumnya petambak menjual hasil produksi mereka kepada tengkulak yang datang langsung

(13)

ke tambak, namun demikian ada juga petambak yang langsung menjual hasil produksi mereka ke pasar. Harga Ikan Bandeng di tingkat petambak berfluktuasi berdasarkan penawaran dan permintaan Ikan Bandeng di pasaran. Harga Ikan Bandeng saat ini adalah Rp 10.000,00 per Kg. Tabel 28 menampilkan data harga Ikan Bandeng di tingkat petambak di masing-masing unit analisis.

Tabel 28. Harga Ikan Bandeng per Kg di Masing -Masing Unit Analisis Hasil Panen (Kg / Ha)

Kecamatan Luas Lahan

(Ha) Saat Ini Tertinggi Terendah 1. Pontang 2 -3 10.000,00 12.000,00 4500,00 – 5000,00

2. Tirtayasa 2 10.000,00 12.000,00 5000,00

3. Tanara 2 10.000,00 12.000,00 5000,00 – 7000,00

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

Berdasarkan informasi yang didapat dari petambak dan tengkulak atau pedagang pengumpul, ikan hasil produksi di lokasi penelitian, pada umumnya untuk konsumsi dalam Kabupaten Serang. Jarak Kabupaten Serang dengan Ibukota Jakarta relatif dekat, namun demikian Ikan Bandeng yang diproduksi di Kabupaten Serang masih kalah bersaing di pasar Jakarta dengan Ikan Bandeng yang dihasilkan dari daerah lainnya seperti Pati, Gersik dan Lampung. Ikan Bandeng yang diproduksi dari daerah tersebut memiliki ukuran yang lebih besar dan tekstur daging yang padat.

Pada umumnya petambak atau tengkulak membawa dan memasarkan hasil produksi ikan Bandeng di Pasar Rau, yang secara Administratif terletak di Kota Serang. Tabel 29 menampilkan informasi rata-rata jarak lokasi pasar dengan masing-masing unit analisis.

Tabel 29. Jarak Masing -Masing Unit Analisis Ke Pasar Rau

No. Kecamatan Jarak Rata-RataKe Pasar Rau (Km)

1. Pontang 21

2. Tirtayasa 30

3. Tanara 39

(14)

Ikan Bandeng di bawa ke pasar dengan menggunakan transportasi mobil Pick-Up yang dimiliki atau di sewa oleh tengkulak atau petambak, atau juga di bawa dengan menggunakan transportasi angkutan ikan yang ada di sekitar lokasi tambak. Alat transportasi tersebut rata-rata memiliki kapasitas 1.000 – 1.500 Kg. Biaya transportasi yang dikeluarkan dalam kegiatan pemasaran hasil produksi ikan Bandeng di Pontang yang jarak rata-ratanya ke pasar mencapai 21 Km adalah Rp 250.000,00, sementara di Tirtayasa yang jarak rata-ratanya ke pasar mencapai 30 Km adalah Rp 300.000,00 dan di Tanara yang jarak rata -ratanya dari pasar mencapai 39 Km adalah Rp 350.000,00. Tabel 30, menampilkan data jenis angkutan, kapasitas angkut dan biaya transportasi untuk pemasaran Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis.

Tabel 30. Jenis Angkutan, Kapasitas Angkut dan Biaya Transportasi Untuk Pemasaran Ikan Bandeng di Masing -Masing Unit Analisis.

Desa Jenis Angkutan/ Kapasitas Biaya Transportasi 1. Pontang Pick Up / 1.000 – 1.500 Kg Rp 250.000,00 2. Tirtayasa Pick Up / 1.000 – 1.500 Kg Rp 300.000,00 3. Tanara Pick Up / 1.000 – 1.500 Kg Rp 350.000,00 Sumber: Diolah dari data primer, 2005

6.4 Analisis Nilai Land Rent

Nilai land rent yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah nilai surplus suatu bidang lahan yang didapat dari penggunaan lahan tersebut untuk suatu kegiatan ekonomi tertentu yang dalam hal ini adalah kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng. Konsep yang digunakan adalah Ricardian land rent, dikatakan demikian karena konsep ini dikembangkan oleh seor ang ahli ekonomi yang bernama David Ricardo. Dalam konsepnya Ricardo menyatakan bahwa rente ekonomi dari sebidang lahan adalah nilai perbedaan produktivitas antara sebidang lahan dengan sebidang lahan yang lebih buruk kualitasnya atau yang lebih jauh jaraknya yang mengakibatkan biaya produksi lebih besar (Tietenberg 2001). Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai land rent dari sebidang lahan ditentukan oleh kesuburan dan jarak lahan tersebut dari pusat pasar. Analisis

(15)

mengenai faktor kesuburan dan faktor jarak lahan tambak di masing-masing unit analisis.

6.4.1. Produktivitas Lahan

Produktivitas diartikan sebagai jumlah produksi per satuan luas. Produktivitas digunakan sebagai indikator tingkat kesuburan lahan, dimana jika tingkat produkivitas suatu lahan lebih tinggi dibandingkan lahan yang lainnya, maka dapat dikatakan bahwa lahan tersebut memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi, sehingga surplus produksi antara lahan tersebut dengan lahan yang lainnya itulah yang dinamakan sebagai land rent.

Hasil penelitian memberikan informasi mengenai jumlah total produksi Ikan Bandeng yang dihasilkan di masing-masing unit analisis, seperti tampak dalam Tabel 31 dan diilustrasikan pada Gambar 15.

Tabel 31. Nilai Produktivitas Rata-Rata Lahan Tambak di Masing-Masing Unit Analisis

No Kecamatan Luas Lahan (Ha) Total Produksi (Kg) Produktivitas (Kg/Ha) 1 Pontang 24 9.600 400,0 2 Tirtayasa 12 4.500 375,0 3 Tanara 12 3.450 287.5

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

0 100 200 300 400

Produktivitas Pontang

Tirtayasa Tanara

Gambar 15. Produktivitas Lahan Tambak Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis

(16)

Dengan padat tebar benih yang sama sebesar 4.000 ekor per Ha, tingkat produktivitas budidaya Ikan Bandeng yang tertinggi adalah di Kecamatan Pontang. Data responden menunjukkan dari luasan 24 Ha lahan tambak diperoleh produksi sebesar 9.600 Kg, dan berarti tingkat produktivitas rata -rata mencapai 400 Kg per Ha per siklus produksi. Produksi per responden berkisar antara 700 Kg sampai dengan 1.350 Kg per siklus produksi untuk luasan lahan seluas 2 sampai dengan 3 Ha. Di Kecamatan Tirtayasa dari 12 Ha luasan lahan tambak, dihasilkan produksi Ikan Bandeng sebanyak 4.500 Kg, yang berarti produktivitas lahan tambak mencapai 375 Kg per Ha per siklus produksi. Produksi per responden berkisar antara 700 – 800 Kg per 2 Ha luasan lahan per siklus produksi. Kecamatan Tanara memiliki tingkat produksi terendah dari 12 Ha luasan lahan tambak hanya dihasilkan 3.450 Kg Ikan Bandeng, dengan produktivitas per Ha yaitu 287.5 Kg per Ha per siklus produksi. Jumlah produksi per responden berkisar antara 550 – 600 Kg per 2 Ha luasan lahan tambak per siklus produksi.

Banyak hal yang menjadi faktor penentu tingkat produktivitas kegiatan budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis, antara lain adalah kualitas lahan, kualitas air, benih dan juga pakan. Kegiatan budidaya Ikan Bandeng di Kabupaten Serang pada umumnya hanya mengandalkan pakan alami saja, sehingga faktor keberhasilan panen benar-benar bergantung kepada kualitas lahan dan air serta benih yang digunakan sebagai sarana dalam kegiatan budidaya Ikan Bandeng. Tabel 32 menyajikan informasi mengenai kondisi lahan dan sumber air untuk kegiatan produksi tambak Bandeng di masing-masing unit analisis.

Data pada Tabel 32 memberikan gambaran bahwa wilayah pertambakan di Kecamatan Pontang pada umumnya mendapat supply air tawar yang kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya, namun demikian tidak semua lokasi tambak bedekata n dengan sumber air, sehingga sebagian petambak memerlukan pompa sebagai alat bantu untuk menjaga kontinuitas volume air dalam tambak. Berbeda dengan kondisi di Pontang, kondisi sumber air di Kecamatan Tanara diidentifikasikan memiliki kualitas yang lebih rendah, hal ini diakibatkan, karena di hulu sungai yang menjadi sumber air kegiatan tambak banyak berdiri kegiatan industri yang membuang limbahnya kedalam sungai. Meskipun setiap industri yang berdiri telah dilengkapi dengan alat pengolah

(17)

limbah, namun telah terjadi akumulasi limbah di perairan sungai yang mengakibatkan tingkat pencemaran cukup tinggi. Berdasarkan informasi dari penduduk dan pengamatan lapang memang terlihat banyak lahan –lahan tambak yang saat ini tidak produktif di wilayah Keamatan Tana ra . Pada umunya lahan tambak di Kecamatan Tanara, sebelumnya berkembang sebagai tambak Udang Windu, namun ketika mulai banyaknya berdiri industri di hulu sungai yang mengakibatkan adanya akumulasi limbah pabrik mengakibatkan kualitas air turun dan petamba k mengalami kegagalan panen, karena komoditas udang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Oleh karena itu banyak petambak yang mengalami kebangkrutan dan akhirnya tidak melakukan usaha budidaya udang lagi, namun ada sebagian petambak yang masih mengembangkan usaha tambak Ikan Bandeng, karena Ikan Bandeng dinilai memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap perubahan lingkungan.

Tabel 32. Informasi Kondisi Sumber Air di Lokasi Penelitian

No Kecamatan Kondisi Lahan Kondisi Sumber Air 1. Pontang Lahan pesisir

Kabupaten Pontang teksturnya

berberlumpur. Petambak melakukan pengeringan lahan

Sumber air pertambakan berasal dari Sungai Cikamanyungan dan anak-anak Sungai Ciujung lama. Tingkat pencemaran di hulu sungai relative rendah, hanya dari limbah rumah tangga.

2. Tirtayasa Sebagian besar lahan pesisir di Kecamatan Tirtayasa teksturnya berpasir

Sumber air berasal dari Sungai Cijung lama. Bagian hulu sungai yang melintas di Kecamatan Tirtayasa dipadati penduduk, sehingga adanya akumulasi limbah rumah tangga 3. Tanara Lahan pesisir

Kecamatan Tanara tekstrnya berlumpur. Sebelumnya banyak ditumbuhi pohon bakau namun banyak yang dikonversi menjadi lahan tambak.

Sumber air dari Sungai Cidurian dan Ciujung. Tingkat pencemaran di hulu sungai relative tinggi, karena banyakya industri yang membuang limbah ke perairan sungai sehingga limbah terakumulasi dan mengakibatkan penurunan kualitas perairan

Sumber: Data Laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang 2004 dan Pengamatan Lapang.

(18)

6.4.2 Biaya Produksi

Biaya produksi dalam kegiatan perikanan tambak, terdiri atas biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi.

1) Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja merupakan perkalian dari jumlah tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Dalam kegiatan perikanan tambak biaya tenaga kerja biasanya dibedakan pada saat masa persiapan, masa pemeliharaan dan masa panen. Total biaya kenaga kerja merupakan penjumlahan dari keseluruhan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dalam masa produksi. Data hasil penelitian mengenai biaya tenaga kerja untuk kegiatan budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 33.

Tabel 33. Biaya Tenaga Kerja Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis

No Kegiatan Satuan Besaran Biaya Satuan (Rp/Ha) Total Biaya (Rp/Ha) Kecamatan Pontang 1 Persiapan HOK 10,60 25.000,00 265.000,00 2 Pemeliharaan HOK 63,30 10.000,00 633.000,00 3 Pemanenan HOK 4,79 50.000,00 239.500,00 Total Biaya 1.137.500,00 Kecamatan Tirtayasa 1 Persiapan HOK 11,50 25.000,00 287.500,00 2 Pemeliharaan HOK 60,00 10.000,00 600.000,00 3 Pemanenan HOK 4,50 50.000,00 225.000,00 Total Biaya 1.112.500,00 Kecamatan Tanara 1 Persiapan HOK 10,83 25.000,00 270.833,33 2 Pemeliharaan HOK 60,00 10.000,00 600.000,00 3 Pemanenan HOK 2,58 50.000,00 129.166,67 Total Biaya 1.000.000,00

(19)

Data Tabel 33 merupakan biaya tenaga kerja per 1 Ha luasan lahan tambak. Dari data tersebut diketahui bahwa biaya tenaga kerja di Kecamatan Pontang, yaitu Rp 1.137.500,00 per Ha per siklus produksi, sementara di Kecamatan Tirtayasa biaya tenaga kerja mencapai Rp 1.112.500,00 per Ha per siklus produksi dan di Kecamatan Tanara biaya tenaga kerja adalah yang terendah dibandingkan dengan 2 unit analisis yang lainnya, yaitu sebesar Rp 1.000.000,00.

Dibandingkan dengan Kecamatan Tirtayasa dan Tanara, total biaya tenaga kerja Kecamatan Pontang nilainya lebih besar. Dari data Tabel 33 dapat dilihat bahwa perbedaan terutama untuk biaya tenaga kerja pada masa pemeliharaan dan pemanenan. Hal ini dikarenakan luas lahan yang dikelola di Kecamatan Pontang antara 2 samapi 3 Ha. Petambak yang mengolah lahan tambak Ikan Bandeng seluas 3 Ha rata-rata membutuhkan 2 orang pekerja pada masa pemeliharaan. Jumlah produksi di Kecamatan Pontang juga lebih besar dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya, hal ini berpengar uh terhadap besarnya biaya pemanenan yang harus dikeluarkan oleh petambak, karena sistem yang diterapkan adalah bagi hasil berdasarkan jumlah produksi yang didapat pada saat panen.

Dari keterangan dan data -data di atas ada satu hal yang menarik untuk dibahas lebih mendalam dalam struktur biaya tenaga kerja produksi budidaya ikan bandeng di lokasi penelitian, yaitu kaitan antara luas lahan dan jumlah tenaga kerja serta biaya yang dikeluarkan. Dari kasus di Kecamata Pontang diketahui bahwa dalam masa pemeliharaan untuk petambak yang mengusahakan 2 Ha lahan diperlukan 1 orang tenaga kerja sementara untuk petambak yang mengusahakan 3 Ha lahan, pada masa pemeliharaan membutuhkan tenaga kerja 2 orang. Data tersebut menggambarkan bahwa untuk masa pemeliharaan 1 orang pekerja memiliki kapasitas maksimal bekerja pada luasan 2 Ha lahan, sehingga dapat dikatakan pengusahaan 2 ha lahan tambak dan kelipatannya merupakan luasan optimal dalam struktur biaya tenaga kerja pada masa pemeliharaan.

Tabel 34 menampilkan Total biaya tenaga kerja per Ha per siklus produksi kegiatan budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis, yang juga diilustrasikan pada Gambar 16.

(20)

Tabel 34. Total Biaya Tenaga Kerja Per Ha Per Siklus Produksi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng di Masing – Masing Unit Analisis

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

1,137,500 1,112,500 1,000,000 900,000 950,000 1,000,000 1,050,000 1,100,000 1,150,000 Biaya Tenaga Kerja (Rp/Ha)

Pontang Tirtayasa Tanara

Gambar 16. Rata-Rata Biaya Tenaga Kerja / Ha Produksi Budidaya Ikan Bandeng di Lokasi Penelitian

2) Biaya Sarana Produksi

Biaya sarana produksi kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng antara lain terdiri atas biaya pembelian bibit (nener), pupuk, bahan kimia pembasmi hama, bahan tambahan (vitamin), biaya operasional petromaks dan biaya operasional pompa. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa struktur biaya sarana produksi budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis sedikit berbeda. Tabel 35 menginformasikan jenis dan besarnya biaya sarana produksi di lokasi penelitian.

Data Tabel 35 merupakan biaya sarana produksi per 1 Ha luasan lahan tambak dalam 1 siklus produksi. Dari data tersebut diketahui bahwa biaya sarana produksi di Kecamatan Pontang, yaitu Rp 1.188.750,00 per Ha per siklus produksi, sementara di Kecamatan Tirtayasa biaya sarana produksi mencapai Rp

No Kecamatan Biaya Tenaga Kerja (Rp/Ha)

1 Pontang 1.137.500,00

2 Tirtayasa 1.112.500,00

(21)

1.160.000,00 per Ha per siklus produksi dan di Kecamatan Tanara biaya sarana produksi adalah sebesar Rp 1.187.000,00.

Tabel 35. Biaya Sarana Produksi Kegiat an Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis (Rp / Ha)

No Biaya sarana

produksi Satuan Besaran

Biaya Satuan (Rp) Total Biaya (Rp) Kecamatan Pontang 1 Nener Ekor 4000,00 125,00 500.000,00 2 Raja Bandeng Kg 8,33 5.600,00 46.666,67 3 Urea Kg 81,25 1.400,00 113.750,00 4 TSP Kg 75,00 1.400,00 105.000,00 5 Bristan Kg 0,42 800.000,00 333.333,33 6 Ops. Petromaks Liter 35,71 1.400,00 50.000,00 7 Ops. Pompa Liter 20,00 2.000,00 40. 000,00

Total 1.188.750,00 Kecamatan Tirtayasa 1 Nener Ekor 4000,00 125,00 500.000,00 2 Urea Kg 75,00 1.400,00 105.000,00 3 TSP Kg 75,00 1.400,00 105.000,00 4 Bristan Kg 0,50 800.000,00 400.000,00 5 Ops. Petromaks Liter 35,71 1.400,00 50.000,00

Total 1.160.000,00 Kecamatan Tanara 1 Nener Ekor 4000,00 125,00 500.000,00 2 Raja Bandeng Kg 7,50 5.600,00 42.000,00 3 Urea Kg 87,50 1.400,00 122.500,00 4 TSP Kg 87,50 1.400,00 122.500,00 5 Bentan Kg 0,50 600.000,00 300.000,00 6 Ops.Petromaks Liter 35,71 1.400,00 50.000,00 7 Ops Pompa Liter 25,00 2.000,00 50.000,00

Total 1.187.000,00

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

Dibandingkan dengan Kecamatan Pontang dan Tanara, total biaya tenaga kerja Kecamatan Tirtayasa nilainya lebih kecil. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan budidaya Ikan Bandeng di Kecamatan Tirtayasa tidak menggunakan sarana pompa dan vitamin raja bandeng, sehingga dalam struktur biayanya tidak terdapat biaya operasional pompa dan biaya vitamin. Pada dasarnya struktur biaya

(22)

sarana produksi di Kecamatan Pontang dan Tanara adalah sama, namun ada perbe daan penggunaan jenis obat kimia pembasmi hama, sehingga nilainya sedikit berbeda. Di Kecamatan Pontang, petambak menggunakan jenis bristan yang harganya mencapai Rp 800.000,00 per Kg sementara di Kecamatan Tanara petambak menggunakan jenis Bentan yang harganya lebih murah, yaitu Rp 600.000,00 per Kg. Tabel 36 menampilkan data Total Biaya Sarana Produksi per Ha per siklus produksi dan diilustrasikan pada Gambar 17

Tabel 36. Total Biaya Sarana Produksi Per Ha Per Siklus Produksi Budidaya Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis Kecamatan Biaya Sarana Produksi (RP/ Ha)

Pontang 1.188.750,00

Tirtayasa 1.160.000,00

Tanara 1.187.000,00

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

1,188,750 1,160,000 1,187,000 1,145,000 1,150,000 1,155,000 1,160,000 1,165,000 1,170,000 1,175,000 1,180,000 1,185,000 1,190,000

Biaya Sarana Produksi

(Rp/Ha)

Pontang Tirtayasa Tanara

Gambar 17. Total Biaya Sarana Produksi Per Ha Per Siklus Produksi Budidaya Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis

Berdasarkan hasil analisis struktur biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi diatas, maka dapat diketahui besarnya biaya produksi kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis, sebagimana tampak dalam Tabel 37.

(23)

Tabel 37. Total Biaya Produksi Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Masing -Masing Unit Analisis

No Kecamatan Biaya Tenaga Kerja (Rp/Ha) Biaya Sarana Produksi (Rp/Ha) Total Biaya Produksi (Rp/Ha) 1 Pontang 1.137.500,00 1.188.750,00 2.326.250,00 2 Tirtayasa 1.112.500,00 1.160.000,00 2.272.500,00 3 Tanara 1.000.000,00 1.187.000,00 2.187.000,00 Sumber: Diolah dari data primer, 2005

Biaya Produksi per Ha per siklus kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng di kawasan Zona Tirtayasa pada umumnya di atas Rp 2.000.000,00. Total biaya tertinggi adalah di Kecamatan Pontang, sebesar Rp 2.326.250,00 per Ha per siklus, kemudian Kecamatan Tirtayasa, sebesar Rp 2.272.000,00 per Ha per siklus dan yang terendah adalah Kecamatan Tanara, sebesar Rp 2.187.000,00 per Ha per siklus.

6.4.3 Biaya Transportasi

Dalam analisis nilai land rent, faktor jarak atau aksesibilitas lokasi lahan tambak dinilai akan mempengaruhi besarnya biaya transportasi yang harus dikeluarka n, sehingga akan berpengaruh terhadap besarnya nilai land rent dari pemanfaatan lahantersebut. Hasil penelitian mendapatkan bahwa Ikan Bandeng yang diproduksi di lokasi penelitian, pada umumnya dipasarkan di Pasar Rau yang secara geografis terletak di Kota Serang. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, jarak rata -rata dari Kecamatan Pontang ke pusat pasar adalah 21 Km, dari Kecamatan Tirtayasa ke pusat Pasar adalah 30 Km dan dari Kecamatan Tanara ke pusat pasar adalah 39 Km. Data tersebut menginformasikan bahwa rata -rata jarak unit analisis yang terjauh dari pasar adalah Kecamatan Tanara, sedangkan yang terdekat adalah Kecamatan Pontang. Ilustrasi mengenai letak dan lokasi masing-masing unit analisis dan Pasar Rau, dapat dilihat dalam Gambar 18. Gambar 18 memperlihatkan bahwa ada dua akses jalan dari lokasi penelitian menuju pasar, yaitu melewati jalan tembusan Ciruas dan juga menggunakan jalan tembusan Banten Lama. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lapang, rata -rata petambak di Kecamatan Tirtayasa dan Tanara menggunakan akses jalan tembusan Ciruas untuk sampai ke Pasar Rau, sedangkan

(24)

rata-rata petambak di Kecamatan Pontang menggunakan akses jalan tembusan Banten Lama.

Sumber : RPP Kabupaten Serang, 2005 Keterangan : Jalan Tol

Jalan Klas III dan Klas II Jalan Kl as I

1 Jalur Tembusan Ciruas

2 Jalur Tembusan Banten Lama

Gambar 18. Jaringan Jalan di Zona Tirtayasa Kabupaten Serang

Untuk mengangkut hasil produksi dari tambak ke pasar, digunakan angkutan mobil bak terbuka dengan kapasitas maksimal adalah 1.500 Kg atau 1,5 Ton. Biaya yang dikeluarkan untuk 1 kali pengangkutan adalah Rp 250.000,00 untuk pengangkutan dari Kecamatan Pontang yang menggunakan akses jalan tembusan Banten lama, Rp 300.000,00 untuk biaya pengangkutan dari Tirtayasa dan Rp 350.000,00 untuk biaya pengangkutan dari Tanara, dengan menggunakan akses jalan tembusan Ciruas.

Jarak berbanding lurus dengan biaya transportasi dalam arti semakin jauh jarak lokasi dari pusat pasar, maka semakin besar pula biaya transportasi yang dikeluarkan. Data hasil penelitian mengemukakan bahwa di lokasi penelitian ada range jarak dimana besar biaya transportasi masih sama, misalnya di Kecamatan Pontang titik – titik lokasi tambak terletak dalam kisaran jarak 17 – 24 Km dan

1 2 Kota Serang Pontang Tirtayasa Tanara

(25)

biaya trans portasi yang dikeluarkan adalah Rp 250.000,00 begitu pula dengan di Kecamatan Tirtayasa dan Tanara. Dari data rata-rata tersebut diatas, dapat dibuktikan bahwa faktor jarak berpengaruh secara berbanding lurus terhadap besarnya biaya transportasi. Kecamatan Pontang yang jaraknya relatif lebih dekat daripada unit analisis lainnya, yaitu Kecamatan Tirtayasa dan Tanara, juga memiliki biaya transportasi yang lebih rendah dari pada dua kecamatan lainnya. Data mengenai besarnya biaya transportasi untuk mengangkut Ikan Bandeng ke Pasar Rau dari masing-maisng unit analisis disajikan dalam Tabel 38.

Tabel 38. Biaya Transportasi dari Masing-Masing Titik Unit Analisis ke Pasar Rau No Titik Jarak (Km) Ongkos Angkut (Rp) Produksi Rata-Rata (Kg) Biaya Transport Rp/Kg/Km 1 Pontang 21 250.000,00 960 12,40 2 Tirtayasa 30 300.000,00 750 13,33 3 Tanara 39 350.000,00 575 15,61

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

Selain jarak yang berpengaruh terhadap biaya transportasi, dalam penelitian ini dinyatakan bahwa nilai produksi juga berpengaruh terhadap efisiensi biaya transportasi. Hal ini berkaitan dengan kapasitas maksimal alat angkut yang digunakan. Di lokasi penelitian, alat angkut yang digunakan rata-rata memiliki kapasitas angkut maksimal 1.500 Kg, ketika jumlah produksi Ikan bandeng di suatu unit analisis kurang dari jumlah kapasitas maksimal tersebut, maka bia ya tra nsportasi per Kg, nilainya akan lebih tinggi, semakin kecil jumlah produksi dari kapasitas maksimal, maka biaya transportasi per Kg akan semakin mahal. Begitu pula jika produksi berada diatas 1.500 Kg sampai mencapai nilai kelipatannya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa di lokasi penelitian jumlah produksi optimal untuk biaya tra nsportasi yang paling ef isien adalah 1.500 Kg dan kelipatannya atau sesuai denga n kapasitas alat angkut yang digunakan.

(26)

6.4.4 Land Rent Berdasarkan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Ke Pusat Pasar

Konsep Ricardian Land Rent dibangun berdasarkan faktor kesuburan lahan dan jarak lokasi produksi terhadap pasar. Dalam sub-bab sebelumnya, telah diidentifikasi dan dianalisis mengenai variabel-variabel yang mewakili faktor kesuburan dan komponen jarak. Berdasarkan pembahasan tersebut, pada sub-bab ini akan dianalisis nilai land rent lahan tambak yang digunakan untuk kegiatan budidaya Ikan Bandeng dengan menggunakan konsep Ricardian Land Rent. Data variabel-variabel dalam perhitungan land rent dan nilai land rent yang dihasilkan di masing-masing unit analisis disajikan dalam Tabel 39.

Tabel 39. Nilai Land Rent Berdasarkan Faktor Kesuburan dan Jarak Tambak

No Kecamatan Produktivitas (Kg/Ha)

Biaya Tenaga Kerja (Rp/Ha) Biaya Sarana Produksi (Rp/Ha) Harga (Rp/Kg) Biaya Transportasi (Rp/Kg/Km) Jarak Ke Pasar (Km) Rente (Rp/Ha) 1 Pontang 400.0 1.137.500,00 1.188.750,00 10.000,00 12,40 21 1.571.237,00 2 Tirtayasa 375.0 1.112.500,00 1.160.000,00 10.000,00 13,30 30 1.327.500,00 3 Tanara 287.5 1.000.000,00 1.187.000,00 10.000,00 15,60 39 513.000,00 Sumber: Diolah dari data primer, 2005

Analisis land rent dilakukan terhadap tiga titik analisis yaitu Pontang, Tirtayasa dan Tanara. Berdasarkan nilai produktivitas (y), biaya produksi (C) yang terdiri dari biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi, harga komoditas Bandeng (p), biaya transportasi per Km per Kg (t), dan jarak lokasi ke pusat pasar

(x), nilai land rent ditentukan berdasarkan persamaan ( ( )) y C tx p y − − = π .

Berdasarkan Tabel 39, nilai land rent pemanfaatan lahan tambak untuk kegiatan budidaya Ikan Bandeng di titik Pontang adalah Rp 1.571.237,00, sementara di Tirtayasa adalah Rp 1.327.500,00 dan di Tanara adalah Rp 513.000,00. Gambar 19 merupakan ilustrasi nilai land rent di tiga titik analisis tersebut.

Dari hasil analisis tersebut, diketahui bahwa berdasarkan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar , wilayah titik Pontang dinilai memiliki surplus pemanfaatan sumbe rdaya lahan yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya dalam zona Tirtayasa. Dari aspek kesuburan lahan, titik

(27)

Pontang memiliki nilai produktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan titik Tirtayasa dan Tanara dan dari aspek jarak lokasi tambak ke pusat pasar, titik pontang merupakan yang terdekat dengan pusat pasar dengan jarak rata-rata, yaitu 21 Km. Hal ini menggambarkan bahwa kegiatan pemanfaatan lahan tambak untuk ke giatan budidaya Ikan Bandeng di Titik Pontang lebih efisien dibandingkan dengan di titik Titayasa dan Tanara.

1,571,237 1,327,500 513,000 -200,000 400,000 600,000 800,000 1,000,000 1,200,000 1,400,000 1,600,000 Rent (Rp/Ha)

Pontang Tirtayasa Tanara

Gambar 19. Nilai Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng

Untuk melihat seberapa besar nilai land rent dipengaruhi oleh faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar di Zona Tirtayasa, maka dilakukan analisis regresi berganda (Lampiran 1). Analisis tersebut dilakukan terhadap data land rent, produktivitas dan jarak di ketiga unit analisis, dengan tingkat kepercayaan 99%. Sebagaimana terlihat dalam data Lampiran 1, output analisis regresi menghasilkan nilai R2 sebesar 1 yang artinya bahwa 100% nilai land rent dipengaruhi oleh tingkat produktivitas dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, namun hasil output analisis regresi dengan menggunakan perangkat lunak exel tersebut tidak dapa t menampilkan data F hitung dan signifikan F dan P-value. Hal ini diidentifikasikan karena jumlah

(28)

sampel yang kecil (n=3), sehingga karena keterbatasan perangkat yang digunakan data tersebut tidak dapat ditampilkan. Koefisien regresi yang dihasilkan membentuk persamaan regresi antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar yang secara matematis ditulis sebagai berikut:

2 1 1630,08607 905433 , 9140 96 , 2051436 + xx − = π .

dimana: ð adalah land rent; x1 variabel produktivitas dan x2 variabel jarak

Persamaan tersebut menggambarkan bahwa nilai produktivitas berhubungan secara positif dengan nilai land rent yang artinya semakin besar nilai produktivitas, maka akan semakin tinggi pula nilai pemanfaatan lahan tambak Ikan Bandeng tersebut, adapun besar perubahan nilai land rent yang diakibatkan oleh adanya perubahan satu satuan produktivitas adalah sebesar Rp 9.140,91 per Kg. Persamaan tersebut juga menggambarkan bahwa jarak lokasi tambak ke pusat pasar berhubungan secara negatif dengan besarnya nilai land rent. Adapun besar perubahan nilai land rent yang diakibatkan perubahan satu satuan jarak adalah sebesar Rp 1.630,09 per Km.

Untuk mengilustrasikan hubungan antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, digunakan perangkat lunak Maple 9.5 seperti tampak dalam Lampiran 2 yang memplot variabel-variabel tersebut, sehingga dihasilkan grafik seperti yang tampak pada Gambar 20 dan Gambar 21 yang menampilkan hubungan antara nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar.

Gambar 20 menampilkan hubungan antara nilai land rent dengan produktivitas. Dalam menggambarkan hubungan tersebut, variabel jarak nilainya dianggap tetap dan menjadi parameter, sehingga Gambar 20 dibangun berdasarkan persamaan: rent = -2.100.339,542 + 9.140,905433x1 (Lampiran 2),

yang mengartikan jika produktivitas Ikan Bandeng sama dengan 0 Kg, maka nilai rent yang akan diperoleh adalah sebesar Rp -2.100.339,54, dan setiap terjadi perubahan satu Kg produktivitas Ikan Bandeng, akan merubah nilai land rent sebesar Rp 9.140,91. Melalui analisis gambar tersebut dapat diketahui bahwa nilai pemanfaatan lahan atau land rent di Zona Tirtayasa akan bernilai positif atau lebih besar dari nol jika nilai produktivitas Ikan Bandeng mencapai lebih dari 230 Kg per Ha. Sementara ini diketahui bahwa produktivitas di masing-masing unit

(29)

analisis nilainya masih lebih besar dari 230 Kg, sehingga dapat dikatakan berdasarkan faktor kesuburan, pemanfaatan lahan tambak di Zona Tirtayasa masih memberikan nilai pemanfaatan yang positif atau surplus.

Gambar 20. Hubungan Antara Nilai Land Rent dengan Produktivitas Lahan

Grafik yang menghubungkan antara besarnya nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, dalam ilmu ekonomi sumberda ya lahan dikenal dengan nama bid rent schedulle. Gambar 21 adalah bid rent schedulle kegiatan tambak Ikan Bandeng di Zona Tirtayasa Kabupaten Serang Provinsi Banten. Dalam menggambarkan hubungan antara nilai rent dengan jarak, variabel produktivitas dianggap tetap dan menjadi parameter, sehingga Gambar 21 dibangun berdasarkan persamaan rent = 1.185.967,048 – 1630,08607x2, yang

mengartikan jika lokasi tambak berjarak 0 Km dari pusat pasar, maka nilai rent yang akan diperoleh adalah sebesar Rp 1.185.967,05, dan setiap terjadi perubahan satu satuan jarak akan merubah nilai land rent sebesar Rp 1.630, 09. Tanda negatif pada koefisien jarak mengartikan adanya hubungan negatif antara nilai rent dengan variabel jarak, yang artinya semakin jauh jarak lokasi tambak dari

Rent (Rp/Ha)

(30)

pusat pasar, maka akan semakin kecil nilai rent yang diperoleh. Melalui analisis gambar tersebut, diketahui bahwa sampai dengan jarak 725 Km dari pusat pasar, kegiatan usaha tambak Ikan Bandeng ini masih memberikan nilai pemanfaatan lahan yang positif.

Gambar 21. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Ikan Bandeng

Sebagaimana diketahui sebelumnya, Zona Tirtayasa terdiri atas tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Pontang di sebelah Barat, kemudian Kecamatan Tirtayasa dan Kecamatan Tanara di sebelah Timur. Desa Sukajaya yang berjarak 17 Km dari pusat pasar merupakan batas Zona Tirtayasa di sebelah Barat, sedangkan Desa Pedaleman yang berjarak 40 Km dari pusat pasar mer upakan batas Zona Tirtayasa di sebelah Timur. Atas dasar informasi tersebut dan berdasarkan data bid rent schedull, serta kondisi di lokasi penelitian, dapat dikatakan bahwa di sepanjang Zona Tirtayasa kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng berdasarkan faktor jarak lokasi tambak ke pusat pasar masih menghasilkan nilai surplus positif, yang berart i masih sangat layak untuk dilakukan dan dikembangkan.

Rent (Rp/Ha)

(31)

6.5 Optimalisasi Nilai Land Rent

Nilai land rent yang didapat dari analisis diatas merupakan nilai land rent pada kondisi aktual kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng di Zona Tirtayasa. Untuk lebih me ngefisienkan kegiatan pemanfaatan lahan di Zona Tirtayasa, maka sebaiknya kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng dilakukan dalam kondisi optimal, dan untuk itu dalam penelitian ini akan dilakukan analisis optimalisasi nilai land rent. Analisis dilakukan untuk kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng di ketiga unit analisis, dengan membangun fungsi tujuan, yaitu memaksimalkan nilai rente yang merupakan fungsi dari produktivitas, pupuk, nener, obat pembasmi hama, vitamin dan tenaga kerja. Biaya operasional pompa, operasional petromaks dan biaya trasnportasi tidak dimasukkan dalam fungsi yang di optimalkan, alasannya adalah biaya operasional pompa dan petromaks merupakan fixed cost yang nilainya relatif tetap dan tidak berpengaruh terhadap nilai produksi, sementara biaya transportasi tidak dimasukkan dalam analisis optimalisasi, karena salah satu komponen yang membentuk biaya tersebut, yaitu jarak nilainya tidak bisa dioptimalkan.

Berikut ini adalah hasil analisis optimalisasi di masing-masing unit analisis yang di run dengan menggunakan perangkat lunak MAPLE 9.5.

1). Kecamatan Pontang

Data dasar dalam analisis optimalisasi di Kecamatan Pontang, terdapat dalam Lampiran 3 dan hasil output MAPLE terdapat dalam Lampiran 4. Berdasarkan data dalam Lampiran 4 tersebut, secara matematis fungsi tujuan dituliskan sebagai berikut:

3 2 1 5 4 3 2 1 50000 10000 25000 800000 1400 1400 5600 125 10000 max l l l q q q q q y − − − − − − − − = π Dengan kendala: • y 400; q1 4000; q2 8.33; q3 81.25; q4 81.25; q5 0.42; l1 10.58; l2 63.33; l3 4.79 • 10y – q1 = 0; 0.0208y – q2 = 0; 0.2031y – q3= 0; 0,1875yq4= 0; 0.001yq5 = 0; 0.0265yl1 = 0; 0.1583y - l2 = 0; 0.0120y - l3=0 • 125q1 + 5.600q2 + 1.400q3 + 1.400q4 + 800.000q5 + 25.000 l1 + 10.000 l2 + 50.000 l3 53.670.000

(32)

Dimana :

y : Produksi Ikan Bandeng q1 : Nener

q2 : Raja Bandeng (vitamin)

q3 : Urea

q4 : TSP

q5 : Bristan

l1 : Tenaga kerja pada masa persiapan

l2 : Tenaga kerja pada masa pemeliharaan

l3 : Tenaga kerja pada masa pemanenan

Adapun nilai output dan input serta nilai rente optimal yang didapat dari hasil analisis tersebut adalah sebagaimana terdapat dalam Tabel 40. Sebagai catatan nilai rente yang didapat dalam analisis tersebut adalah nilai rente optimal tanpa memasukkan biaya transportasi.

Tabel 40. Nilai Output, Input dan Rente Optimal Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Kecamatan Pontang

No Jenis Output dan Input Nilai Optimal

1 Produksi Ikan Bandeng (Kg per Ha) 399,17

2 Nener (Ekor per Ha) 3.991,67

3 Raja bandeng (Kg per Ha) 8,30

4 Urea (Kg per Ha) 81,07

5 TSP (Kg per Ha) 81,07

6 Bristan (Kg per Ha) 0,40

7 Te naga kerja pada masa persiapan (HOK) 10,58

8 Tenaga kerja pada masa pemeliharaan (HOK) 63,19

9 Tenaga kerja pada masa pemanenan (HOK) 4,79

10 Rente (Rp per Ha) 1.772.771,02

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

2. Kecamatan Tirtayasa

Data dasar dalam analisis optimalisasi di Kecamatan Tirtayasa, terdapat dalam Lampiran 5 dan hasil output MAPLE terdapat dalam Lampiran 6. Berdasarkan data dalam Lampiran 6 tersebut, secara matematis fungsi tujuan dituliskan sebagai berikut:

3 2 1 5 4 3 1 1400 1400 800000 25000 10000 50000 125 10000 maxπ = yqqqqlll Dengan kendala: • y 400; q1 4000; q3 75; q4 75; q5 0.5; l1 11.5; l2 60; l3 4.5

(33)

• 10.6667y – q1 = 0; 0.2y – q3= 0; 0,2yq4= 0; 0.0013yq5 = 0; 0.0307yl1

= 0; 0.16y - l2 = 0; 0.012y - l3=0

• 125q1 + 1.400q3 + 1.400q4 + 800.000q5 + 25.000 l1 + 10.000 l2 + 50.000 l3

26.670.000 Dimana :

y : Produksi Ikan Bandeng q1 : Nener

q3 : Urea

q4 : TSP

q5 : Bristan

l1 : Tenaga kerja pada masa persiapan

l2 : Tenaga kerja pada masa pemeliharaan

l3 : Tenaga kerja pada masa pemanenan

Adapun nilai output dan input serta rente optimal yang didapat dari hasil analisis tersebut adalah sebagaimana terdapat dalam Tabel 41. Sama halnya dengan analisis di Kecamatan Pontang, nilai rente yang didapat dalam analisis optimalisasi di Kecamatan Tirtayasa juga merupakan nilai rente optimal tanpa memasukkan biaya transportasi.

Tabel 41. Nilai Output, Input dan Rente Optimal Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Kecamatan Tirtayasa

No Jenis Output dan Input Nilai Optimal

1 Produksi Ikan Bandeng (Kg per Ha) 374,60

2 Nener (Ekor per Ha) 3995,67

3 Urea (Kg per Ha) 74,92

4 TSP (Kg per Ha) 74,92

5 Bristan (Kg per Ha) 0,49

6 Tenaga kerja pada masa persiapan (HOK) 11,50

7 Tenaga kerja pada masa pemeliharaan (HOK) 59,93

8 Tenaga kerja pada masa pemanenan (HOK) 4,50

9 Rente (Rp per Kg) 1.535.516,90

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

3. Kecamatan Tanara

Data dasar dalam analisis optimalisasi di Kecamatan Tanara, terdapat dalam Lampiran 3 dan hasil output MAPLE terdapat dalam Lampiran 8. Berdasarkan data dalam Lampiran 8 tersebut, secara matematis fungsi tujuan dituliskan sebagai berikut:

(34)

3 2 1 5 4 3 2 1 50000 10000 25000 800000 1400 1400 5600 125 10000 max l l l q q q q q y − − − − − − − − = π Dengan kendala: • y 287.5; q1 4000; q2 7.5; q3 87.5; q4 87.5; q5 0.5; l1 10.83; l2 60; l3 2.583 • 13.913y – q1 = 0; 0.0261y – q2 = 0; 0.3043y – q3 = 0; 0,3043yq4 = 0; 0.0017yq5 = 0; 0.0377yl1 = 0; 0. 2087y - l2= 0; 0.009y - l3=0 • 125q1 + 5.600q2 + 1.400q3 + 1.400q4 + 600.000q5 + 25.000 l1 + 10.000 l2 + 50.000 l3 25044000 Dimana :

y : Produksi Ikan Bandeng q1 : Nener

q2 : Raja Bandeng (vitamin)

q3 : Urea

q4 : TSP

q5 : Bristan

l1 : Tenaga kerja pada masa persiapan

l2 : Tenaga kerja pada masa pemeliharaan

l3 : Tenaga kerja pada masa pemanenan

Adapun nilai output, input dan rente optimal yang didapat dari hasil analisis tersebut adalah sebagaimana terdapat dalam Tabel 42. Nilai rente optimal pada Tabel 42 juga merupakan nilai rente optimal tanpa memasukkan biaya transportasi.

Tabel 42. Nilai Output, Input dan Rente Optimal Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Kecamatan Tanara

No Jenis Output dan Input Nilai Optimal

1 Produksi Ikan Bandeng (Kg per Ha) 287,00

2 Nener (Ekor per Ha) 3993,03

3 Raja bandeng (Kg per Ha) 7,49

4 Urea (Kg per Ha) 87,33

5 TSP (Kg per Ha) 87,33

6 Bristan (Kg per Ha) 0,49

7 Tenaga kerja pada masa persiapan (HOK) 10,82

8 Tenaga kerja pada masa pemeliharaan (HOK) 59,90

9 Tenaga kerja pada masa pemanenan (HOK) 2,58

10 Rente (Rp per Ha) 793.031,23

(35)

Nilai optimal dari masing-masing komponen input kegiatan budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis membentuk biaya produksi optimal di ketiga unit analisis tersebut, seperti tampak pada Tabel 43.

Tabel 43. Biaya Produksi Optimal Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis

No Biaya sarana pro duksi Satuan Besaran Biaya Satuan (Rp) Total Biaya (Rp)

Kecamatan Pontang

1 Tenaga Kerja HOK 10,58 25.000,00 264.500,00 2 Tenaga Kerja HOK 63,19 10.000,00 631.900,00 3 Tenaga Kerja HOK 4,79 50.000,00 239.500,00 4 Nener Ekor 3.991,67 125,00 498.959,00 5 Raja Bandeng Kg 8,30 5.600,00 46.480,00 6 Urea Kg 81,07 1.400,00 113.498,00 7 TSP Kg 74,84 1.400,00 104.776,00 8 Bristan Kg 0,40 800.000,00 320.000,00 9 Ops. Petromaks Liter 35,71 1.400,00 50.000,00 10 Ops. Pompa Liter 20,00 2.000,00 40.000,00

Total 2,309,613,00

Kecamatan Tirtayasa

1 Tenaga Kerja HOK 11,500 25.000,00 287.500,00 2 Tenaga Kerja HOK 59,935 10.000,00 599.350,00 3 Tenaga Kerja HOK 4,495 15.000,00 224.750,00 4 Nener Ekor 3.995,670 125,00 499.459,00 5 Urea Kg 74,920 1.400,00 104.888,00 6 TSP Kg 74,920 1.400,00 104.888,00 7 Bristan Kg 0,490 800.000,00 389.600,00 8 Ops. Petromaks Liter 35,710 1.400,00 50.000,00

Total 2,260,435,00

Kecamatan Tanara

1 Tenaga Kerja HOK 10,82 25,000 270.500,00 2 Tenaga Kerja HOK 59,90 10,000 599.000,00 3 Tenaga Kerja HOK 2,58 50,00 129.150,00 4 Nener Ekor 3.993,03 125,00 499.129,00 5 Raja Bandeng Kg 7,49 5.600,00 41.944,00 6 Urea Kg 87,33 1.400,00 122.268,00 7 TSP Kg 87,33 1.400,00 122.268,00 8 Bentan Kg 0,49 600.000,00 294.000,00 9 Ops. Petromaks Liter 35,71 1.400,00 50.000,00 10 Ops. Pompa Liter 25,00 2.000,00 50.000,00

Total 2,178,258,00

(36)

Data Tabel 43 menampilkan total biaya produksi optimal di Kecamatan Pontang yaitu sebesar Rp 2.309.613,00, di Kecamatan Tirtayasa sebesar Rp 2.260.435,00 dan di Kecamatan Tanara sebesar Rp 2.178.258,00. Data biaya produksi optimal dan jumlah produksi optimal yang dihasilkan dari analisis optimalisasi tersebut membentuk nilai land rent optimal di masing-masing unit analisis sebagaimana tampak dalam Tabel 44.

Tabel 44. Nilai Land Rent Optimal Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis

Kecamatan Produktivitas (Kg/Ha) Biaya Produksi (Rp/Ha) Harga (Rp/Kg) Biaya Transportasi (Rp/Kg/Km) Jarak Ke Pasar (Km) Rente (Rp/Ha) Pontang 399,2 2.309.613 ,00 10.000 12,4 21 1.579. 786 ,00 Tirtayasa 374,6 2.103.110,00 10.000 13,3 30 1.492.983,00 Tanara 287,0 2.178.285 ,00 10.000 15,6 39 517.019,00

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

Data Tabel 44 menampilkan nilai land rent optimal di Kecamatan Pontang yaitu Rp 1.579.786,00, di Kecamatan Tirtayasa Rp 1. 492.983,00 dan di Kecamatan Tanara Rp 517.019,00. Jika dibandingkan dengan nilai land rent dalam kondisi aktual, perbedaannya tidak terlalu jauh berbeda, seperti tampak dalam Tabel 45.

Tabel 45. Perbandingan nilai Land Rent Aktual dengan Land Rent Optimal. Kecamatan Land Rent

Aktual Land Rent Optimal Selisih Pontang 1.571.237,00 1.579.786,00 8.549,00 Tirtayasa 1.327.500,00 1.335.658,00 8.158,00 Tanara 513.000,00 517.019,00 4.019,00

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

Data Tabel 45 menginformasikan bahwa Kecamatan Tanara memiliki selisih nilai land rent terkecil yaitu Rp 4.019,00, sementara Kecamatan Tanara selisih nilai land rent sebesar Rp 8.158,00 dan Kecamatan Pontang sebesar Rp

(37)

8.549,00. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa kegiatan aktual budidaya Ikan Bandeng di Kecamatan Tanara paling mendekati kondisi optimalnya, namun demikian pada umumnya kondisi aktual kegiatan budidaya Ikan Bandeng di Zona Tirtayasa sudah mendekati kondisi optimal dengan karakteristik usaha di masing-masing unit analisis. Selain dilihat dari selisih nilai land rent hal ini juga dapat dilihat dari perbandingan nilai-nilai input produksi pada Tabel 43 yang merupakan nilai optimal dengan nilai-nilai input produksi pada Tabel 33 dan Tebel 35 yang merupakan nilai aktual, dimana besaran nilai-nilai tersebut tidak jauh berbeda, rata-rata hanya dua angka di belakang koma.

Diketahui sebelumnya bahwa kegiatan budidaya Ikan Bandeng di Zona Tirtayasa masih menggunakan teknologi tradisional. Dengan pola tersebut kondisi aktual kegiatan budidaya Ikan Bandeng hampir mendekati kondisi optimalnya, namun demikian bukan berarti bahwa nilai pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya Ikan Bandeng di Zona Tirtayasa sudah effisien dan mencapai nilai maksimal. Berdasarkan karakteristik usaha budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis, diindikasikan bahwa kegiatan tersebut masih dapat ditingkatkan untuk menghasilkan nilai pemanfaatan lahan yang lebih maksimal, antara lain dengan mengadopsi teknologi tradisional plus, semi intensif atau bahkan intensif, misalnya dengan menambah padat tebar dan penggunaan pakan tambahan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Renkow (1993) dalam penelitiannya, menyatakan bahwa adopsi teknologi di bidang pertanian mempunyai pengaruh yang positif terhadap nilai land rent, namun demikian tentunya hal ini harus diteliti lebih lanjut, karena setiap teknologi yang diadopsi tentunya harus didukung oleh kondisi sumberdaya alam yang ada di Zona Tirtayasa tersebut.

6.6 Analisis Sensitivitas Nilai Land Rent

Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar jarak mempengaruhi perubahan nilai land rent yang diakibatkan adanya perubahan nilai biaya transportasi. Asumsi yang dibangun dalam analisis sensitivitas ini dilatar belakangi kondisi pada saat penelitian berlangsung. Issu pada saat ini adalah terjadinya kenaikan harga BBM. Berdasarkan kenaikan harga

(38)

BBM tersebut, mengakibatkan adanya kenaikan biaya transportasi sekitar 40 % sampai dengan 45 %. Harga BBM dianggap sebagai variabel eksogen yang mempengaruhi nilai biaya transportasi sebagai faktor endogen dalam perhitungan nilai land rent, dalam analisis ini variabel endogen lainnya seperti tingkat produktivitas, biaya produksi dan harga dianggap tetap.

Ditetapkan bahwa terjadi kenaikan biaya transportasi pengangkutan Ikan Bandeng dari lokasi tambak ke pasar sebesar 40 %, sehingga data mengenai biaya transportasi berubah, sebagaimana data dalam Tabel 46. Dengan adanya kenaikan biaya transportasi sebesar 40 %, total biaya angkut dari titik Pontang menjadi Rp 350.000,00 atau Rp 17,36 per Kg per Km, sementara dari titik Tirtayasa biaya transportasi naik menjadi Rp 420.000,00 atau Rp 18,67 per Kg per Km dan biaya transportasi dari titik Tanara naik menjadi Rp 490.000,00 atau Rp 21,85 per Kg per Km.

Tabel 46. Perubahan Biaya Transportasi Karena adanya Kenaikan Harga BBM

No Kecamatan Ongkos (Rp) Produksi (Kg) Jarak (Km) Biaya Transportasi (Rp/Kg/Km) 1 Pontang 350.000,00 960 21 17,36 2 Tirtayasa 420.000,00 750 30 18,67 3 Tanara 490.000,00 575 39 21,85

Sumber: Diolah dari data primer, 2005

Dengan adanya kenaikan biaya transportasi tersebut, maka hal ini berpengaruh terhadap besarnya nilai land rent sebagaimana data yang disajikan dalam Tabel 47. Plot nilai land rent di tiga titik unit analisis berdasarkan jarak rata-rata titik tersebut ke Pasar Rau setelah adanya perubahan harga BBM diilustrasikan dalam Gambar 22. Data Tabel 47 menginformasikan bahwa terjadi penurunan nilai land rent akibat adanya kenaikan harga BBM. Di titik Pontang terjadi penurunan nilai land rent sebesar Rp 40.005,00 per Ha atau sebesar 2,61%. Di titik Tirtayasa, nilai land rent turun sebesar Rp 60.000,00 per Ha atau 4,52%, sementara di Titik Tanara nilai land rent turun sebesar Rp 70.000,00 per Ha atau sebesar 13,65 %. Persentasi perubahan terbesar yaitu di titik Tanara yang jaraknya paling jauh dari pusat pasar, sementara perubahan terkecil adalah di titik Pontang

Gambar

Gambar 14.  Sungai –  Sungai yang Menjadi Sumber Air Tawar Bagi   Kegiatan Budidaya Tambak di Kawasan Zona Tirtayasa
Tabel 20. Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Tambak Bandeng di Masing- Masing-Masing Unit Analisis
Tabel 21. Padat Tebar Per Ha dan Harga Benih Ikan Bandeng di Masing- Masing-Masing Unit Analisis
Tabel 23.  Sistem Kerja Tenaga Kerja dalam Kegiatan Budidaya Tambak  Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan berarti bahwa variabel independen (suku bunga kredit, inflasi, nilai tukar dan variabel krisis glo- bal) secara bersama-sama

Dalton menyatakan bahwa bila dua unsur dapat membentuk lebih dari satu senyawa, di mana massa salah satu unsur tersebut tetap (sama) maka perbandingan massa unsur yang lain

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat

Kepada Rekanan diberi masa Sanggah selama 3 (Tiga) hari kerja sejak diumumkan ( tanggal 8 April 2014 sampai dengan tanggal 11 April 2014, pukul 16.00 WIB). Demikian agar diketahui

Vỏ chứa rỗng và hóa chất hết hạn sử dụng Tương ứng tiêu

- Free – free entity adalah semata-mata didifinisikan oleh hubungan antar dua garis pada kedua ujungnya ke bagian alinemen yang lain ( fixed atau floating

Bentuk pacak gandar penari yang pas sebagai penari bedhaya menurut versi Agus Tasman Ranaatmadja dengan rias busana yang digunakan oleh penari merupakan suatu kemungguhan yang

Considering the important of feedback in improving speaking skill, the researcher conducted a research that aimed at finding out the type of feedback that students