• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teratur pada waktu tertentu. Kemudian berangsur-angsur mengalami perubahan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teratur pada waktu tertentu. Kemudian berangsur-angsur mengalami perubahan,"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

10

2.1. Tinjauan Teori

2.1.1 Pajak

Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu “ajeg” yang berati pungutan teratur pada waktu tertentu. Kemudian berangsur-angsur mengalami perubahan, maka sebutan semula ajeg menjadi sebutan Pa-ajeg. Pa-ajeg memiliki arti sebagai pungutan yang dibebankan kepada rakyat secara teratur, terhadap hasil bumi. Pungutan tersebut sebesar 40% dari yang dihasilkan petani untuk diserahkan kepada raja dan pengurus desa. Namun berdasarkan perkembangannya Pa-ajeg berubah menjadi pajak, dan pajak ini dijadikan sebagai penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai jalannya pemerintahan (Rahayu, 2013:21).

2.1.1.1 Pengertian Pajak

Di dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, adalah :

"Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa beradasarkan undang–undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sbesar-besarnya kemakmuran rakyat."

Pengertian pajak adalah sebagai berikut :

"Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasatimbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2016:3)."

(2)

Pengertian pajak adalah sebagai berikut :

"Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Diana Sari, 2013:34)."

Pengertian pajak adalah sebagai berikut :

"Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan terlebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalalankan pemerintahan (Sumarsan, 2017:4)."

Mardiasmo (2016:3) merumuskan dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak meliputi unsur :

1. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontrapestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.1.2 Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk

(3)

pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas, pajak mempunyai beberapa fungsi , yaitu :

1. Fungsi Penerima (Budgetair)

Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas negara, yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan di tengah masyarakat dan struktur kekayaan antara para pelaku ekonomi. Fungsi mengatur ini sering menjadi tujuan pokok dari sistem pajak, paling tidak dalam sistem perpajakan yang benar tidak terjadi pertentangan dengan kebijaksanaan negara dalam bidang ekonomi dan sosial (Sumarsan, 2017:5).

2.1.1.3 Asas Pengenaan Pajak

Terdapat beberapa azas yang dapat dipakai oleh negara sebagai azas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Azas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah sebagai berikut :

1. Asas Domisili (Kependudukan)

Berdasarkan azas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan

(4)

penduduk atau berdomisili di negara itu dan apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduknya akan menggabungkan azas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh diluar negeri.

2. Asas Sumber

Negara yang menganut azas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang probadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu.

3. Asas Kebangsaan (Kewarganegaraan)

Dalam azas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan (Sumarsan, 2017:11) .

2.1.1.4 Jenis Pajak

Jenis-jenis pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Menurut Golongan

a. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetatpi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

(5)

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif, adalah pajak yang berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak objektif, adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

3. Menurut Pemungutan

a. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut ileh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan Bea Materai.

b. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak reklame, Pajak hiburan, dll (Sumarsan, 2017:12).

2.1.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak di Indonesia terdiri dari beberapa diantranya yaitu :

(6)

1. Official Assesment System

Suatu sistem pemungutanyang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus; wajib pajak bersifat pasif; utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assesment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri; wajib pajak aktif; mulai dari menghitung,menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, fiskus tidak ikut campur, hanya mengawasi.

3. With Holding Tax System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan). Ciri-cirinya adalah wewenang menentukan besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak itu sendiri (Mardiasmo, 2016:8).

2.1.1.6 Tarif Pajak

Tarif pajak yang diterapkan di Indonesia terdiri dari beberapa tarif diantranya yaitu :

(7)

1. Tarif Sebanding/Proporsional

Tarif pajak berupa presentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh: untuk menyerahkan barang kena pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 10%.

2. Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak terutang tetap. Contoh: besarnya tarif bea materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp. 1.000.000,00.

3. Tarif Progresif

Presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh: pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

2.1.2 Pemeriksaan Pajak

2.1.2.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak

Pengertian pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut :

"Serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan (Sumarsan, 2017:95)."

(8)

Pengertian pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut :

"Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Soemarso, 2011:112)."

Pengertian pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut :

"Pemeriksaan Pajak merupakan hal pengawasan pelaksanaan self assessment system yang dilakukan oleh wajib pajak, harus berpegang teguh pada Undang-undang perpajakan (Rahayu, 2013:245)."

Berdasarkan beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa pemeriksaan pajak adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas Direktorat Jendral Pajak (DJP) mulai dari mencari, mengumpulkan, sampai mengolah data dan atau keterangan lainya dengan tujuan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

2.1.2.1Tujuan Pemeriksaan Pajak

Beberapa tujuan dilakukannya pemeriksaan pajak terdiri dair beberapa diantaranya yaitu :

1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan : a. SPT lebih bayar dan atau rugi.

b. SPT tidak atau terlambat disampaikan.

c. SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Direktur Jendral Pajak untuk diperiksa.

(9)

2. Tujuan lain diantaranya, yaitu:

a. Pemberian NPWP (secara Jabatan) atau penghapusan NPWP.

b. Pengukuhan PKP secara jabatan dan pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP.

c. Wajib pajak mengajukan keberatan atau banding.

d. Pengumpulan bahan untuk penyusunan norma perhitungan Penghasilan neto.

e. Pencocokan data dan atau alat keterangan.

f. Penentuan wajib pajak berlokasi di tempat terpencil. g. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN. h. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

i. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan dan/atau.

j. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra perjanjian penghindaran pajak berganda (Sumarsan, 2017:95).

2.1.2.2Kewajiban Wajib Pajak apabila Dilakukan Pemeriksaan

Kepatuhan wajib pajak merupakan kesediaan wajib pajak secara suka rela dalam memenuhi kewajiban perpajakan-nya tanpa perlu melewati pemeriksaan, investigasi, peringatan atau ancaman dalam penerapan sanksi atau denda. Kewajiban wajib pajak apabila dilakukan pemeriksaan, yaitu:

1. Memperlihatkan data atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP atau objek yang terutang pajak.

(10)

2. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu oleh pemeriksa dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

3. Memberi keterangan yang diperlukan selain buku,catata, dan dokumen lain, wajib pajak harus memberikan keterangan yang dapat berupa keterangan tertulis dan/atau keterangan lisan (Sumarsan, 2017:96).

2.1.2.3 Hak Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan

Beberapa hak dari wajib pajak apabila dilakukan pemeriksaan menurut diantaranya:

1. Meminta kepada pemeriksa pajak untuk memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa.

2. Meminta tindasan surat perintah pemeriksaan pajak.

3. Menolak untuk diperiksa apabila pemeriksa tidak dapat menunjukan tanda pengenal pemeriksa dan surat perintah pemeriksaan.

4. Meminta penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan.

5. Meminta tanda bukti peminjaman buku buku, catatan catatan, serta dokumen dokumen yang dipinjam oleh pemeriksa pajak.

6. Meminta rincian berkenaan dengan hal hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan surat pemberitahuan (SPT) mengenai koreksi koreksi yang dilakukan oleh pemeriksa pajak terahadap SPT yang telah disampaikan.

7. Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada pihak lain yang tidak berhak.

(11)

8. Memperoleh lembar asli berita acara penyegelan apabila pemeriksa pajak melakukan penyegelan atas tempat atau ruangan tertentu (Sumarsan, 2017:97).

2.1.2.4 Prosedur Pemeriksaan Pajak

Prosedur dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak diantaranya sebagai berikut :

1. Petugas pemeriksaan harus dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan dan harus memperhatikan kepada wajib pajak yang diperiksa.

2. Wajib pajak yang diperiksa harus:

a. Memperhatikan atau meminjamkan buku atau catatan dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak.

b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat dan ruangan yang dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

c. Memberi keterangan yang diperlukan.

3. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan. 4. Direktur Jendral Pajak (DJP) berwenang melakukan penyegelan tempat

atau ruangan tertentu bila objek pajak tidak memenuhi kewajiban pada butir dua diatas (Mardiasmo, 2016:54).

(12)

2.1.2.5 Metode Pemeriksaan Pajak

Beberapa metode pemeriksaan pajak yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

1. Metode Langsung

Metode langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT yang dilakukan langsung terhadap laporan keuangan dan buku-buku, catatan-catatan, serta dokumen–dokumen pendukungnya sesuai dengan urutan proses pemeriksaan. Teknik yang digunakan dalam metode pemeriksaan langsung yaitu:

a. Mengevaluasi, menilai kebenaran formal dan kelengkapan SPT serta sistem pengendalian intern.

b. Menganalisis, mengalisis angka-angka meliputi kegiatan pengecekan dan penghitungan kembali secara matematis terhadap angka-angka SPT, Neraca, dan Daftar Rugi Laba.

c. Mentrasis angka dan memeriksa dokumen, dilakukan dengan cara pengurutan pemeriksaan sesuai dengan jejak bukti pemeriksaan (audit trail).

d. Menguji keterkaitan, meliputi pengujian kelengkapan dan keabsahan dokumen dasar yang disebut dengan istilah source control.

2. Metode tidak langsung

Metode tidak langsung yaitu teknik dan prosedur pemeriksaan pajak dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT.

(13)

Pendekatan yang dilakukan untuk metode tidak langsung yaitu dengan perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya yang meliputi : a. Metode transaksi tunai

b. Metode transaksi bank

c. Metode sumber dan pengadaan dana d. Metode perbandingan kekayaan bersih e. Metode perhitungan persentase

f. Metode satuan dan volume g. Pendekatan produksi h. Pendekatan laba kotor i. Pendekatan biaya hidup

3. Metode Pemeriksaan Transaksi Afiliasi

Diperlukan karena transaksi antar perusahaan afiliasi (hubungan istimewa) memiliki potensi tidak menggunakan harga wajar. Caranya dengan menguji angka-angka dalam SPT melalui suatu pendekatan perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya. Metode yang bisa digunakan yaitu:

a. Metode harga pasar sebanding b. Metode harga jual minus c. Metode harga pokok plus

(14)

2.1.2.6 Tahapan Pemeriksaan Pajak

Tahapan pemeriksaan pajak terdiri dari : 1. Persiapan Pemeriksa Pajak

Persiapan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan dan meliputi kegiatan sebagai berikut:

a. Mempelajari berkas wajib pajak/ berkas data

b. Menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak c. Mengidentifikasi masalah

d. Melakukan pengenalan lokasi wajib pajak e. Menentukan ruang lingkup pemeriksa f. Menyusun program pemeriksaan

g. Menentukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam h. Menyediakan sarana pemeriksaan

2. Pelaksanaan Pemeriksaan

Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa meliputi:

a. Memeriksa di tempat wajib pajak

b. Melakukan penilaian atas sistem pengendalian intern c. Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan

d. Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen

e. Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga

(15)

g. Melakukan sidang penutup (Closing Conference) 3. Teknik dan Metode Pemeriksaan

Program pemeriksaan adalah pernyataan pilihan dan urutan metode, teknik dan prosedur pemeriksaan yang akan dilaksanakan oleh pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu :

a. Metode langsung b. Metode tidak langsung

c. Metode pemeriksaan transaksi afiliasi

4. Penyusunan Kertas Kerja Pemeriksaan dan Laporan Hasil Pemeriksaan a. Kertas kerja pemeriksaan

b. Laporan hasil pemeriksaan (Rahayu, 2013:286).

2.1.2.7 Pedoman Pemeriksaan Pajak

Pelaksanaan pemeriksaan didasarkan pada pedoman pemeriksaan pajak yang meliputi pedoman umum pemeriksaan pajak, pedoman pelaksanaan pemeriksaan pajak, dan pedoman laporan pemeriksaan pajak (Suandy, 2011:216).

1. Pedoman umum pemeriksaan adalah sebagai berikut:

a. Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak.

b. Bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela.

c. Menggunakan hasil temuan pemeriksaan dituangkan dalam kertas kerja pemeriksaan sebagai bahan untuk menyusun laporan pemeriksaan pajak.

(16)

2. Pedoman pelaksanaan pemeriksaan adalah sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama.

b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan.

c. Pendapat dan kesimpulan pemeriksa pajak harus didasarkan pada temuan yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Pedoman laporan pemeriksaaan pajak adalah sebagai berikut:

a. Laporan pemeriksaan pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan pemeriksaan pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait. b. Laporan pemeriksaan pajak yang berkaitan dengan pengungkapan

penyimpangan surat pemberitahuan harus memperhatikan kertas kerja pemeriksaan antara lain mengenai:

1) Berbagai faktor perbandingan. 2) Nilai absolut dari penyimpangan. 3) Sifat dari penyimpangan.

4) Petunjuk atau temuan adanya penyimpangan. 5) Pengaruh penyimpangan.

(17)

6) Hubungan dengan permasalahan lainnya.

c. Laporan pemeriksaan pajak harus didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan (Suandy, 2011:216).

2.1.2.8 Pengukuran Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan perhituangan sebagai berikut :

Pemeriksaan Pajak = SKPKBt - SKPKBt-1 SKPKBt-1

Keterangan :

SKPKBt = Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar periode berjalan SKPKBt-1 = Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar periode sebelumnya

2.1.3 Tax Amnesty

2.1.3.1Pengertian Tax Amnesty

Pengertian tax amnesty (pengampunan pajak) mengacu kepada pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pengampunan pajak.

2.1.3.2Asas Tax Amnesty

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, pengampunan pajak dilaksanakan berdasarkan asas yaitu :

(18)

a. Kepastian hukum, yaitu pelaksanaan pengampunan pajak harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum;

b. Keadilan, yaitu pelaksanaan pengampunan pajak menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban dari setiap pihak yang terlibat;

c. Kemanfaatan, yaitu seluruh pengaturan kebijakan pengampunan pajak bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum;

d. Kepentingan nasional, yaitu pelaksanaan pengampunan pajak mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat diatas kepentingan lainya.

2.1.3.3Tujuan Tax Amnesty

Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, pengampunan pajak diterapkan di Indonesia bertujuan untuk:

a. Mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi;

b. Mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakn yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi;

c. Meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

(19)

2.1.3.4 Fasilitas Tax Amnesty

Wajib pajak yang memanfaatkan program pengampunan pajak (tax amnesty) akan mendapatkan beberapa fasilitas, antara lain:

1. Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan keterangan pajak. 2. Penghapusan/tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan untuk

kewajiban perpajakan sampai dengan akhir tahun Pajak 2015.

3. Penghentian/tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan buku permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sampai dengan akhir tahun pajak 2015.

4. Tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sampai dengan akhir tahun pajak 2015.

5. Pembebasan pajak penghasilan terkait proses balik nama harta;

6. Kerahasiaan data terkait program pengampuanan pajak dijamin oleh undang-undang dan data pengampunan pajak tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan dan penyidikan tindak pidana (Siahaan, 2017:83).

2.1.3.5 Subjek Tax Amnesty

Subjek pengampunan pajak (tax amnesty) mengacu kepada Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak Nomor 11 Tahun 2016 yaitu sebagai berikut:

1. Setiap wajib pajak berhak mendapatkan pengampunan pajak;

2. Wajib pajak yang berhak mendapatkan pengampunan pajak merupakan wajib pajak yang mempunyai kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan;

3. Dalam hal wajib pajak belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), wajib pajak harus mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk memperoleh

(20)

nomor pokok wajib pajak (NPWP) di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak (Sumarsan, 2017:443).

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang pengampunan pajak, ditentukan wajib pajak yang dikecualikan sebagai wajib pajak yang berhak mendapatkan pengampunan pajak, yaitu wajib pajak yang sedang :

a. Dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan;

b. Dalam proses peradilan; atau

c. Menjalani hukuman pidana, atas tindak pidana di bidang perpajakan.

Program tax amnesty ditujukan kepada pengusaha yang telah menjadi pengusaha kena pajak (PKP) kalaupun belum menjadi PKP, pengusaha dapat mendaftarkan terlebih dahulu agar menjadi PKP. Pengertian pengusaha kena pajak adalah sebagai berikut :

"Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan (Yamin, 2012:4)."

Pengertian pengusaha kena pajak adalah sebagai berikut :

"Pengusaha kena pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud dalam nomor 14 yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenaikan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasanya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (Resmi, 2012:4)."

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengusaha kena pajak (PKP) adalah yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang

(21)

PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak (penjelasan Pasal 1 angka 15 UU PPN).

2.1.3.6 Objek Tax Amnesty

Pengampunan pajak diberikan kepada wajib pajak melalui pengungkapan harta yang dimilikinya dalam surat pernyataan.pengampunan pajak meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir tahun pajak terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh wajib pajak. kewajiban perpajakan terdiri atas kewajiban :

1. Pajak penghasilan;

2. Pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah;

3. Harta tambahan, diantaranya: a. Harta warisan;

b. Harta hibahan yang diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau satu derajat, yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT tahunan pajak penghasilan (Sumarsan, 2017:114).

2.1.3.7 Tarif Uang Tebusan

Uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak. Salah satu yang mempengaruhi besar kecilnya uang tebusan adalah tarif uang tebusan yang dikenakan kepada wajib pajak. Tarif uang tebusan mengacu kepada pasal 4 Undang-Undang pengampunan pajak, terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

(22)

a. 2% (dua persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan harta pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang pengampunan pajak mulai berlaku (1 Juli 2016 sampai dengan 30 September 2016).

b. 3% (tiga persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan harta pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang pengampunan pajak mulai berlaku (1 Oktober 2016) sampai dengan tanggal 31 Desember 2016.

c. 5% (lima persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan harta terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

2. Tarif uang tebusan dalam hal deklarasi harta dari luar negeri

a. 4% (empat persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan harta pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang pengampunan pajak mulai berlaku (1 Juli 2016 sampai dengan 30 September 2016).

b. 6% (enam persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan harta pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang pengampunan pajak mulai berlaku (1 Oktober 2016) sampai dengan tanggal 31 Desember 2016.

c. 10% (sepuluh persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan harta terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

(23)

3. Tarif uang tebusan dalam hal repatriasi harta dari luar negeri

a. 2% (dua persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan harta pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang pengampunan pajak mulai berlaku (1 Juli 2016 sampai dengan 30 September 2016).

b. 3% (tiga persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan harta pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang pengampunan pajak mulai berlaku (1 Oktober 2016) sampai dengan tanggal 31 Desember 2016.

c. 5% (lima persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan harta terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

4. Tarif uang tebusan dalam hal wajib pajak UMKM

a. 0,5% (nol koma lima persen) bagi wajib pajak yang mengungkapkan nilai harta sampai dengan Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam surat pernyataan harta.

b. 2% (dua persen) bagi wajib pajak yang mengungkapkan nilai harta lebih dari Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam surat pernyataan harta.

5. Wajib pajak dengan peredaran usaha tertentu (wajib pajak UMKM) wajib pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada tahun pajak terakhir dan berhak menggunakan tariff 0,5% atau 2% adalah wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu. Kriteria tertentu tersebut adalah :

(24)

a. Wajib pajak yang memiliki peredaran usaha hanya bersumber dari penghasilan atas kegiatan usaha.

b. Wajib pajak tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan/ atau pekerjaan bebas (Siahaan, 2017:114).

2.1.4 Penerimaan Pajak

2.1.4.1Pengertian Penerimaan Pajak

Pengertian penerimaan pajak adalah sebagai berikut :

"Penerimaan pajak adalah sumber penerimaan yang dapat diperoleh secara terus menerus dan dapat dikembangkan secara optimal sesuai dengan kebutuhan pemerintah dan kondisi masyarakat (Hutagaol, 2007:325)." Pengertian penerimaan pajak adalah sebagai berikut :

"Pengertian penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan (Suryadi, 2006:105)."

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa penerimaan pajak adalah sumber penerimaan negara yang digunakan untuk pelaksanaan pembangunan nasional.

2.1.4.2Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak adalah sebagai berikut :

1. Kejelasan

Kepastian dan kesederhanaan peraturan perundangundangan perpajakan. Undang-undang yang jelas, sederhana dan mudah dimengerti akan

(25)

memberikan penafsiran yang sama bagi wajib pajak dan fiskus. Dengan adanya kepastian hukum dan kejelasan undang-undang tidak akan menimbulkan salah interprestasi, selanjutnya akan menimbulkan motivasi pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya. Ketentuan perpajakan yang dibuat sempurna mudah dipahami tentunya hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak dapat dilaksankan secara efektif dan efisien. Dengan demikian hal ini akan memperlancar penerimaan negara dari sektor pajak. Kesadaran dan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan akan terbentuk dengan peraturan yang tidak berbelit-belit. Prosedur yang tidak rumit dengan formulir yang mudah dimengerti pengisiannya oleh wajib pajak.

2. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah dalam implementasi undang-undang perpajakan merupakan suatu cara atau alat pemerintah di bidang perpajakan yang memiliki suatu sasaran tertentu atau untuk mencapai suatu tujuan tertentu di bidang sosial dan ekonomi. Kebijakan dalam hal ini adalah dengan adanya keputusan menteri keuangan maupun surat edaran dari DJP untuk hal-hal tertentu dalam perpajakan yang tidak dijelaskan secara rinci dalam undangundang. Pemerintah diberikan asas freies ermessen (kebebasan bertindak) dalam bentuk tertulis yang berupa peraturan kebijaksanaan, berupa peraturan lain yang menjelaskan petunjuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan.

(26)

3. Sistem Administrasi

Sistem administrasi hendaklah merupakan prioritas tertinggi karena kemampuan pemerintah untuk menjalankan fungsinya secara efektif bergantung kepada jumlah uang yang dapat diperolehnya melalui pemungutan pajak. Sistem administrasi memegang peran penting. Kantor pelayanan pajak harus memiliki system administrasi yang tepat. Sistem administrasi diharapkan tidak rumit tetapi ditekankan pada kesederhanaan prosedur. Kerumitan sistem akan membuat wajib pajak semakin enggan membayar pajak.

4. Pelayanan

Kualitas pelayanan yang dilakukan pemerintah beserta aparat perpajakan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak. Kualitas pelayanan yang dimaksud adalah memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak dalam mengoptimalkan penerimaan negara. 5. Kesadaran dan pemahaman warga negara rasa nasionalisme tinggi

Kepedulian kepada bangsa dan negara serta tingkat pengetahuan perpajakan masyarakat yang memadai, maka secara umum akan makin mudah bagi wajib pajak untuk patuh kepada peraturan perpajakan.

6. Kualitas petugas pajak (intelektual, keterampilan, integritas, moral tinggi) Kualitas petugas sangat menentukan efektivitas undang-undang dan peraturan perpajakan. Petugas pajak memiliki reputasi yang baik sepanjang yang menyangkut kecakapan teknis, efisien dan efektif dalam hal kecepatan, tepat dan keputusan yang adil. Petugas pajak yang berhubungan dengan masyarakat pembayar pajak harus memiliki

(27)

intelektualitas tinggi, terlatih baik, digaji baik dan bermoral tinggi. (Rahayu, 2013:27).

2.1.4.3 Jenis Penerimaan Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 menyebutkan bahwa penerimaan perpajakan terbagi atas dua yaitu :

1. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasalah dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan,cukai dan pajak lainnya.

2. Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 1 ayat (9) penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas Negara. Di dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran 2003 mengelompokkan penerimaan negara ke dalam tiga kelompok besar, yaitu penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak, dan penerimaan hibah. Dalam penelitian ini, penulis mengkhususkan pembahasan pada penerimaan pajak dalam negeri khususnya pajak penghasilan.

2.1.4.4 Pajak Penghasilan

Pengertian pajak penghasilan adalah sebagai berikut :

"Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berkahir dalam tahun pajak (Suandy, 2011:75)."

(28)

Pasal 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) menyebutkan bahwa PPh dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pengertian diterima atau diperoleh tersebut ada hubungannya dengan 2 (dua) cara pembukuan :

1. Stelsel Kas, yaitu penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan, bila benar-benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu.

2. Stelsel Akrual, yaitu penghasilan telah dapat dianggap ada pada waktu diperoleh, jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima.

2.1.4.5 Subjek Pajak Penghasilan

Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikaenakan pajak penghasilan (Resmi, 2014:75). Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, Subjek Pajak dikelompokkan sebagai berikut:

1. Subjek pajak orang pribadi

2. Subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yangberhak.

3. Subjek pajak badan.

4. Subjek pajak bentuk usaha tetap.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam UU PPh, subjek pajak dalam PPh terdiri dari 2 (dua) jenis, yakni:

1. Subjek pajak dalam negeri

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia.

(29)

puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di indonesia.

c. Badan, yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

 Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.

 Pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

 Penerimaannya dimasukan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah; dan pembukuan diperiksa oleh aparat pengawas fungsional negara.

d. Bentuk usaha tetap.

e. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2. Subjek pajak luar negeri

a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di indonesia.

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan

(30)

tidak bertempat kedudukan di indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di indonesia. Perbedaan penting antara subjek pajak dalam negri dan subjek pajak luar negri terletak dalam pemahaman kewajiban perpajakannya, seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.1

Perbedaan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri

2.1.4.6 Objek Pajak Penghasilan

Objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun (Sumarsan, 2017:119).

Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri

1. Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima/diperoleh dari Indonesia dan dari luarIndonesia. 2. Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum (Pasal17).

3. Wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.

1. Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan diIndonesia.

2. Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pasal sepadan (Pasal26). 3. Tidakwajib menyampaikan

Surat Pemberitahuan (SPT) karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yangbersifat final.

(31)

2.1.4.7 Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Untuk menghitung besarnya PPh terutang, wajib pajak harus terlebih dahulu mengetahui besarnya penghasilan kena pajak (PKP). PKP inilah yang merupakan dasar penghitungan PPh terutang. PKP merupakan penghasilan neto secara fiskal yang mungkin tidak sama dengan penghasilan neto (laba) secara komersial (pembukuan). Hal ini disebabkan adanya perbedaan metode pengakuan pendapatan dan biaya mengacu pada pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK), sedangkan secara fiscal, pengakuan dan biaya berdasarkan pada peraturan perundang-undangan perpajakan. Oleh karena itu, untuk mengetahui besarnya PKP, wajib pajak harus terlebih dahulu melakukan penyesuaian fiscal sehingga besarnya penghasilan yang dilaporkan sesuai dengan peraturan perundangan perpajakan. Dengan kata lain, penyesuaian fiscal dimaksudkan untuk menyesuaikan laba komersial menjadi laba fiskal.

Laba fiskal merupakan penghasilan neto secara fiscal yang biasanya berasal dari usaha dan atau pekerjaan bebas karena yang melakukankegiatan pembukuan adalah wajib pajak yang melakukan usaha dan atau pekerjaan bebas. Penghasilan neto dari usaha dan atau pekerjaan bebas ini akan digabungkan dengan penghasilan neto lainnya, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, sehingga akan diperoleh jumlah keseluruhan penghasilan neto. Jumlah penghasilan neto ini tidak mungkin sama dengan PKP. Untuk menghitung PKP, wajib pajak diperkenankan untuk mengurangkan jumlah penghasilan neto dan zakat atas penghasilan, kompensasi kerugian selama lima tahun terakhir, serta penghasilan tidak kena pajak.

(32)

2.1.4.8 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Sesuai dengan UU No 36 pasal 7 ayat 1 tahun 2008, kepada orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa PTKP, yang besarnya telah diubah terakhir oleh Keputusan Menteri No. 137/KMK.03/2005, menjadi sebagai berikut :

a. Rp. 15.840.000,00 untuk diri wajib pajak.

b. Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin.

c. Rp. 15.840.000,00 untuk penggabungan penghasilan istri dan suami. d. Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan

semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan PTKP adalah : a) Besarnya PTKP di atas ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun. b) Untuk penghasilan istri yang digabung, tambahan untuk seorang istri

(hanya seorang istri) dilakukan dalam hal istri:

1) Bukan karyawan, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas yang tidak ada hubungannya dengan usaha/pekerjaan bebas suami, anak/anak angkat yang belum dewasa.

2) Bekerja sebagai karyawati pada pemberi kerja yang bukan sebagai pemotong pajak walaupun tidak mempunyai penghasilan dari usaha/perkerjaan bebas.

3) Bekerja sebagai karyawati pada lebig dari 1 (satu) pemberi kerja. a) Warisan yang belum terbagi sebagai wajib pajak menggantikan

yang berhak tidak memperoleh pengurangan PTKP.

(33)

berpisah untuk diri masing-masing wajib pajak diperlakukan seperti wajib pajak tidak kawin, sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang diperkenankan.

2.1.4.9 Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi adalah angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak orang pribadi untuk setiap masa pajak. Hal ini ditegaskan dalam pasal 25 (1) UU Republik Indonesia No. 17 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan, yaitu besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri untuk setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut surat pemberitahuan pajak penghasilan tahun pajak tahun lalu dikurangi dengan :

a. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud pasal 21 dan pasal 23 serta pajak penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud pasal 22.

b. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yng boleh dikreditkan sebagaimana dalam pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

2.1.4.10 Pengukuran Penerimaan Pajak Penghasilan

Pemeriksaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan perhituangan sebagai berikut :

Penerimaan PPh = Realisasi penerimaan PPht - Realisasi penerimaan PPht-1 Realisasi penerimaan PPht-1

Keterangan :

(34)

2.1.5 Penelitian Terdahulu

Di bawah ini akan disajikan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian 1. Hafsyah Nur Hidayah Harahap (2013) Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Bandung Karees X1 Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Y Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan

Pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak badan. Koefisien determinasi menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan wajib Pajak badan dipengaruhi pelaksanaan pemeriksaan pajak sebesar 69,1% 2. Desak Putu Ayu Diah Dewantari, Gede Erni Sulindawati, dan Anantawikra ma Tungga Atmadja (2017) Implikasi dan Evaluasi Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) pada tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dalam upaya peningkatan Penerimaan Pajak Pada Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singaraja X1 Implikasi Program Tax Amnesty X2 Evaluasi Program Tax Amnesty Y Kepatuhan Wajib Pajak Z Penerimaan Pajak

Dari sisi kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Singaraja dapat dikatakan lebih baik dari sebelumnya, dengan adanya program pengampunan pajak (tax amnesty) membuat Wajib pajak baru yang selama ini belum memiliki NPWP akhirnya mendaftarkan diri untuk menjadi wajib pajak. Dengan bertambahnya jumlah wajib pajak tersebut, membuat penerimaan pajak di KPP Pratama Singaraja bertambah sampai pada 09 Desember 2016 sebesar Rp 17.306.666.130. 3. Diana Fitriani W dan Putu Mahardika Adi Saputra (2009) Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi X1 Analisa Faktor-Faktor X2 Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Jumlah WP OP terdaftar, jumlah SSP yang diterima, ekstensifikasi Wajib Pajak, dan rasio pencairan tunggakan pajak berpengaruh signifikan terhadap jumlah penerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Jumlah WP OP terdaftar, jumlah SSP yang diterima, ekstensifikasi Wajib Pajak, dan rasio pencairan tunggakan pajak mempengaruhi 55,9% sedangkan sisanya yaitu sebesar 44,1% dijelaskan oleh variable independent lain yang tidak dimasukkkan dalam model.

(35)

2.2 Kerangka Pemikiran

Sebagaimana telah diatur dalam salah satu ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah direvisi oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan direvisi kembali oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, yaitu dalam Pasal 29 ayat (1) bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan (Sumarsan, 2017:95).

Indikator pemeriksaan pajak dalam penelitian ini dasar pemikiran mengatakan bahwa laporan pemeriksaan pajak merupakan dasar untuk penerbitan suatu produk hukum perpajakan yaitu surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) (Rahayu, 2013:323). Sementara itu, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar (Rahayu, 2013:180). Indikator penerimaan pajak penghasilan orang pribadi dalam penelitian ini menggunakan dasar pemikiran yaitu indikator variabel penerimaan pajak penghasilan orang pribadi yaitu realisasi penerimaan pajak penghasilan orang pribadi (Hutagaol, 2007:325).

(36)

Pemeriksaan pajak akan mendorong timbulnya kepatuhan wajib pajak, sehingga akan berdampak pada peningkatan penerimaan pajak pada kantor pelayanan pajak yang pada akhirnya pajak yang dibayarkan wajib pajak akan masuk dalam kas negara. Bagi kantor pelayanan pajak, penerimaan pajak apapun jenisnya baik itu pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan jenis pajak lainnya yang diterima sangat tergantung pada tingkat kepatuhan wajib pajak baik dalam melaporkan dan melunasi pajaknya. Dengan demikian, pemeriksaan pajak merupakan pagar penjaga agar wajib pajak tetap mematuhi kewajibannya. Dari sekian banyak jenis pajak yang ada, pajak penghasilan (PPh) merupakan harapan pemerintah untuk setiap tahunnya bertambah besar, baik dari jumlah penerimaan maupun dari segi wajib pajak yang membayarnya (Asri, 2009). Upaya dalam meningkatkan penerimaan pajak melalui pemeriksaan terhadap wajib pajak juga direkomendasikan oleh IMF. Adapun rekomendasi tersebut tertuang dalam Letter Of Intent (LOI) tahun 1999 yang dikutip oleh Gunadi (2005), dinyatakan bahwa langkah kunci untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan cara menaikkan cakupan pemeriksaan pajak. Kerangka pemikiran tersebut di atas dapat digambarkan secara sederhana melalui bagan pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pemeriksaan Pajak Pasca Tax

Amnesty

(X)

- Jumlah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

(Rahayu, 2013:323)

Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Non-Karyawan)

(Y)

- Realisasi Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Non Karyawan)

(37)

2.4 Hipotesis

Hipotesis didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi (Sekaran, 2009:135). Berdasarkan kerangka pemikiran yang dijelaskan di atas maka penulis merumuskan hipotesis penelitian bahwa : Ho : Pemeriksaan pajak pasca tax amnesty tidak berpengaruh terhadap

penerimaan pajak penghasilan orang pribadi (non-karyawan).

Ha : Pemeriksaan pajak pasca tax amnesty berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi (non-karyawan).

Gambar

Tabel 2.2  Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan Perpajakan PP Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran Bruto tertentu

b) Faktor psikologis : minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif. Namun, terkait dalam penelitian ini, faktor yang ingin diungkap atau dijadikan

Penelitian-penelitian sebelumnya menjadi suatu acuan bagi penelitian ini untuk dilakukan, antara lain penelitian yang dilakukan Hasan Irawan dan Siti Khairani

Price Earning Ratio (PER), merupakan jumlah pengukuran dalam bentuk uang yang rela dikeluarkan oleh investor untuk membayar setiap laporan laba, sehingga dapat mengukur

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan) dan

Program kerja Pembuatan Sertifikat secara manual dimulai pada minggu pertama sampai minggu keenam PPL untuk pelaksanaan diklat Instruktur Nasional Gelombang I (07 Juni s.d

Vignette: Seorang laki-laki usia 56 tahun datang ke klinik konservasi dengan keluhan gigi depan atas kiri berlubang dan kehitaman sejak 8 bulan yang lalu, pernah terjadi

Virus bukan merupakan sel, virus yang berada di luar tubuh makhluk hidup dalam keadaan tidak aktif disebut Virion1. Tubuh virus terbagi menjadi kepala , leher