• Tidak ada hasil yang ditemukan

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN ANGGOTA TNI-AD DALAM STRATIFKASI SOSIAL

MASYARAKAT DI DESA KOTO LANANG, KABUPATEN KERINCI,

PROVINSI JAMBI

THE POSITION OF TNI-AD MEMBERS IN SOCIAL STRATIFICATION

COMMUNITY IN KOTO LANANG DISTRICT, KERINCI REGENCY, JAMBI

PROVINCE

Tri Nurza Rahmawati Universitas Negeri Padang

Jln. Prof. Dr Hamka, Air Tawar Padang, Sumatera Barat Telepon (0751). 7053902, Faks: (0751) 7055628

Pos-el: trinurzarahmawati@gmail.com ABSTRACT

This research aims to explain and describe the position of TNI-AD in the social stratification community in Koto Lanang Village, Depati Tujuh District, Kerinci Regency. The theory used to analyze the findings in this research is the social stratification theory proposed by Max Weber. According to Weber, the basis of social stratification is characterized by several dimensions, namely the power dimension, the privilege dimension (special rights), and the pretense dimension. This research uses a qualitative approach with a descriptive type of research. The technique of selecting informants uses purposive sampling. The total number of informants is 30 people. Data are collected through interview, observation, and documentation methods. The result of this research reveals that the position of TNI-AD in the social stratification community in Koto Lanang Village is seen from several dimensions, including: (1) the power dimension, TNI-AD is the spearhead in every activity in Koto Lanang Village. (2) the privilege dimension (special rights), members of TNI-AD are included in a capable and sufficient society seen from an economic field; and (3) the prestige dimension, the people as members of TNI-AD are awarded by their society.

Keywords: Position, TNI-AD, Social Stratification

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan kedudukan TNI-AD dalam stratifikasi sosial masyarakat di Desa Koto Lanang, Kecamatan Depati Tujuh, Kabupaten Kerinci. Teori yang digunakan untuk menganalisis temuan dalam penelitian ini adalah teori stratifikasi sosial yang dikemukakan oleh Max Weber. Menurut Weber, dasar stratifikasi sosial dikarakteristikan dengan beberapa dimensi, yaitu dimensi kekuasaan, dimensi privilege (hak istimewa), dan dimensi prestise. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Teknik pemilihan informan adalah purposive sampling. Jumlah informan secara keseluruhan adalah 30 orang. Data dikumpulkan dengan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kedudukan TNI-AD dalam stratifikasi sosial masyarakat di Desa Koto Lanang dilihat dari beberapa dimensi, antara lain: (1) dimensi kekuasaan, TNI-AD merupakan ujung tombak dalam setiap kegiatan di Desa Koto Lanang; (2) dimensi privilege (hak istimewa), TNI-AD sudah masuk ke dalam masyarakat yang mampu dan berkecukupan jika dilihat dari segi ekonominya; dan (3) dimensi prestise, anggota masyarakat yang berprofesi sebagai TNI-AD diberi penghargaan oleh masyarakat.

(2)

PENDAHULUAN

Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai. Sesuatu yang dihargai itu bisa berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam beragama atau mungkin juga keturunan dari keluarga terhormat. Hal itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat. Perwujudannya yaitu adanya kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Dasar dari inti lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban di antara anggota-anggota masyarakat. Adanya lapisan-lapisan sosial merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat. Bagi siapa saja yang memiliki sesuatu yang dihargai atau dibanggakan dalam jumlah yang lebih daripada yang lainnya, maka ia akan dianggap mempunyai status yang lebih tinggi pula dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto (2012) selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, maka hal itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, seperti tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam beragama, atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat (Syani, 2002: 83).

Stratifikasi sosial terdapat dua unsur pokok, yaitu status (kedudukan) dan peranan. Status dan peranan mempunyai hubungan timbal balik yang merupakan unsur penentu bagi penempatan seseorang dalam strata tertentu dalam masyarakat. Status (kedudukan) dapat memberikan pengaruh, kehormatan, kewibawaan pada seseorang sedangkan peranan merupakan sikap seseorang yang menyandang status dalam kehidupan masyarakat (Setiadi dan Kolip, 2011: 435).

Stratifikasi sosial juga berlaku pada masyarakat Desa Koto Lanang Kecamatan

Depati Tujuh Kabupaten Kerinci. Daerah tersebut memiliki sesuatu yang dianggap bisa membuat seseorang disegani, dan dihormati serta memiliki kedudukan yang tinggi di dalam masyarakat. Kedudukan yang dimaksud disini yaitu dikenal dengan istilah achived status, yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang karena usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh oleh dasar kelahiran, tetapi bersifat terbuka siapa saja bisa mencapai tujuannya. Di Desa Koto Lanang ini hal yang dianggap bisa membuat seseorang memiliki kedudukan yang tinggi di dalam masyarakat jika ia berprofesi sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat atau biasa disingkat TNI-AD.

TNI-AD merupakan salah satu pekerjaan yang diidam-idamkan oleh masyarakat Koto Lanang, terkhusus bagi setiap laki-laki yang sudah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Menjadi seorang TNI-AD di Desa Koto Lanang merupakan suatu kebanggaan, baik bagi orang tua maupun keluarga dari anggota TNI-AD tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh penulis di Kantor Kepala Desa Koto Lanang, terdapat 1.198 jiwa yang terdiri atas laki-laki 584 jiwa dan perempuan 614 jiwa, serta terdiri dari 251 KK dan 74 KK yang memiliki anggota keluarga berprofesi sebagai anggota TNI-AD (Sumber: Data Kaur Pemerintahan Desa Koto Lanang, 2019). Adanya keinginan yang tinggi dari masyarakat untuk mengikuti tes TNI-AD serta tingginya tingkat kecenderungan masyarakat Koto Lanang untuk menjadi anggota TNI-AD tersebut.

Seorang anggota TNI-AD menjadi orang yang terpandang di dalam masyarakat dan akan sangat dibanggakan oleh orang tua maupun keluarganya, yaitu dengan cara terus membicarakan anak atau anggota keluarganya yang baru saja lulus mengikuti tes TNI-AD tersebut, baik saat bertemu atau bercengkrama dengan tetangganya di warung maupun pada saat pertemuan-pertemuan desa. Hal lain yang terlihat adalah jika berhasil lulus menjadi seorang anggota TNI-AD maka untuk

(3)

METODE

Penelitian ini dilakukan di Desa Koto Lanang, Kecamatan Depati tujuh, Kabupaten Kerinci. Penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai bulan November 2019. Dilihat dari pendekatannya, penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif (Emzir, 2012: 3). Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sengaja (purposive sampling) dengan jumlah informan tiga puluh orang yang terdiri atas anggota TNI-AD, orang tua TNI-TNI-AD, keluarga TNI-TNI-AD, dan masyarakat yang tinggal di lingkungan Desa Koto Lanang, Kecamatan Depati Tujuh, Kabupaten Kerinci. Data diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Agar data yang diperoleh bisa dipercaya (absah), maka dalam penelitian ini dilakukan triangulasi, yaitu triangulasi sumber, waktu dan metode (Herdiansyah, 2013: 131). Triangulasi yang dilakukan, yaitu pertama triangulasi sumber berupa pertanyaan yang diajukan kepada berbagai sumber (informan) baik kepada anggota AD, orang tua TNI-AD, keluarga TNI-AD dan masyarakat sekitar secara berulang-ulang. Selanjutnya, triangulasi juga dilakukan dengan cara triangulasi waktu. Penelitian tidak hanya dilakukan dalam satu waktu saja, tetapi secara berkali-kali dalam waktu yang berbeda. Kemudian, triangulasi juga dilakukan dengan cara triangulasi metode yaitu terhadap metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Apabila dengan kerja ketiga metode pengumpulan data tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda, maka penulis melakukan diskusi lebih lanjut dengan informan yang bersangkutan untuk memperoleh data yang dianggap benar.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancara dilakukan. Metode wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang relatif sama pada informan yang berbeda yang bertujuan untuk mendapatkan data secara meluapkan rasa bangganya ia akan keluar rumah

atau berkeliling desa dengan mengendarai motornya serta memakai pakaian dinasnya. Ia juga menjelaskan bahwa selama ia berkeliling ia akan menyapa setiap anggota masyarakat yang dijumpainya.

Azlan (21 tahun), anggota TNI-AD wawancara pada tanggal 19 November 2019, mengungkapkan bahwa dirinya telah mengikuti tes TNI-AD pada tahun 2015 di Jambi dan sekarang sudah menjalani masa dinasnya. Ia mengungkapkan bahwa orang tua dan keluarganya sangat memberi dorongan kepada dirinya untuk menjadi seorang anggota TNI-AD, baik dorongan secara moril dan materil. Itu semua dilakukan karena tingginya kedudukan seorang anggota TNI-AD di Desa Koto Lanang.

Selain itu Fadol, (40 tahun) anggota TNI-AD, wawancara pada tanggal 23 November 2019, juga mengungkapkan bahwa ia tertarik mengikuti tes TNI-AD karena di Desa Koto Lanang ini merupakan desa yang nenek moyangnya merupakan seorang pejuang yaitu terbukti dari banyaknya laki-laki di Desa Koto Lanang ini yang berkeinginan untuk menjadi seorang anggota TNI-AD. Selain itu tingginya penghargaan yang diberikan oleh masyarakat kepada profesi TNI-AD, yang membuat ia terdorong untuk menjadi anggota TNI-AD. Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan tersebut terungkap bagaimana keinginan setiap laki-laki di Desa Koto Lanang yang telah lulus di bangku Sekolah Menengah Atas untuk menjadi anggota TNI-AD. Hal itu disebabkan adanya stratifikasi sosial pada masyarakat Desa Koto Lanang dalam menentukan kedudukan anggota TNI-AD di tengah-tengah masyarakat, yaitu merupakan kedudukan yang tinggi. Kedudukan yang tinggi tersebut terlihat ketika orang tua ingin mecari jodoh untuk anaknya maka seorang TNI-AD akan mendapat posisi paling depan dan paling atas. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai bagaimana kedudukan anggota TNI-AD dalam stratifikasi sosial masyarakat Desa Koto Lanang Kecamatan Depati Tujuh Kabupaten Kerinci.

(4)

akurat. Data tersebut seperti yang didapatkan dari anggota TNI-AD, orang tua anggota TNI-AD, keluarga TNI-AD, dan masyarakat sekitar. Pemerolehan data dilakukan berkali-kali dan tidak hanya dengan satu orang tetapi dengan beberapa orang dengan tujuan agar data-data yang diperoleh lebih akurat. Begitu juga dengan observasi dan dokumentasi dilakukan secara berulang-ulang untuk melengkapi dan mencocokkan dengan hasil wawancara yang telah dilakukan sehingga mendapatkan ketepatan informasi dari hasil penelitian. Observasi dilakukan dengan cara mengamati tempat tinggal dan aktivitas keseharian dari anggota TN-AD, orang tua TNI-AD, dan keluarga TNI-AD. Dokumenasi dilakukan dengan mempelajari arsip berupa data demografis dan geografis dari kantor kepala Desa Koto Lanang, Kecamatan Depati Tujuh, Kabupaten Kerinci. Apabila dengan kerja ketiga metode pengumpulan data tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda, maka penulis melakukan diskusi langsung terhadap informan yang bersangkutan untuk memperoleh data yang dianggap benar.

Proses analisis ini jika dikembalikan pada penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka kegiatan yang penulis lakukan adalah aktif untuk mengumpulkan data yang diperoleh dari informan tentang kedudukan anggota TNI-AD dalam stratifikasi sosial masyarakat Desa Koto Lanang. Data tersebut masih dalam bentuk bervariasi, kemudian seluruh data yang sudah terkumpul direduksi secara mendalam untuk kemudian penulis dapat menarik kesimpulan yang akurat atas data yang sudah terkumpul.

Emzir (2010) mengemukakan bahwa data yang diperoleh dianalisis dengan mengacu pada model analisis Miles dan Huberman dengan langkah-langkah yaitu reduksi data, model data (data display) dan penarikan kesimpulan. Tahap-tahap tersebut merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya, berulang dan terus-menerus selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar sehingga membentuk konfigurasi

yang utuh. Penelitian ini melihat bagaimana kedudukan anggota TNI-AD dalam stratifikasi sosial masyarakat Desa Koto Lanang, Kecamatan Depati Tujuh, Kabupaten Kerinci. Selanjutnya, peneliti berupaya menjelaskan dengan memanfaatkan teori yang relevan. Berdasarkan hasil pemahaman inilah peneliti menyusun laporan dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dan artikel ini.

PEMBAHASAN

Kelas dan kedudukan mempunyai hubungan timbal balik yang erat karena status berasal dari kelas.Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang secara umum dalam masyarakat dan untuk berhubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Kedudukan juga merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam stratifikasi sosial. Apabila seseorang berada dalam kelas sosial atas, maka akan memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat.

Selain itu, Weber (Setiadi dan Kolip, 2011) juga mengatakan bahwa status atau kedudukan adalah hal yang menyangkut gaya hidup dan kehormatan. Masyarakat dapat berfungsi, bergantung kepada adanya pola-pola kelakuan timbal balik antara individu-individu dan kelompok-kelompok. Posisi yang saling berhadapan di dalam pola-pola kelakuan timbal-balik semacam itu secara teknis disebut “status” (Setiadi dan Kolip, 2011: 420). Dalam bentuk sederhana, Weber juga membagi stratifikasi atas dasar status masyarakat yaitu kelompok masyarakat yang disegani dan dihormati dan kelompok masyarakat biasa. Setiap individu mempunyai banyak kedudukan karena setiap individu ikut serta mengungkapkan sejumlah pola. Masyarakat pada umumnya memperkembangkan dua macam kedudukan, yaitu pertama, disebut acribed status adalah kedudukan seseorang tanpa mempertimbangkan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan dan diperoleh karena kelahiran. Kedua, achieved status adalah kedudukan yang dicapai

(5)

seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja sesuai dengan kemampuannya. Kedudukan yang tinggi mempunyai gaya hidup (status symbol) yang tersendiri, sebagai cara menyatakan kedudukan. Gaya hidup bermacam-macam jenisnya tetapi semuanya bermaksud untuk menyatakan kekhasan kedudukan dibandingkan dengan kedudukan yang lain.

Konsep lain yang digunakan Weber dalam analisis stratifikasi yang sama pentingnya dengan konsep kelas, konsep status dan konsep partai yaitu batas sosial. Weber menggunakan konsep ini untuk menunjukkan kecenderungan kuat kelompok sosial untuk mencapai kriteria sebagai tanpa perbedaan dan sebagai pemisah antara mereka dan kelompok lainnya. Adapun yang termasuk kriteria ini yaitu jenis kelamin, ras, latar belakang kultural, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan (Sanderson, 2011: 284). Selain menjelaskan tentang adanya privilege (hak istimewa) Weber juga menjelaskan bahwa prestise bukan jalan satu arah meskipun kekuasaan dapat membawa prestise, namun prestise pun dapat membawa kekuasaan. Sesuai dengan penjelasannya, yaitu penghargaan yang diberikan kepada orang lain, penghargaan tersebut bisa didapat oleh seseorang melalui adat, keturunan, dan usaha yang dilakukan oleh seseorang tersebut (Henslin, 2006: 185).

Stratifikasi sosial merupakan pembagian atau pengelompokan masyarakat ke dalam kelas-kelas tertentu. Stratifikasi sosial dipengaruhi oleh beberapa dimensi, antara lain, dimensi kekuasaan, dimensi privilege (hak istimewa) dan dimensi prestise. Ketiga dimensi ini sangat berhubungan dan tidak berdiri sendiri (Henslin, 2006: 184).Hal ini juga berlaku pada masyarakat Desa Koto Lanang, yaitu terdapat stratifikasi sosial yang membuat anggota masyarakatnya berada di kelas-kelas sosial tertentu dan bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi di dalam masyarakat Koto Lanang ini. Berdasarkan penjelasan di atas, secara lengkap kedudukan anggota TNI-AD dalam stratifikasi sosial masyarakat Desa Koto Lanang dilihat dari ketiga dimensi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Dimensi Kekuasaan

Profesi TNI-AD dalam masyarakat Desa Koto Lanang merupakan profesi yang diberikan kekuasaan oleh anggota masyarakatnya. Pemberian kekuasaan ini didasari karena adanya prestise atau penghargaan yang membuat setiap anggota masyarakat Desa Koto Lanang yang berprofesi sebagai TNI-AD menjadi sosok yang disegani dan dihargai. Terdapat beberapa kekuasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat Desa Koto Lanang yang berprofesi sebagai anggota TNI-AD diantaranya, terdiri atas (1) sebagai inovator pembangunan, (2) sebagai pembina rakyat terlatih, dan (3) sebagai ujung tombak dalam setiap kegiatan atau bencana yang ada di Desa Koto Lanang.

Hermasnyah (44 tahun) di Desa Koto Lanang, anggota TNI-AD wawancara pada tanggal 19 November 2019 mengungkapkan sebagai berikut

“selain kekuasaan ngan dibagih oleh masyarakat Desa Koto Lanang ineh kepaso anggota masyarakatnyu ngan begawe jadi TNI-AD adalah, ngan pertamo apobilo ado kegiatan ngan dilaksanakan di Desa Koto Lanang maka anggota TNI-AD disuruh sebagai ujung tombak, dingan mukak jalan dan digan ngambik keputusan serto dingan magih solusi pado saat kegiatan tersebut. Idak hanyo pada saat dilakukan kegiatan itoh tapi bilo terjadi bencana snituh jugo. Sudah ituh jugo sebagai dingan magih inovasi disetiap pembangunan ngan ado di Desa Koto Lanang seperti pembangunan jembatan, mesjid dan lain sebagainyo selain kekuasaan yang diberikan masyarakat Desa Koto Lanang kepada anggota masyarakatnya yang berprofesi sebagai anggota TNI-AD ketika ada kegiatan yang dilakukan di Desa Koto Lanang ini maka anggota TNI-AD dijadikan sebagai ujung tombak, pembuka jalan dan pengambil keputusan serta pemberi solusi pada setiap kegiatan

(6)

tersebut. Tidak hanya pada saat dilakukan kegiatan tetapi apabila terjadi bencana. Selain itu, juga sebagai inovator dalam setiap pembangunan yang ada di Desa Koto Lanang seperti pembangunan jembatan, masjid dan lain sebagainya]. Jabrur (54 tahun) di Desa Koto Lanang, masyarakat Desa Koto Lanang wawancara pada tanggal 21 November 2019 mengatakan bahwa sebagai berikut.

“memandang sosok TNI-AD dan merasa senang serto bangga dingan sosok TNI-AD kareno sudah ineh sosok TNI-TNI-AD itu bisa melahirkan anggota TNI-AD ngan lainnyo di Desa Koto Lanang ineh. Hal ini bisa terwujud sesuai dingan kekuasaan ngan dimiliki oleh anggota TNI-AD yaitu sebagai pembina rakyat terlatih yaitu dingan magih dan muo anak jantan di Desa Koto Lanang ineh untuk melakukan latihan fisik. Selain ituh, sosok TNI-AD di Desa Koto Lanang ineh akan menjadi panutan setiap masyarakat dingan ado di desa ineh kareno gwe TNI-AD merupakan gawe dingan diidam-idamkan. Idak nek masyarakat Desa Koto Lanang dingan mbuh mengikuti tes TNI-AD bahkan mbuh nyu mengikuti tes ke luar daerah jugo” [masyarakat Desa Koto Lanang memandang sosok TNI-AD merasa senang serta bangga karena sosok TNI-AD tersebut bisa melahirkan anggota TNI-AD yang lainnya, khususnya di Desa Koto Lanang. Hal ini bisa terwujud sesuai dengan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota TNI-AD yaitu sebagai pembina rakyat terlatih, dengan memberikan mengajak anak laki-laki di Desa Koto Lanang untuk melakukan pelatihan fisik. Selain itu sosok TNI-AD di Desa Koto Lanang ini akan menjadi panutan bagi setiap masyarakat yang ada di desa ini karena profesi TNI-AD merupakan profesi yang diidam-idamkan. Tidak sedikit masyarakat Desa Koto Lanang

ingin mengikuti tes TNI-AD bahkan rela mengikuti tes ke luar daerah sekalipun]. Selain melakukan wawancara penulis juga melakukan observasi terhadap anggota TNI-AD. Observasi yang penulis lakukan yaitu pada saat penulis mewawancarai anggota TNI-AD, terlihat bagaimana mimik atas kebahagiaan dan kebanggaan yang dimiliki oleh setiap anggota TNI-AD, ketika ia menjelaskan bagaimana masyarakat memandang sosok seorang TNI-AD dan bagaimana masyarakat menempatkan anggota masyarakatnya yang berprofesi sebagai TNI-AD di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, anggota TNI-AD di Desa Koto Lanang juga memiliki kekuasaan, seperti sebagai inovator pembangunan, ujung tombak dalam setiap kegiatan kemasyarakatan, dan lain sebagainya. Kebanggaan yang dimiliki oleh anggota TNI-AD juga terlihat ketika proses wawancara dilakukan, yaitu ia menjawab dengan nada suara yang keras atau tegas, dan adanya pengulangan kalimat rasa bangga yang dilakukan oleh anggota TNI-AD tersebut.

2. Dimensi Privilege (Hak istimewa)

Hak istimewa yang diberikan kepada seseorang menurut Weber dapat dilihat dari segi kepemilikannya. Anggota TNI-AD jika dilihat dari segi kepemilikan bisa dikatakan sudah berkecukupan dan memadai. Hal itu terlihat karena setiap anggota TNI-AD sudah memiliki aset, seperti rumah pribadi dan kendaraan pribadi serta beberapa dari mereka juga memiliki aset ladang atau tanah, seperti halnya Bapak Hermansyah yang memiliki sawah sebanyak lima bidang sawah, Bapak Fadol memiliki empat bidang sawah dan satu hektar ladang yang ditanami jagung, kemudian Bapak Gazali memiliki tiga hektar ladang, serta Bapak Adrizal Irawan yang memiliki Kebun kulit manis seluas satu hektar dan tiga bidang sawah. Umumnya aset sawah yang dimiliki oleh TNI-AD tersebut terletak di Desa Koto Lanang, aset ladang berada di luar desa seperti di Desa Renah Pemetik dan sebagainya).

(7)

Berdasarkan hasil observasi di kediaman keluarga TNI-AD yang mana terlihat bahwa setiap anggota TNI-AD yang berada di Desa Koto Lanang ini sudah mempunyai rumah pribadi. Hal ini terlihat bahwa tidak ada anggota masyarakat Desa Koto Lanang yang berprofesi sebagai TNI-AD yang tinggal bersama orang tua maupun mertuanya. Selain rumah pribadi, juga terlihat bahwa anggota TNI-AD juga memiliki kendaraan pribadi seperti kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat, kendaraan roda empat ini umumnya merupakan mobil keluaran toyota yaitu avanza. Kepemilikan kendaraan pribadi ini terlihat pada saat mereka berangkat kerja atau pada saat anggota TNI-AD ingin berpergian dengan mengendarai kendaraan sendiri. Kemudian pada saat penulis melakukan observasi, penulis juga melihat anggota TNI-AD yang memiliki sawah maupun ladang hal ini terlihat pada sore hari ketika mereka pergi ke sawah, baik sekadar untuk melihat orang yang bekerja di sawahnya maupun ikut serta bekerja. Kemudian, hal serupa juga dilakukan oleh anggota masyarakat Desa Koto Lanang yang berprofesi sebagai anggota TNI-AD yang memiliki ladang. Apabila ada waktu senggang ia pergi ke ladangnya untuk melihat-lihat dan juga bekerja.

Weber dalam analisis stratifikasi menggunakan konsep ini untuk menunjukan kecendrungan kuat terhadap kelompok sosial untuk mencapai kriteria sebagai pembeda dan pemisah antara kelompok yang satu dan kelompok lainnya. Adapun yang termasuk kriteria ini yaitu jenis kelamin, ras, latar belakang kultural, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan (Sanderson, 2011: 284). Kelas dan kedudukan mempunyai hubungan timbal-balik yang erat karena status berasal dari kelas. Pada masyarakat Desa Koto Lanang, salah satu kriteria pembeda dan sebagai pemisah antara kelas yang satu dengan yang lainnya, yaitu dilihat dari kriteria pekerjaan. Kriteria pekerjaan yang dimaksud yaitu masyarakat yang berprofesi sebagai TNI-AD. Adapun yang menduduki kelas menengah adalah anggota

masyarakat yang berprofesi sebagai anggota TNI-AD. Jadi, setiap anggota masyarakat Desa Koto Lanang yang berprofesi sebagai TNI-AD akan dianggap sebagai keluarga yang berkecukupan dan sudah memadai segi ekonominya, dikatakan demikian sebab adanya aset-aset yang dimiliki oleh setiap anggota Desa Koto Lanang yang berprofesi sebagai TNI-AD seperti rumah pribadi dan kendaraan pribadi serta sawah maupun ladang.

3. Dimensi Prestise

Selain hak-hak istimewa yang diberikan oleh masyarakat kepada anggota masyarakat yang berprofesi sebagai anggota TNI-AD, sesuai dengan unsur ketiga yang dikemukakan oleh Weber dalam pembentukan stratifikasi sosial yaitu adanya prestise. Pada umumnya seseorang yang memiliki prestise akan dihargai dan disegani di dalam masyarakat. Di Desa Koto Lanang apabila anggota masyarakatnya berprofesi sebagai TNI-AD, maka masyarakat akan menghormati dan menyeganinya. Hal inilah yang membuat setiap laki-laki di Desa Koto Lanang rela mengikuti tes, bahkan keluar daerah sekalipun seperti ke Palembang, Jakarta, Aceh, Sulawesi, dan Kalimantan serta rela membayar uang berpuluh-puluh juta hanya untuk menjadi anggota TNI-AD.

Masyarakat memandang dan menyegani sosok TNI-AD, terlihat anggota TNI-AD ini merupakan masyarakat Desa Koto Lanang yang tergolong dalam kelas atas, yaitu dilihat dari perbedaan gaya hidup, perbedaan pakaian seragam yang dikenakan, gaya berbicara, dan sebutan kepangkatannya di dalam masyarakat. Umumnya TNI-AD di dalam masyarakat apabila keluar rumah ia mengenakan baju kaos lorengnya, baik untuk bercengkrama di warung maupun sekadar jalan-jalan mengendarai motornya. Apabila berbicarapun tidak sedikit yang menggunakan bahasa Indonesia terlebih lagi apabia ia bertemu dengan orang baru atau masyarakat pendatang di Desa Koto Lanang. Kemudian, Weber juga menjelaskan bahwa status itu juga mencakup gaya hidup

(8)

Pada piramida lapisan masyarakat Desa Koto Lanang, Kecamatan Depati Tujuh, Kabupaten Kerinci dilihat dari segi prestise dapat dijelaskan bahwa masyarakat yang menempati kelas sosial atas, yaitu anggota masyarakat yang berprofesi sebagai TNI-AD, kemudian yang berada di kelas menengah adalah masyarakat yang berprofesi sebagai PNS, Golongan PNS yang dimaksud adalah pegawai pemerintahan, seperti pegawai bupati, camat, dan sebagainya. Selanjutnya, yang menempati kelas bawah adalah anggota masyarakat yang berprofesi sebagai petani dan buruh.

4. Penggabungan Ketiga Dimensi

Weber juga mengemukakan bahwa stratifikasi sosial merupakan suatu kombinasi antara privilege (hak istimewa), prestise, dan kekuasaan. Privilege (hak istimewa) dan prestise bukan jalan satu arah, meskipun hak-hak isitimewa dapat membawa prestise, namun prestise pun dapat membawa hak-hak istimewa (Henslin, 2006). Hal ini terlihat pada masyarakat Desa Koto Lanang yang berprofesi sebagai TNI-AD, yaitu pada saat perkawinan, ia diberikan penghargaan sebagai pilihan jodoh yang ideal bagi masyarakat Desa Koto Lanang pada khususnya dan masyarakat Kerinci pada umumnya. Riswati (42 tahun) di Desa Koto Lanang, orang tua anggota TNI-AD wawancara pada tanggal 21 November 2019, menegaskan sebagai berikut.

“gawe TNI-AD pado masyarakat Koto Lanang ineh merupakan sebuah gawe dingan kendak ati dan diidam-idamkan untuk nalak pasangan atau calon suami oleh btino pado masyarakat Kerinci umunyo dan masyarakat Desa Koto Lanang pado khususnya” [profesi TNI-AD pada masyarakat Koto Lanang ini merupakan sebuah profesi yang diinginkan dan diidam-idamkan untuk menjadi pasangan atau calon suami oleh setiap perempuan pada masyarakat dan kehormatan. Masyarakat dapat berfungsi,

bergantung kepada adanya pola-pola kelakukan timbal balik antara individu-individu dan kelompok-kelompok. Setiadi dan Kolip (2011) dalam bentuk sederhana, mereka juga membagi stratifikasi atas dasar status masyarakat yaitu kelompok masyarakat, yang disegani dan dihormati serta kelompok masyarakat biasa. Kelompok masyarakat yang disegani memiliki kedudukan istimewa dalam masyarakat, yaitu pada masyarakat Desa Koto Lanang status masyarakat yang berprofesi sebagai TNI-AD berada di kelas atas dan juga memperoleh kedudukan yang istimewa yang membuat masyarakat yang berprofesi sebagai TNI-AD di dalam masyarakat akan disegani dan dihargai dibandingkan profesi lain.

Selain dilihat dari kriteria di atas Weber juga menjelaskan bahwa di dalam tertib warga masyarakat terdapat kelas-kelas sosial yang terdiri atas (kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah) serta ada penempatan kedudukan seseorang yang dihargai dan dihormati yang disebut kelompok status di dalamnya mereka memiliki prestise yaitu pada masyarakat Desa Koto Lanang ini yang menduduki kelas atas adalah anggota masyarakatnya yang menjadi anggota TNI-AD memiliki kedudukan yang membuat ia akan dihargai dan dihormati oleh seluruh warga masyarakat Desa Koto Lanang.

Gambar 1. Lapisan masyarakat

Sumber: hasil wawancara dengan masyarakat Desa Koto Lanang

TNI PNS Petani/ Buruh

(9)

Kerinci Umumnya dan masyarakat Desa Koto Lanang pada khususnya].

Hanisar (60 tahun) di Desa Koto Lanang, orang tua anggota TNI-AD wawancara pada tanggal 23 November 2019, menuturkan sebagai berikut.

“apabilo anaknyo telah jadi anggota TNI-AD mangko kalu urusan jodoh idak usah dikhawatirkan agi karen apabilo lah jadi anggota TNI-AD mangko anaknyo pastilah diperebutkan oleh uhangtuo pihak btino dan keluarga pihak btino kareno akan dijadikan menantu. Di Desa Koto Lanang ineh gawe sebagai anggota TNI-AD bise meningkatkan status sosial dingan dipanndang serto dihormati oleh anggota masyarakat. Idak hanyo itu, calon istri bae dingan nantinyo akan dihormati oleh masyarakat bahkan anggota keluarga dari pihak btin jugo pastilah dihargai di dalam masyarakat dan dibanggakankan oleh anggota masyarakat kareno keluarga uhang itu berhasil mendapatkan menantu seorang anggota TNI-AD” [apabila anaknya telah menjadi anggota TNI-AD maka perihal jodoh tidak usah dikhawatirkan lagi karena apabila telah menjadi anggota TNI-AD anaknya akan diperebutkan oleh orang tua pihak perempuan dan keluarga pihak perempuan karena akan dijadikan menantu. Di Desa Koto Lanang ini, profesi sebagai anggota TNI-AD bisa meningkatkan status sosial dan dipandang serta dihormati oleh anggota masyarakat. Tidak hanya calon istri yang nantinya akan dihormati oleh masyarakat bahkan anggota keluarga dari pihak perempuan juga akan dihargai di dalam masyarakat dan dibanggakan oleh anggota masyarakat karena keluarga mereka berhasil mendapatkan menantu seorang anggota TNI-AD].

Fuad (45 tahun) di Desa Koto Lanang, anggota TNI-AD wawancara pada tanggal 21

November 2019, menuturkan sebagai berikut. “pado masyarakat Desa Koto Lanang ineh profesi TNI-AD merupakan gawe dingansangat diinginkan untuk menjadi menantu, mako idak heran kalu adonyo istilah uang jemputan dalam proses milih judoh, tingginyo keinginan pihak btino untuk mendapatkan seorang suami dingan berprofesi sebagai seorang anggota TNI-AD. Hal ineh terbukti bahwa pihak btino mbuh mayi dan magih uang jemputan. Uang jemputan dingan dimaksud ineh umumnyo uang jemputan dingan dibagih katiko seseorang nak melangsungkan acara lamaran atau pernikahan, tetapi pernah jugo dijumpai di Desa Koto Lanang ineh ado uhang tuo dan keluarga dari pihak btino dingan mbuh menyediakan uang dan magihnyu sebelum seorang calon anggota TNI-AD ituh lulus menjadi anggota TNI-TNI-AD atau katiko nyu nak samo tes TNI-AD tersebut. Uang jemputan dingan dibagih ituh berkisar dari Rp 75.000.000 hingga Rp 150.000.000,00. Apobilo uhang tuo dari pohak btino nak magih uang jemputan sebelum calon anggota TNI-AD ituh lulus menjadi TNI-AD berarti nyu menyediakan uang untuk anggota calon TNI-AD selao nyu mengikuti tes TNI-AD ituh,, hal ini samo dengan istilah magih unag jembutan tapi nyu lum ikut tes TNI-AD” [pada masyarakat Desa Koto Lanang ini, profesi TNI-AD merupakan profesi yang sangat diinginkan untuk menjadi menantu, maka tidak heran jika adanya istilah uang jemputan dalam proses pemilihan jodoh. Tingginya keinginan pihak perempuan untuk mendapatkan seorang suami yang berprofesi sebagai seorang anggota TNI-AD. Hal ini terbukti bahwa pihak perempuan mau membayar dan memberikan uang jemputan. Uang jemputan yang dimaksud di sini umumnya uang jemputan yang diberikan ketika seseorang ingin melangsungkan

(10)

acara lamaran atau pernikahan, tetapi pernah dijumpai di Desa Koto Lanang ini ada orang tua dan keluarga dari pihak perempuan yang bersedia menyediakan uang dan memberikannya sebelum seorang calon anggota TNI-AD lulus atau ketika ia ingin mengikuti tes TNI-AD. Uang jemputan yang diberikan berkisar dari Rp 75.000.000,00 hingga Rp 150.000.000,00. Apabila orang tua dari pihak perempuan ingin memberi uang jemputan sebelum calon anggota TNI-AD tersebut lulus menjadi TNI-AD berarti ia menyediakan uang untuk anggota calon TNI-AD selama ia mengikuti tes TNI-AD tersebut, hal ini sama dengan istilah pemberian uang jemputan tetapi dilakukan sebelum ia menjadi tes TNI-AD].

Pandangan tentang wujud gaya hidup, Weber mengatakan jaminan hak-hak istimewa dan monopoli dalam kedudukan, berwudjud keeksklusifan seperti “pembatasan lingkungan” pergaulan, permukiman dan lingkungan hubungan lainnya. Gejala ini muncul dalam proses perkawinan dengan diadakannya pembatasan. Orang tua cenderung mencari jodoh untuk anaknya dari lingkungan “sendiri” (Sanderson, 2011: 284). Hal ini terlihat pada masyarakat Desa Koto Lanang bahwasanya seorang anggota TNI-AD merupakan profesi yang diidamkan untuk dijadikan sebagai menantu oleh masyarakat Koto Lanang bahkan sebagian orang tua dari pihak perempuan pun mau membayar uang agar anaknya bisa menikah dengan seorang anggota TNI-AD. Hal ini berlaku pada masyarakat Kerinci pada umumnya dan masyarakat Koto Lanang pada khususnya. Karena adanya istilah “pembatasan lingkungan” atau lebih baik menikah dengan orang-orang yang berada di lingkungan sendiri. Dari pada dibiarkan ia menikah di luar desa ataupu di luar daerah Kerinci dan pada masyarakat Koto lanang ini lebih baik memiliki profesi TNI-AD lah yang menjadi profesi idaman wanita untuk dijadikan calon suami.

Yestri (24 tahun) di Desa Koto Lanang, masyarakat Desa Koto Lanang wawancara pada tanggal 19 November 2019, mengungkapkan sebagaia berikut.

“status TNI-AD di dalam Desa Koto Lanang ineh merupakan profesi dingan sangat diinginkan dan diperebutkan jadi pasangan bagi setiap btino di Desa Koto Lanang. Hal ini terjadi kareno pada masyarakat Koto Lanang merupakan suatu kebanggaan jika nyu menikah dingan seorang anggota TN-AD, selain ituhkalu menikah dingan anggota TNI-AD mangko status di dalam masyarakat akan meningkat serto akan disegani oleh masyarakat ngan lainnyo” [status TNI-AD di dalam Desa Koto Lanang merupakan profesi yang sangat diinginkan dan diperebutkan menjadi pasangan bagi setiap perempuan di Desa Koto Lanang. Hal ini terjadi karena pada masyarakat Koto Lanang merupakan suatu kebanggaan jika menikah dengan seorang anggota TN-AD. Selain itu, jika menikah dengan anggota TNI-AD maka status di dalam masyarakat akan meningkat serta akan disegani oleh masyarakat yang lainnya].

Melakukan observasi dengan orang tua anggota TNI-AD dan perempuan anggota masyarakat di Koto Lanang, penulis lakukan ketika proses wawancara berlangsung. Pada saat proses wawancara tersebut terlihat rasa bangga yang dimiliki oleh orang tua anggota TNI-AD ketika ia menjelaskan bahwasanya anaknya menjadi rebutan para gadis yang ada di Koto Lanang. Juga terlihat dari mimik wajahnya bahwa ada perasaan senang yang dimiliki ketika anaknya pada saat menikah diberikan uang jemputan oleh orang tua perempuan. Selain itu, pada saat mewawancarai perempuan di Koto Lanang penulis juga melakukan observasi terlihat betapa tinggi keinginan yang dimiliki oleh setiap perempuan di Koto Lanang untuk bersuami seorang anggota TNI-AD serta betapa bangga ia ketika bisa bersuamikan anggota TNI-AD.

(11)

PENUTUP

Dalam stratifikasi sosial terdapat dua unsur pokok, yaitu status (kedudukan) dan peranan. Status dan peranan mempunyai hubungan timbal balik yang merupakan unsur penentu bagi penempatan seseorang dalam strata tertentu dalam masyarakat. Status (kedudukan) dapat memberikan pengaruh, kehormatan, kewibawaan pada seseorang sedangkan peranan merupakan sikap seseorang yang menyandang status dalam kehidupan masyarakat. Stratifikasi sosial menyangkut tiga dimensi, yaitu dimensi privilege, dimensi kekuasaan dan dimensi prestise.Setiap anggota masyarakat yang telah menyelesaikan bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) akan berlomba-lomba untuk mengikuti tes TNI-AD, baik di Kabupaten Kerinci maupun di luar daerah. Hal ini karena apabila ia berprofesi sebagai anggota TNI-AD maka ia memiliki kedudukan yang tinggi di tengah-tengah masyarakat.

Kedudukan anggota TNI-AD dalam stratifikasi sosial masyarakat Desa Koto Lanang, Kecamatan Depati Tujuh, Kabupaten Kerinci yaitu dapat dilihat dari beberapa dimensi yang terdiri dimensi kekuasaan, dimensi privilege (hak istimewa), dan dimensi prestise serta adanya penggabungan dari ketiga dimensi tersebut yaitu adanya prestise yang diberikan kepada anggota TNI-AD. Hal itu terlihat saat perkawinan yaitu menjadi pilihan jodoh yang ideal pada masyarakat Desa Koto Lanang khususnya dan masyarakat Kerinci pada umumnya. Kepada peneliti lainnya tulisan ini dapat dijadikan rujukan maupun kajian yang berkaitan dengan permasalahan yang sama sehingga dapat menyempurnakan hasil penelitian sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif, Analisis Data. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Henslin, James M. 2006. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi Edisi 6 Jilid 2.

Jakarta: Erlangga. (diterjemahkan oleh Kamanto Sunarto dari Essential of Sociology: a Downto-earth Approach 6th Edition)

Herdiansyah, Haris. 2013. Wawancara, Obser-vasi dan Focus Group Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sanderson, K Stephen. 2011. Makrososiologi Sebuah pendekatan terhadap realitas sosial edisi kedua. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Setiadi, M. Ely & Usman Kolip. 2011 PengantarSosiologi,Pemahaman fakta dan gejala permasalahan sosial: Teori, Aplikasi, dan Permasalahan. Jakarta: Kencana.

Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pe-ngantar. Jakarta: PT Grafindo Persada. Syani, Abdul. 2002. Sosiologi, Sistematika,

Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara. Azlan (21 tahun). 2019. Anggota TNI-AD.

Wawancara, Kerinci, 19 November 2019. Fadol (40 tahun). 2019. Anggota TNI-AD.

Wawancara, Kerinci, 23 November 2019. Fuad (45 tahun) 2019. Orang tua anggota TNI-AD. Wawancara, Kerinci, 21 November 2019.

Hermansyah (44 tahun). 2019. Anggota TNI-AD. Wawancara, Kerinci, 19 November 2019.

Hanisar (60 tahun). 2019. Orang tua anggota TNI-AD. Wawancara, Kerinci, 23 November 2019.

Jabrur (54 tahun). 2019. Masyarakat Desa Koto Lanang. Wawancara, Kerinci, 21 November 2019.

Riswati (42 tahun). 2019. Orang tua anggota TNI-AD. Wawancara, Kerinci, 21 November 2019.

Yestri (4 tahun). 2019. Masyarakat Desa Koto Lanang. Wawancara, Kerinci, 19 November 2019.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 6.0 penulis membuat aplikasi media player yang dapat mengenali dan menjalankan file-file tersebut pada sistem operasi

Etika yang memberikan penilaian serta himbauan kepada manusia tentang bagaimana harus bertindak sesuai norma yang berlaku. Mengenai norma norma yang menuntun

1) Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2) Dana perimbangan adalah

[r]

Smua jenis tanaman yang dipilih merupakan tanaman yang aman bagi anak-anak, memiliki aroma tertentu untuk mendukung kegiatan terapi dan meredam efek negatif kegiatan terapi,

Dari hasil estimasi penulis tidak dapat membuktikan adanya pengaruh jarak perumahan ke pemakaman terhadap rata-rata harga rumah dan pemakaman (TPU) yang berada di

5) Setelah dilakukan peng-coding-an dan dibuatkan SEP oleh bagian RM kemudian dikembalikan ke bagian Billing yang selanjutnya berdasarkan semua dokumen nota-nota rawat

Hasil penelitian tersebut adalah current ratio, quick ratio, working capital to total asset, debt to equity ratio, profit margin secara simultan memiliki pengaruh