• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul KUP 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul KUP 2014"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

1

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan ... 4

A. Apa Itu UU KUP? ... 4

B. Definisi-definisi dan Jenis Pajak ... 5

C. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak ... 8

BAB II Pendaftaran Wajib Pajak ... 9

A. Nomor Pokok Wajib Pajak ... 9

B. Kewajiban Mendaftarkan Diri dan Melaporkan Usaha ... 9

C. Tempat Pendaftaran dan Pelaporan NPWP/Pengukuhan PKP ... 11

D. Tempat Pendaftaran dan Pelaporan WP/PKP Tertentu ... 11

E. Pendaftaran NPWP ... 13

F. Penerbitan NPWP Secara Jabatan ... 14

G. Jangka Waktu Pendaftaran NPWP dan Pelaporan Pengukuhan PKP ... 14

H. Perubahan Data Wajib Pajak ... 14

I. Yang Dilampiran dalam Formulir Pendaftaran ... 15

J. Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP (PER-20/PJ/2013) ... 17

K. Wakil dan Kuasa Wajib Pajak... 19

L. Sanksi yang Berhubungan dengan NPWP dan Pengukuhan PKP ... 20

M. Bagan Pendaftaran NPWP ... 22

N. Contoh Soal ... 23

BAB III Pembukuan dan Pencatatan ... 24

A. Pengertian Pembukuan dan Pencatatan ... 24

B. Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan ... 24

C. Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan ... 24

D. Ketentuan Pembukuan dan Pencatatan ... 24

E. Norma Penghitungan Penghasilan Neto ... 27

F. Pembukuan dalam Bahasa Asing dan Mata Uang Selain Rupiah ... 27

BAB IV Pembayaran Pajak ... 30

A. Surat Setoran Pajak ... 30

B. Jenis Surat Setoran Pajak ... 30

C. Tempat dan Sistem Pembayaran ... 31

(2)

2

E. Sanksi yang Berkenaan dengan Pembayaran Pajak ... 34

F. Pemindahbukuan... 35

BAB V Pelaporan Pajak ... 37

A. Surat Pemberitahuan (SPT) ... 37

B. Fungsi SPT ... 37

C. Fungsi SPT ... 38

D. Tempat Pengambilan SPT Masa/Tahunan ... 39

E. Isi SPT ... 39

F. Penyampaian SPT ... 40

G. Tempat Pelaporan di KPP ... 41

H. Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan ... 42

I. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan ... 42

J. WP Tertentu yang dikecualikan Melaporkan SPT ... 43

K. Pembetulan SPT ... 44

L. Sanksi yang Berhubungan dengan Penyampaian SPT ... 45

BAB VI Pemeriksaan dan Penelitian ... 47

A. Tujuan Pemeriksaan ... 47

B. Jenis Pemeriksaan ... 48

C. Ruang Lingkup Pemeriksaan ... 49

D. Kewajiban Wajib Pajak dalam Pemeriksaan ... 49

E. Kewajiban Merahasiakan Ditiadakan ... 50

F. Hak Wajib Pajak dalam Pemeriksaan ... 50

BAB VII Penetapan Pajak ... 52

A. Pendahuluan ... 52

B. Fungsi Surat Ketetapan Pajak ... 52

C. Saat Terutang Pajak ... 53

D. Daluwarsa Penetapan Pajak ... 53

E. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ... 53

F. Surat Tagihan Pajak (STP) ... 55

G. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) ... 56

H. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) ... 59

I. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) ... 60

J. Contoh Soal ... 60

BAB VIII Penagihan Pajak ... 63

(3)

3

B. Penanggung Pajak ... 63

C. Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak ... 63

D. Dasar penagihan pajak ... 64

E. Proses penagihan ... 64

F. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak atau Penanggung Pajak selama Penagihan ... 66

G. Hak Mendahulu ... 67

H. Daluwarsa Penagihan ... 68

I. Bunga Penagihan ... 68

BAB IX Sengketa Pajak ... 70

A. Pendahuluan ... 70

B. Proses Penyelesaian di DJP ... 70

C. Proses Penyelesaian di Pengadilan Pajak ... 76

D. Proses Penyelesaian di MA ... 79

BAB X Restitusi dan Imbalan Bunga ... 80

A. Restitusi ... 80

B. Imbalan Bunga ... 83

BAB XI Ketentuan Pidana ... 86

A. Alpa (Pasal 38 UU KUP)... 86

B. Sengaja ... 87

C. Pengulangan ... 87

D. Percobaan ... 87

BAB XII Penyidikan ... 88

A. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan ... 88

B. Penyidik ... 88

C. Wewenang Penyidik ... 88

BAB XIII Lampiran ... 90

A. Surat Setoran Pajak ... 90

(4)

4

BAB I

Pendahuluan

A. Apa Itu UU KUP?

Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, selanjutnya disebut dengan UU KUP adalah hukum pajak formal bagi Undang-Undang Pajak yang lainnya. Hukum Pajak Formal mengatur tentang hukum pajak material bagaimana bisa diwujudkan. Dengan kata lain hukum pajak formal mengatur bagaimana tata cara dalam melaksanakan hukum pajak material (PPh dan PPN khususnya). Dengan demikian UU KUP akan lebih banyak bagaimana hukum pajak material seperti PPh atau PPN dilakukan. Secara garis besar dalam UU KUP akan banyak membicarakan tentang hak dan kewajiban wajib pajak. Kewajiban wajib pajak seperti mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP, pembukuan, penyetoran pajak, melaporkan SPT dan kewajiban-kewajiban lainnya. Sedangkan hak wajib pajak seperti pengajuan keberatan, pengajuan banding, pengajuan Restitusi dan hak-hak lainnya. UU KUP juga sedikit mengatur tentang fiskus seperti kewajiban untuk menjaga rahasia wajib pajak.

Apabila dicermati isi UU KUP, maka KUP berisikan tentang hak dan kewajiban pajak dari Wajib Pajak. Untuk itu UU KUP sangat penting bagi pelaksanaan hukum pajak di Indonesia. karena akan banyak membicarakan tentang ketentuan formal bagi wajib pajak dalam melakukan kewajibannya. Selain itu karena banyak memuat tentang hak dan kewajiban wajib pajak maka penting bagi wajib pajak untuk mengetahui tentang isi UU KUP. Bila wajib pajak tidak mengerti tentang hak dan kewajibannya tentunya ada kesulitan bagi wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang. Selain itu bila wajib pajak tidak mengetahui hak-hak yang dimilikinya akan merugikan wajib pajak sendiri. Seperti bila wajib pajak tidak mengetahui tentang pengajuan restitusi dan syarat-syaratnya maka atas SKPLB yang diterimanya wajib pajak tidak akan mendapatkan haknya untuk meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Apabila Wajib Pajak mengetahui aturan yang berkenaan dengan kepatuhan dalam pembayaran dan pelaporan misalnya dalam hal tanggal pembayaran atau pelaporan maka dapat terhindar dari pengenaan sanksi atau Wajib Pajak mengetahui tentang haknya yang dapat melakukan pembetulan SPT melalui Sunset Policy yang diatur di pasal 37A UU KUP, yang dapat dimanfaatkan wajib pajak untuk menghindari sanksi, hal sebaliknya apabila tidak mengetahui kewajibannya yang terdapat di UU KUP maka wajib pajak dapat dikenakan sanksi yang sebenarnya dapat dihindari.

Hal-hal yang dapat berkenaan dengan penghindaran sanksi perpajakan serta hak yang berkenaan dengan meminta kelebihan pembayaran pajak, maka bagi Wajib Pajak secara kelangsungan usahanya dapat melakukan penghematan pembayaran pajak sehinggan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak dapat berjalan secara efesien dan efektif.

Selain itu apabila tingkat kepatuhan Wajib Pajak semakin tinggi tentu saja sangat erat berhubungan dengan bertambahnya jumlah penerimaan pajak, yang tentunya akan sangat membantu dalam penentuan besarnya APBN dan APBD dimana dari tahun ke

(5)

5

tahun penerimaan tersebut semakin dituntut untuk semakin meningkat seiring dengan berjalannya pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera

B. Definisi-definisi dan Jenis Pajak

DEFINISI

1. Pajak

Sejak diluncurkannya reformasi peraturan perpajakan pada tahun 1983, definisi pajak tidak pernah secara eksplisit dicantumkan dalam undang-undang. Tidak ada satu pasal pun atau penjelasan dalam 5 (lima) undang-undang perpajakan yang diberlakukan mulai saat itu, yakni UU KUP, UU PPh, UU PPN, UU PBB dan UU Bea Meterai, yang mencantumkan definisi dari istilah pajak. Hal ini terus berlangsung sampai dengan diterbitkannya UU KUP tahun 2007, yakni UU nomor 28 tahun 2007 sebagai UU perubahan ketiga dari UU KUP tahun 1983.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU KUP 2007, pajak didefinisikan sebagai berikut:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Dari definisi pajak tersebut dapat ditarik 4 (empat) kriteria yang membedakan pajak dengan pungutan ataupun kontribusi lainnya, sebagai berikut:

a. Merupakan kontribusi wajib kepada negara;

Bagi setiap orang atau badan yang telah memenuhi persyaratan dan kondisi tertentu, pembayaran pajak menjadi wajib untuk dilaksanakan. Karena merupakan kewajiban, maka pembayaran pajak pun diatur sedemikian rupa tata cara dan prosedurnya sehingga orang atau badan yang berkewajiban membayar pajak dapat mengikutinya dengan benar. Penggunaan kata “kontribusi” dimaksudkan untuk menunjukkan besarnya peran serta para pembayar pajak bagi negara.

b. Dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang;

Terkait dengan kriteria pertama, maka pajak dapat dipaksakan kepada siapa saja yang memang secara ketentuan perundangan perpajakan telah memenuhi kriteria untuk membayar pajak. Meskipun demikian, perlu ditekankan bahwa pemaksaan dalam hal ini senantiasa didasarkan kepada ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku.

(6)

6

c. Pembayar tidak mendapatkan imbalan yang langsung;

Wajib Pajak yang telah membayar pajak, berapa pun besarnya, tidak akan mendapatkan imbalan atau kompensasi dari negara yang secara spesifik dapat ditunjuk langsung. Berbeda dengan retribusi parkir misalnya, pembayar uang parkir akan mendapatkan space parkir untuk uang parkir yang telah dibayarnya. Akan tetapi, pembayar pajak tidak akan mendapatkan kompensasi langsung seperti hal itu;

d. Digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat.

Penerimaan negara yang berasal dari pembayaran pajak akan masuk ke dalam APBN dan digunakan bagi keperluan operasional pemerintahan dalam rangka mewujudkan visi dan misi negara, yang secara umum adalah untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat.

2. Wajib Pajak

Orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

3. Badan

sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

4. Pengusaha

orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

5. Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

(7)

7 6. NPWP

Nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

7. Tempat Pendaftaran

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

JENIS PAJAK

Secara umum jenis pajak dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah.

Pajak Pusat

Pajak pusat adalah Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat (dalam hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak) guna membiayai rumah tangga pemerintahan pusat dan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Besaran pajak pusat ditetapkan melalui undang-undang dan PP/Perpu, meliputi :

a. Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

c. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) d. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

e. Bea Materai

Khusus jenis pajak Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan (PBB P2) mulai tahun 2012 pengelolaannya disebagian dialihkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda)

Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah / Dispenda) yang digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah daerah dan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Besaran dan bentuk pajak daerah ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda).

Pajak daerah dan retribusi daerah dibedakan untuk propinsi, kabupaten kota sebagai berikut:

(1) Jenis Pajak Provinsi terdiri atas : a. Pajak Kendaraan Bermotor;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan

e. Pajak Rokok.

(2) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: a. Pajak Hotel;

(8)

8 b. Pajak Restoran;

c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir;

h. Pajak Air Tanah;

i. Pajak Sarang Burung Walet;

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

C. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Hak Wajib Pajak

a. Mengajukan Surat Keberatan dan Banding

b. Menerima tanda bukti pemasukan, pembetulan dan mengajukan permohonan penundaan pemasukan SPT

c. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak

d. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi serta pembetulan skp yang salah

e. Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya f. Mengangsur atau menunda pembayaran pajak

Kewajiban Wajib Pajak

a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP

b. Menghitung dan membayar sendiri pajaknya dengan benar

c. Mengisi dengan benar SPT (diambil sendiri) dan memasukkan ke KPP dalam batas waktu yang ditentukan

d. Menyelenggarakan pembukuan/ pencatatan e. Jika diperiksa harus :

1) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lainnya

2) Memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan guna kelancaran pemeriksaan

(9)

9

BAB II

Pendaftaran Wajib Pajak

A. Nomor Pokok Wajib Pajak

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode wajib pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.

Contoh NPWP: 01.321.123.4.011.000

Khusus untuk Wajib Pajak berstatus cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta diberikan NPWP dengan aturan sebagai berikut : a. Kode WP sama dengan kode WP pusat, kode WP domisili atau kode WP suami.

b. Kode Administrasi perpajakan: 3 (tiga) digit pertama merupakan kode KPP dimana WP mendaftar dan 3 (tiga) digit terakhir menunjukkan kode urutan cabang.

Nomor Pokok Wajib Pajak mempunyai fungsi

a. Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak;

b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.

Sedangkan fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak adalah :

a. untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya; b. untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan PPn BM; c. untuk pengawasan administrasi perpajakan.

B. Kewajiban Mendaftarkan Diri dan Melaporkan Usaha

Sesuai dengan pasal 2 ayat 1 UU KUP, Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Dari isi pasal tersebut, dapat diuraikan mengenai pengertian dari Wajib Pajak yaitu Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Secara subjektif, masing-masing orang atau badan yang ada di Indonesia adalah sebagai subjek pajak dan apabila telah memenuhi persyaratan objektif yaitu mempunyai penghasilan, maka orang atau badan tersebut harus menjadi Wajib Pajak.

Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau

(10)

10

dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Wanita yang dimaksud adalah wanita yang sudah bercerai atau hidup berpisah dengan suaminya tetapi secara subjektif dan objektif telah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak atau Wanita menikah tetapi melakukan perjanjian pisah harta dengan suaminya, maka wanita tersebut tetap harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak tersendiri terpisah dari suaminya apabila memang telah memenuhi syarat.

Wanita kawin yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan tidak hidup terpisah atau tidak melakukan pemisahan penghasilan dan harta, hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan suaminya. Wanita kawin yang ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak. Jadi apabila wanita kawin tanpa perjanjian pisah harta dapat memilih apakah ingin memiliki NPWP sendiri atau tidak memiliki NPWP sendiri apabila ingin memiliki NPWP sendiri sebaiknya mendaftar sebagai cabang dari suami agar kewajiban pajaknya dapat digabung dengan suami.

Setiap Wajib Pajak baik orang pribadi ataupun badan yang memenuhi kriteria sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN.

Wajib Pajak dapat memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak bersamaan pada saat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atau Tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu bulan dalam suatu tahun buku jumlah nilai peredaran bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai Pengusaha Kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan berikutnya. Batasan yang dimaksud adalah mempunyai omzet atau peredaran usaha penghasilan bruto sebesar sampai dengan Rp600.000.000 dalam satu tahun pajak. Misalnya Tn. Subur sebagai wajib pajak mempunyai usaha menjual barang-barang kebutuhan rumah tangga pada tanggal 20 September 2008, peredaran usahanya telah mencapai Rp600.012.000.

(11)

11

Tn. Subur harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 31 Oktober 2008.

C. Tempat Pendaftaran dan Pelaporan NPWP/Pengukuhan PKP

Berdasarkan sistem self assessment setiap WP wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan melaporkan diri untuk dikukuhkan sebagai PKP ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang :

a. Wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal (Orang Pribadi) atau tempat kedudukan Wajib pajak (badan)

b. Wilayah kerjanya meliputi tempat – tempat kegiatan usaha wajib pajak

c. Yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak berada dalam dua atau lebih wilayah kerja KPP

Pengertian tempat tinggal adalah domisili dari Wajib Pajak Orang Pribadi dan atau tempat usahanya sedangkan tempat kedudukan adalah tempat usaha dari Wajib Pajak Badan yang meliputi kantor pusat dan cabang-cabang usahanya.

Contoh :

1. Tn. Azizan mempunyai tempat tinggal di Serpong Tangerang, sedangkan tempat kerjanya sebagai pegawai di Kosambi Jakarta barat. Maka Tn. Azizan harus mendaftar di Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan tempat tinggalnya yaitu di Serpong

2. Tn. Ibadurrahman mempunyai tempat tinggal di Bekasi Jawa Barat, selain itu mempunyai usaha Mangga Dua Mall di Penjaringan Jakarta Utara. Maka Tn. Ibadurrahman harus mendaftar di Kantor Pelayanan Pajak di Bekasi sebagai pusat juga mendaftar di Kantor Pelayanan Pajak di Penjaringan sebagai cabang.

3. PT. Jujur Makmur berkantor di Jl Setia Budi Jakarta, selain itu mempunyai pabrik di Cikarang, Bekasi. Maka selain Di Kantor Pelayanan Pajak di Setia Budi sebagai pusat juga mendaftar sebagai

D. Tempat Pendaftaran dan Pelaporan WP/PKP Tertentu

(KEP-225/PJ./2001 jo …… Per-32/PJ/2010 jo Per-28/PJ/2012)

Wajib Pajak Orang Pribadi tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang memiliki tempat usaha di beberapa tempat. Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan dan menentukan tempat pendaftaran dan pelaporan usaha di kantor direktorat jenderak pajak selain yang ditetapkan pada kriteria tempat tinggal (orang pribadi) dan tempat kedudukan (badan).

Wajib Pajak Badan dan Pengusaha Kena Pajak tertentu adalah : 1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 3. Penanam Modal Asing

(12)

12

5. Perusahaan masuk bursa, termasuk badan khusus (Self regulatory organization) yang didirikan dan beroprasi di bursa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal

6. serta perusahaan tertentu lainnya yang melakukan kegiatan usaha di pasar modal 7. Perusahaan besar yang memiliki kriteria tertentu.

WP tertentu dan PKP tertentu itu harus mendaftarkan diri di :

a. Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Negara dan Daerah, untuk BUMD di wilayah DKI Jakarta dan seluruh BUMN termasuk anak perusahaan BUMN yang penyertaan modal induk lebih dari 50%, kecuali yang selama ini telah terdaftar pada KPP tempat wajib pajak berkedudukan.

b. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing I untuk Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan usaha di sektor Industri kimia dan bahan galian non logam, kecuali yang selama ini telah terdaftar pada KPP tempat wajib pajak berkedudukan.

c. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing II untuk Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan usaha di sektor industri logam dan mesin, kecuali yang selama ini telah terdaftar pada KPP tempat wajib pajak berkedudukan.

d. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing III untuk untuk Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan usaha di sektor pertambangan dan perdagangan, kecuali yang selama ini telah terdaftar pada KPP tempat wajib pajak berkedudukan.

e. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing IV untuk Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan usaha di sektor industri tekstil, makanan, dan kayu, kecuali yang selama ini telah terdaftar pada KPP tempat wajib pajak berkedudukan.

f. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing V untuk Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan usaha di sektor agribisnis dan jasa, kecuali yang selama ini telah terdaftar pada KPP tempat wajib pajak berkedudukan.

g. Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing untuk wajib pajak bentuk usaha tetap (BUT) dan orang asing yang berkedudukan/bertempat tinggal di wilayah DKI Jakarta.

h. Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa untuk Wajib Pajak yang pernyataan pendaftaran emisi saham telah dinyatakan efektif oleh BAPEPAM, termasuk badan-badan khusus yang didirikan dan beroperasi berdasarkan UU Pasar Modal, kecuali WP emiten yang selama ini telah terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak berkedudukan dan Wajib Pajak emiten BUMN/D.

i. Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Wajib Pajak BUMD dan BUT, untuk Wajib Pajak BUMD dan BUT, atau tempat tinggal Wajib Pajak Orang Asing untuk Wajib Pajak Orang Asing, yang berkedudukan atau bertempat tinggal di luar DKI Jakarta;

(13)

13

j. Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat cabang, perwakilan, atau kegiatan usaha dilakukan, untuk Wajib Pajak BUMN, BUMD, penanaman modal asing, badan dan orang asing, dan perusahaan masuk bursa, terbatas pada PPh Pasal 21/22/23/26, PPN dan PPN BM, kecuali tempat cabang, perwakilan atau kegiatan usaha tersebut lokasinya di DKI Jakarta maka kewajiban perpajakannya tetap di KPP Khusus.

k. Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar (LargeTax Office) untuk seluruh wajib Pajak Besar menurut KEP. Dirjen No. 263/PJ./2002

Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) Pengusaha Tertentu adalah Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaran bermotor dan restoran.

Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu selain terdaftar di kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya juga harus terdaftar di kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usahanya.

WPOP Pengusaha Tertentu wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP bagi setiap tempat usaha/gerai ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha/gerai tersebut (KPP Lokasi) dan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP (KPP Domisili), begitu pula jika tempat usaha/gerai dan tempat tinggal WP yang bersangkutan berada dalam wilayah kerja KPP yang sama.

E. Pendaftaran NPWP

a. Wajib Pajak atau orang yang diberi kuasa khusus yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan atau Pengusaha yang melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan formulir pendaftaran ke KPP;

b. Berdasarkan formulir pendaftaran, KPP menerbitkan kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar dan atau Surat Pengukuhan PKP;

c. KPP menerbitkan kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar paling lama pada hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran beserta persyaratannya diterima secara lengkap;

d. KPP menerbitkan Surat Pengukuhan PKP paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah pelaporan beserta persyaratannya diterima secara lengkap;

e. Dalam hal wajib pajak melakukan pendaftaran sekaligus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka kartu NPWP, Surat Keterangan Terdaftar dan Surat Pengukuhan PKP diterbitkan secara bersamaan paling lama 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran dan pelaporan beserta persyaratannya diterima secara lengkap. Tata Cara ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor 44/PJ/2008 jo … PER-38/PJ/2013 tanggal 8 November 2013 tentang TATA CARA

(14)

14

PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN USAHA DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SERTA PERUBAHAN DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK.

F. Penerbitan NPWP Secara Jabatan

Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan NPWP dan atau Pengukuhan PKP secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP dan atau Pengukuhan PKP.

G. Jangka Waktu Pendaftaran NPWP dan Pelaporan Pengukuhan PKP

Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dan Wajib Pajak badan. wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. Misalnya Tn. Sabar membuka usaha jasa pemotongan rambut pada tanggal 10 Maret 2009, maka pendaftaran paling lambat harus dilakukan pada tanggal 10 April 2009.

Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya. Misalnya Tn. Adil sebagai pegawai yang baru masuk bekerja pada PT. Makmur pada bulan Januari 2009 mempunyai penghasilan neto sebesar Rp3.000.000/bulan, maka Tn. Adil harus mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak paling lambat pada akhir Februari 2009

Wajib Pajak orang pribadi selain Wajib Pajak selain yang disebut diatas, dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Misalnya seorang mahasiswa yang mempunyai pekerjaan tidak tetap sebagai pengajar dan mempunyai penghasilan tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak dapat saja mendaftarkan diri untuk menjadi Wajib Pajak

Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

H. Perubahan Data Wajib Pajak Perubahan Identitas Wajib Pajak

a. Perbaikan data karena kesalahan dalam keluaran (data dalam dokumen masukan tidak sama dengan data keluaran)

b. Perubahan NPWP karena adanya kesalahan (misal NPWP cabang tidak sama dengan pusat)

(15)

15

c. Perubahan nama WP karena penggantian nama d. Perubahan bentuk badan hukum

e. Perubahan alamat WP karena perpindahan tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat usaha dalam wilayah kerja KPP yang sama

f. Perubahan status usaha WP

g. Perubahan jenis usaha karena ada perubahan kegiatan usaha wajib pajak

h. Perubahan jenis pajak, karena sesuatu hal yang mengakibatkan kewajiban-kewajiban jenis pajaknya berubah.

Pemindahan Wajib Pajak Dan Atau PKP

a. Perubahan alamat Wajib Pajak karena perpindahan tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lain

b. Perubahan status modal Wajib Pajak yang mengakibatkan KPP yang mengelola berubah

Dalam hal WP pindah domisili atau pindah tempat kegiatan usaha, agar melaporkan diri ke KPP lama maupun KPP yang baru dengan melampirkan :

1. Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan

Pindah tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; adalah surat keterangan tempat tinggal baru atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang baru dari instansi yang berwenang (lurah atau kepala desa)

2. Wajib Pajak Orang Pribadi Non Usahawan

Pindah tempat tinggal, adalah Surat Keterangan tempat tinggal baru dari instansi yang berwenang (lurah atau kepala desa), atau surat keterangan dari pimpinan instansi perusahaannya.

3. Wajib Pajak badan

Pindah tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha; adalah surat keterangan tempat kedudukan atau tempat kegiatan yang baru dari instansi yang berwenang (lurah atau kepala desa)

I. Yang Dilampiran dalam Formulir Pendaftaran

Wajib Pajak (atau oleh orang lain yang diberi kuasa khusus) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan :

a. Untuk WP Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas:

Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy Paspor, fotovopy Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) bagi Wajib Pajak orang asing.

b. Untuk WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas:

1. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy Paspor, fotocopy Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) bagi Wajib Pajak

(16)

16

orang asing dan fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa atau lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/bukti pembayaran listrik; atau fotokopi e-KTP bagi Warga Negara Indonesia dan surat pernyataan di atas meterai dari Wajib Pajak orang pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan benar-benar menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

c. Untuk WP badan :

1. untuk Wajib Pajak badan yang berorientasi pada profit (profit oriented) berupa: a) fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib

Pajak badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap;

b)

fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus, atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing;dan

c) fotokopi dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa atau lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/bukti pembayaran listrik.

2. Untuk Wajib Pajak badan yang tidak berorientasi pada Profit (Non Profit) berupa: a) fotokopi e-KTP salah satu pengurus badan atau organisasi; dan

b) surat keterangan domisili dari pengurus Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW).

d. Untuk Bendaharawan sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong : 1. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan;

2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bendaharawan.

e. Untuk Joint Operation sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong : 1. Fotokopi Perjanjian Kerjasama sebagai Joint Operation;

2. Fotokopi Kartu NPWP masing-masing anggota joint Operation;

3. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus Joint Operation.

(17)

17

f. untuk Wajib Pajak dengan status cabang dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu berupa:

a) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak pusat atau induk; b) surat keterangan sebagai cabang untuk Wajib Pajak Badan; dan

c) fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.

g. Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi adalah wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, dan wanita kawin yang memilih melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah, permohonan juga harus dilampiri dengan: a) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak suami;

b) fotokopi Kartu Keluarga; dan

c) fotokopi surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau surat pernyataan menghendaki melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami.

J. Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP (PER-20/PJ/2013) Penghapusan NPWP dilakukan dalam hal :

a) Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;

b) Wajib Pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi melakukan pembayaran;

c) Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; d) Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) Nomor Pokok Wajib Pajak untuk

menentukan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dapat digunakan sebagai sarana administratif dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan;

e) Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai yang telah diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak;

f) Wajib Pajak badan kantor perwakilan perusahaan asing yang tidak mempunyai kewajiban Pajak Penghasilan badan dan telah menghentikan kegiatan usahanya; g) Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai

dibagi;

h) Wanita yang sebelumnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya;

(18)

18

i) Wanita kawin yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak berbeda dengan Nomor Pokok Wajib Pajak suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami; j) Anak belum dewasa yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;

k) Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia;atau

l) Wajib Pajak badan tertentu selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif (non efektif) yang tidak mempunyai kewajiban Pajak Penghasilan dan secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha.

Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap:

a. Pengusaha Kena Pajak dengan status Wajib Pajak Non Efektif;

b. Pengusaha Kena Pajak yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;

c. Pengusaha Kena Pajak menyalahgunakan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; d. Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain;

e. Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

f. Pengusaha Kena Pajak telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain; atau

g. Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Selain persyaratan administratif diatas, dalam penghapusan NPWP dan atau pencabutan pengukuhan PKP harus memenuhi syarat :

a. Utang pajak yang ada telah dilunasi.

b. Telah dilaksanakan pemeriksaan sederhana lapangan yang hasilnya ditemukan adanya utang pajak yang tidak dapat ditagih lagi.

Penghapusan NPWP dan atau pencabutan pengukuhan PKP harus diselesaikan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap oleh KPP berdasarkan hasil verifikasi atau hasil pemeriksaan. Pasal 25 ayat (3) PER-20/PJ/2013 Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila: a. diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak

dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

b. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha;

(19)

19

d. dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

K. Wakil dan Kuasa Wajib Pajak

Ketentuan mengenai wakil dan kuasa wajib pajak diatur dalam Pasal 32 UU tentang KUP, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

Dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili, dalam hal:

1. Badan oleh pengurus;

Termasuk dalam pengertian pengurus adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cheque, dan sebagainya, walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan. Termasuk juga Komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali.

2. Badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang atau badan yang dibebani dengan pemberesan;

3. Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya;

4. Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampunan oleh wali atau pengampunya.

Wakil Wajib Pajak tersebut bertanggungjawab secara pribadi dan atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak, bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.

Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan persyaratan sebagai berikut:

(20)

20 a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;

b. telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir;

c. menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; dan d. memiliki Surat Kuasa Khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa.

Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan kuasa tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. menyerahkan surat kuasa khusus yang asli; dan

2. menguasai ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan, yaitu apabila telah memperoleh pendidikan di bidang perpajakan yang dibuktikan dengan memiliki : 3. brevet yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak; atau

4. ijazah formal pendidikan di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan negeri atau swasta dengan status disamakan dengan negeri; atau dan 5. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan atau

tindak pidana di bidang keuangan negara.

Kuasa yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dapat diterima sebagai kuasa Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak

Seorang kuasa dilarang melimpahkan kuasa yang diterima dari Wajib Pajak kepada orang lain

Aturan mengenai persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban seorang kuasa diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No 22/PMK.03/2008.

L. Sanksi yang Berhubungan dengan NPWP dan Pengukuhan PKP

Apabila WP tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri dan/atau PKP tidak melaporkan usahanya, DJP menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan. Terhadap kekurangan pembayaran pjak sebagai akibat NPWP dan pengukuhan PKP secara jabatan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak KurangBayar. (Pasal 13 ayat (2) UU tentang KUP)

Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4

(21)

21

(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (Pasal 39 ayat (1) UU tentang KUP).

Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan. (Pasal 39 ayat 3 UU tentang KUP).

(22)

22 M. Bagan Pendaftaran NPWP

Pendaftaran Secara Manual

(23)

23 N. Contoh Soal

1) Dessy bersama kelompok belajar sewaktu kuliah di STAN bermaksud mendirikan sebuah Yayasan di bidang Pendidikan. Akte pendirian dibuat dihadapan Notaris pada tanggal 17 Maret 2012 dengan nama Yayasan Anonymous. Kegiatan usaha baru benar-benar dilaksankan secara aktif pada 28 Desember 2012. Kapan Yayasan Anonymous harus mendaftarkan diri?

Yayasan Anonymous wajib mendaftarkan diri paling lama 1 bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.

Saat usaha mulai dijalankan adalah saat yang terjadi lebih dulu antara saat pendirian dan saat usaha nyata-nyata mulai dilakukan.

Saat mulai dijalankan Yayasan Anonymous adalah tanggal 17 Maret 2012.

Jadi Yayasan Anonymous wajib mendaftarkan diri paling lama tanggal 17 April 2012.

2) Arfin seorang bujangan (TK/-) mulai bekerja pada tanggal 1 April 2012 sebagai karyawan pada sebuah perusahaan swasta dengan penghasilan neto sebulan Rp2.000.000,-. Kapan Arfin harus mendaftarkan diri?

Karena Arfin belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan maka PTKP setahun adalah Rp15.840.000,-

Maka pada bulan ke 8 jumlah penghasilan neto Arfin adalah Rp16.000.000,- (telah melebihi PTKP)

Arfin wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun, yaitu paling lambat akhir bulan Desember 2012.

3) PT Sangkuriang perusahaan yang mengelola rumah makan berdasarkan perjanjian franchise dengan pemilik merk “Mc Donald” di Amerika. Akte pendirian dibuat di hadapan Notaris pada tanggal 1 Januari 2012. Usaha mulai aktif dijalankan pada tanggal 29 Februari 2012 dan rumah makan dibuka tanggal 1 Maret 2012. Kapan PT Sangkuriang harus dikukuhkan sebagai PKP?

PT Sangkuriang adalah WP Badan dan wajib mendaftarkan diri untuk memeroleh NPWP paling lambat 1 bulan setelah tanggal 1 Januari 2012.

PT Sangkuriang adalah Pengusaha, karena dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan uasaha perdagangan dan memanfaatkan BKP tidak berwujud (franchise) dari luar daerah pabean.

Namun PT sangkuriang bukan PKP karena yang diserakhan adalah makanan dan minuman di rumah makan.

(24)

24

BAB III

Pembukuan dan Pencatatan

A. Pengertian Pembukuan dan Pencatatan

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur, untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir.

Pencatatan yaitu pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.

B. Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan Yang wajib menyelenggarakan pembukuan: a. Wajib Pajak Badan;

b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00.

Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan :

a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan

bebas.

C. Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan

Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan adalah untuk mempermudah : a. Pengisian SPT

b. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak c. Penghitungan PPN dan PPn BM

d. Penyelenggaran pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha / pekerjaan

D. Ketentuan Pembukuan dan Pencatatan Ketentuan Pembukuan

a. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. b. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan

menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

(25)

25

c. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.

d. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

e. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Tujuan pembukuan adalah agar dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Selain dapat dihitung besarnya PPh, pajak-pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar PPN dan PPn BM dapat dihitung dengan benar maka pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan PPnBM, jumlah pembayaran atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.

f. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.

g. Pencatatan sebagaimana dimaksud diatas terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

h. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.

Ketentuan Pencatatan

a. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadan atau kegiatan usaha yang sebenarnya

b. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

c. Pencatatan terdiri data yang dikumpulkan secara teratur tentang ; peredaran atau penerimaan bruto, dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan obyek pajak dan penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

(26)

26

d. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen lain wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

e. Wajib Pajak yang tidak wajib melakukan pembukuan dan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh

f. Pencatatan dalam suatu tahun pajak meliputi jangka waktu 12 bulan, mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

g. Bagi wajib pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha dan atau tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan jumlah peredaran atau penerimaan bruto dari masing-masing jenis usaha dan atau tempat usaha yang bersangkutan.

h. Bentuk (Format) Pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas adalah sbb :

Peredaran atau Penerimaan Bruto

Jenis Usaha : Tempat Usaha :

Bulan :

Tanggal Uraian Jumlah Bruto Keterangan

1 2 3 4

Penghasilan Lainnya

Tahun :

Tanggal Uraian Jumlah Bruto Keterangan

1 2 3 4

Bentuk (Format) Pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas adalah sbb :

Penghasilan Bruto

Tahun :

Tanggal Uraian Jumlah Bruto Keterangan

(27)

27 E. Norma Penghitungan Penghasilan Neto

a. Norma Penghitungan Penghasilan Neto yaitu pedoman untuk menentukan penghasilan neto Wajib Pajak, karena Wajib Pajak tersebut tidak wajib melakukan pembukuan.

b. Wajib Pajak yang boleh menggunakan norma penghitungan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Peredaran bruto dalam 1 tahun tidak mencapai Rp4.800.000.000,00.

2. Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku.

3. Menyelenggarakan pencatatan.

4. Dalam hal Wajib Pajak tersebut tidak menyampaikan pemberitahuan kepada Dirjen Pajak seperti tersebut di atas, dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

c. Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya, maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

F. Pembukuan dalam Bahasa Asing dan Mata Uang Selain Rupiah

Pembukuan dalam Bahasa Asing dan Mata Uang Selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib pajak dengan persetujuan Menteri Keuangan dalam rangka :

a. Penanaman modal asing b. Kontrak karya pertambangan

c. Kontrak bagi hasil pertambangan/pengeboran d. Bentuk Usaha Tetap. (BUT)

e. Wajib Pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar negeri. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah :

a. Bahasa asing dan mata uang selain Rupiah yang boleh di pergunakan adalah bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat.

b. Mendapat izin dari Menteri Keuangan

c. Permohonan izin kepada Menteri Keuangan harus dilampiri dengan :

 Fotokopi SPT Tahunan PPh Badan tahun terakhir (WP yang telah berdiri lebih dari 1 tahun)

 Fotokopi NPWP dan fotokopi Akta Pendirian, atau dokumen lain yang serupa (bagi WP BUT) (WP yang baru berdiri dalam tahun berjalan)

Jika telah memenuhi syarat, Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan akan menerbitkan surat Keputusan Menteri Keuangan dalam jangka waktu 30 hari sejak permohonan diterima.

(28)

28 Kurs Konversi Untuk Beberapa Hal Terkait

No Uraian Kurs Konversi ke US $ 1 Sisa Kerugian fiskal

dalam rupiah

Kurs KMK *) akhir tahun buku/pajak terjadinya kerugian fiskal

2 Penghitungan PPh Terutang sesuai Tarif Pasal 17 UU Nomor 17 Tahun 2000

Masing-masing lapisan penghasilan kena pajak dikonversikan ke US$ dengan kurs KMK akhir tahun buku/tahun pajak yang bersangkutan

3 PPh 25, Pokok Pajak STP PPh 25, Fiskal LN, Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rupiah

Kurs KMK pada tanggal Pembayaran

4 PPh 22 ,23 dan 24 Kurs KMK pada tgl pemotongan/pemungutan atau pembayaran

5 - Pada awal tahun buku/tahun pajak

Penyelenggaraan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat untuk pertama kali dilakukan dengan bertitik tolak dari Neraca akhir tahun buku/tahun pajak sebelumnya (dalam mata uang Rupiah) yang dikonver-sikan ke mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang berlaku pada akhir tahun buku/tahun pajak sebelumnya.

- Dalam tahun berjalan

a)Untuk transaksi yang dilakukan dengan mata uang Dollar Amerika Serikat, pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersang-kutan;

b) Untuk transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang menggunakan mata uang selain Dolar Amerika Serikat, dikonversikan ke mata uang Dolar Amerika Serikat menggunakan kurs yang sebenar-nya berlaku pada saat terjadisebenar-nya transaksi yang bersangkutan.

Angka-angka mata uang rupiah disajikan dalam ribuan rupiah sedangkan angka-angka mata uang US$ dalam satuan penuh.

(29)

29

Angsuran PPh yang masih dihitung berdasarkan SPT atau ketetapan pajak tahun sebelumnya yang masih dalam rupiah dikonversikan ke US Dollar sesuai kurs KMK yang berlaku pada awal masa pajak ditetapkannya jumlah angsuran PPh Pasal 25 tersebut.

(30)

30

BAB IV

Pembayaran Pajak

A. Surat Setoran Pajak

Setelah Wajib Pajak menghitung jumlah pajak yang terutangnya, maka Wajib Pajak harus melakukan pembayaran/penyetoran pajak yang terutang dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP). Adapun yang dimaksud dengan surat setoran pajak (SSP) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank BUMN atau BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. B. Jenis Surat Setoran Pajak

a. Surat Setoran Pajak Standar

SSP Standar adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan atau berfungsi melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kantor penerima pembayaran dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi yang ditetapkan.

Wajib pajak dapat mengadakan sendiri SSP standar sepanjang bentuk, ukuran dan isinya sesuai dengan aturan. SSP standar dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukkan sebagai berikut :

Lembar ke-1 : Untuk arsip Wajib Pajak Lembar ke-2 : Untuk KPP melalui KPPN

Lembar ke-3 : Untuk dilaporkan oleh wajib pajak ke KPP Lembar ke-4 : Untuk arsip kantor penerimaan pembayaran

Jika diperlukan, SSP standar dibuat rangkap 5 (lima) dengan peruntukan lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku

SSP standar digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak, baik yang bersifat final maupun yang bukan final, kecuali setoran Pajak Bumi dan Bangunan dan BPHTB. b. Surat Setoran Pajak Khusus

SSP khusus adalah bukti pembayaran atau pembayaran pajak terutang ke kantor penerima pembayaran yang dicetak oleh kantor penerima pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan DJP dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP standar dalam administrasi perpajakan.

SSP khusus dicetak oleh kantor penerima pembayaran yang telah mengadakan kerjasama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jenderal Pajak. SSP khusus dicetak :

(31)

31

1. Pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 (dua) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP standar;

2. Terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP).

SSP khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran pajak oleh wajib pajak yang telah memiliki NPWP. Pembayaran setoran pajak yang SSP-nya dapat berfungsi sebagai pengganti bukti potong/ bukti pungut antara lain pembayaran PPN impor, PPN bendaharawan, PPh pasal 22 impor, PPh pasal 22 bendaharawan, PPh Final atas transaksi Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan PPh final atas Persewaan Tanah dan Bangunan tidak dapat menggunakan SSP khusus.

Satu SSP standar maupun SSP khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu masa pajak atau satu tahun pajak/ ketetapan pajak, dengan menggunakan satu kode MAP dan satu Kode Jenis Setoran.

C. Tempat dan Sistem Pembayaran Tempat Pembayaran

Wajib pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang di kas negara melalui : 1. Kantor Pos;

2. Bank Badan Usaha Milik Negara/Daerah (misal Bank Mandiri, Bank BNI’46, Bank BRI, Bank DKI);

3. Bank-bank yang ditunjuk Direktorat Jenderal Anggaran (misal Bank Lippo, Bank BCA, Bank BII, Bank Danamon, dsb);

4. Untuk pembayaran fiskal Luar Negeri selain di tempat-tempat tersebut di atas dapat dilakukan pada loket-loket pembayaran yang telah disediakan di Pelabuhan keberangkatan.

Direktorat Jenderal Pajak tidak dibenarkan menerima setoran pajak dari Wajib Pajak. Dengan usaha memperluas tempat pembayaran pajak yang mudah dijangkau oleh wajib pajak dimaksudkan untuk mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya sekaligus menghindarkan adanya rasa keengganan dalam melaksanakan pembayaran pajak.

Pembayaran Pajak Melalui Sistem Pembayaran On-Line

Wajib pajak dapat melakukan pembayaran sistem On-Line terhitung mulai 1 Januari 2003. Pembayaran sistem On-Line dapat dilaksanakan melalui:

1. Teller PT Pos Indonesia (Persero)

2. Teller Bank Persepsi/Devisa Persepsi On-Line

3. Fasilitas alat transaksi yang disediakan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi On-Line (ATM, Internet Banking, dsb)

(32)

32 D. Batas Waktu Pembayaran

No Jenis Pajak Tanggal Jatuh Tempo

1 PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

PPh Pasal 4 ayat (2 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

2 PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

3 PPh Pasal 21 dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

4 PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

5 PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

6 PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor

harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.

7 PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.

8 PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara

harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan atas penyerahan barang yang di biayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara

9 PPh 22 atas Penyerahan Bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur / agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang

harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

(33)

33 bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas

10 PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak

harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

11 PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak

harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

12 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk

harus disetor paling lama tanggal 7 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

13 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemeritah yang ditunjuk

harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

14 PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu (Pasal 3 ayat (3b) Undang-undang KUP) yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa

harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak berakhir

15 Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu (sesuai Ps 3 ayat (3b) UU KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa

harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak

Hal-hal yang perlu diperhatikan :

1. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.

2. Pembayaran dan Penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan

Gambar

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

Referensi

Dokumen terkait

Ada dua tipe current meter yaitu tipe baling-baling (proppeler type) dan tipe canting (cup type). OIeh karena distribusi kecepatan aliran di sungai tidak sama baik arah

Pendekatan Saintifik Berbasis Masalah Kontekstual adalah salah satu cara atau metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan karakter dalam pembelajaran

Titik tumbuh tumbuhan terdiri atas 2 bagian yaitu bagian luar dan bagian dalam B.. Titik tumbuh tumbuhan terdiri atas 3 bagian yaitu plerom, dermatogens, dan periblem

ICBP bertahan pada Resistance 8.050, berpeluang melanjutkan penguatan dengan mencoba next Resistance 8.125

Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Terstandar Harus dapat menjelaskan dengan jelas hasil pendidikan yang baik, metode pembelajaran & asuhan pasien terstandar,

Dimulai dengan mengenal jasad sendiri, memahami hati, memahami karakteristik hati, memahami kecenderungan hati, memahami keunikan hati sampai bagaimana cara mengakomodir

Hasil penelitian didapatkan bahwa secara kuantitas dan kualitas, sebaran dan besaran Ruang Terbuka Hijau di wilayah Kota Semarang masih perlu ditingkatkan lagi; Upaya

Di Kota Makassar sendiri, beberapa upaya telah dan tengah ditempuh pemerintah kota Makassar, mulai dari penambahan sarana dan prasarana seperti yang sering kita lihat mobil