• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

REFERAT Juni, Juni, 20182018

CHOLECYSTITIS

CHOLECYSTITIS

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :

NABILA AULIA RAMADHANTY

NABILA AULIA RAMADHANTY

N 111 17 056

N 111 17 056

Pembimbing Klinik :

Pembimbing Klinik :

dr. Dafriana Darwis, M.Kes, Sp.Rad

dr. Dafriana Darwis, M.Kes, Sp.Rad

dr. Masyita, M.Kes, Sp.Rad

dr. Masyita, M.Kes, Sp.Rad

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN RADIOLOGI RSU ANUTAPURA PALU PADA BAGIAN RADIOLOGI RSU ANUTAPURA PALU

DEPARTEMEN RADIOLOGI DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA

PALU PALU 2018 2018

(2)
(3)

HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatanga

Yang bertandatangan di n di bawah ini bawah ini menyatakan bahwa :menyatakan bahwa :  Nama

 Nama : Nabila Aulia Ramadhanty: Nabila Aulia Ramadhanty  No. Stambuk

 No. Stambuk : N 111 17 056: N 111 17 056 Fakultas

Fakultas : : KedokteranKedokteran Program

Program Studi Studi : : Profesi Profesi DokterDokter Universitas

Universitas : : TadulakoTadulako Judul

Judul Referat Referat : : CholelystisisCholelystisis Bagian

Bagian : : RadiologiRadiologi

Bagian Radiologi Bagian Radiologi RSU ANUTAPURA PALU RSU ANUTAPURA PALU Program Studi Profesi Dokter Program Studi Profesi Dokter

Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako Universitas Tadulako

Palu,

Palu, Juni 2018Juni 2018

Pembimbing

Pembimbing Klinik Klinik Ko-AssistenKo-Assisten

dr.

dr. Dafriana Dafriana Darwis, Darwis, M.Kes, M.Kes, Sp.Rad Sp.Rad Nabila Nabila Aulia Aulia RamadhantyRamadhanty  N 111 17 056

(4)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

HALAMAN JUDUL ... i... i HALAMAN

HALAMAN PENGESAHAN...PENGESAHAN... ... iiii DAFTAR

DAFTAR ISI...ISI... ... iiiiii DAFTAR

DAFTAR GAMBAR...GAMBAR... ... iviv BAB

BAB 1 1 PENDAHULUAN...PENDAHULUAN... ... 88 BAB

BAB II TINJAUAN II TINJAUAN PUSTAKA...PUSTAKA... 9... 9 A.

A. Definisi...Definisi... ... 99 B.

B. Anatomi dan Anatomi dan Fisiologi...Fisiologi... ... 1010 C.

C. Epidemiologi...Epidemiologi... ... 1313 D.

D. Etiologi...Etiologi... ... 1414 E.

E. Faktor Faktor Resiko...Resiko... ... 1414 F.

F. PatogenesPatogenesis...is... ... 1515 G.

G. Tanda Tanda dan Gejala dan Gejala Klinis...Klinis... ... 1616 H.

H. Diagnosis...Diagnosis... ... 1717 I.

I. Gambaran Gambaran Radiologi...Radiologi... ... 1717 1)

1) USG...USG... ... 1717 2)

2) Foto Foto X-Ray...X-Ray... ... 2020 3) 3) CT CT Scan...Scan... ... 2121 4) 4) Skitigrafi...Skitigrafi... ... 2323 5) 5) ERCP ERCP ... .. 2525 J.

J. PenatalaksaPenatalaksanaan naan ... ... 2727 K.

K. Diagnosis Diagnosis Banding...Banding... ... 2929 L.

L. Komplikasi...Komplikasi... ... 3434 M.

M. Prognosis....Prognosis... ... 3737 BAB

BAB III III LAPORAN KASUS...LAPORAN KASUS... 38... 38 DAFTAR

(5)

DAFTAR GAMBAR DAFTAR GAMBAR  NO

 NO NAMA GAMBAR/KETERANNAMA GAMBAR/KETERANGAN GAMBAR GAN GAMBAR HALAMANHALAMAN 1.

1. Gambar Gambar 1. 1. Cholecystitis Cholecystitis 99 2.

2. Gambar Gambar 2. 2. Anatomi Anatomi Kandung Kandung Empedu Empedu 1212 3.

3. Gambar Gambar 3. 3. Anatomi Anatomi Duktus Duktus biliarias biliarias interlobularis interlobularis 1313 4.

4. Gambar Gambar 4. 4. Patogenesis Patogenesis Acute Acute Cholecystisis Cholecystisis 1515 5.

5. Gambar Gambar 5. 5. Kolesistitis Kolesistitis akut. akut. Pada Pada pasien pasien iniini mengeluhkan nyeri perut kuadran kanan atas dan mengeluhkan nyeri perut kuadran kanan atas dan terdapat Murphy Sonografi Positif. Pada gambar terdapat Murphy Sonografi Positif. Pada gambar menunjukkan batu dan penebalan dinding menunjukkan batu dan penebalan dinding kandung empedu yang berukuran 5 mm.

kandung empedu yang berukuran 5 mm.

18 18

6.

6. Gambar Gambar 6. 6. USG USG dari dari kolesistitis kolesistitis akut. akut. TerdapatTerdapat  penebalan

 penebalan dinding dinding pada pada kantong kantong empedu empedu dandan terdapat batu di kantong empedu

terdapat batu di kantong empedu

19 19

7.

7. Gambar Gambar 7. 7. Kandung Kandung empedu empedu dengan dengan dinding dinding yangyang menebal dengan ukuran 5,5 mm

menebal dengan ukuran 5,5 mm

19 19

8.

8. Gambar Gambar 8. 8. Seorang Seorang pria pria berusia berusia 75 75 tahun tahun datangdatang dengan keluhan demam, perubahan status mental, dengan keluhan demam, perubahan status mental, dan nyeri dada sebelah kanan dan nyeri perut. dan nyeri dada sebelah kanan dan nyeri perut. Pada foto menunjukkan beberapa batu empedu. Pada foto menunjukkan beberapa batu empedu.

20 20

9. 9.

Gambar 9.Pada pasien dengan kolesistitis akut, Gambar 9.Pada pasien dengan kolesistitis akut, CT menunjukkan gambaran pericholecystic yang CT menunjukkan gambaran pericholecystic yang mengelilingi kantong empedu (GB).

mengelilingi kantong empedu (GB).

21 21

10. 10.

Gambar 10. CT scan vena porta menunjukkan Gambar 10. CT scan vena porta menunjukkan  penebalan

 penebalan dinding dinding kandung kandung empedu empedu (panah) (panah) dandan terdapat

terdapat cairan cairan pericholecystic pericholecystic (panah(panah melengkung).

melengkung).

22 22

11.

11. Gambar Gambar 11.11. Batu empedu tampak kalsifikasi (panah).Batu empedu tampak kalsifikasi (panah). Gangren cholecystitis menyebabkan penipisan dinding Gangren cholecystitis menyebabkan penipisan dinding kandung empedu anterior membran intraluminal kandung empedu anterior membran intraluminal

22 22

(6)

(kepala panah).

12.

Gambar 12. CT  –   scan abdomen, tampak batu – 

 batu empedu dan penebalan dinding kandung

empedu. 23

13.

Gambar 13. Kiri: Normal scintigrafi, HIDA mengisi kandung empedu setelah 40 menit.Kanan: HIDA tidak mengisi kandung empedu setelah 1 jam 30 menit

23

14.

Gambar 14. Normal hepatobiliary dengan menggunakan iminodiacetic acid pada wanita 57 tahun dengan makan makanan yang berlemak menunjukkan progresif ekskresi isotop dari kandung empedu (panah) setelah konsumsi makanan berlemak.

24

15.

Gambar 15. Cholescintigraphy pada Wanita  berumur 72 tahun dengan kolesistitis akut menunjukkan kandung empedu dengan eksresi isotop yang cepat, menunjukkan akumulasi isotop dalam usus kecil ( panah ).

24

16.

Gambar 16. Gambar ERCP menunjukkan batu empedu besar di kantung empedu bagian distal (panah).

25

17.

Gambar 17. ERCP menunjukkan kompresi ekstrinsik dari saluran empedu bagian proksimal (panah) dengan stenosis lumen dan dilatasi bilier intrahepatik.

26

18. Gambar 18. Gambar ERCP dan EST dengan ekstraksi balon CBDS

26

19. Gambar 19.  Kalsifikasi pada dinding kandung empedu akibat kolesistitis kroni (Panah). Kalsifikasi  pada dinding kandung empedu ini pada pasien yang memiliki nyeri akibat eksaserbasi kolesistitis. Kandung

(7)

empedu porselein memiliki tampilan yang hampir mirip dengan emfisematosa kolesistitis dan terdapat  peningkatan insiden kanker kandung empedu pada  pasien ini.

20.

Gambar 20.

A : Foto X-Ray Menunjukkan kalsifikasi intramural difus ( panah ) pada pasien dengan kandung empedu  porselein.

B : CT-Scan menunjukkan kalsifikasi berbentuk rim  pada dinding kandung empedu ( panah ) pada pasien

dengan kandung empedu porselein.

30

21

Gambar 21. Gambar USG menunjukkan terdapat lesi target (tanda panah merah). Hasil biopsi pada pasien ini menunjukkan kanker empedu primer.

31

22 Gambar 22. USG menunjukkan terdapat hypoechoic intraluminal (panah merah).

32

23.

Gambar 23. Adenokarsinoma dengan diferensiasi sedang pada wanita 70 tahun dengan nyeri perut kuadran kanan atas dan mempunyai riwayat batu empedu.

(A) Gambar USG menunjukkan massa yang

terdefinisi dengan baik dalam fundus kandung empedu yang menghasilkan Acoustic shadow bagian posterior. (B) CT-Scan menunjukkan kalsifikasi tumor  berbentuk linear dan terdapat massa pada jaringan

lunak di dalam kantong empedu.

32

24. Gambar 24.CT Scan, tampak adanya dilatasi ductus  biliaris akibat adanya tumor

33

25.

Gambar 25 . (A) Tumor Klatski n (tumor

 be rl oka si di bifu rka si o duk tus he pat iku s) , (B) Gambaran radiologi ERCP, adanya dilatasi ductus  biliaris (Tanda panah putih)

33

(8)

kantong empedu (GB) terdapat cairan intrahepatik  pericholecystic yang tidak beraturan.

27.

Gambar 27. Kolesistitis dengan perforasi kandung empedu. Pada kantong empedu (GB) terdapat cairan intrahepatik pericholecystic yang tidak  beraturan.

34

28.

Gambar 28. Pada gambar diatas, seorang pria  berumur 67 tahun dengan penyakit diabetes tampak adanya gas yang berada dalam lumen kandung empedu yang menggambarkan kolesistitis emphysematous.

35

29.

Gambar 29. Gambaran cholangiogram batu CBD disertai pelebaran duktus sistikus yang menekan CBD

36

30.

Gambar 30. Terdapat gas lumen, dinding yang irregular pada kandung empedu dan adanya abses  pericholecystic

36

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

Radang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Kolesistitis akut biasanya terjadi akibat adanya sumbatan duktus sistikus oleh batu. Namun terdapat beberapa faktor risiko lain yang dapat meningkatkan insidensi terjadinya kolesistitis. Umumnya kolesistitis akut disebabkan oleh adanya batu kandung empedu. Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas. Penyakit ini lebih sering terjadi  pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih. Pada wanita, terutama pada wanita-wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat-obatan hormonal, insidensi kolesistitis akut lebih sering ter jadi. Walaupun belum ada data epidemiologi penduduk, insiden kolesistitis di negara kita relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara barat. Beberapa teori mengatakan hal ini berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan stasis aliran kandung empedu. Di Indonesia, walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidensi kolesistitis dan kolelithiasis relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara barat.1

Kolesistitis akut sering berawal sebagai serangan kolik biliaris yang memburuk secara progresif. Sekitar 60 –  70% pasien melaporkan adanya riwayat

serangan yang sembuh spontan. Namun, seiring dengan makin parahnya serangan, nyeri kolesistitis akut makin menjadi generalisata di abdomen kanan atas. Seperti kolik biliaris, nyeri kolesistitis dapat menyebar ke daerah antarskapula, skapula kanan atau bahu. Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan  penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien juga mengalami anoreksia dan sering mual. Kolesistitis akut merupakan suatu penyakit yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien.1,2

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.1,3

Gambar 1. Cholecystitis

Berdasarkan klasifikasi, kolesistitis dapat dibagi menjadi:

1. Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kandung empedu yang berada di duktus sistikus.

2. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu empedu. Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan kolesistitis kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala yang timbul pada kolesistitis akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi akut pada kandung empedu dengan gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik merupakan inflamasi pada kandung empedu yang timbul

(11)

secara perlahan-lahan dan sangat erat hubugannya dengan litiasis dan gejala yang ditimbulkan sangat minimal dan tidak menonjol. 1,3

B. Anatomi dan Fisiologi 1) Anatomi

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujungnya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. 4

Ukuran kandung empedu pada orang dewasa adalah 7 cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30 ml. Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat longgar, yang mengandung vena dan saluran limfatik yang menghubungkan kandung empedu dengan hati. Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi: fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang kemudian menuju ke duktus biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis. Ketika duktus sistika dari kandung empedu bergabung dengan duktus hepatikus komunis, maka terbentuklah duktus biliaris komunis. Duktus  biliaris komunis secara umum memiliki panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati duodenum menuju pangkal pankreas, dan kemudian menuju ampula Vateri.5

Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang berasal dari arteri hepatikus kanan. Asal arteri sistika dapat  bervariasi pada tiap tiap orang, namun 95 % berasal dari arteri hepatik kanan. Aliran vena pada kandung empedu biasanya melalui hubungan antara vena vena kecil. Vena-vena ini melalui permukaan kandung empedu langsung ke hati dan bergabung dengan vena kolateral dari saluran empedu bersama dan akhirnya menuju vena portal. Aliran

(12)

limfatik dari kandung empedu menyerupai aliran venanya. Cairan limfa mengalir dari kandung empedu ke hati dan menuju duktus sistika dan masuk ke sebuah nodus atau sekelompok nodus. 5

Dari nodus ini cairan limfa pada akhinya akan masuk ke nodus  pada vena portal. Kandung empedu diinervasi oleh cabang dari saraf

simpatetik dan parasimpatetik, 5

Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil  bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari  permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus  bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.5

(13)

Gambar 2. Anatomi Kantong Empedu15 2) Fisiologi

Fungsi kandung empedu yaitu sebagai berikut:

a) Menyimpan dan mengkonsentrasikan cairan empedu yang berasal dari hati di antara dua periode makan.

 b) Berkontraksi dan mengalirkan garam empedu yang merupakan turunan kolesterol, dengan stimulasi oleh kolesistokinin,ke duodenum sehingga membantu proses pencernaan lemak.5

Cairan empedu dibentuk oleh hepatosit, sekitar 600 mL per hari, terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, kolesterol, fosfolipid,  bilirubin, dan senyawa organik terlarut lainnya. Kandung empedu  bertugas menyimpan dan menkonsentrasikan empedu pada saat puasa. Kira-kira 90 % air dan elektrolit diresorbsi oleh epitel kandung empedu, yang menyebabkan empedu kaya akan konstituen organik. Di antara waktu makan, empedu akan disimpan di kandung empedu dan dipekatkan. Selama makan, ketika kimus mencapai usus halus, keberadaan makanan terutama produk lemak akan memicu pengeluaran kolesistokinin (CCK). Hormon ini merangsang kontraksi dari kandung

(14)

empedu dan relaksasi sfingter Oddi, sehingga empedu dikeluarkan ke duodenum dan membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Garam empedu secara aktif disekresikan ke dalam empedu dan akhirnya disekresikan bersama dengan konstituen empedu lainnya ke dalam duodenum. Setelah berperan serta dalam pencernaan lemak, garam empedu diresorpsi ke dalam darah dengan mekanisme transport aktif khusus di ileum terminal. Dari sini garam empedu akan kembali ke sistem porta hepatika lalu ke hati, yang kembali mensekresikan mereka ke kandung empedu. Proses pendaurulangan antara usus halus dan hati ini disebut sebagai sirkulasi enterohepatik.5

Dalam keadaan dimana kandung empedu tidak berfungsi dengan  baik, garam empedu yang telah melalui sirkulasi enterohepatik sebagian  besar akan disimpan di usus halus. 5

Gambar 3. Anatomi Duktus biliarias interlobularis

C. Epidemiologi

Kolelitiasis terjadi pada sekitar 10% populasi usia dewasa di Amerika Serikat, dimana batu empedu kolesterol ditemukan pada 70% dari semua kasus dan 30% sisanya terdiri atas batu pigmen dan jenis batu dari sejumlah komposisi lain. Angka kejadian batu saluran empedu ini nampak semaking

(15)

meningkat seiring bertambahnya usia. Diperkirakan bahwa sekitar 20%  pasien dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun dan 30% yang berusia lebih dari 70 tahun menunjukkan adanya pembentukan batu saluran empedu. Selama usia reproduksi, rasio wanita dibandingkan pria adalah sekitar 4:1, sementara pada usia lanjut umumnya angka kejadian hampir sama pada kedua  jenis kelamin.6

Sembilan puluh persen kasus kolesistitis terjadi akibat adanya batu duktus sistikus (kolesistitis kalkulosa), sementara 10% sisanya merupakan kasus kolesistitis akalkulosa. Dari semua warga Amerika Serikat yang menderita kolelitiasis, sekitar sepertiganya juga menderita kolesistitis akut.6

D. Etiologi

Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak dari kandung empedu para pasien ini adalah  E. Coli, spesies  Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus  dan spesies Clostridium. Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme  –  organisme tersebut

dapat menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung empedu. 5

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). 5

E. Faktor Resiko

Faktor risiko kolesistitis adalah faktor yang menyebabkan pembentukan  batu empedu, termasuk hiperlipidemia, diet tinggi karbohidrat, obesitas, diabetes melitus, hemoglobinopati, nutrisi intravena jangka waktu lama, dismotilitas kandung empedu, mengkonsumsi alkohol dalam jangka waktu

(16)

yang panjang atau penyakit lain seperti diabetes melitus, sirosis hati,  pankreatitis dan kanker kandung empedu. Faktor-faktor risiko ini meningkat dengan bertambahnya usia seseorang. Jika dilihat dari sudut jenis kelamin,  perempuan lebih berisiko karena pengaruh hormon dan kelamin.5

F. Patogenesis

Pada kasus kolesistisis penyebab utama tersering adalah batu kandung empedu. Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga terjadi iskemia dan nekrosis dinding kandung empedu. Meskipun begitu, mekanisme pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, sampai saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang dapat mencetuskan respon peradangan pada kolesistitis, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu yang diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.5

Gambar 4.

(17)

G. Tanda dan Gejala Klinis

Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang – 

kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat  berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat  bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Sekitar 60  –   70% pasien

melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan. 5

Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kuadaran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy Sign). 2,7

Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan  peningkatan nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pasien  –   pasien yang sudah tua dan dengan

diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja. 2

Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya tidak terdapat tanda  –   tanda kolik

kandung empedu. Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda –  tanda kolesistitis akut yang jelas sebelumnya.2

(18)

H. Diagnosis

Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000 sel per mikroliter dengan  pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 %  pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan

untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat meningkat pada kolesistitis. Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis. Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu. 2

I. Gambaran Radiologi

1) USG ( Ultrasonography )

Pemeriksaan sonografi (USG) dianjurkan sebagai pemeriksaan awal untuk kolesistitis akut. Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90  –   95%. Adapun gambaran di USG yang pada kolesistitis

akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. 7,8

(19)

Gambar 5.Kolesistitis akut. Pada pasien ini mengeluhkan nyeri perut kuadran kanan atas dan terdapat Murphy Sonografi Positif. Pada gambar menunjukkan  batu (panah putih) dan penebalan dinding kandung empedu (kursor) yang  berukuran 5 mm.7

(20)

Gambar 6.USG dari kolesistitis akut. Terdapat penebalan dinding pada kantong empedu (panah hitam) dan terdapat batu di kantong empedu (panah putih ). 8

Gambar 7. Kandung empedu dengan dinding yang menebal dengan ukuran 5,5 mm. 11

(21)

2) Radiografi ( X-Ray )

Batu empedu dapat divisualisasikan dengan peeriksaan radiografi meski tanpa kontras pada 10-15% kasus. Penemuan ini hanya mengindikasikan kolelitiasis, dengan atau tanpa kolesistitis. Udara bebas sub diafragmatika tidak mungkin berasal dari saluran empedu. Bila ia ada,  berarti mengindikasikan suatu kondisi penyakit lain di luar gangguan saluran empedu. Udara yang terlokalisir di dinding kandung empedu,  biasanya menunjukkan adanya kolesistitis emfisematosa yang dihasilkan  bakteri penghasil gas seperti E. Coli , Clostridia dan bakteri streptokokus anaerob. Kolesistitis Emfisematosa memiliki angka kematian yang tinggi dan biasanya dijumpai pada pasien pria dengan diabetes dan kolesistitis akalkulus (non batu). 9

Kandung empedu yang terkalsifikasi difus, seringkali merupakan suatu karsinoma meskipun 2 studi menunjukkan tidak ada hubungan antara kalsifikasi parsial darikandung empedu dengan karisnoma. Penemuan lain dari pemeriksaan radiografi dapat berupa batu ginjal, obstruksi intestinal dan pneumonia.9

Gambar 8.Seorang pria berusia 75 tahun datang dengan keluhan demam,  perubahan status mental, dan nyeri dada sebelah kanan dan nyeri perut. Pada

(22)

3) CT Scan

Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CT Scan untuk memprediksi kolesistitis akut adalah lebih dari 95%. Kelebihan pemeriksaan ini dibandingkan ERCP (endoscopic retrogade cholangiopancreatography) adalah sifatnya yang non invasif, namun kelemahannya adalah tidak memiliki efek terapi serta tidak cocok pada kasus kolesistitis tanpa batu empedu. Hasil pemeriksaan CT Scan yang menunjukkan adanya kolesistitis adalah : penebalan dinidng kandung empedu (> 4 mm), cairan di perikolesistik, edema subserosa (bila tidak ada ascites), gas intramural, dan pengelupasan mukosa. CT Scan juga bermanfaat untuk melihat struktur sekitar bila diagnosis yang ditegakkan tidak meyakinkan.9,11

Gambar 9.Pada pasien dengan kolesistitis akut, CT menunjukkan gambaran  pericholecystic yang mengelilingi kantong empedu (GB).9

(23)

Gambar 10. CT scan abdomen fase vena porta menunjukkan penebalan dinding kandung empedu (panah) dan terdapat cairan pericholecystic (panah

melengkung). 11

Gambar 11.Batu empedu tampak kalsifikasi (panah). Gangren cholecystitis menyebabkan penipisan dinding kandung empedu anterior membran intraluminal (kepala panah). 9

(24)

Gambar 12. CT –  scan abdomen, tampak batu –  batu empedu

dan penebalan dinding kandung empedu. 9

4) Skintigrafi

Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99m Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai kepekaan dan ketepatan yang lebih rendah daripada USG dan juga lebih rumit untuk dikerjakan. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau skintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut.9

Gambar 13.

Kiri: Normal scintigrafi, HIDA mengisi kandung empedu setelah 40 menit. Kanan: HIDA tidak mengisi kandung empedu setelah 1 jam 30 menit. 11

(25)

Gambar 14. Normal hepatobiliary dengan menggunakan iminodiacetic acid pada wanita 57 tahun dengan makan makanan yang berlemak menunjukkan progresif ekskresi isotop dari kandung empedu (panah) setelah konsumsi makanan  berlemak. 11

Gambar 15..Cholescintigraphy pada Wanita berumur 72 tahun dengan kolesistitis akut menunjukkan kandung empedu dengan eksresi isotop yang cepat, menunjukkan akumulasi isotop dalam usus kecil ( panah ). 11

(26)

5) ERCP (

E ndoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography 

)

Endoscopic retrograde cholangio pancreatography (ERCP ) adalah teknik yang menggabungkan penggunaan endoskopi dan fluoroskopi untuk mendiagnosa dan mengobati masalah tertentu dari empedu atau sistem duktus pankreas dengan kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Melalui endoskopi, dokter dapat melihat bagian dalam lambung dan duodenum, dan menyuntikkan media kontras ke dalam saluran di saluran empedu dan pankreas sehingga dapat dilihat dengan sinar-X. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal. selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.3

Gambar 16.Gambar ERCP menunjukkan batu empedu besar di kantung empedu bagian distal (panah). 11

(27)

Gambar 17.

ERCP menunjukkan kompresi ekstrinsik dari saluran empedu bagian proksimal (panah) dengan stenosis lumen dan dilatasi bilier intrahepatik. 11

(28)

J. Penatalaksanaan

1) Terapi Konservatif

P e n g o b a t a n u m u m t e r m a s u k i s t i r a h a t t o t a l ,  p e r b a i k i status hidrasi pasien, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan,

koreksi elektrolit, o b a t p e n g h i l a n g r a s a n y e r i s e p e r t i  p e t i d i n d a n a n t i s p a s m o d i k . P e m b e r i a n a n t i b i o t i k  p a d a f a s e a w a l s a n g a t p e n t i n g u n t u k m e n c e g a h k o m p l i k a s i s e p e r t i p e r i t o n i t i s , k o l a n g i t i s d a n s e p t i s e m i a . G o l o n g a n a m p i s i l i n , s e f a l o s p o r i n d a n m e t r o n i d a z o l c u k u p m e m a d a i u n t u k m e m a t i k a n k u m a n  –   k u m a n y a n g u m u m

terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep. Faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan pada pasien yang memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih dianjurkan  pemberian antibiotik kombinasi.1,2

Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram / 6 jam, IV, cefalosporin generasi ketiga atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg / 6 jam, IV. Pada kasus  –   kasus yang sudah lanjut

dapat diberikan imipenem 500 mg / 6 jam, IV. Bila terdapat mual dan muntah dapat diberikan anti  –   emetik atau dipasang

n a s o g a s t r i k t u b e . P e m b e r i a n C C K s e c a r a i n t r a v e n a d a p a t membantu merangsang pengosongankandung empedu dan mencegah statis aliran empedu lebih lanjut. Pasien  –   p a s i e n d e n g a n

k o l e s i s t i t i s a k u t t a n p a k o m p l i k a s i y a n g h e n d a k d i p u l a n g k a n h a r u s d i p a s t i k a n t i d a k d e m a m d e n g a n t a n d a  – 

tanda vital yang stabil, tidak terdapat tanda  –   tanda obstruksi pada

hasil laboratorium dan USG, penyakit –  penyakit lain ya n g m en ye r t a i

( s e p e r t i d i a b e t e s m e l l i t u s ) t e l a h t e r k o n t r o l . P a d a s a a t  p u l a n g , pa sien di ber ikan ant ibi ot ik ya ng sesua i sep ert i Levofloxasin 1 x 500 mg PO danMetronidazol 2 x 500 mg PO, anti-emetik dan analgesik yang sesuai.1,2

(29)

2) Terapi Bedah

Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih d i p e r d e b a t k a n , a p a k a h s e b a i k n y a d i l a k u k a n s e c e p a t n y a ( 3 h a r i ) a t a u d i t u n g g u 6  –   8 minggusetelah terapi konservatif dan

keadaaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50 % kasus akan m e m b a i k t a n p a t i n d a k a n b e d a h . A h l i b e d a h y a n g p r o operasi dini menyatakan, timbul gangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan dan lama  pe rawa tan di ru mah saki t menj ad i lebi h singk at da n biaya d a p a t d i t e k a n . S e m e n t a r a y a n g t i d a k s e t u j u m e n y a t a k a n , o p e r a s i d i n i a k a n menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga  peritoneum dan teknik operasi lebih sul it ka ren a pr os es infa lamas i

akut di sekitar duktus akan mengaburkan anatomi.1 , 2 , 3

 Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi kolesistitis akut, misalnya empiema, kolesistitis emfisematosa atau  perforasi. Pada kasus kolesistitis akut nonkomplikata, hampir 30 % pasien

tidak berespons terhadap terapi medis dan perkembangan penyakit atau ancaman komplikasi menyebabkan operasi perlu lebih dini dilakukan (dalam 24 sampai 72 jam). Komplikasi teknis pembedahan tidak meningkat pada pasien yang menjalani kolesistektomi dini dibanding kolesistektomi yang tertunda. Penundaan intervensi bedah mungkin sebaiknya dicadangkan untuk (1) pasien yang kondisi medis keseluruhannya memiliki resiko besar bila dilakukan operasi segera dan (2) pasien yang diagnosis kolesistitis akutnya masih meragukan. 1 , 2 , 3

Kolesistektomi dini/segera merupakan terapi pilihan bagi sebagian  besar pasien kolesistitis akut. Di sebagian besar sentra kesehatan, angka

mortalitas untuk kolesistektomi darurat mendekati 3 %, sementara resiko mortalitas untuk kolesistektomi elektif atau dini mendekati 0,5 % pada  pasien berusia kurang dari 60 tahun. Tentu saja, resiko operasi meningkat

(30)

seiring dengan adanya penyakit pada organ lain akibat usia dan dengan adanya komplikasi jangka pendek atau jangka panjang penyakit kandung empedu. Pada pasien kolesistitis yang sakit berat atau keadaan umumnya lemah dapat dilakukan kolesistektomi dan drainase selang terhadap kandung empedu. Kolesistektomi elektif kemudian dapat dilakukan pada lain waktu. 1 , 2 , 3

Sejak diperkenalkan tindakan bedah kolesistektomi laparoskopik di Indonesia ada awal 1991, hingga saat ini sudah sering dilakukan di pusat – 

 pusat bedah digestif. Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai angka 90% dari seluruh kolesitektomi. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasif mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi.  1,2,3

K. Diagnosis Banding 1. Porcelein Gallblader

Istilah kantong empedu porselen (PGB) sering digunakan untuk menggambarkan kalsifikasi dinding kantung empedu. Ketika terjadi infiltrasi yang meluas akibat deposito kalsium maka dinding kandung empedu bisa menjadi rapuh, dan tampak kebiruan sehingga menggambarkan tampilan “Porselein”. Terdapat dua jenis klasifikasi PGB yaitu : kalsifikasi

mukosa selektif dan kalsifikasi intramural difus. Dilaporkan pasien dengan PGB kelangsungan hidupnya berkisar 5 tahun dan rata-rata tingkat kematian dalam 1 tahun PGB adalah 5% dan 88%.16

Diantara 44 pasien dengan PGB didapatkan gejala nonspesifik hanya nyeri perut (47%), nyeri perut, mual dan muntah ( 16%), nyeri perut dan demam (9%), nyeri perut dan ikterus ( 5%) dan anoreksi, mual, muntah (5%). Namun 18% pasien tidak menunjukkan gejala. 16

(31)

Gambar 19.Kalsifikasi pada dinding kandung empedu akibat kolesistitis kroni (Panah). Kalsifikasi pada dinding kandung empedu ini pada pasien yang memiliki nyeri akibat eksaserbasi kolesistitis. Kandung empedu porselein memiliki tampilan yang hampir mirip dengan emfisematosa kolesistitis dan terdapat peningkatan insiden kanker kandung empedu pada pasien ini.9

Gambar 20

A : Foto X-Ray Menunjukkan kalsifikasi intramural difus ( panah ) pada pasien dengan kandung empedu porselein.16

B : CT-Scan menunjukkan kalsifikasi berbentuk rim pada dinding kandung empedu ( panah ) pada pasien dengan kandung empedu porselein. 16

(32)

2. Kanker Kandung Empedu

Kanker kandung empedu atau Gallblader Carcinoma (GBC) adalah keganasan yang sangat langka terjadi, akan tetapi keganasan yang paling umum dari saluran empedu. Insiden kanker kandung empedu di AS adalah 1,2 per 100.000 penduduk. Kanker kandung empedu diagnosis ketika pasien mengalami kolesistisis. (1) Diagnosis GBC jika diagnosis pada usia lanjut mengalami prognosis yang buruk, (2) Beberapa faktor resiko GBC seperti  pada wanita paling umum, batu empedu, usia lanjut, polip kandung empedu, kista kandung empedu, paparan karsinogen terus menerus pada kandung empedu. Faktor resiko tambahan yang dapat menyebabkan GBC seperti merokok, obesitas, diabetes melitus, infeksi kronis (Salmonella dan H.Pylori) dan obat-obatan.17

Gambar 21. Gambar USG menunjukkan terdapat lesi target (tanda panah merah). Hasil biopsi pada pasien ini menunjukkan kanker empedu primer.17

(33)

Gambar 22. USG menunjukkan terdapat hypoechoic intraluminal (panah merah).17

Gambar 23. Adenokarsinoma dengan diferensiasi sedang pada wanita 70 tahun dengan nyeri perut kuadran kanan atas dan mempunyai riwayat batu empedu. 18

(A) Gambar USG menunjukkan massa yang terdefinisi dengan baik dalam fundus kandung empedu yang menghasilkan Acoustic shadow bagian posterior.18

(B) CT-Scan menunjukkan kalsifikasi tumor berbentuk linear dan terdapat massa  pada jaringan lunak di dalam kantong empedu. 18

3. Kolangiocarcinoma

Kolangiokarsinoma adalah suatu tumor ganas dari epithelium duktus biliaris intrahepatik atau ekstrahepatik. Tumor keras dan berwarna putih,dan sel-sel tumor mirip dengan epitel saluran empedu. Lebih dari 90% kasus merupakan adenokarsinoma dan sisanya adalah tumor sel squamosa. Sekitar 2/3 kolangiokarsinoma berlokasi di regio

(34)

 perihilar, dan 1/4 lainnya berlokasi di duktus ek trah ep at ik da n sisan ya  be rlok asi di duk tus int rahe pa tik. CT-Scan L a n g k a h p e m e r i k s a a n r a d i o l o g i y a n g b e r i k u t n y a u n t u k m en di a gn os is kolangiokarsinoma adalah dengan pemeriksaan CT-Scan. CT-Scan dengan kontras dapat memperlihatkan lesi massa intrahepatik, duktus intrahepatikus yang berdilatasi, limfadenopati yang terlokalisasi dan metastasis e ks tr ah ep at ik .1 0

Gambar 24. CT Scan, tampak adanya dilatasi ductus biliaris akibat adanya tumor .19

Gambar 25 .  (A) Tumor Klatskin (tumor berlokasi di bifurkasio duktus he pa ti ku s) , (B) Gambaran radiologi ERCP, adanya dilatasi ductus biliaris (Tanda panah putih).19

(35)

L. Komplikasi

1) Emphysema cholesysititis

Empisema terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang tersumbat. Pasien dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin dan ditandai dengan lebih tingginya demam dan leukositosis. Adanya empiema kadang harus mengubah metode pembedahan dari secar a laparoskopik menjadi kolesistektomi terbuka.7

Gambar 26. Kolesistitis dengan perforasi kandung empedu. Pada kantong empedu (GB) terdapat cairan intrahepatik pericholecystic yang tidak beraturan (panah). 7

Gambar 27.  Pada gambar diatas, seorang pria berumur 67 tahun dengan penyakit diabetes tampak adanya gas yang berada dalam lumen kandung empedu yang menggambarkan kolesistitis emphysematous. 7

(36)

2) Sindrom Mirrizi

Komplikasi yang paling umum dari penyakit batu empedu kronis ad alah kolesistitis akut, pankreatitis akut, dan kolangitis akut. Komplikasi jinak lainnya yang tidak biasa, antara lain termasuk Sindrom Mirizzi dan ileus  batu empedu. Sindrom Mirizzi adalah bentuk ikterus obstruktif, pertama kali dijelaskan oleh Mirizzi pada tahun 1948 disebabkan oleh batu yang  berimpaksi pada leher kandung empedu atau duktus sistikus, sehingga

duktus hepatikus menyempit. Tergantung pada derajat penyempitan dan kondisi kronisnya penyakit, mungkin juga adanya pembentukkan fistula kolesistokoledokus. Komplikasi dari batu empedu ini sangat langka, terjadi  pada sekitar 0,1% sampai 0,7% dari pasien yang memiliki batu empedu. Risiko terkena kanker kandung empedu bahkan lebih besar ditemukan  pada pasien yang menderita batu empedu, lebih dari 25%.12

Gambar 28. Gambaran USG lesi hiperekhoik dengan  Accoustic Shadow  pada kandung empedu disertai pelebaran CBD. 12

(37)

Gambar 29.  Gambaran cholangiogram batu CBD disertai pelebaran duktus sistikus yang menekan CBD. 12

3) Gangren Kolesistisis

Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekr os is jaringan bebercak atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah distensi ber le bih an kan dun g emp edu , vas kul it is , d i a b e t e s m e l l i t u s , e m p i e m a a t a u t o r s i y a n g m e n y e b a b k a n o k l u s i a r t e r i . G a n g r e n b i a s a n y a m e r u p a k a n  p r e d i s p o s i s i perforasi kandung empedu , tetapi perforasi juga dapat terjadi pada kolesistitis kronik tanpa gejala atau peringatan sebelumnya abses.7,9

Gambar 30.

Terdapat gas lumen, dinding yang irregular pada kandung

empedu dan adanya abses

(38)

M. Prognosis

P a d a k a s u s k o l e s i s t i t i s a k u t t a n p a k o m p l i k a s i ,  p e r b a i k a n g e j a l a d a p a t terlihat dalam 1  –   4 hari bila dalam

 penanganan yang tepat. Penyembuhan spontan didapatkan pada 85 % kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal,fibrotik,  penuh dengan batu dan tidak berfungs i lagi. Ti dak jarang pula, menjadi kolesistitis rekuren. Kadang  –   kadang kolesistitis akut

 berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum pada 10  –   15%

kasus. Bila hal ini terjadi, angka kematian dapat m e n c a p a i 5 0  –   6 0 % .

H a l i n i d a p a t d i c e g a h d e n g a n p e m b e r i a n a n t i b i o t i k yangadekuat pada awal serangan. Pasien dengan kolesistitis akut akalkulus memiliki angka mortalitas sebesar 10  –   50%. Tindakan bedah

 pada pasien tua (>75 tahun) m e m p u n y a i p r o g n o s i s y a n g j e l e k d i s am pi ng ke mu n gk i na n ba n ya k t i mb ul komplikasi pasca bedah.1,2

(39)

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

 Nama : Tn. S

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Laki laki

Pekerjaan : Petani

Alamat : Jl.Padangjakaya Lrg.Asam

Agama : Islam

Ruangan : Rajawali Bawah

II. ANAMNESIS Keluhan Utama:

 Nyeri Perut Kanan Atas

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang dialami kurang lebih 8 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri menjalar hingga kebelakang, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri terus menerus dirasakan pasien dan tidak terdapat perbaikan dengan cara berbaring. Menurut pasien nyeri perut dirasakan setalah pasien makan makanan  berbuka puasa, nyeri perut dirasakan lama kelamaan semakin hebat disertai dengan mual hingga pasien dibawa oleh keluarganya ke UGD Anutapura Palu. Demam (-), batuk (-), muntah (-), BAK (+) berwarna putih dan  berdempul tadi malam, BAB (+) lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu: - Riwayat OAT (-)

- Diabetes Mellitus (-) - Hipertensi (-)

(40)

- Asam Urat (-) - Kolesterol (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK  : Keadaan Umum :

Kondisi : Sakit Sedang

Gizi : Baik

Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)

Tanda Vital ● Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 75 kali/menitSuhu : 36,8oCPernapasan : 20 kali/menit Kepala :

Wajah : Simetris, tidak ada pembengkakan Deformitas : Tidak ada

Bentuk : Normocephal

Mata :

Konjugtiva : Anemis (-/-) Skelera : Ikterik (-/-)

Pupil : Isokor (+), diameter (2,5 cm/2,5 cm), RCL (+/+), RCTL (+/+)

(41)

Leher :

Kelenjar GB : Tidak ada pembesaran Tiroid : Tidak ada pembesaran JVP : 5 (+2) cm H20

Massa lain : Tidak ada

Dada :

Paru-paru

Inspeksi : Simetris bilateral

Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri Perkusi : Sonor (+)

Auskultasi : Bronkovesikular (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi :

Batas Atas : SIC III linea parasternalis sinistra Batas Kanan : SIC V linea midclavicularis dextra Batas Kiri : SIC VI linea midcalvicularis sinistra Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2, murmur (-)

(42)

Perut

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal Perkusi : Tymphani (+)

Palpasi : Terdapat nyeri tekan (+) pada kanan atas, Murphy Sign (+), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Anggota gerak :

Atas : Akral hangat (+), edema (-) Bawah : Akral hangat (+), edema (-)

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM a. Darah Lengkap

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal

WBC 13,7 109/L (4,8 –  10,8)

RBC 4,7 1012/L (4,7 –  6,1)

HGB 13,9 g/dl (14 –  18)

HCT 39,6 % (42 –  52)

(43)

 b. Fungsi Ginjal

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal

Urea 16 mg/dL 18 –  55

Creatinin 0,79 mg/dL 0,50 –  1,20

c. Pemeriksaan Urin Lengkap

 NO PEMERIKSAAN URIN HASIL NILAI RUJUKAN

1. PH 7,5 4,8 –  8,0

2. BJ 1.015 1,003 –  1,022

3. Protein Negatif Negatif

4. Reduksi Negatif Negatif

5. Urobilinogen Negatif Negatif

6. Bilirubin Negatif Negatif

7. Keton Negatif Negatif

8. Nitrit Negatif Negatif

9. Blood Negatif Negatif

10. Leukosit Negatif Negatif

11. Vitamin C Negatif Negatif

12. Sedimen

Leukosit 1 –  2 0 –  5

Eritrosit 0 –  1 1 –  3

Kristal Negatif Negatif

Granula Negatif Negatif

Epitel Sel + Negatif

(44)

V. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Gambar 31.USG Pasien TN.S

USG Abdomen

Hepar : Ukuran dan echo parenkim normal, tidak tampak dilatasi vaskuler maupun bile duct, SOL (-)

(45)

Lien : Bentuk, ukuran dan echotekstur dalam batas normal, tidak tampak echo mass.

Pankreas : Bentuk, ukuran dan echotekstur dalam batas normal, tidak tampak echo mass maupun cyst.

Ginjal Kanan : Bentuk, ukuran dan echotekstur dalam batas normal, tidak tampak dilatasi PCS, echo batu maupun cyst

Ginjal Kiri : Bentuk, ukuran dan echotekstur dalam batas normal, tidak tampak dilatasi PCS, echo batu maupun cyst

VU : Dinding tidak menebal, mukosa regular, tidak tampak bayangan  batu Kesan : - Cholecystitis VI. DIAGNOSIS Cholecystitis VII. TERAPI - IVFD RL : Futrolit 20 tpm - Ceftriaxone 2 gr/24jam/IV - Omeprazol Inj/12 Jam/IV - Ketorolac 1 amp/8 Jam/IV

VIII. ANALISA KASUS

Pada anamnesis didapatkan pasien laki-laki masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang dialami kurang lebih 8 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri menjalar hingga kebelakang, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri terus menerus dirasakan pasien dan tidak terdapat perbaikan dengan cara berbaring. Menurut pasien nyeri perut dirasakan setalah pasien makan makanan berbuka puasa, nyeri perut dirasakan lama kelamaan semakin hebat disertai dengan mual hingga

(46)

 pasien dibawa oleh keluarganya ke UGD Anutapura Palu. Demam (-),  batuk (-), muntah (-), BAK (+) berwarna putih dan berdempul tadi malam,

BAB (+) lancar.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umu sakit sedang, gizi  baik dan kesadaran composmentis. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 75 kali/menit, suhu 37,8 derajat celcius dan pernafasan 20 kali/menit. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan insepksi tampak datar, auskultasi peristatlik (+) kesan normal,  perkusi tympahani (+), dan pada palpasi didapatkan nyeri tekan (+) pada  perut kanan atas disertai dengan Murphy Sign (+) dan tidak didapatkan

hepatosplenomegali.

Pada pemeriksaan penunjang untuk darah rutin didapatkan Pada  pasien dilakukan pemeriksaan USG dan didapatakan WBC 13,7 x 109/L

(meningkat), HGB 13,9 g/dl (menurun ) dan HCT 39,6 % (menurun), pada  pemeriksaan fungsi ginjal dan pemeriksaan urin lengkap didapatkan hasilnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan radiologik dilakukan  pemeriksaan USG didapatkan hasil galdbllader, dinding menebal dan tidak

tampak echo batu, dan organ lain dalam pemeriksaan USG dalam batas normal tidak ditemukan adanya kelainan. Sehingga kesan pada  pemeriksaan USG adalah cholesystitis.

Pada pasien ini dilakukan terapi konservatif yaitu pemberian cairan infus IVFD RL : Futrolit 20 tpm, Ceftriaxone 2 gr/24jam/IV diberikan sebagai antibiotik golongan cephalosporin yang berspektrum luas untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif, Omeprazol Inj/12 Jam/IV diberikan karena pasien mengeluhkan sering mual, kerja obat omperazol ini dengan menghambat pompa proton ( proton pump inhibitor  / PPI) yang mempunyai tempat kerja dan bekerja langsung pada pompa asam ( H + K + ATPase) yang merupakan tahap akhir proses sekresi asam lambung dari sel  –   sel parietal di lambung dan diberikan Ketorolac 1

(47)

Penanganan pada pasien yang di diagnosis cholecystitis yaitu t erapi konservatif dan terapi pembedahan. Terapi kosnervatif meliputi istirahat total, perbaikistatus hidrasi pasien, pemberian nutrisi  parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit,o b a t p e n g h i l a n g r a s a n y e r i s e p e r t i p e t i d i n d a n a n t i s p a s m o d i k . P e m b e r i a n a n t i b i o t i k p a d a f a s e a w a l s a n g a t p e n t i n g u n t u k m e n c e g a h k o m p l i k a s i s e p e r t i p e r i t o n i t i s , k o l a n g i t i s d a n s e p t i s e m i a . G o l o n g a n a m p i s i l i n , s e f a l o s p o r i n d a n m e t r o n i d a z o l c u k u p m e m a d a i u n t u k m e m a t i k a n k u m a n  – 

kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut. Bila terdapat mual dan muntah dapat diberikan anti  –   emetik atau dipasang

n a s o g a s t r i k t u b e . P e m b e r i a n C C K s e c a r a i n t r a v e n a d a p a t membantu merangsang pengosongan kandung empedu dan mencegah statis aliran empedu lebih lanjut.

(48)

BAB IV KESIMPULAN

1. Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam, berdasarkan klasifikasi terbagi menjadi kolestitis kalkulus yang disebabkan oleh batu empedu dan kolestitis akalkulus yang tidak disebabkan oleh batu.

2. Organisme yang paling sering menyebabkan inflamasi pada kandung empedu adalah klebisella, Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus  dan spesies Clostridium.

3. Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat berdasarkan trias nyeri perut kuadran kanan atas, nyeri tekan dan demam, pada pemeriksaan lab didapatkan leukositosis dan peningkatan alkali fosfatase biasanya meningkat  pada 25% pasien dengan kolesistisis.

4. Pada pemeriksaan USG didapatkan cairan perikolestik, dinding menebal > 4 mm dan tanda sonographic murphym dan pada CT Scan didapatkan  penebalan dinding kandung empedu ( > 4mm ), cairan perikolestik, edema

subserosa dan pengelupasan mukosa.

5. Pada penatalaksaaan dapat dilakukan terapi konservatif dan terapi  pembedahan.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

1. Firmansyah, A. 2015.  Diagnosis dan tata laksana kolesistisis akalkulus akut . SMF Ilmu Penyakit Dalam –  RSUD Kota Tangerang, Vol.28, No 2. Pg 30-37.

Diakses tanggal 24 Mei 2018.

2. Pridady & Lesmana, L.A, 2009.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.Edis V. Interna Publishing Jakarta. Pg 718-722

3. Gruber PJ, Silverman RA, Gottesfeld S, et al. 2018. Cholecystitis.  Radiologi info.org. Pg 1-4. Diakses tanggal 24 Mei 2018

4. Girsang, Hiswani, Jemadi. 2013.  Karateristik Penderita Kolelitiasis yang di  Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada Tahun 2010-2011 . Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Pg. 1-9. Diakses tanggal 24 Mei 2018.

5. Sherwood, L. 2007.  Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.  Edis 6. EGC ; Jakarta

6. Kereh.DS, Lampus.H, Sapan,H, Loho.L. 2015.  Hubungan antara jenis batu dan perubahan mukosa kandung empedu pada pasien batu kandung empedu. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Madano. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 7, Nomor 3. Page 41-41. Diakses tanggal 25 Mei 2018.

7. Rubens, D.J. 2004.  Hepatobiliary Imaging and Its Pitfalls. Departements of radiology and Surgery, University of Rochester Medical Center. USA. Pg247-278. Diakses Tanggal 25 Mei 2018.

8. Howlett,D & Ayers,B. 2008. The Hands-on Guide to Imaging . Blackweel-Pubhlishing. USA. Pg.105-108

9. Schwarts, David. 2008. Emergency Radiology Case Studies. MC Graw-Hill, Medical Publishing Division. NewYork. Pg.213-217

10. Kumar, Abbas, Aster. 2013. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. Elsevier Saunders. Pg 634-635

Gambar

Gambar  9.Pada  pasien  dengan  kolesistitis  akut,Gambar  9.Pada  pasien  dengan  kolesistitis  akut, CT  menunjukkan  gambaran  pericholecystic  yangCT  menunjukkan  gambaran  pericholecystic  yang mengelilingi kantong empedu (GB).
Gambar  12.  CT  –    scan  abdomen,  tampak  batu  –   batu  empedu  dan  penebalan  dinding  kandung
Gambar 27. Kolesistitis dengan perforasi kandung empedu.  Pada  kantong  empedu  (GB)  terdapat cairan  intrahepatik  pericholecystic  yang  tidak  beraturan.
Gambar 1 . Cholecystitis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila dengan perubahan lifestyle tidak tercapai target tekanan darah yang diinginkan (tekanan darah &lt; 140/90 mmHg pada pasien tanpa riwayat diabetes/ penyakit

Mampu memahami Konsep Umum Penyakit, Hereditas, Lingkungan dan Penyakit, Penyakit Diabetes Melitus, gangguan Sistem Imun, gangguan Hematologi, gangguan Cairan dan

Biasanya keadaan ini terjadi pada pasien yang memiliki kekurangan dalam sistem kekebalan tubuh untuk setiap penyakit yang kronis seperti diabetes atau infeksi oleh irus

Keadaan ini merupakan komplikasi dari penyakit diabetes melitus yang menyebabkan kerusakan pada mata dimana secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh

Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan pasien dengan

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal akut,

Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke

Berdasarkan beberapa pengertian Diabetes Melitus diatas maka penulis menyimpulkan penyakit Diabetes Melitus adalah penyakit degeneratif dan merupakan suatu penyakit