• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIN JAUAN PUSTAKA. Domba Priangan dan Ekor Gemuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TIN JAUAN PUSTAKA. Domba Priangan dan Ekor Gemuk"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TIN JAUAN PUSTAKA

Domba Priangan dan Ekor Gemuk

Studi asal-usul domba yang dilaporkan oleh Merkens dan Soemirat (1926) meliputi telaah laporan sejak 1778. Impor domba Merino diduga pertamakali dilakukan dalam tahun 1864, dengan tujuan untuk menghasilkan bulu, daging dan pupuk untuk perkebunan. Dalam perkembangannya sampai abad ke 20 ternyata menghasilkan domba Priangan sebagai hasil persilangan dari domba Merino, Kaapstad dan domba pribumi. Dalam laporannya, ternyata domba Kaapstad tidak diketahui asalnya. Domba Ekor Gemuk diketahui berasal dari Asia Barat Daya atau negara Arab, yang dibawa oleh para pedagang Arab. Domba lain yang tidak diketahui asal-usulnya adalah domba pribumi atau domba "liar", yang keadaannya serba kurang baik. Dilaporkan bahwa domba Priangan dengan makanan yang baik dapat mencapai bobot 60 sampai 80 kg pada jantan dan 30 sampai 40 kg pada betina. Survey oleh Fakultas Peternakan, IPB (1985) bobot domba Priangan dewasa berkisar antara 33 sampai 70 kg pada jantan dan antara 25 sampai 44 kg pada betina. Domba Ekor Gemuk berkisar antara 24 sampai 51 kg pada jantan dan antara 19 sampai 49 kg pada betina. Dalam survey ini, domba Priangan yang mempunyai bobot hidup yang tinggi (80 kg) tidak dimiliki oleh para peternak, karena domba yang berukuran besar dengan mudah dipasarkan kepada penggemar domba adu dengan harga sangat tinggi. Domba Ekor Gemuk jantan juga tidak terdapat dalam jumlah yang banyak di peternak, karena jantan lebih dahulu dijual untuk potongan, dengan harga yang tinggi disamping tumbuh lebih cepat dari pada betina.

Domba Priangan dan Ekor Gemuk dilaporkan sebagai domba yang mem- punyai kemampuan untuk bereproduksi yang tinggi. Sejak dahulu domba Pri- angan dinyatakan oleh Merkens dan Soemirat sebagai domba yang mencapai

(2)

berahi pertama pada umur muda, dengan produksi anak tunggal dan kembar dua serta kembar tiga walaupun dalam jumlah tidak besar. Survey Fakultas Peternakan (1985) juga mendapatkan domba Priangan masak dini dan prolifik. Induk beranak dalam musim kemarau dan musim penghujan. "Lamb crop" yang tinggi dilaporkan

.

oleh Kilgour dan Kilgour (1987) sebesar 166 sampai 200 persen i e r tahun dan rataan angka penyapihan sebesar 168 persen. Lama bunting pada domba Priangan berkisar antara 143 sampai 150 hari (rataan: 147, sd: 3.12) (Herman, 1977) dan untuk Ekor Gemuk 150 hari (Wardojo dan Adinata, 1956).

Survey Fakultas Peternakan (1985) mendapatkan banyak domba Ekor Gemuk betina di bawah umur satu tahun bunting dan mempunyai anak, yang menunjukkan domba ini masak dini (early mature). Jumlah anak per kelahiran (litter size) tunggal, kembar dua dan kembat tiga, juga terdapat. Di pusat pem- bibitan kambing dan domba (Unit Pelaksana Teknis Ternak) di Garahan, Jember, Jawa Timur, "lamb crop" sebesar 145 persen dalam tahun 1980,131 persen dalam tahun 1982 dan 141.8 persen dalam tahun 1983. Nurjadi (1982) mempelajari prolifikasi dari 283 ekor domba Ekor Gemuk betina yang disembelih di 17 abatoir di Malang, JawaTimur. Dalam penelitiannya, derajat ovulasi didefinisikan sebagai jumlah corpus luteum yang terdapat pada ovarium dan kematian prenatal sebagai jumlah corpus luteum dikurangi dengan jumlah embrio. Nurjadi melaporkan, bahwa domba betina tersebut memperlihatkan ovulasi tunggal, dua, tigadan empat sebesar 12.55; 50.95; 25.86 dan 8.75 persen. Domba yang mempunyai dua embrio dalam uterusnya sebesar 59 persen dan rataan derajat ovulasinya 2.44. Rataan ovulasi dari semua sampe12.36 dan rataan kematian prenatal 22.35 persen. Ihsan (1984) juga melaporkan, bahwa periode unestrus 31.27 hari untuk induk ringan (bh: 20.0-24.9 kg) dan 32.63 hari untuk induk berat (bh: 25.0-30.0 kg) dalam musim kemarau dan 27.34 hari untuk induk ringan dan 35.81 hari untuk induk berat dalam musim penghujan. Periode kering(dry period) 43.54 hari untuk induk

(3)

ringan dan 42.53 hari untuk induk berat dalam musim k e m a r a ~ dan 31.27 hari untuk induk ringan dan 35.72 hari untuk induk berat dalam musim penghujan. Jumlah ovulasi 2.00 untuk induk ringan dan 2.09 untuk induk berat dalam musim kemarau dan 2.36 untuk induk ringan dan 1.81 untuk induk berat dalam musim penghujan. Musim tidak nyata berpengaruh terhadap periode unestrus, masa kering dan jumlah ovulasi. Dalam musim penghujan, induk ringan mempunyai periode unestrus lebih pendek dari pada induk berat.

Junus (1984) mempelajari peternakan tradisional di berbagai tempat dengan ketinggian dari permukaan laut yang berbeda, yaitu berkisar antara 35 sampai 715 m di Jawa Timur. Penelitian berlangsung 120 hari. Kelembaban, curah hujan dan jumlah hari hujan tidak nyata berbeda, kecuali suhu yang berkurang dengan meningkatnya ketinggian tempat dari permukaan laut. Diperoleh, bahwa bahan kering rumput dan tanaman liar (weed) tidak nyata berbeda kecuali legume. Pengaruh ketinggian tempat terhadap produktivitas domba Ekor Gemuk tidak nyata. Junus mendapatkan, bahwa angka kematian domba meningkat dengan bertambahnya hari hujan.

Keefisienan biologis produksi domba Priangan, Ekor Gemuk dan Lokal belum diteliti, sedangkan keefisienan tersebut sangat penting untuk peternakan yang tatalaksananya dilakukan secara komersial. Large (1970) mendefinisikan keefisienan biologis sebagai produksi (out put) per unit makanan (input). Produksi dapat dinyatakan sebagai jumlah karkas atau jumlah daging yang dapat dikonsum- si (edible), dapat juga sebagai kadar enersi atau protein dalam karkas atau dalam tubuhnya. Makanan (input) dapat dinyatakan sebagai bahan kering, bahan organik yangdapat dicerna, dapat pula sebagai kadar enersi atau kadar protein di dalamnya. Dengan demikian, keefisienan biologis dapat dihitung sebagai: (bobot karkas yang dihasilkan x 100)/(bobot konsumsi bahan organik yang dapat dicerna). Keefisienan biologis produksi untuk induk domba dengan anaknya dinyatakan

(4)

sebagai : (rataan bobot karkas setiap ekor anak x jumlah anak x 100)/(makanan

yang dikonsumsi oleh induk

+

makanan yang dikonsumsi oleh anaknya). Perhi- tungan keefisienan sebaiknya dilakukan untuk induk domba selama satu tahun penuh. Large memberikan kesimpulan, bahwa nilai keefisienan yang tinggi diper- lihatkan oleh domba berbobot hidup rendah yang menghasilkan jumlah anak yang tinggi untuk satu kelahiran (litter size) dan bila disilangkan dengan domba jantan dari bangsa yang besar untuk menghasilkan anak domba yang tumbuh pesat dan bobot potong yang tinggi. Rataan nilai keefisienan biologis untuk induk dengan anak single, twin dan triplet masing- masing 5.1, 7.0 dan 8.1 pada induk domba Scot Persilangan (Scottish Halfbred) yang dikawinkan dengan pejantan Su ffol k.

Hasil penelitian komposisi tubuh dan karkas domba Priangan, Ekor Gemuk dan Lokal belum banyak dilakukan. Amsar et al. (1984) melaporkan karkas dan komposisinya bempa tulang, lemak dan otot dari domba Priangan. Disimpulkan, bahwa pada bobot potong antara 15 sampai 26.57 kg, bobot karkas betina lebih tinggi dari pada bobot karkas jantan. Karkas dan dagingnya masak lambat dengan potensi pertumbuhan yang tinggi. Domba betina menimbun lebih banyak lemak dari pada jantan dan sebaliknya jantan memperkuat proporsi tulangnya. S i t e p u et al. (1984) melaporkan hasil pernotongan domba Lokal (Javanese Thin-Tail) dewasa

,

bobot 49.5 kg dan Persilangan domba Lokal dengan domba Australia dewasa bobot 56.7 kg. Hasilnya tidak ada perbedaan yang nyata akibat persi- langan. Proporsi daging tanpa lemak (lean) dan tulang antara domba Lokal dengan Persilangan adalah sama (51% dan 18%). Domba Lokal dan persilangan mem- punyai kesamaan dalam jumlah jaringan lemak karkas. Domba Lokal mempunyai lemak ginjal lebih banyak sedangkan lemak karkasnya lebih sedikit Bila permin- taan pasar lebih mengutamakan karkas yang lebih banyak dagingnya, perbaikan kualitas karkas melalui persilangan antara domba Australia dengan domba Lokal tidak begitu bermanfaat.

(5)

Penelitian dengan menguraikan karkas secara anatomis terhadap domba Lokal dilaporkan oleh Herman (1989). Pengaruh penggemukan terhadap kelom- pok otot 1+3+5 (expensive muscle group) tidak nyata. Studi komposisi karkas secara teliti terhadap domba Priangan dilaporkan oleh Herman (1982, 1983). Berdasarkan pengelompokan otot, kelompok otot 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 , 8 dan 9 secara berurutan adalah 28.3; 5.4; 13.9; 10.1; 11.9; 3.4; 6.6; 6.1 dan 13.5 persen dari total bobot otot karkas. Dalam penelitian ini digunakan 18 ekor domba Priangan dengan bobot hidup antara 8.0 sampai 17.0 kg, sehingga tidak dapat diperlihatkan perkem- banganny a.

Dalam produksi daging, domba prolifik selalu digunakan untuk memperoleh persilangan yang menghasilkan daging dengan kualitas yang baik dengan kemam- puan reproduksi yang tinggi (Fahmy, 1989). Domba prolifik seperti Booroolax- Polwarth betina yang dikawinkan dengan pejantan Border Leicester (Ritar et al., 1990) menghasilkan anak 15.6 persen single, 54.5 persen twin, 19.5 persen triplet, 8.4 persen quadruplet dan 1.9 persen quintuplet. Karkas yang dihasilkan anaknya lebih ringan dan kurang berlemak (leaner) dengan persentasenya lebih rendah untuk anak domba yang diperoleh secara kembar, dibandingkan dengan anak tunggal. Pada bobot karkas yang sama, pengaruh jumlah anak per kelahiran tidak tampak. Jumlah anak per kelahiran yang tinggi menyebabkan lambatnya untuk mencapai dewasa tubuh (maturation) dan lambatnya perkembangan tubuh untuk mencapai bobot pasar,

Domba Ekor Gemuk adalah ternak yang umum dipelihara di daerah Afrika, Timur Tengah, Turki, I r a ~ dan Afganistan (Khaldi, 1989, Yalcin, 1986, Epstein, 1985). Domba ini adalah domba serba guna, sebagai penghasil daging, susu dan wool untuk karpet. Bobot hidup domba Barbar berkisar antara 45 sampai 8 5 kg pada jantan dan 28 sampai 65 kg pada betina. Domba Karaman dan Daglic betina

(6)

berkisar antara 40 sampai 4 5 kg dan jantan berkisar antara 4 4 sampai 4 8 kg. Domba Awassi betina berkisar antara 35 sampai 40 kg.

Di Tunisia dan Lybia, domba Barbar disembelih pada bobot potong rata-rata 2 5 kg dengan umur antara 4 sampai 6 bulan. Untuk memenuhi kebutuhan daging yang makin meningkat, bobot potongnya ditingkatkan men- jadi 35 kg, walaupun kualitas karkasnya menjadi lebih rendah, karena penum- pukan lemak ekor dan lemak subkutan. Hubungan antara bobot potong dengan kualitas karkasnya menunjukkan bahwa persentase karkas untuk bobot potong 2 5 k g adalah 4 3 persen dan untuk bobot potong 35 kg adalah 4 8 persen. Bobot . lemak ekornya masing-masing 6.3 dan 7.2 persen dari bobot karkasnya. Pada bobot 3 5 kg, domba tersebut menumpuk lebih banyak lemak baik di bagian dalam maupun di bagian luar karkasnya. Komposisi karkas pada bobot hidup 2 5 kg, adalah 6 6 persen otot, 24 persen tulang dan 10 persen lemak d a n pada bobot 35 kg, 6 4 persen otot, 1 9 persen tulang dan 17 persen lemak (Khaldi,

1989).

Domba Awassi yang banyak diternakkan di Timur Tengah produksi dagingnya dijelaskan oleh Epstein (1985), termasuk pengaruh pernotongan ekornya terhadap produksi. Awassi seperti domba Ekor Gemuk lainnya banyak menumpuk lemak di ekornya. Domba yang dipotong ekornya sejak kecil, ternyata menghasilkan karkas dengan persentase yang lebih rendah dari pada domba yang tidak dipotong ekornya. Karkas bagian depan (forequarters) dari domba yang tidak dipotong ekornya 12.4 persen lebih ringan dari pada karkas bagian belakang (hindquarters) termasuk ekornya yang berlemak. Karkas domba yang dipotong ekornya, 4.8 persen lebih berat dari pada karkas bagian belakang. Rasio otot dengan lemak adalah 2.26 dengan 1.0 pada karkas domba yang dipotong ekornya dan 1.91 dengan 1.0 pada domba yang tidak dipotong ekornya.

(7)

Pertumbuhan

Pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan dalam ukuran tubuh seekor hewan. Untuk membedakannya dari penggemukan, peningkatan penumpukan lemak perlu diabaikan, sehingga definisi yang lebih tepat adalah sebagai peningkatan jumlah protein tubuh. Penimbunan protein tubuh yang maksimal, dicapai pada fase permulaan perkembangan dan berangsur-angsur berkurang pada saat penimbunan lemak menjadi nyata. Penimbunan lemak terjadi bersamaan dengan penimbunan protein waktu muda dan karena penimbunan protein berkurang dengan beriambahnya umur, penggemukan tampak jelas pada hewan dewasa (Lindsay, 1983). Pomeroy (1955) berdasarkan definisi yang sama seperti diatas, menyatakan bahwa pertumbuhan ditandai dengan adanya peningkatan jumlah protein, air dan mineral, sedangkan lemak yang dianggap sebagai cadangan makanan dalam tubuh, mempunyai fungsi yang nyata sebagai insulator atau thermoregulator. Bila penimbunan lemak diabaikan dari pertumbuhan maka ha1 ini sama dengan mengabaikan sejumlah air yang diperoleh ternak dari lingkun- gannya dan terdapat dalam bentuk yang tidak berubah di dalam jaringan.

Kurva pertumbuhan dapat diperoleh dengan membuat grafik antara bobot hidup dengan umur. Kurva tersebut secara umum berbentuk sigmoid. Dua macam kecepatan tumbuh terdapat pada kurva ini, pertama kecepatan tumbuh yang meningkat dan kedua adalah kecepatan tumbuh yang berkurang. Hal ini disebab- kan karena individu sel mempunyai tendensi untuk tumbuh dengan kecepatan konstan, sehingga pertumbuhan massa sel dari seluruh tubuh hewan tumbuh dipercepat. Saat ini disebut fase tumbuh dipercepat. Setelah fase ini, pertumbuhan mempunyai tendensi dibatasi oleh faktor pembatas, diantaranya gizi dan ruang. Fase ini disebut fase pertumbuhan diperlambat. Batas kedua fase disebut titik

(8)

infleksi. Pada hewan berderajat tinggi, pubertas timbul setelah 30 persen bobot hidup tercapai (Pomeroy, 1955).

Selama hewan tumbuh, bobot hidupnya yang bertambah, diikuti oleh perubahan masing-masing organ dan jaringannya. Fenomena "constant differen- tial growth ratio" yang pertama kali dikemukakan Huxley (1922) dapat menerangkan pertumbuhan bagian-bagian tersebut relatif terhadap bobot tubuh- nya. Fenomena ini menyatakan, bahwa hubungan logaritma bobot bagian tubuh dengan logaritma bobot tubuh sisanya adalah konstan, untuk seumur hidupnya. Penemuan ini kemudian dikenal dengan allometri Huxley dan digunakan dalam biologi sampai sekarang. Hubungan antara bobot bagian tubuh (y) dengan sisanya

b (x) dinyatakan dalam log y = log a

+

b log x atau y = a x

.

- Bobot hidup maupun organ atau jaringannya tumbuh mengikuti kurva sigmoid. Hal ini dijelaskan oleh Brody (1945) dengan adanya "instantaneous growth", kecepatannya adalah konstan. Hubungan antara bobot hidup dengan waktu dinyatakan sebagai wt = wO ekt dan berlaku sejak konsepsi sampai titik infleksi. Pertumbuhan diperlambat setelah infleksi, dijelaskan dengan adanya kecepatan tumbuh dalam waktu yang singkat adalah konstan. Pertumbuhan tersebut dinyatakan dengan wt = A

-

B e

-".

Pertumbuhan organ atau jaringan dinyatakan dengan y = a x b, dengan membuat "constant differential growth ratio" antara pertumbuhan organ y= C2 e k 2 t dengan pertumbuhan bobot h i d u p

x

= CI e k1

'.

Palsson (1955) menyatakan bahwa untuk memperlihatkan tumbuh-kem- bangnya tubuh hewan, dapat dilakukan dengan pengukuran tubuh pada berbagai umur atau mengambil gambar dengan pembesaran yang tetap. Cara lain adalah penguraian tubuh ternak secara anatomis, menjadi komponennya. Perubahan tubuh dapat dinyatakan secara relatif dalam persen. Menurut Tribe dan Coles (1966) perubahan yang dinyatakan dalam persen tersebut tidak tepat, walaupun

(9)

secara praktis mudah dimengerti. Cara ini memberikan interpretasi yang sulit. Yang tepat adalah allometri Huxley. Penggunaan allometri pada domba dibuktikan oleh Tulloh (1963ab) dengan memperlihatkan "constant differential growth ratio" antara bobot tulang karkas dengan bobot hidup, antara bobot otot karkas dengan bobot hidup dan antara bobot lemak karkas dengan bobot hidup. Koefisien pertumbuhan (slope) dari tulang, otot dan lemak relatif terhadap bobot tubuh masing-masing lebih rendah dari 1.0, mendekati 1.0 dan lebih besar dari 1.0. Artinya, persentase tulang berkurang, persentase otot konstan dan persentase lemak bertambah, dengan meningkatnya bobot hidup.

A l l o m e t r i Huxley d a l a m penggunaannya, dinyatakan dalam bentuk log y = log a

+

b log x. Nilai b menunjukkan besar koefisien pertumbuhan y relatif terhadap x. Untuk membandingkan nilai b terhadap nilai 1.0, Gaili (1976) menggunakan nilai selang kepercayaan 95 persen untuk b. Apabila nilai 1.0 terdapat diantara nilai selang maka b nyata sama dengan 1.0. Apabila nilai selang lebih rendah atau lebih tinggi dari nilai 1.0, maka b nyatavlebih rendah atau lebih tinggi dari 1.0.

Persamaan allometri dapat juga digunakan untuk ukuran liner, apabila pengukuran dilakukan pada sejumlah ternak sekaligus. Hal ini dimungkinkan karena ukuran tubuh mengikuti persamaan It = 10 ekl', sedangkan bobot hidup s e n d i r i a d a l a h X t = XO ekzt, sehingga persamaan allometrinya m e n j a d i

I = a x (Brody, 1945).

Menurut McDonald et al. (1988) apabila prinsip allometri diaplikasikan pada salah satu species ternak, peternak dapat memproduksi karkas dengan komposisi tertentu. Makanan merupakan faktor penting yang berpengaruh ter- hadap komposisi karkas disamping bangsa dan jenis kelamin ternak. Ternak dengan makanan berkualitas tinggi, dapat mencapai bobot tertentu pada umur dini. Bila kualitas makanan rendah, maka kurva pertumbuhan menjadi datar, sehingga

(10)

bobot hidup yang sama dapat dicapai pada umur yang lebih lambat. Komposisi tubuh tergantung pada bobot hidupnya, sehingga bila hewan dipelihara dengan tingkat makanan yang tinggi atau yang rendah kualitasnya, keduanya mempunyai komposisi yang sama pada bobot hidup tertentu. Tulloh (1963ab) juga menyatakan, bahwa komposisi kark'as seekor ternak lebih erat hubungannya dengan bobot hidup dari pada umur dan makanan yang pernah diberikan. Hal ini dijelaskan oleh Palsson (1955) bahwa masing-masing organ dan jaringan tubuh hewan mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda (allometris =

heterogen), sehingga didapat gelombang-gelombang pertumbuhan.

Komposisi Tubuh dan Karkas Beberapa Bangsa Domba

Teixeira et al. (1989) melaporkan tumbuh kembang lemak tubuh domba Rasa Aragonesa dari Spanyol, dengan cara membuat partisi dari depotnya. Penim- bunan lemak, menunjukkan urutan lemak mesenterium, intermuskuler, omental, ginjal+pelvis dan subkutan. Dengan meningkatnya lemak tubuh, persentase lemak subkutan, lemak ginjal+pelvis dan lemak omental meningkat dan lemak mesenterium berkurang. Lemak ginjal+pelvis tumbuh lebih dini dari pada lemak subkutan dan lemak ginjal+pelvis lebih lambat dari pada lemak intermuskuler. Dransfield et al. (1990) melaporkan pengaruh bangsa terhadap karkas dan kualitasnya. Bobot karkas domba muda yang diperoleh dari pejantan Suffolk nyata lebih tinggi dibandingkan dengan bobot karkas domba muda yang berasal dari pejantan Dorset-Down. Karkas yang berasal dari anak pejantan Dorset-Down lebi h berlemak dibandingkan dengan karkas dari anak pejantan Suffolk, walaupun pada bobot yang sama. Karkas dari anak dengan pejantan Suffolk mempunyai lemak ginjal dan pelvis yang lebih rendah dibanding dengan anak pejantah Dorset-Down. Kadar lemak intramuskuler dalam otot Longissimi thoracis et lumborum anak dari pejantan Suffolk, lebih rendah dan ini mengakibatkan

(11)

tingginya kadar air. Kadar kolagennya sedikit lebih tinggi pada anak persilangan Suffolk dari pada persilangan Dorset-Down. Kadar nitrogen antara kedua bangsa tidak berbeda nyata.

Zygoyiannis et al. (1990) melaporkan penelitiannya mengenai domba Karagouniko, Chios dan East Friesland yang terdapat di Yunani. Domba Karagouniko adalah domba Lokal Yunani. Populasinya tertinggi dan berasal dari Yunani Tengah. Bobot hidupnya adalah medium dan betina berkisar antara 40 sampai 60 kg. Domba ini dipelihara secara digembala dan digunakan untuk perbaikan prolifikasi. Domba Chios juga termasuk domba Lokal setempat. Domba ini berasal dari persilangan berbagai bangsa termasuk domba Ekor Gemuk dan berkembang di pulau Chios. Betina mempunyai bobot hidup antara 50 sampai 70 kg dan termasuk tipe besar. Domba East Friesland adalah domba impor untuk tujuan produksi susu. Ketiga bangsa domba ini mempunyai pertambahan bobot hidup yang tidak berbeda nyata, yaitu 153 g per hari. Pada rataan bobot karkas

12.81 kg, pengaruh bangsa terhadap bobot kepala, jantung, hati, limpa. kaki dan saluran pencernaan, tidak nyata. Perbedaan bangsa yang nyata terdapat pada bobot paru-paru, kulit dan lemak bagian dalam. Pada bobot karkas y a i g sama, bobot tulang karkas tidak nyata berbeda. Domba Karagouniko dan Chios mempunyai bobot otot yang nyata lebih rendah dan nyata lebih banyak lemak dari pada domba Friesland.

McClelland dan Russel (1972) menyatakan bahwa perbedaan yang nyata antara bangsa domba Scottish Blackface dengan Finnish Landrace terdapat dalam kecepatan penimbunan lemak diberbagai depot. Scottish lebih banyak menimbun lemak di sekitar otot dan Finnish Landrace lebih banyak menimbun lemak di rongga perut dan ginjal.

Butterfield st al. (1985) menyatakan bahwa pada Dorset Horn, jantan mempunyai proporsi lemak subkutan lebih rendah, lemak intermuskuler dan

(12)

mesenterium lebih tinggi dari pada kebirian. Pada karkas, lemak subkutan, inter- muskuler dan lemak ginjal+pelvis, omental, scrota1 dan rongga dada tidak berbeda nyata antara jantan dan kebirian.

Faktor bangsa mempunyai pengaruh yang nyata pada distribusi lemak dari domba muda Najdi, Awassi dan Hejazi dari Arab Saudi. Awassi mem- punyai bobot lemak ekor yang lebih tinggi dan lemak intermuskuler yang lebih rendah dari pada Najdi dan Hejazi. Faktor bangsa juga mempunyai pengaruh yang nyata pada bobot kulit, kaki, karkas dan tulang. Pada Najdi, kaki dan persentase tulang lebih tinggi dari pada Awassi dan Hejazi, sedangkan Awassi mempunyai persentase karkas dan persentase kuiit lebih tinggi dari pada kedua bangsa lainnya. Perbedaan antara bangsa dalam bobot kulit dis- ebabkan oleh keragaman bulu, Hejazi mempunyai bulu pendek, Najdimedium dan Awassi mempunyai bulu panjang. Perkembangan kaki yang lebih besar pada Najdi disebabkan karena bangsa ini mempunyai kaki yang lebih panjang. Domba muda Awassi mempunyai persentase karkas yang lebih rendah dari pada Najdi dan Hejazi, disebabkan oleh bobot kulit yang lebih berat dan lemak karkas yang kurang berkembang (Gaili, 1992).

Gaili dan Ali (1985a) membandingkan domba dengan kambing Padang Pasir Sudan. Pada bobot tubuh kosong yang sama, domba mempunyai bobot karkas dan kulit yang lebih tinggi dari pada kambing. Jumlah bobot paru-paru, trachea, jantung, omentum, saluran pencernaan dan mesenterium yang lebih berat merupakan salah satu yang menyebabkan persentase karkas pada kambing lebih rendah. Bobot kepala, hati, kaki dan limpa tidak berbeda nyata pada bobot tubuh kosong yang sama. Kambing mempunyai lebih banyak otot dan tulang karkas, sedangkan lemak karkas lebih rendah dari pada domba pada bobot setengah karkas yang sama. Kambing mempunyai tendensi bahwa kaki depan, thorax dan leher lebih berkembang, sedangkan otot kaki belakang kurang berkembang bila diban-

(13)

dingkan dengan domba. Otot Longissimi thoracis et lumborum dan Psoas major lebih berkembang pada domba. Lemak subkutan kurang berkembang pada kedua species dan sebagian besar ditimbun sekitar otot, dada ginjal, dan r o n g g a pelvis. L e m a k intermuskuler lebih berkembang pada d o m b a , sedangkan lemak rongga tubuh lebih berkembang pada kambing. Dalam penggemukan, kambing mempunyai tanggapan dengan menimbun lemak omental dan mesenterium, sedangkan domba mempunyai tanggapan dengan menimbun lemak dalam karkas. Ada indikasi, bahwa kambing mempunyai persentase otot dan tulang lebih tinggi sedangkan lemak karkasnya lebih rendah, dibandingkan dengan domba. Gaili dan Ali (1985b) menunjukkan bahwa sebagai hasil penggemukan, domba lebih banyak menimbun lemak intramuskuler, dan lebih sedikit protein dalam jaringan otot, dari pada kambing.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ragam menunjukkan bahrva tidak terdapat interaksi yang nyata (P>0,05) antara jenis domba Ekor Gemuk @1) dan domba Merpal @) dengan pemberian r&nsum vang

Penelitian mengenai Identifikasi Perubahan Bobot Badan dan Kemampuan Adaptasi Domba Ekor Gemuk (DEG) Jantan Pasca Transportasi pada Bobot Badan Berbeda, telah

Bobot otot karkas domba yang mendapat R3 sangat nyata lebih tinggi dari pada.. bobot otot domba yang mendapat R2, sedangkan yang mendapat R1

Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk menguji penyusutan bobot badan, respon fisiologis, analisis biaya transportasi dan kerugian penyusutan bobot badan ternak domba ekor gemuk

Penelitian ini bertujuan untuk menguji sistem pengukuran tubuh dan indeks morfologi dalam mengevaluasi ternak untuk menduga bobot badan dan tipe ternak pada domba ekor gemuk dan

Domba Ekor Tipis termasuk ternak yang telah lama dipelihara oleh peternak karena domba ini memiliki toleransi tinggi terhadap bermacam-macam hijauan pakan ternak serta daya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman dan karakteristik warna tubuh, seperti pola, warna dan bintik serta pigmen kepala pada domba-domba lokal, yaitu domba Ekor

Pada Tabel 1, tampak bahwa secara umum kondisi fisiologik domba ekor gemuk yang dipelihara pada ketinggian tempat yang rendah yaitu <550 dpl, menunjukkan regulasi pengaturan