• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Proses Pengelolaan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan Contingency View dengan Studi Kasus Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Proses Pengelolaan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan Contingency View dengan Studi Kasus Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Proses Pengelolaan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan

Contingency View dengan Studi Kasus Badan Tenaga Nuklir Nasional

(BATAN)

Ananda Cikal Asadera dan Putu Wuri Handayani Information System, Faculty of Computer Science, Universitas Indonesia

E-mail: ananda.cikal@gmail.com

Abstrak

Salah satu kunci kesuksesan dalam manajemen pengetahuan adalah kemampuan proses pengelolaan pengetahuan. Pendekatan contingency view digunakan dalam penelitian ini untuk menentukan proses pengelolaan pengetahuan yang paling tepat diimplementasi oleh BATAN. BATAN yang sedang bersiap mengimplementasi manajemen pengetahuan membutuhkan pandangan dari pihak ketiga dalam memberikan panduan proses pengelolaan pengetahuan yang dibutuhkan untuk diimplementasi oleh BATAN beserta urutan prioritas proses tersebut. Hasil penelitian menunjukkan proses combination yaitu proses pembuatan pengetahuan baru dari data atau informasi tertulis yang sudah ada memiliki prioritas tertinggi. Proses routine yaitu pemanfaatan pengetahuan yang tertanam di dalam prosedur, aturan, dan norma menempati urutan kedua. Kedua proses tersebut merupakan proses yang tepat untuk diimplementasi di BATAN dengan adanya dukungan infrastruktur manajemen pengetahuan yang dimiliki oleh BATAN.

Knowledge Management Process Analysis Based On Contingency View Case Study National Nuclear Energy Agency of Indonesia (BATAN)

Abstract

One key to have successful knowledge management implementation is knowledge management process capabilities. Contingency view approach is used in this research to determine the right knowledge management process to be implemented by BATAN. BATAN which want to implements knowledge management needs third party perspective in giving guidance about the appropriate knowledge management process and the priority of the process. The result of this study tells that combination, process which make a new knowledge from existing data or information, have the highest priority. Routines, utilization of knowledge embedded in procedure, rules, and norm, in second place. Both of the processes have the highest priorities to be implemented in BATAN with the support from knowledge management infrastructure that BATAN already have.

Keywords: Knowledge, Knowledge Management, Knowledge Management Solution, Nuclear Organization, Contingency View

Pendahuluan

Pengetahuan telah diakui sebagai suatu aset organisasi dan menyediakan dasar untuk keunggulan kompetitif organisasi (Wood, 2005). Fenomena “brain drain” di mana karyawan meninggalkan organisasi dan membawa semua pengetahuan yang dimilikinya menjadi faktor penting yang

(2)

merugikan keselamatan organisasi (Rosenblatt dan Shaeffer, 2000) dan menurut DeLong dan Mann (2003) terkait dengan upaya organisasi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif (Anderson, 2009). Wood (2005) menjelaskan bahwa apabila organisasi menginginkan untuk mengambil keuntungan dari pengetahuan yang ada di dalam organisasi maka organisasi tersebut harus mengembangkan strategi dan kebijakan serta prosedur untuk bisa mengelola pengetahuan. Gold, Malhotra dan Segars (2001), Lucier dan Torsilieri (1997), Malhotra (1998), Minonne (2007), Rigby, Reichheld, dan Scheffer (2002), serta Storey dan Barnett (2000) menyatakan bahwa sulit bagi sebuah organisasi untuk mengimplementasi dan menjaga efektifitas dari sebuah program manajemen pengetahuan (Anderson, 2009). Gold, Malhotra, dan Segars (2001) menjelaskan bahwa tidak efektifnya implementasi manajemen pengetahuan disebabkan oleh organisasi tidak mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki oleh organisasi sebelum mengimplementasi manajemen pengetahuan (Anderson, 2009). Wood (2005) menambahkan organisasi dapat mengoptimalkan penggunaan pengetahuan dengan memahami terlebih dahulu kondisi organisasi di mana proses manajemen pengetahuan akan dijalankan dan kemudian mengimplementasi manajemen pengetahuan secara efektif dan efisien.

Ketertarikan untuk melakukan penelitian di BATAN dilatarbelakangi dengan penjelasan bahwa pihak BATAN sendiri belum mengimplementasi manajemen pengetahuan secara eksplisit dan masih terbatas pada beberapa kelompok tertentu. Selain itu adanya rencana BATAN untuk mengimplementasi manajemen pengetahuan secara eksplisit membuat rencana ini membutuhkan pandangan dari pihak ketiga dalam memberikan panduan proses pengelolaan pengetahuan yang dibutuhkan untuk diimplementasi oleh BATAN beserta urutan prioritas proses tersebut. Berdasarkan International Atomic Energy Agency (IAEA), lembaga internasional yang memayungi kegiatan penelitian nuklir di seluruh dunia, pada tahun 2012, manajemen pengetahuan dapat bermanfaat untuk membantu organisasi dalam proses suksesi antara pegawai yang pensiun atau keluar kepada pegawai yang baru. Manfaat selanjutnya adalah manajemen pengetahuan dapat memfasilitasi pencapaian inovasi yang didapatkan dari kerjasama dan grup kolaborasi. Manfaat lainnya adalah adaptasi manajemen pengetahuan dapat menjaga dan mengembangkan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai.

Proses manajemen pengetahuan yaitu sebuah proses yang terus menerus terjadi dan menghubungkan interaksi antar individu dan bertujuan untuk mengelola pengetahuan yang ada

(3)

(Beliveau, Bernstein, dan Hsieh, 2011). Pemilihan proses manajemen pengetahuan yang tepat dibutuhkan oleh suatu organisasi karena meskipun organisasi telah menggunakan dan mengeksploitasi pengetahuan tidak berarti organisasi tersebut akan mudah dalam mengatur dan menjalankan proses manajemen pengetahuan (Kucza, 2001). Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2004) menjelaskan bahwa penentuan proses manajemen pengetahuan dapat melihat kepada faktor contingency di mana terdapat empat karakteristik yang memengaruhi yaitu karakteristik tugas, karakteristik pengetahuan, karakteristik organisasi, dan karakteristik lingkungan.

Penelitian ini akan mencari jawaban beberapa pertanyaan berikut antara lain:

1. Bagaimana kondisi terkini di BATAN dalam mengimplementasi manajemen pengetahuan?

2. Berdasarkan faktor-faktor contingency yaitu karakteristik tugas, karakteristik pengetahuan, karakteristik organisasi dan karakteristik lingkungan, proses manajemen pengetahuan apa yang paling tepat diimplementasi oleh BATAN?

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis kebutuhan proses manajemen pengetahuan yang paling tepat untuk diimplementasi oleh pihak BATAN dalam rangka usaha BATAN untuk mengimplementasi manajemen pengetahuan.

2. Mengaplikasikan ilmu manajemen pengetahuan di dunia nyata dengan berkontribusi membantu BATAN dalam implementasi manajemen pengetahuan.

3. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengelolaan pengetahuan di BATAN di masa depan.

Tinjauan Teoritis  

1) Data, Informasi, dan Pengetahuan

Dalam hirarki pengetahuan yang terdapat dalam buku Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2004) terdapat beberapa tingkatan yang membedakan antara data, informasi, dan pengetahuan. Menurut Becerra-Fernandez dan Sabherwal, data meliputi fakta, observasi, atau persepsi. Informasi adalah data yang telah diproses, informasi adalah bagian dari data yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pengetahuan berada pada level tertinggi hirarki di mana pengetahuan lebih kaya, lebih dalam, dan lebih bernilai dibandingkan data atau informasi.

(4)

Nonaka dan Takeuchi (1995) membedakan pengetahuan menjadi pengetahuan tacit dan pengetahuan explicit (Beliveau, Bernstein, dan Hsieh, 2011). Pengetahuan tacit adalah pengetahuan yang berada pada individu, berdasarkan pengalaman, dan sulit diekspresikan dan dibagikan dengan orang lain (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Pengetahuan explicit merupakan pengetahuan yang memiliki bentuk seperti dokumen atau paten, pengetahuan ini merujuk kepada pengetahuan yang diekspresikan kepada kata atau angka (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004).

2) Manajemen Pengetahuan

Manajemen pengetahuan adalah aktivitas untuk mengelola proses penciptaan, penyimpanan, dan berbagi pengetahuan dan semua aktivitas yang terkait dengan semua proses tersebut (Kucza, 2001). Manajemen pengetahuan juga bisa didefinisikan sebagai sekumpulan aktivitas yang termasuk di dalamnya menemukan, menangkap, membagi, dan mengaplikasikan pengetahuan untuk meningkatkan dampak dari pengetahuan terhadap tujuan organisasi dengan biaya yang efektif (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Manajemen pengetahuan adalah sebuah proses formal untuk menentukan informasi yang berguna untuk organisasi dan membuat informasi tersebut tersedia oleh pihak yang membutuhkan (Carlson, 1999). Tujuan dari manajemen pengetahuan tidak untuk mengelola semua pengetahuan, hanya pengetahuan penting untuk organisasi (De Brun, 2005).

3) Proses Manajemen Pengetahuan

Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2004) menjelaskan manajemen pengetahuan bergantung kepada empat proses utama yaitu discovery pengetahuan, capture pengetahuan, sharing pengetahuan, dan application pengetahuan. Discovery pengetahuan adalah aktivitas mengembangkan pengetahuan tacit atau explicit dari data atau informasi yang ada. Sub proses dalam aktivitas ini adalah combination yaitu untuk mengembangkan pengetahuan explicit yang baru dan socialization untuk mengembangkan pengetahuan tacit baru (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Capture pengetahuan adalah proses ekstraksi pengetahuan tacit atau explicit yang berada pada individu, artefak, atau entitas organisasi (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Sub proses dalam aktivitas ini adalah externalization proses mengubah pengetahun tacit menjadi pengetahuan explicit dan internalization proses menugubah pengetahuan explicit menjadi pengetahuan tacit (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004).

(5)

Sharing pengetahuan adalah proses di mana pengetahuan tacit dan explicit dikomunikasikan dengan yang lain (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Sub proses dalam aktivitas ini adalah socialization untuk berbagi pengetahuan tacit dan exchange untuk memfasilitasi berbagi pengetahuan explicit (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Application pengetahuan atau utilisasi pengetahuan bergantung kepada ketersediaan dari pengetahuan dan proses yang mendukung pengetahuan (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Sub proses dalam aktivitas ini adalah routines yaitu proses menggunakan pengetahuan dan menanamkan di dalam prosedur, aturan, atau norma dan direction yaitu proses di mana individu yang memiliki pengetahuan mengarahkan orang lain tanpa mentransfer pengetahuan tersebut (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004).

4) Infrastruktur Manajemen Pengetahuan

Infrastruktur manajemen pengetahuan adalah fondasi dasar di mana manajemen pengetahuan berada (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Terdapat lima komponen terkait dengan infrastruktur manajemen pengetahuan yaitu budaya organisasi, struktur organisasi, lingkungan fisik, infrastruktur teknologi informasi (TI), dan pengetahuan umum.

Budaya organisasi adalah norma atau kepercayaan yang memengaruhi perilaku individu dalam organisasi (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Budaya merupakan salah satu faktor pendorong aktivitas organisasi disamping dari struktur organisasi dan infrastruktur TI (Razi dan Karim, 2010). Gold, Malhotra, dan Segars (2001) menjelaskan bahwa budaya organisasi menjadi faktor utama dalam menentukan kinerja manajemen pengetahuan di suatu organisasi (Beliveau, Bernstein, dan Hsieh, 2011).

Manajemen pengetahuan bergantung kepada struktur organisasi (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Terdapat beberapa aspek struktur organisasi terkait dengan manajemen pengetahuan berdasarkan Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2004). Pertama berbagi pengetahuan lebih sering terjadi di organisasi dengan struktur organisasi desentralisasi. Kedua budaya organisasi dapat memfasilitasi manajemen pengetahuan melalui Community of Practice (CoP). Ketiga divisi atau unit kerja penelitian dan pengembangan dapat memfasilitasi akctivitas manajemen pengetahuan.

(6)

Tata dan Prasad (2004) menjelasakan bahwa struktur organisasi berfokus kepada dua hal yaitu sentralisasi dan formalisasi (Beliveau, Bernstein, dan Hsieh, 2011). Kohli dan Jaworski (1990) serta Woodman, Sawyer, dan Griffin (1993) menjelaskan bahwa struktur organisasi terpusat dapat mencegah komunikasi, berbagi ide, dan aplikasi pengetahuan (Beliveau, Bernstein, dan Hsieh, 2011). Formalisasi digunakan organisasi untuk mengelola proses koleksi dan diseminasi informasi serta untuk mengidentifikasi isu strategis (Beliveau, Bernstein, dan Hsieh, 2011). Aspek terpenting dari lingkungan fisik adalah model bangunan, lokasi, ukuran, tipe, dan jumlah dari ruangan (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Lingkungan fisik dapat membantu aktivitas pengembangan manajemen pengetahuan dengan menyediakan kesempatan untuk bertemu, berdiskusi, dan berbagi pengetahuan bagi individu dalam organisasi (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004).

Pemanfaatan dari teknologi informasi dapat memfasilitasi manajemen pengetahuan (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Choi dan Lee (2003) menjelaskan bahwa utilisasi dari teknologi informasi dapat membantu aktivitas manajemen pengetahuan melalui memberikan fasilitas untuk mengumpulkan, menyimpan, dan bertukar pengetahuan secara cepat dan membantu menciptakan pengetahuan baru (Wood, 2005). Choi dan Lee (2003) juga menjelaskan bahwa teknologi informasi memainkan peranan penting dalam menghapus batasan komunikasi antara komponen di dalam organisasi (Beliveau, Bernstein, dan Hsieh, 2011).

Zander dan Kogut (1995) menjelaskan bahwa pengetahuan umum merujuk kepada kumpulan pengalaman organisasi untuk memahami beberapa aktivitas dan prinsip organisasi yang mendukung komunikasi dan koordinasi (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Pengetahuan umum dapat membantu meningkatkan nilai pengetahuan individu dengan mengintegrasikan dengan pengetahuan individu lain (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004).

5) Contingency View dari Manajemen Pengetahuan

Pandangan universal manajemen pengetahuan menjelaskan bahwa terdapat satu pendekatan manajemen pengetahuan terbaik untuk semua kondisi (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Contingency view sendiri menjelaskan bahwa tidak ada pendekatan terbaik yang cocok untuk semua kemungkinan (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Terdapat beberapa faktor yang menentukan proses manajemen pengetahuan yang tepat bagi organisasi yaitu karakteristik tugas,

(7)

karakteristik pengetahuan, karakteristik organisasi, dan karakteristik lingkungan (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004).

Karakteristik tugas dibagi menjadi dua kategori yaitu ketidakpastian pekerjaan dan ketergantungan pekerjaan. Ketidakpastian pekerjaan yang tinggi cocok bagi proses direction dan socialization (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Sebaliknya, ketidakpastian pekerjaan yang rendah cocok bagi proses routines, exchange, combination, internalization, dan externalization (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Ketergantungan pekerjaan yang tinggi cocok bagi proses exchange, combination, socialization, direction, dan routines (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Internalization, externalization, direction, dan routines cocok untuk ketergantungan pekerjaan yang rendah (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004).

Discovery, capture, dan sharing pengetahuan dapat digunakan untuk pengetahuan prosedural (‘know how’) atau pengetahuan deklaratif (‘know what’) (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Application pengetahuan hanya digunakan untuk pengetahuan prosedural (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004).

Karakteristik organisasi dibagi menjadi dua kategori yaitu ukuran organisasi dan strategi bisnis (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Organisasi kecil cocok untuk proses socialization, direction, combination, externalization, dan internalization (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Organisasi besar cocok untuk proses exchange, routines, combination, externalization, dan internalization (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Organisasi yang memiliki strategi berfokus kepada biaya murah cocok untuk proses direction, routines, externalization, internalization, socialization, dan exchange (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Organisasi yang berfokus kepada diferensiasi cocok untuk proses socialization, combination, externalization, internalization, dan exchange (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004).

Karakteristik lingkungan memiliki pengaruh dalam menentukan proses manajemen pengetahuan (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Ketidakpastian lingkungan yang rendah cocok untuk proses socialization, exchange, externalization, dan internalization (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004). Ketidakpastian lingkungan yang tinggi cocok untuk proses socialization, combination, direction, dan routines (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004).

(8)

Metode Penelitian  

Pendekatan kuantitatif digunakan dalam penelitian ini. Aktivitas pengumpulan data terdiri dari dua aktivitas utama, pertama yaitu wawancara untuk mengumpulkan data mengenai kondisi terkini di BATAN terkait dengan rencana untuk mengimplementasi manajemen pengetahuan, dan kedua yaitu survey menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data untuk menentukan proses manajemen pengetahuan yang tepat. Skala-Likert 5 digunakan untuk menyampaikan jawaban responden yang memiliki nilai dari 1 (sangat tidak setuju) hingga 5 (sangat setuju). Kuesioner kemudian di tes oleh 5 orang perwakilan pegawai BATAN untuk mengidentifikasi kesalahan dan ambiguitas pertanyaan dan memastikan bahwa kuesioner yang dibuat telah jelas dan bisa dipahami oleh pegawai BATAN.

Perumusan pertanyaan kuesioner berdasarkan beberapa literatur. Pertanyaan terkait dengan faktor contingency dari manajemen pengetahuan berdasarkan pada Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2004) serta penelitian yang dilakukan oleh Daft dan Macintosh (1981) dalam Wood (2005). Pengelolaan pengetahuan tacit berdasarkan penelitian Choi dan Lee (2003) dalam Wood (2005). Pengelolaan pengetahuan explicit berdasarkan Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2001, 2003) dalam Wood (2005) dan penelitian Choi (2002) dalam Beliveau, Bernstein, dan Hsieh (2011). Pertanyaan kuesioner terkait dengan dukungan teknologi untuk manajemen pengetahuan berdasarkan penelitian oleh Choi dan Lee (2003) dalam Wood (2005) dan Beliveau, Bernstein, dan Hsieh (2011). Pertanyaan terkait dengan pemicu manajemen pengetahuan berdasarkan Choi dan Lee (2003) serta Lee dan Lee (2007) dalam Razi dan Karim (2010), Choi dan Lee (2003) dalam Beliveau, Bernstein, dan Hsieh (2011), Marsick dan Watkins (2003) dalam Wood (2005), dan Lin (2007) dalam Razi dan Karim (2010). Pertanyaan terkait dengan kemampuan proses manajemen pengetahuan berdasarkan Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2004), Choi dan Lee (2002, 2003) dalam Razi dan Karim (2010), dan Park (2006) dalam Beliveau, Bernstein, dan Hsieh (2011).

Populasi dari penelitian ini adalah 2040 pegawai BATAN yang bekerja di Serpong, Tangerang Selatan dan Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Teknik pengambilan sampel yaitu convenience sampling dimana teknik ini mudah dilakukan, cepat, murah, dan tidak memberikan banyak masalah (Lunsford dan Lunsford, 1995). Sampel untuk penelitian ini adalah 10% dari total

(9)

populasi yaitu 200 pegawai. Kuesioner kemudian disebarkan dengan hardcopy kepada 15 unit kerja yang terlibat langsung dengan area teknikal BATAN. Unit kerja tersebut terbagi menjadi 10 unit kerja berada di BATAN Serpong, Tangerang Selatan yaitu PRPN (Pusat Rekayasa Perangkat Nulir), PSJMN (Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir), PTLR (Pusat Teknologi Limbah Radioaktif), PTRKN (Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir), PKTN (Pusat Kemitraan Teknologi Nuklir), PTBIN (Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir), PRSG (Pusat Reaktor Serba Guna), PRR (Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka), PTBN (Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir), dan PPIN (Pusat Pengembangan Informatika Nuklir) serta 5 unit kerja berada di BATAN Pasar Jumat, Jakarta Selatan yaitu PDIN (Pusat Diseminasi IPTEK Nuklir), PATIR (Pusat Aplikasi Teknologi dan Radiasi), PTKMR (Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi), Pusdiklat (Pusat Pendidikan dan Pelatihan), dan PPGN (Pusat Pengembangan Geologi Nuklir).

Data dari kuesioner kemudian akan dianalisa menggunakan metode untuk menganalisis data yang menggunakan skala Likert (Bertram, 2006). Representasi data menggunakan grafik batang dan persebaran titik-titik. Menentukan central tendency menggunakan median dan mode karena metode ini tidak terpengaruh oleh outlier dan skewed data. Menilai tingkat variabilitas maka menggunakan range dan inter-quartile range.

Hasil Penelitian  

Total sampel yang diambil dalam penelitian adalah 200 orang responden dengan jumlah kuesioner yang kembali berjumlah 147 kuesioner. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap kuesioner yang kembali ditemukan bahwa terdapat 12 kuesioner yang tidak valid. Kuesioner tidak valid dengan rincian kuesioner tidak diisi sama sekali dan terdapat bagian kuesioner yang tidak terisi. Total kuesioner yang bisa digunakan adalah sebanyak 135 kuesioner dengan tingkat tanggapan mencapai 67,5% dari total 200 orang responden. Bagian pertama dari kuesioner merupakan informasi umum yang berguna untuk mengetahui informasi di mana unit kerja responden dan lama bekerja responden di unit tersebut serta untuk mengetahui apakah responden mengetahui bahwa BATAN akan mengimplementasi manajemen pengetahuan. Kuesioner disebarkan kepada 15 unit kerja yang penyebarannya dapat dilihat pada Gambar 1 yang menjelaskan perbandingan antara ekspektasi yang diharapkan dengan kuesioner yang kembali.

(10)

 

Gambar 1. Perbandingan Antara Ekspektasi Dengan Kuesioner Yang Kembali

Lama bekerja responden di dalam suatu unit kerja di BATAN bervariasi dari kurang dari 5 tahun hingga lebih dari 30 tahun. Berdasarkan hal tersebut demografi untuk menunjukkan lama bekerja responden terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama menunjukkan lama bekerja antara 0 – 15 tahun, bagian kedua menunjukkan lama bekerja antara 16 – 25 tahun, dan bagian ketiga menunjukkan lama bekerja lebih dari 25 tahun. Responden yang bekerja antara 0 – 15 tahun mencapai 35,56%, sedangkan untuk responden yang bekerja antara 16 – 25 tahun mencapai 37,04%, sedangkan untuk responden yang bekerja lebih dari 25 tahun mencapai 27,41%. Gambar 2 menunjukkan persebaran lama bekerja responden di BATAN.

15 5 15 10 20 15 15 15 20 5 5 25 15 5 15 14 4 11 7 15 7 13 11 16 3 3 14 4 5 8

Perbandingan Antara Ekspektasi dengan Kuesioner

yang Kembali

(11)

 

Gambar 2. Periode Bekerja Responden di BATAN

Informasi umum terakhir yang coba ditangkap oleh kuesioner ini adalah tingkat pengetahuan responden terkait dengan rencana implementasi manajemen pengetahuan di BATAN. Sebanyak 70,37% mengetahui rencana implementasi manajemen pengetahuan di BATAN dan sebanyak 29,63% tidak mengetahui rencana implementasi tersebut. Gambar 3 menunjukkan jawaban responden terkait dengan rencana implementasi manajemen pengetahuan yang akan dilakukan di BATAN.

 

Gambar 3. Tingkat Responden Mengetahui Rencana Implementasi Manajemen Pengetahuan di BATAN

0  -­‐  15   16  -­‐  25   >  25   Jumlah  Responden   48   50   37   0   10   20   30   40   50   60   Ju ml ah  R esp omd en  

Lama  Bekerja  Responden  di  BATAN  

(Tahun)  

70%   30%  

Tingkat  Responden  Mengetahui  Rencana     Implementasi  KM  di  BATAN  

(12)

Pembahasan  

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan proses manajemen pengetahuan yang tepat diimplementasi oleh BATAN. Teknik yang digunakan untuk menentukan proses manajemen yang tepat adalah metode Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2004) untuk menentukan solusi manajemen pengetahuan pada suatu organisasi.

1) Analisis Faktor Contingency

Tahapan ini untuk menentukan karakteristik tugas, karakteristik pengetahuan, karakteristik organisasi, dan karakteristik lingkungan. Tabel 1 menunjukkan keluaran dari tahap pertama.

Tabel 1. Keluaran Tahap Pertama Penilaian Faktor Contingency

Faktor

Contingency Median Mode Hasil Ketergantungan Tugas 4 4 Tinggi Ketidakpastian Pekerjaan 4 4 Rendah

Sifat Pengetahuan 5 5 Explicit

4 4 Prosedural

Ukuran Organisasi

4 4 Besar

Strategi Bisnis 4 4 Differentiation

Ketidakpastian Lingkungan

3 4 Tinggi

2) Identifikasi Proses Manajemen Pengetahuan untuk Setiap Faktor Contingency

Tahap kedua adalah melakukan identifikasi proses yang tepat untuk setiap faktor contingency. Setiap proses yang cocok dengan faktor contingency akan diberi label ‘Yes’, label ‘No’ untuk proses yang tidak cocok, dan ‘Ok’ untuk proses yang tidak terpengaruh oleh faktor contingency. Tabel 2 menunjukkan identifikasi yang dilakukan pada tahap kedua.

3) Prioritas Proses Manajemen Pengetahuan

Metode penilaian mengikuti langkah yang dilakukan oleh Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2004) di mana untuk proses yang sesuai dengan faktor contingency dalam tahap ke dua akan dihitung nilai kumulatifnya. Nilai kumulatif dihitung dengan mengalikan jumlah ‘Yes’ dengan 1,0, ‘No’ dengan 0,0, dan ‘Ok’ dengan 0,5 untuk setiap proses pengetahuan yang

(13)

telah dipetakan kepada faktor contingency kemudian menjumlahkan nilai tersebut menjadi nilai kumulatif. Proses yang memiliki nilai kumulatif terbesar merupakan proses yang memiliki prioritas paling tinggi untuk diimplementasi di BATAN. Tabel 3 menunjukkan perolehan nilai kumulatif untuk setiap proses manajemen pengetahuan berdasarkan setiap faktor contingency.

Tabel 2. Keluaran Tahap Kedua Identifikasi Proses Manajemen Pengetahuan Terkait dengan Setiap Faktor

Contingency Faktor Contingency Proses Ketergantun gan Pekerjaan = Tinggi Ketidakpa stian Pekerjaan = Rendah Pengetahuan Explicit Pengetahuan Prosedural Organisasi = Besar Strategi = Diferensi asi Ketidakpastian Lingkungan = Tinggi

Combination Yes Yes Yes Ok Ok Yes Yes

Socialization for Knowledge Discovery

Yes No No Ok No Yes Yes

Socialization for Knowledge Sharing

Yes No No Ok No Ok No

Exchange Yes Yes Yes Ok Yes Ok No

Externalization No Yes No Ok Ok Ok No

Internalization No Yes Yes Ok Ok Ok No

Direction Ok No Ok Yes No No Yes

Routines Ok Yes Ok Yes Yes No Yes

Tabel 3. Keluaran Tahap Ketiga Perolehan Nilai Kumulatif Untuk Setiap Proses Manajemen Pengetahuan

Prioritas Proses

Proses Jumlah Yes Jumlah No Jumlah Ok Nilai Kumulatif Prioritas

Combination 5 0 2 6,0 1 Socialization for Knowledge Discovery 3 3 1 3,5 3 Socialization for Knowledge Sharing 1 4 2 2,0 6 Exchange 4 1 2 5,0 2 Externalization 1 3 3 2,5 5 Internalization 2 2 3 3,5 3 Direction 2 3 2 3,0 4 Routines 4 1 2 5,0 2

(14)

4) Identifikasi Proses Manajemen Pengetahuan yang Berjalan di BATAN

Tahap keempat dilakukan untuk mengidentifikasi proses manajemen pengetahuan yang telah berjalan di BATAN. Berdasarkan jawaban kuesioner, semua proses telah berjalan di BATAN seperti ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Keluaran Tahap Keempat Prioritas Proses yang Telah Berjalan di BATAN

Proses Median Mode % Prioritas

Combination 4 4 71.48 1 Socialization for Knowledge Discovery 4 4 55.19 5 Socialization for Knowledge Sharing 4 4 60.99 3 Exchange 4 4 69.63 2 Externalization 4 4 69.63 2 Internalization 4 4 69.63 2 Direction 2 2 60.00 4 Routines 4 4 69.63 2

5) Identifikasi Proses Manajemen Pengetahuan Tambahan

Tahap selanjutnya adalah melakukan perbandingan antara hasil tahapan ketiga dan tahapan keempat untuk menambahkan atau mengurangi proses manajemen pengetahuan. Penentuan prioritas merupakan kolaborasi metode yang dilakukan oleh Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2004) dan Setiawan (2012) dengan melakukan perubahan. Prioritas tinggi meliputi proses yang memiliki nilai kumulatif lebih besar sama dengan 3,0 atau peringkat proses 1 sampai 3 sedangkan prioritas rendah diberikan untuk proses dengan nilai kumulatif di bawah 3,0 atau peringkat 4 sampai 8 (Becerra-Fernandez dan Sabherwal, 2004; Setiawan, 2012). Tabel 5 menjelaskan prioritas akhir dari penentuan proses manajemen pengetahuan. Untuk menentukan prioritas akhir maka akan dinilai dengan memerhatikan hal yang dijelaskan oleh Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2004) diantaranya

• Apabila proses manajemen pengetahuan pada tahap ketiga dibutuhkan (prioritas yang tinggi) dan pada tahap keempat tidak dibutuhkan (prioritas yang rendah) maka proses tersebut diperlukan (prioritas yang tinggi).

• Sebaliknya, apabila proses manajemen pengetahuan pada tahap ketiga tidak dibutuhkan (prioritas yang rendah) namun pada tahap keempat BATAN menganggap proses tersebut

(15)

dibutuhkan (prioritas tinggi) maka proses tersebut kurang dibutuhkan (prioritas yang rendah).

Tabel 5. Keluaran Tahap Kelima Prioritas Akhir Manajemen Pengetahuan

Prioritas Proses Proses Faktor Contingency Kategori Berjalan di BATAN Kategori Prioritas Akhir

Combination 1 Tinggi 1 Tinggi Tinggi

Socialization for Knowledge

Discovery

3 Tinggi 5 Rendah Tinggi

Socialization for

Knowledge Sharing 6 Rendah 3 Tinggi Rendah

Exchange 2 Tinggi 2 Tinggi Tinggi

Externalization 5 Rendah 2 Tinggi Rendah

Internalization 3 Tinggi 2 Tinggi Tinggi

Direction 4 Rendah 4 Rendah Rendah

Routines 2 Tinggi 2 Tinggi Tinggi

6) Identifikasi Infrastruktur Manajemen Pengetahuan

Budaya organisasi di BATAN memberikan kewajiban kepada peneliti untuk membuat tulisan ilmiah dan buku yang akan berdampak kepada poin kredit peneliti yang menentukan besarnya tunjangan sebagai peneliti. Manajemen atas di BATAN memiliki ketertarikan dengan manajemen pengetahuan. Didukung dengan pegawai BATAN yang saling membantu, hal ini akan memovitasi aktivitas berbagi pengetahuan di BATAN.

BATAN memiliki struktur organisasi terpusat yang menjadi penghalang untuk aktivitas berbagi pengetahuan meskipun para pegawainya memiliki keinginan untuk berkolaborasi antar unit kerja. Pegawai BATAN ditempatkan di gedung yang berbeda-beda dan berjauhan sehingga dapat menghalangi aktivitas berbagi pengetahuan. Namun, BATAN memiliki perpustakaan di semua unit kerja untuk menyimpan semua tulisan ilmiah, buku, atau jurnal. Infrastruktur TI di BATAN mendukung aktivitas manajemen pengetahuan dengan berbagai cara. Contohnya yaitu terdapat sistem Enterprise Resource Planning (ERP) yaitu Sistem Informasi Perencanaan Litbangyasa (SIPL) yang menggabungkan semua pengetahuan dari

(16)

berbagai unit kerja, sistem persuratan yaitu Sistem Informasi Tata Persuratan (SITP) yang membantu BATAN dalam proses administrasi surat, dan surat elektronik.

7) Mengembangkan Teknologi, Mekanisme, dan Sistem Manajemen Pengetahuan

Tahap ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi mengenai teknologi, mekanisme, dan sistem yang bisa diimplementasi oleh BATAN untuk mendukung aktivitas manajemen pengetahuan. Tabel 6 menunjukkan daftar teknologi, mekanisme, dan sistem yang bisa diimplementasi oleh BATAN.

Tabel  6.  Mekanisme,  Teknologi,  dan  Sistem  yang  Dapat  Diimplementasi  Oleh  BATAN  

Proses Mekanisme Teknologi yang dibutuhkan

Combination

1. Kolaborasi untuk pembuatan dokumen 2. Kolaborasi untuk memecahkan masalah 3. Pembuatan keputusan bersama • [1],[2],[3] Web portal [2] Data mining

[2] Best practice and lesson learned

Routines

1. Kebijakan organisasi 2. Praktik kerja 3. Prosedur dan standar

organisasi • [2] Expert systems [1], [3] Management information systems Exchange 1. Memo 2. Manual 3. Progress report 4. Presentation

[2], [3] Team collaboration tools [2], [3], [4] Best practice database [2], [4] Lesson learned system [2], [4] Expert locator system Internalization

1. Learning by doing 2. On the job training 3. Learning by observation 4. Face to face meetings

• [4] Komunikasi berbasis komputer • [1] Simulasi berbasis komputer

Socialization for Knowledge

Discovery

1. Konferensi 2. Kegiatan magang

3. Proyek bersama antar unit kerja

4. Inisiasi untuk pegawai baru

[1], [3] Video conference • [2] Group diskusi elektronik • [3] Dukungan elektronik untuk

CoP

Kesimpulan  

Berdasarkan ruang lingkup masalah penelitian, kesimpulan ini akan menjawab dua pertanyaan yang menjadi pemicu penelitian. Kesimpulan ini berdasarkan 135 data responden yang berhasil didapatkan dalam penelitian ini. Kesimpulan tersebut adalah:

1. Kondisi terkini BATAN terkait usahanya untuk mengimplementasi manajemen pengetahuan yaitu telah menjalankan semua proses manajemen pengetahuan yaitu combination, socialization untuk discovery pengetahuan, externalization, internalization,

(17)

socialization untuk sharing pengetahuan, exchange, direction, dan routines. Hasil tersebut berdasarkan jawaban responden yang menyetujui bahwa semua proses tersebut dilakukan oleh responden.

2. Infrastruktur penunjang manajemen pengetahuan sebagian telah diimplementasi oleh BATAN seperti adanya dukungan dari top management dan adanya mekanisme reward dan punishment. Proses tersebut telah didukung dengan teknologi yang memfasilitasi kegiatan manajemen pengetahuan antara lain sistem ERP yaitu Sistem Informasi Perencanaan Litbangyasa (SIPL) untuk proses routines meskipun belum terdapat modul supply chain management (SCM) dan modul procurement, adanya Sistem Informasi Tata Persuratan (SITP), dan surat elektronik.

3. Berdasarkan faktor contingency (karakteristik tugas, karakteristik pengetahuan, karakteristik organisasi, dan karakteristik lingkungan) maka proses manajemen pengetahuan yang paling tepat untuk diimplementasi oleh BATAN berdasarkan urutan prioritas adalah combination, routines, exchange, internalization, socialization untuk discovery pengetahuan, direction, externalization, dan socialization untuk sharing pengetahuan. Prioritas tersebut melihat perolehan nilai kumulatif berdasarkan jawaban yang didapatkan dari kuesioner.

4. Teknologi dan mekanisme manajemen pengetahuan yang bisa diimplementasi untuk menunjang proses manajemen pengetahuan antara lain web portal untuk kegiatan kolaborasi dan pembuatan keputusan bersama, data mining dan lesson learned untuk menunjang kegiatan kolaborasi untuk pemecahan masalah, management information system untuk praktik kerja dan standar organisasi, lesson learned system untuk mekanisme manual dan progress report. simulasi berbasis komputer untuk mekanisme learning by doing, video conference untuk konferensi, dan teknologi untuk CoP untuk memfasilitasi kegiatan CoP dan proyek bersama.

Saran  

Saran yang diberikan terbagi menjadi dua bagian yaitu saran untuk pihak BATAN dan saran untuk penelitian selanjutnya. Saran yang bisa diberikan untuk pihak BATAN adalah:

1. Kondisi yang ada saat ini terkait dengan manajemen pengetahuan dapat dipertahankan oleh BATAN untuk tetap menjalankan aktivitas manajemen pengetahuan.

(18)

2. Apabila pihak BATAN memiliki keinginan untuk mengikuti hasil penelitian ini maka ada baiknya BATAN berfokus kepada proses yang memiliki prioritas tertinggi yaitu combination dan routines karena proses ini memiliki kesesuaian paling tinggi diantara proses lainnya dengan kondisi BATAN yang lebih memanfaatkan pengetahuan explicit. 3. Dukungan top management memegang peranan penting dalam implementasi manajemen

pengetahuan. Kebijakan organisasi, peraturan organisasi, dan prosedur dapat menjadi alat yang efektif untuk bisa memaksa pegawai BATAN untuk melakukan aktivitas manajemen pengetahuan.

Saran yang bisa diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah:

1. Melakukan penelitian yang sama dengan penambahan jumlah responden untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan di hasil penelitian.

2. Penelitian untuk mengidentifikasi pengetahuan yang ada dan dibutuhkan di suatu organisasi.

3. Pembuatan sistem manajemen pengetahuan untuk menunjang aktivitas manajemen pengetahuan di suatu organisasi.

Daftar Referensi  

Anderson, K.K. (2009). Organizational Capabilities as Predictors of Effective Knowledge Management: An Empirical Examination. Umi Microform 3369510, Proquest LLC.

Becerra-Fernandez, I., & Sabherwal, R. (2004). Knowledge Management Challenges, Solutions, and Technologies. Pearson Education. Inc. ISBN: 0-13-101606-7.

Beliveau, B., Bernstein, E. H., & Hsieh, H. J. (2011). Knowledge Management Strategy, Enablers, and Process Capability in U.S. Software Companies. Journal of Multidisciplinary Research. Vol. 3. No. 1. pp. 25-46.

Bertram, D. (2006). Likert Scales. CPSC 681- Topic Report. pp. 1-10. April 2013. http://poincare.matf.bg.ac.rs/~kristina//topic-dane-likert.pdf.

Carlson, F. W. (1999). A Guide To Planning A Knowledge Management System. University of Maryland Bowie State University.

(19)

De Brun. C. (2005). ABC of Knowledge Management. NHS National Library for Health: Knowledge Management Specialist Library.

International Atomic Energy Agency. (2012). Knowledge Management for Nuclear Research and Development Organizations. IAEA. ISBN: 978-92-0-125510-5.

Kucza, T. (2001). Knowledge Management Process Model. Technical Research Center of Finland. ESPOO. VTT Publication.

Lunsford, B. R., & Lunsford, T. R. (1995). The Research Sample, Part I:Sampling. JPO: Journal of Prosthethics and Orthotics. Vol. 7. No. 3. pp. 105-112.

Razi, M. J. M., & Karim, N. S. A. (2010). Assessing Knowledge Management Readiness in Organization. IEEE. 978-1-4244-6716-7/10.

Setiawan, D. (2012). Perancangan Knowledge Management Solution Pada Divisi Operasional PT Visi Solution Teknologi. MTI UI.

Wood, C. (2005). An Empirical Examination of Factors Influencing Work-Unit Knowledge Management Effectiveness in Organizations. UMI Microform 3201107, Proquest LLC.

Gambar

Gambar 1. Perbandingan Antara Ekspektasi Dengan Kuesioner Yang Kembali
Gambar 3. Tingkat Responden Mengetahui Rencana Implementasi Manajemen Pengetahuan di BATAN
Tabel 1. Keluaran Tahap Pertama Penilaian Faktor Contingency  Faktor
Tabel 2. Keluaran Tahap Kedua Identifikasi Proses Manajemen Pengetahuan Terkait dengan Setiap Faktor  Contingency     Faktor Contingency  Proses  Ketergantungan  Pekerjaan =  Tinggi  Ketidakpastian  Pekerjaan = Rendah  Pengetahuan Explicit  Pengetahuan Pro
+4

Referensi

Dokumen terkait

Identifikasi dan analisis potensi risiko dilakukan pada setiap unit proses pengolahan limbah cair mulai dari proses pencampuran limbah cair hingga effluent dibuang

bahwa berdasarkan rekomendasi dari Kantor Akuntan Publik yang telah melaksanakan audit atas Laporan Keuangan ITB- BHMN Tahun Buku 2007, agar Surat Keputusan Majelis Wali Amanat

Kemudian Perusahaan membeli kembali saham- saham Pemegang Saham tersebut sehingga jumlah modal saham diperoleh kembali yang dimiliki perusahaan adalah sebanyak 4.074.700 saham,

Sedangkan, temuan yang kedua adalah terdapat 13 faktor-faktor pengaruh untuk kemudahan pembangunan rumah tahan gempa bagi masyarakat Bantul, yaitu (1) alamat rumah,

Hasil penelitian ini adalah (1) Variabel taktik mengajar, penampilan guru, dan disiplin guru dalam kelas mempunyai kontribusi terhadap motivasi belajar siswa di SMP Negeri

Dengan kata lain, konsep probabilitas dapat membantu seseorang dalam menanggapi situasi yang akan terjadi, sehingga dapat disimpulkan bahwa probabilitas adalah

adalah “Apakah terdapat hubungan antara usia, pendidikan, status pernikahan, kualitas hidup, dan dukungan keluarga dengan depresi pada pasien gagal ginjal kronik

Strategi pengembangan agropolitan dilakukan dengan (a) menetapkan dan mengembangkan kawasan agropolitan sebagai pusat pertumbuhan agroindustri; (b) melakukan zonasi komoditas